Anda di halaman 1dari 12

I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Wilayah pesisir Indonesia terkeal dengan kekayaan dan keanekaragaman
sumberdaya alamnya, baik yang dapat pulih maupun yang tidak dapat pulih.
Kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut Indonesia merupakan yang
terbesar di dunia, karena memiliki ekosistem pesisir seperti hutan mangrove,
terumbu karang dan padang lamun yang sangat luas dan beragam (Dahuri dkk,
2001).
Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memberikan
banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk produktivitasnya yang tinggi
serta kemampuannya memelihara alam. Mangrove banyak memberikan fungsi
ekologis dan karena itulah mangrove menjadi salah satu produsen utama
perikanan laut. Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan
laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta
perairan mangrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik.
Dengan rata-rata produksi primer yang tinggi mangrove dapat menjaga
keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya. Mangrove menyediakan
tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies hewan
khususnya udang, sehingga biasa disebut tidak ada mangrove tidak ada udang
(Macnae,1968).
Pada umumnya praktek tentang struktur komunitas mangrove telah banyak
dilakukan. Praktek tentang struktur komunitas mangrove ini dengan tujuan
mendetrminasi kepadatan jenis,pola penyebaran,keanekaragaman jenis,dominasi
dan kemerataan jenis,asosiasi jenis.

Desa Tuada, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, memiliki


ekosistem mangrove yang tumbuh hampir di sebagian besar garis pantai
ekosistem mangrove di lokasi ini umumnya di tumbuhi oleh populasi.

I.2. Tujuan dan Manfaat Praktikum


Praktekum dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Mengetahui komposisi jenis hutan mangrove di Desa Tuada, Kecamatan
Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui struktur mangrove yang meliputi
Adapun manfaat dari Praktekum ini, diharapkan memberikan informasi
ilmiah kepada masyarakat dan instansi terkait tentang distribusi jenis hutan
mangrove di Desa Tuada dan sebagai penujang paraktekum selanjutnya.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Mangrove


Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas , yaitu
komunitas tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/ salinitas
(pasang surut air laut). Kedua, sebagai individu spesies (Macnae , 1968 dalam
Dahuri, 2007). Lebih lanjut dikatakan bahwa supaya tidak rancu, Macnae
kemudian menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas
hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan.
Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut,
tumbuhan yang hidup di antara laut dan daratan. Sehingga hutan mangrove
dinamakan juga hutan pasang (Saparinto, 2007). Selanjutnya Dahuri (2003),
menjelaskan hutan mangrove seringkali disebut dengan hutan pasang surut, hutan
payau atau hutan bakau. Bakau sebenarnya hanya salah satu jenis tumbuhan yang
menyusun hutan mangrove, yaitu jenis Rhizophora spp. Oleh karena itu, hutan
mangrove sudah ditetapkan sebagai nama baku untuk mangrove forest.
Hutan mangrove digambarkan sebagai suatu varietas komunitas pantai
tropik yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang khas atau semak-semak
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada perairan (Nybakken, 1988).
Nontji (2002) menjelaskan bahwa untuk menghindari kekeliruan perlu dipertegas
bahwa istilah bakau hendaknya hanya untuk satu jenis saja, yaitu dari marga
Rhizophora, sedangkan istilah mangrove digunakan untuk segala tumbuhan yang
hidup di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut.

2.2. Keanekaragaman dan Distribusi Jenis Mangrove


Diperkirakan ada sekitar 89 spesies mangrove yang tumbuh di dunia, yang
terdiri dari 31 genera dan 22 famili. Tumbuhan mangrove tersebut pada umumnya
hidup di hutan pantai asia tenggara, yaitu sekitar 74 spesies, dan hanya sekitar 11
spesies hidup di daerah Caribbean (Supriharyono (2000). Lebih lanjut Soegiarto
dan Polunin (1982) dalam Supriharyono (2000) melaporkan bahwa dari jumlah ini
sekitar 51% atau 38 spesies hidup di Indonesia. Jumlah tersebut belum termasuk
spesies ikutan yang hidup bersama di daerah mangrove (KLH et al, 1993 dalam
Supriharyono (2000).
Ada beberapa spesies tumbuhan pantai, yaitu sekitar 12-16 spesies, yang
masih diragukan apakah tumbuhan-tumbuhan tersebut termasuk mangrove atau.
Sebagai contoh, famili Rhizophoraceae mempunyai 17 genera dan sekitar 70
spesies, akan tetapi hanya 4 genera dan 17 spesies yang diketahui benar-benar
sebagai mangrove. Demikian pula famili Combretaceae,hanya 3 genera dan 5
spesies yang di ketahui sebagai mangrove (Dahuri, 2007).
Dahuri (2003), menyatakan bahwa ekosistem mangrove di Indonesia
memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sejauh ini di
Indonesia tercatat ada 202 jenis tumbuhan mangrove yang terdiri dari 89 jenis
pohon, 5 jenis palem, 19 jenis tumbuhan memanjat (liana), 44 jenis herba tanah,
44 jenis epefit dan 1 jenis tumbuhan paku. Dari 202 jenis tersebut, hanya 43 jenis
yang merupakan mangrove sejati (true mangrove). Sementara, tumbuhan
mangrove sejati di dunia tercatat 60 jenis. Beberapa genera pohon mangrove yang
umum dijumpai di pesisir Indonesia adalah bakau (Rhizophora sp), api-api
(Avicennia sp), pedada (Sonneratia sp), tanjang (Bruguiera sp), nyirih
(Xylocarpus sp), tengar (Ceriops sp) dan buta-buta (Exoecaria sp).
Daerah penyebaran mangrove di Indonesia umumnya terdapat di Pantai
Timur Sumatera, muara sungai di Kalimantan, pantai selatan dan tenggara
Sulawesi, pulau-pulau di Maluku serta pantai utara dan selatan Irian Jaya.
Penyebaran hutan mangrove khususnya di provinsi Maluku Utara tersebar
diseluruh perairan pesisirnya yaitu di Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera
Utara, Halmahera Timur, Halmahera Tengah, Halmahera Selatan, Kepualuan
Sula, Kota Tidore Kepulauan dan Kota Ternate (Abubakar, 2007).

2.3. Habitat Hutan Mangrove


Komunitas mangrove umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis
tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dan cukup mendapat aliran air
serta terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Karena itu
hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk dangkal, estuari, delta
dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2002).
Hutan mangrove tumbuh di daerah pantai, teluk-teluk, delta-delta, muara
sungai dan sampai menjorok ke arah pedalaman garis pantai. Mangrove banyak
dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah
yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara
sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur (Abubakar,
2010).

2.4. Jenis Perakaran Mangrove


Dengan lingkungan yang sulit, berbagai tumbuhan mangrove
mengembangkan perakaran yang unik, yakni pneumatophore (akar nafas) yang
berfungsi untuk mengambil oksigen dari udara dan bertahan pada substrat yang
berlumpur. Pembentukan akar ini merupakan tindakan adaptasi tegakan-tegakan
tersebut agar mampu melangsungkan kehidupannya (Arief, 2003), Bentuk-bentuk
perakaran tegakan mangrove antara lain sebagai berikut (Saparinto, 2007) :
a) Akar tunjang (Stilt root), yakni akar yang mencuat dari batang bercabang-
cabang ke bawah permukaan lumpur dan menggangtung bagaikan busur
panah. Jenis akar tunjang terdapat pada vegetasi jenis Rhizophora sp. Spesies
Rhizophora memenuhi kebutuhan tersebut dengan akar-akar tunjang yang
mencuat sampai satu meter atau lebih di atas permukaan tanah. Akar-akar
tersebut mempunyai banyak pori-pori, yang di sebut lentisel. Pada waktu air
surut oksigen terserap ke dalam tanaman melalui lentisel dan turun ke akar-
akar. Lentisel ini hanya berkembang apa bila ada udara.
b) Akar pasak atau tunggak (pneumatophore) yakni akar yang tumbuh terpencar,
dengan anak-anak akar muncul di permukaan air bagaikan tombak yang di
berdiri. Jenis akar pasak terdapat pada jenis Avicennia sp, dan Sonneratia sp.
c) Akar lutut (knee root), yakni akar yang tumbuh mendatar dan bergelombang,
di atas dan di bawah permukaan air. Jenis akar lutut terdapat pada jenis
Bruguiera sp.
d) Akar papan/ banir (buttress), yakni berbentuk seperti papan miring yang
tumbuh pada bagian bawah batang yang berfungsi sebagai penunjang. Jenis
akar papan terdapat pada jenis Ceriops sp.
e) Akar udara (Aerial root), Struktur menyerupai akar, keluar dari batang,
menggantung di udara dan bila sampai ketanah dapat tumbuh seperti akar
biasa.
Bentuk-bentuk akar tersebut merupakan hasil proses adaptasi pohon
terhadap lingkungannya sehingga hubungan antara akar dan udara tetap terlaksana
dengan baik dan fungsi akar sebagai organ pengambil zat-zat makanan dari dalam
tanah tetap berlangsung. Secara umum, mangrove dapat bertahan karena
mempunyai kadar internal (bahan penetralisir yang berasal dari lingkungan) yang
tinggi di dalam getahnya dan mampu memindahkan garam dengan cara
menyimpan gara dalam daun yang lebih tua. Oleh karena itu, konsentrasi garam
pada daun tua lebih tinggi (Soeroyo, 1993 dalam Arief, 2003).

2.5. Parameter Lingkungan


Suhu yang ideal untuk pertumbuhan mangrove berkisar antara 26-320C.
Budiman dan Suhardjono (1992) dalam Abubakar (2006), menyatakan bahwa
batas ambang toleransi tumbuhan mangrove diperkirakan pada salinitas sekitar
100/00 dan dapat tumbuh dengan baik pada salinitas sekitar 20-400/00.
Tomlinson (1986) menyatakan adanya kemampuan tumbuhan mangrove
untuk tumbuh pada tanah dengan kadar garam tinggi karena tumbuhan ini
termasuk dalam jenis Halopytha. Selanjutnya Noor dkk (2006), menyatakan
bahwa mangrove dapat tumbuh pada salinitas 10 - 60 o/oo. SedangkanpH tanah yang
sesuai dan mendukung pertumbuhan mangrove berkisar antara 6,0–8,5, sedangkan
pH air berkisar antara 5,0–7,5 (Wahyu dan Widyastuti, 1998).

2.6. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove


Mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang penting bagi manusia dan
lingkungan disekitarnya.Hutan mangrove memiliki fungsi fisik, biologis, dan
ekonomi.
2.6.1. Fungsi Fisik
Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi,
penahan lumpur dan perangkap sedimen (Bengen, 2004). Kerapatan pohon
mampu meredam atau menetralisir peningkatan salinitas. Perakaran yang rapat
akan menyerap unsur-unsur yang mengakibatkan meningkatnya salinitas. Bentuk-
bentuk perakaran yang telah beradaptasi terhadap kondisi salinitas tinggi
menyebabkan tingkat salinitas di daerah sekitar tegakan menurun (Arief, 2003
dalam Feronika, 2011).
2.6.2. Fungsi Biologis
Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground)
dan daerah pemijahan (spawning ground) berbagai jenis ikan, udang dan berbagai jenis
biota laut lainnya, penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon
mangrove (Bengen, 2004).
Daerah hutan mangrove dapat dihuni bermacam-macam fauna. Hewan-hewan darat
termasuk serangga, kera pemakan daun-daunan yang suka hidup di bawah naungan
pohon-pohonan, ular dan golongan melata lainnya. Hewan laut diwakili oleh golongan
epifauna yang beranekaragam dimana hidupnya menempel pada batang-batang pohon dan
golongan infauna yang tinggal didalam lapisan tanah atau lumpur. Kayu dari pohon
mangrove itu sendiri adalah suatu hasil produksi yang berharga (Hutabarat dan Evans,
1984dalamFeronika, 2011).

