Anda di halaman 1dari 21

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara geografis terletak pada koordinat 4°05'49" LS - 4°47'35"LS dan

119°35'00"BT - 119°49'16"BT. Di sebelah Utara Kabupaten Barru berbatasan

Kota Pare-pare dan Kabupaten Sidrap, sebelah Timur berbatasan Kabupaten

Soppeng dan Kabupaten Bone, sebelah Selatan berbatasan Kabupaten Pangkep

dan sebelah Barat berbatasan Selat Makassar. Kabupaten Barru seluas 1.174,72

km2, terbagi dalam 7 kecamatan yaitu : Kecamatan Tanete Riaja seluas 174,29

km2, Kecamatan Tanete Rilau seluas 79,17 km2, Kecamatan Barru seluas 199,32

km2, Kecamatan Soppeng Riaja seluas 78,90 km2, Kecamatan Mallusetasi

seluas 216,58 km2, Kecamatan Pujanting seluas 314,26 km2, dan Kecamatan

Balusu seluas 112,20 km2. Selain daratan, terdapat juga wilayah laut teritorial

seluas 4 mil dari pantai sepanjang 78 km. Kabupaten Barru adalah salah satu

daerah potensial di bidang kelautan dan perikanan. Luas wilayah penangkapan

ikan laut sekitar 56.160 Ha, tambak sekitar 2.570 Ha, pantai 1.400 Ha dan areal

budidaya kolam/air tawar 39 Ha (Barrukab.go.id, 2013).

Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang menggunakan alat bantu

cahaya. Menurut Brandt (1984), bagan diklasifikasikan kedalam lift net atau jaring

angkat yang dalam pengoperasiannya menggunakan atraktor cahaya lampu

sehingga ikan yang menjadi tujuan penangkapannya adalah ikan yang

berfototaksis positif.

Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata

rantai industri perikanan. Penanganan ikan laut pada dasarnya terdiri dari dua

tahap, yaitu penanganan di atas kapal dan penanganan di darat. Penanganan

ikan setelah penangkapan atau pemanenan memegang peranan penting untuk

memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Tahap penanganan ini menentukan
2

nilai jual dan proses pemanfaatan selanjutnya serta mutu produk olahan ikan

yang dihasilkan (Wahyono, 2012).

Prosedur penanganan ikan di atas kapal merupakan penanganan awal

yang sangat berpengaruh terhadap penanganan dan pengolahan ikan

selanjutnya. Segera setelah ikan ditangkap atau dipanen harus secepatnya

diawetkan dengan pendinginan atau pembekuan. Teknik penanganan pasca

penangkapan berkolerasi positif dengan kualitas ikan dan hasil perikanan yang

diperoleh (Hastrini dkk, 2013).

B. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dan kegunaan praktik lapang penanganan hasil tangkapan

adalah sebagai berikut :

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui penanganan hasil tangkapan di atas kapal dan di darat

b. Untuk mengetahui kemunduran mutu pada ikan berdasarkan

organoleptiknya

2. Kegunaan

Kegunaan dari kegiatan praktik lapang ini adalah meningkatkan

keterampilan dalam menangani ikan di atas kapal dan di darat serta agar dapat

mengetahui kemunduran mutu ikan hasil tangkapan berdasarkan

organoleptiknya.
3

II. METEDOLOGI PRAKTIK LAPANG

A. Waktu dan Tempat

Praktik lapang penanganan hasil tangkapan dilakukan pada tanggal 12

Oktober 2018 sampai dengan 13 Oktober 2018 pukul 17.00 – 09.53 Wita

bertempat di Desa Mate’ne Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru, Provinsi

Sulawesi Selatan.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktik lapang penanganan

hasil tangkapan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Alat dan Bahan

