Oleh :
NPM : 150320160508
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2017
Kelebihan Dan Kekurangan Dari Metode Analisis Stabilitas
Finlay dan Wilkinson (1963) menentukan koefisien regresi dengan meregresikan rata
rata genotipe pada rata rata lingkungan, dan memplotkan koefisien regresi genotipe terhadapa
rata rata hasil genotipe. Gambaran secara umum pola genotipe yang diperoleh ketika
koefisien regresi genotipe diplotkan terhadap rata rata hasil genotipe dapat dilihat pada
gambar 1. Jika koefisien regresi sama dengan 1 mengindikasikan stabilitas. Ketika genotipe
stabil dan memiliki hasil tinggi, maka genotipe tersebut adaptabilitasnya baik. Ketika genotipe
stabil namun memiliki hasil yang rendah, maka genotipe tersebut adaptabilitasnya buruk pada
semua lingkungan. Jika koefisien regresi < 1, genotipe tahan terhadap perubahan lingkungan
statis), sedangkan menurut Eberhart dan Russell (1966) senotipe yang stabil adalah memiliki
nilai bi = 1 (konsep dinamis). Koefisien regresi (bi) dianggap sebagai parameter respons dan
S2di sebgai parameter stabilitas, bi digunakan sebagai informasih tambahan untuk mengetahui
kemampuan adaptasi genotipe. Skema parameter regresi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.
Metode regresi linier telah banyak digunakan oleh pemulia tanaman dalam menghitung
stabilitas dan adaptabilitas. Metode ini termasuk dalam stabilitas parametrik. Kelemahan dari
metode regresi linier, rata rata genotipe (variable x ) dan rata rata lingkunga (variable y)
tidak independen terhadap hubungan variable x dan variable y yang lainnya. Metode ini
mengasumsikan hubungan linier antara interaksi dan lingkungan, yang tidak selalu terjadi dan
lingkungan pada setiap genotipe ini dikemukakan oleh Wricke (1962) dalam Idris et al. (2012).
Ukuran perbedaan kestabilan merupakan nilai konsistensi semua genotipe pada semua
lingkungannya. Genotipe yang memiliki nilai ekovalensi paling kecil merupakan genotipe yang
paling stabil.
kuadrat dan dijumlahkan di semua lingkungan, sebagai ukuran stabilitas. Statistik ini, yang
disebut ecovalence (Wi), jauh lebih mudah dihitung dan berhubungan langsung dengan
interaksi GE daripada statistik yang diajukan oleh Salmon (1951) dan Plaisted dan Peterson
Ecovalence : Wi = ( i - i + )2
Karena ekovalensi mengukur kontribusi genotipe terhadap interaksi GE, genotipe dengan Wi =
0 dianggap stabil. Menurut arti kata ecovalence genotipe stabil ini memiliki ekovalensi tinggi
terhadap rata-rata lingkungan masing-masing. Garis lurus bawah memperkirakan hasil rata-rata
semua genotipe dengan hanya menggunakan informasi tentang mean umum () dan efek
lingkungan (ej), sedangkan garis lurus atas juga mempertimbangkan efek genotip (gi) dan oleh
karena itu memperkirakan hasil Genotipe i. Penyimpangan hasil dari garis lurus atas adalah
efek interaksi GE dari genotipe i dan penyimpangan ini, kuadrat dan dijumlahkan melintasi
Shukla (1972 a) mengusulkan estimasi yang tidak bias dari varians (ge)ij pada + ij untuk
genotipe i (Lin et al 1986). Statistik stabilitas ini disebut 'variabilitas stabilitas' (2 ) dan
Variasi stabilitas adalah kombinasi linier dari ekovalensi dan oleh karena itu Wi dan (...) setara
2 =
( 1)( 2) 2
Karena varians stabilitas adalah perbedaan antara dua kuadrat kuadrat, ini bisa menjadi
perkiraan negatif komponen varians. Perkiraan negatif 2 dapat dianggap sama dengan nol
Meskipun distribusi Wi dan 2 tidak diketahui, homogenitas perkiraan dapat diuji dengan
Analisis regresi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode regresi
pertama ditemukan oleh Finlay dan Wilkinson (1963) kemudian dimodifikasi oleh Eberhart dan