2.6.3. Fungsi Ekonomi


Sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan untuk perikanan dan
pertanian serta tempat tersedianya bahan makanan (Arief, 2003 dalam Feronika,
2011).Selanjutnya Nontji (2002) menambahkan bahwa berbagai tumbuhan dari
hutan mangrove di manfaatkan untuk bermacam keperluan. Produk hutan
mangrove antara lain digunakan untuk kayu bakar, pembuatan arang, bahan
penyamak (tanin), perabot rumah tangga, bahan konstruksi bangunan, obat-obatan
dan sebagai bahan untuk industri kertas.

2.7. Karakteristik Habitat Hutan Mangrove


Hutan mangrove biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan
subtropis, antara 32° Lintang Utara dan 38° Lintang Selatan (Irwanto, 2006).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut dari pantai berlumpur.Komunitas vegetasi
ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,
berlempung atau berpasir dan cukup mendapat aliran air serta terlindung dari
gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.Karena itu hutan mangrove
banyak ditemukan di pantai-pantai teluk dangkal, estuaria, delta, dan daerah
pantai yang terlindung Bengen (2002).
Kusmana et al(1995) dalam Abubakar (2006) menyatakan bahwa hutan
mangrove merupakan hutan tropis yang umumnya tumbuh di daerah pantai,
merupakan jalur hijau yang terdapat di teluk-teluk, delta-delta, muara sungai dan
sampai menjorong ke arah pendalaman garis pantai. Disamping itu hutan
mangrove juga merupakan suatu tipe hutan yang dipengaruhi pasang surut air laut.
2.8. Keanekaragaman Jenis Mangrove
Diperkirakan ada sekitar 89 spesies mangrove yang tumbuh di dunia, yang
terdiri dari 31 genera dan 22 famili. Tumbuhan mangrove pada umumnya hidup di
hutan pantai Asia Tenggara, yaitu sekitar 74 spesies, dan hanya sekitar 11 spesies
hidup di daera Karabbia. Dari jumlah ini sekitar 51% atau 38 spesies hidup di
Indonesia (Supriharyono, 2002).
Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman jenis
yang tertinggi di dunia, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang
terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis tumbuhan memanjat (liana), 44
jenis herba tanah, 44 jenis epefit dan 1 jenis tumbuhan paku. Namun terdapat
kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove (Bengen, 2000)
selanjutnya Soemodihardjo et al (1990) menyatakan jenis-jenis tumbuhan yang
ditemukan di hutan mangrove Indonesia sekitar 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9
jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit. Keanekaragaman
yang tinggi ini mengharuskan adanya kajian-kajian tentang mangrove beserta
komunitasnya.

2.9. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove


Keberadaan mangrove sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
fisiknya, baik itu faktor fisika maupun kimia. Faktor lingkungan tersebut yaitu :
2.9.1. Substrat
Substrat mangrove pada umumnya berupa lumpur atau lumpur berpasir,
terbentuk dari akumulasi sedimen yang berasal dari sungai, pantai atau erosi tanah
yang terbawa dari daratan tinggi sepanjang sungai atau kanal. Jenis pohon yang
terdapat di hutan mangrove berbeda antara satu tempat dengan yang lainnya,
tergantung pada jenis substratnya, intensitas perendaman air laut, kadar garam dan
daya tahan terhadap ombak dan arus (Hardjowigeno, 1987 dalam Artiansah,
1993).
Soerianegara (1971) mengatakan bahwa substrat hutan mangrove umumnya
kaya bahan organik.Bahan organik yang terdapat dalam tanah terutama berasal
dari perombakan sisa tumbuhan yang diproduksi oleh mangrove itu sendiri.
Adanya serasah secara lambat terjadi proses dekomposisi di bawah kondisi sedikit
asam oleh micro-organisme seperti bakteri, jamur dan algae (Soeroyo,
1993).Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas utama terhadap
pertumbuhan dan distribusi pertumbuhan mangrove. Menurut Noor et al (2006)
Bruguierra gymnorrhiza, Rhizopora stylosa, Rhizopora apiculata, dan Sonneratia
albatumbuh pada substrat lumpur dan pasir namun terkadang dijumpai pada
substrat yang bercampur lumpur dan pasir.