No Alat dan Bahan Kegunaan


1. Alat tulis menulis Mencatat segala yang berhubungan dengan
kegiatan penanganan hasil tangkapan
2. Kamera Mendokumentasikan segala kegiatan di atas
kapal
3. Pelampumg Alat keselamatan diri di laut
4. Coolbox Tempat menyimpan ikan hasil tangkapan
5. Ikan hasil tangkapan Objek pengukuran dan penelitian
6. Es curah Mengawetkan/mendinginkan ikan

C. Metode Pengambilan Data

1. Observasi

Metode ini melibatkan mahasiswa untuk terjun langsung ke lapangan

dalam pengambilan data, dalam hal ini ikut melaut bersama nelayan di Desa

Mate’ne Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan

untuk melihat secara langsung penanganan di atas kapal. Tahap-tahap

pengambilan data yang dilakukan dalam praktik lapang, yaitu :

a. Praktikan dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk melaut bersama

nelayan bagan perahu. Waktu operasi penangkapan dilakukan pada malam


4

hari.

b. Mencatat waktu tiap hauling pada satu kali trip

c. Melakukan penyortiran ikan setelah hauling berdasarkan jenis ikannya

d. Mengambil 2 ekor ikan sebagai sampel dari tiap jenis hasil tangkapan

e. Mengukur panjang tubuh ikan, dan uji organoleptik setelah hauling.

2. Wawancara

Metode ini dilakukan dalam upaya melengkapi data yang dibutuhkan,

dimana mahasiswa bisa melakukan wawancara langsung dengan para nelayan

yang terlibat dalam kegiatan penanganan hasil tangkapan.

3. Studi Literatur

Studi literatur ini bertujuan untuk melengkapi segala kekurangan yang

ada dan untuk membandingkan antara teori yang ada pada literatur dengan

metode penerapannya di lapangan


5

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Alat Tangkap

Bagan perahu (boat lift nets) adalah alat penangkap ikan yang

dioperasikan dengan cara diturunkan ke kolom perairan dan diangkat kembali

setelah banyak ikan di atasnya, dalam pengoperasiannya menggunakan perahu

untuk berpindah-pindah ke lokasi yang diperkirakan banyak ikannya. Bagan

perahu diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets)

(Subani dan Barus, 1989).

Gambar 1. Bagan perahu

Secara umum konstruksi unit penangkapan bagan perahu terdiri atas

kerangka kayu, waring atau jaring (dari bahan polyethylene) serta perahu

bermotor sebagai alat transportasi di laut. Pada bagan terdapat alat penggulung

atau roller yang berfungsi untuk menurunkan atau mengangkat jaring (Subani

dan Barus 1989 diacu dalam Takril 2005). Ukuran untuk alat tangkap bagan

perahu beragam mulai dari panjang = 13 m; lebar = 2,5 m; tinggi = 1,2 m hingga

panjang = 29 m; lebar = 29 m; tinggi = 17 m.

Mata jaring bagan perahu umumnya berukuran 0,5 cm (Sudirman 2003


6

diacu dalam Takril 2005). Ukuran mata jaring ini berkaitan erat dengan sasaran

utama ikan yang tertangkap, yaitu teri yang berukuran kecil. Jika ukuran mata

jaring terlalu besar, maka ikan tersebut tidak tertangkap.

Berdasarkan pengamatan, alat bantu penangkapan ikan yang digunakan

dalam operasi penangkapan pada bagan perahu yaitu lampu,serok (scoope net),

dan roller/pemutar. Lampu sebagai atraktor berfungsi untuk mengumpulkan ikan

pada catch able area. Gunarso (1985) mengatakan bahwa dengan aktraktor

cahaya, ikan diharapkan akan bergerak ke arah bagan dan kemudian berkumpul.

Sumber cahaya yang digunakan pada perikanan bagan biasanya cahaya lampu

petromak. Ada juga bagan yang menggunakan lampu listrik sebagai atraktor

untuk mengumpulkan ikan. Penggunaan cahaya di bawah air dapat menjadikan

pemikatan ikan lebih efektif pada saat bulan terang dimana ikan umumnya

menyebar.

B. Cara Penanganan

1. Cara Penanganan di Atas Kapal

Prinsip yang dianut dalam penanganan ikan basah adalah

mempertahankan kesegaran ikan selama mungkin dengan cara memperlakukan

ikan secara cermat, hati-hati, bersih, sehat, higienis dan segera serta cepat

menurunkan suhu atau mendinginkan ikan mencapai suhu sekitar 00 C

(Junianto, 2003).

Salah satu kelemahan ikan sebagai bahan makanan ialah sifatnya yang

mudah busuk setelah ditangkap dan mati. Oleh karena itu, ikan perlu ditangani

dengan baik agar tetap dalam kondisi yang layak untuk dikonsumsi oleh

konsumen. Adapun tahap-tahap dalam penanganan ikan di atas kapal sebagai

berikut :
7

1. Hauling

Salah satu cara nelayan dalam meningkatkan hasil tangkapannya dapat

dilihat dari beberapa kali mereka melakukan hauling dalam satu kali trip. Hal

terpenting yang perlu di perhatikan dalam melakukan hauling adalah harus

dilakukan secara hati-hati. Ikan yang ditangkap dengan jaring harus cepat-cepat

diangkat ke atas dek kapal agar mendapatkan perlakuan atau penanganan

selanjutnya. Keterlambatan pengangkatan ke atas dek akan mempercepat

proses pembusukan (Junianto, 2003).

Pada praktik lapang yang dilakukan di perairan Barru, nelayan melakukan

2 kali hauling. Proses penarikan jaring ke dek kapal dilakukan dengan cepat,

terlihat bahwa nelayan di perairan Barru sudah mahir dalam melakukan proses

hauling yang baik. Setelah hauling, ikan kemudian di naikkan di atas kapal

menggunakan serok ke tempat penampungan ikan berupa jaring yang dibentang

segi empat.

Gambar 2. Pengumpulan ikan di jaring kecil.

2. Sortasi

Ketika memilih ikan untuk diolah, penting bahwa spesies tersebut dipisah.
8

Selanjutnya, spesies yang berdaging lunak harus dipilih. Sebagai contoh,

whitting (Merlangius merlangus) dan haddock (Melanogrammus aeglefinus)

harus dipilih sebelum ikan kod dan ikan bertubuh pipih. Selain itu, ikan yang lebih

kecil juga harus dipisahkan terlebih dahulu dari ikan yang berukuran lebih besar

(Junianto, 2003).

Nelayan di perairan Barru melakukan penyortiran/sortasi setelah proses

hauling. Penyortiran dilakukan berdasarkan jenis ikan yang ditangkap yang

kemudian dimasukkan kedalam keranjang lalu dicuci/disiram dengan air laut.

Gambar 3. Proses penyortiran/sortasi

3. Pendinginan

Pada prinsipnya pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin

ke suhu serendah mungkin, tetapi tidak sampai menjadi beku. Cara yang paling

mudah dalam mengawetkan ikan dengan pendinginan adalah menggunakan es

sebagai bahan pengawet, baik untuk pengawetan di atas kapal maupun setelah

didaratkan, yaitu ketika di tempat pelelangan, selama distribusi dan ketika

dipasarkan (Junianto, 2003).

Yang pertama perlu diperhatikan di dalam penyimpanan ikan dengan es


9

adalah berapa jumlah es yang tepat digunakan. Es diperlukan untuk menurunkan

suhu ikan sampai mendekati atau sama dengan suhu ikan dan kemudian

mempertahankan pada suhu serendah mungkin, biasanya 0°C.

Pendinginan yang dilakukan oleh nelayan di perairan Barru dilakukan

setelah melakukan penyortiran/sortasi. Nelayan menggunakan es yang sudah

dihancurkan dalam proses penerapan suhu rendah dengan teknik berlapis.

