Anda di halaman 1dari 13

PEMBERIAN EKSTRAK FERMENTASI TANAMAN SEBAGAI PUPUK

ORGANIK CAIR PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN


HASIL TANAMAN SAWI PAKCOY MENGGUNAKAN METODE
KOREAN NATURAL FARMING
Asngat Hidayat1, Nazarius Adi Sutoko2, Arini Al Ifah3

1
Mahasiswa Fakultas Pertanian Institut Pertaniian (INTAN) Yogyakarta
2
Staf Pengajar Fakultas Pertanian Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta/ Pembimbing I
3
Staf Pengajar Fakultas Pertanian Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta/ Pembimbing II

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dari pemberian


ekstrak fermentasi tanaman (FPJ) berdasarkan bahan dasar pembuatan dan kadar
kelarutan terhadap pertumbuhan tanaman sawi pakcoy (Brassica chinensis L).
Penelitian ini dilaksanakan pada 9 april 2021 hingga 20 juni 2021 di Dusun
Penulih, Desa Suroyudan, kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Wonosobo, Jawa
tengah.
Penelitian ini menggunakan Rancangan acak Lengkap (RAL) satu
faktorial dan satu unit kontrol dengan 3 kali ulangan. Faktor 1 adalah bahan dasar
pembuatan FPJ yaitu rebung dan kangkung dan faktor kedua adalah konsentrasi
larutan yaitu 1:500 ml, 1:800 ml dan 1:1000 ml air. Komponen pengamatan
pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, panjang
akar, dan Berat Segar tanaman. Pengamatan dilakukan dari umur tanaman 7 hari
setelah tanam hingga 36 hari setelah tanam (panen) dengan interval 7 hari. Data
hasil penelitian dianalisis menggunakan uji varian (ANOVA) F 5% dan uji jarak
DMRT taraf 5% menggunakan aplikasi SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh signifikan ditunjukan oleh faktor
tunggal secara terpisah (tidak ada interaksi). Pada faktor bahan FPJ berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun pada
umur tanaman 28 hst dan FPJ rebung memiliki angka tertinggi. Sedangkan pada
faktor konsentrasi pengaruh signifikan ditunjukan pada variabel jumlah daun
tanaman perlakuan pemberian FPJ dengan kelarutan 1:1000 ml air memberikan
pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tanaman sawi pakcoy. Pada variabel berat
segar (hasil panen), pemberian FPJ memberikan tren hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman kontrol meskipun tidak berbeda nyata.

Kata kunci : Sawi pakcoy, FPJ, Rebung, Kangkung, Konsentrasi.

xii
I. PENDAHULUA

A. Latar Belakang

Program Go Organik 2010 yang dicanangkan oleh Departemen Pertanian


yang dimulai dari tahun 2001 belum bisa dikatakan berhasil jika dilihat dari angka
luasan lahan pertanian organik saat ini. Berdasarkan data dari Statistik Pertanian
Organik Indonesia (SPOI), luasan lahan pertanian organik tersertifikasi pada
tahun 2018 baru mencapai 251.630,98 Ha (AOI, 2020). Angka tersebut masih
sangat kecil dibandingkan dengan luasan seluruh lahan pertanian produktif di
Indonesia yang berkisar 51.277.337 Ha, yang terdiri atas padi, palawija,
hortikultura, dan perkebunan (Anonim, 2018).
Suwantoro (2008), berbagai kendala dalam pengembangan pertanian
organik di antaranya adalah ; pertanian organik dipandang sebagai sistem yang
merepotkan, keterampilan petani masih kurang, persepsi yang berbeda mengenai
hasil, petani mengalami saat kritis, lahan pertanian organik belum terlindungi,
pembangunan pertanian belum terintegrasi dengan pembangunan peternakan,
kegagalan menjaga kepercayaan pasar, dan dukungan dari pemerintah masih
kurang. Pertanian organik seharusnya diterapkan oleh sebagian besar usaha tani
demi menciptakan pertanian terpadu dan berkelanjutan. Disamping karena faktor
ekologi dan kesehatan, penggunaan pupuk kimia secara terus menerus
menyebabkan tingkat kesuburan tanah yang semakin menurun sehingga
meningkatkan kebutuhan pupuk dari waktu ke waktu.
Salah satu kendala dalam menerapkan pertanian organik bagi para petani
Indonesia adalah rumitnya cara pembuatan pupuk dari sulitnya pengadaan bahan
hingga proses yang penuh tahapan dan membutuhkan waktu cukup lama. Selain
itu, kerakteristik dari pertanian organik yang bersifat ruah sehingga dipandang
merepotkan dan diperlukan waktu dan tenaga yang jauh lebih banyak
dibandingkan pertanian konvensional (Suwantoro, 2008). Maka diperlukan
pengenalan metode dan teknik baru yang lebih mudah diterapkan dan
membutuhkan biaya yang jauh lebih rendah sehingga dapat memberi keuntungan
bagi petani.

1
2

Pertanian alami Korea (Korean Natural Farming (KNF)) ditujukan


sebagai alternatif bagi petani yang ingin mengurangi ketergantungan pada hara
eksternal tanpa mengorbankan hasil panen (Hoon dan Park 2010). Dalam metode
pertanian alami korea (Korean Natural Farming) yang diperkenalkan oleh Dr.
Cho memiliki metode yang sangat praktis dan mudah dalam pembuatan berbagai
komponen yang menunjang usaha tani baik yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan hara maupun mengatasi organisme pengganggu tanaman. Salah
satunya adalah fermented plant juice (FPJ) atau ekstrak fermentasi tanaman.
Merupakan cairan/jus yang terbuat dari tunas-tunas dan daun muda tanaman
tertentu yang difermentasi dengan gula selama 1 minggu. Hasil dari fermentasi
tersebut dapat di gunakan menjadi pupuk organik cair (POC) yang sangat berguna
bagi pertumbuhan vegetatif tanaman.
Pakcoy (Brassilia chinensis L) merupakan salah satu sayuran daun yang
memiliki nilai ekonomis tinggi. Tanaman ini juga dapat tumbuh di dataran tinggi
dan dataran rendah (Haryanto, dkk. 1995). Pakcoy memiliki potensi yang cukup
tinggi untuk dibudidayakan secara organik karena banyak diminati oleh
masyarakat untuk konsumsi sehari-hari. Sawi pakcoy merupakan sayuran yang
diminati oleh masyarakat berbagai kalangan karena kandungan gizinya yang
tinggi. Kandungan gizi dalam sawi pakcoy sangat baik . selain itu sawi pakcoy
dapat menangkal hipertensi, penyakit jantung, dan mengurangi resiko berbagai
jenis kanker (Pracaya dan Kartika, 2016).
Seperti tanaman pada umumnya, keberhasilan dalam budidaya tanaman
pakcoy dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas benih, media tanam, iklim,
OPT dan pemenuhan unsur hara (pemupukan). Faktor-faktor tersebut merupakan
hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memulai budidaya tanaman pakcoy
khususnya budidaya secara organik. Dimana dalam prakteknya tidak
menggunakan bahan-bahan kimiawi dalam menunjang produktifitas seperti
pupuk, pestisida, herbisida dan lain sebagainya.
Pemenuhan kebutuhan hara saat pemeliharaan tanaman pakcoy secara
organik dapat diupayakan dalam hal pengadaannya oleh petani secara mandiri.
Salah satunya menggunakan ekstrak fermentasi tanaman (FPJ) sebagai pupuk
3

