Anda di halaman 1dari 107

http://uwityangyoyo.wordpress.

com/2012/03/06/hubungan-ekologis-dan-biologisyang-terjadi-antara-mangrove-lamun-dan-terumbu-karang/
HUBUNGAN EKOLOGIS DAN BIOLOGIS YANG TERJADI ANTARA MANGROVE, LAMUN,
DAN TERUMBU KARANG March 6, 2012
Filed under: lingkungan Urip Santoso @ 3:31 am
Tags: lamun, mangrove, terumbu karang

Oleh : Rahadian Harry Dewanto


Abstrak
Ekosistem mangrove, terumbu karang, dan lamun mempunyai keterkaitan ekologis (hubungan
fungsional), baik dalam nutrisi terlarut, sifat fisik air, partikel organik, maupun migrasi satwa,
dan dampak kegitan manusia. Oleh karena itu apabila salah satu ekosistem tersebut terganggu,
maka ekosistem yang lain juga ikut terganggu. Yang jelas interaksi yang harmonis antara ketiga
ekosistem ini harus dipertahankan agar tercipta sebentuk sinergi keseimbangan lingkungan.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif dengan produktivitas
primernya yang sangat tinggi daripada ekosistem lainnya di perairan. Hutan mangrove
mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting yaitu sebagai salah satu penyerap
karbondioksida di udara. Peningkatan kandungan karbondioksida di udara dapat menyebabkan
dampak pemanasan global. Jika terjadi pemanasan global oleh penebangan hutan mangrove
besar-besaran maka ini akan berpengaruh terhadap ekosistem terumbu karang dan lamun.
Misalnya zooxanthela pada terumbu karang akan keluar dari karang akibat meningkatnya suhu
perairan. Karang yang membutuhkan zooxanthela dalam memproduksi zat-zat penting bagi
pertumbuhannya akan mati sehingga terjadi pemutihan karang.
Kata kunci : interaksi yang harmonis antara ketiga ekosistem, fungsi ekologis
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri atas 17.508 pulau
dengan panjang garis pantai 81.791 km, memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi
seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, ikan, mamalia, reptilia, krustasea dan
berbagai jenis moluska. Sumberdaya alam laut tersebut merupakan salah satu modal dasar yang
dapat dimanfaatkan untuk pembangunan nasional.
Adanya suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahluk hidup
dengan lingkungannya disebut dengan ekosistem. Ekosistem berasal dari kata : Geobiocoenosis,
yang berarti Biocoenosis : komponen Biotik dan Geocoenosis : komponen abiotic.

Tidak hanya tergantung di mana organisme tadi hidup, tetapi juga pada apa yang dilakukan
organisme termasuk mengubah energi, bertingkah laku, bereaksi, mengubah lingkungan fisik
maupun biologi dan bagaimana organisme dihambat oleh spesies lain.
Aliran energi dalam niche yang terjadi adalah ketika matahari menyinari laut, sinarnya akan
membantu proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Fitoplankton inilah yang
kemudian akan dikonsumsi oleh zooplankton, zooplankton dikonsumsi oleh hewan dengan
tingkat yang lebih tinggi (karnivora), hingga pada akhirnya hewan karnivora akan mati dan
didekomposisi oleh dekomposer menjadi detritus, yang kemudian diserap fitoplankton sebagai
zat hara/nutrien.
Ada beberapa ekosistem yang terdapat di laut tropis contohnya : mangrove, lamun dan terumbu
karang. hubungan ketiga ekosistem ini sangat sinergis. Apabila salahsatu sistem mengalami
gangguan,maka sistem yang lain akan berpengaruh juga.

MANGROVE, LAMUN, DAN TERUMBU KARANG


1.

Ekosistem Mangrove

Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English), Suatu tipe
ekosistem hutan yang tumbuh di suatu daerah pasang surut (pantai, laguna, muara sungai) yang
tergenang pasang dan bebas pada saat air laut surut, komunitas tumbuhannya mempunyai
toleransi terhadap garam (salinity) air laut.
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan
rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis, fisik dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan
mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat, feeding ground,
nursery ground, spawning ground bagi aneka biota perairan, tempat bersarang berbagai satwa liar
terutama burung,sumber plasma nutfah,serta sebagai pengatur iklim mikro.
Fungsi fisik hutang mangrove yaitu mempercepat perluasan lahan, melindungi daerah di
belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang serta menguraikan/mengolah
limbah organic. Fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan rumah tangga, penghasil
keperluan industri, dan penghasil bibit.
Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri
atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops,
Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus
(Bengen). Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi
gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik. Ekosistem

mangrove yang terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi
oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau.

a.

Fungsi Mangrove

1.
Sebagai peredam gelombang dan angin, pelindung dari abrasi dan pengikisan pantai oleh
air laut, penahan intrusi air laut ke darat, penahan lumpur dan perangkap sedimen.
2.
Sebagai penghasil sejumlah besar detritus bagi plankton yang merupakan sumber makanan
utama biota laut.
3.
Sebagai habitat bagi beberapa satwa liar, seperti burung, reptilia (biawak, ular), dan
mamalia (monyet).
4.
Sebagai daerah asuhan (nursery grounds), tempat mencari makan (feeding grounds), dan
daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.
5.

Sebagai penghasil kayu konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas.

6.

Sebagai tempat ekowisata.

b.

Daya Adaptasi Mangrove Terhadap Lingkungan

Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan (Bengen, 2001),
menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :
1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk
perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya:
Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara; dan (2)
bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya Rhyzophora spp.).
2.

Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :

o Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.
o Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam.
o Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.

3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara
mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang
lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil
unsur hara dan menahan sedimen.

c.

Zonasi Hutan Mangrove

Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor
lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrore di Indonesia:
o Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh
Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. Yang dominan tumbuh pada
lumpur dalam yang kaya bahan organik.
o Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini
juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.
o Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.

2.

Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

Ekosistem Padang Lamun

Lamun ( sea grass ) adalah Tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri
untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari Rhizome,daun dan akar. Rhizome
merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta berbuku-buku. pada bukubuku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas,berdaun dan berbunga. Dengan rhizome
dan akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kokoh di dasar laut hingga
tahan terhadap hempasan gelombang dan arus.
Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang hidupnya terbenam di dalam laut.Padang lamun ini
merupakan ekosistem yang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Fungsi ekologi yang
penting yaitu sebagai feeding ground, spawning ground dan nursery ground beberapa jenis
hewan yaitu udang dan ikan baranong, sebagai peredam arus sehingga perairan dan sekitarnya
menjadi tenang.

Meskipun padang lamun merupakan ekosistim yang penting namun pemanfaatan langsung
tumbuhan lamun untuk kebutuhan manusia tidak banyak di lakukan. Beberapa jenis lamun dapat
digunakan sebagai bahan makanan, samo-samo ( Enhalus acoroides) misalnya di manfaatkan
bijinya oleh penduduk pulau-pulau seribu sebagai bahan makanan.
Adapun ancaman terhadap padang lamun, diantaranya sebagai berikut :
o Pengerukan dan pengurugan dari aktivitas pembangunan (pemukiman pinggir
laut,pelabuhan,industri dan saluran navigasi).
o Pencemaran limbah industri terutama logam berat dan senyawa organoklorin
o Pencemaran minyak dan industri.
a.
Upaya pelestarian Padang Lamun Mencegah terjadinya pengrusakan akibat pengerukan dan
pengurugan kawasan lamun
b.

Mencegah terjadinya pengrusakan akibat kegiatan konstruksi di wilayah pesisir

c.
Mencegah terjadinya pembuangan limbah dari kegiatan industri, buangan termal serta
limbah pemukiman
d.

Mencegah terjadinya penangkapan ikan secara destruktif yang membahayakan lamun

e.

Memelihara salinitas perairan agar sesuai batas salinitas padang lamun

f.

Mencegah terjadinya pencemaran minyak di kawasan lamun

3.

Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang adalah suatu ekosistem di laut tropis yang mempunyai produktivitas tinggi
(Sukarno et al., 1986). Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis dan
sering digunakan untuk menentukan batas lingkungan perairan laut tropis dengan laut sub tropis
maupun kutub (Nontji, 1987 dan Nybakken, 1988). Ekosistem ini mempunyai sifat yang
menonjol karena produktivitas dan keaneka- ragaman jenis biotanya yang tinggi. Longhurst dan
Pauly (1987) menyatakan bahwa besarnya produktivitas yang dimiliki terumbu karang
disebabkan oleh adanya pendauran ulang zat-zat hara melalui proses hayati.
Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat (CaCO3) dan
terutama dihasilkan oleh karang (Filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria =

Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang
mengeluarkan kalsium karbonat.
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang dinamis, mengalami perubahan terus
menerus dan tidak tahan terhadap gangguan-gangguan alam yang berasal dari luar terumbu.
Beberapa faktor yang membatasi pertumbuhan karang adalah : cahaya, diperlukan oleh
Zooxanthellae untuk melakukan fotosintesis dalam jaringan karang. Suhu dapat
merupakan faktor pembatas yang umum bagi karang. Pertumbuhan karang yang optimum terjadi
pada perairan yang rata-rata suhu tahunannya berkisar 23 25oC, akan tetapi karang juga dapat
mentoleransi suhu pada kisaran 20oC, sampai dengan 36 40oC (Nybakken, 1988).
Hubungan
1. Sifat fisik air Hutan mangrove sejati biasanya tumbuh di daerah yang
terlindung dari pengaruh ombak dan arus yang kuat. Terumbu karang dan
lamun disini berfungsi sebagai penahan ombak dan arus yang kuat untuk
memperlambat pergerakannya. Ini merupakan salah satu interaksi fisik dari
terumbu karang dan lamun terhadap mangrove sehingga mangrove
terlindungi dari ombak dan arus yang kuat. Hutan mangrove kaya akan
sedimen yang mengendap di dasar perairan. Apabila sedimen ini masuk ke
ekosistem lamun maupun terumbu karang dengan jumlah yang sangat
banyak dan terus menerus oleh pengaruh hujan lebat, penebangan hutan
mangrove maupun pasang surut dapat mengeruhkan perairan, maka ini akan
mempengaruhi fotosintesis dari lamun dan zooxanthela yang hidup pada
karang. Sedimen yang membuat perairan keruh akan berdampak pada
berkurangnya penetrasi cahaya matahari (kecerahan). Tanpa cahaya yang
cukup, laju fotosintesis akan berkurang. Dan ini akan mempengaruhi
persebaran dan kelimpahan lamun serta terumbu karang secara vertikal dan
horizontal.
2. Partikel organik yang berasal dari serasah lamun dan mangrove dapat
mempengaruhi pertumbuhan dari terumbu karang. Tingginya partikel organik
yang tersuspensi diperairan dapat menurunkan fotosintesis dari lamun dan
zooxanthela di perairan. Partikel organik ini akan mengurangi intensitas
cahaya matahari yang dibutuhkan lamun dan zooxanthella untuk proses
fotosintesis. Selain itu partikel organik yang terbawa dari ekosistem
mangrove ke ekosistem lamun dan terumbu karang merupakan makanan
bagi biota-biota perairan seperti filter feeder dan detritus feeder. Khusunya
ekosistem mangrove, arus dan gelombang disekitarnya cukup kuat sehingga
berfungsi menjernihkan perairan. Sedangkan ekosistem lamun yang
berdekatan dengan ekosistem mangrove yang kaya sedimen, mempunyai
rhizoma yang saling menyilang untuk menahan substrat dasar. Penebangan
hutan, pembukaan jalan, pembukaan lahan pertanian dapat meningkatkan
partikel organik diperiaran. Partikel yang tersuspensi terutama dalam bentuk
partikel halus maupun kasar, akan menimbulkan dampak negatif terhadap
biota perairan pesisir dan lautan. Misalnya partikel tersebut menutupi sistem
pernafasan yang mengakibatkan biota tersebut susah bernafas.

3. Nutrien Terlarut

Nutrien diperiaran penting bagi produsen primer untuk proses fotosintesis. Nutrien di perairan
dapat berasal dari batuan-batuan maupun serasah tumbuhan dan organisme-organisme yang mati,
dan kemudian didekomposisi oleh bakteri menjadi zat anorganik yang diserap oleh produsen
primer. Mangrove kaya akan nutrien yang biasanya terbawa ke ekosistem lamun dan terumbu
karang melalui aliran sungai maupun efek pasang surut. Nutrien ini diserap langsung oleh lamun
melalui perakarannya, dan zooxanthella memperoleh nutrien tersebut juga.Batuan-batuan karang
yang pecah juga merupakan nutrien yang dibutuhkan bagi organisme yang ada disekitar
mangrove yang bisanya membentuk cangkang. Nutrien ini juga bisanya dibawa oleh arus dan
ombak untuk diserap oleh lamun.
1. MigrasiFauna
Migrasi fauna dapat disebabkan oleh meningkatnya predator pada suatu
ekosistem, berkurangnya makanan, reproduksi, meningkatnya persaingan
dalam memperbutkan makanan, tempat persembunyian yang aman, dll.
Ketika ekosistem mangrove dalam keadaan rusak atau terganggu oleh
aktivitas manusia maupun oleh pengaruh alam, maka biota-biota/fauna yang
hidupnya disekitar mangrove akan beralih tempat ke ekositem lamunmaupun
terumbukarang untuk memperoleh perlindungan. Apabila dalam ekosistem
lamun, terjadi persaingan yang ketat dalam memperbutkan makanan, maka
fauna-fauna disekitarnya akan bermigrasi ke darerah mangrove untuk
memperoleh makanan yang banyak. Ketika terjadi kekeruhan di ekosistem
lamun oleh pengaruh sedimentasi, maka fauna-fauna yang hidup disekitarnya
khususnya ikan akan menghindari daerah tersebut dan menempati ekosistem
terumbu karang yang tidak kecerahan lebih baik.
1. 5.
DampakManusia
Penebangan hutan mangrove untuk pemukiman, pebukaan lahan
pertanian dan pertambakan dapat mengakibatkan erosi sehingga
mengeruhkan perairan. Pengaruhnya ini akan berdampak pada
ekosistem lamun dan terumbu karang yang ada disekitarnya. Proses
fotosintesis yang berjalan akan terhambat. Selain pemanfaatan
mangrove yang merusak lingkungan, pemanfaatan lamun dengan cara
yang sama akan menyebabkan sedimentasi, mengingat bahwa lamun
mempunyai rhizoma yang saling menyilang yang berfungsi untuk
mengikat sedimen didasar perairan. Pengambilan terumbu karang
sebagai bahan bangunan akan mengancam ekosistem mangrove.
Mengingat bahwa secara ekologis terumbu karang berfungsi untuk
menahan gelombang dan arus yang kuat, sehingga tanpa
keberadaannya akan mengamcam ekosistem mangrove yang biasanya
terlindung dari ombak dan arus yang kuat. Ikan di daerah terumbu
karang yang memakan suatu spesies ikan di sekitar daerah lamun
lama kelamaan akan habis apabila terus menerus dieksploitasi secara
besar-besaran oleh manusia. Ikan di daerah terumbu karang berkurang
jumlahnya sedangkan ikan di daerah lamun meningkat jumlahnya. Dari
pembahasan diatas kita dapat melihat bahwa dampak manusia dan
alam akan mempengaruhi ketiga ekosistem ini.

B.

Keterkaitan Ekosistem secara Biologis

Hubungan keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang sudah diduga
sejak lama oleh para ahli ekologi. Namun kepastian tentang bentuk keterkaitan antara ketiga
ekosistem tersebut secara biologis masih belum banyak dibuktikan. Salah satu penelitian yang
dilakukan untuk membuktikan adanya keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan
terumbu karang tersebut dilaksanakan oleh Nagelkerken et al., (2000), di Pulau Curacao,
Karibia.
Penelitian tersebut dilakukan untuk membuktikan apakah daerah mangrove dan lamun benarbenar secara mutlak (obligat) dibutuhkan oleh ikan karang untuk membesarkan ikan yang masih
juvenil ataukah hanya sebagai tempat alternatif (fakulatif) saja untuk memijah. Lokasi penelitian
dibagi menjadi 4 jenis biotope (habitat) yang berbeda, yaitu : daerah padang lamun di teluk yang
ditumbuhi komunitas mangrove, daerah padang lamun di teluk yang tidak ditumbuhi mangrove
(tanpa mangrove), daerah berlumpur di teluk yang ditumbuhi lamun dan mangrove serta daerah
berlumpur di teluk yang tidak ditumbuhi lamun dan mangrove (daerah kosong tanpa vegetasi).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, Nagelkerken et al., (2000) melaporkan bahwa
beberapa spesies ikan menggunakan daerah lamun dan mangrove sebagai daerah asuhan tempat
membesarkan juvenile (nursery ground). Kelimpahan dan kekayaan jenis (species richness)
tertinggi ditemukan di daerah padang lamun dan daerah berlumpur yang sekelilingnya ditumbuhi
oleh vegetasi mangrove.
Keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang menciptakan suatu variasi
habitat yang mempertinggi keanekaragaman jenis organisme. Hal ini membuktikan adanya
pengaruh tepi (edge effect) seperti tampak pada penelitian Nagelkerken et al. (2000). Adanya
variasi habitat menciptakan daerah tepi yang saling tumpang tindih. Hal ini menimbulkan suatu
daerah pertemuan antar spesies sehingga meningkatkan keanekaragaman jenis organisme di
daerah tersebut.

C.

Keterkaitan ekositem secara Ekologis

Secara ekologis, terumbu karang mempunyai keterkaitan dengan daratan dan lautan serta
ekosistem lain, seperti hutan mangrove dan lamun. Hal ini disebabkan karena terumbu karang
berada dekat dengan ekosistem tersebut serta daratan dan lautan. Berbagai dampak kegiatan
pembangunan yang dilakukan di lahan atas atau di sekitar padang lamun atau hutan mangrove

akan menimbulkan dampak pula pada ekosistem terumbu karang. Demikian pula dengan
kegiatan yang dilakukan di laut lepas, seperti: kegiatan pengeboran minyak lepas pantai,
pembuangan limbah dan perhubungan laut.
Kesimpulan
Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English), Suatu tipe
ekosistem hutan yang tumbuh di suatu daerah pasang surut (pantai, laguna, muara sungai) yang
tergenang pasang dan bebas pada saat air laut surut, komunitas tumbuhannya mempunyai
toleransi terhadap garam (salinity) air laut.
Lamun ( sea grass ) adalah Tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri
untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari Rhizome,daun dan akar. Rhizome
merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta berbuku-buku. pada bukubuku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas,berdaun dan berbunga. Dengan rhizome
dan akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kokoh di dasar laut hingga
tahan terhadap hempasan gelombang dan arus.
Terumbu karang adalah suatu ekosistem di laut tropis yang mempunyai produktivitas tinggi
(Sukarno et al., 1986). Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis dan
sering digunakan untuk menentukan batas lingkungan perairan laut tropis dengan laut sub tropis
maupun kutub (Nontji, 1987 dan Nybakken, 1988).
Secara ekologis, terumbu karang mempunyai keterkaitan dengan daratan dan lautan serta
ekosistem lain, seperti hutan mangrove dan lamun.
Keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang menciptakan suatu variasi
habitat yang mempertinggi keanekaragaman jenis organisme.

