Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Ekosistem utama di daerah pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistemlamun dan
ekosistem terumbu karang.Menurut Kaswadji (2001) , tidak selaluketiga ekosistem tersebut
dijumpai,namun demikian apabila ketiganyadijumpai maka terdapat keterkaitanantara ketiganya.
Masing-masingekosistem mempunyai fungsi sendiri.Menurut Nybakken (1992) , hutanmangrove
adalah sebutan umum yangdigunakan untuk menggambarkan suatuvarietas komunitas pantai
tropik yangdidominasi oleh beberapa spesies pohon- pohon yang khas atau semak-semak
yangmempunyai kemampuan untuk tumbuhdalam perairan asin. Hutan mangrovemeliputi pohon-
pohon dan semak yangtergolong ke dalam 8 famili, dan terdiriatas 12 genera tumbuhan
berbunga :Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora,Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus,Lummitzera,
Laguncularia, Aegiceras,Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000). Kata mangrove
mempunyai duaarti, pertama sebagai komunitas, yaitukomunitas atau masyarakat tumbuhanatau
hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut);dan kedua sebagai
individu spesies (Macnae,1968 dalam Supriharyono,2000). Supaya tidak rancu,
Macnaemenggunakan istilah ³mangal´ apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan³mangrove´
untuk individu tumbuhan.Hutan mangrove oleh masyarakat seringdisebut pula dengan hutan
bakau atauhutan payau. Namun menurut  Khazali(1998), penyebutan mangrove sebagai bakau
nampaknya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu namakelompok jenis tumbuhan yang
ada dimangrove.Dalam suatu paparan mangrove disuatu daerah tidak harus terdapat semua  jenis
spesies mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalam Idawaty, 1999). Formasi hutan mangrove
dipengaruhioleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang
surut,sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik  (Jenning and Bird, 1967) dalam Idawaty,1999).
Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesiesdan karakteristik hutan
mangrovetergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasangsurut air
laut, ketersediaan air tawar, dantipe tanah.Tumbuhan mangrove mempunyaidaya adaptasi yang
khas terhadaplingkungan. Bengen (2001) menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk Adaptasi
terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkanmangrove memiliki bentuk  perakaran yang
khas- Adaptasi terhadap kadar garamyang tinggi- Adaptasi terhadap tanah yangkurang strabil dan
adanya pasangsurut, dengan caramengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif
danmembentuk jaringan horisontalyang lebar.Ekosistem hutan mangrove bermanfaat secara
ekologis danekonomis. Fungsi ekologis dan ekonomishutan mangrove adalah (Santoso dan H.W.
Arifin, 1998)

2. TUJUAN PRAKTIKUM

untuk mengenal jenis mangrove dan mengetahui kerapatan jenis, frekuensi jenis dan
penutupan jenis dari jenis mangrove serta mempelajari kehidupan biota baik di darat maupun
didalam lumpur  pada ekosistem mangrove
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa
berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan
ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan
organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara
sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas
(pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah
yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.

Karakteristik Ekosistem Mangrove

Karakteristik terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya


yang unik, adalah :

 memiliki jenis pohon yang relatif sedikit.


 memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung
dan menjulang pada bakau Rhizophora spp, serta akar yang mencuat vertikal seperti
pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.
 memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya,
khususnya pada Rhizophora.
 memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki
ciri-ciri khusus, diantaranya adalah :

 tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada
saat pasang pertama;
 tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
 daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
 airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.
Karakteristik Fisik Yang Penting Habitat Hutan Mangrove

Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon
yang selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai
faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang air terus
menerus. Meskipun mangrove toleran terhadap tanah bergaram (halophytes), namun
mangrove lebih bersifat facultative daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan
baik di air tawar. Mangrove juga berbeda dari hutan darat, dalam hal ini jenis-jenis mangrove
tertentu tumbuh menggerombol di tempat yang sangat luas. Disamping Rhizophora spp, jenis
penyusun utama mangrove lainnya dapat tumbuh secara “coppice”. Asosiasi hutan mangrove
selain terdiri dari sejumlah jenis yang toleran terhadap air asin dan lingkungan lumpur,
bahkan juga dapat berasosiasi dengan hutan air payau di bagian hulunya yang hampir
seluruhnya terdiri atas tegakan nipah Nypa fruticans.

Flora Mangrove

Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni :

1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan
kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan
secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-
bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove,
dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah
Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera,
Laguncularia dan Nypa.
2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan
murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas,
contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum,
Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.

3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus,


dan lain-lain.
Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir
pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan
ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa
berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks
(beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan.
Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah :

 Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table)
dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan
kerusakan terhadap anakan.
 Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya
muka air dan drainase.
 Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar
garam.
 Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species intoleran seperti
Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia.
 Pasokan dan aliran air tawar

Fauna Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas
mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna tersebut
menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat
berkembang biak. Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa
sederhana sampai burung, dan mamalia. Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan
atas fauna darat (terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Akan tetapi fauna yang terdapat
di hutan mangrove Kab Subang termasuk kedalam fauna laut yang didominasi oleh Mollusca
dan Crustaceae. Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan
golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura.

Manfaat dan Fungsi Mangrove

Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling
berkolerasi secara timbal balik (Siregar dan Purwaka, 2002). Masing-masing elmen dalam
ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu
komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh
terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang
paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-
bahan pencemar. Secara Fisik :

1) Penahan abrasi pantai.

2) Penahan intrusi (peresapan) air laut.

3) Penahan angin.

4) Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan


pencemar di perairan rawa pantai.

5) Penyerapan karbon. Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C0 2) menjadi


karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan
ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi
hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk.
Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan
dengan sumber karbon.

6) Memelihara iklim mikro. Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga kelembaban


dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

7) Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam. Keberadaan hutan bakau dapat


mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.

8) Pengendapan lumpur. Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses
pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan
racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel
lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

9) Penambah unsur hara. Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan
terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang
berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
10) Penambat racun. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan
terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah
air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses
penambatan racun secara aktif

Secara Biologi :

1) Tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti
ikan dan udang).

2) Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing,
kepiting dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan
bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem.

3) Tempat hidup berbagai satwa langka, seperti burung. Lebih dari 100 jenis burung
hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan
tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka
Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).

4) Sumber plasma nutfah. Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya
baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi
kehidupan liar itu sendiri.

5) Memelihara proses-proses dan sistem alami. Hutan bakau sangat tinggi peranannya
dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi
di dalamnya.

Secara Sosial dan Ekonomi :

1) Tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian). Hutan bakau
memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di
dalamnya. Selain itu, dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
hutan mangrove berperan sebagai laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan
penelitian dan pendidikan.
2) Penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, serta
daun nipah untuk pembuatan atap rumah.

3) Penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan
kulit.

4) Penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan
(daun Bruguiera sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan
Xylocarpus mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain).

5) Tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan
pengrajin atap dan gula nipah.

6) Transportasi. Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara
yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 WAKTU DAN TEMPAT

Paktikum ini dilaksanakan diwilayah pesisir kampung laut,Kabupaten Tanjung Jabung


Timur, pada tanggal 11 Januari 2015, pada pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai

3.2 ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam praktikum adalah kertas etiket/labl, gunting, kertas koran, sasak,
kapas, tali rapiah, kantong plastik, alkohol 70%, tumbuhan tumbuhan tinggi F, meteran,
kamera, parang, sepatu boot, alat tulis.

3.3 PROSEDUR KERJA

 Siapkan alat dan bahan yang diperlukan


 Buatlah petakan/plot berukuran 20x20 meter
 Amati tumbuhan yang ada di dalam plot tersebut
 Catat hasil analisis vegetasi yang ada.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Taksonomi

1) Acrostichum aureum (paku laut)

Klasifikasi :
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta Divisi:
Pteridophyta (paku-pakuan)
Kelas: Filicopsida 
sub Kelas: Polypoditae
Ordo: Polypodiales
Famili: Pteridaceae 
Genus: Acrostichum
Spesies: Acrostichum aureum L

Deskripsi

:Ferna berbentuk tandan di tanah, besar, tinggi hingga 4 m. Batang timbul dan lurus, ditutupi oleh urat
besar. Menebal di bagian pangkal, coklat tua dengan peruratan yang luas, pucat, tipis
ujungnya,bercampur dengan urat yang sempit dan tipis.

Daun

:Panjang 1-3 m, memiliki tidak lebih dari 30 pinak daun. Pinak daun letaknya berjauhan dan tidak
teratur. Pinak daun terbawah selalu terletak jauh dari yang lain dan memiliki gagang yang panjangnya
3 cm. Ujung daun fertil berwarna coklat seperti karat. Bagian bawah dari pinak daun tertutup secara
seragam oleh sporangia yang besar. Ujung pinak daun yang steril dan lebih panjang membulat atau
tumpul dengan ujung yang pendek. Duri banyak, berwarna hitam. Peruratan daun menyerupai jaring.
Sisik yang luas, panjang hingga 1 cm, hanya terdapat di bagian pangkal dari gagang, menebal di
bagian tengah. Spora besar dan berbentuk tetrahedral.

Ekologi
:Ferna tahunan yang tumbuh di mangrove dan pematang tambak, sepanjang kali dan sungai payau
serta saluran. Tingkat toleransi terhadap genangan air laut tidak setinggi A.speciosum. Ditemukan di
bagian daratan dari mangrove. Biasa terdapat pada habitat yang sudah rusak, seperti areal mangrove
yang telah ditebangi yang kemudian akan menghambat tumbuhan mangrove untuk beregenerasi.
Tidak seperti A.speciosum, jenis ini menyukai areal yang terbuka terang dan disinari matahari.

Penyebaran

:Pan-tropis. Terdapat di seluruh Indonesia.

Manfaat

:Akar rimpang dan daun tua digunakan sebagai obat. Daun digunakan sebagai dan alas ternak. Daun
mudanya dilaporkan dimakan di Timor dan Sulawesi Utara.

2) Acanthus ilicifolius L.(jeruju)

Klasifikasi
Kingdom: Plantae

Subkingdom: Tracheobionta
Super Divisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Scrophulariales
Famili: Acanthaceae 

Genus: Acanthus
Spesies: Acanthus ilicifolius 

Deskripsi

:Herba rendah, terjurai di permukaan tanah, kuat, agak berkayu, ketinggian hingga 2m. Cabang
umumnya tegak tapi cenderung kurus sesuai dengan umurnya. Percabangan tidak banyak dan
umumnya muncul dari bagian-bagian yang lebih tua. Akar udara muncul dari permukaan bawah
batang horizontal.
Daun

:Dua sayap gagang daun yang berduri terletak pada tangkai. Permukaan daun halus, tepi daun
bervariasi: zigzag/bergerigi besar-besar seperti gergaji atau agak rata dan secara gradual menyempit
menuju pangkal. Unit & letak: sederhana, berlawanan. Bentuk: lanset lebar. Ujung: meruncing dan
berduri tajam. Ukuran: 9-30 x 4-12 cm.

Bunga

:Mahkota bunga berwarna biru muda hingga ungu lembayung, kadang agak putih. Panjang tandan
bunga 10-20 cm, sedangkan bunganya sendiri 5-4 cm. Bunga memiliki satu pinak daun penutup
utama dan dua sekunder. Pinak daun tersebut tetap menempel seumur hidup pohon. Letak: di ujung.
Formasi: bulir.

Buah

:Warna buah saat masih muda hijau cerah dan permukaannya licin mengkilat. Bentuk buah bulat
lonjong seperti buah melinjo. Ukuran: buah panjang 2,5- 3 cm, biji 10 mm.

Ekologi

:Biasanya pada atau dekat mangrove, sangat jarang di daratan. Memiliki kekhasan sebagai herba yang
tumbuh rendah dan kuat, yang memiliki kemampuan untuk menyebar secara vegetatif karena
perakarannya yang berasal dari batang horizontal, sehingga membentuk bagian yang besar dan kukuh.
Bunga kemungkinan diserbuki oleh burung dan serangga. Biji tertiup angin, sampai sejauh 2 m. Di
Bali berbuah sekitar Agustus.

Penyebaran

:Dari India hingga Australia tropis, Filipina dan Kepulauan Pasifik barat. Terdapat di seluruh
Indonesia.

3) Sonneratia alba Smith.(perepat)

Klasifikasi
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta

Super Divisi: Spermatophyta

Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Sub Kelas: Rosidae

Ordo: Myrtales
Famili: Sonneratiaceae 
Genus: Sonneratia
Spesies: Sonneratia alba Smith.

Deskripsi

:Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna
putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah
dan muncul kepermukaan sebagai akar nafas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai
25 cm.

Daun

:Daun berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada bagian pangkal gagang daun. Gagang
daun panjangnya 6-15 mm. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat telur terbalik.
Ujung: membundar. Ukuran: 5-12,5 x 3-9 cm.

