Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI LAUT

MANGROVE

Oleh :
Dhiaqonita Kautsari Izdihar
210341100096

Asisten

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2022

Revisi 1 Revisi 2 Revisi 3 Nilai


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang
bagian lautnya masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, dan bagian daratannya masih dipengaruhi
oleh aktivitas lautan seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air
asin. Definisi wilayah pesisir seperti yang sudah dijelaskan memberikan
suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang
dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang tinggi dan beragam, serta
saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang
besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah
terkena dampak kegiatan manusia. Lebih lanjut, umumnya kegiatan
pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung, dapat berdampak
buruk bagi ekosistem pesisir. Contoh dari ekosistem yang berada pada
wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove, hutan mangrove sebagai
sekelompok tumbuhan yang terdiri atas berbagai macam jenis tumbuhan
dari famili yang berbeda, namun memiliki persamaan daya adaptasi
morfologi dan fisiologi yang sama terhadap habitat yang dipengaruhi oleh
pasang surut (Julaikha, 2017).

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai
atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove
tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar,
biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di
belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung. Ekosistem hutan
mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan
kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi
mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan.
Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda
(saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan
nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan
bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang
pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Julaikha,
2017).

Ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang


dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan
kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Tujuannya, selain untuk
menikmati keindahan alam juga melibatkan unsur-unsur pendidikan,
pemahamandan dukungan terhadap usaha-usaha konservasialam dan
peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Ekowisata bukan hanya
usaha pariwisata yang bertujuan memaksimalkan keuntungan saja. Hal ini
lebih kepada dampak pariwisata terhadap masyarakat dan sumber daya
lingkungan, dan muncul dari strategy ipengembangan masyarakat, sebagai
alat untuk memperkuat kemampuan organisasi masyarakat pedesaan yang
mengelola sumber daya pariwisata dengan partisipasi masyarakat setempat
(Fahrian et al, 2015).

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi mangrove
2. Untuk mengetahui jenis jenis mangrove
3. Untuk mengetahui manfaat dari ekosistem mangrove
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi mangrove
2. Mahasiswa dapat mengenali jenis jenis mangrove
3. Mahasiswa dapat mengimplementasikan manfaat mangrove ke
kehidupan sekitar
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Mangrove

Ekosistem hutan mangrove merupakan ekosistem penopang kehidupan


terpenting di wilayah pesisir. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis
seperti menyediakan nutrisi bagi kehidupan perairan, tempat pemijahan dan
pertumbuhan berbagai biota, serta sebagai penahan erosi pantai. Mangrove
adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut, tetapi juga
dapat tumbuh di pantai karang, dataran karang mati yang tertutup lumpur, atau
pantai berlumpur. Mangrove merupakan ekosistem tumbuhan yang terdapat di
daerah pasang surut dan daerah dengan sedimen tinggi (Zainuri et al, 2015).

Kata mangrove menurut Rosyid (2020), adalah kata yang berasal dari paduan
kata mangue dari Bahasa Portugis dan kata grove dari Bahasa Inggris. Kata
mangrove dalam Bahasa Portugis digunakan untuk spesies tumbuhan dan kata
mangal digunakan untuk komunitas hutan yang terdiri dari individu-individu
satu spesies mangrove. Kata mangrove digunakan dalam bahasa Inggris
menggambarkan tumbuh pohon atau rumput di wilayah pesisir (Rosyid,
2020).

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,


Kehutanan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan daratan yang
mengandung pepohonan yang dalam mendominasi sumber daya hayati
asosiasi lingkungan. Pohon mangrove merupakan tumbuhan hutan tumbuh di
antara garis pasang surut, tetapi juga dapat tumbuh di pantai Karang.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem perjumpaan yang unik antara
ekosistem laut dan darat yang dicirikan oleh produktivitas tingkat tinggi dan
siklus nutrisi yang cepat bertanggung jawab untuk sebagian besar Kebutuhan
energi ekosistem lepas pantai dianggap sebagai sumber kekuatan yang paling
penting (Rosyid, 2020).

2.2 Struktur Komunitas Mangrove


Struktur komunitas mangrove biasanya dibagi menjadi tiga struktur tanam
berdiameter 1 m, (3) pohon berdiameter > 4 cm. Pencarian informasi struktur
komunitas mangrove dilakukan melalui pengamatan langsung yang diawali
dengan pendataan dan identifikasi jenis mangrove berdasarkan diameter
pohon saja (>4 cm). Pada setiap daerah percobaan terpilih, jumlah individu
yang ditemukan dihitung dan diameter batang setiap pohon mangrove diukur
setinggi dada (kurang lebih 1,33 cm). Data spesies mangrove yang ditemukan
dan teridentifikasi dianalisis untuk mendapatkan kelimpahan spesies,
kerapatan spesies, dominasi, footprint dan nilai kunci. (Supriadi et al, 2015).
Untuk menggambarkan jenis penemuan yang paling umum, mereka dapat
ditemukan dengan menghitung nilai dominan. Dominasi dapat dinyatakan
dengan menggunakan Simpson Dominance Index. Skor Keragaman
Mangrove dihitung berdasarkan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener.
Digunakan untuk mengukur kelimpahan komunitas berdasarkan jumlah
spesies dan jumlah individu masing-masing spesies di lokasi tertentu.
Semakin banyak jenisnya maka semakin beragam komunitasnya, untuk
mengetahui seberapa mirip persebaran jumlah individu dari masing-masing
jenis digunakan indeks keseragaman yaitu membandingkan indeks
keanekaragaman dengan nilai maksimumnya. Semakin merata distribusi
individu antar spesies, semakin seimbang keseimbangan ekosistem (Supriadi
et al, 2015)

2.3 Indeks Nilai Penting


Indeks nilai penting (INP) adalah indeks yang dihitung berdasarkan jumlah
yang diterima untuk menentukan level dominasi spesies dalam komunitas
tumbuhan. Penggunaan Nilai Indeks penting dalam pohon dan bibit dapat
mempertahankan vegetasi mangrove penjumlahan frekuensi relatif. Kepadatan
relatif dan penutupan relative vegetasi dinyatakan sebagai persentase
(Parmadi et al., 2016).

Indeks Nilai Penting (INP) mangrove yang didapatkan terdiri dari beberapa
tingkatan yaitu tingkatan pohon, anakan dan semai. Spesies-spesies yang
dominan(yang berkuasa) dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki
indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan akan
memiliki indeks nilai penting yang paling besar (Agustini et al, 2016).

Hasil Indeks Nilai Penting mangrove (INP) menunjukkan adanya perbedaan


nilai INP pada setiap tingkat yaitu tingkat pohon, anakan dan semai. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh spesies terhadap komunitas mangrove berbeda
pada setiap skala. Tingkat pohon memiliki nilai INP tertinggi dibandingkan
anakan dan semai dipengaruhi oleh nilai tutupan jenis yang lebih tinggi,
sehingga menghasilkan nilai INP yang lebih tinggi. Dampak populasi
terhadap komunitas dan ekosistem tidak hanya bergantung pada jenis
organisasi yang terlibat, tetapi juga pada jumlah atau kepadatan populasi.
(Agustini et al, 2016).

2.4 Indeks Kesesuaian Wisata Mangrove


Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan ke Kawasan yang alami dengan
tujuan melestarikan lingkungan dan kehidupan serta kesejahteraan masyarakat
setempat. Ekowisata dapat dikatakan layak jika telah melewati parameter
pengukuran indeks suatu lokasi ekowisata. Tak terkecuali di ekowisata
mangrove yang membutuhkan berbagai fasilitas penunjang untuk menjamin
keamanan dan kenyamanan pengunjung. Pengunjung yang merasa aman
menambah nilai kawasan ekowisata mangrove, yaitu meningkatkan
pendapatan masyarakat desa setempat (Sadik et al, 2017).

Sarana pendukung yang diperlukan untuk ekowisata mangrove antara lain


tempat peristirahatan berupa tempat duduk, paviliun, pondok baca, warung,
berbagai fasilitas lainnya seperti ayunan, perahu kecil dan perahu berukuran
sedang, tempat parkir dan tempat cuci tangan untuk berenang. Fasilitas yang
disediakan tidak hanya untuk pengunjung tetapi juga untuk masyarakat
setempat yang memperkuat komunitas lokal. Untuk menghasilkan pendapatan
tambahan, masyarakat setempat diberi kesempatan untuk menyewa perahu,
menjual makanan dan minuman, dll. Pariwisata berbasis ekosistem dapat
digunakan untuk mendorong perubahan kehidupan melalui kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat
(Sadik et al, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Fahrian, H. H., Putro, S. P., & Muhammad, F. (2015). Potensi ekowisata di kawasan
mangrove, Desa Mororejo, Kabupaten Kendal. Biosaintifika: Journal of Biology &
Biology Education, 7(2).
Wardhani, M. K. (2011). Kawasan konservasi mangrove: suatu potensi
ekowisata. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and
Technology, 4(1), 60-76.
Zainuri, A. M., Takwanto, A., & Syarifuddin, A. (2017). Konservasi ekologi hutan
mangrove di Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo. Jurnal Dedikasi, 14, 01-07.
Supriadi, S., Romadhon, A., & Farid, A. (2015). Struktur Komunitas Mangrove di
Desa Martajasah Kabupaten Bangkalan. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of
Marine Science and Technology, 8(1), 44-51.
Agustini, N. T., Ta’alidin, Z., & Purnama, D. (2016). Struktur Komunitas Mangrove Di
Desa Kahyapu Pulau Enggano. Jurnal Enggano, 1(1), 19-31.
Sadik, M., Muhiddin, A. H., & Ukkas, M. (2017). Kesesuaian ekowisata mangrove ditinjau dari
aspek biogeofisik kawasan pantai Gonda di Desa Laliko Kecamatan Campalagian Kabupaten
Polewali Mandar. Jurnal Ilmu Kelautan SPERMONDE, 3(2).
Rosyid, N. U. (2020). Ekoliterasi Mangrove. SPASI MEDIA.
Parmadi, E. H., Dewiyanti, I., & Karina, S. (2016). Indeks nilai penting vegetasi
mangrove di kawasan Kuala Idi, Kabupaten Aceh Timur (Doctoral dissertation, Syiah
Kuala University).

Anda mungkin juga menyukai