Latar Belakang :
Hutan pantai ini memiliki banyak manfaat yaitu dapat meredam hempasan
gelombang tsunami, mencegah terjadinya abrasi pantai, melindungi ekosistem darat
dari terpaan angin serta badai, pengendali erosi, habitat flora dan fauna, tempat
berkembang biak, pengendali pemanasan global, penghasil bahan baku industri
kosmetik,biodisel dan obat-obatan serta sebagai penghasil bioenergi (Tuheteru dan
Mahfudz, 2012).
Dahuri, Rais, Ginting dan Sitepu, (2001) menyatakan bahwa adanya aktifitas
kegiatan di daerah pariwisata atau rekreasi dapat menimbulkan masalah ekologis yang
khusus dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lain mengingat bahwa keindahan dan
keaslian alam merupakan modal utama, bila suatu wilayah pesisir dibangun sebagai
tempat rekreasi masyarakat, biasanya fasilitas pendukung lain juga berkembang pesat.
Pola konsumsi yang tinggi terhadap sumber daya alam akan mengakibatkan kegagalan
kebijakan pengelolaan sumber daya alam akibat kegiatan ekonomi yang dapat merusak
lingkungan (Fauzi, 2005). Dengan adanya kegiatan pembangunan diikuti dengan
terbatasnya jalur penghijauan di kawasan pantai akan berdampak terhadap hilangnya
vegetasi tumbuhan pantai yang dapat memberikan banyak manfaat salah satunya
memberikan perlindungan terhadap bahaya tsunami.
Tujuan :
Oleh karena itu penelitian tentang analisis vegetasi tumbuhan pantai ini perlu
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan
pantai yang terdapat pada kawasan wisata Pasir Jambak.
Ruang Lingkup :
Ruang lingkup dari penelitian dalam artikel jurnal ini adalah mengkaji tentang
vegetasi tumbuhan yang masih ada dengan menganalisis menggunakan metode belt
transek, di hutan kawasan wisata pantai Pasir Jambak, Kota Padang guna mengetahui
komposisi dan struktur vegetasi dari tumbuhan pantai tersebut. Penelitian dari artikel
ini melihat dari sisi teori dan metode/cara kerja praktikum mata kuliah Ekologi
Tumbuhan yaitu suksesi dimana dibuat pancang dengan ukuran tertentu dengan dibuat
plot pada masing-masing ukuran, kemudian dilihat dan diamati vegetasi yang tumbuh
dari masing-masing plot tersebut. Dengan mengamati jenis, jumlah individu, serta
habitus dari setiap jenis tumbuhan yang ditemukan. Khusus untuk pohon dan sapling
dilakukan pengukuran diameter batang untuk menghitung nilai dominansi.
Metode Penelitian :
Metode yang digunakan di artikel ini yaitu plot kuadrat dengan cara belt transek
sebanyak tiga jalur transek dan jarak antara masing-masing transek ± 50 m. Plot
dilakukan secara sistematik sampling sebanyak 20 plot, setiap plot dengan mengamati
jenis, jumlah individu, serta habitus dari setiap jenis tumbuhan yang ditemukan.
Khusus untuk pohon dan sapling dilakukan pengukuran diameter batang untuk
menghitung nilai dominansi. Dalam artikel ini penelitian untuk mengetahui dari
struktur vegetasi menggunakan rumus kerapatan, frekuensi, dominansi dan nilai
penting dari masing-masing jenis kemudian menggunakan indeks keanekaragaman
Shannon
Jurnal 2
Instansi Artikel Jurnal : Jurusan Biologi Fakulltas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam
Latar Belakang :
Tujuan :
Penelitian dalam artikel jurnal ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan
invasif, keanekaragaman dan membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan
faktor abiotik.
Ruang Lingkup :
Ruang lingkup dari penelitian dalam artikel jurnal ini adalah mengkaji tentang
vegetasi tumbuhan invasif dimana tumbuhan ini mampu menyebar dengan cepat
sehingga akan mengganggu habitat asli pada kawasan hutan pantai Balekambang ini.
Dilakukan dengan menganalisis menggunakan metode belt transek, di kawasan hutan
wisata pantai Balekambang di Kabupaten Malang, guna mengidentifikasi jenis
tumbuhan invasif keanekaragaman dan membandingkan nilai indeks keanekaragaman
dengan faktor abiotik dari kawasan hutan pantai tersebut. Penelitian dari artikel ini
melihat dari sisi teori dan metode/cara kerja praktikum mata kuliah Ekologi Tumbuhan
yaitu suksesi dimana dibuat pancang dengan ukuran tertentu dengan dibuat plot pada
masing-masing ukuran, kemudian dilihat dan diamati vegetasi yang tumbuh dari
masing-masing plot tersebut.
Komunitas yang dianalisis terdiri atas 3 stasiun yaitu hutan lindung (102,6 Ha)
menggunakaan Intensitas Sampling (IS) 1% dengan jumlah plot sebanyak 26 plot.
Hutan produksi (11.81 Ha) menggunakan Intensitas Sampling (IS) 5% sehingga plot
pengamatan sebanyak 15 plot, dan 8 plot pada Mangrove (6.42 Ha) menggunakan
Intensitas Sampling (IS) 5%, sehingga total keseluruhan plot pengamatan sebanyak 49
plot. Penempatan plot berada pada kanan kiri jalur dengan lebar jalur 40 m dan panjang
jalur 1000 m atau 1 km. Jalur pengamatan diletakkan memotong kontur atau topografi
dengan asumsi keterwakilan kondisi hutan yang diteliti. Pengukuran faktor abiotik
diukur pada setiap stasiun, dimana pengukuran faktor edafik meliputi suhu,
kelembaban, pH dan salinitas tanah. Sedangkan pengukuran faktor mikro klimatik
meliputi intensitas cahaya, kecepatan angin, suhu dan kelembaban udara. Petak ukur
berukuran 20 x 20 m, kemudian dibuat bertingkat dengan ukuran plot pengambilan data
untuk tingkat Semai (2 m x 2 m), Pancang (5 m x 5 m), Tiang (10 m x 10 m) dan Pohon
(20 m x 20 m).
Metode Penelitian :
Jurnal 3
Latar Belakang :
Vegetasi pantai berperan penting sebagai penahan abrasi, mencegah intrusi air
laut, memerangkap zat hara dan meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah
serta menjadi produsen dalam jaring-jaring makanan sekaligus berperan sebagai habitat
bagi berbagai jenis fauna (Tuheteru dan Mahfudz 2012). Perubahan iklim global
diperkirakan akan menyebabkan naiknya level permukaan laut hingga 0,26 m- 2,3 m
pada tahun 2100. Hal ini akan berdampak pada makin besarnya arus dan gelombang di
pantai, makin sering dan makin lamanya pulau-pulau kecil mengalami perendaman air
laut dan meningkatnya erosi pantai (abrasi). Terendamnya pulau-pulau kecil akan
menyebabkan matinya vegetasi darat yang tumbuh di pulau, musnahnya habitat dan
hilangnya keanekaragaman hayati. Sedangkan abrasi menyebabkan semakin
berkurangnya luas daratan hingga tenggelamnya pulau-pulau kecil (Courchampet al.
2014) Sebagian besar pulau-pulau kecil di Indonesia, seperti Kepulauan Spermonde di
Sulawesi Selatan,kini telah kehilangan kawasan hutan pantainya akibat dampak
antropogenik(Manez et al. 2012). Salah satu diantaranya adalah Pulau Sabutung di
Kabupaten Pangkep yang kini telah ditetapkan sebagai ibukota kecamatan baru
(Liukang Tuppabiring Utara).
Sabutung termasuk pulau sangat kecil yang telah banyak kehilangan vegetasi
aslinya karena alih fungsi lahan. Menurut penduduk setempat, sekitar tahun 1940-
1970-an, vegetasi hutan pantai yang rimbun dan lebat menutupi hampir sebagian besar
pulau. Pohon-pohon berukuran besar seperti: Sukun (Artocarpus communis),
Kalumpang (Sterculia foetida), Mangga (Mangifera indica) dan Beringin (Ficus sp.)
masih banyak ditemukan. Akar-akar pohon besar ini dipercaya dapat menyimpan dan
menahan air di dalam tanah. Bertambahnya jumlah penduduk yang pesat mulai tahun
1980-an, membuat kebutuhan lahan untuk permukiman meningkat. Akibatnya, hutan
pantai di sisi timur semakin banyak dibabat.
Tujuan :
Ruang Lingkup :
Ruang lingkup dari penelitian dalam artikel jurnal ini adalah mengkaji tentang
vegetasi tumbuhan, baik tumbuhan intoduksi(tanaman hias) maupun tumbuhan invasif
pada kawasan hutan pantai di Pulau Sabutung ini. Kemudian selain itu untuk
mengetahui juga dampak dari aalih fungsi lahan/pembangunan dan pertambahan
penduduk tehadap vegetasi panati tersebut. Dilakukan dengan menganalisis
menggunakan metode purposive sampling, di kawasan hutan wisata pantai
Balekambang di Kabupaten Malang, guna mengidentifikasi jenis tumbuhan invasif
keanekaragaman dan membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan faktor
abiotik dari kawasan hutan pantai tersebut. Penelitian dari artikel ini melihat dari sisi
teori mata kuliah Ekologi Tumbuhan dimana materi ini membahas hubungan
lingkungan dengan tumbuhan, baik hubungan tumbuhan dengan lingkungan manusia
maupun hewan.
Metode Penelitian :
Penelitian dalam artikel jurnal ini dilakukan menggunakan metode purposive
sampling dengan menjelajahi daratan pulau Sabutung dan mencatat spesies tumbuhan
asli, tumbuhan invasif dan tumbuhan introduksi yang ditemukan.
Hasil dari penelitian yang dilakukan dalam artikel jurnal pertama kawasan
wisata Pasir Jambak adalah bahwa komposisi pada tingkat pohon ditemukan sebanyak
5 famili, 5 spesies dan 36 individu. Pada tingkat sapling ditemukan sebanyak 4 famili,
4 spesies dan 36 individu. Selanjutnya pada tingkat seedling ditemukan sebanyak 12
famili, 19 spesies dan 712 individu. Tingkat pohon yang memiliki nilai penting
tertinggi yaitu Casuarina equisetifolia (214,72%), terendah pada Pongamia sp.
(8,22%) tingkat sapling Cerbera manghas (156,6%),terendah ditemukan Glochidion
sp. (16,2%) selanjutnya pada tingkat seedling Spaghneticola trilobata (105,5%).
Indeks keanekaragaman tergolong rendah baik pada tingkat pohon, tingkat sapling
maupun tingkat seedling.
Hasil penelitian dari artikel jurnal kedua bahwa hutan pantai Balekambang,
ditemukan tumbuhan invasif sebanyak 17 spesies dari 8 famili. Spesies tersebut adalah
Hemighraphis glaucescens, Oplismenus sp, Amomum coccineum, Arenga obtusifolia,
Leucaena leucochephana, Mimosa sp, Cassia siamea, Eupatorium odoratum, Hyptis
capitata, Cynodon dactylon, Sida rhombifolia, dan Synedrella rhombifolia. Jenis asing
invasif lainnya yang ditemukan di luar plot penelitian terdapat 5 spesies dari 3 famili.
Spesies tersebut adalah Chromolaena odorata, Leucaena leucochepala, Mimosa
pudica, Ruellia tuberose dan Synedrella nudiflora dengan nilai indeks keanekaragaman
tumbuhan invasif pada hutan lindung dan produksi tergolong tinggi dibanding
mangrove. Hasil analisis uji korelasi nilai indeks keanekaragaman dengan faktor
abiotik menunjukkan arah positif (+) pada salinitas tanah dimana nilai R2 sebesar
0.5606 atau 50%, yang artinya menunjukkan hubungan antara salinitas tanah dengan
kelimpahan tumbuhan invasif di kawasan hutan pantai Balekambang sebesar 50%.
Dari hasil penelitian artikel jurnal ketiga bahwa menyusun hutan pantai di Pulau
Sabutung tercatat sebanyak 221 spesies tumbuhan di Pulau Sabutung. Sebagian besar
didominasi oleh tanaman hias dan budidaya (introduksi) dengan 131 spesies dari 46
suku diikuti spesies asli (native species) dengan jumlah 67 spesies dari 34 suku. Spesies
invasif tercatat paling sedikit dengan jumlah 19 spesies dari 8 suku. Meskipun
demikian, spesies invasif tersebar luas dan mendominasi ruang di hampir seluruh
bagian pulau. Sebagian besar hutan pantai di pulau Sabutung telah hilang akibat alih
fungsi lahan menjadi permukiman dan kebun.
Vegetasi pantai yang masih alami dan tak terganggu umumnya membentuk
pola yang khas. Pada daerah pantai berpasir yang landai dan luas di atas air pasang
rata-rata, umumnya ditumbuhi herba menjalar yang tumbuh rapat menutupi pasir
pantai. Setelah herba, vegetasi berikutnya adalah semak yang tumbuh dalam zonasi
sempit dan memanjang mengikuti garis pantai diikuti perdu dan pohon. Pantai
berpasirdi Indonesia umumnya ditumbuhi jenis herba merambat dan rumput-rumputan,
seperti: katang-katang Ipomoea pes-caprae (Convolvulaceae), krokot Sesuvium
portulacastrum (Aizoaceae),kacang laut Canavalia maritima dan Vigna marina
(Fabaceae), rumput-rumputan dari jenis Ischaemum muticum, Fimbristylis sericea,
Remirea maritima, Spinifex littoreus (Poaceae). Kelompok herba ini umumnya dikenal
sebagai formasi pes-caprae. Bergeser ke garis pasang tertinggi, dominasi herba
digantikan oleh vegetasi semak seperti: santigiPemphis acidula (Lythraceae), beruas
lautScaevola taccada(Goodeniaceae), Tournefortia argentea (Boraginaceae), jati pasir
Guettarda speciosa(Rubiaceae), buas-buas Premna corymbosa(Lamiaceae),daun tiga
Dendrolobium umbellatum(Fabaceae), seruni Wedelia biflora(Asteraceae), dan
tumbuhan parasit tali putri Cassytha filiformis(Lauraceae).
Spesies introduksi tidak menghasilkan serasah dalam jumlah besar yang dapat
mengurangi laju evaporasi, meningkatkan kandungan zat hara dalam tanah dan
mendukung kehidupan hewan liar setempat. Kebun-kebun yang ditinggalkan di bagian
tengah, barat dan utara pulau Sabutungsudah lama diokupasi oleh spesies invasif,
seperti: alang-alang (Imperata cylindrical), kirinyu (Chromolaena odorata),
babandotan (Ageratum conyzoides), bunga tahi ayam (Lantana camara), rambusa
(Passiflora foetida), jarong (Stachytarpheta jamaicensis), petai cina (Leucaena
leucocephala), putri malu (Mimosa diplotricha) dan seruni-serunian (Tridax
procumbens).Pengamatan pada area terbuka ditengah pulau (tahun 2007) menunjukkan
bahwa sebagian besar lahan di daerah tersebut masih didominasi oleh kebun-kebun
yang ditinggalkan oleh penduduk. Namun pada tahun 2012-2017, sebagian area
terbuka tersebut telah dialihfungsikan menjadi lahan untuk pembangunan fasilitas
umum seperti: lapangan sepak bola,kantor Puskesmas, kantor Kecamatan,gedung
sekolah dan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). T Tumbuhnya
spesies invasif di lahan kritis yang minim unsur hara memiliki peran dalam
menghambat laju penguapan air tawar dalam tanah.Namun, spesies invasif dari
tumbuhan tertentu seperti alang-alang menghasilkan senyawa alelopatik yang dapat
menghambat pertumbuhan biji/benih tumbuhan pantai. Spesies invasif lainnya seperti
rambusa (Passiflora foetida) dan mantangan (Merremia peltata) yang tumbuh dengan
memanjat batang hingga tajuk spesies lain juga berpotensi menghambat pertumbuhan
spesies asli dengan cara menghalangi penetrasi cahaya matahari. Pertumbuhan agresif
dan kemampuan penguasaan ruang yang tinggi dari spesies invasif juga dapat
mengganggu pertumbuhan semai spesies asli akibat kompetisi dalam memperebutkan
air dan zat hara. Spesies invasif juga mendukung lebih sedikit hewan dibandingkan
dengan hutan pantai. Spesies infasive umumnya tumbuh sangat cepat, menghasilkan
biji yang kecil dan ringan dalam jumah sangat banyak sehingga mudah disebarkan
melalui angin atau air. Sisa-sisa hutan pantai di pulau Sabutung masih dapat ditelusuri
di sisi barat, utara dan sedikit di selatan. Pohon-pohon dari spesies asli di sini tumbuh
rapat bercampur dengan tanaman budidaya seperti ubi kayu, kelapa, pisang, nangka,
sukun, mangga dan lain-lain. Spesief invasif yang tumbuh mamanjat spesies lainjuga
banyak ditemukan di daerah ini. Beberapa spesies diantaranya seperti: Kesambi
(Schleicera oleosa), Buah Nane’ (Manilkara kauiki) dan pohon Raja (Dolichandrone
spathaceae) tergolong spesies langka yang jarang ditemukan di daratan pulau
Sulawesi.
Namun, area di sisi barat dan utara ini juga terancam beralih fungsi menjadi
permukiman akibat meningkatnya populasi penduduk. Meningkatnya populasi
penduduk berbanding lurus dengan meningkatnya konsumsi air tawar (Tatas et al.
2015). Dalam ekosistem pulau-pulau kecil, air tawar menjadi faktor pembatas dan
sumberdaya alam yang berharga baik bagi manusia maupun berbagai jenis flora fauna
(Alberti et al. 2017). Populasi penduduk yang terlalu padat di pulau-pulau kecil dapat
menyebabkan berkurangnya persediaan air tanah.Manez et al.(2014), melaporkan
bahwa beberapa pulau di Kepulauan Spermonde seperti Pulau Badi (kepadatan
populasi 216-257 jiwa/Ha), Barrang Caddi (kepadatan populasi 325 jiwa/Ha), Bone
Tambung (kepadatan populasi 96 jiwa/Ha) dan Saugi (kepadatan populasi 274
jiwa/Ha)telah mengalami kelangkaan air akibat populasi penduduk berlebih. Air tawar
di Pulau Barranglompo juga dilaporkan berubah rasa menjadi semakin payau dalam
beberapa tahun terakhir (personal observation).
Selain itu, populasi penduduk yang tinggi beresiko mencemari sumber air jika
fasilitas penampungan dan pembuangan limbah dari aktifitas mandi, cuci dan kakus
(MCK) tidak dikelola dengan baik(Alberti et al. 2017).Nurse et al. (2014)
menambahkan bahwa berkurangnya air tanah di pulau-pulau kecil dapat memicu
intrusi air laut yang menyebabkan sumber air di daratan pulau menjadi payau/asin
Pulau-pulau kecil termasuk salah satu area yang akan mengalami dampak paling
mematikan dari perubahan iklim.Naiknya suhu air laut menyebabkan pemutihan pada
jaringan lunak terumbu karang. Akibatnya, terumbu karang matidan tidak dapat
melindungi pantai dari hempasan gelombang. Naiknya rata-rata permukaan air laut dan
besarnya gelombang akan menggerus tepi pantai, menumbangkan semak, perdu,
pohon-pohondan mengurangi luas pulau. Penggenangan daratan pulau oleh air laut
menyebabkan kadar garam di permukaan dan dalam tanah meningkat. Vegetasi di
daratan pulau pun tidak mampu tumbuh akibat sering tergenang air laut.Akhirnya,
berita tentang tenggelamnya pulau-pulau kecil akan semakin sering terdengar
(Courchampet al. 2014; Nurse et al.2014; Lambs et al.2015; Alberti et al. 2017).
Manajemen pengelolaan lahan dan pemanfaatan air yang baik perlu dilakukan oleh
pihak berwenang di Pulau Sabutung dalam menghadapi dampak perubahan iklim
terutama terkait krisis kelangkaan air akibat bertambahnya populasi penduduk dan
hilangnya hutan pantai.
Kesimpulan :
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil ketiga artikel jurnal di atas adalah
bahwa vegetasi tumbuhan di berbagai kawasan hutan pantai baik dari kawasan wisata
pantai Pasir Jambak, kawasan hutan pantai Balekambang, vegetasi pantai di pulau
Sabutung masih memiliki habitat asli, namun persentasinya tidak lagi sama dengan
sebelumnya, dan bisa dikatakan bahwa spesienya berkurang atau punah akibat dari
berbagai faktor baik dari tumbuhan invasif, pengolahan lahan, pembangunan tempat
rekreasi, pertambahan jumlah penduduk dan faktor lainnya. Solusinya adalah jika,
ingin menebang atau menggunakan lahan di kawasan tersebut sebelumnya harus
diidentifikasi terlebih dahulu spesies habitat aslinya, kemudian diadakan kembali
penanaman spesies tersebut di lahan yang berbeda agar keaslian dan fungsi tetap terjaga
untuk lingkungan sekitar maupun manfaatnya terhadap makhluk hidup lainnya.
Dari ketiga artikel jurnal tersebut ada yang menggunakan metode yang sama
yaitu metode Belt Transect dimana dibuat plot dengan berbagai ukuran dan diamati
disetiap plot tersebut. Kemudian ada salah satunya menggunakan metode pupose
sampling dimana tumbuhan diambil dan dijadikan herbarium terlebih dahulu kemudian
baru diidentifikasi menggunakan berbagai buku referensi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa penerapan dari mata kuliah Ekologi Tumbuhan dengan sangat baik berpengaruh
dalam kehidupan khususnya dalam penelitian guna memperbaiki keadaan alam dan
sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Pantai pada Kawasan Wisata Pasir Jambak, Kota Padang, Jurnal Biocelbes,
Vol. 10 No. 2, hlm. 32-42, ISSN: 1978-6417.