Anda di halaman 1dari 64

Kuliah : 1

Tujuan Perkuliahan :

1. Mengetahui sistem perkuliahan dan penilaian.


2. Mengetahui defenisi dan Sejarah Instrumentasi Penangkapan.
3. Mengetahui fungsi Instrumentasi Penangkapan
4. Mengetahui pembagian Instrumentasi Penangkapan
Dosen : Irwandy Syofyan, S.Pi, M.Si dan Ir. Usman, M.Si

1. SISTEM PERKULIAHAN DAN PENILAIAN


 Perkuliahan
Tatap muka dilakukan sebanyak 16 kali, dengan rincian sebagai
berikut ;
o Pertemuan 1 – 8 : Penyampain materi.
o Pertemuan 9 : Mid Semester.
o Setiap pertemuan ganjil (3, 5, 7, 11, 13, 15) : kuis
o Pertemuan 10 – 16 : Penyampai Materi.

 Penilaian
Ada 4 macam penilaian yang dilakukan dalam perkuliahan ini
mendapatkan NILAI AKHIR, yaitu ;
o Nilai Kuis (NK) Bobot : 15%
o Nilai Latihan/Tugas (NT) Bobot : 15%
o Nilai Mid Semester (NMID) Bobot : 30%
o Nilai Semester (NSMT) Bobot : 40%
NILAI AKHIR (NA) didapatkan dari perhitungan sebagai bherikut ;
15.NK + 15.NT + 30.NMID + 40.NSMT
NA = --------------------------------------------
100

Range Nilai untuk NA sebagai berikut (Rencana) ;


NA NILAI ABJAD
>,= 8.00 A Penilaian Sistem
>,= 7 – 7,9 B Rangking.
>,= 6 – 6,9 C
>,= 5 – 5,9 D
2. Defenisi, Fungsi dan Sejarah Instrumentasi Penangkapan
Instrumentasi penangkapan ikan dikenal juga dengan istilah Alat
Bantu Penangkapan ikan atau Fishing Machinery.

Pengertian atau defenisi dari instrumentasi penangkapan Ikan yaitu ;


Segala sesuatu peralatan yang digunakan untuk memperingan dan
mempermudah daya kerja manusia dalam proses penangkapan ikan
sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.

Sedangkan fungsi dari instrumentasi penangkapan ikan adalah ;


Membantu memperingan dan mempermudah daya kerja manusia dalam
proses penangkapan ikan sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.

Gambar 1. Contoh penggunaan instrumentasi penangkapan


yang memperingan kerja manusia (nelayan).

Sejarah dari instrumentasi penangkapan ikan tidak lepas dari

perkembangan alat penangkapan dan sarana penangkapan ikan.

Dengan ditemukannya serat sintetis mengakibatkan manusia mampu

merancang dan membuat alat penangkapan dalam ukuran besar.


Sementara itu penemuan mesin uap, diesel dan bensin juga

menyebabkan semakin baiknya sarana penangkapan yang digunakan

untuk kelaut. Segala aspek ini saling berkait kelindan, dengan arti kata

semakin besarnya alat tangkap yang digunakan dan semakin besarnya

sarana penangkapan menyebabkan dibutuhkan tenaga kerja yang lebih

banyak. Oleh karenanya muncullah pemikiran untuk mempermudah

dan memperingan proses yang dilakukan dalam usaha penangkapan.

Perkembangan alat penangkapan yang berorientasi kepada usaha

penangkapan komersial, yaitu dengan ditemukannya alat tangkap

purse seine, long line, trawl dan gillnet menyebabkan berkembangnya

instrumentasi penangkapan sesuai dengan kebutuhan untuk masing-

masing alat penangkapan tersebut baik itu untuk dipergunakan diatas

kapal maupun ditempatkan di perairan.

3. Pembagian Instrumentasi Penangkapan (Alat Bantu)

Instrumentasi penangkapan ikan atau alat bantu penangkapan ikan

dapat dibagi/dikelompokkan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu ;

o Fungsi (penggunaan)

o Tenaga penggerak mula

Berdasarkan kepada fungsi (penggunaannya) instrumentasi

penangkapan ikan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu ;

o Mesin bantu penangkapan

o Alat bantu pengumpul ikan

o Alat bantu penginderaan jauh

Berdasarkan tenaga penggerak mula instrumentasi penangkapan ikan

dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu ;

o Manual
o Mekanik
Kuliah : 2

Tujuan Perkuliahan :

1. Mengetahui Defenisi mesin bantu penangkapan


2. Mengetahui Jenis-jenis mesin bantu penangkapan.
3. Mengetahui fungsi kapstan dan winch
Dosen : Irwandy Syofyan, S.Pi, M.Si dan Ir. Usman, M.Si

2. DEFENISI MESIN BANTU PENANGKAPAN


Pada kuliah sebelumnya telah diketahui bahwa berdasarkan kepada
fungsi (penggunaannya) instrumentasi penangkapan ikan dapat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu ;
o Mesin bantu penangkapan
o Alat bantu pengumpul ikan
o Alat bantu penginderaan jauh
Kelompok pertama dari pembagian alat bantu penangkapan
berdasarkan fungsinya adalah mesin bantu penangkapan. Yang
dimaksud dengan mesin bantu penangkapan adalah : Alat bantu
penangkapan yang ditempatkan di atas kapal perikanan dan digerakkan
secara manual ataupun mekanik untuk memperingan dan
mempermudah dalam pengoperasian alat penangkapan ikan.

3. JENIS-JENIS MESIN BANTU PENANGKAPAN


Berbagai jenis mesin bantu penangkapan digunakan untuk
mempermudah proses penangkapan. Untuk beberapa alat penangkapan
ada yang sama dan ada yang tidak dalam penggunaan mesin bantu
penangkapan.
Adapun jenis mesin bantu penangkapan ikan sebagai berikut ;
 Kapstan atau Gardan
Mesin bantu dari jenis ini digunakan dalam proses penangkapan
untuk alat tangkap mini purse seine, mini trawl, gillnet, cantrang dan
payang.
 Winch
Mesin bantu dari jenis ini digunakan dalam proses penangkapan
untuk alat tangkap purse seine (tali kolor), trawl, gillnet.
 Power Block
Mesin bantu dari jenis ini digunakan dalam proses penangkapan
untuk alat tangkap purse seine.
 Net Hauler
Mesin bantu dari jenis ini digunakan dalam proses penangkapan
untuk alat tangkap gillnet dan Trammel Net.
 Line Hauler
Mesin bantu dari jenis ini digunakan dalam proses penangkapan
untuk alat tangkap long line, rawai, bubu.
 Line Trower
Mesin bantu dari jenis ini digunakan dalam proses penangkapan
untuk alat tangkap longline.
 Line Reel/Kelos Tali
Mesin bantu dari jenis ini digunakan dalam proses penangkapan
untuk alat tangkap pancing ulur.

3. FUNGSI KAPSTAN DAN WINCH


Kapstan merupakan salah satu mesin bantu penangkapan pada
kapal ikan skala kecil. Fungsi utama dari kapstan adalah sebagai mesin
bantu penarik tali yang menghubungkan antara kapal dengan alat
penangkapan ikan. Kapstan seringkali digunakan pada perahu motor
pukat cincin skala kecil untuk menarik tali kerut (purse line), sedangkan
pada alat tangkap cantrang, pukat lampara dasar dan dogol kapstan
digunakan untuk menarik tali selambar (warp).
Selain fungsi utama tadi, kapstan juga digunakan sebagai mesin bantu
dalam proses bongkar muat hasil dan es.
Secara garis besar, konstruksi dasar kapstan tersusun dari beberapa
komponen, antara lain ; mesin sumber penggerak, sistem penerus
putaran, kepala kapstan dan kerangka.
Oleh nelayan kecil kapstan terbuat dari gardan mobil usang yang masih
layak pakai.
Gambar 2. Gambar kapstan

Gambar 3. Konstruksi dasar kapstan

Winch merupakan salah satu mesin bantu penangkapan pada


kapal ikan ukuran besar yang mengoperasikan alat penangkapan pukat
udang dan pukat ikan (trawl). Fungsi utama dari winch adalah sebagai
mesin bantu penarik trawl warp/tali selambar (biasanya terbuat dari
wire) pada alat tangkap pukat (trawl).
Dalam keadaan kosong atau tanpa gulungan tali/wire winch berbentuk
seperti kelos benang.
Secara garis besar, konstruksi dasar winch tersusun dari beberapa
komponen, antara lain ; mesin sumber penggerak, sistem penerus
putaran, kelos tempat gulungan tali/wire, pegangan untuk mengatur
gulungan, pegangan untuk mengatur posisi gigi.
Pada beberapa tipe ada winch yang langsung bergabung dengan
kapstan.