Saran
Dari pembahasan diatas kita dapat melihat bahwa dampak manusia dan alam akan
mempengaruhi ketiga ekosistem ini. Ketiga ekosistem ini saling terkait satu sama lain dan
biasanya ke tiga ekosistem ini bersama-sama terdapat di sekitar pesisir. Untuk itu penting bagi
ketiga ekosistem ini untuk dilestarikan dan dijaga secara sinergis sehingga terhindar dari
kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

Anugerah Nontji.2007.Laut Nusantara.Djambatan:Jakarta.


Bengen Dietriech. G. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL IPB,
Bogor. 27 halaman
Naamin, N. 2001. Oseanology (Parameter fisik, Kimia dan Biologi) Dari Terumbu Karang.
Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta.
Sudarmadji, 2003. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan Mangrove. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Jember, Bali. 53 halaman
Sukarno, M., M. Hutomo, K. Moosa, dan P. Darsono,. 1986. Terumbu Karang di Indonesia :
Sumberdaya, Permasalahan dan Pengelolaannya. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam
Indonesia. Studi Potensi Sumberdaya Hayati Ikan. LON-LIPI. Jakarta
Suharsono. 1998. Standard Monitoring Terumbu Karang. Puslitbang LIPI. Jakarta
Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis.
PT. Gramedia Pustaka Umum Jakarta,
Sudarmadji, 2003. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan Mangrove. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Jember, Bali.
Yayasan Terangi. 2005. Selamatkan Terumbu Karang Indonesia. Jakarta
http://shifadini.wordpress.com/2010/04/15/56/
http://www.shttp://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/SponsorPendamping/Praweda/Biologi/0
027%20Bio%201-6b.htmmkjeunieb.co.cc/2010/08/keterkaitan-ekosistem-secara-biologis.html
http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/02201/kel4_012.htm

http://rakakharisma.blogspot.com/2013/05/ekosistem-hutan-mangrove.html
Ekosistem Hutan Mangrove

Ekosistem Hutan Mangrove


Raka Kharisma Praditya
12513057
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan
Universitas Islam Indonesia
Jalan Kaliurang Km 14,4, Sleman, Yogyakarta 55584
Raka_praditya@rocketmail.com

Abstrak

Hutan merupakan salah satu ekosistem yang merupakan paru-paru dunia.


Berbagai jenis hutan terdapat di Indonesia. Salah satu jenis hutan yang ada di
Indonesia adalah hutan mangrove. Hutan mangrove hidup di wilayah , Sumatra,
Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Hutan mangrove merupakan hutan dengan
ekosistem flora dan fauna yang khas. Di kabupaten bengkalis terdapat salah satu
hutan mangrove. Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawarawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasangsurut air laut. Di ekosistem hutan mangrove setiap makhluk hidup didalamnya
saling berinteraksi satu sama lainnya. Dan didalam hutan mangrove juga terdapat
rantai makanan secara tidak langsung dan rantai makanan secara langsung. Secara
administratif Kabupaten Bengkalis berada di Provinsi RIAU dengan luas
wilayahnya11.481,77 km2. Kabupaten ini merupakan sebuah kepulauan yang ada di
RIAU. Dikabupaten ini ekosistem mangrovenya sangat lebat dan asri. Hutan
mangrove memiliki karakteristik yaitu memiliki jenis pohon yang relatif sedikit,
memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora), memiliki biji (propagul) yang bersifat
vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, serta memiliki banyak lentisel pada
bagian kulit pohon.

Kata kunci : Ekosistem, Hutan Mangrove

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan menjadi salah satu topic terpopuler saat ini. Berbagai macam flora
maupun fauna hidup di hutan. Hutan juga merupakan paru-paru dunia, dikarenakan
didalamnya mengandung banyak gas O2 yang sangat penting bagi kelangsungan
makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Di Indonesia terdapat berbagai macam
jenis hutan, seperti : hutan sabana, hutan rawa , hutan musim, hutan mangrove,
hutan bakau , dan sebagainya.. Hutan mangrove adalah hutan yang berada di
daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai
hutannya selalu tergenang air. Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi
hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybakken (1988) mengatakan
bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu komunitas pantai tropik didominasi oleh beberapa spesies
pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh
dalam perairan asin. Komposisi jenis tumbuhan penyusun ekosistem ditentukan
oleh beberapa faktor lingkungan, terutama jenis tanah, genangan pasangan pasang
surut dan salinitas (Bengen 2001). Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon
yang dominan dan merupakan pohon perintis umumnya adalah api-api dan pedada.
Api-api lebih senang hidup pada tanah berpasir agak keras, sedangkan pedada
pada tanah yang berlumpur lembut. Pada daerah yang terlindung dari hempasan
ombak, komunitas mangrove biasanya didominasi oleh pohon bakau. Lebih kearah
daratan (hulu), pada tanah lempung yang agak pejal biasanya tumbuh komunitas
tanjang. Nipa (Nypa) merupakan sejenis palma dan merupakan komponen
penyusun ekosistem mangrove sering kali tumbuh di tepian sungai lebih ke hulu,
pengaruh aliran air tawar dominan
Parameter lingkungan yang utama yang menentukan kelangsungan hidup
dan pertumbuhan mangrove adalah:
Pasokan air tawar dan salinitas
Stabilitas substrat
Pasokan nutrien

Ketersediaan air tawar dan salinitas (kadar garam) mengendalikan efisiensi


metabolisme dari ekosistim mangrove. Ketersediaan air bergantung pada:
Frekuensi dan volume aliran air tawar
Frekuensi dan volume pertukaran pasang surut
Tingkat evavorasi
Stabilitas substrat, kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan mangrove
adalah nibah (ratio) antara laju erosi dan pengendapan sedimen, yang sangat
dipengaruhi oleh kecepatan aliran air tawar dan muatan sedimen yang
dikandungnya, laju pembilasan oleh arus pasang surut, dan gaya gelombang.
Sedang pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses
yang saling yang terkait, meliputi input/export dari ion-ion mineral anorganik dan
bahan organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring makanan
berbasis detritus. Konsentrasi relatif dan nisbah (ratio) optimal dari nutrien yang
diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem dan ditentukan oleh :
Frekuensi,jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air tawar
Dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus (Odum 1982)
Secara biologi yang menyangkut rantai makanan, ekosistem mangrove
merupakan produsen primer melalui serasah yang dihasilkan. Serasah hutan
setelah melalui dekomposisi oleh sejumlah mikroorganisme, menghasilkan detritus
dan berbagai jenis fitoplankton yang akan dimanfaatkan oleh konsumen primer
yang terdiri dari zooplankton, ikan dan udang, kepiting sampai akhir dimangsa oleh
manusia sebagai konsumen utama. Vegetasi hutan mangrove juga merupakan
pendaur ulang hara tanah yang diperlukan bagi tanaman.

1.2 Rumusan Masalah


1.

Bagaimanakah karakteristik dari ekosistem hutan mangrove ?

2. Apa saja flora dan fauna yang ada didalam ekosistem mangrove ?
3. Apakah manfaat dan fungsi mangrove ?

4. Bagaimnakah pola interaksi ekosistem yang ada di hutan mangrove ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mendeskripsikan karakteristik hutan mangrove
2. Mengidentifikasi pola interaksi pada ekosistem yang berada di hutan
managrove
3. Mengidentifikasi flora dan fauna yang ada d ekosistem hutan mangrove
4. Mengidentifikasi pola interaksi Ekosistem yang ada d hutan mangrove

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ekosistem


Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga
suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur
lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.
Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah:
-

Komponen hidup (biotik)

Komponen tak hidup (abiotik)

Kedua komponen tersebut berada pada suatu tempat dan berinteraksi


membentuk suatu kesatuan yang teratur. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium,
ekosistem ini terdiri dari ikan, tumbuhan air, plankton yang terapung di air sebagai
komponen biotik, sedangkan yang termasuk komponen abiotik adalah air, pasir,
batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air. Satuan makhluk hidup dalam
ekosistem dapat berupa individu, populasi, atau komunitas. Individu adalah
makhluk tunggal. Contohnya: seekor kelinci,seekor serigala, atau individu yang

lainnya. Sejumlah individu sejenis (satu species) pada tempat tertentu akan
membentuk Populasi. Contoh : dipadang rumput hidup sekelompok kelinci dan
sekelompok srigala. Jumlah anggota populasi dapat mengalami perubahan karena
kelahiran, kematian, dan migrasi ( emigrasi dan imigrasi). Sedangkan komunitas
yaitu seluruh populasi makhluk hidup yang hidup di suatu daerah tertentu dan
diantara satu sama lain saling berinteraksi. Contoh: di suatu padang rumput terjadi
saling interaksi antar populasi rumput, populasi kelinci dan populasi serigala. Setiap
individu, populasi dan komunitas menempati tempat hidup tertentu yang disebut
habitat. Komunitas dengan seluruh faktor abiotiknya membentuk suatu ekosistem.
Suatu komunitas di suatu daerah yang mencakup daerah luas disebut bioma.
Contoh: bioma padang rumput, bioma gurun, dan bioma hutan tropis. Semua
bagian bumi dan atmosfer yang dapat dihuni makhluk hidup disebut biosfer.
Berdasarkan proses terjadinya, ekosistem dibedakan atas dua macam :

1.

Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terjadi secara alami tanpa campur tangan
manusia. Contoh : padang rumput, gurun,laut

2.

Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang terjadi karena buatan manusia.


Contoh : kolam, sawah, waduk, kebun
Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan.
Antara faktor biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang
merupakan salah satu penyebab perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat
disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan manusia.

2.2. Pengertian Hutan Mangrove


Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawarawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasangsurut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana
terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang
terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air
melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang
surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan
gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya
mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjolyang disebut akar nafas

(pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap


keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.
Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000).
Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan
berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang
tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh prosesproses bahari seperti pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut,
sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh
proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke
laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di
daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

BAB III
METODE PENULISAN

3.1

Metode Penulisan
Karya tulis ini ditulis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yakni
suatu metode yang menggambarkan suatu fenomena secara sistematis, dengan
hasil yang dinyatakan bukan dalam bentuk angka (non statistik).

3.2

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam proses penulisan karya tulis
ilmiah ini adalah melalui studi literatur (literature reseach). Penulis melakukan
telaah pustaka yang berupa buku-buku teks, jurnal-jurnal ilmiah, artikel-artikel di
internet, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan rumusan masalah yang
akan dibahas.

3.3

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan pada penulisan karya tulis ini adalah
metode analisis deskriptif kualitatif, dimana analisa deskriptif kualitatif merupakan
suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan
data ke dalam bentuk penyajian yang sesuai.

3.4

Sistematika Penulisan
Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab III Metodologi penulisan, Bab IV
Pembahasan, dan Bab V Penutup.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Ekosistem Mangrove


Karakteristik terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari
habitatnya yang unik, adalah :

memiliki jenis pohon yang relatif sedikit.

memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar


melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp, serta akar yang
mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada apiapi Avicennia spp.

memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di


pohonnya, khususnya pada Rhizophora.

memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.


Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan

memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah :

tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya
tergenang pada saat pasang pertama;

tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;

daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang
kuat;

airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.

4.2. Flora Mangrove


Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai
dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove
mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi
lingkungan. Folora magrove di bagi atas 3 :
1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang
menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan
membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur
komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus
(bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan
mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya
adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia,
Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.
2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk
tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam
struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera,
Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis,
Osbornia dan Pelliciera.
3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus,
Calamus, dan lain-lain.
4.2. Fauna Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna


khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna
tersebut menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain
atau tempat berkembang biak.
Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa
sederhana sampai burung, dan mamalia. Secara garis besar fauna mangrove dapat
dibedakan atas fauna darat (terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Akan tetapi
fauna yang terdapat di hutan mangrove Kab Subang termasuk kedalam fauna laut
yang didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae. Golongan Mollusca umunya
didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh
Bracyura.
4.3. Manfaat dan Fungsi Mangrove
Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan
saling berkolerasi secara timbal. Masing-masing elemen dalam ekosistem memiliki
peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen
ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh
terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan
elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan
dan menetralisir bahan-bahan pencemar.
4.3.1 Secara Fisik
1) Penahan abrasi pantai.
2) Penahan intrusi (peresapan) air laut.
3) Penahan angin.
4) Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan

pencemar di perairan rawa pantai.


5) Penyerapan karbon. Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C0 2) menjadi

karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem,
bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai
(C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik
yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap
karbon dibandingkan dengan sumber karbon.

6) Memelihara iklim mikro. Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga kelembaban

dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
7) Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam. Keberadaan hutan bakau dapat

mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi


alam.
8) Pengendapan lumpur. Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses

pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan


penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali
terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari
endapan lumpur erosi.
9) Penambah unsur hara. Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air

dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara
yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
10) Penambat racun. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan

terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel
tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses
penambatan racun secara aktif
4.3.3 Secara Biologi
1) Tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti

ikan dan udang).


2) Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing,

kepiting dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan


bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem.
3) Tempat hidup berbagai satwa langka, seperti burung. Lebih dari 100 jenis burung

hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau
merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis
burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).
4) Sumber plasma nutfah. Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya

baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi
kehidupan liar itu sendiri.

5) Memelihara proses-proses dan sistem alami. Hutan bakau sangat tinggi peranannya

dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau


geologi di dalamnya.
4.3.4 Secara Sosial dan Ekonomi
1) Tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian). Hutan bakau

memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di
dalamnya. Selain itu, dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
hutan mangrove berperan sebagai laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan
penelitian dan pendidikan.
2) Penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas,

serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah.


3) Penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan

penyamakan kulit.
4) Penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan

(daun Bruguiera sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops


tagal dan Xylocarpus mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain).
5) Tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan

pengrajin atap dan gula nipah.


6) Transportasi. Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan

cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.

4.4. Pola interaksi adaa ekosistem yang berada di hutan mangrove


Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan
lingkungan hidupnya . Hubungan yang terjadi antara individu dengan
lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal
balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati
membentuk sistem ekologi didalam ekosistem. Didalam ekosistem terjadi rantai
makanan/ aliran energi dan siklus biogeokimia.
Rantai makanan dapat dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam
bentuk predasi. Rantai makanan merupakan prosespemindahan energi makanan
dari sumbernya melalui serangkaian

jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang berulang kali . Terdapat tiga macam
rantai pokok ,yaitu rantai pemangsa, rantai parasit dan rantai saprofit.

4.4.1. Rantai Pemangsa


Landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen.
Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivore sebagai konsumen I,
dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivore sebagai konsumen
ke 2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai
konsumen ke-3.

4.4.2 . Rantai Parasit


Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup
sebagai parasit. Contoh cacing, bakteri dan benalu.

4.4.3. Rantai Saprofit


Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan
bakteri. Rantai tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan satu
dengan yang lainnya sehingga membentuk jaring-jaring makanan.

Secara umum di perairan, terdapat 2 tipe rantai makanan yang terdiri dari :
a) Rantai Makanan Langsung

Rantai makanan langsung adalah peristiwa makan memakan dari mulai tingkatan
trofik terendah
yaitu fitoplankton mulai tingkatan trofik terendah sampai ke tingkatan trofik
tertinggi yaitu ikan karnivora berukuran besar, mamalia, burung dan reptil . Hal
inidapat dilihat pada ilustrasi berikut :
Dari gambar diatas nampak bahwa rantai makanan langsung,
bukanlah sebuah proses bukanlah
Sebuah proses ekologi yang dominanterjadi di dalam ekosistem mangrove. Oleh
karena spesies ikan yang terdapat dalam ekosistem mangrove,
utamanya konsumer trofik tertinggi, kebanyakan adalah ikan pengunjung
pada periode tertentu atau musim tertentu. Beberapa jenis ikan komersial
mempunyai kaitan dengan mangrove seperti bandeng dan belanak.
Klasifikasikan ikan yang terdapat dalam ekosistem mangrove pada 4 (empat) tipe
ikan, yaitu :
Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya
dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).
Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan
mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung
menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan
mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan
Kapasan, Lontong (Gerreidae).

Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan
mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan,
contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda / Alualu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.
Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini
menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta
tempat perlindungan musiman dari predator.

b) Rantai Makanan Detritus ( Tidak Langsung )

Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan
detritus . Sumber utama detritus adalah hasil penguraian
guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi.

Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuranluruhan dan ranting


mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan
detritus. Hancuran bahan organik (detritus) ini kemudianmenjadi bahan makanan
penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska, dan hewan lainnya, nutrien
di dalam ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar
ekosistem, dari sungai atau laut .

Bakteri dan fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata.
Kemudian protozoa dan avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang
selanjutnya dimakan oleh karnivor tingkat tinggi.

BAB V
PENUTUP

5.1

Simpulan
Hutan bakau/Mangrove sebagai salah satu dari tipe formasi hutan, adalah
komunitas hutan tersendiri yang merupakan tumbuhan utama intertidal tropic, dan
terdiri atas banyak flora dan fauna yang hidup di area sub tropic pesisir pantai.
Dengan demikian dapat dipahami keberadaannya yang khas dan tempat
tumbuhnya terbatas sehingga perlu diamankan dari berbagai bentuk
intervensi.Hutan bakau dengan keragaman hayatinya juga menyimpan khazanah
ilmu pengetahuan tentang flora dan fauna yang memiliki makna bagi kebutuhan
hidup manusia dalam berbagai aspeknya.

http://vfajrul.blogspot.com/2012/03/interaksi-antara-terumbu-karang-lamun.html
Interaksi Antara Terumbu Karang, Lamun, dan Mangrove
Ekosistem terumbu karang, mangrove, dan lamun mempunyai keterkaitan ekologis
(hubungan fungsional), baik sifat fisik air, migrasi satwa, dan dampak kegitan

manusia. Oleh karena itu apabila salah satu ekosistem tersebut terganggu, maka
ekosistem yang lain juga ikut terganggu. Yang jelas interaksi yang harmonis antara
ketiga ekosistem ini harus dipertahankan agar tercipta sebentuk sinergi
keseimbangan lingkungan.

