Retno Hartati
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,Universitas Diponegoro
Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024-7474698
email: retnohartati.undip@yahoo.com
Abstrak
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terjadi akibat perpaduan antara habitat
darat dan laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis hewan benthos termasuk
krustasea yang memegang peranan penting dalam ekosistem tersebut. Adanya perubahan fungsi lahan untuk
berbagai kepentingan manusia diduga akan berpengaruh terhadap kondisi kelimpahan krustaseayang terdapat
di kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisais komposisi dan struktur komunitas
makrozoobenthos krustasea di kawasan mangrove Tugurejo, Semarang. Pengambilan sampel dilakukan
dengan 2 metode yaitu kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 22 jenis
makrozoobenthos krustasea, dari Infra Ordo Brachyura ditemukan 14 jenis yang termasuk ke dalam 5 famili,
Infra Ordo Macrura ditemukan 4 jenis yang termasuk ke dalam 4 famili, dari Isopoda ditemukan 3 jenis dan
dari Copepoda ditemukan satu jenis biota. Nilai indeks keanekaragaman semua stasiun termasuk kategori
sedang. Indeks keseragaman rendah sampai tinggi. Terdapat dominansi species di Stasiun B (vegetasi
pohon) dan C (vegetasi sapling). Pola sebaran krustasea mengelompok. Nilai indeks kesamaan komunitas
termasuk kategori rendah dan tinggi. Secara umum jumlah krustasea pada infra ordo Brachyura jantan lebih
banyak dari betina, dan jumlah infra ordo Brachyura betina yang bertelur 23,07% dari jumlah betina yang
ditemukan.
Abstract
Mangrove forest is unique ekosisyem, as occurs due to a combination of terrestrial and marine
habitats. Mangrove ecosystem is also home to various species of animals living benthos include crustaceans
which play an important role in the ecosystem. The existence of a land use change for a variety of human
interests is expected to affect the abundance krustaseayang conditions contained in the region. The study
was conducted in September 2011 - March 2012. The purpose of this study to determine the composition and
abundance of crustaceans in the mangrove areas makrozoobenthos village Tugurejo, district Tugu, the city
of Semarang. This study is descriptive. Sampling was done by two methods, namely qualitative and
quantitative. The results show found at least 22 species, of the Order Infra brachyura found 14 species
belonging to the five families, Infra Order Macrura found four species belonging to the four families, are
found three species of Isopoda and found one species of copepod biota. Diversity index value of all the
stations including the category of being. For uniformity index of A and D category stations is high, B and C
category stations is low. To the dominance of the stations A and D did not show any dominance among
species, stations B and C indicate the presence of domidansi. Clumped distribution patterns crustaceans.
Community similarity index values including low and high categories. In general, the number of crustaceans
in the infra order Brachyura more males than females, and a number of infra order Brachyura laying
females 23.07% of the females were found.
pengendali intrusi air laut, dan pembangun lahan makrozoobenthos krustasea di kawasan mangrove
melalui proses sedimentasi. Fungsi secara Tugurejo, Semarang.
ekologis mangrove berperan sebagai penyedia
nutrien, tempat pemijahan, pembesaran, dan MATERI DAN METODE
mencari makan (Snedaker, 1984; Nontji, 1987) Materi penelitian ini adalah krustasea
dan secara ekonomis mangrove dapat yang diambil dari kawasan vegetasi mangrove
dimanfaatkan sebagai kayu bakar, bahan kertas, Tugurejo, Semarang. Parameter lingkungan yang
bahan konstruksi. diukur sebagai data pendukung meliputi salinitas,
Vegetasi mangrove sangat penting bagi pH, suhu (diukur dari pore water atau air pori),
berbagai jenis biota yang hidup di kawasan dan pasang surut. Metode yang digunakan dalam
mangrove maupun di perairan sekitarnya, salah penelitian ini adalah metode deskriptif-eksploratif
satu hewan makrobenthos yang berasosiasi (Suryabrata, 1992).
