Anda di halaman 1dari 27

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Vany Siregar


NIM : 26050120120013
Kelas : Oseanografi A

Ekosistem Mangrove Ekosistem Lamun Ekosistem Karang

Gerald Alfa Daud Manas Sri Lestari Raffy Bagus Prayudha


NIM. 26050119140121 NIM. 26050119130072 NIM. 26050119130069

Asisten Praktikan

Sri Lestari Vany Siregar


NIM. 26050119130072 NIM. 26050120120013

Mengetahui,
Koordinator Mata Kuliah
Ekologi Laut

Ir. Gentur Handoyo, M. Si


NIP. 19600911 198703 1 002
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan ataupun keterkaitan organisme dengan
lingkungannya. Jadi, Ekologi perairan adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup
yang ada dalam perairan dengan lingkungan perairan tersebut. Terdapat berbagai jenis
lingkungan perairan, seperti sungai, danau, waduk dan laut. Lingkungan sangat berpengaruh
dikarenakan dapat memegang peranan dalam menciptakan kenyamana hidup organisme di
perairan. Faktor-faktor yang ada di lingkungan adalah faktor fisika mencakup kecerahan,
suhu, arus dan lain-lain.
Laut merupakan lingkungan perairan yang sangat luas. Lauut terdiri dari beberapa
ekosistem, seperti ekosistem mangrove, ekosistem lamu, ekosistem terumbu karang, dan
beberapa ekostem lainnya. Ekosistem utama di daerah pesisir adalah ekosistem mangrove
yang biasa terdapat di pesisir pantai ataupun pesisir sungai, ekosistem lamun yang berada di
perairan dangkal dan ekosistem terumbu karang yang berada di perariran dangkal dan lama.
Tidak selalu ketiga ekosistem tersebut dapat dijumpai, namun apabila ketiganya dijumpai
maka terdapat keterkaitan diantara ketiga ekosistem tersebut. Masing-masing ekosistem
mempunyai fungsi sendiri yang memiliki fungsi dan kegunaannya tersendiri baik untuk alam
maupun makhluk hidup. Kelangsungan suatu fungsi ekosistem sangat menentukan
kelestariannya. Sehingga untuk menjamin sumberdaya alam diperlukan pelestarian dan
konservasi ekosistem tersebut.
Ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang memiliki peran yang saling
mendukung bagi keutuhan ekosistem masing-masing. Mangrove memiliki peranan sebagai
penangkap unsur hara dan sedimen, pelindung daratan dari abrasi dan intrusi air laut dan
menjadi tempat berlindung bagi banyak organisme laut. Ekosistem lamun memiliki peranan
yaitu mengurangi energi gelombang, menstabilkan substrat sehingga mengurangi kekeruhan,
menjebak zat hara, serta menjadi tempat bertelur dan mencari makan. Sedangkan terumbu
karang mempunyai peranan yaitu memecah gelombang menjadi dua sehingga gelombang
yang diterima lebih kecil, juga memperkokoh daerah pesisir secara keseluruhan dan menjadi
habitat bagi banyak jenis organisme laut. Ekosistem mangrove, lamun, maupun terumbu
karang adalah ekosistem yang mempunyai variasi tinggi, baik itu faktor fisik, kimia, biologi,
ekologi, dan jenis habitat yang terbentuk di dalamnya sehingga menjadikan ekosistem ini
sebagai ekosistem yang kompleks.
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Mangrove
1. Mengetahui jenis tumbuhan mangrove di Perairan Pantai Blebak, Mlonggo, Jepara
2. Mengetahui teknik pendataan terhadap ekosistem mangrove dengan metode sample
plot
3. Mengetahui tingkat keanekaragaman jenis mangrove

1.3 Manfaat
1.3.1 Mangrove
1. Mengetahui dan menambah informasi mengenai jenis tumbuhan mangrove di Perairan
Pantai Blebak, Mlonggo, Jepara
2. Mengetahui dan memahani teknik pendataan terhadap ekosistem mangrove dengan
metode sample plot
3. Menambah pengetahuan mengenai tingkat keanekaragaman jenis mangrove

3
II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mangrove
2.1.1 Definisi Mangrove
Menurut Karimah (2017), mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki
produktivitas tinggi dibandingkan ekosistem lain dengan dekomposisi bahan organik yang
tinggi, dan menjadikannya sebagai mata rantai ekologis yang sangat penting bagi kehidupan
mahluk hidup yang berada di perairan sekitarnya. Mangrove adalah jenis tanaman dikotil
yang hidup di air payau. Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang
tumbuh di air payau,dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan mangrove
adalah ekosistem hutan daerah pantai yang terdiri dari kelompok pepohonan yang
bisa hidup dalam lingkungan berkadar garam tinggi. Mangrove merupakan komunitas
vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis tumbuhan yang mampu tumbuh
dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur.
Menurut Martuti et al. (2019), Mangrove merupakan ekosistem yang berada pada
wilayah intertidal, dimana pada wilayah tersebut terjadi interaksi yang kuat antara perairan
laut, payau, sungai, dan terestrial. Mangrove sangat penting bagi kehidupan mahluk hidup
yang berada di perairan sekitarnya. Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau
atau hutan bakau. Mangrove adalah tumbuhan yang mampu beradaptasi untuk hidup di
lingkungan berkadar garam tinggi seperti air laut. Mangrove merupakan komponen mayor
disebut juga mangrove sejati, sedangkan mangrove yang termasuk komponen minor disebut
dengan mangrove ikutan.

2.1.2 Fungsi Utama Ekosistem Mangrove


Hutan mangrove mempunyai fungsi ekologis yang cukup banyak. Manfaat ekosistem
mangrove yang berhubungan dengan fungsi fisik adalah sebagai mitigasi bencana seperti
peredam gelombang dan angin badai bagi daerah yang ada di belakangnya, pelindung pantai
dari abrasi, gelombang air pasang (rob), dan tsunami. Ekosistem mangrove juga berfungsi
sebagai penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan,
pencegah intrusi air laut ke daratan, serta dapat menjadi penetralisir pencemaran perairan pada
batas tertentu. Manfaat lain dari ekosistem mangrove ini adalah sebagai obyek daya tarik
wisata alam dan atraksi ekowisata dan sebagai sumber tanaman obat. Dengan fungsi ini, maka
secara tidak langsung hutan mangrove bisa berperan sebagai apotek hidup yang dapat

4
membantu mengatasi permasalahan kesehatan yang dialami oleh mereka yang tinggal di
sekitar hutan mangrove (Senoaji & Hidayat, 2016).
Menurut Martuti et al. (2019), fungsi ekosistem mangrove dari segi ekologisnya yaitu
sebagai perlindungan pantai dari abrasi oleh ombak, pelindung dari tiupan angin, penyaring
intrusi air laut ke daratan, menyerap kandungan logam berat yang berbahaya serta menyaring
bahan pencemar, pengatur iklim mikro, serta sebagai stok karbon. Hutan mangrove juga
berperan sebagai habitat atau tempat tinggal berbagai jenis biota laut, tempat mencari makan
(feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan
(spawning ground). Ekosistem ini memiliki produktivitas yang tinggi dengan menyediakan
makanan berlimpah bagi berbagai jenis hewan laut dan menyediakan tempat berkembang
biak, memijah, dan membesarkan anak bagi beberapa jenis ikan, kerang, kepiting, dan udang.
Hutan mangrove juga berperan sebagai habitat berbagai jenis burung.

