Anda di halaman 1dari 17

Jurnal 1

Judul Artikel jurnal : ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN PANTAI PADA `


KAWASAN WISATA PASIR JAMBAK, KOTA PADANG
Nama Artikel Jurnal : Biocelebes

Instansi Artikel Jurnal : Laboratorium Ekologi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA


Universitas

Andalas, Kampus Limau Manis, Padang, 25163, Indonesia


Email: annisa_1110423019@gmail.com

Tahun Artikel Jurnal : 2016

Volume, ISSN : Vol. 10 No. 2 ISSN: 1978-6417

Nama Penulis : Annisa Novianti Samin, Chairul, Erizal Mukhtar

Reviewer : Eki Lusiana

Latar Belakang :

Hutan pantai ini memiliki banyak manfaat yaitu dapat meredam hempasan
gelombang tsunami, mencegah terjadinya abrasi pantai, melindungi ekosistem darat
dari terpaan angin serta badai, pengendali erosi, habitat flora dan fauna, tempat
berkembang biak, pengendali pemanasan global, penghasil bahan baku industri
kosmetik,biodisel dan obat-obatan serta sebagai penghasil bioenergi (Tuheteru dan
Mahfudz, 2012).

Dahuri, Rais, Ginting dan Sitepu, (2001) menyatakan bahwa adanya aktifitas
kegiatan di daerah pariwisata atau rekreasi dapat menimbulkan masalah ekologis yang
khusus dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lain mengingat bahwa keindahan dan
keaslian alam merupakan modal utama, bila suatu wilayah pesisir dibangun sebagai
tempat rekreasi masyarakat, biasanya fasilitas pendukung lain juga berkembang pesat.
Pola konsumsi yang tinggi terhadap sumber daya alam akan mengakibatkan kegagalan
kebijakan pengelolaan sumber daya alam akibat kegiatan ekonomi yang dapat merusak
lingkungan (Fauzi, 2005). Dengan adanya kegiatan pembangunan diikuti dengan
terbatasnya jalur penghijauan di kawasan pantai akan berdampak terhadap hilangnya
vegetasi tumbuhan pantai yang dapat memberikan banyak manfaat salah satunya
memberikan perlindungan terhadap bahaya tsunami.

Tujuan :

Oleh karena itu penelitian tentang analisis vegetasi tumbuhan pantai ini perlu
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan
pantai yang terdapat pada kawasan wisata Pasir Jambak.

Ruang Lingkup :

Ruang lingkup dari penelitian dalam artikel jurnal ini adalah mengkaji tentang
vegetasi tumbuhan yang masih ada dengan menganalisis menggunakan metode belt
transek, di hutan kawasan wisata pantai Pasir Jambak, Kota Padang guna mengetahui
komposisi dan struktur vegetasi dari tumbuhan pantai tersebut. Penelitian dari artikel
ini melihat dari sisi teori dan metode/cara kerja praktikum mata kuliah Ekologi
Tumbuhan yaitu suksesi dimana dibuat pancang dengan ukuran tertentu dengan dibuat
plot pada masing-masing ukuran, kemudian dilihat dan diamati vegetasi yang tumbuh
dari masing-masing plot tersebut. Dengan mengamati jenis, jumlah individu, serta
habitus dari setiap jenis tumbuhan yang ditemukan. Khusus untuk pohon dan sapling
dilakukan pengukuran diameter batang untuk menghitung nilai dominansi.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-September 2015 di kawasan wisata


pantai Pasir Jambak, Kelurahan Pasia Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah, Kota
Padang, Sumatera Barat. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Universitas
Andalas (ANDA) dan analisis data dilakukan di Laboratorium Ekologi, Jurusan
Biologi, Universitas Andalas, Padang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-
September 2015 di kawasan wisata pantai Pasir Jambak, Kelurahan Pasia Nan Tigo,
Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat.Identifikasi tumbuhan
dilakukan di Herbarium Universitas Andalas (ANDA) dan analisis data dilakukan di
Laboratorium Ekologi, Jurusan Biologi, Universitas Andalas, Padang. Dalam artikel
ini penelitian untuk mengetahui dari struktur vegetasi menggunakan rumus kerapatan,
frekuensi, dominansi dan nilai penting dari masing-masing jenis kemudian
menggunakan indeks keanekaragaman Shannon. Komposisi tumbuhan dianalisa
berdasarkan pada jumlah famili, spesies dan individu. Alat yang digunakan adalah
meteran atau tali, kamera digital, GPS, karet, gunting tanaman, pancang, alat tulis,
kertas koran, spidol, plastik, label gantung, kalkulator,termometer udara, sling
pysichometer,soiltermometer,soilmoisture meter dan pH meter tanah. Bahan yang
dibutuhkan adalah alkohol 70%.

Metode Penelitian :

Metode yang digunakan di artikel ini yaitu plot kuadrat dengan cara belt transek
sebanyak tiga jalur transek dan jarak antara masing-masing transek ± 50 m. Plot
dilakukan secara sistematik sampling sebanyak 20 plot, setiap plot dengan mengamati
jenis, jumlah individu, serta habitus dari setiap jenis tumbuhan yang ditemukan.
Khusus untuk pohon dan sapling dilakukan pengukuran diameter batang untuk
menghitung nilai dominansi. Dalam artikel ini penelitian untuk mengetahui dari
struktur vegetasi menggunakan rumus kerapatan, frekuensi, dominansi dan nilai
penting dari masing-masing jenis kemudian menggunakan indeks keanekaragaman
Shannon

Jurnal 2

Judul Artikel Jurnal : Analisis Vegetasi Tumbuhan Invasif di Kawasan Hutan


Pantai Balekambang Desa Srigonco Kecamatan Bantur
Kabupaten Malang

Nama Artikel Jurnal : e-Jurnal Ilmiah BIOSAINTROPIS (BIOSCIENCE-


TROPIC)

Tahun Artikel Jurnal : 2020

Volume, ISSN : Vol. 6 No.1 Hal. 46 – 53 ISSN :2460-9455 (e) - 2338-


2805(p)

Instansi Artikel Jurnal : Jurusan Biologi Fakulltas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam

Universitas Islam Malang, Indonesia

Nama Penulis : Miftahul Mukarromah, Ari Hayati, dan Hasan Zayadi

Reviewer : Eki Lusiana

Latar Belakang :

Destinasi wisata alam pantai di Kabupaten Malang yang paling banyak


dikunjungi hingga akhir tahun 2015 adalah Pantai Balekambang. Dalam pantai
tentunya terdapat vegetasi tumbuhan invasif di dalamnya, spesies invasif adalah spesies
yang tumbuh bukan pada habitat alaminya namun mampu tumbuh menyebar dengan
cepat dan mengganggu komunitas asli pada suatu tempat. Invasif cenderung memiliki
efek yang merugikan. Hutan pada kawasan pantai Balekambang berbatasan langsung
dengan jalan raya dan pantai Balekambang, yang merupakan destinasi wisata paling
banyak dikunjungi oleh wisatawan serta pemukiman penduduk, membuat hutan pantai
Balekambang sangat rentan terhadap pengaruh aktivitas manusia. Pengaruh aktifitas
manusia tersebut menandakan adanya peluang terjadinya penyebaran tumbuhan-
tumbuhan asing yang berpotensi menginvasi kawasan tersebut sehingga merubah
fungsi dari hutan tersebut.

Tujuan :

Penelitian dalam artikel jurnal ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan
invasif, keanekaragaman dan membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan
faktor abiotik.

Ruang Lingkup :

Ruang lingkup dari penelitian dalam artikel jurnal ini adalah mengkaji tentang
vegetasi tumbuhan invasif dimana tumbuhan ini mampu menyebar dengan cepat
sehingga akan mengganggu habitat asli pada kawasan hutan pantai Balekambang ini.
Dilakukan dengan menganalisis menggunakan metode belt transek, di kawasan hutan
wisata pantai Balekambang di Kabupaten Malang, guna mengidentifikasi jenis
tumbuhan invasif keanekaragaman dan membandingkan nilai indeks keanekaragaman
dengan faktor abiotik dari kawasan hutan pantai tersebut. Penelitian dari artikel ini
melihat dari sisi teori dan metode/cara kerja praktikum mata kuliah Ekologi Tumbuhan
yaitu suksesi dimana dibuat pancang dengan ukuran tertentu dengan dibuat plot pada
masing-masing ukuran, kemudian dilihat dan diamati vegetasi yang tumbuh dari
masing-masing plot tersebut.

Komunitas yang dianalisis terdiri atas 3 stasiun yaitu hutan lindung (102,6 Ha)
menggunakaan Intensitas Sampling (IS) 1% dengan jumlah plot sebanyak 26 plot.
Hutan produksi (11.81 Ha) menggunakan Intensitas Sampling (IS) 5% sehingga plot
pengamatan sebanyak 15 plot, dan 8 plot pada Mangrove (6.42 Ha) menggunakan
Intensitas Sampling (IS) 5%, sehingga total keseluruhan plot pengamatan sebanyak 49
plot. Penempatan plot berada pada kanan kiri jalur dengan lebar jalur 40 m dan panjang
jalur 1000 m atau 1 km. Jalur pengamatan diletakkan memotong kontur atau topografi
dengan asumsi keterwakilan kondisi hutan yang diteliti. Pengukuran faktor abiotik
diukur pada setiap stasiun, dimana pengukuran faktor edafik meliputi suhu,
kelembaban, pH dan salinitas tanah. Sedangkan pengukuran faktor mikro klimatik
meliputi intensitas cahaya, kecepatan angin, suhu dan kelembaban udara. Petak ukur
berukuran 20 x 20 m, kemudian dibuat bertingkat dengan ukuran plot pengambilan data
untuk tingkat Semai (2 m x 2 m), Pancang (5 m x 5 m), Tiang (10 m x 10 m) dan Pohon
(20 m x 20 m).

Indeks keanekaragaman yang didapat dihitung dengan menggunakan rumus


indeks keanekaragaman Shannon-Wiener. Faktor edafik yang diukur meliputi
kelembaban dan suhu tanah menggunakan termohigrometer, pH tanah menggunakan
soil pH Meter dan salinitas tanah diukur menggunakan alat Induksi Elektromagnetik
(EM38). Faktor mikro klimatik yang diukur meliputi Suhu udara serta kelembaban
udara diukur menggunakan alat Termohigrometer. Pengukuran Intensitas Cahaya
menggunakan alat Luxmeter dan kecepatan angin menggunakan alat Anemometer.
Hasil pengukuran faktor abiotik kemudian diuji faktor korelasi dengan nilai indeks
keanekaragaman yang didapat dengan Ms. Excel. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tumbuhan invasif di kawasan hutan pantai Balekambang. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, buku identifikasi, GPS (Global
Positioning System), Kamera, Kertas Label, Luxmeter, Meteran, Gunting, Penggaris,
Pisau, Plastik Spesimen, Tali raffia, Termohigrometer, Termometer, Soil tester,
Induksi Elektromagnetik (EM38), Luxmeter, dan Anemometer.

Metode Penelitian :

Metode penelitian ini deksriptif dengan tehnik pengambilan sampling secara


sistematis menggunakan Belt Transect dengan peletakan petak contoh dilakukan secara
Systematic with random start. Petak ukur yang digunakan berbentuk persegi empat
yang dibuat secara bertingkat/bersarang (nested sampling) untuk mengetahui kondisi
vegetasi pada masing-masing tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang dan pohon)
dengan pengamatan sebanyak 49 plot.

Jurnal 3

Judul Artikel Jurnal : Vegetasi Hutan Pantai Sabutung Sulawesi Selatan

Nama Artikel Jurnal : Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan

Tahun Artikel Jurnal : 2018

Volume, ISSN : Vol. 9 No. 17 Hal. 19 – 30

Instansi Artikel Jurnal: Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu


Pengetahuan Alam,

Universitas Hasanuddin, Makassar 90245 email:


d.priosambodo@unhas.ac.id; d.priosambodo@gmail.com

Nama Penulis : Dody Priosambodo

Reviewer : Eki Lusiana

Latar Belakang :

Vegetasi pantai berperan penting sebagai penahan abrasi, mencegah intrusi air
laut, memerangkap zat hara dan meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah
serta menjadi produsen dalam jaring-jaring makanan sekaligus berperan sebagai habitat
bagi berbagai jenis fauna (Tuheteru dan Mahfudz 2012). Perubahan iklim global
diperkirakan akan menyebabkan naiknya level permukaan laut hingga 0,26 m- 2,3 m
pada tahun 2100. Hal ini akan berdampak pada makin besarnya arus dan gelombang di
pantai, makin sering dan makin lamanya pulau-pulau kecil mengalami perendaman air
laut dan meningkatnya erosi pantai (abrasi). Terendamnya pulau-pulau kecil akan
menyebabkan matinya vegetasi darat yang tumbuh di pulau, musnahnya habitat dan
hilangnya keanekaragaman hayati. Sedangkan abrasi menyebabkan semakin
berkurangnya luas daratan hingga tenggelamnya pulau-pulau kecil (Courchampet al.
2014) Sebagian besar pulau-pulau kecil di Indonesia, seperti Kepulauan Spermonde di
Sulawesi Selatan,kini telah kehilangan kawasan hutan pantainya akibat dampak
antropogenik(Manez et al. 2012). Salah satu diantaranya adalah Pulau Sabutung di
Kabupaten Pangkep yang kini telah ditetapkan sebagai ibukota kecamatan baru
(Liukang Tuppabiring Utara).

Sabutung termasuk pulau sangat kecil yang telah banyak kehilangan vegetasi
aslinya karena alih fungsi lahan. Menurut penduduk setempat, sekitar tahun 1940-
1970-an, vegetasi hutan pantai yang rimbun dan lebat menutupi hampir sebagian besar
pulau. Pohon-pohon berukuran besar seperti: Sukun (Artocarpus communis),
Kalumpang (Sterculia foetida), Mangga (Mangifera indica) dan Beringin (Ficus sp.)
masih banyak ditemukan. Akar-akar pohon besar ini dipercaya dapat menyimpan dan
menahan air di dalam tanah. Bertambahnya jumlah penduduk yang pesat mulai tahun
1980-an, membuat kebutuhan lahan untuk permukiman meningkat. Akibatnya, hutan
pantai di sisi timur semakin banyak dibabat.

Tujuan :

Penelitian dalam artikel jurnal ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis


tumbuhan pantai,tumbuhan intoduksi dan spesies tumbuhan invasif yang menyusun
hutan pantai di Pulau Sabutung. Dampak antropogenik (alih fungsi lahan dan
pertambahan penduduk) yang mempengaruhi kondisi vegetasi pantai di Pulau
Sabutung juga akan didiskusikan dalam tulisan ini.

Ruang Lingkup :

Ruang lingkup dari penelitian dalam artikel jurnal ini adalah mengkaji tentang
vegetasi tumbuhan, baik tumbuhan intoduksi(tanaman hias) maupun tumbuhan invasif
pada kawasan hutan pantai di Pulau Sabutung ini. Kemudian selain itu untuk
mengetahui juga dampak dari aalih fungsi lahan/pembangunan dan pertambahan
penduduk tehadap vegetasi panati tersebut. Dilakukan dengan menganalisis
menggunakan metode purposive sampling, di kawasan hutan wisata pantai
Balekambang di Kabupaten Malang, guna mengidentifikasi jenis tumbuhan invasif
keanekaragaman dan membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan faktor
abiotik dari kawasan hutan pantai tersebut. Penelitian dari artikel ini melihat dari sisi
teori mata kuliah Ekologi Tumbuhan dimana materi ini membahas hubungan
lingkungan dengan tumbuhan, baik hubungan tumbuhan dengan lingkungan manusia
maupun hewan.

Pengamatan vegetasi pantai di pulau Sabutung dilakukan selama tiga kali


masing-masing pada tahun 2007, 2012 dan 2017.Secara administratif, pulau Sabutung
masuk dalam wilayah desa Mattirokanja, Kecamatan Liukangtupabbiring Utara,
Kabupaten Pangkajene, Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan. Sampel yang belum
diketahui namanya kemudian diambil untuk diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium
Ilmu Lingkungan dan Kelautan, Departemen Biologi FMIPA Universitas
Hasanuddin.Beberapa referensi acuan yang digunakan untukmengidentifikasi
sampeladalah: Annotated Check-List of The Vascular Plants of The South China Sea
and Its Shores oleh Turner et al. (2000) dan Mangrove Guidebook for Southeast Asia
olehWim Giesen et al. (2007)untuk spesies hutan pantai; Tropical flowering plants: a
guide to identification and cultivation oleh Kirsten Albrecht Llamas (2003) untuk
spesies tanaman hias dan tanaman budidaya introduksi serta Nonnative Invasive Plants
of Pacific Coast Forest. A Field Guide for Identification oleh Gray et al. (2011) dan
Guide to The Naturalized and Invasive Plants of Southeast Asia oleh Arne Witt (2017)
untuk spesies tumbuhan invasif. Analisis data dilakukan secara deskriptif terhadap
jenis tumbuhan asli, tumbuhan introduksi dan spesies invasif yang berhasil diamati

Metode Penelitian :
Penelitian dalam artikel jurnal ini dilakukan menggunakan metode purposive
sampling dengan menjelajahi daratan pulau Sabutung dan mencatat spesies tumbuhan
asli, tumbuhan invasif dan tumbuhan introduksi yang ditemukan.

Hasil dan Pembahasan dari Ketiga Artikel Jurnal :

Hasil dari penelitian yang dilakukan dalam artikel jurnal pertama kawasan
wisata Pasir Jambak adalah bahwa komposisi pada tingkat pohon ditemukan sebanyak
5 famili, 5 spesies dan 36 individu. Pada tingkat sapling ditemukan sebanyak 4 famili,
4 spesies dan 36 individu. Selanjutnya pada tingkat seedling ditemukan sebanyak 12
famili, 19 spesies dan 712 individu. Tingkat pohon yang memiliki nilai penting
tertinggi yaitu Casuarina equisetifolia (214,72%), terendah pada Pongamia sp.
(8,22%) tingkat sapling Cerbera manghas (156,6%),terendah ditemukan Glochidion
sp. (16,2%) selanjutnya pada tingkat seedling Spaghneticola trilobata (105,5%).
Indeks keanekaragaman tergolong rendah baik pada tingkat pohon, tingkat sapling
maupun tingkat seedling.

Hasil penelitian dari artikel jurnal kedua bahwa hutan pantai Balekambang,
ditemukan tumbuhan invasif sebanyak 17 spesies dari 8 famili. Spesies tersebut adalah
Hemighraphis glaucescens, Oplismenus sp, Amomum coccineum, Arenga obtusifolia,
Leucaena leucochephana, Mimosa sp, Cassia siamea, Eupatorium odoratum, Hyptis
capitata, Cynodon dactylon, Sida rhombifolia, dan Synedrella rhombifolia. Jenis asing
invasif lainnya yang ditemukan di luar plot penelitian terdapat 5 spesies dari 3 famili.
Spesies tersebut adalah Chromolaena odorata, Leucaena leucochepala, Mimosa
pudica, Ruellia tuberose dan Synedrella nudiflora dengan nilai indeks keanekaragaman
tumbuhan invasif pada hutan lindung dan produksi tergolong tinggi dibanding
mangrove. Hasil analisis uji korelasi nilai indeks keanekaragaman dengan faktor
abiotik menunjukkan arah positif (+) pada salinitas tanah dimana nilai R2 sebesar
0.5606 atau 50%, yang artinya menunjukkan hubungan antara salinitas tanah dengan
kelimpahan tumbuhan invasif di kawasan hutan pantai Balekambang sebesar 50%.
Dari hasil penelitian artikel jurnal ketiga bahwa menyusun hutan pantai di Pulau
Sabutung tercatat sebanyak 221 spesies tumbuhan di Pulau Sabutung. Sebagian besar
didominasi oleh tanaman hias dan budidaya (introduksi) dengan 131 spesies dari 46
suku diikuti spesies asli (native species) dengan jumlah 67 spesies dari 34 suku. Spesies
invasif tercatat paling sedikit dengan jumlah 19 spesies dari 8 suku. Meskipun
demikian, spesies invasif tersebar luas dan mendominasi ruang di hampir seluruh
bagian pulau. Sebagian besar hutan pantai di pulau Sabutung telah hilang akibat alih
fungsi lahan menjadi permukiman dan kebun.

Vegetasi pantai yang masih alami dan tak terganggu umumnya membentuk
pola yang khas. Pada daerah pantai berpasir yang landai dan luas di atas air pasang
rata-rata, umumnya ditumbuhi herba menjalar yang tumbuh rapat menutupi pasir
pantai. Setelah herba, vegetasi berikutnya adalah semak yang tumbuh dalam zonasi
sempit dan memanjang mengikuti garis pantai diikuti perdu dan pohon. Pantai
berpasirdi Indonesia umumnya ditumbuhi jenis herba merambat dan rumput-rumputan,
seperti: katang-katang Ipomoea pes-caprae (Convolvulaceae), krokot Sesuvium
portulacastrum (Aizoaceae),kacang laut Canavalia maritima dan Vigna marina
(Fabaceae), rumput-rumputan dari jenis Ischaemum muticum, Fimbristylis sericea,
Remirea maritima, Spinifex littoreus (Poaceae). Kelompok herba ini umumnya dikenal
sebagai formasi pes-caprae. Bergeser ke garis pasang tertinggi, dominasi herba
digantikan oleh vegetasi semak seperti: santigiPemphis acidula (Lythraceae), beruas
lautScaevola taccada(Goodeniaceae), Tournefortia argentea (Boraginaceae), jati pasir
Guettarda speciosa(Rubiaceae), buas-buas Premna corymbosa(Lamiaceae),daun tiga
Dendrolobium umbellatum(Fabaceae), seruni Wedelia biflora(Asteraceae), dan
tumbuhan parasit tali putri Cassytha filiformis(Lauraceae).

Vegetasi semak di pantai-pantai Indonesia umumnya tumbuh dalam area yang


sempit mengikuti garis pantai dan segera digantikan kelompok perdu dan pohon.
Beberapa jenis perdu dan pohon yang sering ditemukan adalah: Pandan pantai
Pandanus tectorius(Pandanaceae), Ketapang Terminalia catappa (Combretaceae),
Malapari Pongamia pinnata(Fabaceae), waru Hibiscus tiliaceus (Malvaceae), waru
laut Tesphesia populnea (Malvaceae), putat Barringtonia asiatica (Lecythidaceae),
Punaga Calophyllum inophyllum (Calophyllaceae), mengkudu Morinda citrifolia
(Rubiaceae), cemara laut Casuarina equisetifolia(Casuarinaceae) dan kelapa Cocos
nucifera (Arecaceae). Tegakan campuran dariberbagai jenis pohon ini dikenal sebagai
formasi Barringtonia. Bersama dengan formasi pes-caprae, formasi barringtonia
membentuk hutan pantai di pulau-pulau kecil Indonesia (Brown et al. 1998;
Goltenbothet al. 2006; Giesen et al. 2007; Whittaker et al 2007; Johns et al. 2012).
Pembabatan hutan pantai untuk kebun dan permukiman berdampak buruk bagi
ekosistem pulau. Salah satu peran penting hutan pantai adalah membantu menjaga dan
mempertahankan kandungan air dalam tanah. Hutan pantai yang tumbuh rapat dan
tinggi dapat menciptakan iklim mikro yang menjaga suhu tanah tetap stabil. Jalinan
akar yang kompleks dan serasah daun di dasar hutan dapat berperan sebagai penahan
dan penyimpan air.

Menurut Undang-Undang RI No.27 Tahun 2007, pulau kecil didefinisikan


sebagai pulau yang berukuran luas kurang atau sama dengan 2000 km2 atau sekitar 50
x 40 km. Manez et al. (2012), menambahkan bahwa pulau “sangat kecil” (100 km2atau
10 x10 km) umumnya tidak memiliki sumber air tawar permukaan seperti sungai atau
danau. Sumber utama air tawar di pulau kecil adalah air tanah dan air hujan. Air tawar
dalam tanah di pulau-pulau kecil umumnya berada di dekat permukaan tanah berpasir
putih (coral sand) atau batu kapur (limestone). Kumpulan air ini berada dalam suatu
“kantong” berbentuk cembungseperti lensa tipis yang mengapung di atas air asin yang
lebih berat di dalam tanah. Lambs et al. (2015), menyatakan bahwahilangnya hutan
pantai dapat menyebabkan berkurangnya kandungan air tawar dalam tanah akibat
penguapan (evaporasi), meningkatnya resiko intrusi air laut dan meningkatnya salinitas
tanah Nurse et al. (2014) menambahkan, naiknya salinitas air dan tanah berakibat pada
matinya spesies tumbuhan yang kurang toleran terhadap kadar garam tinggi.
Berkurangnya tumbuhan akan mengganggu jaring-jaring makanan,
menghancurkan habitat dan menurunkan keragaman hayati. Hasil pengamatan secara
visual menunjukkan bahwa sebagian besar vegetasi formasi pescaprae dan semak
pantai telah hilang dari pantai pulau Sabutung, terutama di sisi timur yang dipadati
rumah-rumah penduduk.Namun, sisa-sisa vegetasi dari formasi pes-caprae masih
ditemukan di sisi barat dengan ditemukannya beberapa kelompok katang-katang
Ipomoea pes-caprae dan kacang laut Canavalia maritima yang tumbuh terpencar-
pencar.Vegetasi di sekitar permukiman kini lebih banyak didominasi spesies
introduksi. Meskipun pohon-pohon dari spesies introduksi dapat tumbuh dengan baik,
namun keberadaan spesiestanaman budidaya ini tidak dapat menggantikan peran
spesies asli dalam ekosistem pulau-pulau kecil yang rapuh.

Spesies introduksi tidak menghasilkan serasah dalam jumlah besar yang dapat
mengurangi laju evaporasi, meningkatkan kandungan zat hara dalam tanah dan
mendukung kehidupan hewan liar setempat. Kebun-kebun yang ditinggalkan di bagian
tengah, barat dan utara pulau Sabutungsudah lama diokupasi oleh spesies invasif,
seperti: alang-alang (Imperata cylindrical), kirinyu (Chromolaena odorata),
babandotan (Ageratum conyzoides), bunga tahi ayam (Lantana camara), rambusa
(Passiflora foetida), jarong (Stachytarpheta jamaicensis), petai cina (Leucaena
leucocephala), putri malu (Mimosa diplotricha) dan seruni-serunian (Tridax
procumbens).Pengamatan pada area terbuka ditengah pulau (tahun 2007) menunjukkan
bahwa sebagian besar lahan di daerah tersebut masih didominasi oleh kebun-kebun
yang ditinggalkan oleh penduduk. Namun pada tahun 2012-2017, sebagian area
terbuka tersebut telah dialihfungsikan menjadi lahan untuk pembangunan fasilitas
umum seperti: lapangan sepak bola,kantor Puskesmas, kantor Kecamatan,gedung
sekolah dan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). T Tumbuhnya
spesies invasif di lahan kritis yang minim unsur hara memiliki peran dalam
menghambat laju penguapan air tawar dalam tanah.Namun, spesies invasif dari
tumbuhan tertentu seperti alang-alang menghasilkan senyawa alelopatik yang dapat
menghambat pertumbuhan biji/benih tumbuhan pantai. Spesies invasif lainnya seperti
rambusa (Passiflora foetida) dan mantangan (Merremia peltata) yang tumbuh dengan
memanjat batang hingga tajuk spesies lain juga berpotensi menghambat pertumbuhan
spesies asli dengan cara menghalangi penetrasi cahaya matahari. Pertumbuhan agresif
dan kemampuan penguasaan ruang yang tinggi dari spesies invasif juga dapat
mengganggu pertumbuhan semai spesies asli akibat kompetisi dalam memperebutkan
air dan zat hara. Spesies invasif juga mendukung lebih sedikit hewan dibandingkan
dengan hutan pantai. Spesies infasive umumnya tumbuh sangat cepat, menghasilkan
biji yang kecil dan ringan dalam jumah sangat banyak sehingga mudah disebarkan
melalui angin atau air. Sisa-sisa hutan pantai di pulau Sabutung masih dapat ditelusuri
di sisi barat, utara dan sedikit di selatan. Pohon-pohon dari spesies asli di sini tumbuh
rapat bercampur dengan tanaman budidaya seperti ubi kayu, kelapa, pisang, nangka,
sukun, mangga dan lain-lain. Spesief invasif yang tumbuh mamanjat spesies lainjuga
banyak ditemukan di daerah ini. Beberapa spesies diantaranya seperti: Kesambi
(Schleicera oleosa), Buah Nane’ (Manilkara kauiki) dan pohon Raja (Dolichandrone
spathaceae) tergolong spesies langka yang jarang ditemukan di daratan pulau
Sulawesi.

Namun, area di sisi barat dan utara ini juga terancam beralih fungsi menjadi
permukiman akibat meningkatnya populasi penduduk. Meningkatnya populasi
penduduk berbanding lurus dengan meningkatnya konsumsi air tawar (Tatas et al.
2015). Dalam ekosistem pulau-pulau kecil, air tawar menjadi faktor pembatas dan
sumberdaya alam yang berharga baik bagi manusia maupun berbagai jenis flora fauna
(Alberti et al. 2017). Populasi penduduk yang terlalu padat di pulau-pulau kecil dapat
menyebabkan berkurangnya persediaan air tanah.Manez et al.(2014), melaporkan
bahwa beberapa pulau di Kepulauan Spermonde seperti Pulau Badi (kepadatan
populasi 216-257 jiwa/Ha), Barrang Caddi (kepadatan populasi 325 jiwa/Ha), Bone
Tambung (kepadatan populasi 96 jiwa/Ha) dan Saugi (kepadatan populasi 274
jiwa/Ha)telah mengalami kelangkaan air akibat populasi penduduk berlebih. Air tawar
di Pulau Barranglompo juga dilaporkan berubah rasa menjadi semakin payau dalam
beberapa tahun terakhir (personal observation).

Selain itu, populasi penduduk yang tinggi beresiko mencemari sumber air jika
fasilitas penampungan dan pembuangan limbah dari aktifitas mandi, cuci dan kakus
(MCK) tidak dikelola dengan baik(Alberti et al. 2017).Nurse et al. (2014)
menambahkan bahwa berkurangnya air tanah di pulau-pulau kecil dapat memicu
intrusi air laut yang menyebabkan sumber air di daratan pulau menjadi payau/asin
Pulau-pulau kecil termasuk salah satu area yang akan mengalami dampak paling
mematikan dari perubahan iklim.Naiknya suhu air laut menyebabkan pemutihan pada
jaringan lunak terumbu karang. Akibatnya, terumbu karang matidan tidak dapat
melindungi pantai dari hempasan gelombang. Naiknya rata-rata permukaan air laut dan
besarnya gelombang akan menggerus tepi pantai, menumbangkan semak, perdu,
pohon-pohondan mengurangi luas pulau. Penggenangan daratan pulau oleh air laut
menyebabkan kadar garam di permukaan dan dalam tanah meningkat. Vegetasi di
daratan pulau pun tidak mampu tumbuh akibat sering tergenang air laut.Akhirnya,
berita tentang tenggelamnya pulau-pulau kecil akan semakin sering terdengar
(Courchampet al. 2014; Nurse et al.2014; Lambs et al.2015; Alberti et al. 2017).
Manajemen pengelolaan lahan dan pemanfaatan air yang baik perlu dilakukan oleh
pihak berwenang di Pulau Sabutung dalam menghadapi dampak perubahan iklim
terutama terkait krisis kelangkaan air akibat bertambahnya populasi penduduk dan
hilangnya hutan pantai.
Kesimpulan :

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil ketiga artikel jurnal di atas adalah
bahwa vegetasi tumbuhan di berbagai kawasan hutan pantai baik dari kawasan wisata
pantai Pasir Jambak, kawasan hutan pantai Balekambang, vegetasi pantai di pulau
Sabutung masih memiliki habitat asli, namun persentasinya tidak lagi sama dengan
sebelumnya, dan bisa dikatakan bahwa spesienya berkurang atau punah akibat dari
berbagai faktor baik dari tumbuhan invasif, pengolahan lahan, pembangunan tempat
rekreasi, pertambahan jumlah penduduk dan faktor lainnya. Solusinya adalah jika,
ingin menebang atau menggunakan lahan di kawasan tersebut sebelumnya harus
diidentifikasi terlebih dahulu spesies habitat aslinya, kemudian diadakan kembali
penanaman spesies tersebut di lahan yang berbeda agar keaslian dan fungsi tetap terjaga
untuk lingkungan sekitar maupun manfaatnya terhadap makhluk hidup lainnya.

Dari ketiga artikel jurnal tersebut ada yang menggunakan metode yang sama
yaitu metode Belt Transect dimana dibuat plot dengan berbagai ukuran dan diamati
disetiap plot tersebut. Kemudian ada salah satunya menggunakan metode pupose
sampling dimana tumbuhan diambil dan dijadikan herbarium terlebih dahulu kemudian
baru diidentifikasi menggunakan berbagai buku referensi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa penerapan dari mata kuliah Ekologi Tumbuhan dengan sangat baik berpengaruh
dalam kehidupan khususnya dalam penelitian guna memperbaiki keadaan alam dan
sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Mukarromah.Miftahul, Hayati.Ari, Zayadi.Hasan, 2020, Analisis Keanekaragaman

Tumbuhan Invasif Di Kawasan Hutan Pantai Balekambang Desa Srigonco

Kecamatan Bantur Kabupaten Malang, e-Jurnal Ilmiah BIOSAINTROPIS

(BIOSCIENCE-TROPIC), Volume 6/ No.: 1 / Halaman 46 – 53, ISSN


:2460-9455 (e) - 2338-2805(p).

Priosambodo.Dody, 2018, Vegetasi Hutan Pantai Sabutung Sulawesi Selatan,

Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan, Vol. 9 No.17, Hal. 19 – 30.

Samin. Annisa. Novianti, Chairul, Mukhtar.Erizal, 2016, Analisi Vegetasi Tumbuhan

Pantai pada Kawasan Wisata Pasir Jambak, Kota Padang, Jurnal Biocelbes,
Vol. 10 No. 2, hlm. 32-42, ISSN: 1978-6417.

Anda mungkin juga menyukai