dengan mangrove adalah krustasea. Secara Pengambilan sampel dilakukan dengan dua
ekologis, daerah mangrove memiliki produktifitas metode, yaitu dengan metode kualitatif dan
yang tinggi karena kaya akan nutrien serta kuantitatif. Kualitatif, sampling dilakukan dengan
memiliki temperatur, cahaya, pH, oksigen, dan cara mengambil biota dengan tangan (hand
salinitas yang optimum serta kondisi perairan picking) yang berada didalam plot sampel yang
yang tenang sehingga menjadikannya sebagai berukuran 5x5 m2 menggunakan tangan (hand
habitat yang cocok untuk krustasea (Hogart, picking). Secara kuantitatif, dengan cara
1999). mengambil sampel substrat dari plot sampel yang
Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan berukuran 1x1 m2 dengan kedalaman 10 cm yang
tipe vegetasi mangrove, sedimen, dan kerapatan diambil dari dalam plot sampel 5x5 m2
mangrove yang berbeda sehingga dapat diketahui (Sasekumar, 1974). Sampel imasukkan ke dalam
komposisi dan kelimpahan krustasea pada lokasi botol contoh atau kantong plastik dan diawetkan
dengan kondisi lingkungan yang berbeda. dengan alkohol 70%. Semua biota yang dikoleksi
Pemilihan vegetasi mangrove sendiri untuk dibawa ke laboratorium diidentifikasi dengan
Stasiun A dan B merupakan mangrove pohon Holthuis (1955), Hall (1962), Sakai (1976a,b),
(dewasa) dengan substrat yang berbeda, Stasiun C Burukovskii (1982), Brower et al. (1990),
dan D merupakan sapling dan seedling mangrove Carpenter and Niem (1998), Ng Peter et al. (2008)
dengan subtrat yang sama. dan Rahayu dan Setyadi (2009) serta dihitung
Karena adanya perbedaan tipe dan jumlah individunya. Kepadatan krustasea
kerapatan vegetasi mangrove serta jenis sedimen, dihitung berdasarkan banyaknya individu per luas
maka penelitian dibagi menjadi empat stasiun daerah pengambilan contoh (Brower dan Zar,
yang tiap stasiunnya terdiri dari tiga titik. Stasiun 1977) dan selanjutnya dianalisa dengan cara
A berada di tepi sungai Tapak dengan vegetasi mengitung Indeks Keanekaragaman, Indeks
mangrove yang mendominasi adalah Avicennia Keseragaman dan Indeks Dominansi
marina yang tingginya sekitar 2–3,5 m, kerapatan menggunakan rumus Shannon-Wiener (Krebs,
rata-rata pohon 1042 ind./ha dengan substrat dasar 1989).
berupa lanau pasiran. Stasiun B berada pada
muara sungai yang berjarak kurang lebih 500 m HASIL DAN PEMBAHASAN
dari laut dan vegetasi mangrove yang Komposisi Krustasea
mendominasi adalah Avicennia marina ketinggian Jenis-jenis krustasea yang ditemukan di
sekitar 3 - 4 m dengan kerapatan rata-rata lokasi penelitian adalah infra ordo Brachyura yang
pohonnya 2089 ind./ha dan bersubstrat lanau terdiri dari 14 spesies yang termasuk ke dalam
pasiran. Stasiun C berada dekat tambak dan lima famili yang berbeda, yaitu Helice sp. dan
vegetasi yang mendominasi adalah Avicennia Metopograpsus latifrons (Grapsidae); Sesarma
marina dengan kerapatan rata-rata pohon 814 (Parasesarma) charis, Sesarma (Episesarma)
ind./ha dan tinggi sekitar 2,5-4 m dengan substrat lafondi, Sesarma (Parasesarma) plicatum,
berupa pasir. Stasiun D berada di pesisir Pantai Metaplax elegan, Metaplax sp. (Sesarmidae); Uca
Maron dengan vegetasi mangrove yang (Deltuca) dussumieri dussumieri, Uca (Deltuca)
mendominasi stasiun ini adalah sapling dan [coarctata] forcipata, Uca (Australuca) bellator
secdling Rhizophora mucronata dengan tinggi 0,5 minima, Uca (Deltuca) [coarctata] arcuata, Uca
- 1 m dan bersubstrat dasar berupa pasir. sp, Uca sp.1 (Ocypodidae); Paracleistostoma sp
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisais (Camptandriidae); Pilumnus hirtellus (Xanthidae).