Gambar 4. Gambar winch


Gambar 5. Penempatan kapstan dikapal
Kuliah : 3

Gambar 6. Penempatan winch dikapal


Tujuan Perkuliahan :

1. Mengetahui fungsi power block


2. Mengetahui fungsi net hauler.
3. Mengetahui fungsi line hauler
4. Mengetahui fungsi line trower
Dosen : Irwandy Syofyan, S.Pi, M.Si dan Ir. Usman, M.Si

1. FUNGSI POWER BLOCK


Power block merupakan salah satu mesin bantu penangkapan
pada kapal ikan yang mengoperasikan alat tangkap purse seine. Fungsi
dari Power block adalah sebagai mesin bantu penarik jaring pada alat
tangkap purse seine saat jaring sudah membentuk lingkaran.
Power block ditempatkan diatas kapal dengan cara digantung dengan
menggunakan sebuah tiang yang dikenal dengan nama boom atau
purse davit.

Gambar 1. Bentuk power block dan saat pengoperasian


Gambar 2. Bagian jaring yang melalui power block

2. FUNGSI NET HAULER


Net hauler merupakan salah satu mesin bantu penangkapan pada
kapal ikan yang mengoperasikan alat tangkap gillnet. Fungsi dari net
hauler adalah sebagai mesin bantu penarik jaring saat hauling dilakukan
Net hauler biasanya ditempatkan pada bagian dek depan kapal.
Berbagai macam bentuk net hauler yang telah digunakan pada kapal
perikanan. Ada yang berbentuk gulungan benang dan ada yang terbuat
dari dua buah roda berbahan karet.

Gambar 3. Bentuk dari net hauler


Gambar 4. Bentuk lain dari net hauler

3. FUNGSI LINE HAULER DAN LINE TROWER


Line hauler dan line trower merupakan mesin bantu penangkapan
pada kapal ikan yang mengoperasikan alat tangkap long line. Fungsi
dari line hauler adalah sebagai mesin bantu penarik tali utama (main
line) saat hauling dilakukan. Sedangkan fungsi dari line trower adalah
sebagai mesin bantu penarik tali utama (main line) dari line tank untuk
dibuang kelaut saat setting dilakukan.
Line hauler biasanya ditempatkan pada bagian dek depan kapal,
sedangkan line trower ditempatkan pada bagian belakang kapal
(buritan).
Untuk kapal perikanan yang mengoperasikan alat tangkap mini
long line (rawai) bentuk dari line hauler yang digunakan adalah
penggulung kelos benang. Biasanya alat ini selain digerakkan dengan
sumber tenaga diesel juga dapat dimodifikasi dengan menggunakan
tenaga lengan manusia. Bentuk-bentuk dari line hauler adalah sebagai
berikut.
Gambar 4. Gambar line hauler

Secara sketsa digambarkan sebagai berikut ;


Gambar 5. Sketsa dari line hauler
Gambar 6. Gambar kelos tali untuk rawai dan longline
Kuliah : 4

Tujuan Perkuliahan :

1. Mengetahui pembagian tenaga penggerak mula instrumentasi


2. Mengetahui defenisi alat bantu manual dan jenis-jenisnya
3. Mengetahui defenisi alat bantu mekanis dan jenis-jenisnya
4. Mengetahui pembagian alat bantu mekanis
Dosen : Irwandy Syofyan, S.Pi, M.Si dan Ir. Usman, M.Si

Berdasarkan tenaga penggerak mula instrumentasi penangkapan ikan


(alat bantu) dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu ;
o Alat bantu Manual
o Alat bantu Mekanis

1. ALAT BANTU MANUAL


Alat bantu manual merupakan alat bantu yang digerakkan dengan
menggunakan tenaga manusia (kaki atau tangan). Yang masuk ke
dalam kelompok ini, antara lain;
 Alat bantu yang digerakkan dengan pengayuh (pedal) tangan
 Alat bantu yang digerakkan dengan pengayuh kaki

Gambar 1. Alat bantu yang digerakkan dengan pedal (tangan)


Keunggulan yang dimiliki oleh alat bantu manual antara lain;
 Dari segi ekonomi, relatif murah.
 Bahan-bahan untuk kebutuhan perakitan mudah didapat
 Dari segi teknologi, mudah dan telah dikuasai oleh nelayan.
 Dalam pengoperasian tidak memerlukan BBM akan tetapi nasi.

Sedangkan kelemahan yang dimiliki adalah; putaran yand dihasilkan


tidak konstan (labil).

2. ALAT BANTU MEKANIS


Alat Bantu mekanis berdasarkan sumber tenaga penggeraknya
dapat dibedakan menjadi;
A. Alat bantu penangkapan yang digerakkan dengan motor bakar.
B. Alat bantu penangkapan yang digerakkan dengan tenaga
listrik.
C. Alat bantu penangkapan yang digerakkan dengan tenaga
hidrolik.
D. Alat bantu penangkapan yang digerakkan dengan campuran
(elektro hidrolis).

A. Alat Bantu Penangkapan yang digerakkan dengan Motor Bakar


Salah satu sumber tenaga penggerak alat bantu penangkapan ikan agar
dapat dijalankan sesuai dengan tujuan penggunaannya adalah motor
bakar. Berdasarkan kepada jenis bahan bakar yang digunakan, alat
bantu penangkapan yang digerakkan dengan motor bakar dapat
dikelompokkan sebagai berikut ;
 Motor bakar bensin
 Motor bakar solar (diesel)
 Motor bakar minyak tanah
Kelebihan dari penggunaan motor bakar pada alat bantu penangkapan
ikan antara lain;
 Perangkat mesin dan suku cadang mudah diperoleh dalam
berbagai jenis dan type serta merk pilihan.
 Teknologi lebih banyak dikuasai oleh nelayan pada umumnya.
Kelemahan dari penggunaan motor bakar pada alat bantu penangkapan
ikan antara lain;
 Suara relatif keras, sehingga menimbulkan kebisingan.
 Memerlukan tempat pemasangan khusus.
 Daya kerja yang dihasilkan bergantung pada putaran kerja mesin.

Beberapa hal yang menjadi perhatian dan perlu diketahui dalam


penggunaan motor bakar sebagai tenaga penggerak alat bantu
penangkapan ikan, adalah;
 Daya Kuda, penting sekali diketahui karena berkaitan dengan
kemampuan kerja motor tersebut agar dapat menggerakkan ABPI
(line hauler, net hauler, kapstan dsb).
 Putaran kerja, Putaran kerja atau sering disebut dengan RPM (Roda
Putran Mesin) penting diketahui mempertimbangkan sistem transmisi
dan perolehan daya kerja.
 Jenis dan Type, dalam pemilihan untuk penggunaan yang menjadi
pertimbangan sebaiknya digunakan yang berbahan bakar sama
dengan mesin kapal karena lebih memudahkan dalam perawatan dan
penyediaan bahan bakar.
 Bentuk dan Ukuran, hal ini akan sangat menentukan dalam
pemakaian luas ruangan yang ditempati. Pada umumnya kapal
perikanan berukuran kecil, sehingga akan lebih efisien jika digunakan
yang berukuran kecil, tenaga besar dan multiguna.
B. Alat Bantu Penangkapan yang digerakkan dengan Tenaga Elektrik
Alat bantu penangkapan ikan yang digerakkan dengan tenaga elektrik
pada umumnya menggunakan sumber tenaga elektro motor.

Kelebihan dari penggunaan motor listrik antara lain;


 Suara relatif lunak, sehingga tidak menimbulkan kebisingan.
 Lebih ringkas.
 Tidak memerlukan tempat yang luas.
 Putaran kerja relatif konstan (stabil).
Kelemahan dari penggunaan motor listrik antara lain;
 Mudah rusak oleh pengaruh air dan kelembaban, sehingga harus
terlindung dari pengaruh air dan kelembaban.
 Kebocoran aliran listrik dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
 Memerlukan mesin pembangkit listrik (generator).

C. Alat Bantu Penangkapan yang digerakkan dengan Tenaga Hidrolis


Alat bantu penangkapan ikan yang digerakkan dengan tenaga hidrolis
menggunakan sistem tekanan aliran. Zat cair yang digunakan sebagai
media adalah oli.

Kelebihan dari penggunaan motor hidrolis antara lain;


 Suara relatif lunak, sehingga tidak menimbulkan kebisingan.
 Sangat ringkas.
 Tidak memerlukan tempat yang luas.
 Putaran kerja sangat konstan (stabil) dan bisa diatur/disesuaikan.
Kelemahan dari penggunaan motor hidrolis pada alat bantu
penangkapan ikan antara lain;
 Memerlukan suatu sistem hidrolis yang komplet.
 Bila terjadi kebocoran pada pipa aliran akan relatif sulit untuk
diperbaiki.
 Sangat tergantung dari pompa hidrolis, bila terjadi kerusakan
maka keseluruhan sistem yang terkait tidak akan berfungsi.