2.1.3 Karakteristik Mangrove


Menurut Idrus et al. (2014), Karakteristik dari tanaman mangrove dapat dilihat dari
bentuk anatominya seperti bentuk morfologi akar, buah, dan anatomilainnya. Hal ini berarti
bahwa bentuk morfologi ketiga karakter tersebut selalu ada pada tumbuhan mangrove dan
secara genetik diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian
macam-macam tipe akar seperti akar tunjang, akar pensil, akar papan, dan akar lutut
merupakan bentuk spesialisasi morfologi yang cukup valid sebagai penanda takson tertentu
pada mangrove. Demikian pula morfologi buah yang membentuk berbagai variasi propagul
dapat digunakan sebagai karakter yang berharga untuk membedakan kelompok pada
mangrove. Sifat morfologi mangove tersebut pada lokasi yang berbeda-beda tidak mengalami
perubahan sehingga menjadi ciri taksonomi khas mangrove, khususnya pada tingkatan famili,
marga dan spesies.
Menurut Djamaluddin (2018), tanaman mangrove diklasifikasi kedalam kingdom
plantae, devisi magnoliophyta, dan dikelompokkan ke dalam kelas magnoliopsida.
Pengklasifikasian tumbuhan mangrove dapat dilihat berdasarkan struktur akar, batang, daun,
bunga, dan buah. Struktur akar pada mangrove adalah akar tunggang sesuai dengan kondisi
lingkungannya yang ada di sekitar pantai. Batang pada tumbuhan mangrove berwarna cokelat
kehitaman dan bertekstur kasar. Daun mangrove adalah daun tunggal yang tumbuh secara
berkelompok dalam satu ranting. Bentuk buah mangrove adalah bulat, buah ini tumbuh dari
perkembangan bunganya, bentuk buah mangrove mirip dengan apel yang berukuran kecil dan
berwarna hijau kotor.

5
2.1.4 Identifikasi Mangrove
Menurut Danong et al. (2019) mengatakan bahwa identifikasi pada mangrove sendiri
dapat diidentifikasi menjadi dua tanaman mangrove yang terdiri dari mangrove utama dan
mangrove peralihan. Pada mangrove utama, spesies mangrove yang termasuk didalamnya
sepenuhnya beradaptasi dengan kondisi salinitas yang tinggi yang dikontrol oleh pasang surut.
Bentuk adaptasi tersebut dapat berupa akar nafas atau pnematofora, bibit yang vivipary,
mekanisme adaptasi sekresi garam, dan adaptasi fisiologis terhadap kondisi salinitas tinggi.
Sedangkan pada mangrove peralihan, telah mampu beradaptasi dengan salinitas rendah dan
atau air tawar, dan bahkan tidak mampu beradaptasi dengan salinitas yang tinggi (air laut).
Mangrove peralihan ini berhabitat pada area pantai kearah darat.
Menurut Martuti et al. (2019), Indonesia memiliki sekitar 202 jenis tumbuhan
mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44
jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis diantaranya 33 jenis pohon dan
beberapa jenis perdu ditemukan sebagai mangrove sejati (true mangrove), sementara jenis
lain ditemukan disekitar mangrove dan dikenal sebagai jenis mangrove ikutan (associate
asociate). Di seluruh dunia terdapat 60 jenis tumbuhan mangrove sejati. Data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keragaman jenis mangrove yang tinggi. Lebih lanjut,
Mengutip dari Noor et al., (2006) menyampaikan, yang termasuk dalam mangrove sejati
meliputi: Acanthaceae, Pteridaceae, Plumbaginaceae, Myrsinaceae, Loranthaceae,
Avicenniaceae, Rhizoporaceae, Bombacaceae, Euphorbiaceae, Asclepiadaceae,
Sterculiaceae, Combretaceae, Arecaceae, Myrtaceae, Lythraceae, Rubiaceae,
Sonneratiaceae, Meliaceae. Sedangkan untuk mangrove tiruan meliputi: Lecythidaceae,
Guttiferae, Apocynaceae, Verbenaceae, Leguminosae, Malvaceae, Convolvulaceae,
Melastomataceae. Adanya keanekaragaman spesies tumbuhan yang sebagian besar tergolong
spesies asosiasi mangrove dan spesies berhabitus pohon, mengindikasikan adanya
percampuran spesies daratan sebagai akibat adanya zona transisi dari zona sungai menuju
daratan.

2.1.5 Habitat Mangrove


Menurut Martuti et al. (2019), Mangrove merupakan ekosistem yang berada pada
wilayah intertidal, dimana pada wilayah tersebut terjadi interaksi yang kuat antara perairan
laut, payau, sungai dan terestrial. Mangrove hidup di daerah tropik dan subtropik, terutama
pada garis lintang 25° LU dan 25° LS. Ekosistem mangrove banyak ditemukan di pantai-
pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung. Mangrove adalah
6
khas daerah tropis yang mempunyai kemampuan hidup dan berkembang baik pada temperatur
19°- 40°C. Tumbuhan mangrove berasosiasi dengan organisme lain (fungi, mikroba, alga,
fauna, dan tumbuhan lainnya) membentuk komunitas mangrove. Komunitas mangrove
tersebut berinteraksi dengan faktor abiotik (iklim, udara, tanah, dan air) membentuk
ekosistem mangrove.
Menurut Dinas lingkungan hidup pemerintahan kota Surabaya (2017), Vegetasi
mangrove umumnya tumbuh subur di daerah pantai yang landai di dekat muara sungai dan
pantai yang terlindung dari kekuatan gelombang. Dalam ekosistem mangrove terdapat
gabungan komponen daratan dan komponen lautan, dimana termasuk di dalamnya adalah
flora dan fauna yang hidup saling bergantungan satu dengan yang lain. Parameter pembatas
bagi persebaran mangrove adalah iklim, geomorfologi dan sedimentologi pantai, range pasang
surut, pengaruh air tawar dan hidrologi. Tumbuhan mangrove secara umum biasa berkembang
dalam lingkungan yang mempunyai kondisi kurang baik, tetapi setiap tumbuhan mangrove
mempunyai kemampuan yang berbeda untuk dapat mempertahankan atau beradaptasi
terhadap kondisi fisik dan kimia lingkungannya. Parameter fisik yang penting bagi kehidupan
mangrove adalah substrat dasar, pasang surut air laut, dan salinitas air.

2.1.6 Substrat Ekosistem Mangrove


Menurut Martuti et al. (2019), Tipe substrat yang cocok untuk pertumbuhan mangrove
adalah lumpur lunak, mengandung silt, clay dan bahan-bahan organik yang lemut. Sebagian
besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama di daerah
dimana endapan lumpur terakumulasi. Substrat mangrove dibentuk oleh kumulasi sedimen
yang berasal dari pantaii dan erosi hulu sungai. Secara umum mangrove dapat tumbuh pada
berbagai macam substrat (tanah berpasir, lempung, tanah lumpur, tanah berbatu). Mangrove
dapat tumbuh pada berbagai jenis substrat yang bergantung pada proses pertukaran air untuk
memelihara pertumbuhan mangrove.
Menurut Prihadi et al. (2018), Karakteristik substrat merupakan faktor yang membatasi
pertumbuhan dan distribusi mangrove. Jenis substrat sangat mempengaruhi susunan jenis dan
kerapatan vegetasi mangrove yang hidup diatasnya. Semakin cocok substrat untuk vegetasi
mangrove jenis tertentu dapat dilihat dari banyaknya tegakan vegetasi tersebut merapati area
hidupnya. Substrat adalah tempat dimana akar-akar mangrove dapat tumbuh. Substrat
merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan dan distribusi mangrove. Mangrove
dapat tumbuh dengan baik pada substrat berupa pasir, lumpur atau batu karang. Sebagian
besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada substrat berlumpur, namun ada pula

7
yang tumbuh baik pada substrat berpasir, bahkan substrat berupa pecahan karang. Kondisi
substrat merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan zonasi mangrove.

2.1.7 Flora Fauna Mangrove


Menurut Prihadi et al. (2018), Flora dan Fauna sangat penting bagi keragaman
ekosistem pada hutan mangrove. Secara ekologis, ekosistem mangrove dapat menjamin
terpeliharanya lingkungan fisik, seperti penahan ombak, angin dan merupakan habitat dari
berbagai satwa liar seperti monyet, ular, biawak, burung, ikan, kepiting bakau, kepiting Uca
sp dan kerang-kerangan. Terdapat dua kelompok fauna pada ekosistem mangrove yaitu fauna
daratan dan fauna perairan. Kelompok fauna daratan tidak mempunyai adaptasi khusus untuk
hidup di dalam hutan mangrove, seperti insekta, ular, primata dan burung. Sedangkan fauna
perairan terdiri dari dua tipe yakni fauna yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis
ikan dan udang; dan fauna yang menempati substrat terutama kepiting, kerang dan berbagai
jenis invertebrate.
Menurut Martuti (2013) Hutan mangrove dijadikan tempat perkembang biakan dari
ikan, kerang , kepiting dan udang, serta tempat tinggal bagi ikan baik yang bersifat herbivora,
omnivora. Tanpa kehadiran tumbuhan mangrove, kawasan tersebut tidak dapat disebut
sebagai ekosistem mangrove. Dalam ekosistem mangrove kebanyakan fauna invertebrata
hidup berinteraksi pada akar-akar mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lumpur
melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan akibat
adanya pasang surut di daerah hutan mangrove dan terhindar dari predator. Pada ekosistem
mangrove juga terdapat beberapa jenis ikan, kerang, kepiting, dan udang. Berbagai jenis ikan
baik yang bersifat herbivora, omnivora maupun karnivora hidup mencari makan di sekitar
mangrove terutama pada waktu air pasang.

2.1.8 Zona ekosistem Mangrove


Menurut Dinas Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya (2017), Mangrove di
beberapa pantai tropis yang landai dapat tumbuh dengan lebat dan mempunyai lebar mencapai
5 km yang dimulai dari tepi menuju ke laut dan dapat tumbuh hingga ribuan hektar pada
estuaria. Dikutip dari Noor et al. (2006), tipe vegetasi mangrove terbagi atas empat bagian
antara lain:
a. Mangrove terbuka, mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Termasuk
mangrove jenis ini adalah Avicennia marina.
b. Mangrove tengah, mangrove yang berada di belakang mangrove zona terbuka. Pada lokasi
ini didominasi oleh Rhizophora.
8
c. Mangrove payau, mangrove yang berada disepanjang sungai berair payau hingga air tawar.
Pada lokasi ini biasanya didominasi oleh Nypa atau Sonneratia.
d. Mangrove daratan, mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang
jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Zona ini memiliki kekayaan tertinggi dan jenis-jenis
yang umum ditemukan pada zona ini termasuk Ficus microcarpus (F. retusa), Intsia bijuga,
Nypa fruticans, Lumnitzera racemosa, Pandanus sp. dan Xylocarpus moluccensis.
Menurut Koroy dan Boy (2020), Zonasi mangrove yang terbentuk di Indonesia dari arah
laut ke darat, adalah vegetasi Rhizophora dan Bruguiera, pada zona tengah adalah jenis
Avicenia, sedangkan vegetasi Nypa berada dekat darat karena dipengaruhi oleh air tawar.
Sebaran zona-zona vegetasi tertentu dan zonasi dari setiap daerah memiliki pola yang
berbeda-beda tergantung dari keadaan fisiografi daerah pesisir dan dinamika pasang surutnya.
Pola zonasi disetiap daerah sangat tergantung terhadap kondisi fisik lingkungan. Kondisi fisik
lingkungan yang mempengaruhi pola zonasi mangrove adalah fisiografi pantai, pasang surut
air laut, gelombang dan arus laut, iklim (cahaya matahari, curah hujan, temperatur, dan
angin), salinitas, oksigen terlarut, jenis sedimentasi, dan kandungan unsur hara pada tiap
lokasi. Sifat fisik tanah atau substrat sangat berpengaruh terhadap kemampuan tanah untuk
mendukung kehidupan tanaman. Adanya sifat fisik tanah yang berbeda akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan poduksi tanaman, karena akan menentukan penetrasi akar di dalam
tanah, kemampuan tanah menahan air, drainase, aerasi tanah dan ketersediaan unsur hara
tanah.

2.1.9 Faktor Eksternal dan Internal pertumbuhan Mangrove


Pertumbuhan mangrove tentunya dipengaruhi oleh faktor faktor baik faktor eksternal
dan faktor internal. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove
di suatu lokasi adalah: fisiografi pantai (topografi), pasang (lama, durasi, rentang), gelombang
dan arus, iklim (cahaya,curah hujan, suhu, angin), salinitas, oksigen terlarut, tanah, dan hara.
Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan
komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Gelombang dan arus juga
berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah dan semai rhizophora.
Perubahan iklim dapat disebabkan oleh cahaya yang berpengaruh terhadap forosintesis,
respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove. Pertumbuhan mangrove juga dipengaruhi
oleh curah hujan. Distribusi hujan mempengaruhi perkembangan mangrove, curah hujan
yangg terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah. Salinitas
optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar 10-30 ppt (Alwidakdo et al.,
(2014).
9
Menurut Djamaluddin (2018), faktor pertumbuhan mangrove dipengaruhi oleh
bagaimana penyebaran buah, biji dan benihnya. Faktor yang lainnya yang memengaruhi yaitu
germinasi dan establismen dimana pertunasan atau germinasi pada mangrove dapat dibagi ke
dalam dua tipe utama. Tipe tersebut adalah germinasi hypogeal (cotyledon tidak membesar
dan terbuka) dan germinasi epigeal (kotiledon membesar dan terbuka). Sedangkan
establismen merupakan tahapan kritis dalam siklus hidup biji tersebut. Berbagai kondisi
edaphic (berkaitan dengan substrat) dan faktor pasang-surut di dalam lingkungan mangrove
dapat membatasi establismen atau keberhasilan hidup benih mangrove. Faktor lain yang juga
mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah pembungaan.

2.1.10 Metode Pengambilan data mangrove


Menurut Prihadi et al. (2018), Metode yang biasa digunakan dalam pengambilan data
mangrove adalah metode survei dan wawancara. Metode ini untuk mengetahui data
keanekaragaman, kerapatan mangrove dan biofisik kawasan wisata mangrove. Metode yang
digunakan untuk mengetahui data tersebut adalah metode survei. Metode ini untuk
mengetahui data biofisik kawasan wisata mangrove dan mencari data pengunjung
(wisatawan) untuk mengevaluasi daya dukung lingkungannya. Sumber data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan data dilakukan mengunakan metode
random sampling dengan purposive sampling untuk pengukuran kerapatan mangrove dan
jenis mangrove, biota yang asosiasi, parameter fisik dan kimia perairan. Sedangkan metode
purposive sampling digunakan untuk wawancara pengunjung dan juga menentukan titik
pengamatan berdasarkan adanya tujuan tertentu dan pertimbangan dari peneliti sendiri, seperti
pengumpulan data pengunjung (wisatawan), pengukuran panjang sungai, kedalaman sungai
dan substrat.
Menurut Buwono (2017), Prosedur pengambilan data penelitian untuk mengetahui
kondisi mangrove dilakukan dengan metoda pengukuran Transek Garis Berpetak (Line
Transect Plot). (Transect Line Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu
ekosistem dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati
wilayah ekosistem tersebut. Metode pengukuran ini merupakan metode pengukuran yang
paling mudah dilakukan, namun memiliki tingkat akurasi dan ketelitian yang kurang akurat.
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam metode line transec plot ini adalah menentukan
wilayah kajian, lalu menentukan stasiun-stasiun pengamatan secara konseptual. Pada setiap
stasiun pengamatan tetapkan transek-transek garis dari arah laut ke arah darat di daerah
intertidal. Pada setiap zona mangrove yang berada disepanjang transek garis, letakkan secara

1
0
acak petak-petak plot, determinasi setiap jenis tumbuhan mangrove yang ada pada setiap
petak plot tersebut.

2.1.11 Kondisi Mangrove di Pantai Utara Jawa


Menurut Martuti et al. (2019), mengacu pada kajian Dinas Pertanian Kota Semarang
(2015), luas areal hutan mangrove di wilayah pesisir Kota Semarang seluas 84,39 Ha, yang
terdiri dari 279 unit kelompok-kelompok kecil mangrove dan rata- rata setiap kelompok
seluas 0,30 Ha. Luas minimum adalah 0,015 Ha sedangkan luas maksimum sebesar 8,58 Ha
terdapat di Kecamatan Tugu, Semarang Barat dan Kecamatan Genuk, dapat dikemukakan
sebagai berikut. Mangrove di pesisir Kota Semarang tersebar di beberapa daerah. Berdasarkan
hasil kajian pada tahun 2015 luas lahan mangrove di Kota Semarang mengalami penambahan
luasan mencapai 207,34 %, yaitu dari 32,85 ha pada tahun 2010 menjadi 68,13 ha pada tahun
2015 terluas terdapat di Kecamatan Tugu 46,19 ha (48,93%); terluas kedua adalah Kecamatan
Genuk sebesar 22,72 ha (24,47 %), ketiga Kecamatan Semarang Barat seluas 13,40 ha
(14,20%) dan paling sedikit terdapat di Kecamatan Utara seluas 12,07 ha (12,79%). Kondisi
vegetasi mangrove tersebut tidak merata dan cenderung semakin menurun karena desakan
kebutuhan pemanfaatan lahan pesisir, masih kurangnya penegakan hukum dan desakan
berbagai kepentingan pemanfaatan lahan pemukiman, kawasan industri, sarana dan prasarana
dasar di wilayah pesisir dan lain-lain.
Menurut Martuti (2013), Berdasarkan hasil analisis vegetasi mangrove di Wilayah
Tapak, terdapat lima spesies mangrove yang berhasil dijumpai, yaitu Rhizophora mucronata,
Avicennia marina, Excoecaria aghalloca, Brugueira cylindrical, dan Xylocarpus mocullensis.
Spesies yang dijumpai pada tingkat pertumbuhan pohon tercatat ada adu jenis mangrove yang
terdiri atas A. marina dan R. mucronata, pada tingkat pancang tercatat ada empat jenis
mangrove meliputi A. marina, E. agallocha, R. mucronata, dan X. mollucensis, serta pada
tingkat pertumbuhan semai ditemukan empat jenis mangrove, yakni A. marina, B. cylindrica,
R. mucronata, dan X. mollucensis. Jenis mangrove yang ada di wilayah Tapak ini tidak jauh
berbeda dengan jenis mangrove yang ada di pantai utara dan selatan Jawa Tengah, dimana
ditemukan tumbuhan mangrove mayor dengan lokasi sebaran paling luas adalah R.
mucronata, diikuti S. alba, N. fruticans, A. alba dan A. marina. Tumbuhan mangrove minor
paling luas lokasi sebarannya adalah Acrostichum spp. Kondisi mangrove di Desa Tapak,
Kelurahan Tugurejo Kota Semarang saat ini tergolong cukup baik jika dibandingkan dengan
daerah lain di sekitarnya. Hal ini karena di Wilayah Tapak sering dilakukan kegiatan
penanaman mangrove baik yang dilakukan oleh masyarakat setempat maupun dari lembaga-
lembaga pemerintah, swasta, LSM, pelajar, dan mahasiswa.
1
1
III. MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Hari, Tanggal : Selasa, 16 Maret 2021
Waktu : 19.30 WIB – 21.30 WIB
Tempat : Jln. Bunga Cempaka no. 19 Medan Baru dengan platform microsoft teams

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Mangrove
Tabel 1. Alat dan Bahan dalam Praktikum Mangrove

Nomo Alat & Bahan Gambar Fungsi


r
1. Water Qualiti Checker Mengecek kondisi
(WQC) perairan mangrove
seperti: suhu,pH dan
salinitas
2. GPS Untuk mengetahui
3lokasi tempat
penelitian

3. Meteran jahit Untuk mengukur


diameter batang
mangrove

4. Tali transek Berfungi untuk


membuat beberapa plot
transek yang digunakan
untuk metode
pengambilan data
1
2
mangrove dan
mengetahui persebaran
mangrove
5. Alat tulis Untuk mencatat hasil
identifikasi

Berfungsi untuk
6. Topi lapangan
keselamatan dan
melindungi dari sinar
matahari
Membantu dalam
7. Data Sheet
mengolah data
mangrove yang sudah
didapatkan

8. Buku identifikasi Membantu dalam


mengidentifikasi jenis-
jenis mangrove

9. Pelampung Untuk keamanan


praktikan khususnya
pada lokasi di daerah
rawa
10. Sepatu boot Untuk menghindari
benda-benda berbahaya
yang dapat terinjak
pada substrat mangrove
11. Pisau atau parang Mengambil sampel
mangrove yang
nantinya digunakan
untuk membuat
herbarium
12. Kamera Mendokumentasikan
kegitan praktikum

1
3
13. Kantong plastik Sebagai wadah sampel
mangrove

Melindungi dari duri-


14. Pakaian yang nyaman
duri pada mangrove
(berlengan panjang &
tertentu dan nyamuk
tidak berwarna hitam)
yang berada pada
lokasi praktikum

