Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri
khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang
dipengaruhi oleh salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena
adanya pasang surut air laut (Duke, 1992). Hutan mangrove dikenal juga
dengan istilah tidal forestcoastal woodland, vloedbos dan hutan payau
(Kusmana dkk, 2005) yang terletak di perbatasan antara darat dan laut,
tepatnya di daerah pantai dan di sekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh
pasang surut air laut (Sumaharni,1994). Menurut Kusmana dkk, (2005) hutan
mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut
(terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang
waktu air laut pasang dan bebas dari genangan pada saat air laut surut, yang
komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam.
Adapun ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas
organisme yang berinteraksi dengan faktor lingkungan di dalam suatu habitat
mangrove. Adapun ciri-ciri dari hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang
unik, adalah : memiliki jenis pohon yang relatif sedikit; memiliki akar yang
unik misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau
Rhizophora sp.serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada
Sonneratia sp. Pada api-api Avicennia sp. memiliki biji (propagul) yang
bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada
Rhizophora, memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik
dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah tanahnya tergenang air laut
secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang, tempat
tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat, daerahnya
terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat, airnya
berkadar garam (bersalinitas) payau (2-22 ‰).

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Bagaimana komponen-komponen penyusun ekosistem mangrove ?
2. Bagaimana peranan ekosistem mangrove terhadap kehidupan manusia ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:

1. Mengetahui komponen-komponen penyususn ekosistem mangrove.


2. Mengetahui peranan ekosistem mangrove terhadap kehidupan manusia.
1.3 Manfaat

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mangrove

Hutan mangrove merupakan formasi dari tumbuhan yang spesifik, dan


umumnya dijumpai tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir yang
terlindung di daerah tropika dan subtropika. Kata mangrove sendiri berasal dari
perpaduan antara bahasa Portugis yaitu mangue, dan bahasa Inggris yaitu grove
(Macnae 1968). Dalam bahasa Portugis, kata mangrove dipergunakan untuk
individu jenis tumbuhan, dan kata mangal dipergunakan untuk komunitas hutan
yang terdiri atas individu-individu jenis mangrove. Sedangkan dalam bahasa
Inggris, kata mangrove dipergunakan baik untuk komunitas pohonpohonan atau
rumput-rumputan yang tumbuh di kawasan pesisir maupun untuk individu jenis
tumbuhan lainnya yang tumbuh yang berasosiasi dengannya.

Menurut, Mastaler dalam Noor dkk. (1999) menyebutkan bahwa kata


mangrove adalah berasal dari bahasa Melayu-kuno, yaitu mangimangi yang
digunakan untuk menerangkan marga Avicennia, dan sampai saat ini istilah
tersebut masih digunakan untuk kawasan Maluku. Berkaitan dengan hal tersebut,
berbagai macam istilah yang digunakan untuk memberikan sebutan pada hutan
mangrove, antara lain adalah coastal woodland, mangal dan tidalforest (Macnae
1968; Walsh 1974). Secara umum, Saenger et al. (1986) memberikan pengertian
bahwa hutan mangrove adalah sebagai suatu formasi hutan yang dipengaruhi oleh
adanya pasang-surut air laut, dengan keadaan tanah yang anaerobik. Sedangkan
Sukardjo (1996), mendefinisikan hutan mangrove sebagai sekelompok tumbuhan
yang terdiri atas berbagai macam jenis tumbuhan dari famili yang berbeda, namun
memiliki persamaan daya adaptasi morfologi dan fisiologi yang sama terhadap
habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut.

3
Sementara Sorianegara (1987) memberi definisi hutan mangrove sebagai
hutan yang terutama tumbuh pada lumpur aluvial di daerah pantai dan muara
sungai, yang eksistensinya selalu dipengaruhi oleh air pasang-surut, dan terdiri
dari jenis Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,
Excoecaria, Xylocarpus, Scyphyphora dan Nypa. Tomlilnomson (1986)
mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang-
surut maupun sebagai komunitas. Terkait dengan definisi di atas, maka hal yang
paling mendasar dan penting untuk dipahami adalah bahwa jenis tumbuhan
mangrove mampu tumbuh dan berkembang pada lingkungan pesisir yang
berkadar garam sangat ekstrim, jenuh air, kondisi tanah yang kurang stabil dan
anaerob. Dengan kondisi lingkungan tersebut, beberapa jenis tumbuhan mangrove
mampu mengembangkan mekanisme yang memungkinkan secara aktif untuk
mengeluarkan garam dari jaringan.