Satu unit perangkat alat bantu penangkapan yang digerakkan dengan


tenaga hidrolis, tersusun atas;
 Pompa hidrolis
 Katup pengatur (control valve)
 Motor hidrolis
 Saluran hidrolis
 Tanki hidrolis
 Pendingin Minyak Hidrolis (cooler)
 Saringan Minyak hidrolis (oil filter)
****************************99999***********************
Kuliah : 5

Tujuan Perkuliahan :

1. Memahami tentang sistem Transmisi pada ABPI


2. Memahami tentang pembagian sistem Transmisi pada ABPI
Dosen : Irwandy Syofyan, S.Pi, M.Si dan Ir. Usman, M.Si

1. SISTEM TRANSMISI
Sistem transmisi adalah teknik atau cara yang digunakan untuk
menghubungkan antara sumber tenaga ABPI dengan ABPI itu sendiri.
Penggunaan sistem transmisi biasanya adalah sebagai berikut;
 Digunakan untuk menghubungkan dua poros (AS). Yaitu poros kerja
yang digerakkan oleh sumber tenaga (mesin atau manual)
dihubungkan dengan poros kerja yang akan digerakkan (ABPI).
 Sistem transmisi dapat pula berfungsi untuk menurunkan putaran
kerja (speed reducer) atau menaikkan putaran kerja, agar putaran
kerja motor penggerak dapat selaras dengan putaran alat kerja
(ABPI).
 Sistem transmisi pada alat kerja tertentu dapat pula berfungsi
sebagai pembalik arah putaran kerja (revershing gear).

Menurut hubungan kerja antara poros-porosnya, sistem transmisi dapat


dibedakan atas;
a. Sistem transmisi langsung
b. Sistem transmisi dengan susunan gigi gerigi
c. Sistem transmisi sabuk
d. Sistem transmisi rantai

A. Sisten Transmisi Langsung


Pada sistem ini mesin penggerak (sumber tenaga) secara langsung
dihubungkan dengan ABPI pada satu poros.
Pada umumnya sistem transmisi langsung menggunakan besi plat
berbentuk lingkaran (besi flens/plender) dan karet penghubung (rubber
couple/rubber joint) dikokohkan dengan baut pengikat (joining bolt).
Rubber couple berfungsi untuk mengurangi pengaruh getaran mesin
terhadap ABPI dan sebaliknya yaitu mengurangi pengaruh getaran ABPI
terhadap mesin.

B. Sistem Transmisi dengan Susunan Gigi Gerigi


Penggunanan sistem transmisi ini diterapkan jika jarak antara poros
(AS) mesin penggerak dengan poros (AS) ABPI relatif dekat. Sistem
transmisi ini dapat pula digunakan sebagai revershing gear. Berfungsi
untuk merubah arah putaran kerja agar dapat memenuhi arah putaran
sesuaikan dengan arah putaran yang dibutuhkan oleh ABPI. Dapat pula
digunakan sebagai speed reducer untuk menurunkan (mereduksi)
putaran kerja motor penggerak.
Berbagai ragam jenis susunan gigi gerigi, antara lain;
a. Susunan gigi gerigi cacing
b. Susunan gigi gerigi mahkota

C. Sistem Transmisi Sabuk


Penggunaan sistem ini digunakan untuk menghubungkan dua poros
kerja (AS) yang jaraknya relatif berjauhan, dengan maksud untuk
meneruskan putaran dan beban poros kerja yang satu kepada poros
kerja yang lainnya.
Kelebihan dari sistem transmisi sabuk antara lain;
 Murah harganya dan mudah didapat di toko onderdil terdekat.
 Mudah dalam pemasangannya, hanya dengan membelitkan sabuk di
sekeliling roda pulli.
 Tidak memerlukan perawatan khusus.
Kelemahan dari sistem transmisi sabuk antara lain;
 Jika beban kerja terlalu berat mudah terjadi slip antara sabuk
dengan pulli, sehingga perbandingan putaran tidak selalu tetap dan
tidak pula selalu tepat.
 Kurang tahan terhadap pengaruh asam kuat, basa, minyak dan
terhadap panas.
 Umur pemakaian terbatas.
 Secara berkala bagian-bagian sabuk perlu diperiksa, jika perlu
diganti untuk menghindari putusnya sabuk yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja.

D. Sistem Transmisi Rantai


Sistem ini digunakan untuk menghubungkan dua poros kerja yang
jaraknya relatif berjauhan, guna meneruskan beban dan putaran kerja
dari poros kerja yang satu kepada poros kerja lainnya dengan
perbandingan putaran yang tetap dan tepat.
Sistem transmisi rantai umumnya tersusun atas;
 Poros
 Sproket
 Rantai
Kuliah : 6

Tujuan Perkuliahan :

1. Memahami tentang jenis-jenis alat pengumpul ikan (ALPI)


2. Memahami tentang Rumpon
Dosen : Irwandy Syofyan, S.Pi, M.Si dan Ir. Usman, M.Si

1. ALAT PENGUMPUL IKAN (ALPI)


Ada beberapa pengertian dari ALPI;

Menurut PRADO (1990) ALPI adalah suatu struktur atau alat yang
bersifat permanen, semi-permane atau sementara yang dibuat dari
jenis material apapun dan dimanfaatkan untuk memikat atau
mengumpulkan ikan.

Menurt CHRISTY (1990) ALPI secara manual adalah suatu rakit yang
mengapung bebas atau dijangkar atau distruktur lainnya yang didesain
untuk menarik perhatian ikan. Efek utamanya adalah pengkonsentrasian
ikan agar lebih mudah menemukan dan menangkapnya.

Menurut ATTAPATTU (1990) ALPI adalah sesuatu metoda objek


(benda) atau konstruksi yang dimanfaatkan dengan maksud memberi
kesempatan untuk menangkap dengan cara memikat dan
mengumpulkan mereka.

Sedangkan menurut PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN


PERIKANAN (1992) ALPI adalah suatu metoda benda/objek, alat,
struktur atau konstruksi yang bersifat permanen, semi permanen atau
sementara yang didesain dan dikontruksi dari jenis material alami atau
buatan yang dimaksudkan untuk memikat perhatian ikan dengan efek
utama pemusatan ikan agar lebih mudah menemukan dan
menangkapnya.

Secara garis besar ALPI dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu;


a. Rumpon
b. Sinar lampu
c. Aroma / bau
Dari ketiga jenis ALPI tersebut yang sudah banyak dikenal dan
digunakan secara luas adalah rumpon dan sinar lampu, sedangkan jenis
aroma/bau masih belum banyak dikenal.

2. RUMPON
Rumpon adalah : Suatu jenis ALPI berupa alat, objek atau srtuktur
yang bersifat permanen, semi permanen atau sementara yang didesain
dan dikontruksi dari jenis material alami atau buatan yang dijangkar
menetap atau dapat dipindahkan di laut dalam atau dangkal untuk
maksud memikat ikan dengan efek utama memusatkan ikan agar
memudahkan dalam menangkapnya.

Tujuan utama penggunaan rumpon adalah:

 Meningkatkan laju tangkap dengan pengurangan biaya produksi.

 Mengurangi waktu untuk mencari gerombolan ikan sehingga


mengurangi biaya operasi kapal.

 Meningkatkan efisiensi penangkapan karena bertambahnya waktu


yang tersedia untuk operasi penangkapan.

 Memudahkan operasi penangkapan ikan yang berkumpul disekitar


rumpon.

Fungsi dari rumpon adalah ; mengumpulkan ikan sehingga dengan


demikian lebih memudahkan dalam penangkapannya.

Penggunaan rumpon di Indonesia telah berkembang dengan pesat,


terutama rumpon laut dangkal berkembang penggunaannya
di perairan Selat Malaka dan Laut Jawa dengan alat tangkap pukat
cincin mini. Sedangkan untuk rumpon laut dalam telah berkembang di
daerah Indonesia bagian Timur seperti di Sorong, Fak Fak, Maluku
Utara, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi
Selatan (dikenal dengan nama rumpong Mandar) dengan alat tangkap
Huhate (Pole and Line) dan pancing ulur (hand line).
Ada 3 persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam pembuatan
sebuah rumpon.

 Desain dan konstruksi rumpon haruslah ringkas dan mudah dalam


perakitan di perairan.

 Bahan yang digunakan mudah diperoleh dan murah harganya namun


mempunyai daya tahan yang lama.

 Informasi tentang kondisi lingkungan perairan tempat pemasangan,


berkenaan dengan ;
 Kedalaman perairan
 Kecerahan perairan
 Kecepatan dan Pola arus
 Suhu Perairan
 Salinitas Perairan
 Topografi dasar perairan

Tipe-tipe rumpon yang dikembangkan hingga saat ini dapat


dikelompokkan sebagai berikut ;
Berdasarkan Posisi dari pemikat atau pengumpul ikan (agregator)
a. Di perairan permukaan
1. Perairan dangkal
2. Perairan dalam
b. Di perairan lapisan tengah (midwater)]
c. Di perairan dasar
Berdasarkan keberadaan didalam perairan (permanensi)
a. Yang dijangkar secara menetap
b. Yang dijangkar tetapi dapat berpindah-pindah

Berdasarkan tingkat teknologi yang diterapkan


c. Tradisional
d. Modern
Beberapa bentuk rumpon
Kuliah : 7

Tujuan Perkuliahan :

1. Memahami tentang tipe rumpon berdasarkan posisi dari pengumpul


2. Memahami tentang tipe rumpon berdasarkan permanensi
3. Memahami tentang tipe rumpon berdasarkan tingkat teknologi
Dosen : Irwandy Syofyan, S.Pi, M.Si dan Ir. Usman, M.Si

1. PENGELOMPOKKAN TIPE RUMPON YANG DIDASARKAN PADA


LETAK (POSISI) DARI PENGUMPUL (AGRAGATOR)

A. Rumpon Permukaan

Adalah rumpon dengan pengumpul/pemikat yang diletakkan di dekat


permukaan dengan cara mengikatnya pada pelampung/rakit ataupun
pada tali jangkar. Dibagi menjadi dua, yaitu ; rumpon laut dangkal dan
rumpon laut dalam.

 Rumpon laut dangkal

Rumpon yang dipasang pada perairan dengan kedalaman kurang dari


200 meter, umumnya dipasang pada kedalaman 10 – 100 meter.

Biasanya digunakan untuk memikat dan mengumpulkan terutama


jenis ikan pelagis kecil seperti kembung, layang, siro dan lain-lain.
Bila pemasangan pada daerah migrasi cakalang dan tongkol, maka
ikan ini juga akan terpikat.

 Rumpon laut dalam,

rumpon yang dipasang pada perairan dengan kedalaman lebih dari


200 meter, umumnya dipasang pada kedalaman 1000 meter.

Biasanya digunakan untuk memikat dan mengumpulkan terutama


jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang dan tongkol. Pada
kondisi tertentu seringkali ikan-ikan pelagis kecil ikut juga terpikat
jika posisi pemikat berada dekat permukaan.

Contoh dari rumpon permukaan


A
Rumpon permukaan laut dangkal (A) dan laut dalam (B)

kembung layang
Jenis Ikan yang terpikat dan mengumpul
B. Rumpon Lapisan Tengah
Adalah rumpon dengan posisi pengumpul/pemikat berada di lapisan
tengah perairan tempat pemasangan rumpon tersebut.
Rumpon jenis ini digunakan untuk memikat dan mengumpulkan jenis-
jenis ikan pelagis besar yang berenang pada perairan lapisan tengah
baik dibawah, pada, ataupun diatas lapisan thermoklin seperti jenis ikan
tuna ( bigeye, yellofin, bluefin, albacore).

Bigeye Tuna (Thunnus Obesus) Bluefin Tuna (Thunnus maccoyli)

Longtail Tuna (Thunnus tonggol) Albacore (Thunnus alalunga)

Skipjack (Katsuwonis Pelamis) Eastern Little tuna (Euthynnus affinis)

Yellofin Tuna (Thunnus albacores) Frigate Mackerel (Auxis thazard)

C. Rumpon Dasar
Adalah rumpon dengan posisi pengumpul/pemikat peletakkannya
/pengikatannya berada di dasar perairan.

Rumpon jenis ini digunakan untuk memikat dan mengumpulkan jenis-


jenis ikan dasar dan crustacea.
Ikan dasar dari jenis kerapu dan lobser yang terpikat rumpon dasar

2. PENGELOMPOKKAN TIPE RUMPON YANG DIDASARKAN PADA


KEBERADAAN (PERMANENSI) DI DALAM BADAN AIR
A. Rumpon Menetap

Adalah rumpon yang memiliki jangkar (pemberat) yang Sangat berat,


umumnya terbuat dari jangkar besi yang besar atau beton sehingga
rumpon ini tidak dapat diangkat dan dipindah-pindahkan.

Dipasang pada perairan yang dalam atau perairan yang dangkal tapi
berarus atau bergelombang besar.

Ditujukan untuk memikat dan mengumpulkan ikan terutama jenis-jenis


ikan pelagis besar.

B. Rumpon tidak Menetap (yang dapat dipindahkan)

Adalah rumpon yang komponennya terbuat dari bahan yang ringan


sehingga dapat diangkat dan rumpon tersebut dapat dipindah
tempatkan.
Dipasang hanya pada perairan dangkal dan ditujukan untuk
mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis kecil.

Contoh rumpon laut dalam yang sekaligus menetap


3. PENGELOMPOKKAN TIPE RUMPON YANG DIDASARKAN PADA
TTINGKAT TEKNOLOGI YANG DITERAPKAN
A. Rumpon Tradisional

Adalah rumpon yang menggunakan teknologi sederhana dengan bahan


baku yang dapat diperoleh dengan mudah dan murah
did aerah sekitar lokasi pemasangannya.

Umumnya diusahakan oleh perikanan skala kecil


untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis kecil.

Salah satu contoh rumpon tradisional adalah rumpon


perairan permukaan untuk laut dangkal yang bersifat dapat
dipindahkan.

B. Rumpon Modern

Adalah rumpon yang menggunakan teknologi


modern dengan bahan baku yang digunakan
umumnya hasil dari industri (seperti tali jangkar
dari serat sintetis atau tali baja, jangkar dari
besi/beton, pengapung dari ponton).

Diusahakan oleh perikanan skala besar/industri


karena memerlukan biaya investasi yang tinggi
dan pemasangan umumnya ditujukan untuk
mengumplkan ikan pelagis besar.

Contoh rumpon modern adalah rumpon perairan


permukaan untuk laut dalam yang bersifat menetap.
Kuliah : 8

Tujuan Perkuliahan :

1. Memahami tentang desain dan konstruksi rumpon


2. Memahami cara perhitungan untuk menentukan tahanan arus dan
angin terhadap rumpon serta penentuan berat jangkar
Dosen : Irwandy Syofyan, S.Pi, M.Si dan Ir. Usman, M.Si

1. DESAIN DAN KONSTRUKSI RUMPON

Konstruksi umum dari rumpon terdiri dari 4 komponen, yaitu ;

A. Pemikat atau pengumpul ikan (Agregator)

B. Pengapung

C. Tali Jangkar

D. Jangkar

Keempat komponen ini digabung menjadi satu kesatuan yang dikenal


dengan rumpon.

A. Pemikat atau pengumpul ikan (Agregator)

Merupakan komponen utama yang diikatkan dibawah rakit atau


pengapung atau disepanjang atau sebagian tali jangkar dan berfungsi
untuk mengumpulkan kelompok ikan pelagis.

Pemikat dapat meningkatkan besar kelompok ikan dalam waktu singkat.


Ketidakadaan pemikat dapat mengurangi kelimpahan ikan disekitar
rumpon.

Pemikat dapat pula berfungsi sebagai kemudi bawah air untuk


mengurangi putaran rakit atau pelampung akibat pengaruh arus,
gelombang dan angin.

Pemikat sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah diperoleh dan relatif
murah, baik dari bahan alami maupun bahan sintetis.
Jenis pemikat dari bahan alami.

 daun kelapa

 daun pinang

 daun sereh

 tanaman lalang

Jenis pemikat dari bahan sintetis.

 bahan plastik

 ban bekas

 tali rafia

 jaring bekas

B. Pengapung

Merupakan komponen yang berada dipermukaan laut, tempat ikan-ikan


pelagis akan berkumpul.

Pengapung berada di permukaan laut sehingga menjadi acuan bagi


keberadaan rumpon. Oleh karena itu, pengapung harus mudah terlihat
dari jarak yang relatif jauh dan terbuat dari bahan yang mempunyai
daya tahan tinggi terhadap angin dan gelombang serta tahan terhadap
proses korosi oleh air laut.

Pengapung sering juga digunakan sebagai tempat menambatkan


perahu/kapal motor nelayan atau kadang-kadang sebagai tempat
pengolahan hasil tangkapan. Oleh karena itu rakit atau penagpung
harus terbuat dai bahan yang cukup kuat dan luas.

Bentuk rakit atau pengapung yang digunakan harus dikaitkan dengan


alat tangkap yang dipakai untuk menagkap ikan disekitar rumpon.
Pengapung dapat terbuat dari bambu, ponton atau drum yang dilapisi
fibreglass dan lain-lain.

C. Tali Jangkar
Merupakan komponen yang sangat penting dan menentukan
keberadaan rumpon.

Tali jangkar merupakan komponen yang menghubungkan komponen


rakit atau pengapung dengan komponen jangkar, yang berarti
menentukan keberadaan dan berfungsinya rumpon.

Tali jangkar merupakan komponen yang termahal diantara komponen


lainnya, karena harganya yang cukup tinggi dan fungsinya yang sangat
penting.

Tali jangkar harus mempunyai karakteristik yang disesuaikan dengan


kriteria teknis dan ekonomis yang diperlukan yaitu mudah diperoleh,
murah dan kekuatan atau beban putusnya tinggi.

Tali jangkar sebaiknya terbuat dari bahan Polyphrophylene (PP),


Polyethylene (PE), tali baja (wire), rotan, ijuk dan lain-lain.

Panjang tali jangkar harus dikaitkan dengan kedalaman tempat rumpon


dipasang, dinyatakan dengan ratio antara panjang tali dan kedalaman
perairan, yaitu berikisar antara 1,2 – 1,5. Ratio ini tidak boleh terlalu
besar sehingga akan menyebakan naiknya biaya bahan dan juga akan
meninggikan tingkat kemungkinan berputarnya rakit atau pengapung
disaat air laut mengalami surut tendah.

Pada rumpon modern, tali jangkar biasanya dilengkapi dengan kili-kili


(swivel), segel dan timbel untuk memperkuat sambungan tali-tali
jangkar, disamping juga dilengkapi dengan tali baja dan rantai pada
bagian-bagian tertentu tali jangkar (dekat rakit atau pelampung dan
dekat jangkar.

Untuk mengurangi tekanan pada jangkar, dibuat pemberat tambahan


pada tali jangkar berfungsi sebagai pegas atau peredam bagi rumpon
laut dalam.

D. Jangkar

Merupakan komponen yang ditempatkan didasar laut untuk


mempertahankan posisi rumpon.
Jangkar harus mempunyai berat tertentu untuk mengimbangi beban
yang ditimbulkan arus terhadap tali jangkar, tekanan gelombang
terhadap rakit atau pelampung dan beban yang ditimbulkan oleh
perahu/kapal motor nelayan yang ditambatkan pada rakit atau
pelampung untuk melakukan operasi penangkapan.

Penentuan berat jangkar harus mempertimbangkan kedalaman perairan


dimana rumpon ditempatkan, gaya apung rakit atau pengapung,
banyaknya perahu/kapal motor nelayan yang tambat. Berat jangkar
berkisar antara 250 kg dan 1.500 kg. Untuk rumpon yang dapat
dipindahkan jangkar terbuat dari kayu atau batu yang lebih ringan.

Jangkar harus mempunyai bentuk tertentu seperti kubus, balok, drum


dengan keadaan permukaan yang tidak teratur sehingga jangkar tidak
mudah bergeser atau berguling didasar perairan.

Jangkar dapat terbuat dari kayu, batu granit, batu karang, jangkar besi,
drum berisi semen cor atau semen cor berbentuk balok.

2. TAHANAN ARUS DAN ANGIN TERHADAP RUMPON SERTA


PENENTUAN BERAT JANGKAR

Besarnya pengaruh arus laut dan angin terhadap rumpon dapat


diketahui secara teoritis dengan menggunakan pendekatan
rumus/formula hidrodinamika dan aerodinamika, sebagai berikut ;

R = Cd x 0,5 x  x d x l x v2
R = Tahanan arus laut yang menimpa tali jangkar
Cd = Coefisien of drag tali jangkar (tergantung besarnya sudut yang
dibentuk tali jangkar dan arah arus laut; untuk tali jangkar
yang memiliki panjang ± 1,5 kali kedalaman laut, nilai
Cd = 0,56 – 0,60)
 = Densitas air laut (105 kg det2 / m4)
d = Diameter tali jangkar (meter)
l = Panjang tali jangkar (meter)
v = Kecepatan arus laut (untuk laut bebas = 0,75 m/dtk, untuk
selat = 1,0 m/dtk)
Sedangkan besarnya tahanan akibat pengaruh hembusan angin dapat
diketahui dengan rumus sebagai berikut;

Rw = Cw x Av x 0,5 x  x v2

Rw = Tahanan angin terhadap ponton atau rakit rumpon (Kgf)


Cw = Koefisien tahanan angin terhadap ponton/rakit (Cw2)
Av = Luas penampang frontal ponton/rakit yang terdorong oleh
angin (M2)
 = Densitas massa udara ( = 0,125 kgf)
v = Kecepatan angin (angin kencang = 13,9 – 17,1 m/dt)

Untuk mengetahui berat pemberat di udara digunakan rumus;


Gw = Berat pemberat dalam air (kgf) Gw
Ga = Berat pemberat di udara (kgf) Ga = ------------
1 – dw / ds
dw = Massa jenis air laut (1,025)
ds = massa jenis pemberat (beton cor = 2,5)
Contoh soal dan penyelesaian :
 Sebuah rumpon permukaan akan ditempatkan di laut yang memiliki
kedalaman 1.200 meter.
 Besarnya diameter tali jangkar yang akan digunakan 20 mm.
 Tali jangkar yang akan digunakan harus memiliki panjang 1,5 x
kedalam perairan
 Pengapung yang digunakan adalah ponton dengan luas penampang
0,45 m2 , bagian ponton yang terendam air = 1/3 bagian.
 Pemikat memiliki penampang yang terkena arus sebesar 1/3 dari
tahanan tali jangkar.
 Besarnya daya tahan putus tali jangkar harus 2x dari total tahanan
yang diakibatkan arus laut dan hembusan angin.
 Berat pemberat yang akan digunakan harus 1,5 x dari total tahanan
yang diakibatkan arus laut dan hembusan angin.

Pertanyaan ;
 Tentukan panjang tali jangkar
 Hitung total tahanan arus dan angin yang bekerja unit rumpon.
 Tentukan daya tahan putus tali jangkar yang layak untuk digunakan
 Tentukan berat pemberat di udara yang akan digunakan

Penyelesaian soal;
 Panjang tali jangkar yang digunakan = 1,5 x 1.200 m = 1.800 m
 Besarnya tahanan arus laut pada tali jangkar (Rcr)
Rcr = Cd x 0,5 x  x v2 l x d
= 0,60 x 0,50 x 105 x (0,75)2 x 1.800 x 0,020
= 637,875 kgf

 Besarnya tahanan arus laut terhadap ponton (Rcp)


Rcp = Cd x 1/3.A x 0,5 x  x v2
= 0,60 x 1/3 x 0,45 x 0,5 x 105 x (0,75)2
= 2,66 kgf
 Besarnya tahanan angin terhadap ponton (Rw)
Rw = Cw x 2/3.A x 0,5 x  x v2
= 2,0 x 2/3 x 0,45 x 0,5 x 0,125 x 152
= 8,58 kgf
 Besarnya tahanan arus laut terhadap pemikat (Rca)
Rca = 1/3 x Rcr (tahanan arus laut pada tali jangkar)
= 1/3 x 637,875 kgf
= 212,625 kgf
 Total tahanan arus laut dan angin terhadap unit rumpon (R tot)
Rtot = Rcr + Rcp + Rw + Rca
= (637,875 + 2,66 + 8,58 + 212,625) kgf
= 861,74 kgf
 Besarnya daya tahan putus tali jangkar yang akan digunakan (TJ)
TJ = 2 x R tot
= 2 x 861,74 kgf
= 1.723,48 kgf
 Berat pemberat dalam air (Gw)
Gw = 1,5 x R tot
= 1,5 x 861,74 kgf
= 1.292,61 kgf
 Berat pemberat di udara yang dibuat dengan menggunakan semen
cor (Ga)
Ga = Gw : (1 – 1,025/2,5)
= 1.292,61 kgf : (1 – 1,025:2,5)
= 2.190,86 kgf
Kuliah : 12

Tujuan Perkuliahan :

1. Memahami tentang jenis alat tangkap yang digunakan untuk


menangkap ikan disekitar rumpon
2. Memahami tentang ALPI sinar lampu
Dosen : Irwandy Syofyan, S.Pi, M.Si dan Ir. Usman, M.Si

1. ALAT TANGKAP DISEKITAR RUMPON

Ada beberapa aspek yang menjadi perhatian dalam mengoperasikan


alat tangkap di sekitar rumpon, yaitu ;

 Kesesuaian jenis ikan

 Kondisi perairan

 Efisiensi Ekonomi

 Mutu hasil tangkapan

Jenis alat tangkap yang banyak digunakan untuk menangkap ikan


disekitar rumpon adalah sebagai berikut ;

 Pukat cincin (purse seine)

 Payang (seining)

 Huhate (pole and line)

 Pancing tonda (trolling line)

 Pancing ulur (hand line)

 Rawai tegak (vertical long line)

2. PUKAT CINCIN (PURSE SEINE)

Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap jenis ikan pelagis yang
hidupnya bergerombol (scholling). Pukat cincin banyak digunakan untuk
menangkap ikan pelagis kecil di sekitar rumpon laut dangkal.
Penangkapan untuk jenis tuna dan cakalang dengan menggunakan alat
ini sampai saat sekarang di Indonesia belum dilakukan. Umumnya yang
menjadi target dari penangkapan adalah ikan pelagis dari jenis layang
(Decapterus russelli) dan lemuru (Sardinella sp). Waktu penangkapan
dapat dilakukan pada siang ataupun malam hari.

Penangkapan ikan dengan alat tangkap pukat cincin


pada daerah pemasangan rumpon
3. PAYANG (SEINING)

Alat tangkap payang digunakan untuk menangkap grombolan ikan


pelagis kecil disekitar rumpon laut dangkal. Alat ini banyak digunakan
oleh nelayan diperairan laut Jawa, Selat Malaka dan Kalimantan.
Penangkapan dengan menggunakan payang dapat dilakukan pada siang
atau malam hari. Ikan sasaran pada dasarnya sama dengan alat
tangkap pukat cincin, yaitu layang dan lemuru.

Penangkapan ikan dengan alat tangkap payang


pada daerah pemasangan rumpon

4. HUHATE (POLE AND LINE)

Alat tangkap huhate atau yang lebih dikenal dengan pole and line
digunakan untuk menangkap ikan cakalang di sekitar tempat
pemasangan rumpon. Alat tangkap ini banyak dioperasikan pada derah
Indonesia Timur. Dalam pengoperasiannya alat tangkap ini
menggunakan umpan, dan umpan yang digunakan adalah umpan hidup
( teri atau anak lemuru) yang berikutnya digantikan dengan percikan
air. Operasi penangkapan dilakukan pada siang hari. Alat tangkap ini
masuk kedalam kelompok pancing (Line fishing, Brandt, 1968).
Penangkapan ikan dengan alat tangkap huhate
pada daerah pemasangan rumpon

5. PANCING TONDA (TROLLING LINE)

Pancing tonda digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwanus


pelamis) disekitar rumpon. Umumnya digunakan oleh nelayan di bagian
Indonesia Timur. Didaerah Indonesia Barat ada juga dioperasikan oleh
nelayan, yaitu nelayan yang beroperasi di sekiitar perairan Samudera
Hindia dan perairan Kepulauan Riau serta Natuna. Alat ini juga
termasuk kedalam kelompok pancing. Dalam pengoperasian biasanya
menggunakan umpan palsu/tiruan. Penangkapan dilakukan pada siang
hari. Selain ikan cakalang, ikan dari jenis tenggiri, tuna dan alu-alu
kadangkala juga tertangkap dengan alat tangkap ini.

Penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing tonda


pada daerah pemasangan rumpon
6. PANCING ULUR (HAND LINE)

Alat tangkap pancing ulur ini digunakan untuk menangkap ikan pelagis
yang berkumpul atau bersifat soliter yang berada di sekitar rumpon.
Sebagaimana alat tangkap pancing, alat ini dalam pengoperasiannya
juga menggunakan umpan, umpan yang digunakan biasanya dari
potongan tubuh ikan atau dapat juga dengan menggunakan umpat
buatan dari tali raffia atau bulu burung. Penangkapan dengan alat ini
dapat dilakukan pada siang dan malam hari.

7. RAWAI TEGAK (VERTICAL LONG LINE)

Rawai tegak digunakan untuk menangkap ikan yang berada di sekitar


rumpon, baik itu ikan pelagis maupun ikan demersal. Hal ini
dimungkinkan karena posisi mata pancing (branch line) dimulai dari
permukaan sampai kedasar perairan/pertengahan perairan. Dalam
pengoperasian pancing diberi umpan yang biasanya terbuat dari
potongan tubuh ikan. Pengoperasian dapat dilakukan pada siang
maupun malam hari. Berbagai jenis tuna biasanya dapat tertangkap
dengan menggunakan alat tangkap ini.

Penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing ulur dan rawai


tegak pada daerah pemasangan rumpon
Kuliah : 14

Tujuan Perkuliahan :

1. Memahami tentang terumbu karang buatan


2. Memahami tentang ALPI sinarumbu lampu
Dosen : Irwandy Syofyan, S.Pi, M.Si dan Ir. Usman, M.Si

1. Pendahuluan
Terumbu karang merupakan ekosistem perairan dangkal yang
banyak dijumpai di sepanjang garis patai daerah tropis. Keberadaannya
dibatasi oleh parameter suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan
kecerahan suatu perairan.
Kondisi terumbu karang di Indonesia saat ini terancam rusak dan
sebagian besar bahkan sudah rusak karena opersi penangkapan ikan
yang tidak berwawasan lingkungan, pemanenan yang berlebihan,
Limbah cair, sampah, pengendapan lumpur dari sungai, budidaya
pertanian, pertambangan dan polusi industri, aktivitas
tourism,konstruksi pantai dan pemanasan global.
Dewasa ini dalam kegiatan yang disebut sebagai perbaikan
kosistem terumbu karang, banyak dilakukan dengan cara transplantasi
terumbu karang dan pembuatan terumbu buatan (artificial reef) yang
oleh masyarakat awam lebih dikenal sebagai “rumpon”.
Terumbu karang adalah endapan-endapan masif penting kalsium
karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang Scleractinia dengan
sedikit tambahan alga berkapur dan organisme-organisme lain yang
mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken,1992). Karang sclerectinia
termasuk kedalam filum Cnidaria. Karang ini menerima sumber energi
dan nutrien dengan cara menangkap larva planktonik dengan
menggunakan tentakelnya atau dengan memanfaatkan simbion yang
hidup di dalam jaringan tubuhnya yaitu zooxantelae.
Lerman (1986) menyebutkan bahwa terumbu karang terdiri dari
organisme yang hidup pada batuan kapur yang dihasilkan oleh
beberapa organisme anggota komunitas tersebut, hal ini dianggap
sebagai suatu keunikan terumbu karang.
2. Biologi Karang
Menurut Suharsono (1996) karang termasuk binatang yang
mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai cnida (cnida=jelata) yang
dapat menghasilkan kerangka kapur didalam jaringan tubuhnya. Karang
hidup berkoloni atau sendiri, tetapi hampir semua karang hermatipik
hidup berkoloni dengan berbagai individu hewan karang atau polyp
(Nybakken, 1992)
Terbentuknya terumbu karang merupakan proses yang lama dan
kompleks. Proses diawali dengan terbentuknya endapan masif kalsium
karbonat yang terutama dihasilkan oleh oleh hewan karang dari filum
Cnidaria, kelas anthozoa, ordo Sclerectinia dengan sedikit tambahan
alga berkapur dan organisme lain yang juga menghasilkan kalsium
karbonat yang disebut terumbu
(Nybakken, 1992). Binatang karang memperoleh nutrien utama
dari alga yang bersimbiosis di dalamnya (endosimbiotic algae) yaitu
algae dari genus Gymnodium yang dikenal dengan sebutan
zooxanthellae. Algae ini hidup di dalam polip karang dan membutuhkan
cahaya matahari untuk berfotosintesis.(Suharsono,1996).
Zooxanthellae memegang peranan penting dalam menjaga dan
mendaur ulang nutrien yang dihasilkan sebagai sisa metabolisme
karang. Selama proses fotosintesis oleh zooxanthellae, karang
hermatipik mensekresikan dan mendepositkan karang dua sampai tiga
kali lebih cepat pada daerah terang dari pada daerah gelap
(Veron,1986).
Karang lunak dalam ekosistem terumbu karang menempai urutan
kedua setelah karang keras. Peranannya selain sebagai salah satu
hewan penyusun ekosistem terumbu karang, juga sebagai pemasok
senyawa karbonat yang berguna bagi pembentukan terumbu. (Konishi
in Manuputty,1990). Tubuh Alcyonaria lunak, tetapi disokong oleh
sejumlah besar duri-duri berukuran kecil, kokoh, dan tersusun
sedemikian rupa hingga tubuh Alcyonaria lentur dan tidak mudah putus.
Duri-duri ini mengandung kalsium karbonat dan disebut spikula.
Sepintas hewan ini tampak seperti tumbuhan karena bentuk koloninya
yang bercabang-cabangseperti pohon dan dan melekat pada substrat
yang lunak.
Karang lunak dapat melumpuhkan hewan-hewan disekitarnya
yang terutama karang keras dalam berkompetisi mempertahankan
ruang lingkupnya. Mekanisme mematikan dilakukan dengan cara
mengeluarkan zat beracun yang terdiri dari senyawa terpen.
Belakangan senyawa ini dapat digunakan dalam bidang farmasi
sebagai antibiotik, anti jamur, dan senyawa anti tumor, sedang bagi
karang lunak itu sendiri sebagi penangkal serangan predator, dan
berperan dalam proses reproduksi (Coll dan Sammarco in
Mannuputty,1986).

3. Reproduksi Karang
Reproduksi hewan karang dapat terjadi secara seksual maupun
non seksual. Proses reproduksi seksual dimulai dengan pembentukan
klon gamet sampai terbentuknya gamet masak, proses ini disebut
sebagai gametogenesis. Gamet yang masak kemudian akan dilepaskan
dalam bentuk planula. Planula yang telah lepas akan berenang bebas
dalam perairan. Dan bila mendapati tempat yang cocok, ia akan
menetap di dasar/substrat dan berkembang menjadi koloni baru.
Karang dalam melakukan pembuahan ada yang diluar tubuh induknya
(pembuahan eksternal) dan ada yang didalam tubuh induknya
(pembuahan internal (Nybakken, 1992).
Reproduksi Aseksual karang dilakukan dengan cara membentuk
tunas. Tunas ini biasanya akan tumbuh di permukaan bagian bawah
atau pada bagian pinggir koloni karang. Tunas baru akan tetap melekat
hingga ukuran tertentu sampai dapat melepaskan diri dan menjadi
individu baru. Pembentukan tunas ini dapat terjadi dapat dilakukan
dengan cara pertunasan intretentakular, yaitu pembentukan individu
baru dalam didalam individu lama, sedangkan pertunasan
ekstrakurikuler merupakan pembentukan individu baru diluar individu
lama (Suharsono, 1987).
Reproduksi karang lunak dapat secara seksual maupun aseksual.
Reproduksi seksual karang lunak dilakukan dengan cara kawin.
Seabagian besar karang lunak bersifat dioceous diman kelamin jantan
dan betina letaknya terpisah. Sel-sel kelamin berasal dari lapisan
endodermis, terdapat dirongga gastrovaskulaer berupa gelembung-
gelembung kecil bertangkai dan melekat pada septa. Alat kelamin
terdapat pada septa sulkal yang berjumlah 6 buah, sedang dua septa
lainnya steril. Telur yang telah matang melekat pada septa dan dilapisi
gastrodermis yang tipis. Fertilisasi dapat terjadi secara internal ataupun
eksternal. (Manuputty,1986)
Reproduksi aseksual pada karang lunak dapat dilakukan dengan
dengan membentuk tunas. Polip karang lunak berhubungan satu sama
lainnya melalui saluran yang disebut jarring-jaring solenia yang
terdapat dibagian basal tubuhnya. Polip baru muncul dalam jaringan
solenia ini sebagi polip sekunder yang bentuk dan ukurannya berbeda
dengan polip primer.

4. Fungsi Terumbu Karang


Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai penting bukan hanya dari
sisi biologi, kimia dan fungsi fisik saja namun juga dari sisi sosial dan
ekonomi.
 Fungsi biologis terumbu karang, adalah sebagai tempat
bersarang, mencari makan, memijah dan tempat pembesaran
bagi berbagai biota laut.
 Fungsi kimia terumbu adalah sebagai pendaur ulang unsur hara
yang paling efektif dan efisien. Terumbu karang juga potensial
sebagai sumber nutfah bahan obat-obatan
 Fungsi fisik terumbu adalah sebagai pelindung daerah pantai,
utamanya dari proses abrasi akibat adanya hantaman gelombang.
 Berdasarkan fungsi sosialnya terumbu merupakan sumber mata
pencaharian bagi nelayan, dan juga memberikan kesenangan
sebagai obyek ekotourism.

5. Faktor-Faktor Pembatas Hidup Terumbu Karang.


Pertumbuhan terumbu karang dibatasi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah suhu, salinitas, cahaya, arus dan substrat.
 Suhu
Sacara geografis, suhu membatasi sebaran karang. Suhu optimum

o o
untuk terumbu adalah 25 C – 30 C(Soekarno et al, 1983). Suhu
mempengaruhi tingkah laku makan karang. Kebanyakan karang akan
kehilangan kemampuan untuk menangkap makanan pada suhu diatas

o o
33,5 C dan dibawah 16 C (Mayor, 1918 in Supriyono,2000)
.Pengaruh suhu terhadap karang tidak saja yang ekstrim maksimum
dan minimum saja, namun perubahan mendadak dari suhu alami

o o
sekitar 4 C – 6 C dibawah atau diatas ambient dapat mengurangi
pertumbuhan karang bahkan mematikannya.
 Salinitas
Salinitas merupakan faktor pembatas kehidupan karang. Daya setiap
jenis karang berbeda-beda tergantung pada kondisi laut setempat.
Karang hermatipik adalah organisme laut sejati yang sangat sensitif
terhadap perubahan salinitas yang jelas menyimpang terhadap

salinitas air laut, yaitu 32o/oo - 35o/oo. Binatang karang hidup subur

o o
pada salinitas air laut 34 /oo – 36 /oo. Karang yang hidup dilaut
dalam jarang atau hampir tidak pernah mengalami perubahan
salinitas yang cukup besar sedang yang hidup ditempat-tempat
dangkal sering kali dipengaruhi oleh oleh masukan air tawar dari
pantai maupun hujan sehingga terjadi penurunan salinitas perairan.

 Cahaya
Cahaya diperlukan oleh alga simbiotik zooxanthellae dalam proses
fotosintesis guna memenuhi kebutuhan oksigen biota terumbu karang
(Nybakken,1992). Tanpa cahaya yang cukup, laju foto sintesis akan
berkurang dan kemampuan karang menghasilkan kalsium karbonat
pembentuk terumbu akan berkurang pula.
Kedalaman penetrasi cahaya matahari mempengaruhi pertumbuhan
karang hermatipik, sehingga dapat mempengaruhi penyebarannya
(Sukarno,1977 in jimmi, 1991). Jumlah spesies berkurang secara
nyata pada kedalaman penetrasi cahaya sebesar 15-20% dari
penetrasi cahaya permukaan yang secara cepat menurun mulai dari
kedalaman 10 m. Stoddart in Endean, 1976 in D’elia et al.,1991)
 Sedimentasi;.
Pengaruh sedimentasi terhadap hewan karang dapat terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Sedimen akan mematikanlangsung
karang bila ukuran sedimen cukup besar atau banyak sehingga
menutup polip karang.
Pengaruh tidak langsung adalah menurunnya penetrasi cahaya
matahri yang penting untuk proses fotosintesis zooxanthellae. Selain
itu banyaknya energi yang dikeluarkan oleh binatang karang tersebut
untuk menghalau sedimen mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan
karang.
 Arus dan Gelombang.
Pertumbuhan karang didaerah berarus alebih baik bila dibandingkan
dengan perairan yang tenang (Nontji, 1987). Umumnya terumbu
karang lebih berkembang pada daerah yang bergelombang besar.
Selain memberikan pasokan oksigen bagi karang, gelombang juga
memberi plankton yang baru untuk koloni karang. Selain itu
gelombang sangat membantu dalam menghalangi pengendapan pada
koloni karang. Sebaliknya, gelombang yang sangat kuat, seperti
halnya gelombang tsunami, dapat menghancurkan karang secara fisik.

6. Kerusakan Terumbu Karang.


Menurut Dahuri et.al. (1996) secara umum kerusakan terumbu karang
dapat disebabkan oleh dua hal yaitu (1) aktifitas manusia, dan (2)
Faktor Alami.
1). Kerusakan ekosistem terumbu karang yang diakibatkan aktifitas
manusia adalah:
 Siltasi dan sedimentasi yang diakibatkan pengerukan, reklamasi,
erosi dari sungai dan kegiatan pembangunan konstruksi.
 Penurunan kualitas air akibat perubahan salinitas dan suhu,
pencemaran seperti tumpahan minyak, limbah industri dan limbah
domestik.
 Pemasukan air tawar yang sangat besar sebagai akibat
pemindahan aliran sungai, dan pembuangan limbah cair dan banjir.
 Penangkapan ikan yang bersifat merusak seperti penggunaan
bahan peledak, racun dan alat tangkap yang non selektif seperti
trawl dan muroami.
 Eksploitasi yang berlebihan terhadap suatu jenis karang yang
digunakan untuk hiasan dan cindera mata, atau bahkan sebagai
material bangunan.
 Pengambilan karang yang khas untuk hiasan pada akuarium.
 Kerusakan karang akibat penurunan jangkar kapal wisata yang
sembarangan atau terijak-injak oleh wisatawa yan berkunjung
kedaerah terumbu karang, termasuk kegiatan selam yang tidak
bertanggung jawab.
2). Kerusakan yang disebabkan oleh faktor alami misalnya adalah

0
kenaikan suhu dan badai. Kenaikan suhu 4-6 C karena pengaruh
elnino pada tahun 1982-1983 disinyalir telah merusak terumbu karang