1. Sifat fisik air


Hutan mangrove sejati biasanya tumbuh di daerah yang terlindung dari
pengaruh ombak dan arus yang kuat. Terumbu karang dan lamun disini berfungsi
sebagai penahan ombak dan arus yang kuat untuk memperlambat pergerakannya.
Ini merupakan salah satu interaksi fisik dari terumbu karang dan lamun terhadap
mangrove sehingga mangrove terlindungi dari ombak dan arus yang kuat.
Hutan mangrove kaya akan sedimen yang mengendap di dasar perairan.
Apabila sedimen ini masuk ke ekosistem lamun maupun terumbu karang dengan
jumlah yang sangat banyak dan terus menerus oleh pengaruh hujan lebat,
penebangan hutan mangrove maupun pasang surut dapat mengeruhkan perairan,
maka ini akan mempengaruhi fotosintesis dari lamun dan zooxanthela yang hidup
pada karang. Sedimen yang membuat perairan keruh akan berdampak pada
berkurangnya penetrasi cahaya matahari (kecerahan). Tanpa cahaya yang cukup,
laju fotosintesis akan berkurang. Dan ini akan mempengaruhi persebaran dan
kelimpahan lamun serta terumbu karang secara vertikal dan horizontal.
2. Migrasi Fauna
Migrasi fauna dapat disebabkan oleh meningkatnya predator pada suatu
ekosistem, berkurangnya makanan, reproduksi, meningkatnya persaingan dalam
memperbutkan makanan, tempat persembunyian yang aman, dll. Ketika ekosistem
mangrove dalam keadaan rusak atau terganggu oleh aktivitas manusia maupun
oleh pengaruh alam, maka biota-biota/fauna yang hidupnya disekitar mangrove
akan beralih tempat ke ekositem lamun maupun terumbu karang untuk
memperoleh perlindungan.
Apabila dalam ekosistem lamun, terjadi persaingan yang ketat dalam
memperbutkan makanan, maka fauna-fauna disekitarnya akan bermigrasi ke
darerah mangrove untuk memperoleh makanan yang banyak. Ketika terjadi
kekeruhan di ekosistem lamun oleh pengaruh sedimentasi, maka fauna-fauna yang
hidup disekitarnya khususnya ikan akan menghindari daerah tersebut dan
menempati ekosistem terumbu karang yang tingkat kecerahan lebih baik.

3. Dampak Manusia

Pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan akan mengancam


ekosistem mangrove. Mengingat bahwa secara ekologis terumbu karang berfungsi
untuk menahan gelombang dan arus yang kuat, sehingga tanpa keberadaannya
akan mengamcam ekosistem mangrove yang biasanya terlindung dari ombak dan
arus yang kuat.Ikan di daerah terumbu karang yang memakan suatu spesies ikan di
sekitar daerah lamun lama kelamaan akan habis apabila terus menerus
dieksploitasi secara besar-besaran oleh manusia. Ikan di daerah terumbu karang
berkurang jumlahnya sedangkan ikan di daerah lamun meningkat jumlahnya.

Terumbu karang

http://kejarlingkunganhidupspensya.blogspot.com/2012/09/ekosistem-terumbukarang.html

Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang dapat tumbuh dengan baik di perairan laut dengan suhu 21 derajat Celcius - 29
derajat Celcius. Meskipun masih dapat tumbuh pada suhu di atas dan di bawah kisaran suhu
tersebut, tetapi pertumbuhannya akan sangat lambat. Karena itulah, terumbu karang banyak
ditemukan di perairan tropis seperti Indonesia dan juga di daerah subtropis yang dilewati aliran
arus hangat dari daerah tropis seperti Florida, Amerika Serikat, & bagian selatan Jepang.
Karang membutuhkan perairan dangkal dan bersih yang dapat ditembus cahaya matahari yang
digunakan oleh zooxantellae untuk berfotosintesis. Pertumbuhan karang pembentuk terumbu
pada kedalaman 18-29 meter sangat lambat tetapi masih ditemukan hingga kedalaman lebih dari
90 meter. Karang memerlukan salinitas yang tinggi untuk tumbuh. Oleh karena itu, di sekitar
mulut sungai / pantai / sekitar pemukiman penduduk, pertumbuhan terumbu karang juga
lambat karena karang membutuhkan perairan yang kadar garamnya sesuai untuk hidup.

A.Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang dapat berkembang dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan
mendukung pertumbuhan terumbu karang. Berikut ini faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan terumbu karang.

1.Suhu
Secara global, sebaran terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada
suhu 20 derajat Celcius. Tdak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 derajat
Celcius. Terumbu karang tumbuh dan berkembang secara optimal pada perairan bersuhu ratarata tahunan 23-25 derajat Celcius, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 derajat
Celcius.

2.Salinitas
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 32-35%.
Umumnya, terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air
tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas.Contohnya di Delta
Sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah
bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42%.

3.Cahaya dan Kedalaman


Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh
zooxanthellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik
dapat tumbuh di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang
di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang
menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di
permukaan.

4.Kecerahan
Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi
cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.

5.Paparan Udara (Aerial Exposure)


Paparan udara terbuka merupakan faktor pembatas karena dapat mematikan jaringan hidup dan
alga yang bersimbiosis di dalamnya.

6.Gelombang
Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak
struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya
terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang
dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya
pengendapan pada koloni / polip karang.

7.Arus
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan
bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat
negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan
karang sehingga berakibat pada kematian karang.

B.Pertumbuhan Karang & Perkembangan Terumbu


Berdasarkan fungsinya dalam pembentukan terumbu (hermatype-ahermatype) dan ada /
tidaknya alga simbion (symbiotic-asymbiotic), maka karang terbagi menjadi empat kelompok
sebagai berikut.

1.Hermatypes-Symbionts

Kelompok ini terdiri dari anggota karang pembangun terumbu yaitu sebagian besar anggota
Scleractinia (karang batu), Octocorallia (karang lunak), dan Hydrocorallia.

2.Hermatypes-Asymbionts

Kelompok ini merupakan karang dengan pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka
kapur masif tanpa bantuan zooxanthellae, sehingga mereka mampu untuk hidup di dalam
perairan yang tidak ada cahaya. Di antara anggotanya adalah Scleractinia asimbiotik dengan
genus Tubastrea dan Dendrophyllia, dan Hidrokoral jenis Stylaster rosacea.

3.Ahermatypes-Symbionts
Anggota kelompok ini antara lain dari genus Heteropsammia dan Diaseris (Scleractinia :
Fungiidae) dan Leptoseris (Agaricidae) yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil atau
koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga terdiri dari
ordo Alcyonacea dan Gorgonacea yang mempunyai alga simbion namun bukan pembangun
kerangka kapur asif (matriks terumbu).

4.Ahermytypes-Asymbionts

Anggota kelompok ini antara lain terdiri dari genus Dendrophyllia dan Tubastrea (ordo
Scleractinia) yang mempunyai polip yang kecil. Termasuk juga dalam kelompok ini adalah
kerabat karang batu dari ordo Antipatharia dan Corallimorpha.

Koloni karang baru akan berkembang, jika polip karang melakukan perkembangbiakan secara
aseksual, budding pembentukan tunas (budding) dan fragmentasi.
Melalui proses budding, koloni karang berkembang melalui dua cara yaitu intratentacular
budding dan extratentacular budding. Intratentacular budding terjadi apabila pertambahan
polip berasal dari satu polip yang terbelah menjadi dua. Extratentacular budding terjadi jika

tumbuh satu mulut polip bertentakel pada ruang kosong antara polip satu dan polip lain. Selain
itu, koloni dapat berkembang dari patahan karang yang terpisah dari koloni induk akibat
gelombang / aksi fisik lain. Patahan terebut melekatkan diri pada substrat keras dan tumbuh
melalui mekanisme budding.

C.Interaksi yang Terjadi di Dalam Ekosistem Terumbu


Karang
Terumbu karang bukan merupakan sistem yang tetap dan sederhana, melainkan suatu
ekosistem yang dinamis dan kompleks. Tingginya produktivitas primer di ekosistem terumbu
karang, dapat mencapai 5.000 g C / meter kuadrat / tahun. Produktivitas sekunder yang tinggi,
tersebut menunjukkan komunitas makhluk hidup yang ada di dalamnya sangat beraneka ragam
dan tersedia dalam jumlah yang melimpah.
Berbagai jenis makhluk hidup yang ada di ekosistem terumbu karang saling berinteraksi satu
sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, membentuk suatu sistem kehidupan.
Secara umum interaksi yang terjadi di ekosistem terumbu karang terbagi atas interaksi yang
sifatnya sederhana, hanya melibatkan dua jenis biota (dari spesies yang sama / berbeda), dan
interaksi yang bersifat kompleks karena melibatkan biota dari berbagai spesies dan tingkatan
trofik.

1.Interaksi Sederhana
Interaksi yang bersifat sederhana dapat berupa persaingan (kompetisi), pemangsaan oleh
predator, grazing, komensalisme & mutualisme.

a.Persaingan
Persaingan umumnya terjadi dalam hal memperebutkan ruang hidup / dalam mendapatkan
makanan. Contohnya, persaingan antara koloni karang batu dengan karang lunak.

b.Pemangsaan

Pemangsaan karang oleh predatornya (Acanthaster plancii, Chaetodontidae,


Tetraodontidae).

c.Grazing

Pengendalian / pengaturan invasi ruang alga melalui konsumsi ikan herbivor (Acanthuridae,
Scaridae).

d.Komensalisme

Hubungan yang erat antara ikan pembersih dengan inangnya.

e.Mutualisme
Hubungan yang erat antara karang batu dengan zooxanthellae, anemon dengan ikan giru
(Amphiprion / Premnas), ikan pomacentridae dengan koloni karang batu, dan lainnya.

2.Interaksi Kompleks
Interaksi kompleks antar biota yang hidup di ekosistem terumbu karang adalah melalui jaringjaring makanan.
Secara garis besar, tingkat trofik dalam jaring-jaring makanan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
kelompok produsen dan konsumen.

a.Produsen

Produsen adalah kelompok yang bersifat autotrof karena dapat memanfaatkan energi matahari
untuk mengubah bahan-bahan anorganik menjadi karbohidrat dan oksigen yang diperlukan
seluruh makhluk hidup. Produsen dalam ekosistem terumbu karang meliputi karang batu
(zooxanthellae), alga makro, alga koralin, bakteri fotosintetik.

b.Konsumen
Konsumen adalah kelompok yang tidak dapat mengasimilasi bahan makanan dan oksigen secara
mandiri (heterotrof). Konsumen meliputi karang batu (polip), Echinodermata, Annelida,
Polychaeta, Crustacea, Holothuroidea, Mollusca, dan lain-lain.
Karang batu dapat berperan ganda, sebagai produsen dan konsumen. Hal ini dimungkinkan
oleh adanya endosimbiosis dengan zooxanthellae. Di hari terang, karang batu melakukan
proses fotosintesis.Sedangkan di hari gelap, karang batu memiliki tentakel-tentakel bersengat
(nematocyst) yang dapat dijulurkan untuk memangsa zooplankton dan hewan-hewan renik
lainnya.

http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?
option=com_content&task=view&id=21&Itemid=49

Ekologi Terumbu Karang


Thursday, 06 December 2007

EKOLOGI KARANG TERUMBU

Faktor-faktor lingkungan yang berperan dalam perkembangan ekosistem terumbu


karang

Ekosistem terumbu karang dapat berkembang dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan
mendukung pertumbuhan karang (gambar 1).

Gambar 1. Kombinasi faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan karang dan perkembangan terumbu.

SUHU
Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 C, dan
tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang
optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 C.

SALINITAS
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 3235 . Umumnya terumbu karang
tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti
penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi
lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.

CAHAYA DAN KEDALAMAN


Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di
jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal
50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang
hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di
permukaan.

KECERAHAN
Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan
ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.

PAPARAN UDARA (aerial exposure)


Paparan udara terbuka merupakan faktor pembatas karena dapat mematikan jaringan hidup dan alga yang
bersimbiosis di dalamnya.

GELOMBANG
Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu
karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah
yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan
membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.

ARUS
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik
yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di
perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.

Pertumbuhan karang dan perkembangan terumbu


Berdasarkan fungsinya dalam pembentukan terumbu (hermatype-ahermatype) dan ada/tidaknya alga simbion

(symbiotic-asymbiotic), maka karang terbagi menjadi empat kelompok berikut: (Gambar 2)

1. Hermatypes-symbionts. Kelompok ini terdiri dari anggota karang


pembangun terumbu yaitu sebagian besar anggota Scleractinia (karang
batu), Octocorallia (karang lunak) dan Hydrocorallia.
2. Hermatypes-asymbionts. Kelompok ini merupakan karang dengan
pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif tanpa
bantuan zooxanthellae, sehingga mereka mampu untuk hidup di dalam
perairan yang tidak ada cahaya. Di antara anggotanya adalah Scleractinia
asimbiotik dengan genus Tubastrea dan Dendrophyllia, dan hydro-corals jenis
Stylaster rosacea.
3. Ahermatypes-symbionts. Anggota kelompok ini antara lain dari genus
Heteropsammia dan Diaseris (Scleractinia: Fungiidae) dan Leptoseris
(Agaricidae) yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil atau koloni kecil
sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga
terdiri dari Ordo Alcyonacea dan Gorgonacea yang mempunyai alga simbion
namun bukan pembangun kerangka kapur masif (matriks terumbu).
4. Ahermatypes-asymbionts. Anggota kelompok ini antara lain terdiri dari
genus Dendrophyllia dan Tubastrea (Ordo Scleractinia) yang mempunyai
polip yang kecil. Termasuk juga dalam kelompok ini adalah kerabat karang
batu dari Ordo Antipatharia dan Corallimorpha (Subkelas Hexacorallia) dan
Subkelas Octocorallia asimbiotik.

Gambar 2. Karang dalam sistem Filum Coelenterata; karang hermatypic pembangun terumbu
berada dalam garis terputus-putus

Karang hermatipik, yang umumnya didominasi oleh Ordo Scleractinia, memiliki alga simbion
atau zooxanthellae yang hidup di lapisan gastrodermis. Di lapisan ini, zooxanthellae sangat
berperan membantu pemenuhan kebutuhan nutrisi dan oksigen bagi hewan karang melalui
proses fotosintesis (gambar 3). Zooxanthellae merupakan istilah umum bagi alga simbion dari
kelompok dinoflagellata yang hidup di dalam jaringan hewan lain, termasuk karang, anemon,
moluska, dan taksa hewan yang lain.
Hubungan yang erat (simbiosis) antara hewan karang dan zooxanthellae dapat dikategorikan
sebagai simbiosis mutualisme, karena hewan karang menyediakan tempat berlindung bagi
zooxanthellae dan memasok secara rutin kebutuhan bahan-bahan anorganik yang diperlukan
untuk fotosintesis, sedangkan hewan karang diuntungkan dengan tersedianya oksigen dan bahanbahan organik dari zooxanthellae.

Gambar 3. Peran alga simbion (zooxanthellae) dalam menyokong pertumbuhan karang.


Koloni karang baru akan berkembang, jika polip karang melakukan perkembangbiakan secara aseksual,
budding dan fragmentation (gambar 4). Melalui proses budding, koloni karang berkembang melalui dua cara yaitu
intratentacular budding dan extratentacular budding. Intratentacular budding terjadi apabila pertambahan polip
berasal dari satu polip yang terbelah menjadi dua, sedangkan extratentacular budding terjadi jika tumbuh satu mulut
polip bertentakel pada ruang kosong antara polip satu dan polip lain. Selain itu, koloni baru dapat berkembang dari
patahan karang yang terpisah dari koloni induk akibat gelombang atau aksi fisik lain, bila patahan tersebut
melekatkan diri pada substrat keras dan tumbuh melalui mekanisme budding.

Gambar 4. Mekanisme pembentukan koloni karang melalui proses budding


Perkembangan terumbu karang secara umum dikendalikan oleh sejumlah faktor utama yang bekerja dalam
skala ruang yang bersifat makro (global), meso (regional), dan mikro (pulau). Ketiga faktor kendali utama tersebut
terdiri atas faktor-faktor lingkungan yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Kendali skala makro


1. Gaya tektonik
2. Paras muka laut
2. Kendali skala meso
1. Suhu
2. Salinitas
3. Energi gelombang
3. Kendali skala mikro
1. Cahaya
2. Nutrien
3. Sedimen
4. Topografi masa lampau
Interaksi yang terjadi di dalam ekosistem terumbu karang
Terumbu karang bukan merupakan sistem yang statis dan sederhana, melainkan suatu ekosistem yang
dinamis dan kompleks. Tingginya produktivitas primer di ekosistem terumbu karang, bisa mencapai 5000 g
C/m2/tahun, memicu produktivitas sekunder yang tinggi, yang berarti komunitas makhluk hidup yang ada di

dalamnya sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Berbagai jenis makhluk hidup yang
ada di ekosistem terumbu karang saling berinteraksi satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung,
membentuk suatu sistem kehidupan. Sistem kehidupan di terumbu karang dapat bertambah atau berkurang
dimensinya akibat interaksi kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik.

Secara umum interaksi yang terjadi di ekosistem terumbu karang terbagi atas interaksi yang sifatnya
sederhana, hanya melibatkan dua jenis biota (dari spesies yang sama atau berbeda), dan interaksi yang bersifat
kompleks karena melibatkan biota dari berbagai spesies dan tingkatan trofik. Berikut ini disajikan berbagai macam
interaksi yang bersifat sederhana, yang dapat berupa persaingan (kompetisi), pemangsaan oleh predator, grazing,
komensalisme dan mutualisme, beserta contohnya di ekosistem terumbu karang.

INTERAKSISE DERHANA
PERSAINGAN
Persaingan memperoleh ruang
-

Karang batu vs Karang lunak

Koloni karang batu vs Koloni bulu babi

Persaingan memperoleh makanan


PEMANGSAAN
Pemangsaan karang oleh predatornya (Acanthaster planci, Chaetodontidae, Tetraodontidae).
GRAZING
Pengendalian/pengaturan invasi ruang alga melalui konsumsi ikan herbivor (Acanthuridae, Scaridae).
KOMENSALISME
Hubungan yang erat antara ikan pembersih dengan inangnya.
MUTUALISME
Hubungan yang erat antara karang batu dengan zooxanthellae, anemon dengan ikan giru (Amphiprion atau
Premnas), ikan Pomacentridae dengan koloni karang batu, dan lain-lain.

INTERAKSI KOMPLEKS
Mekanisme lain untuk mengkaji interaksi antar biota yang hidup di ekosistem terumbu karang adalah melalui
jejaring makanan (gambar 5). Dibandingkan interaksi antar biota yang ada dalam persaingan, predasi, simbiosis
mutualisme, dan simbiosis komensalisme, maka interaksi yang terjadi dalam sistem jejaring makanan di ekosistem
terumbu karang merupakan interaksi yang kompleks.