komposisi dan struktur komunitas Infra ordo Macrura di daerah penelitian terdiri
128 Keberadaan Krustasea di Kawasan Vegetasi Mangrove Tugurejo, Semarang (Retno Hartanti et al.)
Buletin Oseanografi Marina Oktober 2016 Vol 5 No 2 : 127 – 134
dari tiga spesies yang termasuk ke dalam tiga sp, Perisesarma sp, Metopograpsus sp
famili, yaitu Acetes sp. (Sergestidae); Cerapus sp. (Grapsidae), Lysioquillina sp (Lysioquillidae),
(Ischyroceridae); dan Gammaropsis sp. (Isaeidae). llyoplax sp, Uca sp 1, Uca sp 2, Macrophthalmus
Dan tiga spesies yang termasuk isopoda sp (Ocypodidae), Clibanarus sp (Paguridae),
diantaranya adalah Aega sp., Desmosomatid sp., Scylla sp 1, Scylla sp 2, Thalamita sp, dan
Ligia sp. Hasil ini lebih sedikit dibandingan Portunus sp (Portunidae).
dengan penelitian Hartati et al. (2008) di vegetasi
mangrove Ujung pangkah Gresik yang Kelimpahan krustasea
menemukan 18 spesies krustasea dari 9 famili, Secara umum rata-rata kelimpahan
yaitu Alpheus sp 1, Alpheus sp 2 (Alpheidae), krustasea di setiap stasiun bervariasi, dan Stasiun
Paracleistostoma (Camtandridae), Coenobitidae sp B (tepi sungai) memiliki nilai kelimpahan paling
(Coenobitidae), Ozius sp (Eriphiidae), Metaplax tinggi dari stasiun lainnya 1136 ind/25 m2,
Keberadaan Krustasea di Kawasan Vegetasi Mangrove Tugurejo, Semarang (Retno Hartanti et al.) 129
Buletin Oseanografi Marina Oktober 2016 Vol 5 No 2 : 127 – 134
sedangkan Stasiun D (pesisir pantai) merupakan maka tingkat stress atau tekanan yang diterima
stasiun yang memiliki nilai kelimpahan paling krustacea oleh lingkungan (Lardicci et al., 1997)
rendah dibandingkan Stasiun A dan C yaitu 83 Pertambakan penduduk, rekreasi, aktivitas
ind/25 m2. Kelimpahan krustasea tertinggi industri, pembuangan limbah rumah tangga, dan
terdapat pada Stasiun B disebabkan oleh kondisi berbagai macam aktivitas lain seperti pelebaran
mangrove yang lebih baik dibandingkan stasiun lahan bandara dimungkinkan menjadi salah satu
lainnya. Kondisi, kerapatan, dan jenis mangrove faktor penyebabnya. Semakin baik kondisi
akan berpengaruh terhadap luas penutupan kanopi lingkungan perairan, maka nilai indeks
dan bahan organik yang dihasilkan. Nilai rata-rata keanekaragaman jenis biota akan semakin tinggi,
kelimpahan krustasea di kawasan mangrove begitu juga sebaliknya. Indeks keanekaragaman
Ujung Pangkah Gresik berkisar 10-277 ind/m2 jenis akan menurun seiring dengan menurunnya
(Hartati et al., 2008) yang lebih tinggi dari pada kondisi atau kualitas lingkungan perairan.
penelitian ini. Clarc (1974) menyatakan bahwa
Adanya penutupan kanopi yang luas dan keanekaragaman mengekspresikan variasi spesies
rapat akan menyediakan perlindungan bagi yang ada dalam suatu ekosistem, ketika suatu
krustasea dari sengatan sinar matahari secara ekosistem memiliki indeks keanekaragaman yang
langsung, juga dari predator, aksi gelombang, dan tinggi maka ekosistem tersebut cenderung
produksi bahan organik yang dihasilkan. seimbang. Sebaliknya, jika suatu ekosistem
Tersedianya bahan organik yang tinggi pada memilki indeks keanekaragaman yang rendah
Stasiun B (17,66 %) akan berpengaruh terhadap maka mengindikasikan ekosistem tersebut dalam
organisme untuk mencari makan dan tinggal keadaan tertekan atau terdegradasi. Nilai indeks
disana termasuk krustasea. Adanya karakteristik keseragaman krustasea pada penelitian ini
tersebut dibawah kanopi dan bahan organik yang berbeda-beda, Stasiun A (0,63), Stasiun B (0,39),
tinggi, dimungkinkan akan banyak ditemukan Stasiun C (0,36), dan Stasiun D (0,61). Menurut
jenis krustasea yang berlindung dibawahnya. Odum (1993), besarnya indeks keseragaman jenis
Selain itu, substrat pada lokasi ini berupa pasir berkisar antara 0-1. Dimana e> 0,6 berkategori
lanauan yang tersusun dari pair 50,04 %, silt keseragaman jenis tinggi, jika 0,4<e<0,6 maka
(lanau) 46,6 %, dan clay (lempung) 3,36 %. keseragaman jenis berkategori sedang, dan jika
e<0,4 maka keseragaman jenis rendah. Jadi untuk
Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Stasiun A dan Stasiun D nilai indeks keseragaman
Krustasea di Kawasan mangrove Tugurejo jenis tinggi, dan untuk Stasiun B dan Stasiun C
Hasil perhitungan Indeks Keanekaragaman masuk kedalam kategori keseragaman jenis
(H’) semua stasiun termasuk dalam kategori sedang. Dan untuk nilai indeks dominasi pada
sedang. Untuk nilai Indeks Keseragaman,Stasiun lokasi penelitian ini hanya Stasiun A dan D yang
A dan D termasuk dalam kategori tinggi, berkategori tidak ada jenis yang mendominasi
sedangkan Stasiun B dan C dalam kategori (TAD), sedangkan Stasiun B dan C terdapat jenis
rendah. Nilai Indeks Dominansi Stasiun A dan yang mendominasi (AD), yaitu adanya jenis
Stasiun D tidak ada jenis yang mendominasi Cerapus Sp yang ditemukan sangat melimpah
(TAD), untuk Stasiun B dan Stasiun C, terdapat (Tabel 2). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
jenis yang mendominasi (AD). Hartati et al. (2008) yang menemukan pesies yang
Nilai indeks keanekaragaman krustasea di dominan di kawasan mangrove adalah Metaplax
lokasi penelitian yaitu berkisar antara 1,22–2,60 sp dari famili Grapsidae.
(Tabel 5). Jika berpatokan pada Wilhm (1975)
yang mengatakan bahwa jika nilai H’<1, maka Pola Sebaran Jenis
tingkat keanekaragamannya kecil, jika 1<H’<3 Pola sebaran jenis yang terdapat pada
maka masuk kategori sedang, dan jika H’>3 maka semua stasiun penelitian sebagian besar 65 %
tergolong dalam kategori tinggi. Dan secara mempunyai pola sebaran mengelompok/clumped,
umum nilai indeks keanekaragaman krustasea 35 % acak/random. Dari 22 jenis krustasea yang
pada lokasi penelitian berada dalam kategori ditemukan empat diantaranya Helice sp., Sesarma
sedang. Dimana keanekaragaman jenis (Parasesarma) plicatum, Cerapus sp., dan Ligia
dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya jenis sp. memiliki pola sebaran jenis mengelompok
habitat tempat hidup, stabilitas lingkungan, pada setiap stasiun yang ditemukan. Sedangkan
produktifitas, kompetisi, dan penyangga rantai Metopograpsus latifrons, Metaplax elegans, Uca
makanan. Nilai keanekaragaman juga menentukan (Australuca) bellator minima, Uca
130 Keberadaan Krustasea di Kawasan Vegetasi Mangrove Tugurejo, Semarang (Retno Hartanti et al.)
Buletin Oseanografi Marina Oktober 2016 Vol 5 No 2 : 127 – 134
Tabel 2. Kelimpahan Total (ind/25 m2) krustasea di kawasan vegetasi mangrove Tugurejo, Semarang.
Stasiun
Jenis
A B C D
Brachyura
Grapsidae
Helice sp 5 4
Metopograpsus latifrons 2 1 2
Sesarmidae
Sesarma (Parasesarma) charis 1
Sesarma (Episesarma) lafondi 2
Sesarma (Parasesarma) plicatum 5 4 10
Metaplax elegans 2 7 1
Ocypodidae
Uca (Deltuca) dussumieri dussumieri 1
Uca (Deltuca)[coarctata] forcipata 1
Uca (Australuca) bellator minima 1 2 1
Uca (Deltuca) [coarctata] arcuata 1 2
Uca sp 2 2 1
Uca sp.1 1
Camptandriidae
Paracleistostoma sp 7
Xanthidae
Pilumnus hirtellus 1
Macrura
Sergestidae
Acetes sp 25 50
Ischyroceridae
Cerapus Sp 50 275 238
Isaeidae
Gammaropsis sp 25
Atyidae
Atyopsis spinipes 25
Isopoda
Aega sp 617
Desmosomatid sp 75
Ligia sp 50 200 75 25
Copepoda
Mesocalanus sp 75
Jumlah 247 1136 406 83
Tabel 3. Distribusi Nilai dan Kategori Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (e) dan Dominansi (C)
Krustasea di kawasan vegetasi mangrove Tugurejo, Semarang.
(Deltuca) [coarctata] arcuata, Uca sp., dan acak). Ha ini berbeda dengan penelitian Hartati et
Acetes sp. memiliki pola sebaran berbeda pada al. (2008) yaitu rata-rata krustasea di Ujung
setiap stasiun yang ditemukan (mengelompok dan Pangkah Gresik memiliki pola sebaran
Keberadaan Krustasea di Kawasan Vegetasi Mangrove Tugurejo, Semarang (Retno Hartanti et al.) 131
Buletin Oseanografi Marina Oktober 2016 Vol 5 No 2 : 127 – 134
mengelompok (clumped). Pola sebaran ditentukan tersebut mudah untuk mengetahui jenis
oleh adanya sifat alami dari dalam individu itu kelaminnya. Secara umun jumlah individu pada
sendiri, yaitu sifat genetika dan kesenangan krustasea jantan lebih banyak ditemukan
(preferensi) dalam memilih habitat serta adanya dibandingkan dengan krustasea betina, dengan
interaksi dari beberapa faktor antara lain: sebaran prosentase jantan 61 % dan untuk betina 39 %.
makanan dalam ruang dan waktu, serta adanya Infra Ordo Brachyura sendiri paling banyak
kompetisi dalam pemanfaatan sumber daya ditemukan pada Stasiun B, untuk Stasiun D infra
habitat yang disebabkan adanya dampak ordo tersebut hanya 2 jenis yang ditemukan.
keekstriman dari kondisi lingkungannya. Dalam Untuk individu betina yang bertelur hanya 23,07
hal ini penulis mengalami kendala dalam % dari jumlah Infra Ordo Brachyura betina yang
pengambilan sampel yang akurat untuk pola ditemukan pada semua lokasi penelitian.
sebaran disebabkan kurangnya jumlah plot Hasil pengamatan terhadap Infra Ordo
sampling mengingat karakter krustasea terutama Brachyura betina yang bertelur, menunjukkan
kepiting yang bersifat motile. Wijaya dan Pratiwi jumlah Brachyura yang bertelur paling banyak di
(2011) menyebutkan bahwa persebaran krustasea Stasiun B. Hal ini dikarenakan kondisi vegetasi
tergantung dari kondisi lingkungan. Kondisi yang lebat dan mengandung banyak bahan
lingkungan yang sesuai akan sangat mendukung organik dibanding stasiun lainnya. Nybakken
kehidupannya sehingga keberadaanya di setiap (1992) menyatakan ketersediaan makanan yang
stasiun akan berbeda-beda tergantung dari kondisi cukup dapat meningkatkan kemampuan
lingkungan dimana krustasea berada. Krustasea reproduksi biota. Ketersediaan bahan organik
secara ekologis merupakan sumber makanan yang tinggi diduga akan meningkatkan asupan
penting bagi ikan dan predator lain, sebaliknya nutrien bagi krustasea tersebut dan pada akhirnya
krustasea juga sering menjadi predator bagi meningkatkan kemampuan reproduksinya.
