Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEMULIAAN TANAMAN

Disusun oleh :
Kelompok VIB
Muhamad Abid Widitama 23020218120021
Rr. Ragil Panca Pangestika 23020218130065
Ella Syal Syabilla 23020218130076
Anggraeni Nur Hidayah 23020218140068
Rosyid Abunavian 23020218140100

PROGRAM STUDI S1 AGROEKOTEKNOLOGI


DEPARTEMEN PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Adaptabilitas dan stabilitas adalah kemampuan suatu genotip untuk tetap hidup dan
melakukan perkembangbiakan dalam keadaan lingkungan yang beragam. Stabilitas merupakan
ragam hasil pada suatu lokasi sepanjang waktu, sedangkan adaptasi varietas adalah ragam hasil
lintas lokasi sepanjang waktu. Pengujian stabilitas sangat penting dilakukan karena beberapa
karakter kuantitatif, seperti hasil dan kandungan air pada tanaman sangat dipengaruhi oleh
lingkungan di mana tanaman tersebut ditanam. Pengujian stabilitas juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi daya hasil suatu genotip pada berbagai lingkungan yang berbeda. Uji
stabilitas dan adaptasi genotipe/galur pada berbagai lingkungan bermanfaat dalam pemberian
rekomendasi varietas yang dapat dibudidayakan pada suatu tempat. Selanjutnya informasi
tentang stabilitas fenotipe bermanfaat untuk seleksi varietas dan program pemuliaan tanaman.
Untuk mengetahui stabilitas hasil suatu genotip diperlukan penelitian multilokasi, diketahui
ada tidaknya interaksi antara genotip x lingkungan (G x E), apabila terjadi interaksi maka
keduanya perlu dilanjutkan dengan pengujian stabilitas.
Teori stabilitas telah dikemukakan oleh Eberhart dan dan Russell (1966), Perkins dan
Jinks (1968), Finlay dan Wilkinson (1963), Singh dan Chaudary 1979. Menurut Eberhart dan
Russell (1966) untuk menilai menilai penampilan daya adaptasi genotip terhadap
lingkungannya diperlukan 3 pendekatan statistik, yaitu dengan cara (1) mengamati rataan hasil
dari seluruh lingkungan pengujian, 2) koefisien regresi genotip pada indeks lingkungan, dan
(3) regresi regresi genotip dengan lingkungannya. Pengertian lingkungan pada pengujian
stabilitas adalah sesuatu yang menyangkut informasi kondisi cuaca, faktor tanah, dan kultur
teknis, kondisi cuaca, kemudian kualitas suatu lingkungan ditentukan oleh kecocokan genotip
yang diuji. Dari hasil analisis dapat diketahui apakah genotip tersebut adaptif pada lingkungan
yang menguntungkan atau adaptif pada lingkungan yang kurang menguntungkan. Pengujian
stabilitas hasil dapat dilakukan dengan cara menanam beberapa musim pada lokasi yang
berbeda, dapat juga dilakukan pada berbagai lokasi tanam dengan hanya sekali tanam.
Uji adaptasi dan stabilitas dilakukan untuk mengetahui interaksi antara genotipe dengan
lingkungan sehingga dapat diketahui apakah genotipe yang diuji merupakan genotipe yang
adaptif pada lingkungan yang spesifik atau dapat dikatakan genotipe yang stabil pada
lingkungan yang luas.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Analisis Francis dan Kannenberg (CVi)

Koefisien variabilitas genotipe antar lingkungan (CVi) merupakan koefisien variasi pada
genotipe ke-i dan Si (Widyastuti et al., 2013). Xi merupakan standar deviasi dan total rata-rata
hasil suatu genotipe di semua lingkungan. Genotipe dikatakan stabil apabila memiliki nilai CVi
lebih kecil dari rata-rata keseluruhan CVi (CVi < rata-rata). Genotipe yang paling stabil
merupakan genotipe yang memiliki nilai CVi paling kecil.

Rumus CVi yaitu:

Berdasarkan pengujian hasil genotipe padi dan pengaruh interaksi genetik dan
lingkungan menggunakan analisis Francis dan Kannenberg didapatkan hasil sebagai berikut:

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa genotipe yang paling stabil yaitu varietas
Ciherang, Hibrindo, IH806, dan IH801. Keempat genotipe tersebut memiliki nilai CVi lebih
kecil dari rata-rata keseluruhan CVi dan merupakan empat genotipe dengan nilai CVi paling
kecil sehingga merupakan genotipe yang paling stabil.

