Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum 1 Ekologi Perairan

IDENTIFIKASI KOMPOSISI VEGETASI MANGROVE

Disusun oleh :
Kelompok 7 sesi 1
Anggota kelompok:
Jeaneatte Gracia(2B) 4443210025
Muzi Muzahidi(2A) 4443210066
Amelia Asri A(2A) 4443210077
Petrus Pandapotan S(2A) 4443210090
Aulia Rahmi U(2A) 4443210092
Ahmad Ridho F(2A) 4443210098

Program Studi Ilmu Perikanan


Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekosistem mangrove (bakau) adalah Ekosistem yang berada di daerah tepi
pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga lantainya selalu
tergenang air.dan menjadi pendukung berbagai jasa ekosistem di sepanjang garis
pantai di kawasan Tropis (Donato dkk, 2012).
Wilayah pesisir merupakan suatu daerah Peralihan atara ekosistem daratan
dan lautan yang tumbuh dan berkembangnya berbagai ekosistem alami seperti hutan
mangrove, terumbu karang, padang lamun dan estuaria, menyebabkan wilayah
pesisir sangat subur.

Ekosistem mangrove berfungsi sebagai habitat Berbagai jenis satwa.


Ekosistem mangrove berperan Penting dalam pengembangan perikanan pantai
(Heriyanto dan Subiandono, 2012); karena tempat berkembang biak bagi beberapa
jenis ikan, kerang, kepiting, dan udang

1.2 Tujuan

 Mahasiswa dapat memahami tentang ekosistem mangrove


 Mahasiswa dapat mengidentifikasi jenis lamun yang ada di daerah pesisir.
 Mahasiswa dapat menghitung Indeks Nilai Penting mangrove di daerah pesisir
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan sistem di suatu tempat yang


berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu
sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut
dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang mampu tumbuh di
perairan payau (Santoso, 2000).
Menurut Bengen (2002) hutan mangrove sebagai komunitas vegetasi
pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang
mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai
berlumpur. Karena pertumbuhan mangrove memiliki persyaratan, antara
lain kondisi pantainya terlindung dan relative tenang , dan mendapat
sedimen dari muara sungai.
Mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal,
esturia, delta dan pantai yang terlindung. Mangrove dapat tumbuh dengan
baik di substrat berlumpur dan perairan pasang karena mangrove memiliki
akar-akar yang berfungsi sebagai penyangga sekaligus penyerap oksigen
dari udara di permukaan air secara langsung.

2.2 Fungsi Ekologi Mangrove

Fungsi hutan mangrove secara ekologis diantaranya sebagai tempat


mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), dan
tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang,
kerang dan biota laut lainnya, adapun burung dan reptil yang menjadikan
hutan mangrove sebagai tempat istirahat seperti tidur dan bersarang.
Mangrove juga dapat dimanfaatkan oleh burung imigran sebagai lokasi
antara (stop over area) dan tempat mencari makan, karena ekosistem
mangrove merupakan ekosistem yang kaya dan dapat menjamin
ketersediaan pakan selama musim migrasi (Howes et al, 2003)
Adapun fungsi ekologis lainnya dari mangrove yaitu sebagai penyerap
karbon. Mangrove juga memiliki kemampuan untuk memelihara kualitas
air karena mangrove memiliki kemampuan luar biasa untuk menyerap
polutan seperti logam berat. Mangrove yaitu komponen utama dalam
menyaring polutan sebelum dilepas ke laut bebas (Arisandi, 2010).
Tingkat ketebalan mangrove dapat berpengaruh terhadap kondisi
ekologisnya. Dengan mengetahui status ekologis mamgrove pada berbagai
tingkat ketebalan maka akan dapat diketahui peranan ekologis mangrove
berdasarkan tingkat ketebalannya.

2.3 Kerapatan Mangrove


Dahuri (2003), menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan mangrove
dipengaruhi oleh suplai air tawar dan salinitas, pasokan nutrien, dan
stabilitas substrat. Kerapatan jenis tumbuhan mangrove yang diteliti terdiri
dari beberapa tingkatan, yaitu tingkat pohon, anakan, dan semai. Nilai
kerapatan jenis mangrove tertinggi pada tingkat pohon yaitu pohon
mangga dengan kerapatan jenis relatif sebesar 100% karena hanya
memiliki 1 jenis mangrove tingkat pohon. Nilai kerapatan tertinggi tingkat
anakan yaitu pohon mangga dengan kerapatan jenis relatif sebesar 74,36%
sedangkan nilai kerapatan jenis relatif terkecil yaitu pohon pepaya sebesar
2,56%. Pada nilai kerapatan jenis pada tingkat semai, nilai kerapatan jenis
tertinggi di tempati oleh pohon singkong sebesar 84,62%.
Secara keseluruhan, nilai kerapatan jenis pada tingkat pohon lebih jarang
jika dibandingkan dengan anakan dan semai. Salah satu faktor yang
mempengaruhi rendahnya nilai kerapatan jenis tingkat pohon adalah
besarnya nilai penutupan mangrove dengan diameter besar, kondisi ini
tidak memungkinkan untuk pertumbuhan pohon mangrove dalam kondisi
rapat. Faktor lainnya adalah kondisi akar pohon yang tergolong besar
sehingga pertumbuhan mangrove tersebut menjadi kurang optimal. Untuk
tingkat anakan dan semai memiliki nilai kerapatan yang baik atau dalam
keadaan rapat. Tingginya nilai kerapatan jenis ini juga dipengaruhi oleh
nilai penutupan jenis anakan yang masih relatif kecil dengan diameter <
12,5 cm. Faktor ini yang mendukung pertumbuhan jenis mangrove secara
lebih optimal. Menurut Kepmen LH No. 201 Tahun 2004, kriteria nilai
kerapatan jenis mangrove pada nilai ≥1500 maka tergolong kategori sangat
rapat dan pada nilai < 1000 maka tergolong dalam kategori jarang.

2.4 Indeks Nilai Penting (INP)


Indeks Nilai Penting menunjukkan bahwa nilai tertinggi ditempati oleh
pohon mangga karena hasil penelitian hanya memiliki 1 jenis mangrove
tingkat pohon. INP pohon mangga sebesar 300%. Pada tingkat anakan
presentasi dari tertinggi sampai terendah secara berturut-turut, yaitu
107,69% pohon mangga, 56,41% pohon singkong, dan 35,89% pohon
pepaya. Dan nilai INP pada tingkat semai dari tertinggi sampai terendah
secara berturut-turut, yaitu 134,63% pohon singkong dan 65,38% pohon
mangga. Dari keseluruhan hasil data, dijumpai 1 jenis mangrove yang
memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi dan tersebar baik untuk tingkat
pohon, anakan, dan semai yaitu pohon mangga.
Indriyanto (2006) berpendapat bahwa spesies-spesies yang dominan
dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang
tinggi, sehingga spesies yang paling dominan akan memiliki indeks nilai
penting yang paling besar. Menurut Raymond dkk. (2010) menambahkan
bahwa jenis yang memperoleh INP tinggi berarti mempunyai nilai
kumulatif penguasaan yang lebih besar dan lebih menguasai habitatnya.
jenis ini akan lebih unggul dalam memanfaatkan sumberdaya atau lebih
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat. hasil indeks nilai
penting mangrove memperlihatkan adanya perbedaan nilai INP dari tiap
tingkatan yaitu baik tingkatan pohon, anakan dan semai. Hal ini
menggambarkan bahwa pengaruh suatu jenis dalam komunitas mangrove
berbeda dari setiap tingkatan. untuk tingkat pohon memiliki nilai inp
tetinggi jika dibandingkan dengan tingkat anakan dan semai, hal ini
dipengaruhi oleh nilai penutupan jenis yang lebih besar sehingga
menghasilkan inp yang lebih tinggi. Menurut Odum (1993) dalam
Raymond dkk. (2010) pengaruh suatu populasi terhadap komunitas dan
ekosistem tidak hanya bergantung pada spesies dari organinasi yang
terlibat tetapi bergantung juga pada jumlah atau kepadatan populasi.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ekologi perairan tentang ekosistem Mangrove dilaksanakan
pada Jum’at, 18 Maret 2022 yang bertempat di kebun rumah Elis.

3.2 Alat dan Bahan


a. Golok,pisau kecil/cutter
b. Tali rafia
c. Meteran jahit
d. Alat tulis (pensil,pulpen,spidol )
e. Papan jalan
f. Penggaris

3.3 Prosedur Kerja


Prosedur yang harus dilakukan dalam melakukan praktikum ekologi
perairan mengenai identifikasi komposisi vegetasi mangrove, yaitu pertama
siapkan alat dan bahan. Selanjutnya mengidentifikasi pohon yang akan dihitung,
membuat plot,mengukur tinggi dan diameter batang pohon, mencatat hasil
pengukuran.
Berikut ini merupakan diagram alir dari prosedur kerja.

Mempersiapkan alat dan bahan

Mengidentifikasi pohon yang akan diukur

Membuat plot

Mengukur tinggi dan diameter pohon

Gambar 1. Diagram Alir Prosedur Kerja


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Mangrove


Berikut merupakan hasil dari identifikasi mangrove selama praktikum ekologi
perairan.
Tabel 1. Hasil Identifikasi Mangrove
Jumlah
No Jenis Mangrove
Pohon Anakan Semai

1 Pohon Mangga 4 29 2

2 Pohon Singkong 9 11

3 Pohon Pepaya 1

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa di kebun rumah Elis, tepatnya di
Serang memiliki 3 jenis mangrove, yang terdiri atas pohon mangga, pohon singkong,
pohon pepaya. Untuk tingkat pohon terdapat 1 jenis mangrove yaitu pohon mangga
dengan jumlah total pohon sebanyak 4 buah. Untuk tingkat anakan terdapat 3 jenis
mangrove dengan jumlah total sebanyak 39 buah, diantaranya 29 anakan pohon
mangga, 9 anakan pohon singkong dan 1 anakan pohon pepaya. Dan untuk tingkat
semai terdapat 2 jenis dengan jumlah total sebanyak 13 buah, diantaranya 2 semai
pohon mangga dan 11 buah semai pohon singkong.

4.2 Analisis data

No. Jenis Mangrove Jumlah (n) Di Rdi Fi Rfi


Pohon
1 4 0,06 100% 1 100%
Mangga Pohon
Pohon
2
Pepaya
Pohon
3
Singkong
Jumlah 4

No. Jenis Mangrove Lingkar DBH BA ΣBA Ci ΣRCi INP


pohon
(m)
0,18 0,0573 0,0026 0,009 0,00014 100% 300%
Pohon 0,18 0,0573 0,0026 1
1
Mangga 0,18 0,0573 0,0026
0,13 0,0414 0,0013
Pohon Pohon
2
Pepaya

Pohon
3
Singkong
Jumlah

No. Jenis Mangrove Jumlah Di Rdi Fi Rfi INP


(n)
Pohon
1 29 0,45 74,36% 1 33,33% 107,69%
Mangga

Pohon
2 Anakan 1 0,02 2,56% 1 33,33% 35,89%
Pepaya

Pohon
3 9 0,14 23,08% 1 33,33%
Singkong 56,41%
Jumlah 39

No. Jenis Mangrove Jumlah Di Rdi Fi Rfi INP


(n)
Pohon
1 2 0,03 15,38% 1 50% 65,38%
Mangga
Semai
Pohon
2
Pepaya
Pohon
3 11 1,83 84,62% 1 50% 134,63%
Singkong
Jumlah 13 2

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa total seluruh jumlah perhitungan
dari : 1) pohon mangga, pohon dengan jumlah total 4 buah; 2) pohon mangga dan
pohon singkong, semai dengan jumlah total 13 buah; dan 3) Pohon mangga, pohon
papaya dan pohon singkong, anakan dengan jumlah total 39 buah.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan kita dapat mengetahui bahwa
hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, dan merupakan komunitas
yang hidup di dalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta di pengaruhi oleh
pasang surut air laut. Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau atau
hutan bakau yang tumbuh di daerah pantai (pesisir), baik daerah yang dipengaruhi
pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi oleh ekosistem
pesisir. Kita juga

5.2 Saran
Dalam praktikum selanjutnya, diharapkan praktikan mampu mempersiapkan
kembali alat dan bahan yang diperlukan dan memakai pakaian yang dianjurkan agar
selalu aman dalam melaksanakan praktikum, serta selalu berhati-hati saat praktikum
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Agustini, N. T dkk. 2016. Struktur Komunitas Mangrove di Desa Kahyapu Pulau


Enggano. Jurnal Enggano, 1(1):19-31
Prihadi, Donny Juliandri, Indah Riyantini Riyantini, and Mochamad Rudyansyah
Ismail. "Pengelolaan kondisi ekosistem mangrove dan daya dukung lingkungan
kawasan wisata bahari mangrove di Karangsong Indramayu." Jurnal kelautan nasional
13.1 (2018): 53-64.
Rahim, S., & Baderan, D. W. K. (2017). Hutan mangrove dan pemanfaatannya.
Deepublish.
Setiawan, H. (2013). Status ekologi hutan mangrove pada berbagai tingkat ketebalan.
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 2(2), 104-120.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai