Anda di halaman 1dari 8

NAMA : MOHAMAD WAWAT

NIM : L131 20 198


MK : PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

TUGAS REVIEW JURNAL

1. JURNAL : ARAHAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE


KASUS PESISIR KECAMATAN TELUK PAKEDAI, KABUPATEN
KUBURAYA, PROVINSI KALIMANTAN BARAT.

 Latar Belakang
Hutan mangrove secara umum merupakan komunitas vegetasi pantai tropis,
yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh
danberkembang di daerah pasang surut pantai berlumpur. Perbedaannya
dengan hutan lain, adalah keberadaan flora dan fauna yang spesifik, dengan
keanekaragaman jenis yang tinggi (Bengen, 1999; Giesen, et al., 2006).
Namun demikian hutan mangrove rentan terhadap kerusakan jika lingkungan
tidak seimbang. Bahkan rusaknya mangrove bukan saja diakibatkan oleh
proses alami, tetapi juga akibat aktivitas manusia (Pramudji, 2000).
Keberadaan eksploitasi hutan mangrove untuk pemenuhan kebutuhan
manusia, cenderung berlebihan dan tidak mengindahkan kaidah-kaidah
konservasi. Hal ini menyebabkan ekosistem hutan mangrove mengalami
degradasi, dan secara langsung kehilangan fungsinya, sebagai tempat mencari
pakan bagi bermacam ikan dan udang yang bernilai komersial tinggi, dan
tempat perlindungan bagi makhluk hidup lain di perairan pantai sekitarnya.

 Rumusan Masalah
(1) sebagai pelindung kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
(2) mengurangi terjadinya abrasi pantai dan intrusi air laut
(3) mempertahankan keberadaan spesies hewan laut dan vegetasi
(4) dapat berfungsi sebagai penyangga sedimentasi

 Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di daerah Desa Kuala Karang, Kecamatan Teluk
Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, menggunakan
metode survei. Data primer yang digunakan terdiri dari identitas sosial
ekonomi rumah tangga, pengetahuan masyarakat tentang hutan mangrove,
persepsi masyarakat terhadap hutan mangrove, dan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan hutan mangrove. Selain itu digunakan data sekunder terdiri
atas data kerusakan lahan hutan mangrove, kerusakan vegetasi mangrove,
serta kondisi fisik, biotik hutan mangrove diambil dari beberapa instansi
terkait. Jumlah populasi responden Desa Kuala Karang. 358 kepala keluarga
atau KK (BPS. Kab. Kubu Raya. 2010). Jumlah sampel ditentukan secara acak
sederhana, sebanyak 25 persen dari jumlah populasi, yakni sebanyak 90 KK.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara kepada responden.
Namun karena data 6 responden tidak valid, maka analisis data primer hanya
dilaksanakan dari 84 KK sampel responden. Pengumpulan data sekunder
bersumber dari kantor Bapedalda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas
Kehutanan, dan Kantor BPS Kabupaten Kubu Raya. Pengolahan data hasil
pengukuran pada tingkat rumahtangga menggunakan cara kuantifikasi data
kualitatif ke data kuantitatif menjadi indeks komposit. Cara ini diutamakan
untuk pengukuran status sosial ekonomi, pengetahuan, persepsi, dan
peranserta dalam pengelolaan hutan mangrove. Untuk mengetahui peranserta
responden dalam pengelolaan hutan mangrove dan variabel yang berpengaruh,
dianalisis dari hubungan variabel status sosial ekonomi, pengetahuan,
persepsi, dan partisipasi. Hubungan ini diuji memenggunakan analisis tabulasi
silang dan uji statistik kai kuadrat dan koefisien kontingensi.

 Hasil Penelitian
Kerusakan Hutan Mangrove Daerah Kecamatan Teluk Pakedai Kabupaten
Kubu Raya, merupakan daerah yang mengalami perubahan penggunaan lahan
cukup tinggi. Di satu sisi perubahan luas penggunaan lahan selama 5 tahun
terakhir (tahun 2005-2010) semakin meningkat, baik luas lahan permukiman
(100 ha), maupun luas lahan prasarana kehidupan permukiman (perkebunan
1.450 ha, sawah 150 ha, dan tambak seluas 372,38 ha). Di sisi lain luas lahan
mengalami penyusutan, terutama lahan hutan rakyat (-1.482 ha), hutan
mangrove (-511,88 ha), dan lahan rawa (-160,5 ha) yang kesemuanya beralih
fungsi baik untuk permukiman, perkebunan, sawah, ataupun untuk tambak
(Tabel 1). Perubahan pemanfaatan lahan hutan rakyat sebagian besar untuk
perkebunan, dan sebagian lahan hutan mangrove dimanfaatkan untuk lahan
tambak, memiliki makna, bahwa Daerah Kecamatan Teluk Pakedai sebagai
daerah perdesaan pesisir, sedang dalam proses perkembangan kehidupan
ekonomi wilayah dari kehidupan maritim ke ekonomi wilayah daratan.
Ditinjau dari perkembangan ekonomi wilayah fakta tersebut menunjukkan
gejala perkembangan perdesaan yang positip, namun dari aspek lingkungan
justru menujukkan gejala degradasi, apabila eksploitasi sumber-daya
lingkungan ini tidak mempertimbangkan kaidah-kaidah konservasi. Berkaitan
dengan masalah hutan mangrove di Kecamatan Teluk Pakedai, lima tahun
yang lalu (2005) masih seluas 2.838,98 ha. Namun demikian akibat adanya
konversi lahan hutan mangrove, hingga tahun 2010 tinggal seluas 2.327,1 ha
atau 7,97 persen dari seluruh luas daerah kecamatan. Penyusutan luas hutan
mangrove selama lima tahun terakhir sebesar 511,89 ha, dialihfungsikan untuk
lahan tambak seluas 372,38 ha, dan akibat penebangan liar seluas 139,50 ha
menjadi lahan semak-belukar, yang kesemuanya terjadi di Desa Kuala Karang.

Rata-rata pendapatan rumahtangga cukup tinggi, yakni Rp 1.168.755,- per


bulan, dengan jumlah rata- rata anggota keluarga per rumahtangga 4 jiwa,
maka besarnya pendapatan per kapita Rp 292.189,- per bulan. Rata-rata
pendapatan rumahtangga tersebut sedikit lebih tinggi dari pada UMR di
Kabupaten Kubu Raya besarnya Rp 1.024.500,- tahun 2010 (Mahendra, 2010).
2. JURNAL : KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI MANGROVE DI DESA
DUSUN BESAR KECAMATAN PULAU MAYA KABUPATEN KAYONG
UTARA

 Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut
(terutama di pantai yang terlindung, laguna, dan muara sungai) yang
komunitas vegetasinya bertoleransi terhadap kadar garam yang tinggi.
Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas organisme
(vegetasi, satwa, dan mikroorganisme) yang berinteraksi dengan sistem
lingkungannya pada suatu habitat hutan mangrove. Ekosistem mangrove dapat
dipandang sebagai habitat bagi vegetasi mangrove dan satwa yang ada di
dalamnya. Ekosistem mangrove sangat kompleks, karena terdapat banyak
faktor yang saling mempengaruhi, baik di dalam maupun di luar pertumbuhan
dan perkembangannya (Lose et al., 2015). Hutan mangrove di dunia mencapai
luas sekitar 16.530.000 ha yang tersebar di Asia 7.441.000 ha, Afrika
3.258.000 ha dan Amerika 5.831.000 ha, sedangkan di Indonesia dilaporkan
seluas 3.735.250 ha dan merupakan salah satu negara yang memiliki hutan
mangrove terluas di dunia. Luas hutan mangrove Indonesia hampir 50% dari
luas mangrove Asia dan hampir 25% dari luas hutan mangrove. Desa Dusun
Besar merupakan salah satu desa di Kecamatan Pulau MayaKabupaten
Kayong Utara yang masih memiliki kawasan hutan mangrove dengan luas
210,08 ha. Masyarakat Desa Dusun Besar memanfaatkan hutan mangrove
untuk kehidupan sehari-hariuntuk kayu cerocok, tenda pernikahan, tiang
pondok sawah atau ladang, sesekali memanfaatkan vegetasi mangrove sebagai
kayu bakar dalam waktu tertentu, dan masyarakat juga lebih banyak
memanfaatkan daun nipah sebagai atap rumah, atap pondok di sawah atau
ladang, dan atap sampan atau katoi. Ketersediaan data yang terkait dengan
mangrove belum ada, meskipun memiliki hutan mangrove yang cukup luas
termasuk yang terkait dengan keanekaragaman jenis vegetasi hutan mangrove
di wilayah tersebut. Data tersebut sangat diperlukan dalam rangka penyusunan
rencana pengelolaan maupun pemanfaatan hutan mangrove, sehingga fungsi
dan manfaatnya dapat dinikmati secara berkelanjutan. Hal inilah yang
mendorong dilakukannya penelitian tentang keanekaragaman jenis vegetasi
mangrove di Desa Dusun Besar Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong
Utara.

 Rumusan Masalah
- mendapatkan data keanekaragaman jenis vegetasi yang terdapat pada
kawasan hutan mangrove Desa Dusun Besar Kecamatan Pulau Maya
Kabupaten Kayong Utara.
- memberikan informasi tentang keanekaragaman jenis vegetasi yang
terdapat pada kawasan tersebut,
- melakukan suatu kegiatan rehabilitasi dan menentukan strategi
konservasi untuk kawasan tersebut kedepannya, serta sebagai acuan
lebih lanjut mengenai vegetasi mangrove

 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Dusun Besar Kecamatan Pulau Maya Kabupaten
Kayong Utara dari 1 Juli – 23 Juli 2019. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini ialah vegetasi mangrove Desa Dusun Besar, sedangkan alat yang
digunakan pada penelitian ini sebagai berikut: peta lokasi, GPS (Global
Positioning System), tali raffia, pita ukur, parang, kamera, kalkulator, buku
panduan pengenalan mangrove di Indonesia, dan tally-sheet. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, dan penentuan lokasi
penelitian ditentukan secara purposive sampling dan seterusnya dilakukan
dengan metode kombinasi antara metode jalur dan metode garis berpetak.
Jalur yang dibuat pada hutan mangrove sekunder dengan jumlah plot yang
dibuat sejumlah 65 petak, selanjutnya dilakukan pembuatan petak ukur dengan
ukuran 2 x 2 m untuk semai (anakan dengan tinggi kurang dari 1,5 cm), 5 x
5m untuk tingkat pancang (diameter pohon lebih kecil dari 10 cm dan tinggi
lebih dari 1,5 cm), dan untuk tingkat pohon dengan ukuran 10 x 10
m(diameter pohon lebih besar atau sama dengan 10 cm). Analisis Data Hasil
analisis vegetasi dihitung untuk mengetahui indeks nilai penting (INP), indeks
dominansi (C) Simpson, indeks keanekaragaman (H’) Shannon-wiener, dan
indeks kelimpahan jenis (e) (Odum, 1993). Indeks nilai penting (importance
value index) adalah parameter kuantitatif yang dipakai untuk menyatakan
tingkat penguasaan suatu jenis terhadap jenis-jenis lain dalam suatu komunitas
(Yuningsih et al., 2013). INP juga dapat digunakan untuk memberikan
gambaran tentang peranan suatu jenis mangrove dalam ekosistem.Kisaran
indeks dominansi Simpson adalah 0 < C ≤ 0,5 berarti dominansi rendah (tidak
terdapat jenis yang secara ekstrim mendominasi jenis lainnya), kondisi
lingkungan stabil, dan tidak terjadi tekanan ekologi terhadap biota di lokasi
tersebut. Indeks dominansi 0,5 < C ≤ 0,75 berarti dominansi sedang dan
kondisi lingkungan cukup stabil. Indeks dominansi 0,75 < C ≤ 1,0 berarti
dominansi tinggi (terdapat jenis yang mendominasi jenis lainnya), kondisi
lingkungan tidak stabil, dan terdapat suatu tekanan ekologi.