2.2. Ekovalensi (Wi2)

Ekovalensi merupakan jumlah kuadrat yang disumbangkan oleh suatu genotipe kepada
interaksi genotipe dengan lingkungannya. Ukuran perbedaan kestabilan merupakan nilai
konsistensi semua genotipe pada semua lingkungannya. Genotipe yang memiliki nilai
ekovalensi paling kecil merupakan genotipe yang paling stabil (Widyastuti et al., 2013).

Rumus ekovalensi yaitu:

Berdasarkan pengujian hasil genotipe padi dan pengaruh interaksi genetik dan
lingkungan menggunakan ekovalensi didapatkan hasil sebagai berikut:

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa genotipe yang paling stabil yaitu Hibrida
IH806 kemudian disusul oleh Ciherang. Kedua genotipe tersebut merupakan genotipe yang
memiliki nilai Wi2 paling kecil. Genotipe dengan nilai Wi2 paling kecil merupakan genotipe
yang paling stabil.
2.3. Koefisien Rregresi (βi) oleh Finlay dan Wilkinson (1963)

Metode regresi pertama ditemukan oleh Finlay dan Wilkinson pada tahun 1963. Menurut
Finlay dan Wilkinson (1963), varietas ideal adalah varietas yang memiliki potensi hasil
maksimum di lingkungan yang paling produktif dan memiliki stabilitas maksimum. Varietas
yang stabil merupakan varietas yang memiliki koefisien regresi (βi) sama dengan satu dan
simpangan regresi (δi2) sama dengan nol.

Rumus :

Keterangan :
𝛽𝑖 = koefisien regresi genotip ke-i
Xij = nilai rata-rata suatu genotype (i = 1,2…..p), pada lingkungan j (j = 1,2….q)
Xi. = rata-rata hasil genotype I
Xj. = rata –rata hasil genotype lingkungan j
X.. = rata-rata umum
a) Pada analisis ini menggunakan regresi antara genotipe dengan rataan genotipe di setiap
lingkungan.
b) Pendekatan ini βi = 1, βi < 1, dan βi > 1 merupakan ekspresi dari stabilitas rata-rata, tinggi,
dan stabilitas rendah.
c) Genotipe dengan nilai koefisien regresi mendekati 1 atau sama dengan 1, serta diikuti
degen rataan hasil lebih tinggi dari rataan umum maka genotype tersebut dapat beradaptasi
pada semua lingkungan.

2.4. Nilai Simpangan Regresi (𝛅i2) oleh Rberhart dan Russel (1966)

Eberhart dan Russel ini pada tahun 1966 memodifikasi metode regresi yang ditemukan
oleh Finlay dan Wilkinson (1963). Menurut Eberhart dan Russel (1966), suatu genotipe dengan
hasil tinggi dan memenuhi kedua kriteria di atas akan mempunyai penampilan yang baik di
semua lingkungan.
Rumus :

Keterangan :
𝛿𝑖 2 = parameter devisiasi pada genotype ke-i
Xij = nilai rata-rata suatu genotype (i = 1,2…..p), pada lingkungan j (j = 1,2….q)
𝐼𝑖 = indeks lingkungan ke-j
a) Analisis ini menerangkan bahwa kedua linier (𝛽𝑖 ) dan non linier (𝛿𝑖 2 ) yang merupakan
komponen dari interaksi G X L adalah penentu kestabilan suatu genotipe.
b) Koefisien regresi mendekati atau sama dengan 1 dan 𝛿𝑖 2 = 0 menunjukkan kestabilan rata-
rata
c) Nilai 𝛽𝑖 > 1 menunjukkan genotipe tersebut mempunyai sensitivitas tinggi terhadap
lingkungan (stabilitas dibawah rata-rata) dan spesifik beradaptasi pada lingkungan
optimum
d) Nilai 𝛽𝑖 < 1 menunjukkan genotipe tersebut sangat rentan terhadap perubahan lingkungan
dan memiliki adaptasi spesifik terhadap lingkungan marjinal

2.5. Contoh Kasus


2.5.1.Abstrak

Program pemuliaan tanaman erat kaitannya dengan pengaruh lingkungan. Penampilan


tanaman tergantung pada genotipe, kondisi lingkungan tumbuh, dan interaksi antara genotipe
dengan lingkungan. Apabila pengaruh interaksi tersebut besar maka secara langsung akan
mengurangi kontribusi dari genetik pada penampilan akhir genotipe tersebut. Oleh karena itu,
sebelum suatu galur atau kombinasi padi hibrida dilepas ke masyarakat, estimasi mengenai
daya adaptasi dan kesesuaian dengan lingkungan tumbuh merupakan hal penting untuk
pengembangan varietas tersebut nantinya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari stabilitas
Sembilan genotype padi hibrida dan tiga varietas pembandingnya menggunakan beberapa
pendekatan analisis statiska. Materi yang digunakan yaitu Sembilan padi hibrida dari PT
Advanta Seeds Iindonesia (IH801, IH02, IH803, IH804, IH805, IH806, IH807, IH808, IH809)
dan tiga varietas pembanding (Maro, Hibrindo R1, dan Ciherang. Uji adaptasi dilakukan di 15
lokasi. Rancangan percobaan yang digunakan RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 4
ulangan. Analisis data menggunakan program IRRISTAT. Data dianalisis per lokasi kemudian
dilakukan analisis gabungan. Parameter stabilitas dihitung menggunakan analisis regresi
berdasarkan Si 2 , CVi , Wi 2 , βi , dan analisis multivariant.

2.5.2. Hasil dan Pembahasan


Analisis Koefisien Rregresi (βi) oleh Finlay dan Wilkinson (1963)
• Koefisien regresi untuk hasil gabah berkisar antara 0, 18 sampai 1,53. Besarnya variasi
koefisien regresi ini menunjukkan perbedaan tanggap genotipe terhadap perubahan
lingkungan.
• Padi hibrida IH805, IH806, IH808 adalh genotipe yang stabil, karena mempunyai nilai
βi mendekati 1 yaitu 1.09, 0.81, dan 1.09 serta memiliki nilai rata-rata hasil gabah tinggi
yaitu 7.76 ton/ha, 8.08 ton/ha, dan 7.17 ton/ha.

Nilai Simpangan Regresi (𝛅i2) oleh Rberhart dan Russel (1966)


• Padi hibrida IH805 dan IH806 memiliki nilai βi mendekati 1 yaitu 1.09 dan 0.94,
dengan rata-rata hasil gabah diatas rata-rata umum yaitu 7.76 ton/ha dan 8.08 ton/ha,
serta memiliki simpangan regresi tidak berbeda nyata dengan 0 yaitu 0.23 dan 0.18
• Hal ini menunjukkan bahwa kedua genotipe padi ini mampu memberikan hasil tinggi
pada berbagai kondisi lingkungan

2.6. Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI)

AMMI adalah model multivariat yang digunakan untuk mengkaji interaksi antara
genotipe dengan lingkungan pada percobaan uji multilokasi. AMMI ini salah satu metode uji
adaptasi dan stabilitas yang mampu memperlihatkan tingkat keakuratan interaksi antara dugaan
respon genotipe dengan lingkungan sehingga dapat menyeleksi hibrida superior yang stabil
pada lingkungan luas maupun spesifik. Hasil dari analisis AMMI ditampilkan dalam bentuk
biplot secara grafik untuk mempermudah dalam menginterpretasikan interaksi antara genotipe
dengan lingkungan (Seno et al., 2020). Biplot AMMI mampu menjelaskan pola hubungan antar
genotipe, antar lingkungan, dan interaksi antara galur dengan lingkungan. Tahapan dalam
metode AMMI yaitu analisis ragam, kemudian analisis ragam gabungan, jika berpengaruh
nyata maka dilanjutkan dengan analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan dengan model
AMMI yang hasilnya divisualisasikan dalam bentuk biplot AMMI 2. Berikut contoh tahapan
metode AMMI dalam menguji stabilitas hasil dan adaptabilitas genotipe jagung hibrida toleran
kekeringan (Djufry dan Lestari, 2012)

1. Analisis Ragam

Berdasarkan Tabel 1. analisis ragam menunjukkan pengaruh galur nyata terhadap semua
lokasi. Sementara itu, koefisien keragamannya berkisar antara 7.73-11.68%. Hal ini
menunjukkan bahwa semua lokasi tersebut dapat dianalisis menggunakan analisis ragam
gabungan. Koefisien keragaman pada suatu lokasi masih dapat ditoleransi apabila nilainya
kurang dari 25%.

2. Analisis Ragam Gabungan


Berdasarkan Tabel 2. analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa lokasi, galur, dan
interaksi galur x lingkungan berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produksi
dipengaruhi oleh lokasi, galur, dan interaksi. Faktor pengaruh terbesar adalah lokasi, kemudian
genotipe dan pengaruh interaksi. Hal ini menunjukkan produksi hibrida tergantung pada
genotipe dan lingkungan. Oleh karena itu, galur hibrida yang memiliki potensi tinggi belum
tentu hasilnya konsisten pada lokasi yang berbeda.

Berdasarkan Gambar 1. terlihat interaksi antara galur dan lokasi. Hasil interaksi
menunjukkan bahwa produksi hibrida bergantung pada lokasi tanam. Produksi jagung tertinggi
pada galur G1005 di Nimbokrang, Galur terendah adalah G1007 di Kerom. Selanjutnya analisis
ragam gabungan (Tabel 2) dan plot interaksi (Gambar 1.) menunjukkan interaksi galur dan
lokasi dan dilanjutkan dengan analisis AMMI.

3. KUI

Berdasarkan Tabel 4. terdapat 2 akar ciri yang nilainya tidak nol yaitu KUI 1 dan KUI
2. Berdasarkan nilai kontribusi keragaman tersebut diartikan bahwa satu komponen pertama
berperan dominan dalam menerangkan keragaman pengaruh interaksi yaitu 81.01%. KUI 1
memiliki nilai yang signifikan dibandingkan dengan KUI 2 sehingga yang digunakan untuk
membangun model AMMI adalah KUI 1.
4. Biplot

Berdasarkan Gambar 2. biplot terdiri dari empat kuadran yaitu kuadran kanan atas yang
menunjukkan kecenderungan genotipe yang spesifik pada lokasi Keerom, kuadran kanan
bawah yang menunjukkan kecenderungan genotipe yang spesifik lokasi Koya Barat dan
kuadran kiri bawah yang menunjukkan kecenderungan genotipe yang spesifik lokasi
Nimbokrang. Garis yang menghubungkan galur ke titik pusat menunjukkan keeratan hubungan
genotipe dengan lingkungan. Genotipe stabil jika berada didekat sumbu. Semakin pendek jalur
yang menghubungkan galur dengan pusat semakin tinggi tingkat kestabilan galur (stabil).
Sementara genotipe yang spesifik lokasi adalah yang jauh dari sumbu tapi letaknya dekat
dengan garis lokasi.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diberikan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
• Analisis regresi Finlay dan Wilkinson (1963) dan Eberhart dan Russel (1966) sama
efektifnya untuk mendeskripsikan respon suatu genotipe pada lingkungan yang
beragam sehingga mudah untuk memilah genotipe-genotipe yang stabil.
• Interpretasi secara biologis metodologi Eberhart dan Russel (1966) lebih
menguntungkan dibanding metode lainnya karena menggunakan transformasi data.
Namun pendekatan ini masih meninggalkan keragaman interaksi yang cukup besar
yang terjadi karena pendekatan ini hanya menjelaskan komponen linier dari
pengaruh interaksi sehingga apabila pola interaksi genotype terhadap lingkungan
tidak linier akan menyisakan keragaman yang cukup besar.
• Analisis AMMI menggunakan Biplot sebagai alat visualisasi dari analisis AMMI
dapat digunakan untuk melihat genotipe-genotype stabil pada seluruh lokasi uji atau
spesifik pada lokasi tertentu. Keuntungan model ini mampu mengidentifikasi
kelompok genotipe-genotype yang mampu beradaptasi secara luas maupun spesifik
lokasi tertentu.

3.2. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah dalam menyusun makalah harus disertai dengan
literatur yang mendukung agar dapat memperluas referensi.
DAFTAR PUSTAKA

Djufry, F dan M.S. Lestari. 2012. Stabilitas hasil dan adaptabilitas genotipe jagung hibrida
toleran kekeringan menggunakan metode additive main effect multiplicative interaction
(AMMI). J. Informatika Pertanian, 21(2): 83-87.

Seno, D. S. H., M. Rafi, M. Bintang, P. A. Kurniatin, dan W. Nurcholis. 2020. Stabilitas laju
fotosintesis dan produktivitas rimpang genotipe Curcuma aeruginosa dan Curcuma
zanthorrhiza. J. Agronomi Indonesia, 48(1) : 89-96.

Anda mungkin juga menyukai