organik cair dalam menunjang pertumbuhan vegetatif tanaman. Selain mudah


dalam pembuatannya, petani juga dapat mengurangi biaya produksi yang harus
dikeluarkan untuk pemupukan. Dengan kemudahan cara pembuatan dan pengaruh
yang diberikan berdasarkan beberapa penelitian maka perlu untuk di uji tingkat
efektifitas dari FPJ sebagai POC untuk pertumbuhan tanaman pakcoy.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun perumusan masalah


sebagai berikut:
1. Apakah pemberian ekstrak fermentasi tanaman (FPJ) berdasarkan jenis
bahan pembuatan pada berbagai konsentrasi dapat memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan vegetatif dan hasil tanaman pakcoy?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan bahan FPJ terhadap pertumbuhan
vegetatif dan hasil tanaman pakcoy?
3. Bagaimana pengaruh konsentrasi FPJ terhadap pertumbuhan vegetatif dan
hasil tanaman pakcoy?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu:


1. Mengetahui efektifitas dari pemberian ekstrak fermentasi tanaman (FPJ)
sebagai pupuk organik cair pada berbagai konsentrasi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy.
2. Mengetahui pengaruh dari perbedaan bahan dalam pembuatan FPJ pada
pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy.
3. Mengetahui pengaruh konsentrasi FPJ bagi pertumbuhan dan hasil
tanaman pakcoy.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah informasi dan


pengetahuan tentang teknik dan manfaat dari pupuk organik cair menggunakan
metode pertanian alami korea dalam bidang akademik. Dengan penelitian ini
4

diharapkan dapat menjadi metode praktis baru bagi pelaku usaha tani organik dan
mampu mendukung terciptanya pertanian terpadu dan berkelanjutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sawi pakcoy (Brassica chinensis L.)

Sawi pakcoy (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman
sayuran yang dimanfaatkan organ vegetatifnya yaitu daun. Pakcoy merupakan
tanaman semusim kelompok dari genus Brassica, masih dalam satu genus dengan
sawi putih/petsai dan sawi hijau/caisim. Pakcoy merupakan tanaman semusim
yang hanya dapat dipanen satu kali masa tanam. Sawi pakcoy dapat dipanen pada
umur 35-40 hari setelah tanam atau 20-25 hari setelah pindah tanam (Prastio,
2015).

1. Taksonomi Tanaman Sawi Pakcoy

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magniliopsida
Ordo : Rhoeadales (Brassicales)
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica chinensis L (Haryanto, dkk. 2007)

2. Morfologi Tanaman Sawi Pakcoy

Pakcoy memiliki faktor perakaran tunggang dengan cabang akar berbentuk


bulat panjang yang menyebar ke semua arah pada kedelaman antara 30-50 cm
(Setyaningrum dan Saparinto, 2011). Tanaman pakcoy memiliki batang yang
sangat pendek dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak kelihatan. Batang ini
berfungsi sebagai pembentuk dan penopang daun. Tangkai daun lebar dan kokoh,
tulang daun dan daunnya mirip dengan sawi hijau, namun daunnya lebih tebal
dibandingkan dengan sawi hijau (Haryanto dkk, 2007).
Struktur Bunga tanaman sawi tersusun dalam tangkai bunga yang
memanjang dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga terdiri atas empat helai
daun kelopak, empat helai daun mahkota, empat helai benang sari, dan satu buah
putik yang berongga dua. Penyerbukan tanaman ini dapat berlangsung dengan

5
6

bantuan serangga maupun oleh manusia. Buah tanaman sawi termasuk buah
polong berbentuk bulat kecil berwarna coklat kehitaman (Sunarjono, 2013)