Gambar 5. Jejaring makanan di ekosistem terumbu karang.


Secara garis besar tingkat trofik dalam jejaring makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok produsen
yang bersifat autotrof karena dapat memanfaatkan energi matahari untuk mengubah bahan-bahan anorganik menjadi
karbohidrat dan oksigen yang diperlukan seluruh makhluk hidup, dan kelompok konsumen yang tidak dapat
mengasimilasi bahan makanan dan oksigen secara mandiri (heterotrof).
PRODUSENKarang batu (zooxanthellae), alga makro, alga koralin, bakteri fotosintetik
KONSUMENKarang batu (polip), Ikan, Ekhinodermata, Annelida, Polikhaeta, Krustasea, Holothuroidea, Moluska,
dll.
Karang batu dapat berperan ganda, sebagai produsen dan konsumen. Hal ini dimungkinkan oleh
adanya endosimbiosis dengan zooxanthellae, yang di hari terang melakukan proses fotosintesis,

sedangkan di hari gelap karang batu memiliki tentakel-tentakel bersengat (nematocyst) yang dapat
dijulurkan untuk memangsa zooplankton dan hewan-hewan renik lainnya.

http://ekosistem-ekologi.blogspot.com/2013/02/uniknya-ekosistem-terumbukarang.html

Uniknya Ekosistem Terumbu Karang


Kategori : Ekosistem

Salah satu jenis ekosistem yang terdapat di dalam lautan adalah ekosistem terumbu
karang. Ia merupakan masyarakat organisme yang habitatnya di dalam dasar
perairan dengan bentuk batuan kapur atau CaCO3 dengan tekstur kasar dan kuat
menahan gaya dari gelombang laut. Organisme yang bisa dijumpai di dalam
ekosistem terumbu karang ini adalah binatang karang dengan kerangka kapur serta
alga yang juga secara umum mengandung kapur. Sebagai sebuah ekosistem,
terumbu karang serupa rumah . Ia merupakan tempat hidup berbagai macam
organisme laut. Ekosistem yang satu ini sangat unik sebab dibentuk dari ribuan
binatang dengan ukuran kecil yang dikenal dengan nama polip. Polip karang ini
kemudian yang berkembang dan membentuk koloni. Polip didaulat sebagai
binatang
utama
yang
membentuk
ekosistem
terumbu
karang.
Ekosistem

terumbu

karang

menjadi

tumpuan

masyarakat,

utamanya

yang

bermukim di wilayah pesisir. Ekosistem ini merupakan bagian kecil dari ekosistem
laut. Terumbu karang merupakan sumber kehidupan ribuan biota laut. Sedikitnya
terdapat lebih dari 300 jenis karang yang tergabung dalam ekosistem ini. Dan
karang tersebut dihuni oleh lebih dari 200 jenis ikan dan juga puluhan jenis
molusca, spone, lamun, crustacean dan masih banyak lagi lainnya. Secara
sederhana, ekosistem terumbu karang ini bisa disebut hutan tropis di dalam
lautan.
Jenis-Jenis

Terumbu

Karang

Sedikitnya ada dua jenis karang, yakni:


1. Terumbu karang yang keras, antara lain elkhorn coral dan juga brai coral. Ia
merupakan jenis karang batu kapur dengan tekstur yang sangat keras dan
kemudian membentuk batuan karang. Meski tampilannya kokoh, namun jenis
karang yang satu ini sangat mudah rapuh sebab rentan terhadap perubahan
lingkungan di sekitarnya.
2. Terumbu karang lunak, misalnya sea fingers dan juga sea whips. Terumbu
karang yang satu ini tidak membentuk karang. Ada beberapa tipe terumbu
karang lunak ini, misalnya saja fringing reef yang tumbuh di sepanjang
pantau di wilayah continental shelf.
Jika didasarkan pada bentuknya, maka sedikitnya ada 4 bentuk terumbu karang
antara lain:
1. Terumbu karang tepi atau fringing reefs. Ia berkembang secara umum pada
pesisir pantai di pulau-pulau besar. Terumbu karang yang satu ini memiliki
bentuk melingkar dengan penanda bentukan ban atau berupa bagian
endapan karang yang telah mati dan mengelilingi pulau.
2. Terumbu karang penghalang atau barrier reefs. Jenis terumbu karang yang
satu ini berada pada wilayah laut yang jauh dari tepi. Ia kadang brbentuk
lagoon atau kolom air dan juga berbentuk celah perairan dengan lebar
puluhan kilometer.
3. Terumbu karang cincin atau atolls. Jenis yang satu ini serupa dengan cincin
dan mengelilingi batas dari beberapa pulau vulkanik yang tenggelam dan
menyebabkan tak adanya batasan yang jelas dengan daratan.
4. Terumbu karang datar atau patch reefs. Jenis yang satu ini terletak di bawah
hingga ke bagian permukaan lautan. Dalam kurun waktu tertentu, jenis
karang yang satu ini akan membatu dan membentuk pulau yang datar.
Beragam Manfaat Ekosistem Terumbu Karang

Mengapa ekosistem terumbu karang sangat penting? Ada beberapa alasan, antara
lain:
1. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi ekosistem terumbu karang sangat
penting sebab mempunyai nilai estetika juga keanekaragaman biota yang
sangat tinggi. Dengan demikian, potensi ekosistem terumbu karang sebagai
salah satu sumber makanan bagi manusia sangatlah tinggi. Tak hanya itu, ia
juga bisa dijadikan obat untuk menanggulangi beberapa penyakit tertentu.
2. Dari kacamata ekologis, ekosistem terumbu karang juga sangat penting
sebab ia mampu menjaga keseimbangan lingkungan serta menyumbangkan
keseimbangan fisik yakni dengan menekan arus kuat gelombang sehingga ia
bisa mereduksi potensi abrasi.
3. Secara sosial ekonomi, ekosistem terumbu karang merupakan sumber
perikanan yang sangat produktif dengan demikian ia mampu meningkatkan
pemasukan para nelayan dalam skala kecil, untuk penduduk di wilayah
pesisir dan menjamin kesejahteraan Negara dalam skala yang lebih luas.
Mencermati pentingnya ekosistem terumbu karang ini, penting bagi kita untuk
menghindarkan penyabab rusaknya terumbu karang, antara lain dengan tidak
menggunakan bom saat hendak menangkap ikan, tidak membuang limbah juga
sampah ke laut, tidak melakukan uji coba senjata militer di wilayah laut, menekan
berbagai tindakan yang bisa memicu pemanasan global sebab terumbu karang juga
rentan terkena dampaknya dan masih banyak lagi langkah taktis lainnya.

http://sherlyintanamalia.blogspot.com/2012/04/interaksi-terumbu-karang-denganbiota.html

Interaksi Terumbu Karang dengan Biota Laut

1.

Interaksi Antara Terumbu Karang dan Algae

Peran ekologis terumbu karang yang sedang menjadi sorotan adalah berfungsinya
terumbu karang sebagai carbon sink atau penyerap karbon yang dapat
memperkecil gas rumah kaca (Green House Gas/GSG). Karbon dituduh sebagai gas
utama yang dapat merusak lapisan ozon yang dapat berakibat pada terjadinya
pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim global (Global Climate
Change). Terumbu karang dengan keunikan simbiosisnya yaitu antara hewan karang
dengan flora zooxanthellae mampu menyerap karbon untuk proses fotosintesis
dengan menghasilkan oksigen. Penyerapan karbon tersebut dapat mengurangi
jumlah karbon yang ada diatmosfir.
Peranan alga zooxanthellae dalam tubuh coral dapat memanfaatkan atau menyerap
karbon sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis. Proses fotosisntensis yang
terjadi pada simbiosis coral-algae dapat memicu terjadinya poses kalsifikasi yang
menjadikan hewan karang dapat membuat terumbu. Terumbu karang inilah yang
merupakan habitat bagi banyak biota laut.
Fungsi bangunan terumbu sebagian besar dibentuk oleh karang pembangun
terumbu (hermatypic), yang membentuk endapan kapur (aragonit) massif. Karang
hermatypic mengandung alga simbion zooxanthellae yang sangat mempercepat
proses klasifikasi, dengan demikian memungkinkan karang inangnya membangun
koloni massif.
Zooxanthellae memberikan makanan bagi coral yang dibentuk melalui proses
fotosintesis, sebaliknya coral memberikan perlindungan dan akses terhadap cahaya
kepada zooxanthellae. Maka terjadilah simbiosis mutualisme yang unik antara
karang (coral) hermatipik dengan zooxanthellae. Karang sebagai inang dan
simbion terumbu karang adalah alga fotosintetik dinoflagellata yang tinggal dalam
jaringan endodermis dalam sel-sel hewan inang. Dengan demikian simbiosis
berlangsung sangat erat (endosimbiosis intraseluler).
Zooxanthellae terkonsentrasi dalam sel gastrodermal polip dan tentakel. Selama
fotosisntesis berlangsung, zooxanthellae memfiksasi sejumlah besar karbon yang
dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar dalam bentuk gliserol
termasuk didalamnya glukosa dan alanin. Produk kimia ini digunakan oleh polip
untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun blok-blok dalam
rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Zooxanthellae juga meningkatkan

kemampuan coral dalam menghasilkan kalsium karbonat. Hasil fotosintesis


zooxanthellae yang dimanfaatkan oleh karang, jumlahnya cukup untuk memenuhi
kebutuhan proses respirasi karang tersebut dan sumber makanan karang 75-99%
berasal dari zooxanthellae. Zooxanthellae menerima nutrien organik penting dari
coral inang yang dilewatkan ke zooxanthellae sebagai produk kotoran hewan.
Gambar 1. Simbiosis Mutualisme Alga Dengan Terumbu Karang

(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang)

2.

Interaksi Antara Terumbu Karang dan Ikan Karang

Ikan dapat memiliki peran penting dalam jaring makanan pada ekosistem
terumbu karang, perannya dapat sebagai mangsa atau pemangsa. Kelebihan dari
sisa makanan dan kotoran yang dihasilkan menyediakan makanan dan nutrisi bagi
populasi yang lain.
Secara visual terlihat bahwa ekosistem terumbu karang di dominasi oleh
karang dan ikan-ikan karang. Hal ini terjadi karena invertebrata-invertebrata lain
tersembunyi dari penglihatan disebabkan besarnya tekanan pemangsaan pada
terumbu. Jumlah hewan-hewan yang hidup diantara terumbu karang sangat banyak
dan dapat diklasifikasikan sebagai predator.
Interaksi spesies ikan karang dan ekosistem terumbu karang meliputi :
a. Pemangsaan.

Dua kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni-koloni karang adalah : (a)
spesies yang memakan polip-polip karang mereka sendiri seperti ikan buntal
(Tetraodontidae), ikan kuli pasir (Monacanthidae), ikan pakol (Balistidae) dan ikan
kepe-kepe (Chaetodontidae).
(b) sekelompok omnivora yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan alga
atau invertebrata yang hidup dalam lubang kerangka karang.
b. Grazzing.
Kegiatan memakan alga oleh ikan-ikan herbivora dari jenis Siganiidae,
Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang mampu meningkatkan
kemampuan karang dalam melakukan pemulihan dengan mengurangi jumlah alga.
Salah satu contohnya yaitu Parrotfish (Scaridae) kebanyakan merupakan herbivora
meskipun ada beberapa yang juga memakan hewan karang. Parrotfish memiliki
paruh seperti burung parrot yang berfungsi untuk mengikis algae dari terumbu
karang. Aktivitas grazzing ikan ini memiliki arti penting bagi ekosistem terumbu
karang. Aktivitas grazzing ini mampu mengendalikan populasi algae, populasi algae
yang berlebih akan mematikan terumbu karang. Terumbu karang merupakan hewan
yang termasuk dalam filum Cnidaria kelas Anthozoa. Terumbu karang bersimbiosis
dengan algae zooxanhellae. Blomming algae pada permukaan terumbu karang akan
mengambat fotosintesis dari zooxanthellae sehingga terumbu karang akan
mengalami kematian. Selain itu aktivitas grazzing parrotfish juga menyumbangkan
substrat pasir bagi ekosistem terumbu karang (bioerosion). Gigi faringeal parrotfish
terus mengalami pertumbuhan sehingga mereka harus terus memakan dan
menggerus batu. Parrotfish akan mengekskresikan pasir sebagai sisa metabolisme
mereka. Namun, pada dasarnya ikan parrot terkadang menggunakan benjolan di
kepala mereka untuk menabrak karang dan memecahkannya. Dan hal ini
memungkinkan terumbu karang rusak olehnya.

http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan
alga yang disebut zooxanhellae.[1] Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas
Anthozoa yang memiliki tentakel.[1] Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu
Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul,
Morfologi dan Fisiologi.[2]
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip.[3] Dalam bentuk
sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung
dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel.[3] Namun pada

kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang
disebut koloni.[4] Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat
menghasilkan CaCO3.[1] Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut,
hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.[1]

Daftar isi

1 Istilah

2 Habitat
o

2.1 Kondisi optimum

2.2 Di Indonesia dan Indo Pasifik

3 Manfaat

4 Klasifikasi
o

2.1.1 Fotosintesis

4.1 Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur

4.1.1 Karang hermatipik

4.1.2 Karang ahermatipik

4.2 Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh

4.2.1 Terumbu (reef)

4.2.2 Karang (koral)

4.2.3 Karang terumbu

4.2.4 Terumbu karang

4.3 Berdasarkan letak[1]

4.3.1 Terumbu karang tepi

4.3.2 Terumbu karang penghalang

4.3.3 Terumbu karang cincin

4.3.4 Terumbu karang datar

4.4 Berdasarkan zonasi

4.4.1 Terumbu yang menghadap angin

4.4.2 Terumbu yang membelakangi angin

5 Kerusakan terumbu karang

6 Referensi

Istilah
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang
menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat aktivitas biologi
(biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut.[1] Bagi ahli geologi, terumbu karang
merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut
singkat dengan terumbu.[1] Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang
dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.[1]
Dalam peristilahan 'terumbu karang', "karang" yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan
dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu.[5] Terumbu
adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang
menempel pada batuan kapur tersebut.[5] Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang
maupun dari alga.[5] Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang
dihasilkan oleh karang.[5] Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar
dihasilkan koral.[5] Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar
terumbu.[5]

Habitat
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya
matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut.[1] Beberapa tipe terumbu karang dapat
hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak
bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.[1]
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap
perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan
memerlukan kualitas perairan alami (pristine).[2] Demikian halnya dengan perubahan suhu
lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis pada tahun 1998 telah
menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal
mencapai 90-95%.[2] Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di
perairan Indonesia adalah 2-3 C di atas suhu normal.[2]
Kondisi optimum

Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan
kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC.[1] Terumbu
karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi.[1] Hal ini
dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang.[1]
Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis.
[1]
Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat
menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis.[1] Oleh karena itu,
oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut
lainnya.[1] Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien
karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).[2]
Fotosintesis

Proses fotosintesis oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan
menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut[6]:
Ca(HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2
Fotosintesis oleh algae yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan
deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat daripada
karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiose dengan
zooxanthellae.[3]
Di Indonesia dan Indo Pasifik

Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping
hutan bakau atau hutan mangrove dan padang lamun.[7] Terumbu karang dan segala kehidupan
yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang
tak ternilai harganya.[7] Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia
adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai
Kawasan Timur Indonesia.[7] Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan Maluku
dan Nusa Tenggara.[5]
Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia dan merupakan negara
yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara
lainnya.[7]
Bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan
moluska terdapat pada regional Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari Indonesia sampai ke
Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat yaitu Samudera Pasifik sampai Afrika Timur.[8]

Manfaat

karang sebagai tempat hidup ikan

Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara
ekologi maupun ekonomi.[9] Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang
dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.[7]
Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah[3]:

sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang
pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang,

pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.

penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di


dalamnya.

Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi
pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman
hayati.[9].

Klasifikasi
Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur
Karang hermatipik

Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal
menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis.[10]
Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae uniseluler
(Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringanjaringan polip binatang karang dan melaksanakan Fotosintesis.[6] Dalam simbiosis, zooxanthellae
menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh
karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon
dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae[2]. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan

kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas.[8] Ciri ini akhirnya digunakan
untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang.[8]
Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan
sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat Fototropik positif.[8] Umumnya jenis karang ini
hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih
sampai ke dasar perairan tersebut.[8] Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan
suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 C.[8].
Karang ahermatipik

Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar
luas diseluruh dunia.[10]
Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh
Terumbu (reef)

Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya
dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang mensekresi kapur,
seperti alga berkapur dan Mollusca.[10] Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur
dasar suatu ekosistem pesisir.[8] Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang
terbentuk oleh batuan kapur (termasuk karang yang masuh hidup)di laut dangkal.[8]
Karang (koral)

Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu
mensekresi CaCO3.[8] Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum
Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip.[2] Dalam proses pembentukan terumbu
karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan
karang pembangun terumbu.[10] Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau
jutaan individu yang disebut polip.[8] Contoh makhluk klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri
atas banyak ruas.[8]
Karang terumbu

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik
(hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur.[8] Karang terumbu berbeda dari karang
lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock) yang merupakan batu
cadas atau batuan vulkanik.[8]
Terumbu karang

Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3)
khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di
dasar lainnya seperti jenis-jenis moluska, Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan

Tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis
Plankton dan jenis-jenis nekton.[6]
Berdasarkan letak[1]
Terumbu karang tepi

Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang paling
sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis. Terumbu
karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya
bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut
lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan
adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai
yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.
Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
Terumbu karang penghalang

Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi,
hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.52
km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang
membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer.
Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk
gugusan pulau karang yang terputus-putus.
Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan
Banggai (Sulawesi Tengah).
Terumbu karang cincin

atolls

Terumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin dan
berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak ditemukan pada daerah tropis di Samudra
Atlantik. Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau
vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.

Terumbu karang datar

Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga sebagai
pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan,
dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan
berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal.
Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)
Berdasarkan zonasi
Terumbu yang menghadap angin

Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef) Windward merupakan
sisi yang menghadap arah datangnya angin.[1] Zona ini diawali oleh lereng terumbu yang
menghadap ke arah laut lepas.[1] Di lereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada kedalaman
sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak.[1] Namun, pada kedalaman sekitar
15 meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup
tinggi dan karang tumbuh dengan subur.[1]
Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras terumbu terdapat
penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh
gelombang yang kuat.[1] Daerah ini disebut sebagai pematang alga.[1] Akhirnya zona windward
diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal.[1]
Terumbu yang membelakangi angin

Terumbu yang membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang membelakangi arah
datangnya angin.[1] Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit
daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar.[1] Kedalaman
goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang
karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih
besar.[1]

Kerusakan terumbu karang


Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia.[9] Luas
terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2.[9] Hal tersebut membuat
Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia.[9] Dewasa ini, kerusakan
terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat.[9] Terumbu karang yang masih
berkondisi baik hanya sekitar 6,2%.[9] Kerusakan ini menyebabkan meluasnya tekanan pada
ekosistem terumbu karang alami.[9] Meskipun faktanya kuantitas perdagangan terumbu karang
telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora (CITES), laju eksploitasi terumbu karang masih tinggi karena buruknya sistem
penanganannya.[3]

Beberapa aktivitas manusia yang dapat merusak terumbu karang[11]:

membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut

membawa pulang ataupun menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu


sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang

pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak
pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut.

penggunaan pupuk dan pestisida buatan, seberapapun jauh letak pertanian


tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhinya
akan terbuang ke laut juga.

Membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak
terumbu karang yang berada di bawahnya.

terdapatnya predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella.

penambangan

pembangunan pemukiman

reklamasi pantai

polusi

penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan

Padang lamun

http://alvadianfadhila25.blogspot.com/2013/05/ekosistempadang-lamun-di-teluk-banten.html

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena
itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad
jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut
yang saling berkesinambungan (Nybakken 1988).
Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik
(fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling
berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen- komponen ini secara
fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada
salah satu dari komponen-komponen tersebut maka akan menyebabkan perubahan
pada komponen lainnya. Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan
sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam
keseimbangannya.
Pada saat ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya
kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Menurut
Bengen (2001) laut sebagai penyedia sumber daya alam yang produktif baik
sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun
kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan
tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang.
Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan
adalah lamun, Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang
berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah.
Dimana secara ekologis lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah
pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia
dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Menurut

Nybakken (1988), biomassa padang lamun secara kasar berjumlah 700 g bahan
kering/m2, sedangkan produktifitasnya adalah 700 g karbon/m2/hari. Oleh sebab itu
padang lamun merupakan lingkungan laut dengan produktifitas tinggi.
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan
keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka
ragam biota laut seperti ikan, krustacea, moluska ( Pinna sp, Lam bis sp, Strombus
sp), Ekinodermata ( Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia
sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).
Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52
jenis lamun yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar
15 jenis yang termasuk

ke dalam 2 famili yaitu : Hydrocharitacea ( 9 marga, 35

jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis). Jenis yang membentuk


komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia hemprichii, Enhalus
acoroides, Halophila ovalis, Cymodoceae serulata, dan Thallasiadendron ciliatum
Dari beberpa jenis lamun, Thalasiadendron ciliatum mempunyai sebaran yang
terbatas, sedangkan Halophila spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran,
Irian Jaya, Belitung dan Lombok. Begitu pula Halophila decipiens baru ditemukan di
Teluk Jakarta, Teluk Moti-Moti dan Kepulaun Aru (Den Hartog, 1970; Askab, 1999;
Bengen 2001).
Lamun pada umumnya dianggap sebagai kelompok tumbuhan yang homogen.
Lamun terlihat mempunyai kaitan dengan habitat dimana banyak lamun (Thalassia)
adalah substrat dasar dengan pasir kasar. Menurut Haruna (Sangaji, 1994) juga
mendapatkan Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan
pasir sedikit berlumpur dan kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas
campuran pecahan karang yang telah mati. Keberadaan lamun pada kondisi habitat
tersebut,

tidak

terlepas

dan

ganguan

atau

ancaman-ancaman

terhadap

kelangsungan hidupnya baik berupa ancaman alami maupun ancaman dari aktivitas
manusia.

B.Tujuan

Untuk mengetahui perkembangan dan permasalahan yang terjadi pada ekosistem


padang lamun.

C.Ruang Lingkup
Teluk Banten

D.Rumusan masalah
Apakah permasalahan yang terjadi pada ekologi padang lamun di teluk Banten?

Studi Pustaka
Pengertian Ekosistem
Ekosistem adalah tatanan dari satuan unsur-unsur lingkungan hidup dan kehidupan
(biotik maupun abiotik) secara utuh dan menyeluruh, yang saling mempengaruhi
dan saling tergantung satu dengan yang lainnya. Ekosistem mengandung
keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dengan lingkungannya yang
berfungsi sebagai suatu satuan interaksi kehidupan dalam alam (Dephut, 1997).
Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara kompleks di dalamnya terdapat habitat,
tumbuhan, dan binatang yang dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh,
sehingga semuanya akan menjadi bagian mata rantai siklus materi dan aliran
energi (Woodbury, 1954 dalam Setiadi, 1983).
Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur
lingkungan hidup yang saling memengaruhi (UU Lingkungan Hidup Tahun 1997).
Unsur-unsur lingkungan hidup baik unsur biotik maupun abiotik, baik makhluk hidup
maupun benda mati, semuanya tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem
yang masing-masing tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan

saling berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak


dapat dipisah-pisahkan.

Pengertian Lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu
(monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Jadi sangat
berbeda dengan rumput laut (algae) (Wood et al., 1969; Thomlinson, 1974; Azkab,
1999). Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae) (Wood et al. 1969;
Thomlinson 1974; Askab 1999). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di
daerah kutub.
Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai
vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji
tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup
secara permanen di bawah permukaan air laut (Sheppard et al., 1996). Komunitas
lamun berada di antara batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman
tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut (Sitania, 1998).

Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang
lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area
pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat
atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut
yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi
air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara
dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang
lamun.

Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur
sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat
lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang.
Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen
biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem).Habitat tempat
hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di
terumbu karang.
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di
Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1)
Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas
padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,
Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum. Padang
lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan
keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka
ragam biota laut (Gambar 17), seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis
sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp.,
Archaster sp., Linckia sp.), dan cacing Polikaeta.

Klasifikasi
Tanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan
bibit seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter
tumbuh-tumbuhan. Selain itu, generasi di daerah tropis memiliki morfologi yang

berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran


morfologi dan anatomi.
Lamun

merupakan

tumbuhan

laut

monokotil

yang

secara

utuh

memiliki

perkembangan sistem perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi,
lamun berada pada Sub kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili
lamun yang diketahui, 2 berada di perairan Indonesia yaitu:
1. Hydrocharitaceae
2. Cymodoceae
Famili Hydrocharitaceae dominan merupakan lamun yang tumbuh di air tawar
sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang tumbuh di laut.
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di
Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili:
1. Hydrocharitaceae, dan
2. Potamogetonaceae.
Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia
hemprichii,

Enhalus

acoroides,

Thallassodendron

Halophila

ovalis,

Cymodocea

serrulata,

dan

ciliatum.

Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan
termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan
akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan
melakukan reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling penting
dalam adaptasi reproduksi lamun adalahhidrophilus yaitu kemampuannya untuk
melakukan polinasi di bawah air.

Klasifikasi menurut den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan Calumpong (1983) :
Divisi

: Anthophyta

Kelas

: Angiospermae

Famili

: Potamogetonacea

Subfamili

: Zosteroideae

Genus

: Zostera , Phyllospadix, Heterozostera

Subfamili

: Posidonioideae

Genus

: Posidonia

Subfamili

: Cymodoceoideae

Genus

: Halodule, Cymodoceae, Syringodium, Amphibolis,

Thalassodendron
Famili

: Hydrocharitaceae

Subfamili

: Hydrocharitaceae

Genus

: Enhalus

Subfamili

: Thalassioideae

Genus

: Thalassia

Subfamili

: Halophiloideae

Genus

: Halophila

Ciri-ciri Ekologis
Menurut Den Hartog, 1977, Lamun mempunyai beberapa sifat yang menjadikannya
mampu bertahan hidup di laut yaitu :
1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran
terumbu karang
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung

4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan


5. Mampu melakukan proses metabolisme termasuk daur generatif secara
optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air
6. Mampu hidup di media air asin
7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik

Karakter Sistem Vegetatif


1. Karakteristik Sistem Vegetatif
Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi,
hampir semua genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan
bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat
pinggang (belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong.
Gambar . Morfologi Lamun
Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan
ekologik lamun (den Hartog, 1977). Misalnya Parvozosterid dan Halophilid dapat
dijumpai pada hampir semua habitat, mulai dari pasir yang kasar sampai lumpur
yang lunak, mulai dari daerah dangkal sampai dalam, mulai dari laut terbuka
sampai estuari. Magnosterid dapat dijumpai pada berbagai substrat, tetapi terbatas
pada daerah sublitoral sampai batas rata-rata daerah surut.
Secara umum lamun memiliki bentuk luar yang sama, dan yang membedakan antar
spesies adalah keanekaragaman bentuk organ sistem vegetatif. Menjadi tumbuhan
yang memiliki pembuluh, lamun juga memiliki struktur dan fungsi yang sama
dengan tumbuhan darat yaitu rumput. Berbeda dengan rumput laut (marine
alga/seaweeds), lamun memiliki akar sejati, daun, pembuluh internal yang
merupakan

Akar

sistem

yang

menyalurkan

nutrien,

air,

dan

gas.

Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang
dapat

digunakan

untuk

taksonomi.

Akar

pada

beberapa

spesies

seperti

Halophiladan Halodulememiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter


kecil, sedangkan spesiesThalass odendr on memiliki akar yang kuat dan berkayu
dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar
rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian
memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan
tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan
memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan
perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele
mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang
menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik
untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting
dalam penyaluran air.
Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari
dalam substrat (interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi
nitrogen yang dilakukan oleh bakteri heterotropik di dalam rhizosper Halophila
ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup
tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun
memiliki peran yang penting dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien
oleh akar. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang penting karena nitrogen
merupakan unsur dasar yang penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur
komponen sel. Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan
oksigen untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui
difusi sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen
yang disimpan di akar dan rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal
dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun
diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan
spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik.
Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami
penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora
yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun dapat memodifikasi
sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi

ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi sistem lakunal
berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran oksigen ke
sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan
oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik
yang sering ditemukan pada substrat yang memiliki sedimen liat atau lumpur.
Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif
(respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi.

Rhizoma dan Batang

Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah
herbaceous, walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial)
yang memiliki rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat
karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk
tumbuh pada substrat yang keras menjadikan Thallasodendron ciliatum memiliki
energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang.
Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung
dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar,
menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam
substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada
reproduksi secara vegetatif dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif
merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena
lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60 80%
biomas lamun.

Daun

Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal
yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki
bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan
bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk
morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun,
keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea
serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan
halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun.

Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda.
Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah.
Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan
kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan
difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut
merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon
inorganik dalam proses fotosintesis.

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi dan
kestabilan ekosistem padang lamun :

Kecerahan

Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi proses


fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas
cahaya yang tinggi untuk proses fotosintesa tersebut dan jika suatu perairan
mendapat pengaruh akibat aktivitas pembangunan sehingga meningkatkan
sedimentasi pada badan air yang akhirnya mempengaruhi turbiditas maka akan
berdampak buruk terhadap proses fotosintesis. Kondisi ini secara luas akan
mengganggu produktivitas primer ekosistem lamun.

Temperatur

Secara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara luas di daerah bersuhu
dingin dan di tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun memiliki toleransi yang
luas terhadap perubahan temparatur. Kondisi ini tidak selamanya benar jika kita
hanya memfokuskan terhadap lamun di daerah tropis karena kisaran lamun dapat
tumbuh optimal hanya pada temperatur 28-300C. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan proses fotosintesis yang akan menurun jika temperatur berada di luar
kisaran tersebut.

Salinitas

Kisaran salinitas yang dapat ditolerir lamun adalah 10-40 dan nilai optimumnya
adalah 35. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun untuk
melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga terhadap
jenis dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar.
Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun
dan kecepatan pulih. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan
meningkatnya salinitas.

Substrat

Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai
karang. Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan padang lamun adalah
kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas
sedimen mencakup 2 hal yaitu : pelindung tanaman dari arus laut dan tempat
pengolahan dan pemasok nutrien.

Kecepatan arus

Produktivitas padang lamun dipengaruhi oleh kecepatan arus.

Jenis Fauna dan Flora yang Terdapat Pada Padang Lamun

Padang

lamun

merupakan

ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota


yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut, seperti
ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata
(Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archastersp., Linckia sp.), dan cacing
Polikaeta.

Ekosistem Padang Lamun di Perairan Indonesia


Indonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000 km, mempunyai padang
lamun yang luas bahkan terluas di daerah tropika. Luas padang lamun yang
terdapat di perairan Indonesia mencapai sekitar 30.000 km2 (Kiswara dan Winardi,
1994).

Pembahasan
Teluk Banten (5055-605 LS dan 10605-106015BT) dengan kedalaman yang tidak
lebih dari 10 m dan dasarnya disusun oleh lumpur dan pasir. Di perairan teluk
banten ini ditemukan 7 spesies lamun yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea

rotundata,

C.

serrulata,

Halodule

uninervis,

Halophila

ovalis,

Syringodium

isoetifolium, dan ThalassiaHemprichii. Dan dapat diketahui jenis lamun yang


dominan di perairan ini adalah Enhalus acoroides.

contoh gambar : Enhalus acoroides

Lamun Enhalus acoroides adalah salah satu jenis lamun di perairan Indonesia yang
umumnya hidup di sedimen berpasir atau berlumpur dan daerah dengan bioturbasi
tinggi.

Rantai Makanan Pada Ekosistem Padang Lamun


Ekosistem padang lamun di Teluk Banten memiliki produktivitas yang tinggi,
sehingga biota-biotanya bervariasi contohnya ; ikan muda seperti ambassis sp yang
paling

dominan,

jenis-jenis

moluska,

udang,

bivalve

dan

gastropoda

serta

echinodermata. Dalam sistem rantai makanan khususnya pada daun-daun lamun


yang berasosiasi dengan alga kecil yang dikenal dengan periphyton dan epiphytic
dari detritus yang merupakan sumber makanan terpenting bagi hewan-hewan kecil
seperti ikan-ikan kecil dan invertebrate kecil contohnya ; beberapa jenis udang,
kuda laut, bivalve, gastropoda, dan Echinodermata. Lamun juga mempunyai
hubungan ekologis dengan ikan melalui rantai makanan dari produksi biomasanya.
Epiphyte ini dapat tumbuh sangat subur dengan melekat pada permukaan daun
lamun dan sangat di senangi oleh udang-udang kecil dan beberapa jenis ikan-ikan
kecil. Disamping itu padang lamun juga dapat melindungi hewan-hewan kecil tadi

dari serangan predator. Selain itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai
jaringan rantai makanan, baik yang didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor.
Perubahan rantai makanan ini bisa terjadi karena adanya perubahan yang cepat
dari perkembangan perubahan makanan oleh predator,dan adanya perubahan
musiman terhadap melimpahnya makanan untuk fauna.

Selain duyung, manate dan penyu, tidak banyak jenis ikan dan invertebrata yang
diketahui memakan daun-daun lamun ini.

Sehingga kemungkinan yang paling

besar, lamun ini menyumbang ke dalam ekosistem pantai melalui detritus, yakni
serpih-serpih bahan organik (daun, rimpang dll.) yang membusuk yang diangkut
arus laut dan menjadi bahan makanan berbagai organisme pemakan detritus
(dekomposer). (Nybakken 1988). Dengan kata lain aliran energy di padang lamun
itu sendiri terjadi karena adanya proses makan memakan baik itu secara langsung
dari daun lamunnya terus di makan konsumen I maupun secara tidak langsung
sebagai detritus dimakan oleh konsumen I dan seterusnya. Lamun yang mati akan
kehilangan protein dan materi organic lain yang dimakan oleh fauna pada saat
permulaan dekomposisi. Struktur karbohidrat diambil dari mikroflora (bakteri dan
jamur). Banyak dari metozoa yang dapat mencerna protein bakteri dan serasah

daun lamun diekskresi oleh fauna dan bentuk yang belum dicerna akan
didekomposisi lagi oleh mikroba decomposer sehingga sumbar detritus akan
meningkat.

Tipe interaksi antara ekosistem padang lamun dengan ekosistem mangrovedan


terumbu karang (Ogden dan Gladfelter, 1983 dalam Bengen, 2001)
Aliran materi dari padang lamun ke sistem lain (terumbu karang atau mangrove)
kecil sekali (NIENHUIS at al .1989). Jumlah materi yang di alirkan ke sistem lain di
duga tidak mencapai 10% dari total produksi padang lamun. Dengan kata lain
padang lamun ini merupakan sistem yang mandiri (self suistainable system).
Namun kemandirian padang lamun tidak meniadakan kehadiran dari kepentingan
interaksi biotik dari ekosistem sekitarnya. Sistem dipadang lamun diketahui sebagai
suatu habitat untuk ratusan jenis-jenis hewan (NONTJI, 1987; HUTOMO &
MARTOSEWOJO. 1977)
Posisi padang lamun tropis yang terletak diantara mangrove dan terumbu karang
yang

bertindak

sebagai

daerah

penyangga

yang

baik,

mengurangi

energi

gelombang dan mengalirkan nutrisi ke ekosistem terdekatnya. Tetapi interaksi


ekosistem tersebut (mangrove, padang lamun dan terumbu karang) dalam
hubungannya dengan degradasi penyangga adalah jelas keterkaitannya. Kerusakan

dari salah satu ekosistem dapat menyebabkan akibat jelek pada ekosistem lainnya
dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan keseimbangan lingkungan dan
konsekwensinya akan merubah struktur komunitas keseluruhannya.

Data yang diperoleh mengenai produktifitas padang lamun di teluk banten adalah
seperti dibawah ini:

Namun kini daerah padang lamun tersebut semakin menyempit dikarenakan


aktivitas manusia seperti reklamasi atau pengurungan pantai untuk pembangunan
atau perluasan industri di daerah tersebut yang ternyata menurut data yang
diperoleh telah terjadi pengurangan seluas 25 ha. Sehingga pertumbuhan, produksi
ataupun biomasanya akan mengalami penyusutan. Perlu dilakukan usaha-usaha
untuk memperkecil penyempitan lahan itu melalui penelitian transplantasi dan
restorasi padang lamun.
Keberadaannya yang berada di daerah estuaria dan pesisir, yang merupakan
perbatasan antara daratan dan lautan, menyebabkan padang lamun terancam oleh
berbagai faktor yang disebabkan oleh manusia, selain juga oleh perubahan iklim
global saat ini.
Gangguan dan ancaman terhadap lamun pada dasarnya dapat dibagi
menjadi dua golongan yakni gangguan alam dan gangguan dari kegiatan manusia
(antropogenik).
a.

Gangguan Alam
Selain kerusakan fisik akibat aktivitas kebumian, kerusakan lamun karena
aktivitas hayati dapat pula menimbulkan dampak negatif pada keberadaan lamun.