Russel (1966). Untuk menentukan adaptabilitas dan stabilitas suatu genotipe, parameter seperti
rerata hasil, koefisien regresi (i) dan simpangan dari regresi (2 ) digunakan. Menurut Finlay
dan Wilkinson (1963), varietas ideal adalah varietas yang memiliki potensi hasil maksimum di
lingkungan yang paling produktif dan memiliki stabilitas maksimum. Varietas yang stabil
merupakan varietas yang memiliki koefisien regresi (i ) sama dengan satu dan simpangan
regresi (i 2 ) sama dengan nol. Menurut Eberhart dan Russel (1966), suatu genotipe dengan
hasil tinggi dan memenuhi kedua kriteria di atas akan mempunyai penampilan yang baik di
semua lingkungan. Metode di atas cukup efektif untuk memilah genotipe-genotipe yang stabil
dan spesifik. Namun pendekatan di atas masih menyisakan keragaman interaksi yang cukup
besar. Hal ini terjadi karena pendekatan ini hanya menjelaskan komponen linier dari pengaruh
interaksi sehingga apabila pola interaksi genotipe terhadap lingkungan tidak linier akan
Russel (1966). Analisis ini menerangkan bahwa kedua linier (i ) dan non linier (2 ) yang
dimana (2 ) adalah parameter deviasi pada genotipe ke-i. Xij = nilai rata-rata suatu
regresi (i ) mendekat atau sama dengan 1 dan (2 ) sama dengan 0 mengindikasikan kestabilan
rata-rata. Nilai i > 1 mengindikasikan genotipe tersebut mempunyai sensitivitas yang tinggi
terhadap lingkungan (stabilitas dibawah rata-rata) dan spesifik beradaptasi pada lingkungan
yang optimum. Nilai i < 1 mengindikasikan bahwa genotipe tersebut sangat rentan terhadap
perubahan kondisi lingkungan (Baihaki 2000). Lin et al. (1986) membagi konsep stabilitas ke
dalam tiga tipe. Stabilitas tipe 1 yaitu suatu genotipe dianggap stabil bila keragaman di antara
lingkungannya kecil. Genotipe stabil memiliki penampilan yang relatif tidak berubah dengan
kondisi lingkungan yang bervariasi. Menurut Becker dan Leon (1988) stabilitas tipe 1 disebut
stabilitas statis atau biologis. Konsep stabilitas ini berguna untuk karakter-karakter kualitatif,
ketahanan penyakit atau cekaman lingkungan. Stabilitas tipe 1 ini digunakan oleh Francis dan
Kannenberg (1978) dengan menggunakan parameter koefisien keragaman (KK) untuk masing-
masing genotipe sebagai parameter stabilitas dan keragaman genotipe terhadap lingkungan (
2 )
5. Shukla
Stabilitas tipe 2 yaitu suatu genotipe dianggap stabil jika respon terhadap lingkungan
paralel dengan rata-rata respon dari semua genotipe yang diuji. Genotipe yang stabil tidak
menyimpang dari respon umum terhadap lingkungan. Stabilitas ini didasarkan pada set genotipe
yang diuji, sehingga suatu genotipe ditentukan stabil di antara satu set genotipe, mungkin
menjadi tidak stabil jika dianalisis di set genotipe yang lain. Becker dan Leon (1988)
menyatakan stabilitas tipe 2 ini sebagai stabilitas dinamis atau agronomis. Finlay dan Wilkinson
(1963) menggunakan koefisien regresi (bi), dan Shukla (1972) menggunakan keragaman
Shukla (1972) Mengusulkan kombinasi linear dari mean deviasi kuadrat sebagai statistik
stabilitas, dilambangkan sebagai 2 adalah perkiraan tidak bias dari varians (dij + ij) dan untuk
Kedua statistik metode regresi, bi dan 2 di digunakan dengan cara yang berbeda untuk
menilai reaksi genotipe terhadap berbagai kondisi lingkungan. Sementara 2 di sangat terkait
dengan bagian variabilitas genotipe yang tidak dapat diprediksi dan oleh karena itu dianggap
sebagai parameter stabilitas, koefisien regresi bi mencirikan respon spesifik genotipe terhadap
pengaruh lingkungan dan dapat dianggap sebagai parameter respon (Breese 1969)
Meskipun memiliki kelebihan seperti diatas, metode ini juga memiliki kekurangan seperti
dibawah;
1) Indeks lingkungan tidak terlepas dari data yang dianalisis, karena diekstraksi dari