3. Syarat Tumbuh

Sama halnya dengan tanaman secara umum, pertumbuhan tanaman pakcoy


dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor iklim dan media tumbuh (tanah).
Tanaman pakcoy dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi dengan
ketinggian 500-1200 mdpl . namun tanaman sawi pakcoy akan lebih baik jika
ditanam didataran tinggi dengan udara yang sejuk (Haryanto dkk, 2007). Iklim
yang baik untuk pertumbuhan pakcoy yaitu daerah yang memiliki suhu 15-300C,
memiliki curah hujan lebih dari 200 mm/bulan, serta penyinaran matahari antara
10-13 jam (Rukmana, 1994). Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman pakcoy yaitu antara 80-90%.
Tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman pakcoy adalah tanah
gembur yang banyak mengandung humus, subur, dengan pH antara 6-7, serta
drainase yang baik kerena tanaman sawi pakcoy tidak menyukai genangan. Sawi
pakcoy merupakan tanaman sayuran yang memerlukan unsurhara nitrogen lebih
banyak untuk pertumbuhannya atau sering disebut heavy feeders (Pracaya, 2007).
Kekurangan hara akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan pakcoy.
Pertumbuhan yang kurang baik tentu juga mempengaruhi kualitas dan menambah
masa yang tepat untuk pemanenan. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri
dalam pemenuhan kebutuhan hara bagi tanaman khususnya budidaya secara
organik.

B. Pupuk Organik

Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang


mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk
keanekaragaman hayati, siklus biologis, dan aktivitas biologis tanah. Ini
menekankan penggunaan praktik manajemen dalam preferensi untuk penggunaan
input off-farm, dengan mempertimbangkan bahwa kondisi regional memerlukan
sistem yang diadaptasi secara lokal ini dicapai dengan menggunakan metode
7

agronomi, biologi, dan mekanis jika memungkinkan, dibandingkan dengan


menggunakan bahan sintetis, untuk memenuhi fungsi tertentu dalam sistem (FAO
/ WHO, 1990).
Pupuk adalah bahan untuk diberikan kepada tanaman baik langsung
maupun tidak langsung, untuk mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan
produksi dan memperbaiki kualitasnya sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman
(leiakabessy dan Sutandi, 2004). Pemupukan merupakan aktifitas pemeliharaan
yang sangat penting pengaruhnya terhadap keberhasilan suatu usaha tani.
Berdasarkan sifat nya pupuk dibedakan menjadi dua yaitu pupuk organik dan
anorganik (kimia).
Penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus menyebabkan peranan
pupuk kimia tersebut menjadi tidak efektif. Kurang efektifnya peranan pupuk
kimia dikarenakan tanah pertanian yang sudah jenuh oleh residu sisa bahan kimia.
Astiningrum (2005) menyatakan bahwa pemakaian pupuk kimia secara
berlebihan dapat menyebabkan residu yang berasal dari zat pembawa (carier)
pupuk nitrogen tertinggal dalam tanah sehingga akan menurunkan kualitas
dan kuantitas hasil pertanian. Menurut Sutanto (2006), pemakaian pupuk
kimia yang terus menerus menyebabkan ekosistem biologi tanah menjadi
tidak seimbang, sehingga tujuan pemupukan untuk mencukupkan unsur hara
di dalam tanah tidak tercapai. Potensi genetis tanaman pun tidak dapat dicapai
mendekati maksimal.
Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil-hasil akhir dari
perubahan atau peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (serasah) tanaman dan
binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, guano, tepung tulang,
bungkil, dan sebagainya. Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat
kimia, fisik, maupun biologi tanah (Lingga & Marsono, 2003). Pupuk organik
dalam hal ini merupakan hasil dari perombakan materi organik yang mengandung
mineral tidak tersedia menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman setelah
melalui proses dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Proses tersebut
disebut dengan mineralisasi, dapat terjadi dengan bantuan manusia maupun secara
alami seperti yang terjadi di wilayah hutan.
8