Sementara itu, organ yang lainnya memiliki daya adaptasi dengan cara
mengembangkan sistem akar napas untuk memperoleh oksigen dari sistem
perakaran yang hidup pada substrat yang anaerobik. Disamping itu, beberapa jenis
tumbuhan mangrove seperti Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Ceriops sp. mampu
berkembang dengan menggunakan buah (propagul) yang sudah berkecambah
sewaktu masih menempel pada pohon induknya atau disebut sebagai vivipar.
Namun sebagaimana halnya dengan jenis tumbuhan lainnya, tumbuhan mangrove
ini tetap membutuhkan air tawar secara normal, unsur hara dan oksigen. Selain
itu, keberadaan hutan mangrove di kawasan pesisir tersebut biasanya tumbuh dan
berkembang berkaitan erat dengan ekosistem lainnya, seperti padang lamun, algae
dan terumbu karang. Di Indonesia, hutan mangrove tumbuh dan tersebar diseluruh
Nusantara, mulai dari Pulau Sumatera sampai dengan Pulau Irian.

Menurut Darsidi (1982) luas hutan mangrove diperkirakan sekitar 4,25 juta
hektar, sedangkan menurut laporan Giensen (1993) luas hutan mangrove pada
tahun 1993 diperkirakan sekitar 2,49 juta hektar. Dari seluruh hutan mangrove
yang ada di Indonesia tersebut, ditemukan sekitar 202 jenis tumbuhan yang hidup
pada hutan mangrove, yakni meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palm, 19 jenis

4
pemanjat, 44 jenis terna, 44 jenis epifit, 1 jenis paku-pakuan (Noor dkk. 1999).
Dari sejumlah jenis tersebut, sebanyak 43 merupakan jenis tumbuhan mangrove
sejati, sementara jenis lainnya merupakan jenis tumbuhan yang biasanya
berasosiasi dengan hutan mangrove jenis. Dari 43 jenis mangrove tersebut, 33
jenis termasuk klasifikasi pohon dan sisanya adalah termasuk jenis perdu.
Sedangkan menurut Sukardjo (1996), jenis tumbuhan mangrove di Indonesia
tercatat sebanyak 75 jenis.

2.2 Komponen-Komponen Penyusun Ekosistem Mangrove

Komponen-komponen penyusun ekosistem mangrove terdiri dari 2


komponen yaitu komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik terdiri
dari :

1. Produsen yaitu organism yang bisa membuat makanannya sendiri


(autotropik) karena memiliki butir-butir klorofil sehingga mapu melakukan
proses fotosintesis. Secara sepintas dapat dilihat bahwa ekosistem mangrove
dipenuhi oleh tumbuhan pepohonan berhijau daun, diantaranya yaitu:
Aegiceras corniculatum, Avicennia alba, Avicennia officinalis, Bruguiera
clyndrica, Bruguiera hainessii, Ceriops decandra, Ceriops tagal, Excoecaria
agallocha, Lumnittzera littorea, Lumnitzera racemosa, Nypa fruticans,
Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Schyphypora hydrophyllacea,
onneratia alba, Sonneratia ovate, Xylocarpus granatum, dan Xylocarpus
moluccensis. Di dalam kawasan ekosistem mangrove yang selalu tergenang
air kemungkinan dapat ditemukan fitoplankton atau plankton nabati.
Plankton adalah mikroorganisme atau larva yang melayang dalam air, tidak
dapat bergerak sendiri, atau daya geraknya lemah sehingga mudah
terpengaruh oleh gelombang atau arus air. Beberapa fitoplankton laut
diantaranya adalah : Asterionella, Amphiphora, Bacillaria, Coscinodiscus,
Dytilum, Eucampia, Guinardia, Hemiaulus, Licmophora, Mastogloia,
Nitzschia, Planktoniella, Pleurosigma, Rhizosolenia, Skeletonema, Surirella,
Thalassionema, Thalassiosira, (Diatom), Amphisolenia, Ceratium,

5
Ceratocorys, Dinophysis, Gonyauulax, Gymnodinium, Noctiluca,
Ornithocerus, Peridinium, Prorocentrum, dan Pyrocycistis (Dianoflagellata).

2. Konsumen yaitu organism yag tidak dapat membuat makanannya sendiri


(heterotropik) sehingga harus mengambil makannya dari organisme produsen.
Di dalam ekosistem mangrove, organisme konsumen terdiri atas :

a. Zooplankton atau plankton hewani, misalnya : Tintinnopsis, Dyctiota,


Rhabdonella, Globigerina, Aulosphaera, (protozoa), Calanus, Centropages,
Oithona, Euchaeta, Evadne, Pyrocypris, Lucifer (crustacean), Clione,
Carinaria, Janathina (moluska), dan beberapa larva ikan yang masih bersifat
planktonik (iktioplankton).

b. Bentos yaitu organism yang hidup di dasar ekosistem mangrove. Bentos


dapat dibedakan atas epifauna (hidup di atas permukaan dasar) dan infauna
(hidup membenamkan diri di dalam dasar).

c. Neuston yaitu organism yang hidup pada daerah permukaan air.

d. Perifiton yaitu organism yang hiodup pada batang, daun, atau akar tumbuhan
yang terdapat di dalam ekosistem mangrove.

e. Nekton yaitu organism yang dapat berenang masuk ke dalam dan keluar dari
kawasan ekosistem mangrove.

2.3 Peranan Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan, mempunyai


peranan fungsi multi guna baik jasa biologis, ekologis maupun ekonomis. Peranan
fungsi fisik mangrove mampu mengendalikan abrasi dan penyusupan air laut
(intrusi) ke wilayah daratan, serta mampu menahan sampah yang bersumber dari
daratan, yang dikendalikan melalui sistem perakarannya. Jasa biologis mangrove
sebagai sempadan pantai, berperan sebagai penahan gelombang, memperlambat
arus pasang surut, menahan serta menjebak besaran laju sedimentasi dari wilayah
atasnya. Selain itu komunitas mangrove juga merupakan sumber unsur hara bagi
kehidupan hayati (biota perairan) laut, serta sumber pakan bagi kehidupan biota

6
darat seperti burung, mamalia dan jenis reptil. Sedangkan jasa mangrove lainnya
juga mampu menghasilkan jumlah oksigen lebih besar dibanding dengan
tetumbuhan darat.

Peranan fungsi ekologis kawasan mangrove yang merupakan tempat


pemijahan, asuhan dan mencari makan bagi kehidupan berbagai jenis biota
perairan laut, di sisi lain kawasan mangrove juga merupakan wahana sangtuari
berbagai jenis satwa liar, seperti unggas (burung), reptil dan mamalia terbang,
serta merupakan sumber pelestarian plasma nutfah. Manfaat ekonomis mangrove,
juga cukup memegang peranan penting bagi masyarakat, karena merupakan
wahana dan sumber penghasilan seperti ikan, ketam, kerang dan udang, serta buah
beberapa jenis mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Manfaat
lainnya merupakan sumber pendapatan masyarakat melalui budidaya tambak,
kulit mangrove bermanfaat dalam industri wisata alam, penelitian dan
laboratorium pendidikan.

Ekosistem hutan mangrove menggambarkan adanya hubungan yang erat


antara sekumpulan vegetasi dengan geomorfologi, yang ditetapkan sebagai habitat
(Sukardjo 1996). Fenomena yang muncul di kawasan pantai adalah terjadinya
proses pengendapan sedimen dan kolonisasi oleh tumbuhan mangrove dari jenis
Rhizophora stylosa yang dikenal sebagai jenis pioner, sehingga memungkinkan
bertambahnya luas areal hutan mangrove. Kondisi sebaliknya juga dapat terjadi
apabila kawasan pantai tersebut tidak terlindung, hal ini disebabkan oleh adanya
proses erosi pantai sebagai akibat gelombang laut. Terkait dengan fenomena
tersebut, PERCIVAL & WOMERSLEY (1975) mengungkapkan bahwa ekosistem
hutan mangrove merupakan refleksi dinamik antara variasi iklim dari proses-
proses yang terjadi di kawasan pesisir dan kombinasi interaksi biologis, antara
lain seperti flora, fauna dan elemen fisiknya termasuk intervensi aktivitas
manusia.