ini mean lingkungan, diukur tanpa kesalahan, tidak dapat dipenuhi (Sprent 1969)
3) Pengalaman yang sering terjadi dalam analisis eksperimen yang direplikasi adalah bahwa
6. Metode Additive main effects dan multiplicative interaction method (AMMI dan Biplot
Menggunakan metode AMMI memiliki beberapa kegunaan, pertama AMMI lebih tepat
digunakan untuk analisis statistik daya hasil, karena menyediakan alat analisis untuk
mendiagnosa model lain sebagai sub kasus ketika model model tersebut lebih baik untuk set
data tertentu (Gauch, 1988). Kedua, AMMI menjelaskan interaksi genotipe x lingkungan dan
merangkum pola dan hubungan genotipe x lingkungan dan merangkum pola dan hubungan
genotipe dan lingkungan (Zobel et al., 1988; Crossa, 1990). Ketika, untuk meningkatkan
akurasi dalam estimasi hasil. Jika akurasi estimasi hasil meningkat, hal ini setara dengan
Model AMMI menggabungkan analisis ragam genotipe dan efek utama lingkungan
dengan analisis komponen utama dari interaksi genotipe x lingkungan. Bermanfaat untuk
memahami interaksi genotipe x lingkungan yang kompleks. Hasil dari analisis AMMI dapat
digambarkan dalam bentuk biplot yang memperlihatkan efek utama dan interaksi terhadap
Analisis komponen utama (PCA) dari AMMI membagi interaksi genotipe x lingkungan
menjadi beberapa sumbu orthogonal, yaitu analisis interaksi komponen utama (IPCA). Gauch
dan Zobel (1996) menunjukan bahwa model AMMI 1 dengan IPCA 1 dan AMMI 2 dengan
IPCA 1 dan IPCA 2 biasa digunakan dan model tersebut representasi grafis dari sumbu. Jika
model AMMI 3 atau lebih tinggi lagi digunakan untuk data pertanian, sumbu IPCA akan
didominasi noise dan tidak memiliki nilai prediktif (Van Eeuwijk, 1995).
Pada biplot hasil AMMI, genotipe dan lingkungan diplotkan pada diagram yang sama,
interaksi spesifik genotipe dan lingkungan menggunakan besarnya skor IPCA 1. Genotipe
dengan skor IPCA 1 mendekati nol menunjukan bahwa genotipe tersebut adaptasinya luas.
Genotipe yang memiliki skor IPCA 1 besar, menunjukan bahwa genotipe tersebut beradaptasi
spesifik. AMMI terbukti memberikan penjelasan biologis yang lenih memadai tentang interaksi
genotipe x lingkungan dari pada model regresi (Crossa, 1990; Gauch dan Zobel, 1996;
Annicchiarico, 1997).
Model AMMI jauh lebih baik dibandingkan dengan model regresi jika dilihat dari
menangani model suatu gugus data, tetapi jika dilihat dari keakuratan pendugaan nilai
responsnya, ternyata memiliki tingkat keakuratan yang relatif sama dengan model regresi
(Sumertajaya 1998). Hadi dan Sadiyah (2004) menambahkan bahwa AMMI dan grafik biplot
1) Analisis AMMI dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model yang
lebih tepat;
2) Analisis AMMI dengan biplotnya dapat menjelaskan pola hubungan antar genotipe, antar
(Sumertajaya 2007).
AMMI tidak lepas dari kelemahan/kerugian. Menurut Hadi dan Sadiyah (2004), terdapat
1. Data percobaan harus seimbang, data hilang untuk sementara ini digantikan dengan nilai
2. Total keragaman yang diterangkan mungkin kecil, sebagai konsekuensi penggunaan biplot
tumbuh juga dapat dianalisis dengan pendekatan nonparametrik. Analisis stabilitas dengan
pengujian. Suatu genotipe dikatakan stabil apabila mempunyai peringkat genotipe yang sama
peringkat fenotipe pada setiap lingkungan mengacu pada konsep interaksi G x E yang bersifat
homeostatis, yaitu kemampuan suatu genotipe untuk menjadikan dirinya stabil pada semua
di antaranya bersifat tidak bias dan tidak perlu memperhatikan jenis distribusi data. Yue et al.
alternatif dari analisis stabilitas parametrik, meskipun tidak dapat menjelaskan mengenai daya
seperti yang telah dijelaskan oleh Huehn (1990) maka metode nonparametrik tepat digunakan