Anda di halaman 1dari 13

Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.

php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

KAJIAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI MUARA SUNGAI BATANG


MANGGUNG KECAMATAN PARIAMAN UTARA KOTA PARIAMAN PROVINSI
SUMATERA BARAT

Novelisa Suryani1
1Program Studi Geografi Universitas Tamansiswa Padang

Jl. Tamansiswa No. 9 Padang, Sumatera Barat 25138


Email: novel2813@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini memiliki tujuan untuk : (i) mengkaji karakteristik vegetasi dan kerusakan
ekosistem hutan mangrove, dan (ii) mengkaji kondisi fisik-kimia ekosistem hutan
mangrove. Metode perolehan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Data
karakteristik vegetasi diperoleh melalui metode transek dan petak contoh. Data ini
dijadikan acuan dalam menentukan tingkat kerusakan ekosistem mangrove. Kondisi fisik-
kimia diperoleh melalui pengukuran lapangan dan analisis laboratorium.Hasil penelitian
menunjukkan INP paling tinggi untuk tingkat pohon terdapat pada Xylocarpus rumphii
(133,8%), yang dijumpai di Stasiun I. Spesies yang umumnya mendominasi pada
tingkat pancang yaitu Sonneratia caseolaris, dengan INP 46,19% pada Stasiun III,
sedangkan mayoritas spesies pada tingkat semai dan tumbuhan bawah yaitu Rhizophora
mucronata, dengan INP 66,32% pada Stasiun II. Ekosistem mangrove untuk tingkat
pohon termasuk dalam kategori rusak, dengan penutupan < 50% dan kerapatan < 1000
pohon/ha. Sementara, pada tingkat pancang, semai dan tumbuhan bawah, termasuk
dalam kategori baik dengan kerapatan individu >1500 pohon/ha. Kondisi pH perairan
dan suhu udara kurang mendukung untuk perkembangan dan pertumbuhan vegetasi
mangrove, sedangkan parameter lain memiliki kondisi yang sudah sesuai.

Kata kunci: ekosistem mangrove, fisik-kimia, INP, karakteristik vegetasi

Abstract

This study aims to : (i) examined vegetation characteristic and the damage degree of
mangrove ecosystems, (ii) examined the physical-chemical condition of mangrove
ecosystems, and (iii) analyse the used of mangrove for environment and communities.
This research is conducted in the surroundings mouth of Batang Manggung River,
Pariaman Utara Subdistrict, Pariaman City. The sampling technique is purposive
sampling. Vegetation characteristic data obtained trough line transect and plot sampling.
This data is used to be reference in determine the damage degree of mangrove ecosystems.
Physical-chemical data obtained trough field measured and laboratorium analysis. The
results show that the value of INP at highest rate for tree level was Xylocarpus rumphii
(133,8%) at Stasiun I. The most dominated species for sapling is Sonneratia caseolaris,
which 46,19% of INP at Stasiun III. The seedling and herbs dominate with Rhizhophora
mucronata, which 66,32% of INP at Stasiun II. The tree level include in damage
category, which < 50% covered area and the density <1000 tree/ha. For sapling, seedling
and herbs include in good category, which density was >1500 tree/ha. The water pH and
air temperature had less support in extent and growth of mangrove, while the other
parameter had suitable.

Keywords: mangrove ecosystems, physical-chemical, vegetation charactersitic, IVI

144| Vol 10 No. 2 – 2018 Jurnal Geografi Vol 10 No.2 (144-156)


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

PENDAHULUAN kerentanan fisik yang sangat tinggi.


Ekosistem hutan mangrove Terdapatnya konsentrasi pemukiman di
mengalami ancaman baik oleh faktor alam sepanjang wilayah pesisir, kemiringan
maupun manusia, sehingga menimbulkan pantai yang landai, serta tingkat abrasi
risiko bagi kelangsungan hidup ekosistem yang cukup tinggi merupakan pemicu
ini dalam jangka panjang (Dale et al., kondisi ini. Tingkat kerentanan akan
2014). Kurang lebih 70% hutan mangrove semakin tinggi apabila
Indonesia mengalami ancaman akibat ekosistemmangrove yang memiliki fungsi
tidak adanya regulasi. Regulasi ini akan sebagai pelindung wilayah pesisir
melibatkan berbagai stakeholder karena mengalami degradasi.
ekosistemnya berada pada bentang alam Salah satu ekosistem mangrove
yang berbeda yaitu darat dan laut yang mengalami degradasi menempati
(Kustanti et al., 2014). wilayah di sekitar muara Sungai Batang
Mangrove merupakan ekosistem Manggung, Kecamatan Pariaman Utara.
yang hidup dekat dengan sungai, daerah Survei lapangan awal menunjukkan fakta
pasang surut, teluk, muara, laguna dan bahwa beberapa lokasi di muara Sungai
vegetasinya dapat beradaptasi terhadap Batang Manggung terdapat beberapa
kandungan garam yang tinggi (Onrizal pohon mangrove yang mati dan tidak
2008; Feka, 2015). Sistem perakaran tumbuh dengan baik. Dugaan awal
vegetasi mangrove dapat mengikat disebabkan karena berkurangnya aliran
sedimen dan menstabilkan substrat. air tawar dari hulu sungai. Terganggunya
Mangrove juga mampu menjaga sirkulasi air pada ekosistem mangrove
keseimbangan dan kelangsungan menyebabkan ketidakseimbangan pada
ekosistem pesisir dan lautan serta rantai kondisi fisik-kimia pada habitat
makanan (Armono, 1996). Sebagai salah mangrove.
satu potensi di wilayah pesisir, mangrove Secara umum tujuan penelitian ini
memiliki berbagai manfaat bagi yaitu (1) mengkaji karakteristik vegetasi
masyarakat di sekitar berupa sosial dan tingkat kerusakan ekosistem hutan
ekonomi dan ekologi (Faturrohmah dan mangrove di muara Sungai Batang
Marjuki, 2017). Manggung; (2) mengkaji kondisi fisik-
Kota Pariaman sebagian besar kimia ekosistem hutan mangrove di
wilayahnya berada di sepanjang pesisir muara Sungai Batang Manggung.
pantai. Salah satu sumberdaya yang
dimiliki wilayah ini berupa hutan METODE PENELITIAN
mangrove yang terdapat pada tiga Penelitian ini tergolong pada jenis
kecamatan, yaitu Kecamatan Pariaman penelitian kombinasi, yang
Tengah, Kecamatan Pariaman Selatan dan menggabungkan penelitian kuantitatif
Kecamatan Pariaman Utara. Namun, luas dan kualitatif. Pengambilan data primer
area hutan mangrove di Kota Pariaman dilakukan dengan menggunakan alat
mengalami fluktuasi akibat peningkatan bantu berupa daftar ceklis pada saat
aktivitas pembangunan, terutama di pengukuran lapangan dan daftar
wilayah pesisir. wawancara. Data sekunder diperoleh dari
Menurut Dinas Kelautan dan berbagai literatur dan instansi seperti
Perikanan (2012), hutan mangrove di Bappeda, Badan Lingkungan Hidup,
Kota Pariaman hanya 18 ha. Kecamatan Dinas Kelautan dan Perikanan, serta
Pariaman Utara memiliki hutan mangrove Badan Pusat Statistik.
yang paling luas yaitu 16,5 ha, tersebar di Penelitian dilakukan di sekitar
Desa Apar (6,0 ha), Desa Ampalu (3,5 ha) muara Sungai Batang Manggung yang
dan Desa Manggung (7,0 ha). Menurut berada pada wilayah administratif Desa
Ramdhan dan Abdillah (2012) wilayah Apar dan Desa Ampalu, Kecamatan
pesisir Kota Pariaman memiliki tingkat Pariaman Utara (Gambar 1). Lokasi ini

Kajian Ekosistem …..|145


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

dipilih karena terdapatnya campurtangan wilayah tersebut.


manusia terhadap ekosistem mangrove di

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Bahan Penelitian hygrometer, sekop tangan, plastik sampel,


Bahan yang digunakan dalam plastik besar, pH stik, kertas label dan
penelitian ini diantaranya ; spidol permanen, daftar checklist dan tally
1. Peta Administratif Kota Pariaman sheet, daftar wawancara, alat tulis, kamera
Tahun 2005, untuk mengetahui batas digital, perangkat keras berupa komputer
administrasi wilayah penelitian. dan pencetak, serta software ArcGIS 9.3.1,
2. Citra satelit resolusi tinggi dari Google dan SPSS versi 16.
Earth, sebagian Kota Pariaman, tanggal
perekaman 27 Agustus 2013, untuk Teknik Pengumpulan Data
menentukan titik pengambilan sampel. Pengambilan sampel menggunakan
3. Buku pengenalan mangrove, untuk teknik purposive sampling, yang
mengidentifikasi jenis mangrove di disesuaikan dengan tujuan penelitian.
lapangan. Sampel vegetasi, dan fisik-kimia
ekosistem mangrove menggunakan
Alat Penelitian metode Line Transect Plot (Transek Garis
Peralatan yang digunakan dalam dan Petak Contoh). Transek garis
penelitian ini adalah GPS, tali rafia dan dilakukan pada tiga stasiun pengamatan.
tiang, botol sampel 600 ml, Thermo- Stasiun I berada di sekitar muara sungai,

146| Vol 10 No. 2 – 2018


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

berdekatan dengan pintu penyaluran air, bawah: 2x2 m; (ii) pancang: 5x5 m; dan
baik yang berasal dari laut maupun (iii) pohon: 10x10 m.
sungai. Stasiun II terletak di tengah areal Kondisi fisik-kimia berupa DO dan
hutan mangrove dengan kondisi lebih salinitas diambil dengan cara
banyak mendapat pasokan air tawar. memasukkan sampel air ke dalam botol
Stasiun III berbatasan dengan pemukiman 600 ml pada setiap titik sampel yang
warga dan area konservasi penyu berjumlah 9 titik. Sampel ini kemudian
(Gambar 2). dianalisis lebih lanjut di Laboratorium Air
Mekanisme pengukuran vegetasi Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas
mangrove didasarkan pada Pedoman Teknik, Universitas Andalas.
Penentuan Kerusakan Mangrove dari Suhu udara dapat diukur langsung
Kepmen LH No. 201 Tahun 2004. Vegetasi di lapangan, begitu juga dengan pH air.
mangrove diidentifikasi berdasarkan Jenis subtrat dan kandungan organik
ukuran permudaan, yaitu pohon, subtrat diperoleh dari sampel sedimen
pancang, semai dan tumbuhan bawah. dengan kedalaman 30 cm. Sampel
Ukuran sub-petak untuk setiap tingkat sedimen kemudian dianalisis lebih lanjut
permudaan yaitu: (i) semai dan tumbuhan di Laboratorium Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sumatera Barat.

Gambar 2. Lokasi Transek

Teknik analisis data untuk ditemukan di lokasi transek dan


mengetahui karakteristik vegetasi dicocokkan dengan Pedoman Pengenalan
mangrove dilakukan dengan cara Mangrove. Langkah selanjutnya yaitu
mengidentifikasi spesies mangrove yang menghitung Indeks Nilai Penting (INP).

Kajian Ekosistem …..|147


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Nilai penting memberikan gambaran (b) Tingkat semai, pancang dan


peranan suatu jenis tumbuhan dalam tumbuhan bawah
suatu komunitas. Formula yang INP = KR+FR ................................... (8)
digunakan untuk menentukan INP Formula yang digunakan dalam
menurut Onrizal (2008) yaitu : analisis penutupan tumbuhan yaitu:
(1) Kerapatan suatu jenis (K) (ind/ha) (1) Penutupan Jenis (Ci)
∑ 𝐵𝐴
∑ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 Ci = 𝐴 ........................................... (9)
K = 𝑙𝑢𝑎𝑠𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
....................... (1)
Ci : Penutupan jenis
(2) Kerapatan relatif suatu jenis (KR)(%) ∑BA : πDBH2/4 (dalam cm2), π =
𝐾𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
KR = 𝐾𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100 % ................. (2) 3,1416
DBH : diameter batang pohon
(3) Frekuensi suatu jenis (F)
∑ 𝑆𝑢𝑏−𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 dari jenis i
F = ∑ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑠𝑢𝑏−𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
.... (3) A : luas total area
(4) Frekuensi relatif suatu jenis (FR) (%) pengambilan contoh
𝐹𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 (2) Penutupan relatif (Rci)
FR = X 100% ................. (4) 𝐶𝑖
𝐹𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 ∑RCi = ∑𝐶 X 100% ......................... (10)
(5) Dominansi suatu jenis (D) (m2/ha). D ∑Rci : penutupan relatif
hanya dihitung untuk tingkat pohon. Ci : penutupan jenis
𝐿𝑢𝑎𝑠𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
D= .......... (5) ∑C : penutupan total
𝐿𝑢𝑎𝑠𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
untuk seluruh jenis
(6) Dominansi relatif suatu jenis (DR)
(100%) Persentase tutupan mangrove
DR =
𝐷𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝑥 100 ................ (6) digunakan dalam menentukan kriteria
𝐷𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
atau status kerusakan hutan mangrove.
(7) Indeks Nilai Penting (%)
Kriteria baku kerusakan mangrove
(a) Tingkat Pohon:
tercantum dalam Kepmen LH. No. 201
INP = KR+FR+DR .......................... (7)
Tahun 2004, seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove


Kriteria Penutupan Kerapatan
(%) (pohon/ha)
Baik Sangat >75 >1500
Padat
Sedang >50 - <75 >1000 -
<1500
Rusak Jarang <50 <1000
Sumber: Kepmen LH. No. 201 Tahun 2004
Penentuan parameter fisik-kimia Setelah dilakukan analisis terhadap
ekosistem mangrove dilakukan dengan tingkat kesesuaian beberapa jenis vegetasi
cara membandingkan dan mencocokkan mangrove dengan Tabel 2, maka akan
data parameter lingkungan yang diketahui apakah parameter fisik-kimia
diperoleh, baik dari hasil pengukuran ekosistem mangrove muara Sungai
lapangan maupun analisis laboratorium, Batang Manggung melebihi ambang batas
dengan kesesuaian jenis-jenis mangrove atau tidak. Selanjutnya, untuk mengetahui
berdasarkan beberapa literatur. Adapun apakah terdapat perbedaan kondisi fisik-
kesesuaian kondisi-fisik kimia ekosistem kimiaperairan dan substrat mangrove
mangrove dapat dilihat pada Tabel 2. pada masing-masing stasiun, maka
dilakukan uji statistik menggunakan uji t

148| Vol 10 No. 2 – 2018


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

test satu sampel menggunakan perangkat selanjutnya akan dianalisis secara


SPSS versi 16. Hasil temuan ini deskriptif.

Tabel 2.Kesesuaian Kondisi Fisik-Kimia Ekosistem Mangrove


No Spesies Kondisi Fisik-Kimia
DO Salinitas pH Suhu Substrat Bahan
(mg/l) (‰)** ** udara Organik
** (°C) (%)
****
1 Acanthus >5 0 – 34 7 – 8,5 28-32** Berpasir 0,50 – 1,46
ilicifolius *****
2 Nypa >5 0 – 34 7 – 8,5 28-32** Berpasir, 0,50 – 1,46
fruticans berdebu,
liat
berdebu,
liat ***
3 Rhizophora >5 0 – 34 7 – 8,5 26-28* Berpasir, 0,50 – 1,46
mucronata berdebu,
liat
berdebu
***
4 Sonneratia >5 0 – 34 7 – 8,5 28-32** Koral, 0,50 – 1,46
caseolaris berpasir,
lempung
berpasir
***
5 Xylocarpus >5 0 – 34 7 – 8,5 21-26* Berpasir, 0,50 – 1,46
rumphii liat
bedebu *
Sumber :
* LPP Mangrove (2006)
**Kepmen LH No. 51 Tahun 2004
*** Kusmana dkk., (2003) dalam Fajar (2013)
****Brady dan Buckman (1982)
***** Ardli et al.(2011) dalam Irawanto (2015)

HASIL DAN PEMBAHASAN Baringtonia racemosa, dan Pandanus


Status dan Kondisi Eksisting Ekosistem odoratissima (Sari, 2012).
Hutan Mangrove Berdasarkan keterangan yang
Ekosistem mangrove di sekitar diperoleh dari Kepala Desa Ampalu
muara Sungai Batang Manggung saat ini (2015), diketahui bahwa kawasan hutan
memiliki luas ± 12,2 ha. Pada tahun 2012 mangrove di sekitar muara Sungai Batang
vegetasi yang dijumpai didominasi oleh Manggung merupakan tanah ulayat
spesies Avicennia marina, Rhizophora spp. nagari. Tanah ulayat nagari dikuasai oleh
dan Xylocarpus granatum dengan luasan ninik mamak Kerapatan Adat Nagari
3,5 ha di Desa Ampalu dan 6,0 ha di Desa (KAN) dan dimanfaatkan untuk
Apar (Dinas Kelautan dan Perikanan, kepentingan masyarakat nagari,
2012). Beberapa spesies lain yang juga sedangkan pemerintahan nagari bertindak
ditemui yaitu Nypa fruticans, Acanthus sebagai pihak yang mengatur
ilicifolius, Acrosticum speciosum, Cerbera pemanfaatannya.
mangas, Melastoma candidum, Dolicandrone Proses pembebasan tanah ulayat
spathaceae, Calophyllum inopyllum, milik masyarakat di Nagari Manggung ini

Kajian Ekosistem …..|149


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

menimbulkan berbagai macam konflik, dalam melaksanakan kegiatan


meski tidak mengarah pada kekerasan. pembangunan.
Menurut penuturan Kepala UPT.
Konservasi Penyu Kota Pariaman (2015), Karaktersitik Vegetasi dan Tingkat
proses pembebasan lahan di kawasan Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove
mangove masih terkendala karena belum Beberapa jenis mangrove yang
adanya persetujuan dari pemilik tanah sudah diidentifikasi beserta
penyebarannya pada masing-masing
stasiun dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Mangrove Di Sekitar Muara Sungai Batang Manggung


No Jenis Family Spesies Stasiun Stasiun II Stasiun
Mangove I III
1 Mangrove Acanthaceae Acanthus + - +
asosiasi ilicifolius
2 Mangrove Arecaceae Nypa + + +
sejati fruticans
3 Mangrove Rhizophoracea Rhizophora - + +
sejati e mucronata
4 Mangrove Sonnetatiaceae Sonneratia - + +
sejati caseolaris
5 Mangrove Meliaceae Xylocarpus + - -
minor rumphii
Total spesies 3 3 4
Sumber: Hasil Analisis, (2015)
Berdasarkan Tabel 3 diketahui yang dijumpai di lapangan memiliki
bahwa jenis mangrove yang ditemukan di karakteristik tersendiri, baik dari segi
sekitar muara Sungai Batang Manggung formasi maupun bentuk adaptasinya
terdiri dari lima jenis. Lima jenis terhadap lingkungan. Lebih lanjut
mangrove yang diidentifikasi di lapangan mengenai karakteristik vegetasi mangrove
terdiri dari tiga jenis mangrove sejati, satu di lokasi penelitian, dapat dilihat pada
jenis mangrove minor dan satu jenis Tabel 4.
mangrove asosiasi. Vegetasi mangrove

Tabel 4. Identifikasi Vegetasi Mangrove di Muara Sungai Batang Manggung


No Bentuk Perakaran Daun Buah dan Bunga Spesies
1  Tidak memiliki akar  Bentuk daun  Mahkota bunga Acanthus
yang muncul di bergerigi, dan di tepi berwarna agak ilicifolius
permukaan tanah. daun terdapat duri, putih. Panjang
 Diameter batang ≤2 berwarna hijau terang bunga 5-4 cm dan
cm hingga tua. terletak di ujung
 Permukaan daun licin tepatnya di pusat
dengan bentuk ujung percabangan daun
meruncing
2  Tidak memiliki akar  Daun berukuran besar  Berwarna kuning Nypa
nafas yang muncul di dan mencapai menyerupai bola fruticans
permukaan tanah, panjang hingga 9 cm, dan berumpun.
tetapi berupa akar berbentuk seperti
serabut. susunan daun kelapa,
tumbuh dari pangkal
batang.
 Bentuk daun lanset
dan ujung meruncing
3  Memiliki akar  Daun berukuran lebar  Bunga berwarna Rhizophora

150| Vol 10 No. 2 – 2018


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

No Bentuk Perakaran Daun Buah dan Bunga Spesies


gantung yang keluar dengan panjang putih dan kecil. mucronata
dari batang dan mencapai 20 cm,  Buah berwarna
memiliki lentisel berwarna hijau tua, hijau kecoklatan,
untuk pernafasan. dan agak tebal. memanjang dan
 Bentuk daun elips dan meruncing pada
melebar hingga bulat bagian bawah
memanjang dengan mencapai 60 cm.
ujung runcing.
4  Perakaran berupa  Tangkai daun  Pucuk bunga Sonneratia
cakar ayam atau berwarna kemerahan, berbentuk bulat caseolaris
seperti pasak. lebar dan sangat telur dan berwarna
pendek. Bentuk bulat merah.
memanjang dengan  Buah berbentuk
ujung bundar. bintang dan
berwarna hijau,
serta pada ujung
buah terdapat
tangkai yang
memanjang ke
bawah.
5  Mempunyai akar  Daun berwarna hijau  Bunga berwarna Xylocarpus
papan yang terang hingga gelap, hijau kekuningan, rumphii.
memanjang dan berukuran kecil dan daun mahkota
menopang pohon. ujung daun berwarna krem
meruncing. hingga putih
kehijauan.
 Buah berwarna
hijau, bulat seperti
jambu bangkok,
permukaan licin
dan memiliki
diameter 8 cm.
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2015)

Indeks Nilai Penting (INP) Hasil perhitungan INP pada tingkat


pohon disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. INP untuk Tingkat Pohon


Pada Gambar 3 diketahui bahwa Stasiun II dengan nilai INP 55,01%. Pada
spesies Xylocarpus rumphii pada Stasiun I Stasiun III spesies Sonneratia caseolaris
memiliki nilai INP tertinggi yaitu 133,8%. dengan nilai INP 111,16% memiliki
Delapan puluh persen dari vegetasi ini kepadatan cukup tinggi, serta tumbuh
termasuk pada tingkat pohon. Spesies terpisah dari kelompok vegetasi lain
Sonneratia caseolaris mendominasi pada

Kajian Ekosistem …..|151


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

karena berada pada lokasi percabangan memiliki INP 46,19% dengan frekuensi
sungai. relatif (FR) 20 %. Hasil perhitungan INP
Penguasaan masing-masing paling rendah terdapat pada spesies Nypa
individu pada tingkat pancang disajikan fruticans yaitu 7,2 pada Stasiun I, dan 18,5
pada Gambar 4. Nilai perhitungan pada Stasiun II. Rendahnya penguasaan
terhadap penguasaan spesies mangrove spesies ini disebabkan karena terdapat
pada masing-masing stasiun perubahan pada ekosistem. Spesies ini
menunjukkan bahwa pada tingkat tumbuh dengan baik pada zona arah
pancang, Sonneratia caseolaris merupakan darat, sementara di lokasi penelitian
spesies yang paling tinggi peranannya spesies ini dijumpai pada formasi depan.
daripada spesies lain. Sonneratia caseolaris

Gambar 4. INP untuk Tingkat Pancang

Gambar 5. INP untuk Tingkat Semai dan Tumbuhan Bawah


Hasil perhitungan INP pada tingkat spesies ini mampu hidup dengan baik,
semai dan tumbuhan bawah ditunjukkan maka tingkat kerapatan individu
pada Gambar 5 di atas. Spesies yang mencapai 2766 individu/ha.
paling mendominasi untuk tingkat semai Nilai INP paling terdapat pada
dan tumbuhan bawah yaitu Rhizophora spesies Nypa fruticans dengan nilai 8,14.
mucronata pada Stasiun II dengan nilai Rendahnya penguasaan spesies
INP 66,32%. Tingginya penguasaan disebabkan karena vegetasi lebih
spesies Rhizophora mucronata karena didominasi oleh tingkat pohon dan
berada pada wilayah rehabilitasi yang pancang, serta kurang lancarnya aliran
dilakukan oleh Dinas Kelautan dan air. Hal ini sesuai dengan pendapat
Perikanan Kota Pariaman Tahun 2014. Jika Hossain dan Islam (2015), bahwa Nipah

152| Vol 10 No. 2 – 2018


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

hanya dapat hidup dengan baik pada Berdasarkan perhitungan tutupan


wilayah berair payau dan perakaran yang tumbuhan hutan mangrove di sekitar
selalu terendam oleh air, sehingga muara Sungai Batang Manggung
mayoritas spesies ini lebih banyak diketahui bahwa persentase tertinggi
menempati wilayah rataan pasang surut. terdapat pada Stasiun I, yaitu 44%,
Secara umum, dapat disimpulkan Stasiun III 40%, dan terendah pada
bahwa tingkat penguasaan vegetasi Stasiun II yaitu 16% (Tabel 5.). Jika
mangrove didominasi oleh tingkat pohon. mengacu pada Keputusan Menteri Negara
Hal ini ditunjang oleh faktor luas bidang Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004,
dasar (LBD) dan diameter pohon. Kedua penutupan tumbuhan <50 % termasuk
faktor ini akan berbanding lurus dengan dalam kategori rusak. Berubahnya kondisi
luas area yang ditempati, sehingga lingkungan akibat normalisasi Sungai
memiliki penguasaan yang lebih tinggi Batang Manggung berpengaruh pada
dan memiliki peran penting dalam salinitas air, pH air, bahan organik tanah
ekosistem mangrove. dan sirkulasi air yang kurang lancar.
Penutupan Tumbuhan

Tabel 5. Penutupan Vegetasi Hutan Mangrove di Sekitar


Muara Sungai Batang Manggung
Stasiun Jenis Mangrove Rci = (Ci/∑C) x 100
I Xylocarpus rumphii 44
II Sonneratia caseolaris 16
III Sonneratia caseolaris 40
Jumlah 100
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2015)
Kerapatan Mangrove termasuk dalam kriteria jarang, dengan
Hasil perhitungan kerapatan kerapatan 200 individu/ha. Hal ini
vegetasi mangrove di sekitar muara disebabkan karena pada stasiun I lebih
Sungai Batang Manggung ditunjukkan didominasi oleh vegetasi tingkat pancang
Tabel 6. Berdasarkan Tabel 5. diketahui dan pohon. Sedangkan vegetasi tingkat
bahwa untuk tingkat pohon, kerapatan semai pada Stasiun II dan III termasuk
vegatasi mangrove termasuk jarang, dalam kriteria sangat padat, begitu pula
karena jumlah individu <1000/ha. untuk tingkat pancang.
Vegetasi mangrove pada tingkat semai
dan tumbuhan bawah pada Stasiun I

Tabel 6. Kerapatan Vegetasi Mangrove BerdasarkanKriteria Baku Kerusakan


Hutan Mangrove
Stasiun Kerapatan (Individu/ha)
Semai Kriteria Pancang Kriteria Pohon Kriteria
I 200 Jarang 2.267 Sangat padat 667 Jarang
II 4.234 Sangat padat 1.900 Sangat padat 67 Jarang
III 1.966 Sangat padat 5.634 Sangat padat 433 Jarang
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2015)
Kondisi Fisik-Kimia Ekosistem Hutan bahwa konsentrasi oksigen terlarut paling
Mangrove tinggi terdapat pada Stasiun I yaitu 6,2
Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) mg/l. Sedangkan konsentrasi oksigen
Berdasarkan hasil pengukuran pada terendah pada Stasiun III yang ditemukan
perairan hutan mangrove diketahui pada titik 9 yaitu 5,0 mg/l. Jika merujuk

Kajian Ekosistem …..|153


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

pada Keputusan Menteri Negara Suhu Udara


Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, Berdasarkan hasil pengukuran
dapat disimpulkan bahwa pada masing- diketahui bahwa rentang nilai suhu udara
masing stasiun pengamatan, jumlah pada lokasi penelitian berkisar 28,4-32 °C.
oksigen terlarut sudah sesuai dengan Suhu udara pada tiap stasiun
baku mutu dan persyaratan hidup pengamatan menunjukkan nilai yang
mangrove. variatif dan berdasarkan hasil t test satu
Salinitas Air sampel dapat disimpulkan terdapat
Hasil pengukuran rata-rata salinitas perbedaan suhu udara pada masing-
air pada tiap stasiun pengamatan masing stasiun pengamatan.
menunjukkan hasil yang tidak jauh Jika dibandingkan dengan
berbeda. Salinitas paling tinggi terdapat kesesuaian suhu udara pada masing-
pada Stasiun I yaitu 0,048 ppt, Stasiun II masing spesies dapat diketahui bahwa
0,33 ppt, dan paling rendah pada Stasiun semua spesies yang dijumpai pada lokasi
III yaitu 0,031 ppt. Tingginya salinitas penelitian dapat hidup dengan baik,
pada Stasiun I disebabkan karena lokasi kecuali Xylocarpus rumphii. Xylocarpus
ini berdekatan dengan pintu air, tempat rumphii yang hanya dijumpai pada
terjadinya pertukaran air tawar dan air Stasiun I memiliki toleransi suhu udara
asin sewaktu terjadi pasang. 21-26 °C (LPP Mangrove, 2006), sementara
Berdasarkan hasil pengukuran suhu udara rata-rata pada saat
salinitas perairan dapat disimpulkan pengukuran 30,7 °C. Vegetasi yang
bahwa ekosistem mangrove di sekitar tumbuh di atas suhu optimum biasanya
muara Sungai Batang Manggung dapat menghasilkan produksi yang rendah
berkembang dengan baik. Hal ini sesuai (Setiawan, 2010). Kondisi ini dapat
Kepmen LH. No. 51 Tahun 2004 bahwa ditunjukkan dengan tidak adanya
kondisi salinitas perairan untuk vegetasi vegetasi tingkat semai pada spesies
mangrove antara 0-34 ppt. Xylocarpus rumphii.
pH Air Jenis Subtrat
Berdasarkan hasil pengukuran Berdasarkan hasil analisis di
lapangan diketahui bahwa rata-rata pH laboratorium, diketahui bahwa tekstur
air di lokasi penelitian yaitu antara 5,3-6. substrat pada lokasi penelitian terdiri dari
Nilai pH air paling tinggi terdapat pada pasir, pasir berlempung, dan lempung
Stasiun I dengan nilai pH 6, dan paling berdebu. Secara keseluruhan kondisi
rendah terdapat pada Stasiun II dengan tekstur yang ditemukan pada tiap stasiun
nilai pH 5,3. Kandungan pH berkaitan pengamatan sudah sesuai dengan
erat dengan suhu udara, salinitas dan pertumbuhan dan perkembangan vegetasi
aktivitas biologi (Stumm, 1981). mangrove.
Nilai rata-rata pH 5,3-6 pada Bahan Organik
perairan ekosistem mangrove belum Bahan organik yang dijumpai di
sesuai dengan baku mutu lingkungan dan lokasi penelitian cukup bervariasi. Bahan
syarat hidup vegetasi mangrove. Nilai pH organik paling rendah terdapat di Stasiun
perairan yang cocok untuk biota laut I, petak ukur 1 yaitu 0,22%, dan paling
berada antara 7-8,5 dan nilai pH perairan tinggi terdapat pada petak ukur 3 yaitu
alami 6,5-9 (Kepmen LH No. 51 Tahun 1,83%. Rata-rata kandungan bahan
2004; Boyd, 1988 dalam Fajar, 2013). organik di lokasi penelitian berkisar
Rendahnya nilai pH mengindikasikan antara 0,53%-1,01%. Berdasarkan hasil
bahwa terdapat ketidakseimbangan reaksi analisis laboratorium tersebut dapat
kimia pada perairan hutan mangrove, disimpulkan bahwa kandungan bahan
yang secara tidak langsung akan organik di lokasi penelitian sudah sesuai
mempengaruhi pertumbuhan vegetasi dan mendukung untuk pertumbuhan dan
mangrove. perkembangan vegetasi mangrove.

154| Vol 10 No. 2 – 2018


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Namun, beberapa lokasi memiliki Buckman, H.O., dan Brady, N.C. (1982).
kandungan bahan organik di bawah Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Bhratara
standar. Karya Aksara.

KESIMPULAN Dale, P.E.R., Knight, J.M, Dwyer, P.G.


Spesies yang ditemukan di sekitar (2014). Mangrove Rehabilitation: A
muara Sungai Batang Manggung yaitu review Focusing On Ecological And
Acanthus ilicifolius, Nypa fruticans, Institusional Issues. Wetlands Ecol
Rhizophora mucronata, Sonneratia caseolaris, Manage. 22:587-604.
dan Xylocarpus rumphii. Nilai INP untuk Dinas Kelautan dan Perikanan. (2012).
tingkat pohon paling tinggi terdapat pada Profil Kelautan dan Perikanan Tahun
spesies Xylocarpus rumphii (133,8%) yang 2012.
ditemukan pada Stasiun I. Nilai INP
untuk tingkat pancang paling tinggi Fajar, A., Oetama, D., Afu, A. (2013). Studi
terdapat pada spesies Sonneratia caseolaris Kesesuaian Jenis Untuk
(46,19%), yang ditemukan pada stasiun III, Perencanaan Rehabilitasi Ekosistem
dan untuk tingkat semai dan tumbuhan Mangrove di Desa Wawatu
bawah nilai INP paling tinggi terdapat Kecamatan Moramo Utara
pada spesies Rhizophora mucronata Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal
(66,32%) pada Stasiun II. Mina Laut Indonesia, 03, 164-176.
Hutan mangrove untuk tingkat
pohon termasuk rusak, dengan Faturrohmah, S. Dan Marjuki, B. (2017).
penutupan < 50% dan kerapatan < 1000 Identifikasi Dinamika Spasial
pohon/ha. Sedangkan untuk tingkat Sumberdaya Mangrove di Wilayah
pancang, semai dan tumbuhan bawah Pesisir Kabupaten Demak Jawa
termasuk dalam kategori baik. Hal ini Tengah. Majalah Geografi Indonesia,
ditunjukkan dengan kerapatan individu > 31(1), 56-64.
1500 pohon/ha.
Feka, Z. N. (2015). Sustainable
Hasil analisis kondisi fisik-kimia
Management of Mangrove Forests in
ekosistem hutan mangrove secara umum
West Africa: A New Policy
sudah sesuai dengan syarat hidup untuk
Perspective. Ocean & Coastal
vegetasi mangrove. Namun, hasil
Management. 116. 341-352.
pengukuran pH perairan yang berada di
bawah 7 mengindikasikan adanya Hossain, M. F. dan Islam, M. A. (2015).
ketidakseimbangan reaksi kimia pada Utilization of Mangrove Forest
perairan ekosistem mangrove. Plant: Nipa Palm (Nypa fruticans
Pengukuran suhu udara yang berada di Wurmb.). American Journal of
atas syarat hidup spesies Xylocarpus Agriculture and Forestry, 3(4), 156-
rummphii menyebabkan rendahnya 160.
produksi vegetasi, terutama untuk tingkat
semai. Irawanto, R., Ariyanto, E.E., Hendrian, R.
(2015). Jeruju (Acanthus ilicifolius):
DAFTAR PUSTAKA Biji, Perkecambahan dan Potensinya.
Prosemnas Masy. Biodiv. Indonesia, I
Armono, H.D., Pratikto, W.A., dan
(5), 1011-1018.
Suntoyo. (1996). Perencanaan Fasilitas
Pantaidan Laut. Surabaya: BPFE- Kementrian Lingkungan Hidup. (2004).
Yogyakarta. Strategi Nasional dan Rencana Aksi
Pengelolaan Lahan Basah Indonesia.
Jakarta: Komite Nasional

Kajian Ekosistem …..|155


Available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/geo
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Pengelolaan Ekosistem Lahan Tanjung Pinang: Balai Pengelolaan


Basah. Hutan Mangrove Wilayah II dan
Japan International Cooperation
Kustanti, A., Nugroho, B., Nurrochmat, Agency (JICA).
D.R., dan Okimoto, Y. (2014).
Evolusi Hak Kepemilikan Dalam Ramdhan, M., dan Abdillah, Y. (2012).
Pengelolaan Ekosistem Hutan Pemetaan Tingkat Kerentanan Pesisir
Mangrove Di Lampung Mangrove Wilayah Kota Pariaman. Jakarta:
Center. Risalah Kebijakan Pertanian Balitbang KP.
dan Lingkungan, 1(3), 143-158.
Sari, T.M. (2012). Studi Etnobotani Pada
Onrizal. (2008). Teknik Survey Dan Hutan Mangrove Di Kenagarian
Analisis Data Sumberdaya Mangguang Kota Pariaman. Skripsi.
Mangrove. Pelatihan Pengelolaan Padang: STKIP PGRI Sumatera
Hutan Mangrove Berkelanjutan Untuk Barat.
Petugas/Penyuluh Kehutanan.

156| Vol 10 No. 2 – 2018

Anda mungkin juga menyukai