Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN RIVIEW JURNAL DAERAH PENANGKAPAN IKAN

PIPIT FITRIYANI
NPM. 230110170180

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
PANGANDARAN
2020
BAB I
PEMBAHASAN

1.1 Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Secara Konvensional

Pendugaan daerah penangkapan ikan secara konvensional memanfaatkan rumpon


dimana disuatu wilayah perairan di pasang rumpon, apabila di wilayah yang dipasang
rumpon menunjukan tanda-tanda seperti adanya perubahan warna air laut, adanya suara
gemercik air dan buih, adanya burung yang berterbangan disekitar daerah tersebut
wilayah perairan dengan tanda sebagai berikut maka dijadikan sebagai daerah
penangkapan ikan oleh nelayan tradisonal. Perubahan warna air laut diduga oleh
nelayan sebagai daerah penangkapan ikan dikarenakan adanya ikan di wilayah tersebut
sehingga warna yang terlihat merupakan warna dari ikan. Gemercik air dan buih di laut
di asumsikan dipengaruhi oleh udara dari gelembung renang ikan, sedangkan adanya
burung merupakan tanda bahwa di perairan tersebut berada ikan karena burung yang
terbang merupakan burung pemangsa ikan. Ikan yang mendekati rumpon biasanya ikan
pelagis.
Untuk oprasi penangkapan ikan pada malam hari pendugaan daerah penangkapan
ikan secara konvensional memanfaatkan cahaya jadi ketika nelayan akan melakukan
operasi penangkapan disuatu wilayah maka dipasang lampu untuk menarik ikan karena
ikan dengan fototaksis fositif akan tertarik dengan cahaya sehingga ikan akan
mendekati cahaya kemudian operasi penangkapan ikan dilakukan. Ikan yang ditangkap
dengan bantuan pemanfaatan sinar lampu biasanya didominasi oleh ikan kecil seperti
(tembang, teri, kembung, selar, layang, lemuru, cumi-cumi dan lain-lain).
Jadi untuk pendugaan daerah penangkapan ikan secara konvensional merupakan
dimana dioprasikannya alat tangkap maka daerah tersebut diduga sebagai daerah
penangkapan ikan berdasarkan ciri-ciri yang dijelaskan sebelumnya dan berdasarkan
pengalaman.

1.2 Rumpon dan Lampu Sebagai Alat Bantu Penangkapan Konvensional


Rumpon merupakan alat bantu penangkapan yang berfungsi untuk menarik ikan
agar berkumpul disekitar rumpon dipasang sehingga kelompok ikan tersebut mudah
untuk ditangkap. Rumpon dipasang diperairan dengan cara ditanam dengan
menggunakan pemberat dan pelampung agar posisi rumpon terlihat, bagian rumpon
pada umunya terdiri dari pelampung, tenda, tali sawi, serta lirip. Bahan dasar dan
bentuk rumpon disetiap daerah berbeda tergantung kebiasaan daripada nelayan sekitar,
tetapi untuk fungsi rumpon disetiap daerah sama yakni sebagai alat bantu penagkapan.
Operasi penangkapan disekitar rumpon dilakukan pada saat tanda-tanda adanya ikan
terlihat.