Sekitar 10 15 % produksi lamun menjadi santapan hewan herbivor, yang


kemudian masuk dalam jaringan makanan di laut. Di Indonesia, penyu hijau,
beberapa jenis ikan, dan bulubabi, mengkonsumsi daun lamun. Duyung tidak saja
memakan bagian dedaunannya tetapi juga sampai ke akar dan rimpangnya.

b.

Gangguan dari aktivitas manusia


Pada dasarnya ada empat jenis kerusakan lingkungan perairan pantai yang
disebabkan

oleh

kegiatan

manusia,

yang

bisa

memberikan

dampak

pada

lingkungan lamun di Teluk Banten:

1.

Kerusakan fisik
Kerusakan fisik terhadap padang lamun telah dilaporkan terjadi di berbagai
daerah di Indonesia. Di Pulau Pari dan Teluk Banten, kerusakan padang lamun
disebabkan oleh aktivitas perahu-perahu nelayan yang mengeruhkan perairan dan
merusak padang lamun. Reklamasi dan pembangunan kawasan industri dan
pelabuhan juga telah melenyapkan sejumlah besar daerah padang lamun seperti
terjadi di Teluk Banten.

2.

Pencemaran laut
Pencemaran laut dapat bersumber dari darat (land based) ataupun dari kegiatan
di laut (sea based). Pencemaran asal darat dapat berupa limbah dari berbagai

kegiatan manusia di darat seperti limbah rumah tangga, limbah industri, limbah
pertanian, atau pengelolaan lahan yang tak memperhatikan kelestarian lingkungan
seperti pembalakan hutan yang menimbulkan erosi dan mengangkut sedimen ke
laut. Bahan pencemar asal darat dialirkan ke laut lewat sungai-sungai atau limpasan
(runoff).

3.

Penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan


Beberapa alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan dapat menimbulkan
kerusakan pada padang lamun seperti pukat harimau yang mengeruk dasar laut.
Penggunaan bom dan racun sianida juga ditengarai menimbulkan kerusakan
padang lamun.

4.

Tangkap lebih
Salah satu tekanan berat yang menimpa ekosistem padang lamun adalah
tangkap lebih (over fishing), yakni eksploitasi sumberdaya perikanan secara
berlebihan hingga melampaui kemampuan ekosistem untuk segera memulihkan
diri. Tangkap lebih bisa terjadi pada ikan maupun hewan lain yang berasosiasi
dengan lamun. Banyak jenis ikan lamun yang kini semakin sulit dicari, dan
ukurannya pun semakin kecil.
Demikian pula teripang pasir (Holothuria scabra), dan keong lola (Trochus) yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi, sekarang sudah sangat sulit dijumpai dalam alam.
Duyung yang hidupnya bergantung sepenuhnya pada lamun kini telah menjadi
hewan langka yang dilindungi, demikian pula dengan penyu, terutama penyu hijau.

Dalam pengelolaan padang lamun, yang terpenting adalah mengenali


terlebih dahulu akar masalah rusaknya padang lamun yang pada dasarnya
bersumber pada perilaku manusia yang merusaknya. Berdasar acuan tersebut
maka akar masalah terjadinya kerusakan padang lamun dapat dikenali sebagai
berikut:

1.

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang lamun dan perannya dalam


lingkungan.

2.

Kemiskinan masyarakat

3.

Keserakahan mengeksploitasi sumberdaya laut

4.

Kebijakan pengelolaan yang tak jelas

5.

Kelemahan perundangan

6.

Penegakan hukum yang lemah

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai
vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji
tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup
secara permanen di bawah permukaan air laut.
Padang lamun memiliki peranan ekologis yang sangat penting, yaitu sebagai
tempat asuhan, tempat berlindung, tempat mencari makan, tempat tinggal atau
tempat migrasi berbagai jenis hewan. Banyak kegiatan atau proses, baik alami
maupun oleh aktivitas manusia yang mengancam kelangsungan ekosistem lamun.
kondisi padang lamun semakin menyusut oleh adanya kerusakan yang disebabkan
oleh gangguan alam dan aktivitas manusia.

Saran
Sebaiknya kita dapat membentuk suatu forum.Untuk melakukan pelestarian dan
melindungi ekosistem laut seperti lamun,terumbukarang dan mangrove.
Sebaiknya melakukan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak untuk
membuat solusi tepat dalam mempertahankan fungsi ekologis dari ekosistem yaitu
pengelolaan pesisir secara terpadu atau Integrated Coastal Management (ICM).

http://andrynugrohoatmarinescience.wordpress.com/2011/04/0
4/ekologi-padang-lamun/

Ekologi Padang Lamun


April 4, 2011 at 18:38 (Ekologi Laut Tropis)
1. Relung
Istilah relung (nische) pertama kali dikemukakan oleh Joseph Grinnell pada tahun 1917. Menurut
Grinner, relung merupakan bagian dari habitat yang disebut dengan mikrohabitat. Dengan
pandangan seperti ini, Grinnell mengatakan bahwa setiap relung hanya dihuni oleh satu spesies.
Pandangan relung yang dikemukakan oleh Grinnell inilah yang disebut dengan relung habitat.
Contoh, jika kita mengatakan relung habitat dari lamun, maka kita akan menjelaskan
mikrohabitat lamun tersebut. Dengan demikian kita harus menjelaskan faktor pembatas lamun
dapat hidup. Misalnya, pada suhu dan salinitas berapa lamun dapat hidup.
Setelah Grinnell, Charles Elton (1927) secara terpisah menyatakan bahwa relung merupakan
fungsi atau peranan spesies di dalam komunitasnya. Maksud dari fungsi dan peranan ini adalah
kedudukan suatu spesies dalam komunitas dalam kaitannya dengan peristiwa makan memakan
dan pola-pola interaksi yang lain. Inilang yang disebut dengan relung trophik. Sebagai contoh
kalau kita menyatakan relung trophik dari lamun di daerah pesisir, maka kita harus menjelaskan
bahwa lamun itu makan apa dan dimakan oleh siapa, apakah dia herbivora, karnivora, atau
omnivora, apakah dia bersifat competitor bagi yang lain, dll.
Berbeda dengan Elton, maka Hutchinson (1958) menyatakan bahwa relung adalah kisaran
berbagai variabel fisik dan kimia serta peranan biotik yang memungkinkan suatu spesies dapat
bertahan hidup dan berkembang di dalam suatu komunitas. Inilah yang disebut dengan relung
multidimensi (hipervolume). Sependapat dengan pengertian relung ini, maka Kendeigh (1980)

menyatakan bahwa relung ekologik merupakan gabungan khusus antara faktor fisik kimiawi
(mikrohabitat) dengan kaitan biotik (peranan) yang diperlukan oleh suatu spesies untuk aktifitas
hidup dan eksistensi yang terus menerus di dalam komunitas. Dengan kata lain dapat dinyatakan
bahwa relung multidimensi merupakan gabungan dari relung habitat dan relung trophik. Sebagai
contoh, kalau menyatakan relung multidimensi dari tikus sawah, berarti kita menjelaskan tentang
mikrohabitatnya dan sekaligus menjelaskan tentang apa makanannya dan siapa predatornya, dll.
Sebagai perkembangan dari konsep-konsep relung terdahulu, maka Odum (1971)
mengetengahkan konsep /relung azasi yang dinyatakan sebagai hipervolume yang sangat
kompleks (n-hipervolume) yang berpenghuni abstrak maksimum bila suatu spesies tidak
terhambat oleh spesies yang lain. Di samping itu, Odum (1971) menyatakan bahwa relung nyata
adalah hipervolume yang lebih kecil yang dihuni oleh sejumlah individu yang masih mungkin
mendapat pengaruh/hambatan dari spesies lain.
Dimensi relung
Dimensi relung adalah toleransi terhadap kondisi-kondisi yang bervariasi (kelembapan, pH,
temperatur, kecepatan angin, aliran air, dan sebagainya) dan kebutuhannya akan sumber daya
alam yang bervariasi. Di alam, dimensi relung suatu spesies bersifat multidimensi. Relung dua
dimensi contohnya adalah hubungan temperatur dan salinitas sebagai bagian dari relung lamun di
pantai. Untuk relung tiga dimensi, contohnya adalah hubungan temperatur, pH, dan ketersediaan
makanan sebagai bagian dari relung suatu organisme.
Klasifikasi
Suatu spesies biasanya memiliki relung yang lebih besar pada saat ketidakhadiran predator dan
kompetitor. Dengan kata lain, ada beberapa kombinasi terntentu dari kondisi dan sumber daya
alam yang dapat membuat suatu spesies mempertahankan viabilitas (kehidupan) populasinya,
hanya bila tidak sedang diberi pengaruh merugikan oleh musuh-musuhnya. Atas dasar ini,
Hutchinson membedakan antara relung fundamental dengan relung realitas. Relung
fundamental adalah gambaran dari potensi keseluruhan suatu spesies. Sementara relung
realitas menggambarkan spektrum yang lebih terbatas akan kondisi-kondisi dan sumber daya
alam yang dibutuhkan untuk bertahan, bahkan dengan kehadiran kompetitor dan predator.
2. Evolusi
Evolusi merupakan proses perubahan struktur tubuh makhluk hidup yang berlangsung sangat
lambat dan dalam kurun waktu yang sangat lama. Evolusi berjalan terus sepanjang masa. Evolusi
menyebabkan keanekaragaman makhluk hidup.

Petunjuk adanya evolusi


Beberapa bukti yang dianggap memberikan petunjuk adanya evolusi antara lain,
1. Variasi makhluk Hidup
Tidak ada dua individu di dunia ini yang memmpunhyai suifat yang benr-benar sama. Hal ini
menunjkkan adanya variasi. Variasi adalah perbedaan yang ditemukan pada individu-individu
yang masih satu spesies.
Jika varian tersebu hidup pada lingkingan yang berbeda maka akan menghasilkan keturunan
yang berbeda pulan. Jadi adanya variasi merupakan petunjuk adanya evolusi yang menuju ke
arah terbentuknya spesies baru.
2. Fosil
Fosil-fosil yan ditemukan dalam lapisan bumi dari lapisan yan tua sampai yang uda
menunjkkkan adanya perubahan secara berangsur-angsur. Denga membandingkan fosil-fosil
yang ditemukan di berbagai lapisan bumi dapat diketahui adanya proses evolusi. Sejarah
perkembangan kuda merupakan suatu conto yang paling terkenal untuk menerangklkan adanya
perubahan-perubahan bentuk dari masa ke masa.
3. Homologi dan Organ analogi Tubuh
Struktur organ tubuh dari berbagai hewan dapat dibedakan menjadi homologi dan analogi
Homologi adalah organ-organ makhluk hidup yang mempunyai s bentuk asal ((dasar) yang sama,
kemudian berubah strukturnya sehingga fungsinya berbeda. Misalnya sayap burung homolog
dengan tangan manusia. Kaki depan kuda homolog dengansirip dad ikan paus.
Analigi adalah organ-organ tubuh yang mempunyai fungsi sama tetapi bentuk salnya berbeda.
Misalnya sayap serangga dengan sayap burung.
4. Embriologi Perbandingan
Perkembangan zigot hewan vertebrata yang berkembang biak secara seksual menunjukkan
adanya persamaan sampai pada fase tertentu. Hal tersebu menunjukkan adanya hubungan
kekerabatan di antara golongan hewa vertebrat tersebut.
5. Petunjuk secara Biokimia
Untuk menentukan jauh dekatnya hubungan kekerebatan antara organisme yang satu dengan
yang lain dapat diuji secara biokimia yang disebut denga uji presipitin. Uji[peresipitin adalah
menguji adanya reaksi antara antigen-antibodi. Banyak sedikitnya endapan yang terbentuik
akibat reaksi tersebut dapat digunakan untuk menentuka jauh sdekatnya hubungan kekerabatan
antara suatu organisme denga organisme yang lain.
Perbandingan Fisiologi Organisme
Organisme mempunyai ciri-ciri fisiologi yang sama, seperti respirasi, ekskresi dll. Meskipun ciri
morfologi dan jumlah sel yang membentuk setiap organisme berbeda-beda, terdapat kemiripankemiripan dalam fisiologinya.

6. Petunjuk alat tubuh yang tersisa


Pada manusia dan bebrapa jenis hewan dapat dijumpai berbagai alat tubuh yang tidak berfungsi.
Alat trubuh pada manusia yang tersisa antara lain adalah umbai cacing dan tulang ekor. Pada
burung kiwi, burung yang tidak dapat terbang, terdapat alat tubuh yabg yersisa sebagai akibat
penyusutan sayap.
Mekanisme Evolusi
Proses evolusi terjadi antara lain karena adanya variasi genetika dan seleksi alam. Variasi dalam
suatu keturunan terjadi karena dua penyebab utama, yaitu mutasi gen dan rekombinasi gen.
3. Suksesi
Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi pada
suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang berbeda
dengan komunitas semula. Dengan perkataan lain. suksesi dapat diartikan sebagai perkembangan
ekosistem tidak seimbang menuju ekosistem seimbang. Suksesi terjadi sebagai akibat modifikasi
lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Akhir proses suksesi komunitas yaitu
terbentuknya suatu bentuk komunitas klimaks. Komunitas klimaks adalah suatu komunitas
terakhir dan stabil (tidak berubah) yang mencapai keseimbangan dengan lingkungannya.
Komunitas klimaks ditandai dengan tercapainya homeostatis atau keseimbangan, yaitu suatu
komunitas yang mampu mempertahankan kestabilan komponennya dan dapat bertahan dan
berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan.
Berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat dibedakan dua macam suksesi, yaitu
suksesi primer dan suksesi sekunder.
a. Suksesi Primer
Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan komunitas
awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara
alami maupun oleh campur tangan manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor,
letusan gunung berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan
manusia dapat berupa kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak bumi).
b. Suksesi Sekunder
Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak
total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat kehidupan / substrat seperti sebelumnya.
Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir.
Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau
akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon

besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh
kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan.
Kecepatan proses suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
1. Luas komunitas asal yang rusak karena gangguan.
2. Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu.
3. Kehadiran pemencar benih.
4. Iklim, terutama arah dan kecepatan angina yang membantu penyebaran biji,
sporam dan benih serta curah hujan.
5. Jenis substrat baru yang terbentuk
6. Sifat sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi.

Berdasarkan tempat terbentuknya, terdapat tiga jenis komunitas klimaks sebagai berikut :
1. Hidroser yaitu sukses yang terbentuk di ekosistem air tawar.
2. Haloser yaitu suksesi yang terbentuk di ekosistem air payau
3. xeroser yaitu sukses yang terbentuk di daerah gurun.

4. Faktor Pemabatas
1. Suhu
Perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme,
penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun pada kisaran suhu 25 30C fotosintesis
bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat
dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35C.
2. Salinitas
Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat
menoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari
salinitas 3,5-60 /o, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk
pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 /0.
Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan
kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica biomassa, produktivitas dan kecepatan
pulih tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5 /o. Sedangkan kerapatan semakin meningkat
dengan meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun.

3. Kekeruhan
Kekeruhan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan lamun karena dapat
menghalangi penetrasi cahaya yang dibutuhkan oleh lamun untuk berfotosintesis masuk ke
dalam air. Kekeruhan, baik oleh partikel-partikel hidup seperti plankton maupun partikel-partikel
mati seperti bahan-bahan organik, sedimen dan sebagainya.
Pada perairan pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan
produksi.
4. Kedalaman
Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m.
5. Nutrien
Ketersediaan nutrien menjadi fektor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun
pada perairan yang jernih.
Penyerapan nutrien oleh lamun dilakukan oleh daun dan akar. Penyerapan oleh daun umumnya
tidak terlalu besar terutama di daerah tropik. Penyerapan nutrien dominan dilakukan oleh akar
lamun.
Sumber :
http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/24/pengertian-relung-ekologi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Relung
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1988686-evolusi/
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/06/pengertian-suksesi.html
http://blueberrymintzs.blogspot.com/2009/05/padang-lamun.html

Mangrove

http://andihakim31.wordpress.com/2010/06/07/faunamangrove-dan-interaksi-di-ekosistem-mangrove/

FAUNA MANGROVE DAN INTERAKSI DI


EKOSISTEM MANGROVE
Standar

1. Pengertian Dasar Ekologi

Ekologi berasal dari bahasa Greek : oikos yang berarti rumah atau tempat hidup dan logos
yang berarti ilmu, sehingga dari segi bahas, ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
organisme di rumahnya. Pada umumnya ekologi didefinisikan sebagai telaah atau studi tentang
hubungan organisme atau kelompok organisme dengan lingkungannya. Istilah tersebut pertama
kali diperkenalkan oleh seorang biolog Jerman, Ernest Haeckel pada tahun 1869.
Dua orang pakar lingkungan hidup, yakni Odum dan Cox, pada tahun 1971 berpendapat bahwa
ekologi merupakan sebuah studi tentang struktur dan fungsi ekosistem atau alam, dimana
manusia adalah juga bagian dari ekosistem itu sendiri. Dalam definisi Odum dan Cox, terdapat 2
kata kunci yang memegang peranan penting serta menjadi semacam penuntun bagi peminat
ekologi dan pemerhati lingkungan. 2 kata yang dimaksud adalah struktur dan fungsi.
Menurut Odum dan Cox, pengertian istilah struktur dalam ranah ilmu ekologi mengandung
pengertian tentang suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu. Adapun
pengertian suatu keadaan dalam definisi Odum dan Cox itu meliputi beberapa hal seperti;
kerapatan/kepadatan, biomasa, penyebaran potensi unsur-unsur hara (materi), energi, faktorfaktor fisik dan kimia lainnya yang mencirikan keadaan sistem tersebut. Sedangkan pengertian
fungsi, menurut Odum dan Cox adalah gambaran tentang hubungan sebab-akibat yang terjadi
dalam sistem. Jadi, menurut Odum dan Cox, inti sari bahasan ekologi adalah mencari tahu
sedalam-dalamnya tentang bagaimana fungsi organisme di alam (Rosdi, 2007).
Sementara itu, dalam bukunya yang berjudul Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan,
pakar lingkungan hidup Indonesia Prof. Dr. Otto Soemarwoto, Phd., mendefinisikan ekologi
sebagai ilmu tentang hubungan timbal-balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Dari
definisi yang dilontarkan oleh Otto Soemarwoto tersebut, sebenarnya kita sudah bisa
menentukan beberapa kata kunci bagi pemahaman mendasar tentang apa itu Ekologi. Kata kunci
yang dimaksud, yakni makhluk hidup, hubungan timbal-balik (interaksi), dan lingkungan
hidup.
Kajian ekologi meliputi populasi, komunitas, ekosistem, bioma, dan biosfer. Salah satu kajian
ekologi yaitu ekosistem atau sistem ekologik atau biocoenosis atau biogeocoenosis yang
berarti suatu sistem yang terdiri dari seluruh organisme (komunitas biotic) dan lingkungan
abiotik dalam suatu area yang di dalamnya terjadi siklus materi serta aliran energi. Secara umum
ekosistem dapat dibedakan menjadi dua ekosistem besar, yaitu ekosistem darat (terrestrial) dan
ekosistem perairan (akuatik).
Ekosistem akuatik dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu :
1. ekosistem marin (laut)
2. ekosistem estuarin (muara)