Gambar 4. Pendinginan

Berikut merupakan poin lain yang diamati, antara lain :

1) Wadah yang digunakan pada proses penanganan

Penanganan dan penempatan ikan merupakan prasyarat dalam menjaga

ikan dari kemunduran mutu karena baik buruknya penanganan akan

berpengaruh langsung terhadap mutu ikan sebagai bahan makanan atau bahan

mentah untuk pengolahan lebih lanjut. Demikian juga penempatan ikan pada

tempat yang tidak sesuai, misalnya pada tempat yang bersuhu panas, terkena

sinar matahari langsung, tempat yang kotor dan lain sebagainya akan berperan

mempercepat mundurnya mutu ikan (Junianto, 2003).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, wadah yang digunakan nelayan


10

di perairan Barru pada proses penanganan di atas kapal yaitu :

a. Keranjang

Nelayan di perairan Barru menggunakan keranjang plastik untuk

menyimpan ikan hasil tangkapan yang telah disortir. Jumlah keranjang yang

dibawa di atas kapal sebanyak 10 buah dan keranjang yang digunakan sebanyak

9 buah sesuai dengan banyaknya jenis ikan yang tertangkap.

Gambar 5. Keranjang

b. Cool box styrofoam

Nelayan di perairan Barru menggunakan cool box styrofoam sebagai tempat

penyimpanan ikan setelah disortir dan sebagai wadah pendinginan pada ikan.

Gambar 6. Styrofoam
11

2) Metode Pengesan

Pada prinsipnya pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin

ke suhu serendah mungkin, tetapi tidak sampai menjadi beku. Pada umumnya,

pendinginan tidak dapat mencegah pembusukan secara total, tetapi semakin

dingin suhu ikan, semakin besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim. Dengan

demikian melalui pendinginan proses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya

tertunda, tidak dihentikan. Cara yang paling mudah dalam mengawetkan ikan

dengan pendinginan adalah menggunakan es sebagai bahan pengawet

(Junianto,2003).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dilapangan, nelayan di

perairan Barru melakukan teknik pengesan diatas secara berlapis dengan

menggunakan es batu yang dimasukkan kedalam karung lalu dihancurkan

menggunakan kayu. .Sebelum ikan dimasukkan kedalaam styroform, styroform

dicuci dengan air laut lalu diberi es yang sudah dihancurkan sebagai dasar.

Setelah itu, ikan disusun dan diberi es di atasnya dengan perbandingan antara

es dan ikan 1;2.

Gambar 7. Es yang digunakan dalam proses pengesan


12

3) Hasil tangkapan

Jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan bagan perahu adalah umumnya

ikan-ikan pelagis kecil bergerombol dan sebagian kecil ikan-ikan dasar. Pada

waktu-waktu tertentu, ikan pelagis dapat tertangkap oleh bagan perahu

(Mallawa, 2012).

Jenis-jenis hasil tangkapan bagan perahu hanyut adalah ikan-ikan jenis

predator seperti layur (Trichulus savala), tenggiri (Scomberomerus commersoni).

Jenis ikan yang dominan tertangkap oleh bagan perahu adalah ikan teri

(Stolephorus spp), tambang (Sardinella fimriata), pepetek (Leiognathus sp), selar

(Selaroides sp), kembung (Rastrelliger spp), cumi-cumi (Loligo spp), layang

(Decapterus spp), balida (Notopterus spp), Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan

lain-lain (Takril 2005).

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, hasil tangkapan yang

dominan didapat oleh nelayan bagan perahu di perairan Barru, yaitu ikan teri

(Stolephorus commersonii), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), ikan julung-

julung (Hemiramphus brasiliensis), ikan bawal (Pampus argenteus), ikan

tembang (Sardinella sp), ikan barakuda (Sphyraena), ikan layang (Decapterus

sp.), ikan peperek (Leiognathidae sp.), dan cumi (Loligo sp.). Ikan yang

ditangkap merupakan ikan-ikan pelagis yang sifatnya bergerombol dan senang

akan cahaya atau bersifat fototaksis positif yang pada malam hari ditangkap

dengan menggunakan alat bantu cahaya (lampu) yang di pasang di sekeliling

bagan perahu, dibawah kerangka bagan, dan lampu utama.