2
Selain rumpon alat bantu penangkapan secara konvensional juga memanfaatkan
lampu, hampir seluruh nelayan mengetahui tentang manfaat dari cahaya untuk
mendukung keberhasilan operasi penangkapan ikan, apalagi untuk daerah timur
Indonesia dimana target operasi penangkapannya merupakan ikan cakalang, cahaya ini
digunakan untuk penangkapan umpan hidup. Pemanfaatan lampu dilatarbelakangi oleh
sifat dari kebanyakan ikan yang fototaksis fositif dimana ikan yang terkena cahaya
lampu akan mendekati sumber cahaya tersebut. Hal penting yang harus diperhatikan
dalam pemanfaatan cahaya lampu adalah kekuatan dari cahaya lampu tersebut karena
banyak faktor alam yang mempengaruhi keberhasilan cahaya lampu dalam membantu
operasi pennagkapan ikan. Faktor tersebut diantaranya :
 faktor kecerahan karena cahaya rendah tidak akan membuat ikan tertarik yang
disebabkan terserapnya cahaya tersebut oleh partikel tanah.
 Faktor oseanografi seperti gelombang aing dan arus karena ketiga hal ini akan
mempengaruhi pembelokan cahaya lampu yang seharusnya lurus menjadi
berbelok serta berubah-ubah dan menghasilkan cahaya yang membuat ikan
ketakutan atau dalam istilah lain disebut flickering light hal ini justru akan
mengurangi efisiensi cahaya lampu sebagai alat bantu pennagkapan. Untuk itu
diperlukan konstruksi dari lampu yang memadai agar penggunaan cahaya
lampu sebagai alat bantu penangkapan dapat mendukung keberhasilan operasi
penangkapan ikan.
 Faktor cahaya bulan, pada saat bulan purnama atau cahaya bulan seang terang
penggunaan cahaya lampu akan tidak efisien karena cahaya dari lampu di air
tidak akan terbias sempurna yang disebabkan oleh terangnya cahaya bulan. Hal
ini menjadi perhatian agar penggunaan cahaya lampu hanya bisa efisien ketika
keadaan gelap atau sinar bulan tidak terlalu terang.
 Faktor musim karena pada saat musim tertentu bisa mempengaruhi besarnya
angin dan gelombang sehingga cahaya lampu kurang efisien untuk djadikan alat
bantu penangkapan.
 Faktor ikan seperti ikan buas karena biasanya target operasi penangkapan yang
memanfaatkan cahaya lampu merupakan ikan kecil dan ikan buas berada di
lapisan lebih dalam dari ikan kecil tetapi apabila ikan buas atau predator dari
ikan kecil tersebut mengejar kawanan ikan kecil yang mendektati sumber
cahaya lampu maka akan membuyarkan kelompok ikan kecil sehingga hasil
yang didapat dari oprasi penangkapan ikan lebih sedikit.

1.3 Faktor Oseanografi

Faktor oseanografi yang berpengaruh dalam operasi pengkapan maupun daerah


penangkapan ikan secara konvensiaoanl secara umum yang peling berpengaruh
merupakan arus dan gelombang karena setiap jenis alat tangkap dan alat bantu
penangkapan memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan tidak semuanya bisa di

3
oprasikan pada wilayan dengan keadaan arus dan gelombang yang tidak stabil seperti
terlalu besar.

1.4 Hasil Tangkapan dan Alat Penangkapan

Pada umumnya ikan pelagis kecil hidup bergerombol sehingga biasanya untuk
memudahkan menangkap ikan pelagis menggunakan bantuan alat tangkap seperti pukat
cincin, paying, bagan, jaring insang, pukat tepi, pancing, dan lempara. Hasil tangkapan
tergantung dari jenis alat tangkap yang digunakan seperti :
1) Pukat cincin
Pukat cincin merupakan alat tangkap yang dioprasikan dengan metode melingkari
gerombolan ikan lalu ditarik yang kemudian membentuk kantong. Pengoprasian alat
tangkap ini memperhatikan gerombolan ikan, arah angin, arah arus, serta arah
renang dari gerombolan ikan. Alat tangkap ini banyak di oprasikan di pantai utara
jawa serta beberapa di pantai selatan jawa. Untuk mendukung keberhasilan operasi
pennagkapan ikan menggunaka pukan cincin nelayan menggunakan rumpon dan
cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan.
2) Payang
Setiap daerah menamai alat tangkap payang berbeda-beda. Payang merupakan
jarring lingkar tradisional. Kontruksi alat tangkap payang yaitu terdiri dari kantong
dan dua buah sayap. Alat tangkap payang berdasarkan ukuran dibagi menjadi dua
yaitu payang yang berukuran kecil dan berukuran besar. Payang yang berukuran
keil biasanya digunakan untuk menangkap ikan teri. Operasi penangkapan ikan
menggunakan aat tangkap payang memanfaatkan rumpon sebagai alat bantu
pennagkapan disiang hari dan untuk malah hari menggunakan patromak.
3) Bagan
Bagan merupakan alt tangkap yang menggunakan jarring dan bantuan lampu
sehingga alat tangkap ini digolongkan kedalam lighfishing. Seiring dikenalnya
bagan oleh nelayan secara luas maka kontruksi dari bagan ini mengalami beberapa
perubahan pada umunya konstruksi dari bagan terdiri dari jaring bagan, serok
bagan, rumah bagan, dan lampu. Dari sei bentuk dan metode pengoprasiannya
bagan dibagi mendi tiga yaitu bagan tancap, bagan rakit dan bagan perahu. Bagan
tancap merupakan bagan permanen disuatu perairan yang tidak dapat di pindah-
pindah, hasil tangkapnnya berupa tembang, teri, japuh, selar, petek, kerong-kerong,
kapas-kapas, cumi-cumi, sotong dan lain-lain. Bagan rakit merupakan bagan yang
bisa di pindah-pindah atau tidak permanen sama halnya dengan bagan perahu
namun untuk bagan perahu di buat di atas dua kapal dan proses pemindahanya lebih
mudah dari bagan rakit.
4) Pukat Tepi
Pukat tepi secara kontruksi mirip dengan payang yaitu terdiri dari kantong dan dua
sayap hanya saja dalam pengprasiannya pukat tepi di lempat pada target kemudian

4
ditarik menggeruk dasar perairan dan didaratkan di pantai. Pukat tepi merupakan
alat tangkap tradisonal yang penting karena mudah untuk dioprasikan serta
keberagaman ukuran, bentuk, bahan, dan biaya pengoprasiannya lebih mudah dan
menghasilkan tangkapan yang cukup baik.
5) Jaring Insang
Jaring insang merupakan alat tangkap yang kontruksinya terdiri dari pemberat, tali
ris bawah, jarring berbentuk persegi empat, pelampung dan tali ris atas. Jaring
insang merupakan lat tangkap yang mempunya selektifitas yang cukup baik karena
ukuran mata jarring disesuaikan dengan besaran dari ikan target. Ikan yang
tertangkap dengan alat tangkap ini merupakan ikan yang terjerat di bagian insang.
Berdasarkan metode pengoprasiannya jarring insang dibedakan menjadi jarring
insang hanyut yaitu yang dioprasikan dengan cara dihanyutkan mengikuti arus,
jarring insang labuh yang biasanya di oprasikan di dasar dengan target udang,
jarring insang lingkar metode pengoprasian jarring ini yaitu dengan cara melingkari
gerombolan ikan yang terkonsentrasi dengan bantuan cahaya lampu.
6) Pancing Layang-Layang
Pancing layang-layang merupakan alat tangkap yang dikhususkan untuk menangkap
ikan cendro yang hidup di kolom atas perairan sehingga pengoprasian alat tangkap
ini harus tetap berada di kolom atas perairan mata pancingnya. Alat tangkap ini
banyak di oprasikan di Indonesia bagian timur.
7) Jaring Lampara
Jaring lampara biasanya target penangkapannya merupakan ikan umpan untuk
cakalang, konstruksi dari alat tangkap ii menyerupai payang dan dioprasikan pada
malam hari dengan bantuan cahaya lampu. Ikan hasil tangkapan biasanya
merupakan ikan teri, ikan sardin, ikan laying dll.

1.5 Permasalahan Sosial Daerah Penangkapan Ikan

Dalam pemanfaatan sumber daya ikan konflik yang sering terjadi disebabkan oleh
perebutan hak pemanfaatan karena sumber daya ikan bersifat terbuka (open access) dan
milik bersama (common property) sehingga siapapun berhak memanfaatkan sumber
daya tersebut. Yang memanfaatkan sumberdaya tersebut tidak hanya satu pihak nelayan
maupun masyarakat tetapi melibatkan pengusaha serta pemerintah. Setiap mengguna
sumberdaya memiliki hak yang sama untuk memanfaatkan sehingga hal tersebut
menimbulkan konflik antar nelayan.
Pada umumnya konflik dipicu oleh berkurangnya sumberdaya ikan sehingga terjadi
perebutan daerah penangkapan antar pihak yang memanfaatkan sumberdaya tersebut.
Adapun faktor-faktor penyebab konflik secara lebih rinci adalah :
1. Penggunaan cahaya lampu pada pure seine
Pengoprasian pure seine biasanya menggunaka alat bantu cahaya lampu
dengan intensitas tinggi sehingga hal ini menyababkan ikan terkonsentrasi pada

