Anda di halaman 1dari 11

PENGUKURAN FAKTOR ABIOTIK

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ekologi


yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si dan Bagus Priambodo, S.Si., M.Si., M.Sc.

Disusun oleh :

Kelompok 5/Offering B 2020

Aurelia Oktaverina (200341617231)

Dina Lestari (200341617245)

Rifda Ahadina Aulia (200341417293)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PENDIDIKAN BIOLOGI
SEPTEMBER 2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem dibagi menjadi dua berdasarkan macam habitatnya ada ekosistem darat dan
perairan. Ekosistem darat seperti padang rumput hutan, gurun dan tundra titik ekosistem
perairan seperti ekosistem air tawar,  ekosistem estuarina dan ekosistem laut.  Darat di
beda atas vegetasi  yang dominan ekosistem perairan dibedakan atas sifat kimia yaitu
kadar garamnya,  ekosistem air tawar ( kadar garam sangat rendah)  di dalamnya yang
termasuk danau, kolam, rawa, ngarai dan sungai titik samudra dan laut merupakan
ekosistem laut atau Marine ( kadar garam sangat tinggi).  Muara sungai dan rawa, pasang
surut dimana air tawar bercampur dengan air laut membentuk ekosistem estuarina.
Keseimbangan suatu ekosistem akan terjadi, bila komponen-komponennya dalam
jumlah yang berimbang. Komponen-komponen ekosistem mencangkup faktor abiotik
produsen, konsumen, dan dekomposer atau pengurai. Diantara komponen-komponen
ekosistem terjadi interaksi saling membutuhkan dan saling memberikan apa yang menjadi
sumber penghidupan nya. Faktor abiotik diciptakan untuk mendukung kehidupan tumbuh-
tumbuhan sebagai produsen kemudian tumbuh-tumbuhan tersebut menjadi pendukung
kehidupan organisme yang lain seperti binatang dan manusia sebagai konsumen maupun
detritivora, dan akhirnya dekomposer atau bakteri dan jamur mengembalikan unsur-unsur
pembentukan makhluk hidup kembali ke alam menjadi faktor-faktor abiotik. Adanya saling
ketergantungan antara faktor abiotik dengan faktor biotik dan hubungan antar komponen di
dalam faktor biotik sendiri menunjukkan bahwa kehidupan manusia bergantung kepada
kehidupan makhluk lainnya maupun kehidupan antar manusia sendiri. Dengan adanya
praktikum kali ini, kita dapat mengetahui interaksi seperti hubungan atau pengaruh faktor
abiotik terhadap faktor biotik dengan menggunakan metode regresi stepwise yaitu untuk
mengetahui interaksi seperti hubungan analisis faktor lingkungan menggunakan Uji Regresi
Stepwise Bertahap Mundur (Stepwise Backward).

1.2 Tujuan
1. Mengetahui cara melakukan uji Regresi Stepwise backward
2. Mengetahui penggunaan metode regresi Stepwise backward dari hasil analisis jurnal
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Stepwise regression adalah metode regresi berganda, yang secara sekaligus


menghapus variabel-variabel bebas yang tidak penting. Stepwise regression pada dasarnya
menjalankan regresi berganda beberapa kali, setiap kali menghapus variabel berkorelasi
lemah. Hingga pada akhirnya tersisa variabel-variabel yang menjelaskan distribusi yang
terbaik. Satu-satunya persyaratan adalah bahwa data terdistribusi secara normal dan bahwa
tidak ada korelasi antara variabel independen (dikenal sebagai kolinieritas). (School of
Geography, University of Leeds, n.d., pp. 1- 2). Dalam penggunaannya, metode ini
memungkinkan variable bebas untuk masuk dan keluar dari model regresi, membuat langkah-
langkah pembentukan model cukup banyak (Hanum, 2011, p. 1).

Regresi stepwise melibatkan dua jenis proses yaitu: forward selection dan backward
elimination. Pada masing-masing tahapan, terjadi proses memutuskan variabel mana yang
merupakan prediktor terbaik untuk dimasukkan ke dalam model. Hal ini ditentukan
berdasarkan uji F parsial. Jika nilai F parsial variabel yang dimasukkan lebih kecil
dibandingkan nilai F tabel yang ditetapkan maka variabel dihilangkan. Proses ini dilakukan
terus menerus hingga tidak ada lagi variabel yang memenuhi kriteria untuk ditambahkan atau
dihilangkan (Draper & Smith, 1998).

Forward stepwise regression dirancang untuk memilih dari sekelompok prediktor


variabel, satu pada setiap tahap, yang memiliki semi-parsial r-square terbesar, dan karenanya
membuat kontribusi terbesar R-square. (Ini juga adalah variabel yang memiliki nilai T
terbesar). Backwards stepwise regression bekerja secara sebaliknya. Jadi setiap variabel yang
secara statistik tidak signifikan, yang membuat kontribusi terkecil tidak digunakan (yaitu
variabel dengan semiparsial r-square terkecil, yang juga adalahvariabel dengan nilai T
terkecil). Selanjutnya seperti itu, yang membuat kontribusi terkecil tidak digunakan. Prosedur
dilaksanakan terus hingga semua variabel yang tersisa adalah yang signifikan secara statistik.
(Watson, 2017, p. 2). Pada bidang ekologi, metode regresi stepwise digunakan untuk untuk
mengetahui interaksi seperti hubungan atau pengaruh faktor abiotik terhadap faktor biotic.
analisis faktor lingkungan menggunakan Uji Regresi Stepwise Bertahap Mundur (Stepwise
Backward).
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat penelitian


Penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 September 2021 di rumah masing-masing secara
daring.

3.2 Alat dan Bahan


Software SPSS for Windows

3.3 Prosedur Kerja


 Uji Kormogolov-Smirnov:
a. Data yang telah diperoleh dari excel di copy ke data view SPSS
b. Variabel diklik view untuk mengganti “Name” dan “Labels”
c. Analyze-Regression-Linier diklik untuk mengetahui nilai residual
d. Analyze-Non par test- Kormogolov-Smirnov diklik
 Uji Regresi Stepwise Backward
a. Analyze-regression-linier diklik
b. Muncul window baru kemudian variabel Y dimasukkan ke dalam ke dalam
kotak “Dependent” dan variabel X ke dalam kotak “independent”.
c. Method diklik dan akan muncul beberapa pilihan kemudian memilik
backward
d. Mencari jurnal untuk dianalisis penggunaan uji regresi stepwise backward

3.4 Analisis Data


Pada penelitian ini, data dianalisis menggunakan uji regresi stepwise backward untuk
menyaring variabel yang masuk dan menghasilkan variabel yang paling signifikan/
berpengaruh.
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Habitat Banteng (Bos javanicus d'Alton, 1823) di Resort Rowobendo Taman
Nasional Alas Purwo.

Danang Wahyu Purnomo dan Satyawam Pudyatmoko

4.1 Tujuan Jurnal


Untuk mengetahui krakteristik habitat banteng dengan menggunakan Habitat-
categorizing, yaitu seleksi tipe habitat yang menunjukkan peluang beberapa tipe habitat
untuk dipilih banteng. Adapun site-categorizing adalah seleksi sumber daya pada suatu
lokasi oleh banteng.

4.2 Latar Belakang Jurnal


Banteng (Bos javanicus d'Alton, 1823) memiliki status konservasi terancam. Penyebab
utamanya adalah terjadinya fragmentasi pada habitat alaminya dan perburuan liar. Sistem
manajemen Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) yang belum sesuai dengan kebutuhan
tiap tipe ekosistem menyebabkan adanya perbedaan kualitas habitat sehingga
memengaruhi sebaran banteng. Karakteristik habitat dapat dijelaskan melalui analisis
pemilihan tipe habitat dan sumber daya di dalamnya. Taman Nasional Alas Purwo
memiliki enam tipe ekosistem spesifik yang masing-masing memiliki kekhasan jenis
vegetasi. Setiap tipe ekosistem tersebut menyediakan beberapa faktor kesejahteraan
meliputi pakan, pelindung, ruang, dan komponen fisik yang dibutuhkan banteng.

4.3 Metode Penelitian


a. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Resort Rowobendo dan sekitarnya Taman Nasional Alas
Purwo, Jawa Timur. Pengambilan data lapangan dilakukan pada musim kemarau,
tanggal 1−8 Oktober 2009.
b. Alat dan bahan
Peralatan dan bahan di lapangan antara lain: binokuler, kamera, GPS, rangefinder,
kompas, rollmeter, hygrothermometer, clinometer, tabung okuler, densityboard,
tallysheet, herbarium, peta kawasan, dan alat tulis. Software yang digunakan untuk
analisis data antara lain; perangkat standar Windows MS Office 2003; SPSS 16.0 for
Windows Evaluation Version, dan ArcView GIS 3.2.
c. Pengukuran karakteristik habitat
Karakteristik habitat banteng diukur menggunakan dua pendekatan yaitu
habitat categorizing dan site-categorizing. Pada tiap tipe habitat dilakukan
pengamatan kehadiran banteng dengan pendekatan tidak langsung berupa jejak kaki
dan kotoran. Plot-plot lingkaran berdiameter 22,6 m ditempatkan secara sistematik
dengan jarak antarplot 100 meter dan jarak antarjalur 200 meter. Faktor-faktor biotik
yang dicatat antara lain: volume daun bawah (%), volume daun atas (%), tutupan
tajuk (%), tutupan bawah (%), kerapatan rumput (ind/m2 ), kerapatan tumbuhan
bawah (ind/m2 ), kerapatan pancang (ind/m2 ), kerapatan tiang (ind/ha), kerapatan
pohon (ind/ha), jumlah jenis tiang dan pohon (jenis). Adapun faktor fisik berupa
kondisi lingkungan diukur, meliputi: suhu, kelembaban, kelerangan dan jarak sumber
air.

4.4 Data dan Analisis Data Jurnal


 Seleksi Tipe Habitat
Hasil analisis habitat-categorizing menunjukkan terjadi seleksi habitat oleh
banteng di daerah Rowobendo dan sekitarnya (Tabel 1). Populasi banteng tidak
selamanya dapat diamati secara langsung di lapangan sehingga pendeteksian
kehadiran banteng menggunakan indikator populasi berupa sisa pakan, kotoran,
dan tanda lain seperti bekas tandukan pada pohon (Gambar 2).
Tipe habitat tertentu khusus yang sering dikunjungi satwa untuk beraktivitas
dan memiliki tingkat pemanfaatan yang tinggi merupakan habitat kesukaan
(habitat preference) (Johnson, 1980; Purnomo et al., 2010). Dalam hal ini, savana
merupakan habitat kesukaan banteng dengan nilai standar seleksi
tertinggi (B=0,59) Sumber daya yang terdapat di savana memiliki potensi lebih
besar dalam memenuhi kebutuhan banteng dibandingkan tempat lain. Sementara
itu, hutan pantai (B=0,173) dan rawa (B=0,126) berturutturut merupakan tipe
habitat kesukaan berikutnya karena memiliki sumber pakan dan sumber daya lain
yang diperlukan banteng.

 Seleksi Sumber Daya


Analisis multikolinearitas menunjukkan bahwa variabel-variabel habitat
memiliki nilai korelasi tertinggi (0,743 atau di bawah 95%) sehingga seluruhnya
dapat dimasukkan dalam analisis regresi logistik. Analisis regresi logistik
dilakukan dengan metode backward stepwise untuk menyaring variabel yang
masuk dan menghasilkan model fit terbaik. Nilai statistik -2LogL pada tabel
digunakan untuk menilai overall fit model terhadap data. Nilai - 2LogL juga
digunakan untuk menyaring variabel bebas yang dimasukkan dalam model agar
signifikan memperbaiki model. Pada step ke-12 ditemukan tiga variabel terbaik
yang paling signifikan dalam memengaruhi kehadiran banteng, yaitu Penutupan
tajuk (%), Kerapatan rumput (rumpun/m2), dan Kerapatan tiang (ind/ha). Nilai
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat kehadiran banteng dapat
dijelaskan pada kolom Exp(ß)

Variabel kerapatan rumput dengan nilai Exp (ß) sebesar 1.036 merupakan nilai
tertinggi, artinya jika variabel lain dianggap konstan rasio perubahan odds
kehadiran banteng sebesar 1.036 pada setiap satu unit perubahan variabel
kerapatan rumput. Nilai Exp (ß) positif menunjukkan bahwa kerapatan tiang
berbanding lurus dengan peluang kehadiran banteng. Banteng cenderung memilih
tempat dengan kerapatan tiang tinggi. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
tiang lebih banyak ditemukan pada hutan sekunder atau hutan dataran rendah yang
terbuka. Jalur-jalur pengembaraan banteng jelas terlihat pada beberapa tempat di
tepian hutan dataran rendah. Tiang yang rapat dengan adanya celah atau lorong-
lorong di bawah menjadi tempat yang menarik bagi banteng untuk bersembunyi.

4.5 Isi Jurnal


Membahas ciri khas habitat banteng jawa dengan meninjaui Seleksi Tipe Habitat,
Seleksi Sumber Daya, serta Keterkaitan Habitat-Categorizing dengan Site-Categorizing.
Habitat-categorizing adalah seleksi tipe habitat yang menunjukkan peluang beberapa tipe
habitat untuk dipilih banteng. Adapun site-categorizing adalah seleksi sumber daya pada
suatu lokasi oleh banteng. Tipe habitat yang memiliki peluang tertinggi untuk dipilih
banteng adalah savana (nilai standar seleksi B=0,59). Savana memiliki sumber daya
melimpah terutama jenis-jenis pakan, yaitu rumput lamuran (Arundinella setosa) dan
merakan (Andropogon contortus) yang dikonsumsi oleh banteng, dibandingkan tipe
habitat lainnya. Tipe habitat lain yang sering digunakan banteng adalah hutan pantai
(B=0,173) dan hutan rawa (B=0,126). Tiga variabel habitat yang memengaruhi pemilihan
sumber daya adalah kerapatan rumput (peluang seleksi expß=1,036), kerapatan tiang
(expß=1,002), dan penutupan tajuk (expß=0,977).

4.6 Sesuatu yang Menarik


Hal menarik dalam penelitian ini adalah pengambilan data yang dilakukan peneliti dalam
menentukan seleksi tipe habitat. Untuk menentukan seleksi tipe habitat, peneliti perlu
mengamati keberadaan populasi banteng. Namun tidak memungkinkan untuk mengamati
secara langsung di lapangan. Peneliti memilih menggunakan indikator keberadaan
populasi banteng di suatu area. Indikator populasi banteng berupa sisa rumput yang
dimakan banteng, kotoran banteng di area tertentu, dan kulit batang kayu yang terkelupas
karena tanduk banteng.

4.7 Kesimpulan
Terjadi seleksi tipe habitat oleh banteng dalam melakukan aktivitas hariannya. Nilai
indeks standar seleksi pada savana, hutan pantai, dan hutan rawa berturut-turut
merupakan lokasi yang memiliki peluang besar untuk dipilih banteng sebagai tempat
beraktivitas. Sebaran jenis pakan terutama jenis rumput lamuran (Arundinella setosa) dan
Merakan (Andropogon contortus) merupakan faktor dominan dalam menentukan
pemilihan tipe habitat. Kerapatan rumput, penutupan tajuk, dan kerapatan tiang,
berpengaruh kuat terhadap kehadiran banteng dan membentuk suatu fungsi peluang
seleksi sumber daya.
BAB 5

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Stepwise regression adalah
metode regresi berganda, yang secara sekaligus menghapus variabel-variabel bebas yang
tidak penting. Pada saat melakukan uji regresi stepwise backward sebelumya dilakukan uji
Kormogolov-Smirnov terlebih dahulu untuk mengetahui persebaran datanya. Pada uji regresi
stepwise backward, setiap variabel yang tidak signifikan atau memiliki kontribusi terkecil
yaitu variabel dengan semiparsial r-square terkecil, yang juga adalah variabel dengan nilai T
terkecil) tidak digunakan. Langkah-langkah tersebut terus dilakukan hingga mendapatkan
variabel yang signifikan secara statistik.

Berdasarkan jurnal yang telah dianalisis, uji regresi stepwise backward digunakan untuk
menganalisis seleksi tipe habitat yang dilakukan banteng. Pada masing-masing tipe terdapat
faktor biotic dan abiotik yang berbeda. Semua faktor biotik dan abiotik diuji dan dianalisis
sehingga mendapatkan faktor yang paling dominan dalam menentukan tipe habitat.
DAFTAR PUSTAKA

Draper, N. R., & Smith, H. 1998. Applied regression analysis (Third ed.). New York: Wiley.

Hanum, H. (2011). Perbandingan Metode Stepwise, Best Subset Regression, dan Fraksi
dalam Pemilihan Model Regresi Berganda Terbaik. Jurnal Penelitian Sains, 14(2).

Watson, P. 2017. What is the difference between hierarchical and stepwise regressions?
Retrieved from MRC Cognition and Brain Sciences Unit. Dari
http://imaging.mrccbu.cam.ac.uk/statswiki/FAQ/hier

Anda mungkin juga menyukai