- Hasil penelitian
Berdasarkan data yang tertuang pada Tabel 1, ditemukan famili yang
memiliki 2 jenis antara lain famili Avicenniaceae dan Rhizophoraceae.
Hal ini disebabkan familitersebut dapat tumbuh dengan baik di tempat
yang selalu dilalui pasang surut air laut, tanah berlumpur, dapat
mentolerir salinitas air yang tinggi dan hempasan gelombang, selain itu
familiR juga memiliki kecepatan tumbuh sangat tinggi dan daya
adaptasinya sangat baik, serta jenis ini mempunyai sifat vivipar (biji
sudah berkecambah pada buah yang masih menempel pada ranting).
Penyebab lain ialah karena masyarakat Desa Dusun Besar sedikit yang
memanfaatkan jenis vegetasi tersebut. Sejalan dengan pendapat
Mernisa dan Oktamarsetyani (2017) menyatakan sifat vivipar ini
menyebabkan banyaknya semai yang tumbuh karena setiap biji yang
jatuh ke tanah telah siap berkecambah. Faktor tanah yang berlumpur di
hutan mangrove juga sangat mendukung pertumbuhan semai jenis-
jenis tersebut, selain itu habitat yang baik bagi semai famili
Rhizophoraceae adalah tanah berlumpur dengan pasang surut yang
tidak menutupi tunas anakan. Famili yang lainnya hanya ditemukan 1
jenissaja, hal ini dikarenakan famili yang lain tidak dapat hidup dengan
baik ditempat yang sering dilalui pasang surut sehingga menghambat
proses pertumbuhan dan ada beberapa jenis yang dimanfaatkan
masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove, untuk jenis Bruguiera
parviflora, Excoecaria agallocha, Nypa fruticans, dan Rhizophora
apiculata lebih sering dimanfaatkan pohonnya, jenis Avicennia alba,
Cerbera manghas, dan Sonneratia alba hidup dengan baik
dipekarangan rumah warga dan pesisir sungai.

Tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan jumlah jenis dan jumlah


individu yang ditemukan dari ketiga tingkat pertumbuhan di lapangan.
Jumlah jenis yang ditemukan pada tingkat semai sebanyak 14 jenis,
tingkat pancang 8 jenis, dan tingkat pohon 8 jenis. Jumlah individu
yang ditemukan di lapangan bervariasi jumlahnya, pada tingkat semai
berjumlah 539 individu/ha, pada tingkat pancang berjumlah
254individu/ha, dan pada tingkat pohon berjumlah 331 individu/ha.
Jumlah individu yang paling banyak ditemukan pada tingkat-tingkat
pertumbuhan adalah jenis Avicennia marina dengan tingkat semai
sebanyak 107 individu/ha, tingkat pancangsebanyak 78 individu/ha,
dan tingkat pohon sebanyak 112 individu/ha. Hal ini dikarenakan jenis
A. marina dapat hidup dengan baik di daerah yang sering dilalui
pasang surut dan lebih bisa mentolerir tingginya salinitas air laut serta
jenis tersebut tidak banyak dimanfaatkan masyarakat. Sejalan dengan
pendapat Mernisa dan Oktamarsetyani (2017)menyatakan A. marina
merupakan jenis pionir pada habitat rawa mangrove di lokasi pantai
yang terlindung, juga dibagian yang lebih asin disepanjang pinggiran
sungai yang dipengaruhi pasang surut serta di sepanjang garis pantai.
3. JURNAL : PEMANFAATAN TUMBUHAN MANGROVE OLEH
MASYARAKAT DESA BAKAU BESAR LAUT KECAMATAN SUNGAI
PINYUH KABUPATEN MEMPAWAH

 Latar Belakang
Tumbuhan merupakan sumberdaya hayati yang telah digunakan manusia di
seluruh bagian dunia sejak lama. Kebutuhan akan pengetahuan ini semakin
meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ketergantungan manusia
terhadap tumbuhan. Kajian etnobotani muncul dan menjadi sangat penting
dalam memahami fungsi tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
masyarakat pedesaan. Menurut Martin (1998), etnobotani adalah segala bentuk
pengetahuan (mengenai tumbuhan) yang menggambarkan hubungan antara
masyarakat lokal (etnis) dengan sumberdaya alam. Ilmu etnobotani sangat
besar manfaatnya, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di kawasan
mangrove.Hutan mangrove atau mangal adalah sejumlah komunitas tumbuhan
pantai tropis dan sub-tropis yang didominasi oleh pohon dan semak tumbuhan
bunga (Angiospermae) terestrial yang dapat menginvasi dan tumbuh di
lingkungan air laut (Setyawan et al, 2002). Menurut Noor (2006) masyarakat
di kawasan pesisir atau sekitar hutan mangrove banyak menggunakan
tumbuhan mangrove sebagai bahan sandang, pangan, dan papan. Produk hutan
mangrove yang sering dimanfaatkan Pengetahuan tentang pemanfaatan
tumbuhan mangrove terletak di Desa Bakau Besar Laut Kecamatan Sungai
Pinyuh Kabupaten Mempawah. Penduduk yang mendiami Desa Bakau Besar
Laut adalah Suku Melayu. Masyarakat Melayu di Desa Bakau Besar Laut
telah lama memanfaatkan tumbuhan mangrove untuk kebutuhan hidup sehari-
hari. Informasi tumbuhan mangrove yang dimanfaatkan oleh masyarakat
belum banyak tersedia, maka perlu dilakukan penelitian mengenai kajian
etnobotani di kawasan mangrove Desa Bakau Besar Laut Kecamatan Sungai
Pinyuh Kabupaten Mempawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
jenis-jenis tumbuhan, manfaat dan cara pemanfaatan tumbuhan mangrove.
Keanekaragaman jenis tumbuhan di kawasan mangrove Desa Bakau Besar
cukup tinggi, namun data dan informasi tentang kekayaan jenis tumbuhan
maupun jenis yang berpotensi masih sangat kurang.
 Rumusan Masalah
- penelitian ini adalah masyarakat dan tumbuhan di kawasan mangrove
Desa Bakau Besar Laut.
- identifikasi jenis tumbuhan mangrove, tallysheet, kamera dan recorder.
- Penentuan responden dilakukan dengan wawancara semi terstruktur
dengan menggunakan kuisioner

• Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Bakau Besar Laut Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten
Mempawah. Objek dalam penelitian ini adalah masyarakat dan tumbuhan di kawasan
mangrove Desa Bakau Besar Laut. Alat yang digunakan antara lain kuisioner, buku
identifikasi jenis tumbuhan mangrove, tallysheet, kamera dan recorder. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yaitu
data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan masyarakat sebagai responden.
Sedangkan data sekunder berupa data kondisi umum lokasi penelitian.Penentuan responden
dilakukan dengan wawancara semi terstruktur dengan menggunakan kuisioner. Pemilihan
responden dilakukan dengan menggunakan metode snowball sampling, jadi pada metode ini
kita menentukan responden kunci untuk kemudian menentukan responden yang lain
berdasarkan informasi dari
responden sebelumnya. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara tabulasi guna
menyajikan data spesies tumbuhan, famili, habitus, bagian tumbuhan yang digunakan serta
manfaat dan cara pemanfaatannya. Hasil analisis data disusun berdasarkan kelompok
kegunaan, persentase habitus dan persentase bagian tumbuhan yang dimanfaatkan.

• Hasil Penelitian
Terdapat 23 spesies tumbuhan mangrove yang terdiri 11 spesies mangrove sejati dan 12
spesies mangrove ikutan dari 18 famili dengan famili terbanyak adalah Rhizophoraceae.
Habitus yang paling banyak digunakan adalah pohon (12 spesies) dan yang paling sedikit
adalah liana (1 spesies). Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya di hutan mangrove
Kampung Nipah Desa Sungai Nagalawan Kabupaten Serdang BedagaiSumatera Utara,
terdapat 8 spesies tumbuhan mangrove yang dimanfaatkan,terdiri dari 5 spesies mangrove
sejati dan 3 spesies mangrove ikutan dari 8 famili dengan habitus terbanyak adalah pohon
(Lubis, 2017). Habitus pohon memiliki jumlah jenis terbanyak karena hampir seluruh bagian
dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari.

Pemanfaatan tumbuhan mangrove didominasi oleh tumbuhan obat (13 spesies), hal ini
dikarenakan tumbuhan mangrove penghasil obat mudah didapatkan dan sudah dimanfaatkan
secara turun-temurun oleh masyarakat. Menurut penelitian sebelumnya di hutan mangrove
Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang, terdapat 17 spesies mangrove
yang dimanfaatkan masyarakat. Tumbuhan mangrove sebanyak 17 spesies tersebut 11 spesies
tumbuhan mangrove dimanfaatkan sebagai obat dan 15 spesies digunakan untuk pemanfaatan
lain (Sari, 2013).

yang paling banyak dimanfaatkan adalah daun, baik dimanfaatkan sebagai kebutuhan sebagai
obat-obatan maupun pangan, Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sari (2013) yang menyebutkan bahwa bagian tanaman yang paling banyak oleh masyarakat
hutan mangrove di Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang adalah bagian
daun sebanyak 12 jenis. Tingginya frekuensi pemanfaatan bagian daun sebagai bahan obat
tampak terkait dengan beberapa keunggulan seperti jumlah ataupun produktivitas daun yang
lebih banyak, lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan bagian lain dan penggunaannya
yang relatif lebih mudah karena banyak yang dapat digunakan secara langsung.

Anda mungkin juga menyukai