Tabel 2. Hasil tangkapan


Tempat Hauling Hasil tangkapan Jumlah
Hari/Tanggal (Box)
1. Ikan teri (Stolephorus 2
Perairan lawella, Hauling I: commersonii)
Sabtu , 13 Pukul, 2. Ikan bawal (Pampus
Oktober 2018 01:07 WITA argenteus)
½
3. Ikan barakuda 1
13

(Sphyraena)
4. Ikan peperek 1
(Leiognathidae sp.)
5. Cumi-cumi (Loligo sp.)
1
1. Julung-julung 1
(Hemiramphus
brasiliensis)
2. Ikan bawal (Pampus
½
argenteus)
Perairan lawella, 1
Hauling II: 3. Ikan tembang (Sardinella
Sabtu , 13
04:23 WITA sp)
Oktober 2018
4. Ikan layang (Decapterus 1
sp.)
5. Kembung lelaki
1
(Rastrelliger kanagurta)

Gambar hasil tangkapan alat, tangkap bagan perahu di Kabupaten Barru,

dapat dilihat pada gambar – gambar berikut :

a. Tembang (Sardinella sp.)

Gambar 8. Ikan tembang

Nama Indonesia : Tembang

Nama Ilmiah : Sardinella sp.

Nama lokal : Simbula

b. Ikan peperek (Leiognathidae sp.),

Gambar 9. Ikan peperek


14

Nama Indonesia : Peperek

Nama Ilmiah : Leiognathidae sp.

Nama lokal : Bete-bete

c. Teri (Stolephorus commersonii)

Gambar 10. Ikan teri

Nama Indonesia : Teri

Nama Ilmiah : Stolephorus commersonii

Nama lokal : Lure

d. Cumi-cumi (Loligo Sp.)

Gambar 11. Cumi-cumi

Nama Indonesia : Cumi-cumi

Nama Ilmiah : Loligo Sp.

Nama lokal : Cumi-cumi

e. Julung-julung (Hemiramphus brasiliensis)

Gambar 12. Julung-julung


15

Nama Indonesia : Julung-julung

Nama Ilmiah : Hemiramphus brasiliensis

Nama lokal : Julung-julung

f. Bawal (Pampus argenteus)

Gambar 13. Bawal

Nama Indonesia : Bawal

Nama Ilmiah : Pampus argenteus

Nama lokal : Bawal

g. Layang (Decapterus sp.)

Gambar 14. Layang

Nama Indonesia : Layang

Nama ilmiah : (Decapterus ru selli)

Nama lokal : Lajang

h. Kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Gambar 15. Kembung lelaki


16

Nama Indonesia : Kembung lelaki

Nama ilmiah : Rastrelliger kanagurta

Nama lokal : Banyara’

2. Penanganan Ikan di Darat

Setibanya ikan didaratan, maka harus dilakukan penanganan yang lebih

cermat dan sarana yang lebih banyak agar pada saat ikan di jual ke konsumen di

pelabuhan dalam keadaan segar. Di pelabuhan ikan harus tersedia pabrik-pabrik

pengepakan ikan-ikan basah (packing plants) yang dilengkapi dengan alat-alat

pencucian, pembantaian, pengepakan, kamar pendingin suplai es yang cukup

dan lainnya (Murachman, 2006)

Ikan pelagis merupakan bahan pangan potensial untuk dikembangkan

lebih lanjut karena kandungan gizinya yang besar dan harganya yang relatif

murah, sehingga diharapkan dengan mengkonsumsi ikan dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat akan protein hewani dan omega 3 yang dapat

menyehatkan, namun pada kenyataannya ikan yang diharapkan untuk

memenuhi kebutuhan protein dan omega 3 tidak semudah apa yang diharapkan

karena mutu ikan yang didaratkan tidak layak. Ikan yang didaratkan dalam

keadaan post rigor (busuk) (Nurjanah dkk, 2010).

Oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang baik saat ikan sampai di

darat agar mutu ikan tetap terjaga hingga sampai di tangan konsumen.

Berdasarkan pengamatan di lapangan nelayan bagan perahu di Desa Mate’ne

tidak melakukan penanganan di darat, melainkan ikan hasil tangkapan tersebut

langsung didistribusikan. Pendistribusian yang dilakukan terbagi menjadi dua,

yaitu :

a. Diberikan langsung kepada pengepul

Sebelum kapal bagan sampai di daratan ada pengepul yang menghampiri


17

kapal bagan dan ikan tersebut langsung dibawa oleh pengepul tersebut.

b. Dilakukan penjualan pada masyarakat dan pagandeng

Setelah sampai ke daratan ikan langsung diturunkan dari kapal dan

dilakukan proses penimbangan. Pada saat itu juga ada masyarakat yang

langsung melakukan transaksi dan tedapat juga beberapa pagandeng yang

membeli ikan. Pagandeng biasanya membeli ikan per box dan langsung diangkut

lalu didistribusikan ke masyarakat.

Gambar 16. Penimbangan ikan

Gambar 17. Pagandeng


18

3. Uji Organoleptik

Parameter atau kriteria untuk menentukan kesegaran ikan dapat

dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan metode

organoleptik. Organoleptik adalah cara penilaian hanya mempergunakan indera

manusia (sensorik). Penentuan secara organoleptik adalah dengan melihat

penampakan luar, kelenturan daging ikan, keadaan mata, warna insang, lendir

permukaan badan dan bau ikan. Penetapan kemunduran mutu ikan secara

organoleptik dapat dilakukan menggunakan score sheet yang telah dikeluarkan

oleh Badan Standarisasi Nasional dengan SNI- 01-2345-1991.

Metode yang digunakan dalam pengujian organoleptik adalah scoring test

yaitu menggunakan skala angka. Skala angka terdiri atas angka 1-9 dengan

spesifikasi untuk tiap angka yang dapat memberikan pengertian tertentu bagi

panelis (Nurjanah dkk, 2010).

Tabel 3. Hasil uji organoleptik

Parameter Organoleptik
Waktu
Hari/Tanggal Penanganan Rata-
(WITA) Mata Insang Bau Tekstur
Rata
Sabtu, Biasa 9 9 9 9 9
13 Oktober 03.00
2018 Ideal 9 9 9 9 9
Sabtu, Biasa 7 8 8 8 7,75
13 Oktober 05.00
2018 Ideal 9 9 9 9 9
Sabtu, 13 Biasa 7 7 8 7 7,25
Oktober 07.00
2018 Ideal 9 6 9 9 8,25
Sabtu,13 Biasa 4 5 6 6 5,25
Oktober 09.00
2018 Ideal 7 6 8 8 7,25
Sabtu, Biasa 4 3 6 6 4,75
13 Oktober 11.00
2018 Ideal 6 5 7 7 6,25

Uji organoleptik ini dilakukan sebanyak lima kali dengan selang waktu

dua jam dengan cara melihat pedoman (score sheet) yang terdiri dari beberapa
19

spesifikasi tentang mata, insang, bau, dan tekstur dengan bobot nilai 1 sampai 9.

Dari tabel uji organoleptik kita dapat melihat dengan jelas perbedaan

kualitas mutunya. Ikan dengan penerapan suhu rendah (ideal) memiliki kualitas

yang jauh lebih baik daripada ikan yang tanpa penanganan (biasa). Walaupun

dalam setiap jamnya ikan mengalami kemunduran mutu tetapi kemunduran

mutu dapat di minimalisir atau di hambat dengan cara penerapan suhu rendah.

Proses penanganan ikan diatas kapal harus dilakukan dengan baik agar

kualitas ikan yang diperoleh bagus. Tahapan – tahapan proses penanganan ikan

diatas kapal meliputi pengangkutan ikan dari jaring, sortasi, pencucian, penirisan,

pendinginan, dan penyimpanan dalam box styrofoam (Mata diklat, 2010).

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses penanganan

diatas kapal diantaranya adalah alat penanganan, media pendingin, teknik

penanganan dan keretampilan pekerja. Penggunaan alat-alat penanganan yang

lengkap, bersih, dan baik dapat memperkecil kerusakan fisik, kimiawi,

mikrobiologi dan biokimia. Media pendingin yang memberikan hasil terbaik

adalah media pendingin yang dapat memperlambat proses biokimia dan

pertumbuhan mikroba daging ikan (Hadiwiyoto, 1993).


20

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pengamatan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Prinsip penanganan hasil tangkapan yang dilakukan oleh nelayan kapal

bagan perahu di perairan Mate’ne, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan

masih belum sepenuhnya menjalankan prinsip-prinsip penanganan hasil

tangkapan yang baik dan benar yang sesuai dengan teori.

2. Pada hasil organoleptik, ikan yang diberi penerapan suhu rendah (ideal)

mengalamai kemunduran mutu yang lebih lama, sedangkan ikan yang tidak

menerapkan suhu rendah (biasa) mengalami kemunduran mutu dan

pembusukan relatif lebih cepat.

B. Saran

1. Sebelum melakukan praktik lapang, sebaiknya asisten tidak lupa untuk

memberikan pengarahan kepada praktikan agar tidak terjadi kesalahan

dalam pengambilan data.

2. Sebaiknya pada praktik lapang berikutnya kita bisa lebih membantu nelayan,

misalnya dengan memberikan inovasi alat ataupun ide-ide kreatif dalam

penanganan hasil tangkapan tidak hanya sekedar memperhatikan cara

pananganan dari nelayan.


21

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. http://barrukab.go.id/pemerintahan/kecamatan/kecamatan-tanete-


rilau/. Diakses di Makassar pada tanggal 17 Oktober 2018, pukul 7.45
WITA.

Gunarso,W. 1985. Suatu Pengantar Tentang Fish bihaviour Dalam Hubungannya


Dengan Fishing Tekcnigues Dan Fishing Takties, Bagian Fishing Gear,
Boat dan Metodh. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hadiwiyoto. 1993. Pengujian Organoleptik dengan Metode Scoring Test. Jakarta.

Hastrini, Ria., Abdul Rosyid., & Putur Har Riyadi. 2013. Analisis Penanganan
(Handling) Hasil Tangkapan Kapal Purse Seine Yang Didaratkan Di
Pelabuhan Perikanan Pantai (Ppp) Bajomulyo Kabupaten Pati. Journal
of Fisheries Resources Utilization Management and Technology.
Volume 2, nomor 3.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Seri Agriwawasan. Penebar Pusat


Pengembangan Ikan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan Pertanian, 2010. Swadaya. Jakarta.

Mallawa, Achmar. 2012. Dasar-Dasar Penangkapan Ikan. Masagena press:


Makassar

Mata diklat. 2010. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan


Tenaga Kependidikan Pertanian.

Murrachman. 2006. Fish Handling. Universitas Brawijaya. Malang..

Nurjanah , Kustiariyah dkk,. 2010. Upaya Mempertahankan Kesegaran Ikan


Selar Bentong (Selar Boops) Dengan Penambahan Khitosan Pasca-
Penangkapan Di Ppn Pekalongan, Jawa Tengah. Seminar Nasional
Perikanan Indonesia 2010.

Subani W dan Barus HR. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di
Indonesia. Nomor 50 Tahun 1988/1999. Edisi Khusus. Jurnal Penelitian
Perikanan Laut. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan
Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian.

Takril. 2005. Hasil Tangkapan Sasaran Utama dan Sampingan Bagan Perahu di
Polewali Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Skripsi [tidak
dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.

Wahyono, Agung. 2012. Penanganan Ikan Hasil Tangkapan Di Atas Kapal. Balai
Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai