Disusun oleh :
Kelompok 6B
PROGRAM STUDI S1
AGROEKOTEKNOLOGI DEPARTEMEN
PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN
PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
PENGARUH POC NASI BASI DAN AB MIX TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KANGKUNG DENGAN
HIDROPONIK SISTEM WICK
Abstrak
Pendahuluan
Tanaman kangkung (Ipomea aquatica Forsk L.) diduga berasal dari daerah
tropis. Saat ini penyebarannya meliputi sebagian besar daerah Asia, Afrika, dan
Australia. Tanaman ini merupakan tanaman menjalar dengan batang kecil, bulat,
panjang dan berlubang di dalamnya. Tanaman ini berakar tunggang. Bunga
tanaman kangkung berbentuk seperti trompet dan berwarna putih atau putih
keunguan (Fitriani et al., 2017). Tanaman kangkung memiliki klasifikasi sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotiledoneae
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomea
Spesies : Ipome aquatica Forsk. (Sunardi et al., 2013).
Indonesia terdapat dua tipe kangkung, kangkung darat dan kangkung air.
Kangkung darat tumbuh di lahan tegalan dan lahan sawah, sedangkan kangkung air
tumbuh di air, baik air balong maupun air sungai (Kusandryani dan Luthfy, 2016).
Kangkung bersifat kosmopolit, menetap dan dapat berumur satu tahun, batang
tanaman berbuku-buku, bulat panjang, banyak mengandung air (Herbacioeus), dan
berlubang-lubang. Batang tanaman tumbuh tegak atau menjalar dengan
percabangan yang banyak. Sistem perakaranya tunggang (ciri dikotil) dengan
cabang akar menyebar ke semua arah. Akar dapat menembus tanah mendatar atau
menembus ke dalam. Tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan di ketiak
daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Bentuk
daun umumnya seperti jantung hati, ujung daun runcing atau tumpul, serta
permukaan daun atas lebih hijau tua. tanaman kangkung dapat berbunga, berbuah,
dan berbiji terutama pada kangkung darat. Bentuk bunga seperti trompet dan daun
mahkota berwarna putih atau merah lembayung. Buah kangkung berbentuk bulat
telur yang di dalamnya berisi tiga butir biji. Bentuk biji bersegi-segi atau agak bulat
dan berwarna cokelat atau kehitam-hitaman (Sunardi et al., 2013).
Secara umum, syarat tumbuh kangkung yaitu pada suhu 20-32oC, tumbuh
baik pada ketinggian 5 - 1.200 m dpl, pH tanah antara 5,6 - 6,5, tersedia cukup air
yang mengalir sepanjang masa pemeliharaan (Fitriani et al., 2017). Curah hujan
yang dibutuhkan berkisar 500–5000 mm/tahun. Suhu rata-rata untuk pertumbuhan
yang optimum 280C. Dengan perlakuan tanam di area hidroponik kangkung bahkan
lebih responsif dan ini disebabkan karena fertigasi, pemilihan bibit, dan
pemeliharaan yang intensif (Sunardi et al., 2013).
Kangkung merupakan jenis sayuran yang banyak digemari masyarakat,
kandungan gizinya tinggi dan cara budidayanya sederhana serta mudah. Kandungan
gizi kangkung cukup tinggi terutama vitamin A, vitamin C, zat besi, kalsium,
potasium, dan fosfor (Hidayati et al., 2017). Kebutuhan kangkung di Indonesia
semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan variasi
makanan dan usaha rumah tangga yang menggunakan sayur kangkung sebagai
bahan bakunya. Teknik budidaya kangkung yang tepat dapat menjadi prioritas
utama agar mendapatkan hasil yang optimal dengan kualitas yang baik (Nirmalasari
dan Fitriana, 2018).
Pupuk organik cair (POC) adalah pupuk organik dalam sediaan cair. Unsur
hara yang terkandung di dalamnya berbentuk larutan yang sangat halus sehingga
sangat mudah diserap oleh tanaman, sekalipun oleh bagian daun atau batangnya.
POC ini diperoleh dari proses fermentasi substrat organik berupa nasi basi yang
melibatkan kerja mikroorganisme lokal. POC ini diperoleh dari proses fermentasi
substrat organik berupa nasi basi yang melibatkan kerja mikroorganisme lokal
(Sriyundiyati et al., 2013). Nasi basi dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan MOL (Mikroorganisme Lokal) untuk membuat pupuk cair. Selain
dihasilkan pupuk cair, dihasilkan pula pupuk padat yang merupakan ampas dari
pembuatan pupuk organik cair dari nasi basi yang dapat dimanfaatkan menjadi
kompos (Selviana, 2019).
Larutan POC disinyalir mengandung unsur hara makro, mikro, atau
mengandung mikroorganisme yang berpotensi sebagai perombak bahan organik,
perangsang pertumbuhan, dan agen pengendali hama dan penyakit tanaman
sehingga baik digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, atau pestisida organik
(Ramli dan Makky, 2019). Unsur yang paling penting dalam pertumbuhan tanaman
adalah unsur N, jika kadar N dalam pupuk organik cair berlebihan akan
menghambat kerja unsur K dalam menstranport karbohidrat hasil dari fotosintesis
keseluruh tubuh tumbuhan sehingga tanaman akan tumbuh tidak seimbang. Kadar
N-Total pada pupuk organik cair dari nasi basi adalah sebesar 92 mg/L
(Sriyundiyati et al., 2013).
Nutrisi A-B Mix atau pupuk racikan adalah larutan yang dibuat dari bahan
bahan kimia yang diberikan melalui media tanam, yang berfungsi sebagai nutrisi
tanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Nutrisi atau pupuk racikan
mengandung unsur makro dan mikro yang dikombinasikan sedemikian rupa
sebagai nutrisi. Nutrisi hidroponik atau pupuk A-B Mix diformulasikan secara
khusus sesuai dengan jenis tanaman seperti tanaman buah (Paprika, Tomat, Melon)
dan Sayuran Daun (Selada, Pakchoy, Caisim, Bayam, Horenzo dsb), Stroberi,
Mawar, Krisan dan lain-lain (Pohan dan Oktoyournal, 2019). Budidaya sayuran
daun hidroponik umumnya menggunakan larutan hara berupa larutan hidroponik
standar. Larutan standar yang digunakan untuk budidaya secara hidroponik adalah
larutan AB mix, yang terdiri dari larutan A yang merupakan unsur hara makro dan
larutan B yang merupakan unsur hara mikro (Suhandoko et al., 2018).
Semua unsur yang terkandung di dalam nutrisi hidroponik merupakan unsur
yang esensial yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya. Masing masing
unsur hara tersebut mempunyai peranan dalam metabolisme tumbuhan dan apabila
unsur hara makro dan mikro tidak lengkap ketersediannya maka dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Rizal, 2017). Nutrisi AB Mix dan NPK
mengandung lebih tinggi unsur nitrogen-nya daripada nutrisi organiknya. Nitrogen
berfungsi memacu pertumbuhan tanaman pada fase pertumbuhan vegetatif,
terutama pertumbuhan dan dan batang (Sundari et al., 2016).
Teknik hidroponik sistem wick merupakan salah satu sistem hidroponik yang
paling sederhana dan digunakan oleh kalangan pemula. Sistem ini menggunakan
tangki yang berisi larutan nutrisi yang besar. Nutrisi mengalir ke dalam media
pertumbuhan dari dalam wadah menggunakan sejenis sumbu yang biasanya adalah
kain flanel. Prinsip yang diterapkan pada sistem ini adalah kapilaritas. Keuntungan
dari tipe ini adalah semua tanaman mampu menyerap nutrisi yang sama dengan
kualitas nutrisi yang sama karena tanaman berada pada wadah hidroponik yang
sama (Puspasari et al., 2018). Budidaya tanaman secara hidroponik menggunakan
sistem wick merupakan cara yang sederhana. Sistem ini dapat menggunakan
berbagai media tanam, seperti perlite, vermiculite, kerikil, pasir, sekam bakar,
rockwool dan cocopeat. Budidaya tanaman dengan metode hidroponik wick ini
dikenal dengan nama sistem sumbu (Arlingga et al., 2014).
Metode wick pada prinsipnya, sistem sumbu ini hanya membutuhkan sumbu
yang dapat menghubungkan antara larutan nutrisi pada bak penampung dengan
media tanam. Metode wick memiliki kelebihan yaitu tanaman mendapat suplai air
dan nutrisi secara terus-menerus karena tidak adanya siruklasi air pada metode wick
dan pembuatan metode ini sangat membutuhkan biaya yang sedikit dan tidak
bergantung pada listrik (Narulita et al., 2019). Metode wick memiliki kelebihan
lain. Kelebihan lain dari sistem ini yaitu larutan nutrisi dalam keadaan tersedia, dan
mudah dikontrol sehingga tanaman tumbuh dengan optimal, umur panen menjadi
lebih singkat efisien (Kamalia et al., 2017).
Hidroponik metode wicks merupakan salah satu metode hidroponik yang
sederhana dengan menggunakan sumbu sebagai penghubung antara nutrisi dan
bagian perakaran pada media tanam. Salah satu kelemahan hidroponik sistem
sumbu yaitu larutan nutrisi pada metode ini tidak tersirkulasi sehingga rawan
ditumbuhi lumut dan pertumbuhan tanaman sedikit lebih lambat (Kamalia et al.,
2017). Kelemahan dari sistem wick dalam penelitian ini adalah kurang bisa
dihandalkan untuk produksi skala besar karena membutuhkan banyak wadah dan
rumit dalam proses penambahan nutrisi untuk setiap wadah yang ada. Terutama
ketika tanaman sudah mulai cukup besar dan membutuhkan banyak nutrisi (Sari,
2018).
Kesimpulan
Daftar Pustaka