Bunga

:Biseksual; gagang bunga tumpul panjangnya 1 cm. Letak: di ujung atau pada cabang kecil. Formasi:
soliter-kelompok (1-3 bunga per kelompok). Daun mahkota: putih, mudah rontok. Kelopak bunga: 6-
8; berkulit, bagian luar hijau, di dalam kemerahan. Seperti lonceng, panjangnya 2-2,5 cm. Benang
sari: banyak, ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah rontok.

Buah

:Seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga. Buah mengandung
banyak biji (150-200 biji) dan tidak akan membuka pada saat telah matang. Ukuran: buah: diameter
3,5-4,5 cm.

Ekologi

:Jenis pionir, tidak toleran terhadap air tawar dalam periode yang lama. Menyukai tanah yang
bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang pada batuan dan karang. Sering ditemukan di lokasi
pesisir yang terlindung dari hempasan gelombang, juga di muara dan sekitar pulau-pulau lepas pantai.
Di lokasi dimana jenis tumbuhan lain telah ditebang, maka jenis ini dapat membentuk tegakan yang
padat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Bunga hidup tidak terlalu lama dan mengembang penuh di
malam hari, mungkin diserbuki oleh ngengat, burung dan kelelawar pemakan buah. Di jalur pesisir
yang berkarang mereka tersebar secara vegetatif. Kunang-kunang sering menempel pada pohon ini
dikala malam. Buah mengapung karena adanya jaringan yang mengandung air pada bijinya. Akar
nafas tidak terdapat pada pohon yang tumbuh pada substrat yang keras.

Penyebaran

:Dari Afrika Utara dan Madagaskar hingga Asia Tenggara, seluruh Indonesia, Malaysia, Filipina,
Australia Tropis, Kepulauan Pasifik barat dan Oceania Barat Daya.
4) Aegiceras corniculatum  (teruntung)

Klasifikasi
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta

Super Divisi: Spermatophyta


Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Sub Kelas: Dilleniidae
Ordo: Primulales
 Famili: Myrsinaceae 
Genus: Aegiceras
Spesies: Aegiceras corniculatum 

Deskripsi

:Semak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus dengan ketinggian pohon mencapai 6 m.
Akar menjalar di permukaan tanah. Kulit kayu bagian luar abu-abu hingga coklat kemerahan,
bercelah, serta memiliki sejumlah lentisel.

Daun

:Daun berkulit, terang, berwarna hijau mengkilat pada bagian atas dan hijau pucat di bagian bawah,
seringkali bercampur warna agak kemerahan. Kelenjar pembuangan garam terletak pada permukaan
daun dan gagangnya. Unit & Letak: sederhana & bersilangan. Bentuk: bulat telur terbalik hingga
elips. Ujung: membundar. Ukuran: 11 x 7,5 cm.

Bunga
:Dalam satu tandan terdapat banyak bunga yang bergantungan seperti lampion, dengan masing-
masing tangkai/gagang bunga panjangnya 8-12 mm. Letak: di ujung tandan/tangkai bunga. Formasi:
payung. Daun Mahkota: 5; putih, ditutupi rambut pendek halus; 5-6 mm. Kelopak Bunga: 5; putih -
hijau.

Buah

:Buah berwarna hijau hingga merah jambon (jika sudah matang), permukaan halus, membengkok
seperti sabit,. Dalam buah terdapat satu biji yang membesar dan cepat rontok. Ukuran: panjang 5-7,5
cm dan diameter 0,7 cm.

Ekologi

:Memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas, tanah dan cahaya yang beragam. Mereka umum
tumbuh di tepi daratan daerah mangrove yang tergenang oleh pasang naik yang normal, serta di
bagian tepi dari jalur air yang bersifat payau secara musiman. Perbungaan terjadi sepanjang tahun,
dan kemungkinan diserbuki oleh serangga. Biji tumbuh secara semi-vivipar, dimana embrio muncul
melalui kulit buah ketika buah yang membesar rontok. Biasanya segera tumbuh sekelompok anakan
di bawah pohon dewasa. Buah dan biji telah teradaptasi dengan baik terhadap penyebaran melalui air.

Penyebaran

:Sri Lanka, Malaysia, seluruh Indonesia, Papua New Guinea, Cina selatan, Australia dan Kepulauan
Solomon.

5) Hibiscus tiliaceus (waru)

Kerajaan : Plantae
Divis i : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus tiliaceus

Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Waru


(Hibiscus tiliaceus L.)

Pohon, tinggi 5-15 m. Batang berkayu, bulat, bercabang, warnanya cokelat. Daun bertangkai, tunggal,
berbentuk jantung atau bundar telur, diameter sekitar 19 cm. Pertulangan menjari, warnanya hijau,
bagian bawah berambut abu-abu rapat. Bunga berdiri sendiri atau 2-5 dalam tandan, bertajuk 8-11
buah, berwarna kuning dengan noda ungu pada pangkal bagian dalam, berubah menjadi kuning
merah, dan akhirnya menjadi kemerah-merahan. Buah bulat telur, berambut lebat, beruang lima,
panjang sekitar 3 cm, berwarna cokelat. Biji kecil, berwarna cokelat muda. Daun mudanya bisa
dimakan sebagai sayuran. Kulit kayu berserat, biasa digunakan untuk membuat tali. Waru dapat
diperbanyak dengan biji.

Pemanfaatan :

Bagian yang digunakan adalah daun, akar, dan bunga.

Indikasi

 Daun waru digunakan untuk pengobatan : TB paru-paru, batuk, sesak napas, Radang amandel
(tonsilitis), Demam, Berak darah dan lendir pada anak, muntah darah, Radang usus, Bisul,
abses, Keracunan singkong, Penyubur rambut, rambut rontok,
 Akar digunakan untuk mengatasi : terlambat haid, demam.
 Bunga digunakan untuk pengobatan : radang mata

Anveg

Jml
Peta Luas LBD Jml Kerap KR Frek LBD Dominans
k plot Spesies DBH S Indv . (%) . FR S i DR INP
0,04 0,04                        
I 1 waru 25,3 0,05 3 75 30 3 30 0,096 2,39 26,75 86,75
  2 waru 15,4 0,02 3 75 30 3 30 0,096 2,39 26,75 86,75
Sonnerati
  3 a alba 30 0,07 1 25 10 1 10 0,071 1,77 19,74 39,74
  4 waru 18,5 0,03 3 75 30 3 30 0,096 2,39 26,75 86,75
100,0
  Jumlah 89,2 0,17 10 250 100 10 100 0,358 8,95 0 300

Pembahasan

Pada data diatas kita ketahui bahwa untuk kerapatan nya pada tanaman waru
(Hibiscustiliaceus) ialah 75 dengan kerapatan relatif 30 %, frekuensi relatifnya 30% juga, dominansi
relatifnya 26,75 maka didapat INP nya sebesar 86,75 %.

Lalu untuk Sonneratia alba hanya ada satu pohon yang kami temukan pada plot 20 x 20 m
kami. Untuk kerapatan relatifnya 10%, frekuensi relatifnya juga 10% dan dominansi relatifnya
19,74% maka akan didapatkan INP sebesar 39,74%.
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari hasil praktikum kami yang dilakukan di hutan Mangrove bertempat di


Kampung Laut, Tanjung Jabung Timur, Jambi. Kami menyimpulkan bahwa kita dapat
dengan jelas melihat perbedaan tumbuhan yang dominan hidup dihutan mangrove rata-
rata memiliki ciri khusus. Yang mudah kita bedakan ialah pada perakarannya, tumbuhan
yang hidup di hutan mangrove memiliki akar nafas, akar tunjang, akar lutut.

Disana kami membuat plot yang berpetakan 20x20 m didalamnya kami


menemukan jenis tumbuhan seperti Acrostichum aureum L(paku laut), Acanthus
ilicifolius (jeruju), Sonneratia alba Smith.(perepat laut) dan Hibiscus tiliaceus L.(waru).
Sebenarnya masih ada beberapa jenis lagi yang kami temukan. Spesies tersebut rata-rata
berupa semak dan kami belum mengetahui nama dari beberapa spesies tersebut.

Untuk analisis vegetasi yang telah kami hitung kami hanya menemukan dua jenis
dari empat pohon yang berada pada plot kami. Yaitu pohon waru dan perepat laut. Pada
waru INP nya sebesar 86,75% dan pada perepat INP nya sebesar 39,74%.
LAPORAN

PRAKTIKUM EKOLOGI HUTAN

“ Analisis Vegetasi pada Hutan Mangrove ”

Oleh :

Nur Apriyani Stella (D1D013052)

Melki Deus T Purba (D1D013042)

Rizki Harini (D1D013048)

Dosen pembimbing :

Dr. Hamzah S.p. M.Si

Albayudi S.Hut
PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS JAMBI

2015

Anda mungkin juga menyukai