3.3 Metode
3.3.1 Mangrove
1. Metode pengamatan memakai metode plot transek. Langkah awal yaitu alat dan
bahan yang akan digunakan pada saat praktikum pendataan mangrove disiapkan.
2. Lokasi atau stasiun penelitian/pengamatan mangrove yang akan didata
ditentukan. Lokasi dapat ditentukan dengan metode citra satelit, random
stratified, ataupun pengamatan langsung. Pada praktikum ini pendataan
dilakukan di pantai Blebak.
3. Transek ditetapkan dan dibuat plot transek dengan rincian sebagi berikut :
a. Transek 10 x 10 m untuk mengidentifikasi diameter, tinggi, koordinat, dan
spesies pohon atau tree mangrove.
b. Transek 5 x 5 m untuk mengidentifikasi diameter, tinggi, koordinat, dan
spesies anakan (sampling) mangrove yang memiliki diameter 1 cm sampai 4 cm.
c. Transek 1 x 1 m untuk mengidentifikasi diameter, tinggi, koordinat X dan Y
semai atau seedling mangrove yang memiliki diameter kurang dari 1 cm.
4. Mangrove dideterminasi berdasarkan (jenis dan diameter) pada setiap plot
transek yang sudah dibuat sebelumnya. Penentuan jenis mangrove dibantu
dengan buku identifikasi.
5. Pembuatan herbarium. Herbarium dibuat untuk menentukan spesies mangrove
yang tidak dapat ditentukan langsung dengn kata lain praktikan belum dapat
mengelompokkan jenisnya pada saat pengamatan.
6. Parameter lingkungan seperti suhu, salinitas dan pH diukur menggunakan water
qualiti checker.
7. Jenis substrat yang terdapat pada masing-masing plot diidentifikasi.
8. Biota yang ada di sekitar ekosistem mangrove diidentifikasi.

1
4
9. Data-data yang sudah diidentifikasi sebelumnya dicatat pada form identifikasi
yang sudah disiapkan.
10. Data-data hasil identifikasi ekosistem mangrove diolah menggunakan microsoft
excel untuk mengetahui jenis spesies, kerapatan, keragaman dan informasi
lainnya mengenai mangrove yang ada di pantai blebak.

1
5
3.4 Diagram Alir
3.4.1 Mangrove

MULAI

Alat dan bahan disiapkan

Lokasi / stasiun penelitian ditentukan

Transek ditetapkan dan dibuat plot transek (1 x 1, 5 x 5, 10 x 10)

Mangrove dideterminasi (jenis dan diameter) pada setiap plot

Herbarium dibuat

Parameter lingkungan (suhu, salinitas, pH) diukur

Jenis substrat pada masing-masing plot diidentifikasi

Fauna yang ditemukan pada setiap plot diidentifikasi

Data identifikasi dicatat pada form identifikasi

Data diolah

SELESAI

Gambar 1. Diagram alir identifikasi ekosistem mangrove

1
6
3.5 Peta Titik Pengambilan Data
3.5.1 Mangrove

Gambar 2. Peta lokasi Pengambilan Data Mangrove

1
7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1 Mangrove
4.1.1.1. Plotting (stasiun 1,2,3)
Stasiun 1

Gambar 3. Plotting Stasiun 1 Transek A


Stasiun 2

Gambar 4. Plotting Stasiun 2 Transek B

1
8
Stasiun 3

Gambar 5. Plotting Stasiun 3 Transek C

4.1.1.2. Data Identifikasi


a. Transek Ukuran 1x1 meter (stasiun 1,2,3)
Stasiun 1
Tabel 2. Data Transek A 1m x 1m (Seedling)
DATA TRANSEK A 1 m x 1 m (SEEDLING)

No. Spesies Tinggi (m) Diameter (cm) X Y Substrat Keterangan (%) Basal Area

1 Sesuvium portulacastrum - - - - - merambat - -


Total 0

Stasiun 2
Tabel 3. Data Transek B 1m x 1m (Seedling)
DATA TRANSEK B 1 m x 1 m (SEEDLING)

No. Spesies Tinggi (m) Diameter (cm) X Y Substrat Keterangan (%) Basal Area

1 - - - - - - - -
- - - - - - - -
Total 0

Stasiun 3
Tabel 4. Data Transek C 1m x 1m (Seedling)
DATA TRANSEK C 1 m x 1 m (SEEDLING)
No. Spesies Tinggi (m) Diameter (cm) X Y Substrat Keterangan (%) Basal Area
1 Rhizophora mucronata - - - - - jumlah : 2, cover 12,5% 12.5 -
Total 0

1
9
b. Transek Ukuran 5x5 meter (stasiun1,2,3)
Stasiun 1
Tabel 5. Data Transek A 5m x 5m (Sapling)
DATA TRANSEK A 5 m x 5 m (SAPLING)
No. Spesies Tinggi (m) Diameter (cm) X Y Substrat Keterangan Basal Area
patah, biota : ikan kecil, kepiting, siput, laba-
1 Rhizophora apiculata 2.5 2.83 3 1 pasir 6.287
laba
patah, biota : ikan kecil, kepiting, siput, laba-
2 Excoecaria agallocha 1.5 1.2 1 1 pasir 1.130
laba
patah, biota : ikan kecil, kepiting, siput, laba-
3 Xylocarpus granatum 1.2 1.71 1 3 pasir 2.295
laba
patah, biota : ikan kecil, kepiting, siput, laba-
4 Xylocarpus granatum 1.3 1.71 1 4 pasir 2.295
laba
Total BA Rhizophora apiculata 6.287
Total BA Excoecaria agallocha 1.130
Total BA Xylocarpus granatum 4.591

Stasiun 2
Tabel 6. Data Transek B 5m x 5m (Sapling)
DATA TRANSEK B 5 m x 5 m (SAPLING)
Tinggi Diameter
No. Spesies X Y Substrat Keterangan Basal Area
(m) (cm)
1 pasir pecahan patah, biota : ikan kecil, kepiting, siput, laba-
Rhizophora stylosa 9.182
0.9 3.42 5 3 karang laba
2 pasir pecahan patah, biota : ikan kecil, kepiting, siput, laba-
3.528
Rhizophora mucronata 0.8 2.12 5 4 karang laba
Total BA Rhizophora stylosa 9.182
Total BA Rhizophora mucronata 3.528

Stasiun 3
Tabel 7. Data Transek C 5m x 15 (Sapling)
DATA TRANSEK C 5 m x 5 m (SAPLING)
Tinggi Diameter
No. Spesies X Y Substrat Keterangan Basal Area
(m) (cm)
1 Rhizophora mucronata 1.9 1 5 3 lumpur fauna : mollusca 0.785
2 Rhizophora mucronata 1.5 1 4 4 lumpur fauna : mollusca 0.785
Total BA Rhizophora mucronata 1.570

c. Transek Ukuran 10x10 meter (stasiun 1,2,3)


Stasiun 1
Tabel 8. Data Transek A 10m x 10m (Pohon)
DATA TRANSEK A 10 m x 10 m (POHON)
Tinggi Diameter
No. Spesies X Y Substrat Keterangan Basal Area
(m) (cm)
1 Rhizophora apiculata 4.1 5 1 9 pasir kepiting, siput 17.422
2 Rhizophora apiculata 4.2 5 2 10 pasir kepiting 17.348
3 Rhizophora apiculata 4.1 4.5 9 6 pasir kepiting, siput 15.896

2
0
Stasiun 2
Tabel 9. Data Transek B 10m x 10m (Pohon)
DATA TRANSEK B 10 m x 10 m (POHON)
Tinggi Diameter
No. Spesies X Y Substrat Keterangan Basal Area
(m) (cm)
1 1.8 4.32 6 3 Pasir pecahan rajungan, keong
Rhizophora stylosa 14.650
karang
2 2 4.07 3 3 Pasir pecahan patah, fauna: kepiting, kelomang
Rhizophora stylosa 13.003
karang
3 1.8 4.02 6 3 Pasir pecahan patah, fauna: kepiting, kelomang
Rhizophora stylosa 12.686
karang
4 2.3 4.45 5 9 Pasir pecahan patah, fauna: kepiting, kelomang
Rhizophora mucronata 15.545
karang
5 2.3 4.41 5 9 Pasir pecahan patah, fauna: kepiting, kelomang
Rhizophora mucronata 15.267
karang
Total BA Rhizophora stylosa 40.339
Total BA Rhizophora mucronata 30.812

Stasiun 3
Tabel 10. Data Transek C 10m x 10m (Pohon)
DATA TRANSEK C 10 m x 10 m (POHON)
Tinggi Diameter
No. Spesies X Y Substrat Keterangan Basal Area
(m) (cm)
1 Rhizophora mucronata 5 8 2 5 Lumpur bivalvia, insecta, crustacea 50.240
2 Rhizophora mucronata 3.5 4.2 3 1 Lumpur mollusca, crustacea 13.847
3 Rhizophora mucronata 3.5 4.2 7 1 Lumpur mollusca, crustacea 13.847
4 Rhizophora mucronata 5 6.5 7 5 Lumpur amfibi, pisces 33.166
Total BA Rhizophora mucronata 111.101

4.1.1.3. Hasil Pengolahan Data


Transek 1x1
Tabel 11. Hasil Pengolahan Data Transek 1m x 1m (Seedling)
Semai/ seedling (diameter batang <1 cm)
2
Lokasi Sampling No Spesies ni A (m ) ni/N K KR (%) H' Keterangan J' Keterangan BA Ci Rci BAi/BA DR (%) D NP (%)

A 1. Sesuvium portulacastrum
Jumlah (Σ)
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
100%
0
0
keanekaragaman rendah
keanekaragaman rendah
0
0
Keseragaman Rendah
Keseragaman Rendah
0
0
0
0
0
0
0
0
0.5
0.5
1
1
150%
150%

B 2. -
Jumlah (Σ)
-
-
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

C 3. Rhizophora mucronata
Jumlah (Σ)
1
1
1
1
1
1
1
1
100%
100%
0
0
keanekaragaman rendah
keanekaragaman rendah
0
0
Keseragaman Rendah
Keseragaman Rendah
0
0
0
0
0
0
0
0
0.5
0.5
1
1
150%
150%

Transek 5x5
Tabel 12. Hasil Pengolahan Data Transek 5m x 5m (Sapling)
Anakan/ sapling (diameter batang 1 - < 4cm)
2
Lokasi Sampling No Spesies ni A (m ) ni/N K KR (%) H' Keterangan J' Keterangan BA Ci Rci BAi/BA DR (%) D NP (%)
1. Rhizophora apiculata 1 25 0.25 0.04 25% 1.3862944 keanekaragaman sedang 1 Keseragaman Rendah 6.287 0.25148 0.23916 0.52357 0.125 0.04 38%

A 2.
3.
Excoecaria agallocha
Xylocarpus granatum
1
2
25
25
0.25
0.5
0.04
0.08
25%
50%
1.3862944
0.6931472
keanekaragaman sedang
keanekaragaman rendah
1
0.5
Keseragaman Rendah
Keseragaman Rendah
1.130
4.591
0.0452 0.04299
0.18364 0.17464
0.0941
0.38233
0.125
0.25
0.04
0.08
38%
75%
Jumlah (Σ) 4 75 1 0.16 100% 3.4657359 keanekaragaman tinggi 2.5 Keseragaman Sedang 12.008 0.48032 0.45679 1 0.5 0.16 150%
1. Rhizophora stylosa 1 25 0.5 0.04 50% 0.6931472 keanekaragaman rendah 1 Keseragaman Rendah 9.182 0.36728 0.34928 0.72242 0.125 0.04 63%
B 2. Rhizophora mucronata
Jumlah (Σ)
1
2
25
50
0.5
1
0.04
0.08
50%
100%
0.6931472
1.3862944
keanekaragaman rendah
keanekaragaman sedang
1
2
Keseragaman Rendah
Keseragaman Sedang
3.528
12.710
0.14112 0.13421
0.5084 0.48349
0.27758
1
0.125
0.25
0.04
0.08
63%
125%

C 1. Rhizophora mucronata
Jumlah (Σ)
2
2
25
25
1
1
0.08
0.08
100%
100%
0
0
keanekaragaman rendah
keanekaragaman rendah
0
0
Keseragaman Rendah
Keseragaman Rendah
1.570
1.570
0.0628 0.05972
0.0628 0.05972
1
1
0.25
0.25
0.08
0.08
125%
125%

2
1
Transek 10x10
Tabel 13. Hasil Pengolahan Data Transek 10m x 10m (Pohon)
Pohon (diameter batang > 4 cm)
2
Lokasi Sampling No Spesies ni A (m ) ni/N K KR (%) H' Keterangan J' Keterangan BA Ci Rci BAi/BA DR (%) D NP (%)

A 1. Rhizophora apiculata
Jumlah (Σ)
3
3
100
100
1
1
0.03
0.03
100%
100%
0
0
keanekaragaman rendah
keanekaragaman rendah
0
0
Keseragaman Rendah
Keseragaman Rendah
50.666
50.666
0.50666
0.50666
0.21753
0.21753
1
1
0.25
0.25
0.03
0.03
125%
125%
1. Rhizophora stylosa 3 100 0.6 0.03 60% 0.5108256 keanekaragaman rendah 0.7369656 Keseragaman Rendah 40.339 0.40339 0.17319 0.56695 0.25 0.03 85%
B 2. Rhizophora mucronata
Jumlah (Σ)
2
5
100
200
0.4
1
0.02
0.05
40%
100%
0.9162907
1.4271164
keanekaragaman rendah
keanekaragaman sedang
0.5693234
1.0294468
Keseragaman Rendah
Keseragaman Sedang
30.812
71.151
0.30812
0.71151
0.13229 0.43305 0.16667
0.30548 1 0.41667
0.02
0.05
57%
142%

C 1. Rhizophora mucronata
Jumlah (Σ)
4
4
100
100
1
1
0.04
0.04
100%
100%
0
0
keanekaragaman rendah
keanekaragaman rendah
0
0
Keseragaman Rendah
Keseragaman Rendah
111.101
111.101
1.11101
1.11101
0.477
0.477
1
1
0.33333
0.33333
0.04
0.04
133%
133%

4.2. Pembahasan

4.2.1 Mangrove

4.2.1.1 Karakteristik Habitat Ekosistem Mangrove di Pantai Blebak

Menurut Martuti et al. (2018), Mangrove merupakan ekosistem yang berada pada
wilayah intertidal, dimana pada wilayah tersebut terjadi interaksi yang kuat antara perairan
laut, payau, sungai, dan terestrial. Hutan mangrove merupakan komunitas pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang
pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Mangrove umumnya tumbuh pada daerah
intertidal yang jenis tanah berlumpur atau berpasir. Hal ini sesuai dengan keberadaan
mangrove di pantai blebak. Beberapa spesies mangrove yang ada di pantai blebak seperti
Rhizopora apiculata, Excoecaria agallocha, Xylocarpus granatum dan beberapa spesies
lainnya hidup pada substrat jenis pasir. Terdapat juga spesies yang dominan tumbuh pada
substrat lumpur seperti Rhizophora mucronata.
Menurut Prihadi et al. (2018), Karakteristik substrat merupakan faktor yang membatasi
pertumbuhan dan distribusi mangrove. Jenis substrat sangat mempengaruhi susunan jenis dan
kerapatan vegetasi mangrove yang hidup diatasnya. Semakin cocok substrat untuk vegetasi
mangrove jenis tertentu dapat dilihat dari banyaknya tegakan vegetasi tersebut merapati area
hidupnya. Substrat adalah tempat dimana akar-akar mangrove dapat tumbuh. Substrat
merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan dan distribusi mangrove. Mangrove
dapat tumbuh dengan baik pada substrat berupa pasir, lumpur atau batu karang. Sebagian
besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada substrat berlumpur, namun ada pula
yang tumbuh baik pada substrat berpasir, bahkan substrat berupa pecahan karang. Di pantai
blebak terdapat ketiga jenis substrat tersebut. Di stasiun 1 yaitu transek A bersubstrat pasir,
Substrat pasir pecahan karang merupakan substrat yang terdapat pada stasiun 2 yaitu transek
B tumbuhan mangrove pada fase sapling dan pohon. Di stasiun 3 yaitu transek C jenis
substratnya adalah lumpur. Pada habitat mangrove terdapat berbagai biota seperti ikan kecil,
kepiring, siput, laba-laba, kelomang, Mollusca, Bivalvia, dan beberapa insecta.

2
2
4.2.1.2 Bentuk Adaptasi Mangrove di Pantai Blebak
Praktikum kali ini yaitu praktikum Ekologi Laut yang kita lakukan adalaha di Pantai
Blebak Kec Mlongo. Jepara, Jawa Tengah. Mangrove biasanya hidup didaerah berlumpur dan
di daerah intertidal. Mangrove mampu beradaptasi terhadap lingkungannya yang memliki
salinitas yang tinggi. Pada pengamatan yang telah dilakukan di pantai Blebak, terdapat
beberapa spesies mangrove yang hidup dan berdaptasi disana. Adanya lingkungan yang
berlumpur, pasir dan tergenang oleh air merupakan tempat yang favorit bagi beberapa
mangrove. Mangrove beradaptasi terhadap kadar oksigen rendah, pohon mangrove memiliki
bentuk perakaran yang khas, bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora yang
terdapat pada salah satu jenis mangrove yang tumbuh di pantai blebak yaitu Xylocarpus spp
untuk mengambil oksigen dari udara.
Dapat dilihat bahwa keadaan pantai Blebak di dominasi oleh subtrat dasar berlumpur
dan berkarang yang dipenuhi pasir. Hal tersebut dapat secara alami membuat mangrove akan
malakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Bentuk akarnya tunjang merupakan salah satu
bentuk adaptasi yang dilakukan mangrove untuk bertahan hidup. Akar tunggang yang ada
pada mangrove merupakan bentuk adaptasi untuk dapat bertahan hidup dalam ombak dan
badai. Selain itu mangrove juga mempunyai sel-sel khusus pada daun yang berfungsi untuk
menyimpan kadar garam. Mangrove juga berdaun tebal dan kuat yang banyak mengandung
air untuk mengatur kesetimbangan garam.

4.2.1.3 Kerapatan Mangrove di Pantai Blebak


Kerapatan merupakan jumlah spesies dalam satu area. Kerapatan merupakan hasil
dari jumlah spesies dibagi dengan luas transek. Kerapatan dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu
kerapatan jenis yang dilambangkan dengan (K), dan kerapatan relative yang biasanya dirulis
dengan symbol (KR%). Kerapatan relative (KR%) merupakan presentase dari spesies per
jumlah seluruh spesies dalam satu lokasi pengamatan. Berdasarkan pengamatan ekosistem
mangrove yang sudah dilakukan di pantai Blebak dapat dilihat bahwa kerapatan mangrove di
pantai ini bervariasi dapat dilihat berdasarkan perbedaan kerapatan pada tiap transek.
Pada transek 1 x 1 di stasiun 1 kerapatan bernilai 1 dan keraapatan relatifnya bernilai
100% karena pada stasiun ini hanya terdapat satu jenis mangrove hal ini sama dengan
kerapatan di stasiun 3. Namun, berbeda dengan transek 1 x 1 di stasiun 2, di stasiun ini tidak
ada jenis mangrove yang teridentifikasi sehingga nilai kerapatan dan kerapatan relatifnya
bernilai 0. Pada transek 5 x 5 di stasiun 1 kerapatan spesies Xylocarpus granatum lebih tinggi
dibandingkan dengan Rhizopora apiculate dan Excoecaria agallocha yaitu dengan kerapatan
relative sebesar 50%. Di stasiun 2 kerapatan jenis dan kerapatan relative spesies yang tumbuh
2
3
pada transek ini bernilai sama yaitu masing-masing bernilai 50%. Kerapatan jenis pada
transek 10 x 10 lebih rendah dari kerapatan pada transek 5 x 5 hal ini dikarenakan luas transek
5 x 5 lebih sempit dibanding transek 10 x 10 sehingga kerapatannya lebih tinggi. Secara
keseluruhan kerapatan tertinggi berada pada stasiun 1 atau stasiun A.

4.2.1.4 Keanekaragaman Mangrove di Pantai Blebak


H’ merupakan indeks keanekaragaman dalam suatu area untuk mengukur jumlah
spesies dan jumlah individu tiao spesies dalam satu lokasi. Keanekaragaman dalam suatu area
dibagi menjadi tiga, yaitu keanekaragaman tinggi, sedang, dan keanekaragaman rendah.
Kenanekaragaman mangrove dapat dilihat berdasarkan hasil yang diperoleh, dari hasil
pengamatan terlihat bahwa keanekaragaman paling tinggi terdapat pada transek A yang terdiri
dari jenis Sesuvium portulacastrum, Rhizopora apiculate, Excoecaria agallocha, Xylocarpus
granatum. Pada transek B terdapat dua jenis spesies mangrove yaitu Rhizophora mucronata,
dan Rhizophora stylosa. Sedangkan keanekaragaman terendah diantara 3 transek tersebut
terdapat pada transek C yang hanya terdiri dari Rhizophora mucronata.
Total jenis mangrove yang ditemukan di transek A, B, dan C yang berlokasi di pantai
blebak hanya 6 jenis spesies. Oleh karena itu, keanekaragaman jenis mangrove yang terdapat
di Pantai Blebak adalah rendah, karena karakteristik wilayah Pantai Blebak yang berlumpur
serta berkarang merupakan wilayah yang sangat di gemari oleh spesies tertentu. Hal tersebut
dapat terjadi karena adanya faktor habitat sangat berpengaruh terhadap komposisi penyusun
ekosistem mangrove bahkan perubahan kualitas habitat secara kompleks dapat mengakibatkan
pergeseran jenis vegetasi penyusunnya. Jenis vegetasi yang mampu beradaptasi pada kondisi
habitat yang mengalami perubahan dikhawatirkan dapat mendominasi kawasan tersebut
sehingga menyebabkan terjadinya penurunan keanekaragaman jenis di dalam kawasan.