3. ekosistem riverin
4. ekosistem lakustrin
5. ekosistem palustrin
2. Pengelompokan Ekologi
Jika kita melandaskan fokus ekologi kepada kata kunci makhluk hidup, maka sebagai sebuah
ilmu, ekologi akan terbagi dalam 3 cabang besar, yakni ekologi manusia, ekologi tumbuhan, dan
ekologi hewan. Sedangkan bila kata kunci lingkungan hidup kita maknai sebagai rumah atau
tempat tinggal makhluk hidup, dan selanjutnya kata kunci ini kita jadikan sebagai pijakan
mengkategorisasi ilmu ekologi, maka kita akan mendapatkan cabang ilmu ekologi berdasarkan
habitat (tempat hidup). Contoh cabang-cabang ekologi berdasarkan habitat, antara lain; ekologi
darat atau ekologi terestrial, ekologi bahari atau kelautan, ekologi padang rumput, ekologi
perairan tawar, ekologi estuaria (muara sungai) dan lain-lain (Rosdi, 2007).
3. Pengertian Ekosistem Mangrove
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan
ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun ekosistem adalah produsen (tumbuhan
hijau), konsumen (herbivora, karnivora, dan omnivora), dan dekomposer/pengurai
(mikroorganisme). Mangrove sebagai ekosistem didefinisikan sebagai mintakat (zona) antarpasang-surut (pasut) dan supra (atas)-pasut dari pantai berlumpur di teluk, danau (air payau) dan
estuari, yang didominasi oleh halofit berkayu yang beradaptasi tinggi dan terkait dengan alur air
yang terus mengalir (sungai), rawa dan kali-mati (backwater) bersama-sama dengan populasi
flora dan fauna di dalamnya. Di tempat yang tak ada muara sungai biasanya hutan mangrovenya
agak tipis. Sebaliknya, di tempat yang mempunyai muara sungai besar dan delta yang aliran
airnya banyak mengandung lumpur dan pasir, biasanya mangrovenya tumbuh meluas.
Ekosistem ini mempunyai dua komponen lingkungan, yakni darat (terestrial) dan air (akuatik).
Lingkungan akuatik pun dibagi dua, laut dan air tawar. Ekosistem mangrove dikenal sangat
produktif, penuh sumberdaya tetapi peka terhadap gangguan. Ia juga dikenal sebagai pensubsidi
energi, karena adanya arus pasut yang berperan menyebarkan zat hara yang dihasilkan oleh
ekosistem mangrove ke lingkungan sekitarnya. Dengan potensi yang sedemikian rupa dan
potensi-potensi lain yang dimilikinya, ekosistem mangrove telah menawarkan begitu banyak
manfaat kepada manusia sehingga keberadaannya di alam tidak sepi dari perusakan, bahkan
pemusnahan oleh manusia (Anonim, 2008).
4. Fauna Mangrove

Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna ekosistem
terestrial, peralihan dan perairan. Fauna terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove
sedangkan fauna peralihan dan perairan hidup di batang, akar mangrove dan kolom air. Beberapa
fauna yang umum dijumpai di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut:

Mamalia

Banyak mamalia terdapat di hutan mangrove tetapi hanya sedikit yang hidup secara permanen
dan jumlahnya terbatas. Hutan mangrove merupakan habitat tempat hidup beberapa mamalia
yang sudah jarang ditemukan dan. Pada saat terjadinya surut banyak monyet-monyet (Macacus
irus) terlihat mencari makanan seperti shell-fish dan kepiting sedangkan kera bermuka putih
(Cebus capucinus) memakan cockles di mangrove. Indikasi pemangsaan ini diperoleh dari
sedikitnya jumlah cockles yang ditemukan di lokasi mangrove yang memiliki banyak kera. Jika
jumlah kera menjadi sangat banyak akan mempengaruhi pembenihan mangrove karena
komunitas ini menginjak lokasi yang memiliki benih sehingga benih mati. Kera proboscis
(Nasalis larvatus) merupakan endemik di mangrove Borneo, yang mana ia memakan daundaunan Sonneratia caseolaris dan Nipa fruticans (FAO,1982) juga propagul Rhizophora.
Sebaliknya, kera-kera tersebut di mangsa oleh buaya-buaya dan diburu oleh pemburu gelap.
Hewan-hewan menyusui lainnya termasuk Harimau Royal Bengal (Panthera tigris), macan tutul
(Panthera pardus) dan kijing bintik (Axis axis), babibabi liar (Sus scrofa) dan Kancil (Tragulus
sp.) di rawa-rawa Nipa di sepanjang selatan dan tenggara Asia ; binatang-binatang karnivora
kecil seperti ikan-ikan berkumis seperti kucing (Felix viverrima), musang (Vivvera sp. dan
Vivverricula sp.), luwak (Herpestes sp.). Berang-berang (Aonyx cinera dan Lutra sp.) umum
terdapat di hutan mangrove namun jarang terlihat. Sedangkan Lumba-lumba seperti lumbalumba Gangetic (Platanista gangetica) dan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) juga umum
ditemukan di sungai-sungai hutan mangrove, yaitu seperti Manatees (Trichechus senegalensis
dan Trichechus manatus latirostris) dan Dugong (Dugong dugon), meskipun spesies-spesies ini
pertumbuhannya jarang dan pada beberapa tempat terancam mengalami kepunahan.

Reptil dan Ampibia

Beberapa spesies reptilia yang pernah ditemukan di kawasan mangrove Indonesia antara lain
biawak (Varanus salvatoe), Ular belang (Boiga dendrophila), dan Ular sanca (Phyton
reticulates), serta berbagai spesies ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus,
Homalopsis buccata dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan
mangrove adalah Rana cancrivora dan R. Limnocharis. Buaya-buaya dan binatang alligator
merupakan binatang-binatang reptil yang sebagian besar mendiami daerah berair dan daerah
muara. Dua spesies buaya (Lagarto), Caiman crocodilus (Largarto cuajipal) dapat dijumpai
umum dijumpai di hutan mangrove, dan sebagai spesies yang berada dalam keadaan waspada
karena kulitnya diperdagangkan secara internasional. Caiman acutus mempunyai wilayah
geografi yang sangat luas dan dapat ditemukan di Cuba, Pantai lautan Pasifik di Amerika

Tengah, Florida dan Venezuela. Jenis buaya Cuba, seperti Crocodilus rhombifer terdapat di
Cienaga de Lanier dan bersifat endemik. Aligator Amerika seperti Alligator mississippiensis
tercatat sebagai spesies yang membahayakan di Florida ( Hamilton dan Snedaker, 1984). Buaya
yang memiliki moncong panjang (Crocodilus cataphractus) terdapat di daerah hutan bakau
Afrika dan di Asia. Berbagai cara dilakukan untuk melindungi hewan-hewan tersebut tergantung
negara masing-masing misalnya di India, Bangladesh, Papua New Guinea dan Australia
mengadakan perlindungan dengan cara konservasi, ( FAO, 1982). Sejumlah besar kadal, Iguana
iguana (iguana) dan Cetenosaura similis (garrobo) pada umumnya terdapat di hutan mangrove di
Amerika Latin, dimana mereka menjadi santapan masyarakat setempat sebagaimana juga jenis
kadal yang serumpun dengan mereka di Afrika bagian barat (Varanus salvator). Pada umumnya
penyu merupakan sebagai mahkluk sungai yang meletakkan telur-telur mereka pada pantai
berpasir yang memiliki hutan mangrove. Selain hewan-hewan tersebut ular juga dapat ditemukan
di sekitar area mangrove, khususnya padadataran yang mengarah ke laaut.

Burung

Pada saat terjadinya perubahan pasang surut merupakan suatu masa yang ideal bagi
berlindungnya burung (dunia burung), dan merupakan waktu yang ideal bagi burung untuk
melakukan migrasi. Menurut Saenger et al. (1954), tercatat sejumlah jenis burung yang hidup di
hutan mangrove yang mencapai 150-250 jenis. Beberapa penelitian tentang burung di Asia
Tenggara telah dilakukan oleh Das dan Siddiqi 1985 ; Erftemeijer, Balen dan Djuharsa, 1988;
Howes,1986 dan Silvius, Chan dan Shamsudin,1987. Di Kuba, terdapat beberapa spesies yang
menempati tempat atau dataran tinggi seperti Canario del manglar (Dendroica petechis
gundlachi) dan tempat yang lebih rendah seperti Oca del manglar (Rallus longirostris caribaeus).
Burung yang paling banyak adalah Bangau yang berkaki panjang. Dan yang termasuk burung
pemangsa adalah Elang laut (Haliaetus leucogaster), Burung layang-layang (Haliastur indus),
dan elang pemakan ikan (Ichthyphagus ichthyaetus). Burung pekakak dan pemakan lebah adalah
burung-burung berwarna yang biasa muncul atau kelihatan di hutan mangrove.

Sumber Daya Perairan

Substrat yang ada di ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat disukai oleh biota yang
hidupnya di dasar perairan atau bentos. Dan kehidupan beberapa biota tersebut erat kaitannya
dengan distribusi ekosistem mangrove itu sendiri. Sebagai contoh adalah kepiting yang sangat
mudah untuk membuat liang pada substrat lunak yang ditemukan di ekosistem mangrove.
Beberapa sumberdaya perairan yang sering ditemukan di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai
berikut:
a. Ikan
Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi empat kelompok,
yaitu:

Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di
daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp.).

Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove
selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol
di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan
belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong
(Gerreidae).

Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan
mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan
Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda, Alu-alu, Tancak
(Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.

Ikan pengunjung musiman, ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini


menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah
serta tempat perlindungan musiman dari predator.

b. Crustacea dan Molusca


Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan
kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan
mangrove. Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di
lantai hutan mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan
mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan
faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove.
Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska.
Kepiting, Uca sp. dan berbagai spesies sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove.
Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepitingkepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata) termasuk produk mangrove yang bernilai
ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove. Udang yang
paling terkenal termasuk udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut
(Penaeus indicus , P. Merguiensis, P. Monodon, Metapenaeus brevicornis) seringkali juga
ditemukan di ekosistem mangrove.
Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasar-dasar sejarah hidup yang sama yaitu
menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke
laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan. Migrasi biota ini
berbeda-beda tergantung spesiesnya. Udang Penaeus dijumpai melimpah jumlahnya hingga
kedalaman 50 meter sedangkan Metapenaeus paling melimpah dalam kisaran kedalaman 11-30
meter dan Parapenaeopsis terbatas hanya pada zona 5-20 meter. Penaeid bertelur sepanjang tahun
tetapi periode puncaknya adalah selama Mei Juni dan Oktober- Desember yang bertepatan
dengan datangnya musim hujan atau angin musim. P. Merquiensis setelah post larva ditemukan

pada bulan November dan Desember dan setelah 3 4 bulan berada di mangrove mencapai
juvenile dan pada bulan Maret sampai Juni juvenil berpindah ke air yang dangkal. Setelah
mencapai dewasa atau lebih besar, udang akan bergerak lebih jauh lagi keluar garis pantai untuk
bertelur dengan kedalaman melebihi 10 meter. Waktu untuk bertelur dimulai bulan juni dan
berlanjut sampai akhir januari.
Molusca yang memiliki nilai ekonomis biasanya sudah jarang ditemukan di ekosistem mangrove
karena dieksploitasi secara besar-besaran. Contohnya adalah spesies Anadara sp. saat ini jarang
ditemukan di beberapa lokasi ekosistem mangrove karena dieksploitasikan secara berlebihan.
Bivalva lain yang paling penting di wilayah mangrove adalah kerang darah (Anadara granosa)
dan gastropoda yang biasanya juga dijumpai terdiri dari Cerithidia obtusa, Telescopium mauritsii
dan T. telescopium. Kerang-kerang ini merupakan sumber daya yang penting dalam produksi
perikanan, dan karena mangrove mampu menyediakan substrat sebagai tempat berkembang biak
yang sesuai, dan sebagai penyedia pakan maka dapat mempengaruhi kondisi perairan sehingga
menjadi lebih baik. Kerang merupakan sumberdaya penting dalam pasokan sumber protein dan
sumber penghasilan ekonomi jangka panjang. Untuk penduduk sekitar pantai menjadikan kerang
sebagai salah satu jenis yang penting dalam penangkapan di wilayah mangrove (Dedi, 2007).

5. Interaksi Di Ekosistem Mangrove


Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai makanan langsung dan
rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove rantai makanan yang ada untuk biota perairan
adalah rantai makanan detritus. Detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke
perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan
oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Keberhasilan dari pengaturan menggabungkan
dari mangrove berupa sumber penghasil kayu dan bukan kayu, bergantung dari pemahaman
kepada; satu parameter dari ekologi dan budaya untuk pengelolaan kawasan hutan (produksi
primer) dan yang kedua secara biologi dimana produksi primer dari hutan mangrove merupakan
sumber makanan bagi organisme air (produksi sekunder). Pemahaman aturan tersebut merupakan
kunci dalam memelihara keseimbangan spesies yang merupakan bagian dari ekosistem yang
penting.Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui
proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting. (Head,
1971; Sasekumar, 1984). Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara
mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel
detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali
dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska,
udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat

rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung
pemangsa, kucing liar atau manusia.
Sumber energi lain yang juga diketahui adalah karbon yang di konsumsi ekosistem mangrove
(contoh diberikan oleh Carter et al., 1973; Lugo dan Snedaker 1974; 1975 dan Pool et al; 1975).
Dalam siklus ini dimasukan input fitoplankton, alga bentik dan padang lamun, dan epifit akar
Odum et al. (1982).. Sebagai contoh fitoplankton mungkin berguna sebagai sebuah sumber
energi dalam mangrove dengan ukuran yang besar dari perairan dalam yang relatif bersih. Akar
mangrove penyangga epifit juga memiliki produksi yang tinggi. Nilai produksi perifiton pada
akar penyangga adalah 1,4 dan 1,1 gcal/m2/d telah dilaporkan. (Lugo et al. 1975; Hoffman and
Dawes,1980). Secara umum jaring makanan di ekosistem mangrove disajikan pada ganbar
berikut:

http://rakakharisma.blogspot.com/2013/05/ekosistem-hutan-mangrove.html
Ekosistem Hutan Mangrove
Raka Kharisma Praditya
12513057
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan
Universitas Islam Indonesia
Jalan Kaliurang Km 14,4, Sleman, Yogyakarta 55584
Raka_praditya@rocketmail.com

Abstrak
Hutan merupakan salah satu ekosistem yang merupakan paru-paru dunia. Berbagai
jenis hutan terdapat di Indonesia. Salah satu jenis hutan yang ada di Indonesia adalah hutan
mangrove. Hutan mangrove hidup di wilayah , Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Hutan mangrove merupakan hutan dengan ekosistem flora dan fauna yang khas. Di kabupaten
bengkalis terdapat salah satu hutan mangrove. Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di
atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasangsurut air laut. Di ekosistem hutan mangrove setiap makhluk hidup didalamnya saling
berinteraksi satu sama lainnya. Dan didalam hutan mangrove juga terdapat rantai makanan
secara tidak langsung dan rantai makanan secara langsung. Secara administratif Kabupaten
Bengkalis berada di Provinsi RIAU dengan luas wilayahnya11.481,77 km2. Kabupaten ini
merupakan sebuah kepulauan yang ada di RIAU. Dikabupaten ini ekosistem mangrovenya
sangat lebat dan asri. Hutan mangrove memiliki karakteristik yaitu memiliki jenis pohon yang
relatif sedikit, memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora), memiliki biji (propagul) yang

bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, serta memiliki banyak lentisel pada
bagian kulit pohon.
Kata kunci : Ekosistem, Hutan Mangrove

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan menjadi salah satu topic terpopuler saat ini. Berbagai macam flora maupun fauna
hidup di hutan. Hutan juga merupakan paru-paru dunia, dikarenakan didalamnya mengandung
banyak gas O2 yang sangat penting bagi kelangsungan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya.
Di Indonesia terdapat berbagai macam jenis hutan, seperti : hutan sabana, hutan rawa , hutan
musim, hutan mangrove, hutan bakau , dan sebagainya.. Hutan mangrove adalah hutan yang
berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai
hutannya selalu tergenang air. Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang
tumbuh di antara garis pasang surut. Nybakken (1988) mengatakan bahwa hutan mangrove
adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik
didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai
kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Komposisi jenis tumbuhan penyusun ekosistem
ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan, terutama jenis tanah, genangan pasangan pasang
surut dan salinitas (Bengen 2001). Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan
dan merupakan pohon perintis umumnya adalah api-api dan pedada. Api-api lebih senang hidup
pada tanah berpasir agak keras, sedangkan pedada pada tanah yang berlumpur lembut. Pada
daerah yang terlindung dari hempasan ombak, komunitas mangrove biasanya didominasi oleh
pohon bakau. Lebih kearah daratan (hulu), pada tanah lempung yang agak pejal biasanya tumbuh
komunitas tanjang. Nipa (Nypa) merupakan sejenis palma dan merupakan komponen penyusun
ekosistem mangrove sering kali tumbuh di tepian sungai lebih ke hulu, pengaruh aliran air tawar
dominan
Parameter lingkungan yang utama yang menentukan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan mangrove adalah:
Pasokan air tawar dan salinitas
Stabilitas substrat
Pasokan nutrien
Ketersediaan air tawar dan salinitas (kadar garam) mengendalikan efisiensi metabolisme
dari ekosistim mangrove. Ketersediaan air bergantung pada:
Frekuensi dan volume aliran air tawar
Frekuensi dan volume pertukaran pasang surut
Tingkat evavorasi

Stabilitas substrat, kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan mangrove adalah nibah
(ratio) antara laju erosi dan pengendapan sedimen, yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran
air tawar dan muatan sedimen yang dikandungnya, laju pembilasan oleh arus pasang surut, dan
gaya gelombang. Sedang pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai
proses yang saling yang terkait, meliputi input/export dari ion-ion mineral anorganik dan bahan
organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring makanan berbasis detritus.
Konsentrasi relatif dan nisbah (ratio) optimal dari nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan
produktivitas ekosistem dan ditentukan oleh :
Frekuensi,jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air tawar
Dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus (Odum 1982)
Secara biologi yang menyangkut rantai makanan, ekosistem mangrove merupakan
produsen primer melalui serasah yang dihasilkan. Serasah hutan setelah melalui dekomposisi
oleh sejumlah mikroorganisme, menghasilkan detritus dan berbagai jenis fitoplankton yang akan
dimanfaatkan oleh konsumen primer yang terdiri dari zooplankton, ikan dan udang, kepiting
sampai akhir dimangsa oleh manusia sebagai konsumen utama. Vegetasi hutan mangrove juga
merupakan pendaur ulang hara tanah yang diperlukan bagi tanaman.
1.2 Rumusan Masalah
1.