makhluk kecil lainnya (Pratiwi dan Astuti, 2012).
Larva krustasea yang merupakan komponen Tabel 5. Jumlah Individu (ind.) dan Prosentase
utama zooplankton sangat penting dalam rantai (%) Infra Ordo Brachyura Jantan dan
makanan biota laut lainnya. Betina di kawasan vegetasi mangrove
Tugurejo, Semarang.
Kesamaan Komunitas Krustasea
Nilai Indeks Kesamaan Komunitas pada Stasiun Jantan Betina Bertelur
lokasi penelitian menunjukkan kategori rendah A 17 11 3
dan tinggi. Dimana Indeks Kesamaan Komunitas B 27 24 5
berkategori tinggi mendominasi sebesar 76,19 % C 17 2 1
dan kategori rendah 13,33 %. Rendahnya nilai D 0 2 0
kesamaan komunitas ini dikarenakan kecilnya Jumlah 61 39 9
nilai kelimpahan jenis krustasea yang berada pada Prosentase 61 % 39 % 23,07 %
Stasiun D, dibandingkan dengan stasiun lainnya.
Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi mangrove Parameter Lingkungan
yang masih baru dan sedikitnya kandungan bahan Parameter lingkungan pada setiap stasiun
organik pada lokasi tersebut. penelitian secara umum menunjukkan bahwa
sebagian data cukup variasi dan sebagian kurang
Tabel 4. Nilai Indeks Kesamaan Komunitas
bervariasi antar lokasi. Nilai parameter
krustasea antar stasiun di kawasan
lingkungan yang diukur meliputi suhu (oC) derajat
vegetasi mangrove Tugurejo, Semarang
keasaman (pH), dan salinitas (o/oo) yang diukur
Stasiun A B C D dari air pori sedimen.
A X 66,67%* 64,29%* 19,05%** Hasil pengukuran parameter lingkungan
B X 76,19%* 14,29%** pada lokasi penelitian memiliki suhu rata-rata
bekisar antara 29,7-30,3 oC, suhu rata-rata
C X 13,33%**
D X terendah berada pada Stasiun A. Diduga bedanya
Keterangan : * = Kategori Tinggi, **=Kategori Rendah suhu rata-rata tiap stasiunnya dipengaruhi oleh
tutupan vegetasi mangrove disekitarnya, jenis
Perbandingan Jenis Kelamin sedimen, dan waktu sampling penelitian. Faktor
Pengamatan jenis kelamin dan betina lingkungan yang paling berpengaruh pada
yang bertelur dilakukan terhadap krustasea dari penelitian ini adalah bahan organik, dimana
infra ordo Brachyura dikarenakan infra ordo kondisi mangrove mempengaruhi banyak
132 Keberadaan Krustasea di Kawasan Vegetasi Mangrove Tugurejo, Semarang (Retno Hartanti et al.)
Buletin Oseanografi Marina Oktober 2016 Vol 5 No 2 : 127 – 134
Tabel 6. Nilai Parameter Lingkungan (Air pori) di kawasan vegetasi mangrove Tugurejo, Semarang
Gambar 1. Kandungan Bahan Organik sedimen di kawasan vegetasi mangrove Tugurejo, Semarang
Keberadaan Krustasea di Kawasan Vegetasi Mangrove Tugurejo, Semarang (Retno Hartanti et al.) 133
Buletin Oseanografi Marina Oktober 2016 Vol 5 No 2 : 127 – 134
Brower JE., Zar, J.H. & Ende, C.N. 1990. Field Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. P.T. Djambatan.
and Laboratory Methods for General Jakarta. Hal 189-198.