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut


yang dikenal memiliki peran dan fungsi sangat besar. Secara ekologis mangrove
memiliki fungsi yang sangat penting dalam memainkan peranan sebagai mata

7
rantai makanan di suatu perairan, yang dapat menumpang kehidupan berbagai
jenis ikan, udang dan moluska. Perlu diketahui bahwa hutan mangrove tidak
hanya melengkapi pangan bagi biota aquatik saja, akan tetapi juga dapat
menciptakan suasana iklim yang kondusif bagi kehidupan biota aquatik, serta
memiliki kontribusi terhadap keseimbangan siklus biologi di suatu perairan.
Kekhasan tipe perakaran beberapa jenis tumbuhan mangrove seperti Rhizophora
sp., Avicennia sp. dan Sonneratia sp. dan kondisi lantai hutan, kubangan serta
alur-alur yang saling berhubungan merupakan perlidungan bagi larva berbagai
biota laut. Kondisi seperti ini juga sangat penting dalam menyediakan tempat
untuk bertelur, pemijahan dan pembesarkan serta tempat mencari makan berbagai
macam ikan dan udang kecil, karena suplai makanannya tersedia dan terlindung
dari ikan pemangsa.

Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat bagi jenis-jenis ikan,


kepiting dan kerang-kerangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Dilihat dari
aspek fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai pelindung kawasan
pesisir dari hempasan angin, arus dan ombak dari laut, serta berperan juga sebagai
benteng dari pengaruh banjir dari daratan. Tipe perakaran beberapa jenis
tumbuhan mangrove (pneumatophore) tersebut juga mampu mengendapkan
lumpur, sehingga memungkinkan terjadinya perluasan areal hutan mangrove.
Disamping itu, perakaran jenis tumbuhan mangrove juga mampu berperan sebagai
perangkap sedimen dan sekaligus mengendapkan sedimen, yang berarti pula dapat
melindungi ekosistem padang lamun dan terumbu karang dari bahaya
pelumpuran. Terciptanya keutuhan dan kelestarian ketiga ekosistem dari bahaya
kerusakan tersebut, dapat menciptakan suatu ekosistem yang sangat luas dan
komplek serta dapat memelihara kesuburan, sehingga pada akhirnya dapat
menciptakan dan memberikan kesuburan bagi perairan kawasan pantai dan
sekitarnya.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah tentang ekosistem mangrove ini yaitu :

1. Komponen penyusun dari ekosistem mangrove yaitu komponen biotic dan

komponen abiotik.

2. Ekosistem mangrove memiliki penanan biologis, ekologis, dan ekonomis.

3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami memerlukan kritik dan saran dari berbagai pihak sehingga makalah ini
menjadi lebih baik dan bermanfaat.

9
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, C. 2005 Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai Pasca
Tsunami di NAD dan Nias. Makalah dalam Lokakarya Hutan Mangrove
Pasca Tsunami,Medan, April 2005

Duke, N. C. 1992. Mangrove Floristics and Biogeography. Hlm. 63 – 100 dalam


Tropical Mangrove Ecosystems. A. I. Robertson dan D. M. Alongi (Peny.).
American Geophysical Union. Washington D. C.

Macnae, w. 1968. A general account of the fauna and flora of mangrove swamps
and forests in the indo-west pacific region. Adv. Mar. Biol. 6: 73-270.

Noor, y. R., m. Khazali dan i. N. N. Sijryadipura 1999. Panduan pengenalan


mangrove di indonesia. Pka/wi-ip, bogor: 220 hall

Saenger, p., e. J. Hegerl and j. D. S. Da vie 1983. Global status of mangrove


ecosystems. By the working group on mangrove ecosystems on the iucn
commission on ecology. The environmentalist, vol. 3. Supplement no.: p.
88.

Sukardjo, s. 1996. Gambaran umum ekologi mangrove di indonesia lokakarya


strategi nasional pengelolaan hutan mangrove di indonesia. Direktorat
jenderal reboisasi dan rehabilitasi lahan, departemen kehutanan, jakarta: 26
hal.

Tomlinson, p.b. 1986. The botany of mangrove. Cambridge university press.


Cambridge, london, new york, new rochelle, melbourne, sydney: p. 413

Darsidi, a. 1984. Pengelolaan hutan mangrove di indonesia. Pros. Sem. Ii ekos.


Hut. Mangrove. Mab-lipi: 19-28

Giesen, w. 1993. Indonesian mangrove: an update on remaining area and main


management issues. Presented at international seminar on "coastal zone
management of small island ecosystems ". Ambon 7-10 april 1993.

10
Noor, y. R., m. Khazali dan i. N. N. Sijryadipura 1999. Panduan pengenalan
mangrove di indonesia. Pka/wi-ip, bogor: 220 hall.

11

Anda mungkin juga menyukai