Bagaimanakah karakteristik dari ekosistem hutan mangrove ?

2. Apa saja flora dan fauna yang ada didalam ekosistem mangrove ?
3. Apakah manfaat dan fungsi mangrove ?
4. Bagaimnakah pola interaksi ekosistem yang ada di hutan mangrove ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan karakteristik hutan mangrove
2. Mengidentifikasi pola interaksi pada ekosistem yang berada di hutan managrove
3. Mengidentifikasi flora dan fauna yang ada d ekosistem hutan mangrove
4. Mengidentifikasi pola interaksi Ekosistem yang ada d hutan mangrove

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ekosistem


Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan
secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.
Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah:
- Komponen hidup (biotik)
- Komponen tak hidup (abiotik)
Kedua komponen tersebut berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu
kesatuan yang teratur. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan,
tumbuhan air, plankton yang terapung di air sebagai komponen biotik, sedangkan yang termasuk
komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air. Satuan
makhluk hidup dalam ekosistem dapat berupa individu, populasi, atau komunitas. Individu
adalah makhluk tunggal. Contohnya: seekor kelinci,seekor serigala, atau individu yang lainnya.
Sejumlah individu sejenis (satu species) pada tempat tertentu akan membentuk Populasi.
Contoh : dipadang rumput hidup sekelompok kelinci dan sekelompok srigala. Jumlah anggota
populasi dapat mengalami perubahan karena kelahiran, kematian, dan migrasi ( emigrasi dan
imigrasi). Sedangkan komunitas yaitu seluruh populasi makhluk hidup yang hidup di suatu
daerah tertentu dan diantara satu sama lain saling berinteraksi. Contoh: di suatu padang rumput
terjadi saling interaksi antar populasi rumput, populasi kelinci dan populasi serigala. Setiap
individu, populasi dan komunitas menempati tempat hidup tertentu yang disebut habitat.
Komunitas dengan seluruh faktor abiotiknya membentuk suatu ekosistem. Suatu komunitas di
suatu daerah yang mencakup daerah luas disebut bioma. Contoh: bioma padang rumput, bioma
gurun, dan bioma hutan tropis. Semua bagian bumi dan atmosfer yang dapat dihuni makhluk
hidup disebut biosfer. Berdasarkan proses terjadinya, ekosistem dibedakan atas dua macam :
1. Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia.
Contoh : padang rumput, gurun,laut
2. Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang terjadi karena buatan manusia.
Contoh : kolam, sawah, waduk, kebun
Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan. Antara faktor
biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang merupakan salah satu penyebab
perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur
tangan manusia.
2.2. Pengertian Hutan Mangrove

Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawarawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.
Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi
bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di
sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau
tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan
yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove
mempunyai sistem perakaran yang menonjolyang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem
perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau
bahkan anaerob.
Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi
oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang
surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai
wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerahdaerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh prosesproses bahari seperti pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan batas
wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan
seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi
oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

BAB III
METODE PENULISAN
3.1

Metode Penulisan
Karya tulis ini ditulis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yakni suatu
metode yang menggambarkan suatu fenomena secara sistematis, dengan hasil yang dinyatakan
bukan dalam bentuk angka (non statistik).

3.2

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini
adalah melalui studi literatur (literature reseach). Penulis melakukan telaah pustaka yang berupa
buku-buku teks, jurnal-jurnal ilmiah, artikel-artikel di internet, dan sumber-sumber lain yang
berkaitan dengan rumusan masalah yang akan dibahas.

3.3

Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan pada penulisan karya tulis ini adalah metode
analisis deskriptif kualitatif, dimana analisa deskriptif kualitatif merupakan suatu metode yang

digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data ke dalam bentuk penyajian
yang sesuai.
3.4

Sistematika Penulisan
Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan sistematika sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab III Metodologi penulisan, Bab IV Pembahasan, dan
Bab V Penutup.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Ekosistem Mangrove
Karakteristik terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang
unik, adalah :

memiliki jenis pohon yang relatif sedikit.

memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan
menjulang pada bakau Rhizophora spp, serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil
pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.

memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya,
khususnya pada Rhizophora.

memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciriciri khusus, diantaranya adalah :

tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada
saat pasang pertama;

tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;

daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;

airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.

4.2. Flora Mangrove


Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir
pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan
ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Folora magrove di bagi atas 3 :
1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan
kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan
secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentukbentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan
mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya
adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera,
Laguncularia dan Nypa.
2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan
murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas,
contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum,
Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.
3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus,
Calamus, dan lain-lain.
4.2. Fauna Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove
maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna tersebut menjadikan
mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat berkembang biak.
Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai
burung, dan mamalia. Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat
(terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Akan tetapi fauna yang terdapat di hutan mangrove
Kab Subang termasuk kedalam fauna laut yang didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae.
Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae
didominasi oleh Bracyura.
4.3. Manfaat dan Fungsi Mangrove
Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling
berkolerasi secara timbal. Masing-masing elemen dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi
yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan

dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan
mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas
lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.
4.3.1 Secara Fisik
1) Penahan

abrasi pantai.
2) Penahan intrusi (peresapan) air laut.
3) Penahan angin.
4) Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pencemar di
perairan rawa pantai.
5) Penyerapan karbon. Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik
dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan
melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru
mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih
berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
6) Memelihara iklim mikro. Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga kelembaban dan curah
hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
7) Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam. Keberadaan hutan bakau dapat mencegah
teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.
8) Pengendapan lumpur. Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan
lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air,
karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau,
kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
9) Penambah unsur hara. Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi
pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari
berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
10) Penambat racun. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada
permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies
tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif
4.3.3 Secara Biologi
1) Tempat hidup

(berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti ikan dan

udang).
2) Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing, kepiting dan
golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya
dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem.

3) Tempat hidup

berbagai satwa langka, seperti burung. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan
daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan
burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus
semipalmatus).
4) Sumber plasma nutfah. Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi
perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi kehidupan liar itu
sendiri.
5) Memelihara proses-proses dan sistem alami. Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam
mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
4.3.4 Secara Sosial dan Ekonomi
1) Tempat kegiatan

wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian). Hutan bakau memiliki nilai
estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Selain itu,
dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hutan mangrove berperan
sebagai laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
2) Penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, serta daun nipah
untuk pembuatan atap rumah.
3) Penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan kulit.
4) Penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan
(daun Bruguiera sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan Xylocarpus
mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain).
5) Tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan pengrajin atap
dan gula nipah.
6) Transportasi. Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling
efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
4.4. Pola interaksi adaa ekosistem yang berada di hutan mangrove
Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan
hidupnya . Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks,
bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsurunsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi didalam ekosistem. Didalam
ekosistem terjadi rantai makanan/ aliran energi dan siklus biogeokimia.
Rantai makanan dapat dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam bentuk
predasi. Rantai makanan merupakan prosespemindahan energi makanan dari sumbernya melalui
serangkaian
jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang berulang kali . Terdapat tiga macam rantai
pokok ,yaitu rantai pemangsa, rantai parasit dan rantai saprofit.
4.4.1. Rantai Pemangsa

Landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai pemangsa


dimulai dari hewan yang bersifat herbivore sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan
karnivora yang memangsa herbivore sebagai konsumen ke 2 dan berakhir pada hewan pemangsa
karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.
4.4.2 . Rantai Parasit
Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup
sebagai parasit. Contoh cacing, bakteri dan benalu.
4.4.3. Rantai Saprofit
Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai
tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga
membentuk jaring-jaring makanan.
Secara umum di perairan, terdapat 2 tipe rantai makanan yang terdiri dari :
a) Rantai Makanan Langsung

Rantai makanan langsung adalah peristiwa makan memakan dari mulai tingkatan trofik terendah
yaitu fitoplankton mulai tingkatan trofik terendah sampai ke tingkatan trofik tertinggi yaitu ikan
karnivora berukuran besar, mamalia, burung dan reptil . Hal inidapat dilihat pada ilustrasi berikut
:
Dari gambar diatas nampak bahwa rantai makanan langsung, bukanlah sebuah proses bukanlah

Sebuah proses ekologi yang dominanterjadi di dalam ekosistem mangrove. Oleh karena spesies
ikan yang terdapat dalam ekosistem mangrove, utamanya konsumer trofik tertinggi,
kebanyakan adalah ikan pengunjung pada periode tertentu atau musim tertentu. Beberapa jenis
ikan komersial mempunyai kaitan dengan mangrove seperti bandeng dan belanak.
Klasifikasikan ikan yang terdapat dalam ekosistem mangrove pada 4 (empat) tipe ikan, yaitu :
Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya
dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).
Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan
mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di
sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan
belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air
pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan
Barakuda / Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta
Carangidae.
Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini
menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat
perlindungan musiman dari predator.

b) Rantai Makanan Detritus ( Tidak Langsung )

Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan
detritus . Sumber utama detritus adalah hasil penguraian
guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi.
Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuranluruhan dan ranting mangrove
oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus. Hancuran bahan organik (detritus)
ini kemudianmenjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska, dan
hewan lainnya, nutrien di dalam ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar
ekosistem, dari sungai atau laut .
Bakteri dan fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata. Kemudian
protozoa dan avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya dimakan oleh karnivor
tingkat tinggi.

BAB V
PENUTUP
5.1

Simpulan
Hutan bakau/Mangrove sebagai salah satu dari tipe formasi hutan, adalah komunitas hutan
tersendiri yang merupakan tumbuhan utama intertidal tropic, dan terdiri atas banyak flora dan
fauna yang hidup di area sub tropic pesisir pantai. Dengan demikian dapat dipahami
keberadaannya yang khas dan tempat tumbuhnya terbatas sehingga perlu diamankan dari
berbagai bentuk intervensi.Hutan bakau dengan keragaman hayatinya juga menyimpan khazanah
ilmu pengetahuan tentang flora dan fauna yang memiliki makna bagi kebutuhan hidup manusia
dalam berbagai aspeknya.

Asosiasi dan Interaksi di Mangrove


Pengambilan data interaksi dan asosiasi di mangrove dilakukan di wilayah sekitar perairan Teluk
manado, pada pesisir pantai Tongkaina,Manado sulawesi Utara. Luas transek yang digunakan
sebesar 10 m x 10 m (100 m2). Pengambilan data mangrove ini dilakukan hanya satu plot
transek dimana transek tersebut dianggap mewakili keseluruhan ekosistem mangrove.
Interaksi yang terjadi antara makhluk hidup yang berada dalam ekosistem hutan mangrove secara
umum antara lain:
1. Predasi: Pemangsaan karang oleh predatornya (Ular dan Buaya).
2. Simbiosis mutualisme: hubungan antara gologan Crustace dengan akar mangrove. Karena akar
mangrove adalah tempat perlindungan utama untuk mengurangi tekanan gelombang saat pasang.
Hasil metabolisme crustacea digunakan mangrove sebagai pupuknya. Selain interaksi di atas, ada
juga interaksi yang kompleks seperti jaring makanan yang melibatkan berbagai makhluk hidup

yang ada dalam ekosistem hutan mangrove, yang secara umum dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
1. kelompok produsen yang terdiri dari organism autotrof, Terdiri dari semua flora yang ada di
hutan mangrove.
2. kelompok konsumen yang merupakan organism heterotrof. Terdiri dari predator dan fauna
yang ada dihutan mangrove. Disini berlaku siapa yang kuat maka dia yang bertahan hidup.
Biasanya fauna berukuran lebih kecil selalu menjadi mangsa buat fauna yang berukuran lebih
besar.
Untuk mempertahankan hidup, dari masing-masing spesies yang ada di hutan mangrove
mempunya cara tersendiri. Ada yang bersimbiosis namun ada juga yang mandiri.

Gambar 2. Fauna di Hutan Mangrove


3.1. Interaksi Sumber Daya Perairan dengan Hutan Mangrove
Substrat yang ada di ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat disukai oleh biota yang
hidupnya di dasar perairan atau bentos. Dan kehidupan beberapa biota tersebut erat kaitannya
dengan distribusi ekosistem mangrove itu sendiri. Sebagai contoh adalah kepiting yang sangat
mudah untuk membuat liang pada substrat lunak yang ditemukan di ekosistem mangrove.
Beberapa sumberdaya perairan yang sering ditemukan di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai
berikut :
3.1.1. Ikan
Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan
mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).
2. Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode
anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan
dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan
Kapasan, Lontong (Gerreidae).
3. Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada
saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan
Barakuda, Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta
Carangidae.
4. Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan

mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari
predator.
3.1.2. Crustacea dan Moluska
Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan
kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan
mangrove. Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai
hutan mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove
yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor
lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove (Perhatikan Lampiran 1)
Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska.
Kepiting, Uca sp. dan berbagai spesies Sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove.
Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepitingkepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata) termasuk produk mangrove yang bernilai
ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove. Udang yang
paling terkenal termasuk udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut
(Penaeus indicus , Penaeus merguiensis, Penaeus monodon, Metapenaeus brevicornis) seringkali
juga ditemukan di ekosistem mangrove. Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasardasar sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah
mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat
memelihara anak- anak ikan.
Migrasi biota ini berbeda-beda tergantung spesiesnya. Udang Penaeus dijumpai melimpah
jumlahnya hingga kedalaman 50 meter sedangkan Metapenaeus paling melimpah dalam kisaran
kedalaman 11-30 meter dan Parapenaeopsis terbatas hanya pada zona 5-20 meter. Penaeid
bertelur sepanjang tahun tetapi periode puncaknya adalah selama Mei Juni dan OktoberDesember yang bertepatan dengan datangnya musim hujan atau angin musim. Penaeus
Merquiensis setelah post larva ditemukan pada bulan November dan Desember dan setelah 3 - 4
bulan berada di mangrove mencapai juvenile dan pada bulan Maret sampai Juni juvenil
berpindah ke air yang dangkal. Setelah mencapai dewasa atau lebih besar, udang akan bergerak
lebih jauh lagi keluar garis pantai untuk bertelur dengan kedalaman melebihi 10 meter. Waktu
untuk bertelur dimulai bulan Juni dan berlanjut sampai akhir Januari.
Molusca yang memiliki nilai ekonomis biasanya sudah jarang ditemukan di ekosistem mangrove
karena dieksploitasi secara besar-besaran. Contohnya adalah spesies Anadara sp saat ini jarang
ditemukan di beberapa lokasi ekosistem mangrove karena dieksploitasikan secara berlebihan.
Bivalva lain yang paling penting di wilayah mangrove adalah kerang darah (Anadara granosa)
dan gastropod yang biasanya juga dijumpai terdiri dari Cerithidia obtusa, Telescopium mauritsii
dan Telescopium telescopium. Kerang-kerang ini merupakan sumber daya yang penting dalam
produksi perikanan, dan karena mangrove mampu menyediakan substrat sebagai tempat
berkembang biak yang sesuai, dan sebagai penyedia pakan maka dapat mempengaruhi kondisi
perairan sehingga menjadi lebih baik. Kerang merupakan sumberdaya penting dalam pasokan
sumber protein dan sumber penghasilan ekonomi jangka panjang. Untuk penduduk sekitar pantai
menjadikan kerang sebagai salah satu jenis yang penting dalam penangkapan di wilayah
mangrove.
3.2. Interaksi Antara Komponen Ekosistem
Dalam ekosistem, komponen biotik dan abiotik merupakan komponen pokok ekosistem yang
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Antara komponen biotik dengan abiotik saling
mempengaruhi. Hubungan antarkomponen dalam ekosistem tersebut disebut hubungan ekologi.

3.2.1. Pengaruh Komponen Abiotik terhadap Komponen Abiotik


Banyak kasus yang menunjukkan bahwa komponen abiotik sangat berpengaruh terhadap
kehidupan tumbuhan dan hewan yang ada di atasnya. Air, kelembapan udara, cahaya matahari,
gaya gravitasi maupun suhu lingkungann merupakan komponen abiotik yang besar pengaruhnya
terhadap kehidupan organisme
a. Pengaruh Air terhadap Organisme
Keberadaan air dalam setiap ekosistem sangat menentukan kelangsungan hidup semua
organisme yang ada di dalamnya. Kandungan airdi berbagai lingkungan berbeda. Oleh karena
itu, pada kondisi lingkungan yang kandungan airnya berbeda akan ditemukan jenis tumbuhan
yang berbeda.
b. Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap Organisme
Cahaya matahari merupakan sumber energi primer. Energi cahaya matahari oleh produsen atau
tumbuhan hijau digunakan untuk fotosintesis. Tanpa cahaya matahari, tumbuhan hijau tidak
mungkin melakukan fotosintesis. Itu berarti tidak mungkin tersedia makanan bagi tubuhan
maupun organisme lain. Di samping itu, cahaya matahari juga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tumbuhan.
3.2.2. Pengaruh Faktor Biotik Terhadap Abiotik
a. Pengaruh Cacing Tanah Terhadap Kesuburan Tanah
Cacing tanah adalah hewan tidak berangka dan berbentuk bulat panjang amat menjijikkan.
Namun, hewan tersebut mempunyai peranan yang besar dalam membantu menjaga kesuburan
tanah. Cacing tanah biasa hidup di tanah yang basah atau di bawah pohaon yang banyak
mengandung humus. Jejaknya di dalam tanah menyebabkann terbentuknya lubang yang
menimbulkan rongga udara dalam tanah. Dari dalam lubang tempat tinggalnya itulah akan keluar
gundukan tanah. Makan cacing adalah sisa tumbuhan. Sisa tumbuhan tersebut akan dihancurkan
dengan alat pencernaannya yang telah berkembang cukup baik. Berkat kerja cacing tanah, sisa
tumbuhan dihancurkan. Dengan demikian pengaruh cacing tanah terhadap tanah amat jelas,yaitu
sebagai berikut:
1. Membantu menghancurkan sampah sehingga mengembalikan hara ke dalam tanah.
2. Menjadikan pengudaraan tanah menjadi lebih baik karena jejak cacing menyebabkan
terbentuknya rongga udara dalam tanah
3. Menyuburkan dan menggemburkan tanah karena adanya pengudaraan dan pembongkaran
sampah

Anda mungkin juga menyukai