Perombakan bahan organik ke bentuk suatu humus yang mengandung


asam humat, fulvat, dan humin dapat digunakan untuk mengkondisikan lapisan
atas tanah karena humus berkemampuan tinggi mengabsorb dan menahan
kelembaban, menghasilkan tanah yang lunak, gembur, yang memperbaiki
penetrasi udara dan air ke dalam daerah akar dan memperbaiki lingkungan yang
mendukung populasi organisme tanah yang berguna (Robinson, 1995).
Berdasarkan bentuknya, pupuk organik dibedakan menjadi 2 macam yaitu
pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Sedangkan berdasarkan bahan
penyusunnya pupuk organik dapat dibedakan menjadi pupuk hijau, pupuk
kandang, dan pupuk kompos. Pupuk organik cair merupakan pupuk yang dalam
pengaplikasiannya perlu dilarutkan dengan air. Pengaplikasiannya melalui daun
atau dengan menyiramkannya pada media tanam untuk diserap oleh perakaran.
Pupuk organik cair yang diaplikasikan pada daun pada umumnya
ditujukan untuk peningkatan hasil, mengatasi kesulitan pemupukan melalui tanah
yang biasanya dipengaruhi oleh pH tanah, mengatasi peristiwa jerapan tanah,
penambahan unsur mikro, meningkatkan kadar protein tanaman dan memperbaiki
kualitas buah.

C. KNF (Korean Natural Farming) : FPJ (Fermented Plant juice)

Pertanian alami Korea atau Korean Natural Farming (KNF) adalah sistem
pertanian pertanian alami yang dikembangkan oleh Master Han Kyu Cho dari
Institut Pertanian Alami Janong (Janong Natural Farming Institut) di Korea
Selatan. Sistem tersebut sudah dipraktekan lebih dari 40 tahun di Asia. KNF
adalah sistem swasembada yang melibatkan kultur mikroorganisme lokal (IMO:
indigenous microorganisms) diantaranya fungi, bakteri, dan protozoa dan
memasukkan kembali kedalam tanah yang kekurangan unsur hara, sehingga
meningkatkan aktivitas mikroba dan kesuburan tanah (Essoyan, 2011).
Prinsip dari sistem KNF adalah untuk memberi vitalitas pada tanaman.
Kondisi tanah yang menguntungkan harus diciptakan untuk pertumbuhannya.
Agar tanaman dapat tumbuh normal, perlu dikembangkan lingkungan dengan
kondisi tanah yang sesuai untuk penyerapan hara dalam jumlah yang tepat pada
9

waktu yang tepat, hal ini sejalan dengan gagasan pupuk dasar yang menggunakan
jumlah pupuk yang diperlukan (Cho, 2010).
Salah satu komponen yang menjadi objek penelitian adalah FPJ
(Fermented Plant Juice) yaitu jus/ekstrak fermentasi tanaman. FPJ merupakan
ektrak hasil fermentasi dari tunas pucuk dan daun muda tumbuhan tertentu.
Berbeda dengan pembuatan POC pada umumnya dimana POC dibuat dengan
proses ekstraksi dengan perebusan dan penambahan bio-aktivator seperti EM4
ataupun MOL buatan. Sedangkan pembuatan FPJ cukup dengan menambahkan
gula yang disesuaikan dengan kelembaban bahan. Adapun kriteria khusus dalam
pemilihan tumbuhan yang dapat dijadikan FPJ berdasarkan metode KNF
diantaranya:

1. Tanaman yang kuat melawan cuaca dingin dan dapat tumbuh dengan baik
di musim semi. Ini untuk menunjukan sifat tumbuhan yang tahan terhadap
perubahan iklim yang ekstrim.
2. Tanaman yang tumbuh cepat dan kuat. Tanaman yang cepat berkembang
memiliki hormon pertumbuhan yang sangat aktif. Karakteristik ini dapat
memperbaiki kelemahan tanaman dan pemulihan masalah kesehatan
tertentu pada tanaman. Misalnya rebung dan tunas-tunas samping dari
berbagai jenis tanaman yang mana memiliki hormon pertumbuhan dan
vitalitas yang melimpah.
3. Buah muda dimana memiliki banyak giberelin yang membuat tanaman
sehat dengan dedaunan yang lebih tebal dan meningkatkan ketebalan buah.