5
cahaya lampu yang lebih tinggi sedangkan nelayan tradisional wilayah sekitar
menggunakan cahaya lampu di bawah intensitas dari alat bantu pure seine
sehingga menimbulkan konflik karena nelayan tradisional menganggap dengan
adanya alat tangkap tersebut makan hasil ikan nelayan tradisional berkurang
disebabkan ikan mendekat ke cahaya yang lebih besar yang digunakan nelayan
pure seine dan hal ini juga di anggap menyababkan overfishing.
2. Perebutan daerah penangkapan ikan
Perebutan daerah penagkapan ikan terjadi antara nelayan tradisional dan
nelayan asing dimana teknologi yang digunakan nelayan asing lebih modern
seperti penggunaan alat tangkap trawl yang juga merusak lingkungan sehinga
nelayan asing dan nelayan tradisional berlomba-lomba untuk mengambil sumber
daya ikan sebanyak mungkin yang malah berakibat pada kerusakan ekosistem
perairan.
3. Penggunaan bom ikan
Penggunaan bom ikan biasanya dilakukan oleh nelayan tradisional hal ini
menimbulkan konflik antara nelayan pengguna bom ikan serta pemangku
kebijakan dan aparat penegak hukum selain dengan pemerintah penggunaan
bom ikan juga akan memicu terjadinya konflik antara nelayan pengguna bom
ikan dan nelayan yang tidak menggunakan bom ikan karena penggunaan bom
ikan akan merusak lingkungan dan menyebabkan degradasi nya dpi sehingga
hasil penangkapan dari nelayan yang tidak menggunakan bom akan menurun
drastis.
4. Penggunaan Trawl
Di Indonesia penggunaan trawl sudah dilarang karena dapat merusak
ekosistem yang menyebabkan menurunnya ketersediaan sumberdaya ikan, tetapi
masih saja ada nelayan asing yang menggunakan alat tangkap ini sehingga
menimbulkan konflik karena nelayan tradisional kebayakan rusak rumponnya
serta sumber daya alam ikan yang berkurang yang disebabkan aktivitas
penangkapan menggunakan trawl yang dilakukan nelayan asing hal ini terjadi
karena masih kurangnya peran lembaga dalam penegakan hokum untuk nelayan
asing yang memanfaatkan sumberdaya ikan di Indonesia dengan melaukan
operasi penangkapan.
5. Illegal Fishing
Illegal Fishing dilakukan oleh nelayan asing yang memanfaatkan
sumberdaya ikan diperairan Indonesia tanpa izin hal ini dilatar belakangi karena
sumberdaya ikan dinegara tertentu sudah menipis sehingga kegiatan
penangkapan meluas ke wilayan perairan Indonesia hal ini mengakibatkan
kerugian bagi nelayan tradisional selain berkurangnya daerah penangkapan ikan
untuk nelayan tradisonal juga menyebabkan penurunan hasil dari kegiatan
pennagkapan yang dilakukan oleh nelayan tradisional.
6. Pemutusan Rumpon

6
Rumpon digunakan untuk nelayan sebaga alat bantu penagkapan karena
rumpon dapat merarik ikan untuk berkumpul sehingga kegiatan penangkapan
lebih efisien namun hal ini menimbulkan konflik antara nelayan pengguna
rumpon dan nelayan non rumpon dikarena nelayan non rumpon menganggap
migrasi ikan terhalang oleh rumpon, akhirnya terjadilah kesepakatan
pemanfaatan dimana nelayan rumpon dan non rumapon bmembuat kesepakatan
dengan system bagi hasil tetai kesepakatan ini tidak bejalan sebagaimana
mestinya sehingga menyebabkan konflik antar nelayan dan pemutusan rumpon.
Pemutusan rumpon ini akan berdampak pada lingkungan karena sisa dari rumah
yang tidak terurai seperti besi akan mencemari dan mempengaruhi sumber daya
peraiaran.
faktor penyebab jenis konflik beserta dampaknya didapatkanlah solusi untuk
pemecahan konflik tersebut berdasarkan pertimbangan maka dibuatlah pola pengaturan
daerah penangkapan ikan seperti perzinan, pembagian zonasi berdasarkan alat tangkap dan
teknologi, penguatan kelembagaan, peningkatan kelembagaan, penegakan hukum,
pengawasan daerah penangkapan serta perlindungan ekosistem.

7
DAFTAR PUSTAKA

Genisa, A. S. (1998). Beberapa Catatan Tentang Alat Tangkap Ikan Pelagik Kecil. Oseana,
Volume XXIII, Nomor 3 & 4, : 19 - 34.
Purnama, N. R., Simbolon, D., & Mustaruddin. (November 2015). Pola Pemanfaatan
Daerah Penangkapan Ikan Untuk Mereduksi Konflik Perikanan Tangkap Di
Perairan Utara Aceh. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, Vol. 6 No. 2 : 149-
158.

Anda mungkin juga menyukai