Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

Genetika Kuantitative dan Genetika Populasi

Metode Analisis Stabilitas

Oleh :

Fransiskus Xaferius Gawi

NPM : 150320160508

PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2017
Kelebihan Dan Kekurangan Dari Metode Analisis Stabilitas

Menurut Beberapa Ahli

1). Finlay dan Wilkinson

Finlay dan Wilkinson (1963) menentukan koefisien regresi dengan meregresikan rata

rata genotipe pada rata rata lingkungan, dan memplotkan koefisien regresi genotipe terhadapa

rata rata hasil genotipe. Gambaran secara umum pola genotipe yang diperoleh ketika

koefisien regresi genotipe diplotkan terhadap rata rata hasil genotipe dapat dilihat pada

gambar 1. Jika koefisien regresi sama dengan 1 mengindikasikan stabilitas. Ketika genotipe

stabil dan memiliki hasil tinggi, maka genotipe tersebut adaptabilitasnya baik. Ketika genotipe

stabil namun memiliki hasil yang rendah, maka genotipe tersebut adaptabilitasnya buruk pada

semua lingkungan. Jika koefisien regresi < 1, genotipe tahan terhadap perubahan lingkungan

dan beradaptasi spesifik pada lingkungan marjinal.


Menurut Finlay dan Wilkinson (1963), genotipe yang memiliki nilai bi = 0 adalah stabil (konsep

statis), sedangkan menurut Eberhart dan Russell (1966) senotipe yang stabil adalah memiliki

nilai bi = 1 (konsep dinamis). Koefisien regresi (bi) dianggap sebagai parameter respons dan

S2di sebgai parameter stabilitas, bi digunakan sebagai informasih tambahan untuk mengetahui

kemampuan adaptasi genotipe. Skema parameter regresi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

Metode regresi linier telah banyak digunakan oleh pemulia tanaman dalam menghitung

stabilitas dan adaptabilitas. Metode ini termasuk dalam stabilitas parametrik. Kelemahan dari

metode regresi linier, rata rata genotipe (variable x ) dan rata rata lingkunga (variable y)

tidak independen terhadap hubungan variable x dan variable y yang lainnya. Metode ini

mengasumsikan hubungan linier antara interaksi dan lingkungan, yang tidak selalu terjadi dan

hasilnya mungkin kurang akurat (Westcott, 1986).


2. Wricke

Ekovalensi (2 ), merupakan jumlah kuadrat yang disumbangkan oleh satu genotipe

kepada interaksi genotipe x lingkungannya. Pendekatan menggunakan interaksi genotipe x

lingkungan pada setiap genotipe ini dikemukakan oleh Wricke (1962) dalam Idris et al. (2012).

Ukuran perbedaan kestabilan merupakan nilai konsistensi semua genotipe pada semua

lingkungannya. Genotipe yang memiliki nilai ekovalensi paling kecil merupakan genotipe yang

paling stabil.

Wricke (1962) mengusulkan menggunakan efek interaksi GE untuk setiap genotipe,

kuadrat dan dijumlahkan di semua lingkungan, sebagai ukuran stabilitas. Statistik ini, yang

disebut ecovalence (Wi), jauh lebih mudah dihitung dan berhubungan langsung dengan

interaksi GE daripada statistik yang diajukan oleh Salmon (1951) dan Plaisted dan Peterson

(1959) dan dapat diperkirakan sebagai berikut:

Ecovalence : Wi = ( i - i + )2

Karena ekovalensi mengukur kontribusi genotipe terhadap interaksi GE, genotipe dengan Wi =

0 dianggap stabil. Menurut arti kata ecovalence genotipe stabil ini memiliki ekovalensi tinggi

(nilai rendah Wi = ekovalensi tinggi).

Gambar 1 menyajikan contoh numerik sebidang hasil genotipe i di berbagai lingkungan

terhadap rata-rata lingkungan masing-masing. Garis lurus bawah memperkirakan hasil rata-rata

semua genotipe dengan hanya menggunakan informasi tentang mean umum () dan efek

lingkungan (ej), sedangkan garis lurus atas juga mempertimbangkan efek genotip (gi) dan oleh

karena itu memperkirakan hasil Genotipe i. Penyimpangan hasil dari garis lurus atas adalah
efek interaksi GE dari genotipe i dan penyimpangan ini, kuadrat dan dijumlahkan melintasi

lingkungan merupakan ekovalensi.