4.2.1.5 Keseragaman Mangrove di Pantai Blebak


Keseragaman dapat dihitung dengan membagi indeks keanekaragaman dengan nilai
ln total jenis spesies pada tiap transek. Hasil dari tingkat keseragaman mangrove di daerah
pantai Blebak jika dilihat dari hasil pengamatan adalah cukup rendah, hal ini bisa di lihat dari
spesies mangrove yang hidup di daerah tersebut. Keseragaman tertinggi pada transek A
terdapat pada spesies Rhizopora apiculate, dan Excoecaria agallocha. Keseragaman tertinggi
pada transek B terdapat pada spesies Rhizophora stylosa dan Rhyzophora mucronate. Nilai
keseragaman tertinggi hanya bernilai 1 yang masih tergolong dalam keseragaman rendah.
Pada transek A keseragaman yang paling kecil terdapat pada spesies Sesuvium
portulacastrum dan Rhizophora apicullata yang bernilai 0. Pada transek C keseragaman yang
2
4
paling rendah adalah spesies Rhizophora mucronata yang bernilai 0. Secara keseluruhan
keseragaman terendah terdapat pada transek C yang hanya terdapat satu spesies yaitu
Rhizophora mucronata. Dari hasil perhitungan yang sudah dilakukan maka keseragaman
tertinggi terdapat pada transek B. Nilai keseragaman mangrove di pantai blebak yang
diperoleh dari pengolahan data tergolong rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua
jenis mangrove yang berada di daerah pengamatan memiliki jenis vegetasi yang sama.
Rendahnya tingkat keseragaman pada ke 3 stasiun ini diakibatkan oleh mendominasinya salah
satu spesies, selain itu tidak cocoknya karaketristik lokasi bagi spesies lain untuk
berkembang. Indeks keseragaman dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat
keanekaragaman hayati mangrove, seberapa besar tingkat kemerataan dari spesies mangrove
dan seberapa besar suatu spesies mangrove mendominasi suatu wilayah kajian.

4.2.1.6 Dominasi Mangrove di Pantai Blebak


Dominasi suatu spesies dalam suatu transek dapat dihitung dengan membagi
jumlah spesies dengan luas transek. Indeks dominasi merupakan derajat pada dominasi dari
satu, beberapa atau banyak spesies. Dominasi spesies tertinggi terdapat pada transek 1 x 1
tepatnya pada transek A (stasiun 1) yang didominasi oleh spesies Sesuvium portulacastrum
dan transek C (stasiun 3) yang didominasi oleh Rhizophora mucronata yang masing-masing
bernilai 1. Dominasi tertinggi terdapat pada transek 1 x 1 karena mempunyai luas transek
yang paling sempit hal ini sesuai denga rumus perhitungan dominasi spesies. Jika ditinjau
secara keseluruhan pada semua transek maka spesies yang paling dominan adalah Rhizophora
mucronata.
Spesies yang mendominasi pada suatu ekosistem merupakan spesies yang mempunyai
kemampuan beadaptasi. Sebagaimana yang telah diketahui, dominansi mangrove merupakan
penutupan suatu spesies terhadap areal mangrove. Dari hasil perhitungan data mangrove yang
ada di pantai blebak diketahui bahwa pada ketiga stasiun ini ada spesies yang cukup
mendominansi. Dan berdasarkan hasil yang telah didapat, bahwa dominansi yang paling besar
dari spesies Rhizophora mucronata. Hal itu terjadi karena jenis Rhizophora mucronata dapat
tumbuh pada berbagai substrat seperti substrat lumpur maupun substrat pasir pecahan karang.
Denyukai daerah yang berlumpur dan tergenang oleh air merupakan daerah yang mendukung
pertumbuhan hidup yang baik bagi jenis mangrove tersebut.

2
5
4.2.1.7 Faktor Oseanografi yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove di Pantai
Blebak
Perumbuhan mangrove dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor alam dan faktor
manusia. Faktor alam berkaitan dengan faktor oseanografi yang mempengaruhi pertumbuhan
mangrove seperti salinitas, pasang-surut, dan jenis substrat. Variabel pasang surut memiliki
pengaruh terhadap keberlangsungan pertumbuhan mangrove karena pasang surut merupakan
faktor yang mempengaruhi ketersediaan air payau sehingga mempengaruhi kadar salinitas
pada habitat mangrove. Selain itu, lama waktu penggenangan sangat mempengaruhi sistem
perakaran pada mangrove seperti pada saat pasang akan mengurangi pasokan oksigen yg
akan diserap oleh akar, sedangkan untuk seedling(anakan) akan kesulitan mendapatkan
oksigen pada saat waktu penggenangan dan menganggu transfer nutrien dan fosfor masuk ke
dalam habitat mangrove. Ketinggian maksimum air saat terjadinya pasang juga
mempengaruhi keberlangsungan hidup mangrove karena tinggi perendaman akan berdampak
pada kehidupan akar mangrove sebagai penyerap nutrien yang ada pada substrat sehingga
ketinggian air pada saat perendaman air pasang juga harus diperhatikan (Wahyudi et al.,
2019)
Salinitas yang berkisar diantara 29-30 ppm cukup baik bagi mangrove Avicennia dan
Rhizopora yang mampu beradaptasi dengan baik untuk kondisi salinitas tersebut. Hal ini
sesuai dengan hasil pengolahan data mangrove yang dilakukan di pantai blebak terlihat dari
keberadaan spesies Rhizipora mucronate, Rhizophora stylosa, Rhizophora apicullata tumbuh
dengan baik di lokasi ini. Pengaruh salinitas pada kehidupan mangrove adalah pada propagul
membantu dalam perkembang kecambahnya, sedangkan untuk seedling (anakan) membantu
pada pertumbuhan terutama dalam mendapatkan makanan pada aktivitas fotosintesis. Pada
dasarnya kondisi habitat mangrove dapat tumbuh dengan baik pada kondisi substrat yang
berlumpur. Jenis substrat lumpur dan pasir pecahan karang merupakan jenis substrat yang
mendominasi habitat mangrove pada lokasi pengamatan yaitu pantai blebak.

2
6
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Mangrove

1. Spesies mangrove yang tumbuh di lokasi pendataan terdiri dari Sesivium


portulacastrum, Rhizophora mucronata, Rhizophora apicullata, Excoecaria
agallocha, Xylocarpus granatum, dan Rhizophora stylosa.

2. Penghitungan data mangrove di pantai blebak terdiri dari tiga stasiun


penelitian yang didata menggunakan plot transek berukuran 1 x 1m, 5 x 5m,
dan 10 x 10m.

3. Keanekaragaman jenis mangrove di pantai blebak tergolong rendah, karena


karakteristik wilayah Pantai Blebak yang berlumpur serta berkarang
merupakan wilayah yang sangat di gemari oleh spesies tertentu. Total jenis
mangrove yang ditemukan di transek A, B, dan C yang berlokasi di pantai
blebak hanya 6 jenis spesies.

5.2 Saran

5.2.1 Mangrove

1. Praktikan diharapkan hadir tepat waktu sehingga praktikum dapat dimulai


dengan tepat waktu

2. Praktikan diharapkan fokus memperhatikan dan mendengarkan materi yang


disampaikan oleh tim asisten

3. Praktikum diharapkan dapat kondusif dalam mengikuti praktikum untuk


memperlancar keberjalanan praktikum.

4. Praktikan diharapkan teliti dan mengerjakan tugas-tugas praktikum dengan


baik dan megumpulkan tugas tepat waktu

2
7

Anda mungkin juga menyukai