0
dihabitatnya. Di Indonesia suhu air laut mencapai lebih dari 30 C.
Karang-karang dikepulauan seribu banyak yang mengalami bleaching
dan diikuti kematiannya.
Badai (storm dan hurricane) cukup berbahaya terhadap kehidupan
terumbu karang. Badai ini dapat merusak dan memporakporandakan
baik didaerah reef flat, reef edge maupun reef slope.. Selain kenaikan
suhu dan badai predator karang juga dikenal sebagai perusak terumbu
karang. Acanthaster planci merupakan predator karang yang terkenal
sebagai perusak karang terutama di daerah Indo-Pasifik.
Kondisi terumbu Karang Indonesia mengalami penurunan drastis
hingga
90% dalam lima puluh tahun terakhir akibat penangkapan ikan yang
tidak ramah lingkungan. Menurut Dr Jan Henning Steffen, luas total
terumbu karang Indonesia mencapai 85200 Km persegi, terluas ke
dua di dunia setelah Great Barrier Reef. Kondisi terumbu karang
Indonesia tercatat 40 persen diantaranya berada dalam kondisi rusak,
rusak sedang 24 persen dan sangat baik hanya enam persen.
(http://www.dkp.go.id/) Ia menambahkan, menurut data CITES,
Indonesia merupakan eksportir karang hidup terbesar di dunia,
tercatat 200 ribu buah selama tahun 1992 dan 800 ribu buah selama
tahun 1999. Sumbangan produksi terumbu karang Indonesia di sektor
perikanan tercatat 2,7 miliar dolar AS per tahun dan sektor pariwisata
sebesar 600 juta dolar AS per tahun.
7. Perbaikan Ekosistem Terumbu Buatan
Mengantisifasi kerusakan karang yang sudah sedemikian serius
tersebut banyak daya dan upaya yang telah dilakukan baik oleh
lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Pembelajaran akan
pentingnya kehidupan terumbu karang gencar dilakukan baik
kepada masyarakat umum maupun kepada kalangan generasi
muda dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Slogan
‘cinta bahari’, ‘Cinta makan ikan’, ‘Selamatkan Terumbu Karang’
ramai dipromosikan bahkan sampai tingkat nasional. Kelestarian
Terumbu karang tidak hanya semata-mata menjadi tanggung
jawab pemerintah atau masyarakat pesisir saja. Secara tidak
langsung masyarakat yang tinggal di darat pedalaman sekalipun ikut
bertanggung jawab apabila aktivitas mereka didaerah aliran hulu
sungai mengakibatkan erosi tanah dan pencemaran lingkungan air
sungai yang pada akhirnya bermuara dilaut dimana terdapat
ekosistem terumbu karang. Air sungai yang tercemar ini dapat
menyebabkan karang sakit, bahkan mati.
Tindakan nyata untuk memperbaiki ekosistem terumbu karangpun
marak dilaksanakan lembaga pemerintah, Swasta maupun Lembaga
Swadaya Masyarakat. Kegiatan nyata yang cukup popular belakangan
ini dilakukan adalah dalam bentuk pemasangan terumbu buatan
(artificial reef) yang diprakarsai oleh Departemen Kelautan Perikanan.
Terumbu buatan oleh masyarakat umum lebih dikenal sebagai
“rumpon”. Selain itu teknik Fragmentasi atau Transplantasi pun
sudah mulai diperkenalkan untuk memperbaiki ekosistem terumbu
karang yang rusak.

8. Terumbu Buatan (Artificial reef)


Pengertianterumbu buatan adalah bentuk bangunan atau benda
yang di turunkan kedasar perairan sehingga menyerupai atau
berfungsi layaknya habitat ikan. Banyak bentuk konstruksi dan
jenis material yang diaplikasikan pada terumbu buatan, dari
balok kayu biasa, papan, besi concret semen, besi dan kapal,
bus bekas dan bahkan ban bekas. Pada Gambar 1 ditampilkan
dua contoh konstruksi terumbu buatan dari semen concret

Gambar 1. Bentuk terumbu buatan dari block semen; bentuk Turtle Block
(atas) dan bentuk Kubus (bawah)

Sejauh ini, bila dilihat lokasi dan kedalaman pemasangan


terumbu buatan yang sering dilakukan adalah pada kedalaman
lebih dari 20 m, maka sasaran sebenarnya lebih banyak
ditujukan untuk menciptakan “sarang ikan buatan” (Artificial
Habitat) yang target utamanya adalah mengundang lebih banyak
ikan ke lokasi tersebut.
Sementara sasaran lain pembuatan buatan sebagai sarana
konservasi ekosistem terumbu yang telah rusak tidak tercapai,
oleh karena Kedalaman pemasangan terumbu buatan yang terlalu
dalam sehingga penetrasi cahaya sangat minim. Cahaya yang minim
merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi pertumbuhan
hewan karang. Disamping itu fungsi terumbu buatan sebagai
penahan gelombang juga tidak terjadi.
Perencanaan, pembuatan, penentuan lokasi sampai dengan
cara pemasangan terumbu buatan yang tidak dilakukan dengan
baik akan sangat diragukan keberhasilannya dalam memperbaiki
ekosistem setempat. Sejauh ini sedikit sekali pemasangan yang telah
banyak dilakukan diketahui apakah telah mencapai sasaran yang
diharapkan atau belum, karena kegiatan pemasangan terumbu
buatan jarang diikuti kegiatan monitoring.

9. Fragmentasi/Transplantasi Terumbu Karang.


Fragmentasi/taransplantasi terumbu karang diharapkan akan
menjadi solusi yang tepat dan cepat dalam mendukung
keberhasilan program rehabilitasi ekosistem terumbu karang.
Yang dimaksudkan dengan fragmentasi atau transplantasi
adalah mengambil sebagian koloni karang dari koloni primer dan
kemudian di ‘letakkan’ di tempat tertentu.
Penelitian tentang framentasi atau transplantasi karang dari berbagai
jenis karang, sejatinya sudah banyak dilakukan. Misalnya, Bak dan
Criens, pada 1981 melakukan penelitian terhadap tingkat keberhasilan
hidup karang fragmentasi jenis Madracismirabllis dan jenis Acropora
sp (Scleractinia) terhadap penyakit.
Pada 1995, Clark dan Edward juga melakukan penelitian yang
bertujuan merehabilitasi kerusakan karang di kepulauan Maldive.
(http://www.dkp.go.id/). Keberhasilan penerapan transplantasi
terumbu buatan tentunya memerlukan pengetahuan dan kajian yang
lebih baik, terutama bila kita telah ketahui bahwa cukup banyak faktor
pembatas alami bagi pertumbuhan terumbu karang. Sehingga kita
harus benar-benar memperhatikan faktor-faktor dalam menetapkan
dimana transplantasi ini akan dipasang. Selain itu harus diperhatikan
juga konstruksi dan media transplantasi serta jenis karang yang akan
ditransplantasikan.

Gambar 2. Bentuk media dan fragment terumbu karang dalam keadaan terpasang
dan siap dipasang diperairan

10. Perencanaan perbaikan terumbu karang.


Perencanaan tentunya dimulai dari menentukan atau menetapkan
kegunaan/tujuan dan siapa pengguna atau yang memanfaatkan
terumbu buatan atau hasil translantasi terumbu tersebut. Keberadaan
terumbu buatan dapat dijadikan sebagai objek wisata selam, tempat
nelayan mencari ikan atau murni sebagai daerah konservasi saja.

Setelah tahap penetapan tersebut diatas maka selanjutnya adalah


mengidentifikasi lokasi yang memungkinkan untuk pemasangan
terumbu buatan atau transplantasi dimaksud berdasarkan kegunaan
karang buatan nantinya, terumbu buatan untuk wisata dan untuk
daerah penagkapan ikan tentunya akan sangat berpengaruh dengan
lokasi, kedalaman jarak dari pantai dan sebagainya. Lanjutan dari
tahap tersebut diatas adalah ditentukan bentuk konstruksi dan
material bent. Pada tahap ini tentunya dipertimbangkan material yang
mudah didapat dan tentunya tahan lama, ukuran kapal yang dapat
digunakan atau ada didaerah setempat untuk pemasangan terumbu
dan lain sebagainya.
Tahap berikutnya adalah menyebarkan (memasang) terumbu buatan
sesuai dengan lokasi yang elah ditetapkan sebelumnya, Tentunya
setelah kegiatan pemasangan terumbu buatan harus ada kegiatan
monitoring. Kegiatan monitoring pasca pemasangan terumbu buatan
adalah hal penting yang tidak seharusnya ditinggalkan atau
dilupakan.. Tidak adanya monitoring menyebabkan masih miskinnya
informasi sampai saat ini seperti misalnya; apakan pemasangan
terumbu buatan sudah tepat guna atau belum?, Konstruksi mana
selama ini yang paling baik dan berhasil? Apakah ada indikasi
konstruksi terumbu tertentu akan menyebabkan ikan/biota yang
berasosiasi berbeda pula? Apakah keberadaan terumbu buatan
memberikan impak kepad masyarakat sekitar baik secara sosial
maupun ekonominya?
Metode monitoring dapat dilakukan langsung dengan metode visual
sensus dengan penyelaman SCUBA. Selain itu juga dapat dilakukan
wawancara dengan masyarakat setempat. Bila pada terumbu buatan
dilihat biota apa saja yang bersimbiose pada habitat buatan tersebut
yang mencakup jenis, jumlah dan ukuran. Pada transplantasi terumbu
diutamakan pengamatan pada pertumbuhan panjang, perambatan
pada substrat dan batang pengikat karang, dan pertambahan jumlah
tunas. Selain itu, monitoring juga bertujuan untuk mengetahui bentuk
percabangan yang lebih cepat pertumbuhan dan lokasi yang terbaik
bagi pertumbuhan karang.

Sumber : MAWARDI, W. 2003. Ekosistem Terumbu Karang Peranan, Kondisi Dan


Konservasinya. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai