Anda di halaman 1dari 10

Protobiont (2018) Vol.

7 (1) : 51 – 60

Komposisi dan Tingkat Kerusakan Vegetasi Hutan Mangrove di


Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara
Provinsi Kalimantan Barat
Febrry Harnanda1, Rafdinal1, Riza Linda1
1
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura,
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak,
email: Febrryhbio11@gmail.com

Abstract
Mangrove forests grow on tropical coasts or embouchures with soft soils and are flooded by the tide. The
purpose of this study was to investigate composition and destruction level of Mangrove forests vegetation in
Sukadana Sub-District of Kayong Utara Regency. The sample was taken on June 2017 by employing single
plot method. The findings indicate that at the time of sampling and adult, 7 types of mangrove vegetation are
identified, specifically Acanthus ilicifolius, Acrostichum speciosum, Avicennia alba, Bruguiera gymnorrhiza,
Rhizophora apiculata, Ceriops decandra and Xylocarpus granatum are discovered at mangrove forests in
Sukadana Sub-District of Kayong Utara Regency. The highest density of 780 trees/ha. Is found at Sutera
Village at the stake phase and the lowest density of 128 trees/ha is located in the tree phase in Sejahtera
Village. Diversity index (H’) of mangrove forest vegetation in Sukadana Sub-district is categorized as low to
average (H’ = 0.57-1.28). Based on the total density of less than 1000 and the relative closure of less than
50% of the trees, therefore the extent of damage to mangrove forest vegetation in Kecamatan Sukadana
Kayong Utara District is categorized as initial damage.
Keywords: Mangrove Forests , Composition and Structure, Destruction level of Mangrove forests.

PENDAHULUAN yang ada di Kecamatan Sukadana, Kabupaten


Kayong Utara. Luasan Hutan Mangrove di
Indonesia memiliki beragam ekosistem, salah kecamatan Sukadana adalah 17.780 Ha yang
satunya adalah ekosistem hutan mangrove. Hutan merupakan salah satu lokasi berdekatan dengan
mangrove merupakan hutan yang tumbuh kawasan persawahan yang menjadi pencaharian
disepanjang pantai atau muara sungai dan penduduk setempat (Badan Pusat Statistik
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Kabupaten Kayong Utara, 2016).
Keberadaan Kawasan hutan mangrove sangat besar
manfaatnya. Keanekaragaman sumber daya pada Pertumbuhan penduduk dan pesatnya
ekosistem hutan mangrove dapat dimanfaatkan pembangunan di wilayah hutan mangrove
oleh masyarakat sekitar yang meliputi berbagai mengakibatkan tekanan ekologis terhadap
aspek seperti ekonomi ekologi, sosial maupun beragam ekosistem semakin meningkat yang akan
budaya. Namun demikian, kondisi mangrove mengancam keberadaan dan kelangsungan
Indonesia baik secara kualitatif dan kuantitatif ekosistem di sekitarnya. Umumnya luas hutan
terus menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun mangrove cendrung mengalami pengurangan
1982, hutan mangrove di Indonesia tercatat seluas karena banyak ditebang dan dialihfungsikan
5.209.543 ha sedangkan pada tahun 1993 menjadi lahan budidaya. Rusaknya hutan
menjadi 2.496.185 juta ha, terjadi penurunan mangrove juga telah menyebabkan abrasi pantai
luasan hutan mangrove sekitar 47,92 % (Dahuri et sehingga menimbulkan kerugian bagi
al., 2004). masyarakat sekitar (Sarmila, 2012). Salah satu
upaya untuk menjaga kelestarian hutan
Menurut Noor et al., (1999) mangrove di mangrove dari kerusakan adalah dengan
Indonesia tersebar luas diseluruh pulau-pulau mengkaji komposisi dan struktur vegetasi di
besar seperti Kalimantan. Area mangrove di Pulau kawasan hutan mangrove di Kecamatan
Kalimantan seluas 978.200 Ha. Kalimantan Barat Sukadana, Kabupaten Kayong Utara. Sampai saat
dengan hutan mangrove seluas 342.600 Ha. Salah ini informasi penelitian mengenai komposisi dan
satu kawasan yang memiliki peranan ekologis struktur vegetasi hutan mangrove di Kecamatan
sangat tinggi adalah kawasan hutan mangrove Sukadana belum pernah dilakukan. Oleh karena
51
Protobiont (2018) Vol. 7 (1) : 51 – 60