Selain karakter tumbuhan sebagai bahan, juga terdapat syarat khusus


dalam mengumpulkan bahan yang akan di jadikan FPJ yaitu menghindari hari-
hari ketika sinar matahari atau curah hujan yang berlebihan. Sinar matahari yang
berlebihan dapat menguapkan nutrisi. Sedangkan curah hujan yang tinggi dapat
menghilangkan nutrisi dan mikroorganisme penting. Jika ada hujan, kumpulkan
hanya setelah dua hari. Waktu pengumpulan bahan-bahannya sebelum matahari
terbit. Hal ini dikarenakan tumbuhan memiliki tingkat kelembapan yang
sempurna.
10

Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pembuatan FPJ adalah


tunas-tunas pucuk dan samping atau tanaman muda yang tersusun oleh jaringan
meristem apical. Merupakan tempat dimana hormon pertumbuhan disintetis
seperti auksin. Hal ini menandakan bahwa FPJ ditujukan selain mengandung hara
untuk tanaman tetapi juga hormone yang dapat memicu dan mempercepat
pertumbuhan tanaman.
Ekstrak fermentasi tanaman merupakan salah satu dari berbagai pupuk
organik baru yang memiliki potensi untuk di substitusikan, sebagian ataupun
secara total penggunaan pupuk mineral (Murillo-Amador, Morales-Prado, Troyo-
Dieguez, & dkk. 2015). Berikut tabel analisa nutrisi dari FPJ berdasarkan waktu
fermentasi dalam pembuatannya:

Tabel 1. Kandungan hara pada FPJ berdasarkan waktu fermentasi


Kandungan NPK (dalam %)
Waktu fermentassi
Nitrogen Phosphorus (P2O3) Potassium (K2O)
5 hari 0.44 0.43 1.12
10 hari 0.33 0.36 1.11
15 hari 0.56 0.39 1.21
Sumber : Denona dkk, (2020)

Sayuran berdaun hijau telah diakui sebagai sumber nutrisi mikro yang
kaya (mineral, antioksidan dan vitamin). Bagian tanaman yang berwarna hijau
mengandung N protein terbanyak dan meliputi 70%-80% dari total N tanaman.
Nitrogen asam nukleat terdapat sekitar 10% dan asam amino terlarut hanya
sebanyak 5% dari total N dalam tanaman. berikut tabel yang menunjukan
kandungan unsurhara bagi tanaman dari berbagai komponen terfermentasi dalam
pertanian alami yang dilakukan di Pilipina.
Tabel 2. Analisa rata-rata dari materi terfermentasi (Maghirang, 2011)
Fermented Fermented Fish Oriental herbal
Nutrisi (mg/kg)
fruit juice plant juice amino acid nutrient
Nitrogen (N) 429.47 855.06 1166.34 405.16
Phosporus (P) 61.87 122.72 193.44 74.84
Potassium (K) 12017 3934.2 314.6 522.3
Calcium (Ca) 307.23 913.03 377.92 181.03
Magnesium (Mg) 119.55 333.64 80.58 111.58
Sodium (Cu) 51.15 128.19 426.4 78.58
Iron (Fe) 15.07 52.24 19.73 87.19
Copper (Cu) 0.75 0.87 0.94 0.81
Manganese (Mn) 2.19 4.54 1.45 4.13
Zinc (Zn) 1.97 3.74 5.84 2.04
Sumber : Mahirang, 2011

Untuk menggunakan FPJ, zat kental yang akan dilarutkan harus


diencerkan dengan air dalam proporsi 1:500, 1:800, atau 1:1000 bagian FPJ ke air
(Miller, Ikeda, Weinert, Jr, & dkk, 2013). Sedangkan dalam Maghirang (2011)
menyarankan rasio pengenceran 2 sdm/l air. Dan rasio pengenceran 1 sdt per liter
air dianjurkan oleh ATI (2006) Hasil pelarutan tersebut dapat diaplikasikan pada
tanaman baik dengan menyiramkannya pada tanaman ataupun pada tanah atau
dengan cara penyemprotan (Miller, Ikeda, Weinert, Jr, & dkk. 2013). Tidak ada
dosis khusus yang diberikan per tanaman, karena dalam pengaplikasiannya cukup
dengan memastikan sebagian besar organ tanaman terkena larutan FPJ. Namun,
rasio pengenceran FPJ saat diaplikasikan untuk tanaman masih perlu di uji
kembali karena sebagian peneliti dan pakar menganjurkan rasio pengenceran yang
berbeda-beda berdasarkan praktek yang dilakukan. Terlebih untuk di Negara
Indonesia sendiri dimana sifat vegetasi tanaman tentu akan berbeda dengan
tempat asal praktek pertanian alami berasal yaitu Korea Selatan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini tentu mengacu pada ketentuan
pemilihan bahan diatas dan rekomendasi dari berbagai artikel petunjuk pembuatan
FPJ. Dan juga mempertimbangkan bahan yang mudah ditemukan dilokasi
penelitian. Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah rebung (tunas
anakan bambu) dan tunas pucuk/samping tanaman kangkung.

11
12

D. Rebung

Rebung merupakan tunas apikal tanaman bambu (Gigantochloa apus).


Populasi bambu di Negara Indonesia cukup besar. Rebung diketahui memiliki
hormon pertumbuhan yang sangat kaya dan masih sangat aktif. Selain itu, rebung
juga mengandung mikroorganisme baik yang berasal dari area perakaran tanaman
bambu yaitu Azostobacter dan Azospirillum. Merupakan bakteri pengikat N non-
simbiotik yang menghasilkan enzim, nitrogen, hormon pertumbuhan dan dapat
digunakan untuk semua jenis tanaman (Sufianto, 2018)
Menurut Nizar (2018) pupuk organik cair rebung memiliki kandungan C
organik dan giberelin tinggi yang dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman.
Selain itu pupuk organik cair dari rebung juga mengandung mikroorganisme
penting yang membantu pertumbuhan tanaman yaitu Azostobacter dan
Azospirillium. Dalam sikus hara nitrogen terjadi penambatan N dalam tanah
dilakukan juga oleh jasad renik yang hidup bebas, artinya jasad renik tersebut
tidak bersimbiosis dengan tanaman inang. Jasad renik tersebut salah satunya
adalah Azostobacter yang terdapat pada area perakaran tanaman bambu.
Azostobacter merupakan bakteri aerobik, hidup didalam tanah, air dan permukaan
daun. Sedangkan Azospirillum merupakan bakteri mikro-aerobik yang hidup
bebas atau asosiasi dengan akar tanaman. keberadaan jasad renik tersebut dapat
dimanfaatkan dalam pemenuhan unsur hara N yang dibutuhkan oleh tanaman.

E. Kangkung

Kangkung atau Ipomoen aquatica adalah tanaman tropis semi akuatik


yang ditanam sebagai sayuran untuk tunas lembutnya, dan dapat ditemukan di
seluruh wilayah tropis dan sub tropis dunia. Meskipun tidak diketahui dari mana
asalnya tanaman ini ditemukan. Populasi kangkung sangat tinggi untuk wilayah
Indonesia, baik yang dibudidayakan maupun yang tumbuh secara liar terutama di
area perairan.. Kangkung merupakan tanaman dengan tingkat adaptasi dan
vigoritas yang tinggi. Selain itu, kemampuannya untuk tumbuh dan bertahan
hidup di lingkungan atau media tanam baru menunjukkan bahwa tanaman tersebut
memiliki karakter untuk memenuhi syarat bahan pembuatan FPJ.

Anda mungkin juga menyukai