Ecology. 3rd Odum, E.P., 1971. Fundamental of Ecology. W.E
Ed. Wm C. Brown Publishers. United States of Saunders, Philadelphia, 574.
Amerika. Odum, E.P. & Heald, E.J. 1975. Mangrove
Carpenter, K.E. & Niem, V.H. 1998. FAO Species Forest and Aquatic Productivity.
Identification Guide for Fishery Purposes: Introduction to Land – Water Interaction
The Living Marine Resources of The (Ecological Study Series), pp. 129-136.
Western Central Pacific. Volume 2: Springer-Verlag. Berlin.
Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and Pratiwi, R. & Astuti, O. 2012. Biodiversitas
Sharks. Food and Agriculture Organization Krustasea (Decapoda, Brachyura, Macrura)
of The United Nations. Rome. 1367 p. dari Ekspedisi Perairan Kendari 2011. Ilmu
Hartati, R., Widianingsih & Prasetyo, Y. 2008. Kelautan : Indonesian Journal Of Marine
Komposisi dan Kelimpahan Krustasea di Science 17(1):8-14
Kawasan Mangrove Muara Sungai Rahayu, D.L., & Setyadi, G. 2009. Mangrove
Bengawan Solo, Ujung Pangkah – Gresik. Estuary Crabs of The Mimika Region, Papua,
Ilmu Kelautan: Indonesian Journal Of Indonesia. PT Freeport Indonesia-LIPI.
Marine Science. 13(1): 49 -56 Papua. 154.
Hall, D.N.F. 1962. Observation on The Taxonomy Saenger, P. 2002. Mangrove Ecology,
and Biology of Some IndoWest Pasific Silviculture and Conservation. Kluwer
Penaeidae. (Krustasea-Decapoda). Field Academic Publishers, London, 351 hlm.
Publication Colonial of London, 17:176-229 Saenger, P. & Hutchings, P. 1987. Ecology
Hogarth, P.J. 2007. The Biology of Mangrove. of Mangrove. Unversity of Queenland
Oxford University Press. Inc. New York. 77- Press. London.
115. Sakai, T. 1976a. Crabs of Japan and The Adjacent
Holthuis, L.B. 1955. The Recent Genera of the Seas. Plates. Kodarian LTD. Japan. 773p.
Caridean and Stenopodideae Shrimps (Class Sakai, T. 1976b. Crabs of Japan and The Adjacent
krustasea, Order Decapoda Supersection Seas Figures. Kodarian LTD. Japan. 251p
Natantia) with Keys for Their Determination. Sasekumar, A. 1974. Distribution of Macrofauna
Rijksmuseum van Natuurlijke Historie, on Malaya Mangrove Shore. The Journal of
Leiden, Netherlands. 157. Animal Ecology vo. 43: pp 51 – 69.
Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Snedaker, S.C., & Snedaker, J.G., 1984. The
Harper Collins Publishers. New York: 293 - Mangrove Ecosystem: Research Methods.
368. UNESCO, Paris.
Lardicci, C., Rossi, F. & Castelli, A. 1997. Suryabrata, S. 1992. Metodologi Penelitian.
Analysis of Makrozoobenthic Community Rajawali Press. Jakarta 86 hlm.
Structure after Severe Dystrophic Crises in a Wijaya, N.I. & Pratiwi, R. 2011. Distribusi
Mediterranean Coastal Lagoon. Mar. Pol. Spasial Krustasea di Perairan Kepulauan
Bull, 34(7): 536– 547 Matasiri, Kalimantan Selatan. Ilmu Kelautan:
Ng Peter, K.L., Keng, W.L. & Lim, K.K.P. 2008. Indonesian Journal Of Marine Science 16(3):
Private Lives an Expose of Singapore’s 125-134
Mangroves. The Raffles Museum of
Biodiversity Research.Singapore. 249.
134 Keberadaan Krustasea di Kawasan Vegetasi Mangrove Tugurejo, Semarang (Retno Hartanti et al.)