itu perlu dilakukan guna menjamin fungsi hutan kamera digital, pancang, peta lokasi penelitian,
mangrove berjalan dengan baik bagi lingkungan rol meter, tali rafia dan termometer sedangkan
secara keseluruhan di Kecamatan Sukadana. objek penelitian ini adalah vegetasi penyusun
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mangrove berupa pohon, tiang, dan pancang
komposisi komunitas vegetasi dan tingkat sebagai parameter untuk mengetahui
kerusakan hutan mangrove di Sukadana, keanekaragaman jenis hutan mangrove yang
Kabupaten Kayong Utara. berada di Kecamatan Sukadana, Kabupaten
Kayong Utara.
BAHAN DAN METODE
Cara Kerja
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu Metode Pengumpulan Data
bulan Juni – Agustus 2017. Pengambilan sampel Penelitian ini menggunakan metode survei. Data
dan pengumpulan data dilakukan di Kecamatan yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi
Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Provinsi data primer dan sekunder. Data Primer adalah
Kalimantan Barat dan laboratorium Biologi, data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, pengukuran dilapangan. Data primer yang
Universitas Tanjungpura, Pontianak. dikumpulkan di lapangan yaitu jenis-jenis
vegetasi, keliling tegakan, jumlah individu jenis,
Deskripsi Lokasi Penelitian serta kemunculan setiap jenis dalam petak
Lokasi penelitian adalah desa yang berada pengamatan yang dihitung pada semua kategori
sekitar kawasan hutan mangrove di Kecamatan yaitu pohon, pancang dan semai sedangkan data
Sukadana, Kabupaten Kayong Utara. Jarak lokasi Sekunder adalah data yang diperoleh dari
penelitian dari Kota Ketapang ± 86 km atau 90 instansi/lembaga terkait dan pihak lain yang
menit perjalanan dengan menggunakan kendaraan berhubungan dengan kegiatan dan tujuan
pribadi. Kawasan ini terletak antara 1 08’ 00” LS penelitian.
– 1 20’00” LS dan 109 52’ 24” BT – 110 09’
48” BT sebelah barat kawasan ini berbatasan Penentuan Lokasi Pengamatan
dengan Selat Karimata, sebelah utara berbatasan Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada
dengan Kabupaten Kubu Raya, sebelah selatan pendekatan konseptual dengan melihat rona
Kabupaten Ketapang dan sebelah timur lingkungan mangrove yaitu dengan
berbatasan dengan Kabupaten Ketapang. menggunakan metode Porposive Sampling (Tabel
1.). Berdasarkan kondisi tersebut ditetapkan lokasi
Alat dan Objek Penelitian penelitian yaitu Desa Simpang Tiga, Desa
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Sejahtera dan Desa Sutera Kecamatan Sukadana,
alat tulis, buku Identifikasi Panduan Pengenalan Kabupaten Kayong Utara.
Mangrove di Indonesia (Noor, et al., 1999),
Global Positioning System (GPS), gunting,

Tabel 1. Deskripsi Setiap Stasiun Penelitian Berdasarkan Rona Lingkungan


Stasiun Titik Koordinat Rona Lingkungan
Desa Sejahtera 1o 16’ 51.1” N Kondisi substrat tanah penyusun vegetasi hutan mangrove stasiun ini
110o 00’ 28.9” E dibagian depan berlumpur sedangkan dibagian tengah dan belakang
tanah liat berpasir. Serasah ditemukan tidak terlalu banyak
dikarenakan banyaknya jenis pohon mangrove. Kerapatan
didominan pepohonan dibagian belakang dan tengah sedangkan
dibagian depan pancang.
Desa Simpang Tiga 1o 19’ 55.3” N Stasiun Desa Simpang dengan kondisi substrat tanah berlumpur
110o 03’ 17.8” E dalam dibagian tepian air laut. Kondisi tanah keras berpasir dibagian
tengah dan belakang vegetasi stasiun. Vegetasi di bagian depan lebih
dominan dengan pancang Avicennia spp, sedangkan bagian tengah
baru terdapat Rhizophora spp dan Bruguiera spp. Serasah tidak
banyak ditemukan pada stasiun ini, kondisi vegetasi stasiun tidak
terlalu rapat.

52
Protobiont (2018) Vol. 7 (1) : 51 – 60

Desa Sutera 1o 14’ 59.0” N Stasiun ini memiliki kondisi substrat tanah liat berlumpur dari bagian
109o 56’ 47.8” E depan sampai belakang vegetasi. Ditemukan banyak serasah dari
setiap jenis mangrove, vegetasi tersusun sangat rapat oleh berbagai
jenis mangrove. Bagian depan vegetasi didominasi dari jenis
Rhizophora spp. sedangkan bagian tengah bercampur tegakan
Rhizophora spp., Ceriops spp., Xylocarpus spp. dan Brugueira spp.
Ditemukan banyak serasah disetiap zonasi mangrove.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Sukadana (Mapsource, 2016)

Identifikasi Sampel arah laut tegak lurus ke arah darat hingga batas
Sampel jenis mangrove dan substrat yang air pasang sepanjang 25 m agar perubahan
diperoleh selanjutnya diidentifikasi berdasarkan komposisi jenis dapat teramati. Petak contoh
Noor et al. (1999), di Laboratorium Biologi, berbentuk kuadrat dengan ukuran 50 m x 50 m
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu dengan sub plot berukuran 10 m x 10 m untuk
Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura, pengamatan pohon dan 5 m x 5 m untuk pancang,
Pontianak. Parameter data yang dikumpulkan 2 m x 2 m untuk semai. Jumlah seluruh petak
adalah jenis mangrove, jumlah individu tiap jenis pengamatan yang dibuat sebanyak 50 petak
(pohon, pancang, dan semai) dan diameter batang contoh. Kategori tingkat tegakan tersebut sebagai
(DBH). berikut :

Penentuan Komposisi dan Struktur Vegetasi a. Pohon : Vegetasi berkayu dengan


Penentuan komposisi dan struktur vegetasi diameter ≥ 10 cm
dalam penelitian ini adalah dengan b. Pancang : Permudaan pohon yang tinggi >
menggunakan metode petak tunggal dimana 1,5 m dan diameter < 10 cm
petak-petak contoh diletakkan pada areal yang c. Semai : Permudaan pohon mulai dari
merupakan habitat mangrove. Petak dibuat dari kecambah sampai setinggi < 1,5 m

53
Protobiont (2018) Vol. 7 (1) : 51 – 60

Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon –
Wiener
ni = Jumlah Individu Suatu Jenis
N = Jumlah Individu Seluruh Jenis

Nilai H’ berkisar antara 0 – tak hingga, dengan


kriteria sebagai berikut:
H’ < : Keanekaragaman Populasi rendah
1 < H’ < 3: Keanekaragaman Populasi sedang
H’ > : Keanekaragaman Populasi tinggi
Gambar 2. Desain petak tunggal dalam analisis vegetasi
9. Metode Analisa Kriteria Kerusakan
Analisis Data a. Penutupan : Perbandingan antara luas area
Data yang telah ditabulasi kemudian di analasis penutupan jenis I (Ci) dan luas total area
menggunakan metode analisis vegetasi sehingga penutupan untuk seluruh jenis (∑C) :
didapatkan komposisi dan struktur vegetasi RCi = (Ci/ΣC) X 100 % Ci = ΣBA/A
mangrove. perhitungan besarnya nilai kuantatif 2
Keterangan : BA =𝜋DBH2/4(dalam cm ) π
parameter vegetasi (Odum, 1993). kerusakan (3,14) adalah konstanta dan DBH adalah
mangrove di analisis berdasarkan Keputusan diameter batang pohon dari jenis I, A adalah
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun luas total area pengambilan contoh (luas
2004 (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004) dan plot). DBH=CBH/ π (dalam cm). CBH
uji Hutchinson untuk mengetahui apakah nilai adalah lingkaran pohon setinggi dada.
keragaman di ketiga desa berbeda nyata yang b. Kerapatan : Perbandingan antara jumlah
formula sebagai berikut : tegakan jenis I (ni) dan jumlah total
1. Kerapatan suatu jenis (K) tegakan seluruh jenis (∑n):
Σ Individu Suatu Jenis Di= (ni/A)
K=
Luas Petak Contoh
2. Kerapatan relatif suatu jenis (KR) Tabel 2. Kriteria Kerusakan Hutan Mangrove
Kriteria Penutupan Kerapatan
K Suatu Jenis (%) (pohon/ha)
KR = x 100%
K Seluruh Jenis Baik Sangat ≥ 75 ≥ 1500
3. Frekuensi suatu jenis (F) padat
Sedang ≥ 50 - ≤ 75 ≥ 1000 - ˂ 1500
Jumlah plot Suatu Jenis Rusak Jarang ˂ 50 ˂ 1000
F=
Jumlah Total Plot
4. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)
10. Uji Hutchinson
F Suatu Jenis 𝐻′1 −𝐻′2 (𝑉𝑎𝑟𝐻′1 +𝑉𝑎𝑟𝐻′2 )2
KR = x 100% t – hitung = db = (𝑉𝑎𝑟𝐻′1) 𝑉𝑎𝑟𝐻′2
F Seluruh Jenis √𝑉𝑎𝑟𝐻′1 +𝑉𝑎𝑟𝐻′2 + 𝑁
𝑁
5. Dominansi suatu jenis (D). hanya dihitung
untuk tingkat pohon. Σ pi (ln pi)2 − (Σ pi ln pi)2 𝑆−1
VarH’ = −
𝑁 2𝑁2
Luas Bidang Datar Suatu Jenis Keterangan :
D=
Luas Petak Contoh
Var : varians yaitu perbedaan keanekaragaman
6. Dominansi relatif suatu jenis (DR)
S : Jumlah jenis pada masing-masing lokasi
D Suatu Jenis
DR = x 100% pengamatan
D Seluruh Jenis
7. Indeks Nilai Penting (INP) H’1 : indeks keragaman ke- 1
a. Untuk tingkat pohon adalah H’2 : indeks keragaman ke- 2
INP = KR + FR + DR Var H’ : varian dari H
b. Untuk tingkat semai dan pancang N : Jumlah spesies keseluruhan
INP = KR + FR Pi : perbandingan antara jumlah individu
8. Indeks Keragaman (H’) mangrove spesies ke- i(ni) dengan
𝑛𝑖 𝑛𝑖
H’= -Σ ln Jumlah individu mangrove
𝑁 𝑁

54
Protobiont (2018) Vol. 7 (1) : 51 – 60

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 5. Jenis Vegetasi Hutan Mangrove di Desa