Shukla (1972 a) mengusulkan estimasi yang tidak bias dari varians (ge)ij pada + ij untuk

genotipe i (Lin et al 1986). Statistik stabilitas ini disebut 'variabilitas stabilitas' (2 ) dan

diperkirakan sebagai berikut;

Variasi stabilitas adalah kombinasi linier dari ekovalensi dan oleh karena itu Wi dan (...) setara

untuk tujuan pemeringkatan (Wrickle dan Weber 1980) :


2 =
( 1)( 2) 2
Karena varians stabilitas adalah perbedaan antara dua kuadrat kuadrat, ini bisa menjadi

perkiraan negatif komponen varians. Perkiraan negatif 2 dapat dianggap sama dengan nol

seperti biasanya (Shukla 1977 a).

Meskipun distribusi Wi dan 2 tidak diketahui, homogenitas perkiraan dapat diuji dengan

menggunakan uji perkiraan Shukla (1972 b) (Lin et al 1986).

3. Eberhart dan Russel

Analisis regresi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode regresi

pertama ditemukan oleh Finlay dan Wilkinson (1963) kemudian dimodifikasi oleh Eberhart dan

Russel (1966). Untuk menentukan adaptabilitas dan stabilitas suatu genotipe, parameter seperti

rerata hasil, koefisien regresi (i) dan simpangan dari regresi (2 ) digunakan. Menurut Finlay

dan Wilkinson (1963), varietas ideal adalah varietas yang memiliki potensi hasil maksimum di

lingkungan yang paling produktif dan memiliki stabilitas maksimum. Varietas yang stabil

merupakan varietas yang memiliki koefisien regresi (i ) sama dengan satu dan simpangan

regresi (i 2 ) sama dengan nol. Menurut Eberhart dan Russel (1966), suatu genotipe dengan

hasil tinggi dan memenuhi kedua kriteria di atas akan mempunyai penampilan yang baik di

semua lingkungan. Metode di atas cukup efektif untuk memilah genotipe-genotipe yang stabil

dan spesifik. Namun pendekatan di atas masih menyisakan keragaman interaksi yang cukup

besar. Hal ini terjadi karena pendekatan ini hanya menjelaskan komponen linier dari pengaruh

interaksi sehingga apabila pola interaksi genotipe terhadap lingkungan tidak linier akan

menyisakan keragaman yang cukup besar (Sumertajaya, 2007).


Nilai simpangan regresi (2 ), merupakan parameter stabilitas menurut Eberhart dan

Russel (1966). Analisis ini menerangkan bahwa kedua linier (i ) dan non linier (2 ) yang

merupakan komponen dari interaksi G x L adalah penentu kestabilan suatu genotipe.

dimana (2 ) adalah parameter deviasi pada genotipe ke-i. Xij = nilai rata-rata suatu

genotipe (i = 1,2....p), pada lingkungan j (j = 1,2....q). Ij = indeks lingkungan ke-j Koefisien

regresi (i ) mendekat atau sama dengan 1 dan (2 ) sama dengan 0 mengindikasikan kestabilan

rata-rata. Nilai i > 1 mengindikasikan genotipe tersebut mempunyai sensitivitas yang tinggi

terhadap lingkungan (stabilitas dibawah rata-rata) dan spesifik beradaptasi pada lingkungan

yang optimum. Nilai i < 1 mengindikasikan bahwa genotipe tersebut sangat rentan terhadap

perubahan lingkungan dan memiliki adaptasi spesifik terhadap lingkungan marginal.

4. Francis dan Kannenberg (1978)

Stabilitas merupakan kemampuan tanaman untuk mempertahankan daya hasil terhadap

perubahan kondisi lingkungan (Baihaki 2000). Lin et al. (1986) membagi konsep stabilitas ke

dalam tiga tipe. Stabilitas tipe 1 yaitu suatu genotipe dianggap stabil bila keragaman di antara

lingkungannya kecil. Genotipe stabil memiliki penampilan yang relatif tidak berubah dengan

kondisi lingkungan yang bervariasi. Menurut Becker dan Leon (1988) stabilitas tipe 1 disebut

stabilitas statis atau biologis. Konsep stabilitas ini berguna untuk karakter-karakter kualitatif,

ketahanan penyakit atau cekaman lingkungan. Stabilitas tipe 1 ini digunakan oleh Francis dan

Kannenberg (1978) dengan menggunakan parameter koefisien keragaman (KK) untuk masing-

masing genotipe sebagai parameter stabilitas dan keragaman genotipe terhadap lingkungan (

2 )
5. Shukla

Stabilitas tipe 2 yaitu suatu genotipe dianggap stabil jika respon terhadap lingkungan

paralel dengan rata-rata respon dari semua genotipe yang diuji. Genotipe yang stabil tidak

menyimpang dari respon umum terhadap lingkungan. Stabilitas ini didasarkan pada set genotipe

yang diuji, sehingga suatu genotipe ditentukan stabil di antara satu set genotipe, mungkin

menjadi tidak stabil jika dianalisis di set genotipe yang lain. Becker dan Leon (1988)

menyatakan stabilitas tipe 2 ini sebagai stabilitas dinamis atau agronomis. Finlay dan Wilkinson

(1963) menggunakan koefisien regresi (bi), dan Shukla (1972) menggunakan keragaman

stabilitas ( 2 ) untuk menghitung stabilitas tipe 2 ini.

Shukla (1972) Mengusulkan kombinasi linear dari mean deviasi kuadrat sebagai statistik

stabilitas, dilambangkan sebagai 2 adalah perkiraan tidak bias dari varians (dij + ij) dan untuk

tujuan pemeringkatan setara dengan mean deviasi Kotak.

Kedua statistik metode regresi, bi dan 2 di digunakan dengan cara yang berbeda untuk

menilai reaksi genotipe terhadap berbagai kondisi lingkungan. Sementara 2 di sangat terkait

dengan bagian variabilitas genotipe yang tidak dapat diprediksi dan oleh karena itu dianggap

sebagai parameter stabilitas, koefisien regresi bi mencirikan respon spesifik genotipe terhadap

pengaruh lingkungan dan dapat dianggap sebagai parameter respon (Breese 1969)

Meskipun memiliki kelebihan seperti diatas, metode ini juga memiliki kekurangan seperti

dibawah;

1) Indeks lingkungan tidak terlepas dari data yang dianalisis, karena diekstraksi dari

keseluruhan rangkaian data.


2) Koefisien regresi bias karena asumsi analisis regresi, bahwa variabel independen, dalam hal

ini mean lingkungan, diukur tanpa kesalahan, tidak dapat dipenuhi (Sprent 1969)

3) Pengalaman yang sering terjadi dalam analisis eksperimen yang direplikasi adalah bahwa

varian kesalahan tidak homogen antara situs (Skroppa 1984)

6. Metode Additive main effects dan multiplicative interaction method (AMMI dan Biplot

Menggunakan metode AMMI memiliki beberapa kegunaan, pertama AMMI lebih tepat

digunakan untuk analisis statistik daya hasil, karena menyediakan alat analisis untuk

mendiagnosa model lain sebagai sub kasus ketika model model tersebut lebih baik untuk set

data tertentu (Gauch, 1988). Kedua, AMMI menjelaskan interaksi genotipe x lingkungan dan

merangkum pola dan hubungan genotipe x lingkungan dan merangkum pola dan hubungan

genotipe dan lingkungan (Zobel et al., 1988; Crossa, 1990). Ketika, untuk meningkatkan

akurasi dalam estimasi hasil. Jika akurasi estimasi hasil meningkat, hal ini setara dengan

meningkatkan jumlah ulangan (Zobel et al., 1988; Crossa, 1990).

Model AMMI menggabungkan analisis ragam genotipe dan efek utama lingkungan

dengan analisis komponen utama dari interaksi genotipe x lingkungan. Bermanfaat untuk

memahami interaksi genotipe x lingkungan yang kompleks. Hasil dari analisis AMMI dapat

digambarkan dalam bentuk biplot yang memperlihatkan efek utama dan interaksi terhadap

genotipe dan lingkungan.

Analisis komponen utama (PCA) dari AMMI membagi interaksi genotipe x lingkungan

menjadi beberapa sumbu orthogonal, yaitu analisis interaksi komponen utama (IPCA). Gauch

dan Zobel (1996) menunjukan bahwa model AMMI 1 dengan IPCA 1 dan AMMI 2 dengan
IPCA 1 dan IPCA 2 biasa digunakan dan model tersebut representasi grafis dari sumbu. Jika

model AMMI 3 atau lebih tinggi lagi digunakan untuk data pertanian, sumbu IPCA akan

didominasi noise dan tidak memiliki nilai prediktif (Van Eeuwijk, 1995).