2.9.2. Salinitas
Kusuma (2000) dalam Abubakar (2006) menyatakan bahwa pada umumnya
mangrove dapat tumbuh dengan subur pada kondisi salinitas yang
rendah.Selanjutnya menurut Aswita dan Syahputra (2012) bahwa salinitas
optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10 - 30
‰.Salinitas 10 – 30‰, biasa ditumbuhi mangrove jenis Sonneratia.
Niartiningsih (1996) dalam Abubakar (2006) menyatakan bahwa jenis-jenis
Bruguiera ditemukan tumbuh pada daerah dengan salinitas di bawah 25 ‰ sedangkan
Avicennia marina dan Lumnitzera recemosa tumbuh sampai salinitas 90 ‰. Ceriops
tagal tumbuh sampai salinitas 60 ‰, Rhizophora mucronata dan Rhizophora
stylosa dapat tumbuh pada salinitas minimum 12 ‰.
Supriharyono (2002) menyatakan bahwa jenis-jenis Bruguiera umumnya
ditemukan tumbuh pada daerah dengan salinitas di bawah 25 ‰.Brugueira
paraviflora dapat tumbuh secara maksimum pada daerah dengan salinitas sekitar
20 ‰.Brugueira sexangula tumbuh baik pada 10 ‰ atau kurang. Sedangkan
Brugueira gymnorrhizapada salinitas 10-25 ‰.

2.9.3. Suhu
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi).
Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18º-20º C dan jika suhu
lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang.Rhizophora stylosa, Ceriops,
Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26º-28º C. Bruguiera tumbuah
optimal pada suhu 27º C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26 C.
Selanjutnya Romadhon (2008) menyatakan bahwa mangrove mampu
tumbuh dengan baik pada kisaran suhu yang sebesar 27ºC - 30ºC, Sonneratia alba
biasa dijumpai tumbuh optimal pada suhu 25º-30ºC.

2.9.4. Derajad Keasaman (pH Air dan pH Tanah)


Derajat keasaman untuk perairan alami berkisar antara 4-9 penyimpangan
yang cukup besar dari pH yang semestinya, dapat dipakai sebagai petunjuk akan
adanya buangan industri yang bersifat asam atau basa yaitu berkisar antara 5-8
untuk air dan untuk tanah 6 - 8,5 dan kondisi pH di perairan mangrove biasanya
bersifat asam, karena banyak bahan-bahan organik di kawasan tersebut. Nilai pH
ini mempunyai batasan toleransi yang sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas dan stadia organisme
Murdiyanto (2003).
Menurut Aswita dan Syahputra (2012) derajad keasaman air yang cocok
untuk pertumbuhan mangrove berkisar dari nilai 7,48 - 7,53. Selanjutnya
dijelaskan bahwa mangrove jenis Avicennia marina dan Avicennia lanata tumbuh
baik pada pH air 7,51 dan Sonneratia sp dapat tumbuh pada pH air 7,00 – 7, 35.
Derajat keasaman tanah mempengaruhi transportasi dan keberadaan nutrien
yang diperlukan tanaman (Murdiyanto, 2003). Jenis tanah banyak dipengaruhi
oleh keasaman tanah yang berlebihan, mengakibatkan tanah sangat peka terhadap
terjadinya proses biologi. Jika keadaan lingkungan berubah dari keadan alaminya,
keadaan pH tanah juga akan dapat berubah (Arief, 2003).Proses dekomposisi
bahan organik pada umumnya akan mengurangi suasana asam. Penurunan pH
tanah terjadi sebagai hasil akhir proses dekomposisi yang menghasilkan asam-
asam yang dominan.
Disamping itu, peristiwa pasang surut membantu terjadinya proses
dekomposisi daun mangrove melalui pelapukan (Arief, 2003). Menurut
Murdiyanto (2003), umumnya pH tanah bakau berkisar antara 6-7, kadang-kadang
turun menjadi lebih rendah dari 5.
2.10. Klasifikasi Umum Jenis Mangrove
2.10.1. Rhizophora apiculata (Ra)
Tabel 1. Klasifikasi umum Rhipora apiculata
Nama Daerah : Soki-Soki
Warna hijau tua dengan hijau muda pada bagian
tengah dan kemerahan di bagian bawah. Gagang
daun warnanya kemerahan. Letak daun berlawanan.
Daun : Bentuk elips menyempit dan ujung meruncing.
Kepala bunga kekuningan yang terletak pada
gagang. Letak di ketiak daun. Formasi kelompok 2
bunga per kelompok. Daun mahkota 4 kuning-putih.
Bunga : Kelopak bunga berwarna kuning kecoklatan
 Buah kasar berbentuk bulat memanjang seperti
buah pir, warna coklat. Hipokotil silindris, berbintil,
berwarna hijau jingga. Leher kotiledon berwarna
Buah : merah jika sudah matang.
 Memiliki akar tongkat. Terdapat akar
udara/pernasapan (lentisel). Kulit kayu berwarna
Kulit Batang dan Akar : abu-abu tua.
Habitat :  Pasir, pasir berlumpur dan lumpur berpasir

2.10.2. Rhizophora mucronata (Rm)


Tabel 2. Klasifikasi umum Rhizophora mucronata
Nama Daerah : Soki-Soki
 Gagang daun berwarna hijau. Pinak daun terletak
pada tangkai gagang daun. Letak daun berlawanan.
Bentuk elips melebar hingga bulat memanjang, dan
Daun : ujung meruncing.
Gagang kepala bunga seperti cagak, bersifat
biseksual, masing-masing menempel pada gagang
individu. Letak di ketiak daun. Daun Mahkota
berwarna putih. Kelopak bunga 4 berwarna kuning
Bunga : pucat. Benang sari tak bertangkai
 Buah lonjong panjang hingga berbentuk telur.
Berwarnah hijau kecoklatan seringkali kasar di
bagian pangkal, berbiji tunggal. Hipokotil silindris,
kasar dan berbintil. Leher kotilodon kuning ketika
Buah : matang.
 Memiliki akar tongkat/tunjang Terdapat akar
udara/pernasapan (lentisel). Kulit kayu berwarna
Kulit Batang dan Akar : gelap hingga hitam.
Habitat :  Lumpur, lumpur berpasir
2.10.3. Sonneratia alba (Sa)
Tabel 3. Klasifikasi umum Sonneratia alba
Nama Daerah : Posi-posi
 Daunnya berkulit, bentuknya bulat telur terbalik
Daun : ujungnya membundar.
Benang sari banyak, ujung berwarna putih dan
pangkalnya berwarna kuning serta mudah rontok.
Kelopak bunga 6 – 8, berkulit, bagian luar
Bunga : warnanya hijau sedangkan di dalamnya kemerahan.
 Buahnya seperti bola, ujung bertangkai dan
Buah : terbungkus kelopak bunga
 Akarnya berbentuk kabel di bawah tanah dan
muncul di atas permukaan tanah sebagai akar nafas
Kulit Batang dan Akar : yang berbentuk kerucut tumpul.
Habitat :  Substrat berpasir

Anda mungkin juga menyukai