Simpang Tiga
Hasil Famili Jenis Fase pertumbuhan
Rhizophor- Bruguiera gymnorrhiza Semai
Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan
acecae Pohon
Mangrove di kecamatan Sukadana
Ceriops decandra Semai
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
pancang
ditemukan 7 jenis vegetasi penyusun vegetasi hutan Pohon
mangrove di Kecamatan Sukadana dalam beberapa Rhizophora apiculata Semai
fase pertumbuhan. Desa Sejahtera ditemukan 3 pancang
jenis yaitu Acanthus ilicifolius, Avicennia alba dan Pohon
Rhizophora apiculata (Tabel 3). Meliaceae Xylocarpus granatum pancang
Pohon
Tabel 3. Jenis Vegetasi Hutan Mangrove di Desa
Sejahtera
Fase
Dilihat dari perhitungan kerapatan tertinggi
Famili Jenis terdapat di Desa Sutera pada fase pancang
pertumbuhan
Acanthus berjumlah 780 ind/ha dan terendah pada fase pohon
Acanthaceae Semai
ilicifolius di Desa Sejahtera berjumlah 128 ind/ha dan
Avicenniaceae Avicennia alba Semai Frekuensi kehadiran jenis terbanyak terdapat pada
pancang fase pohon di Desa Sutera berjumlah 1,72 dan
Pohon terendah pada fase pancang di Desa Simpang Tiga
Rhizophora
Rhizophoracecae
apiculata
Semai berjumlah 0,64. Dominansi hanya di hitung pada
Pancang fase pohon, dominansi tertinggi dengan nilai 15,53
Pohon m2/ha terdapat pada fase pohon di Desa Sutera dan
terendah pada Desa Sejahtera dengan nilai 2,45
Desa Simpang Tiga ditemukan 5 jenis vegetasi m2/ha. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi sebesar
diantaranya ada 2 jenis yang berbeda dengan Desa 161,03 % di Desa Sejahtera pada fase pohon dan
Sejahtera yaitu Acrostichum speciosum dan terendah terdapat pada Desa Sutera yaitu jenis B.
Bruguiera gymnorrhiza serta 3 jenis yang sama gymnorrhiza sebesar 25.8 % di fase pohon.
yaitu Acanthus ilicifolius pada fase semai, A. alba Keanekaragaman jenis (H’) Keanekaragaman
dan R. apiculata pada fase semai, pancang dan populasi terendah ditemukan di Desa Simpang Tiga
pohon (Tabel 4) pada fase pancang sebesar 0.57, sedangkan
keanekaragaman populasi sedang ditemukan pada
Tabel 4. Jenis Vegetasi Hutan Mangrove di Desa fase semai di Desa Simpang Tiga sebesar 1.28
Simpang Tiga (Tabel 6).
Fase
Famili Jenis
pertumbuhan Indeks Nilai Penting Vegetasi Hutan Mangrove
Acanthus
Acanthaceae Semai di Kecamatan Sukadana
ilicifolius
Acrostichum Indeks nilai penting (INP) adalah penjumlahan
Pteridaceae Semai nilai kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif
speciosum
Avicenniaceae Avicennia alba Semai (FR) pada fase semai dan pancang sedangkan pada
pancang fase pohon juga menambahkan nilai dominansi
Pohon relatif (DR) dari mangrove yang merefleksikan
Rhizophora keberadaan peran dan struktur vegetasi mangrove
Rhizophoracecae Semai
apiculata
di suatu lokasi. Berdasarkan perhitungan, jenis
Pancang
Pohon
Rhizophora apiculata mendominasi vegetasi hutan
Bruguiera mangrove di Kecamatan Sukadana dilihat pada fase
Pohon
gymnorrhiza semai ditemukan pada tiga desa dengan nilai INP
61,3 - 102,96% (Gambar 3), fase pancang dengan
Desa Sutera ditemukan 4 jenis vegetasi yaitu R. nilai INP 82,11 – 106,4% (Gambar 4) dan fase
apiculata dan B. gymnorrhiza yang sama pohon dengan nilai INP 85,3 – 138,97% (Gambar
ditemukan pada kedua desa sebelumya sedangkan 5). Berikut grafik indeks nilai penting (INP)
jenis lainya berbeda dengan dua desa lainya yaitu masing-masing jenis mangrove.
Ceriops decandra dan Xylocarpus granatum
(Tabel 5).

55
Protobiont (2018) Vol. 7 (1) : 51 – 60

Tabel 6. Struktur Vegetasi Hutan Mangrove di Kecamatan Sukadana

150
93,56 102,96
100 63,92
61,3 52,87 58,52
42,52 48,89 48,15
50 27,31

0
R. apiculata A. ilicifolius A. speciosum A. alba C. decandra B. gymnorrhiza
Sejahtera Simpang Tiga Sutera

Gambar 3. indeks nilai penting ( INP ) fase semai di Kecamatan Sukadana


200
106,4 102,1 117,89
82,11 93,61
100 54,2

0
R. apiculata A. alba C. decandra
Sejahtera Simpang Tiga Sutera
Gambar 4. indeks nilai penting ( INP ) fase pancang di Kecamatan Sukadana

200 138,97
161,03
120,4
97,19 85,3 82,86
100 68,8
25,8
0
R. apiculata A. alba C. decandra X. granatum B. gymnorrhiza
Sejahtera Simpang Tiga Sutera

Gambar 5. indeks nilai penting ( INP ) fase pohon di Kecamatan Sukadana

56
Protobiont (2018) Vol. 7 (1) : 51 – 60

Indeks Keanekaragaman Vegetasi Hutan Tabel 7. Perbandingan Keanekaragaman Vegetasi


Mangrove di Kecamatan Sukadana Mangrove Sukadana berdasarkan Uji
Hutchinson
Indeks keanekaragaman Shannon–Wiener (H’)
Stasiun t- hitung t-tabel
menggambarkan keanekaragaman spesies, 3 dan 2 10,96s 3.310
produktivitas ekosistem, tekanan pada 3 dan 1 2,79ns 3.291
ekosistem dan kestabilan ekosistem. Semakin 2 dan 1 6,81S 3.307
tinggi nilai H’ maka semakin tinggi pula Keterangan :
keanekaragaman spesies, produktivitas S = Berbeda nyata.
ekosistem, tekanan pada ekosistem dan ns = Tidak berbeda nyata

kestabilan ekosistem. Keanekaragaman Kriteria Kerusakan Vegtasi Hutan Mangrove di


vegetasi hutan mangrove di Kecamatan
Kecamatan Sukadana
Sukadana termasuk dalam dua kategori yaitu
Berdasarkan hasil analisis kriteria baku dan
kategori keanekaragaman rendah dan sedang.
pedoman kerusakan mangrove KEPMENLAH 201
Fase pancang hanya termasuk dalam kategori
keanekaragaman rendah (Gambar 6) tahun 2004 yaitu dari jumlah kerapatan
sedangkan fase semai dan pohon termasuk pohon/hektar dan penutupan relatif hutan
dalam kategori keanekaragaman rendah dan mangrove yang ada di Kecamatan Sukadana
sedang (Gambar 7) dan (Gambar 8). Kabupaten Kayong Utara Kalimantan Barat yang
termasuk dalam kriteria rusak jarang (Tabel 8).
2
1,28 Tabel 8. Kriteria Kerusakan Vegetasi Hutan Mangrove
1,085
0,927 di Kecamatan Sukadana
1 Sejahtera
Simpang Tiga
Sutera
0
Gambar 6. Indeks keanekaragaman ( H’ ) fase semai di
Kecamatan Sukadana

0,947
1
0,664 0,57 Sejahtera
0,5 Simpang Tiga
Sutera
0
Gambar 7. Indeks keanekaragaman ( H’ ) fase pancang
di Kecamatan Sukadana

2
1,276 Sejahtera
1,09 Pembahasan
1 0,601 Simpang Tiga
Komposisi dan Struktur Vegetasi Tumbuhan di
Sutera
Hutan Mangrove kecamatan Sukadana
0 Komunitas jenis tumbuhan di Hutan Mangrove
Gambar 8. Indeks keanekaragaman ( H’ ) fase pohon di Kecamatan Sukadana ditemukan sebanyak 7 jenis
Kecamatan Sukadana yang terdiri dari 5 famili. Vegetasi tumbuhan yang
dominan ditemukan yaitu jenis semai, pancang dan
Keragaman Vegetasi Hutan Mangrove di
pohon yaitu Avicennia alba, Bruguiera
Kecamatan Sukadana
gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, Ceriops
Hasil uji t Hutchinson pada selang kepercayaan 5%
decandra dan Xylocarpus granatum namun
menunjukkan bahwa keanekaragaman untuk
ditemukan dua jenis hanya pada fase semai yaitu
masing-masing stasiun penelitian mangrove yang
Acrostichum speciosum dan Acanthus ilicifolius
ada di Kecamatan Sukadana berbeda nyata kecuali
(Tabel 3, 4 dan 5). Setywan et al. (2004) dan Aditya
antara stasiun 3 dan 1 kedua populasi tidak
et al. (2010), menjelaskan bahwa dominannya jenis
memiliki perbedaan yang nyata (Tabel 7).
57
Protobiont (2018) Vol. 7 (1) : 51 – 60

tumbuhan yang dijumpai pada pesisir mangrove Desa Sutera sedikit berbeda dari Desa Simpang
pada kawasan Rhizophora yaitu dari jenis Tiga dan Desa Simpang Tiga dikarenakan
tumbuhan Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, ditemukan spesies yang lebih beragam. Kondisi
Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, tanah liat berlumpur dari bagian depan sampai
Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa belakang plot, banyak serasah dari setiap jenis,
dikarenakan toleran terhadap air asin di sepanjang kerapatan setiap jenis sangat rapat yang mana
pantai, muara sungai, teluk dangkal, delta, tanjung dibagian depan vegetasi jenis pohon Rhizophora
dan selat yang berada dalam jangkauan pasang sp. dan Xylocarpus sp. mendominasi, sedangkan
surut. bagian tengah dan saling bercampur vegetai
pancang atau tegakan Rhizophora sp., Ceriops
Kerapatan pohon secara keseluruhan di Kecamatan decandra dan Brugueira sp. (Tabel 6). Kondisi
Sukadana Desa Sutera memiliki kerapatan tertinggi tutupan serasah yang melimpah di substrat
sebesar 520 ind/ha dibandingkan Desa Sejahtera menjadikan daerah tersebut memiliki kandungan
dan Desa Simpang Tiga bahkan dibandingkan hasil hara yang melimpah. Menurut Yuliadi et al. (2008),
penelitian Aditya et al. (2010), ditemukan dua produksi serasah yang tinggi akan memberikan
stasiun dengan kerapatan tertinggi didominasi oleh keuntungan bagi vegetasi untuk meningkatkan
jenis pohon mangrove dari famili Rhizophoraecae pertumbuhan karena tersedianya sumber hara yang
yaitu jenis Rhizophora sp. berkisar antara 400 cukup.
ind/ha yang berperan sebagai pencegah abrasi
Rhizophora apiculata merupakan jenis mangrove
pantai dan penyedia nutrisi untuk makhluk hidup
yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP)
didalamnya. Desa Sejahtera dan Desa Simpang
mendominasi di kecamatan sukadana di lihat dari
Tiga kerapatan pohonnya kurang dikarenakan
fase pertumbuhan dikarenakan subtrat lumpur
penebangan untuk kayu bakar bagi masyarakat
berpasir di setiap desa menjadi faktor dominansi
setempat. Menurut Jamili et al., (2009),
jenis ini. Menurut Parmadi et al. (2016), kualitas
penebangan jenis vegetasi kayu memiliki dampak
jenis tanah seperti ini merupakan jenis tanah yang
yang sangat besar terhadap kerusakan suatu
sesuai untuk mangrove jenis R. apiculata karena
komunitas tumbuhan. Kerusakan tersebut dapat
memiliki tingkat kesuburan tinggi, sehingga
berupa berkurangnya jenis dan kerapatan
anakan mangrove jenis R. apiculata mendominasi
komunitas tumbuhan.
di kawasan Kuala Idi dan memiliki nilai indeks
nilai penting yang tinggi.
Kondisi lingkungan Desa Simpang Tiga tanah
berlumpur dalam bagian plot di dekat tepian, Keanekaragaman populasi rendah ditemukan di
kondisi tanah keras berpasir dibagian tengah dan Desa Simpang Tiga pada fase pancang sebesar
belakang, di bagian depan lebih dominan dengan 0.57, sedangkan keanekaragaman populasi sedang
pancang jenis A. alba sedangkan bagian tengah ditemukan pada fase semai di Desa Simpang Tiga
baru terdapat R. apiculata. Kondisi substrat tanah sebesar 1.28. Rendahnya nilai keanekaragaman
di Desa Simpang Tiga yang berpasir dan berlumpur populasi vegetasi semai dikarenakan pada Desa
tersebut termasuk kedalam zonasi mangrove Simpang Tiga lebih di domiasi oleh vegetasi
terbuka, hal ini sesuai dengan pendapatnya Noor et pohon, sehingga berpengaruh pada tingginya
al. (1999) yang menjelaskan bahwa zonasi kerapatan jenis dari mangrove tersebut (Gambar
mangrove terbuka sangat bergantung pada 6,7,8). Warpur (2015), menjelaskan bahwa hanya
substratnya. Kondisi substrat tanah berpasir vegetasi jenis pohon mangrove yang dapat
memberikan ciri khas suatu zonasi vegetasi yaitu memberikan jarak dominansi yang terlihat jelas.
jenis Avicennia hidup lebih baik dibandingkan jenis Hasil penelitian ini hanya menampilkan dominansi
lain hal ini terlihat dari kerapatan jenis vegetasi yang terjadi pada vegetasi jenis vegetasi pohon.
yang dijumpai di Desa Simpang Tiga jenis
Avicennia alba memiliki kerapatan yang tinggi Berdasarkan Uji Hutchinson keanekaragaman
baik itu semai maupun pancang. Menurut vegetasi hutan mangrove di Kecamatan Sukadana
Susilowati et al. (2002) kondisi tanah merupakan terdapat perbedaan nyata dilihat perbandingan t-
salah satu penyebab terbentuknya zonasi di hitung terhadap t-tabel yaitu antara stasiun 3 dan 2
kawasan mangrove. Avicennia sp. dan Sonneratia serta 2 dan 1 yang mengindikasikan bahwa stasiun
sp. hidup dengan baik pada tanah berpasir, tersebut memiliki perbedaan struktur vegetasi
sedangkan Rhizophora sp. lebih menyukai lumpur penyusun hutan mangrove di Kecamatan
lembut yang kaya humus. Sukadana. Perbedaan nyata nilai Uji Hutchinson
menjelaskan bahwa zonasi atau kawasan mangrove

58
Protobiont (2018) Vol. 7 (1) : 51 – 60

yang mendominasi pada setiap stasiun uji, kecuali umum berdasarkan penelitian bahwa berkurangnya
pada stasiun 3 dan 1 yang tidak memiliki nilai jumlah kawasan ekosistem mangrove di Indonesia
perbedaan nyata keragaman mangrove dari hasil uji karena adanya abrasi maupun alihfungsi lahan
t-hitung terhadap t-tabel (Tabel 7). Perbedaan sehingga menyebabkan sebagian besar wilayah
zonasi atau kawasan penyusun mangrove Indonesia mengalami kerusakan atau deforestasi
umumnya dipengaruhi oleh struktur morfologi mangrove. Noor et al.(1999), menjelaskan bahwa
substrat mangrove, dikarenakan setiap mangrove kegiatan tertentu yang dilakukan oleh masyarakat
memiliki sebaran masing-masing disetiap kawasan disekitarnya seperti tambak dan penebangan
berdasarkan pola habitatnya (Noor et.al, 1999). menyebabkan deforestasi.
Stasiun 3 dan 2 memiliki zonasi yang tersusun atas
jenis X. granatum dan B. gymnorrhiza, sedangkan Nilai penutupan relatif yang didapatkan pada
stasiun 2 dan 1 tersusun atas zonasi B. gymnorrhiza lokasi penelitian berkisar antara 10 – 65 % .
dan R. Apiculata (Tabel 7). Avicennia alba dengan nilai penutupan relatif 65 %
yang tertinggi bila dibandingkan dengan jenis yang
Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove di lainnya. Hal serupa terjadi pada penelitian yang
kecamatan Sukadana dilakukan oleh Wiyanto & Faiqoh (2014), dengan
Berdasarkan hasil analisis kerapatan mangrove nilai penutupan relatif pada jenis Avicennia marina
pada fase pohon (Tabel 8) nilai kerapatan tertinggi sebesar 33.77% yang menjadi kerapatan tertinggi
terdapat pada Xylocarpus granatum di Desa Sutera kedua setelah Sonneratia alba 46.15%. Umayah et
dengan nilai kerapatan 192 pohon/ha kemudian al. (2015), mengungkapkan bahwa kerapatan
diikuti oleh jenis Avicennia alba di Desa Sejahtera tertinggi ditemukan pada jenis S. alba dengan nilai
dengan nilai kerapatan 148 pohon/ha sedangkan penutupan relatif 44,40% dan A. alba 24,87%. Hal
untuk kerapatan mangrove terendah terdapat pada ini berarti bahwa jenis A. alba dan S. alba
Brugueira gymnorrhiza dengan nilai kerapatan 48 menyukai kawasan terdepan dari ekosistem
pohon/ha. Kerapatan keseluruhan mangrove tiap mangrove sehingga toleran terhadap kadar salinitas
desa yang memiliki kerapatan tertinggi ditemukan air yang tinggi dengan adaptasi yang baik pada
pada Desa Sutera yaitu dengan total kerapatan 520 lingkungan berupa akar pensil. Sedangkan untuk
pohon/ha, diikuti oleh Desa Simpang Tiga sebesar penutupan terendah terdapat pada jenis B.
244 pohon/ha dan dengan kerapatan terendah di gymnorrhiza dengan penutupan 10%. Penutupan
temukan di Desa Sejahtera sebesar 208 pohon/ha. relatif yang didapatkan di lokasi penelitian jika
Desa Sutera mempunyai kerapatan mangrove dihubungkan dengan kriteria baku mutu tingkat
tertinggi karena keberadan serasahnya banyak dan kerusakan ekosistem mangrove berdasarkan
akar yang padat. Menurut Siregar et al. (2016), keputusan menteri tahun 2004 maka kawasan hutan
bahwa akar yang padat, rapat dan banyak sangat mangrove di Kecamatan Sukadana memiliki nilai
efektif untuk menangkap dan menahan lumpur, penutupan relatif pada tiap spesiesnya <50 %
sehingga terjadi proses sedimentasi dengan sehingga mangrove tersebut mengalami kerusakan
bercampurnya sedimen yang berasal dari laut yang dengan kondisi penutupan relatif mangrove rusak.
mengandung banyak mineral dengan serasah yang
berguguran. Faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove
pada kawasan mangrove di Simpang tiga dan Desa
Kerapatan total mangrove tiap desa pada tingkat Sutera disebabkan oleh faktor manusia dan alami.
pohon di area penelitian < 1000 pohon/ha maka Faktor alami seperti abrasi, gelombang besar yang
pada kawasan penelitian termasuk ke dalam mengakibatkan mangrove menjadi tumbang dan
kondisi yang jarang. Fajar et al. (2013) juga anakan mangrove yang berukuran kecil akan
mengungkapkan kerusakan hutan di Desa Wawatu, tercabut. Kerusakan yang disebabkan oleh manusia
Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe yaitu adanya kegiatan penebangan liar yang
Selatan, dengan hasil sampling yaitu ditemukan 6 digunakan sebagai kayu bangunan, dayung, kayu
jenis mangrove pada lokasi penelitian dengan areal bakar, pembuatan tambak dan aktivitas pelabuhan.
pengukuran seluas 0,24 ha dan didapatkan hasil Dewi (2012), menjelaskan bahwa prilaku
jumlah tingkat kerapatan mencapai 650 pohon/ha. penebangan masyarakat umumnya ditemukan pada
Sedangkan Umayah et al. (2015) menampilkan hutan mangrove yang berada dekat dengan
hasil penelitian di Ekosistem Mangrove di Desa pemukiman masyarakat. Menurut Saenger et al.
Teluk Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten (2006), menyatakan bahwa mangrove yang berada
Kepulauan Meranti menemukan sebanyak 6 jenis jauh dari akses masyarakat memungkinkan sangat
mangrove dengan total nilai kerapatan 626,67 sedikit faktor yang dapat menyebabkan vegetasi
pohon/ha. Sehingga dapat disimpulkan secara
59
Protobiont (2018) Vol. 7 (1) : 51 – 60

mangrove mengalami kerusakan selain disebabkan Parmadi, EH, Dewiyanti I, Karina, S, 2016, ‘Indeks
oleh faktor alam. Nilai Penting Vegetasi Mangrove Di Kawasan
Kuala Idi, Kabupaten Aceh Timur’, Jurnal
Kesimpulan dari penelitian adalah komposisi Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan
Unsyiah, vol. 1, no. 1, hal 82-95
vegetasi hutan mangrove di Kecamatan Sukadana
ditemukan sebanyak 7 jenis yaitu Acrostichum Saenger, P, Hegerl, EJ & Davie, JDS, 2006, Global
speciosum, Acanthus ilicifolius, Avicennia alba, status of mangrove ecosystems, IUCN,
Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, Commision on Ecology
Ceriops decandra dan Xylocarpus granatum Sarmila, 2012, Persepsi Dan Partisipasi Masyarakat
sedangkan tingkat kerusakan vegetasi hutan hutan dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi
mangrove di Kecamatan Sukadana dalam tingkat Hutan Mangrove Di Kelurahan Terusan,
rusak jarang. Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten
Pontianak, Thesis, Universitas Terbuka, Jakart
DAFTAR PUSTAKA Siregar, RH, Yunasfi, Muhtadi, A, 2016, ‘Hubungan
Kerapatan Mangrove Terhadap Laju Sedimen
Aditya, AB, Gimin, R, Ndobe, SL & Madaso, V, 2010, Transpor Di Wilayah Pesisir Desa Pulau
Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove di Sembilan Kabupaten Langkat Sumatera Utara,’
Toli-Toli Sulawesi Tengah, Journal Aquarine Jurnal Aquacoastmarine, vol. 14, no. 4, hal 1-
ISSN: 2085-9449, Fakultas Perikanan dan Ilmu 10
Kelautan Universitas Mulawarman, vol. 1, no.1
Susilowati, A, Setyawan, AD & Sutarno, 2002,
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kayong Utara, 2016, Biodiversitas Genetik, Spesies, dan Ekosistem
Sukadana dalam Angka, Kayong Utara, Mangrove Di Jawa, Kelompok Kerja
Kalimantan Barat Biodiversitas Jurusan Biologi Fakultas
Dahuri, HR, Rais J, Ginting, SP & Sitepu, MJ, 2004, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta Umayah, S, Gunawan, G, Isda, MN, 2015, Tingkat
Dewi, B, 2012, Model Valuasi Ekonomi Sebagai Dasar Kerusakan Ekosistem Mangrove di Desa Teluk
untuk Rehabilitasi Kerusakan Hutan Mangrove Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten
di Wilayah Pesisir Kecamatan Kwandang Kepulauan Meranti, Jurnal Riau Biologia,
Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Gorontalo, Disertasi, Universitas Gadjah Pengetahuan Alam, Universitas Riau,
Mada, Yogyakarta Pekanbaru, vol. 1, no.4, hal: 24-30

Fajar, A, Oetama, D, Afu, A, 2013, Studi Kesesuaian Warpur, M, 2015, Struktur Vegetasi Hutan Mangrove
Jenis untuk Perencanaan Rehabilitasi dan Pemanfaatannya di Kampung Ababiaidi
Ekosistem Mangrove di Desa Wawatu Distrik Supiori Selatan Kabupaten Supiori,
Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Jurnal Biodjati, Jurusan Biologi Fmipa,
Selatan, Jurnal Mina Laut Indonesia vol.3 hal, Universitas Cenderawasih, Papua Vol. 1, No. 1
164– 176 Hal. 19-26

Jamili, Setiadi, D, Qayim, I & Guhardja, E, 2009, Wiyanto, DB & Faiqoh, E, 2010, Analisis Vegetasi dan
‘Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Struktur Komunitas Mangrove Di Teluk Benoa
Kaledupa Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Bali
Tenggara’, Ilmu Kelautan Vol. 14, no.4, hal. Yuliadi, Z & Immy, S, 2008, Produksi Serasah Hutan
36-45 Mangrove di Perairan Pantai Teluk Sepi,
Kementrian Lingkungan Hidup, 2004, Keputusan Lombok Barat, Jurnal Biodiversitas, Jurusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun Biologi FMIPA Universitas Mataram, Vol. 9,
2004 Tentang Kriteria Baku dan Pedoman No. 4 Hal : 254-257
Penentuan Kerusakan Mangrove, Jakarta
Noor, YR, Khazali, M & Suryadiputra, INN, 1999,
Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia,
Wetlands International-Indonesia Programme,
bogor
Odum, EP, 1993, Dasar-dasar Ekologi, Edisi
ketiga, Gadjah Mada University press,
Yogyakarta

60

Anda mungkin juga menyukai