Pada biplot hasil AMMI, genotipe dan lingkungan diplotkan pada diagram yang sama,

interaksi spesifik genotipe dan lingkungan menggunakan besarnya skor IPCA 1. Genotipe

dengan skor IPCA 1 mendekati nol menunjukan bahwa genotipe tersebut adaptasinya luas.

Genotipe yang memiliki skor IPCA 1 besar, menunjukan bahwa genotipe tersebut beradaptasi

spesifik. AMMI terbukti memberikan penjelasan biologis yang lenih memadai tentang interaksi

genotipe x lingkungan dari pada model regresi (Crossa, 1990; Gauch dan Zobel, 1996;

Annicchiarico, 1997).

Model AMMI jauh lebih baik dibandingkan dengan model regresi jika dilihat dari

kemampuannya mendekomposisi keragaman pengaruh interaksi, dan bersifat fleksibel dalam

menangani model suatu gugus data, tetapi jika dilihat dari keakuratan pendugaan nilai

responsnya, ternyata memiliki tingkat keakuratan yang relatif sama dengan model regresi

(Sumertajaya 1998). Hadi dan Sadiyah (2004) menambahkan bahwa AMMI dan grafik biplot

AMMI mampu memberikan lebih banyak informasi tentang interaksi G x E dibandingkan

dengan metode Anova yang biasa dilakukan.

Tiga manfaat utama penggunaan analisis AMMI yaitu:

1) Analisis AMMI dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model yang

lebih tepat;

2) Analisis AMMI dengan biplotnya dapat menjelaskan pola hubungan antar genotipe, antar

lingkungan, dan antara genotipe x lingkungan; dan


3) Analisis AMMI meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi genotipe x lingkungan

(Sumertajaya 2007).

AMMI tidak lepas dari kelemahan/kerugian. Menurut Hadi dan Sadiyah (2004), terdapat

beberapa kelemahan/ kerugian dan saran-saran penggunaan AMMI, yaitu ;

1. Data percobaan harus seimbang, data hilang untuk sementara ini digantikan dengan nilai

rata-rata pada lokasi tersebut;

2. Total keragaman yang diterangkan mungkin kecil, sebagai konsekuensi penggunaan biplot

KUI, dengan total keragaman yang bergantung pada akar ciri;

3. Perhitungan sulit dilakukan dengan alat konvensional, sehingga penggunaan komputer

mutlak diperlukan untuk efisiensi perhitungan dan pembuatan grafik;

4. Tidak mempunyai ukuran ketidakpastian (measure of uncertainty). Pendekatan AMMI

tidak menyediakan pengujian hipotesis seperti pendekatan konvensional lain.

Karena itu, AMMI-biplot baik untuk eksplorasi membangkitkan hipotesis daripada

pengambilan keputusan hipotesis. Stabilitas genotipe tanaman pada serangkaian lingkungan

tumbuh juga dapat dianalisis dengan pendekatan nonparametrik. Analisis stabilitas dengan

pendekatan nonparametrik didasarkan pada peringkat fenotipe pada setiap lingkungan

pengujian. Suatu genotipe dikatakan stabil apabila mempunyai peringkat genotipe yang sama

pada berbagai lingkungan pengujian. Konsep stabilitas nonparametrik dengan menggunakan

peringkat fenotipe pada setiap lingkungan mengacu pada konsep interaksi G x E yang bersifat

homeostatis, yaitu kemampuan suatu genotipe untuk menjadikan dirinya stabil pada semua

lingkungan (Huehn 1990).


Menurut Nassar dan Huhn (1987) ada beberapa keuntungan dari analisis nonparametrik,

di antaranya bersifat tidak bias dan tidak perlu memperhatikan jenis distribusi data. Yue et al.

(1997) menambahkan bahwa analisis stabilitas dengan metode nonparametrik merupakan

alternatif dari analisis stabilitas parametrik, meskipun tidak dapat menjelaskan mengenai daya

adaptasi galur. Meskipun demikian, berdasarkan alasan penggunaan metode nonparametrik

seperti yang telah dijelaskan oleh Huehn (1990) maka metode nonparametrik tepat digunakan

untuk menduga interaksi G x E.

Anda mungkin juga menyukai