Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM BIODIVERSITAS

PRAKTIKUM II
IDENTIFIKASI KEANKARAGAMAN FLORA DAN FAUNA EKOSISTEM
MANGROVE
TANJUNG TIRAM

OLEH :

NAMA : HILDANI
STAMBUK : F1E117054
KELOMPOK : II (DUA)
ASISTEN PEMBIMBING : WAHYU TRI PAMUNGKAS

PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari wilayah pantai

dan wilayah pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 Km. Wilayah pantai dan

pesisir memiliki arti penting dan strategis karena merupakan wilayah interaksi

atau peralihan (intervace) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat

unik. Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi yang di pengaruhi daratan dan

lautan yang mencakup beberapa ekosistem salah satunya ekosistem mangrove.

Ekosistem pesisir merupakan dearah peralihan antara ekosistem darat dengan ekosistem

laut, dimana organisme penghuninya berbaur antara organisme dari darat dan dari laut.

Organisme tersebut berkumpul dalam suatu tempat untuk saling berinteraksi, seperti pada daerah

estuary, pantai berbatu, pantai berpasir, dan hutan mangrove.

Hutan Mangrove merupakan vegetasi pohon di daerah tropis yang terdapat

daerah pasang surut dan mendapat pasokan air laut dan air tawar (payau). Hutan

mangrove merupakan salah satu tipe hutan hujan tropis yang terdapat di sepanjang

garis perairan tropis. Hutan ini merupakan peralihan habitat lingkungan darat dan

lingkungan laut maka sifat – sifat yang dimiliki tidak sama persis dengan sifat

fisik hutan hujan tropis di daratan.


Hutan mangrove memiliki komunitas tumbuhan pantai yang didominasi

oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah

pasang surut sesuai dengan toleransinya terhadap salinitas, lama penggenangan,

substrat, dan morfologi pantainya.Sebagai daerah peralihan antara darat dan laut,

ekosistem mangrove .
Hutan memiliki fungsi dan manfaat yang sangat besar, baik di tinjau secara

fisik,kimia,biologi,ekonomi dan wahana wisata. Secara fisik hutan mangrove


dapat menjaga garis pantai agar tidak terjadi abrasi, menahan sedimen dan

menjaga rembesan air laut ke darat. Secara kimia hutan mangrove mengelolah

limbah agar kemungkinan pencemaran sedikit dan menghasilkan oksigen. Secara

biologi merupakan habitat biota darat dan laut, sebagai daerah asuhan, mencari

makan dan tempat menghasilkan bibit ikan batangnya dapat di jadikan bahan

bakar dan dapat di jadikan sebagai suplemen, dan sebagai wahan wisata hutan

mangrove serta di gunakan sebagai tempat penelitian. Berdasarkan uraian di atas

maka di lakukan identifikasi keanekaragaman ekosisitem mangrove di daerah

Tanjung Tiram, Kendari.


B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ada pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mengetahui keanekaragaman flora dan fauna di ekosistem

mangrove di Tanjung Tiram?


2. Bagaiman metode sampling flora dan fauna ekosistem mangrove di Tanjung

Tiram?
3. Bagaimana mengetahui metode identifikasi flora dan fauna ekosistem

mangrove di Tanjung Tiram?

C. Tujuan praktikum
Tujuan yang ingin di capai pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keanekaragaman ekosistem mangrove di Tanjung Tiram.
2. Untuk mengetahui metode sampling flora dan fauna ekosistem mangrove di

Tanjung Tiram.
3. Untuk mengetahui metode identifikasi flora dan fauna ekosistem mangrove di

Tanjung Tiram.
D. Manfaat Praktikum
Manfaat yang di peroleh pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui keanekaragaman flora dan fauna ekosistem mangrove di

Tanjung Tiram.
2. Dapat mengetahui metode sampling flora dan fauna ekosistem mangrove di

Tanjung Tiram.
3. Dapat mengetahui metode identifikasi flora dan fauna ekosistem mangrove di

Tanjung Tiram
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekosistem pesisir

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik dengan karakter yang

spesifik. Artinya bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis

dengan perubahan-perubahan biologis, kimiawi dan geologis yang sangat cepat.

Ekosistem Wilayah pesisir terdiri dari hutan bakau, pantai dan pasir, serta estuary

yang merupakan pelindung alam dari erosi, banjir dan badai serta dapat berperan

dalam mengurangi dampak polusi dari daratan ke laut. Wilayah pesisir juga

menyediakan berbagai jasa lingkungan dan sebagai tempat tinggal manusia, dan

untuk sarana transportasi, tempat berlibur atau rekreasi (Rudianto, 2014).

B. Pengertian Mangrove
Mangrove atau bakau merupakan komunitas vegetasi pantai tropika yang

di dominasi oleh beberapa spesies pohon bakau yang mampu tumbuh dan

berkembang pada kawasan pasang surut pantai berlumpur. Komunitas ini pada

umumnya tumbuh di kawasan interdal dan supertidal yang mendapat aliran air

yang mencukupi dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang

kuat. Karena itu hutan mangrove banyak di jumpai pada teluk yang dangkal dan

kawasan pantai yang terlindung ( Rusdianti,2012).

C. Ekosistem Mangrove
Zonasi merupakan suatu fenomena dalam ekologi yang menarik di perairan

pesisir yang merupakan daerah yang terkena ritme pasang surut air laut.

Ekosistem mangrove bersifat kompleks dan dinamis serta labil. Kompleks, karena
di dalam ekosistem mangrove merupakan habitat berbagai jenis jenis satwa

daratan dan biota perairan. Dinamis karena ekosistem mangrove dapat terus

tumbuh dan berkembang dengan tempat tumbuh. Labil karena dapat mudah rusak

(Haris,2014).
D. Kandungan karbon Mangrove
Perhitungan kandungan karbon yang tersimpan pada tegakan pohon

mangrove dilihat dengan menghitung biomassa yang terbentuk melalui proses

fotosintesis, semakin tua umur tegakan pohon akan semakin banyak cadangan

karbon yang disimpannya. Semakin besar kandungan biomassa maka kandungan

karbon tersimpan juga akan semakin besar, selama pohon atau tegakan hidup

maka proses penyerapan karbondioksida dari atmosfer terus berlangsung

(Hidayat,2016).
E. Komponen Biotik dan Abiotik
Komponen biotik dan abiotik saling berinteraksi satu sama lain dimana

dalam dalam komponen biotik dan abiotik terdapat unsur kimia dan fisika yang

membentuk lingkungan, faktor – faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi

kehidupan dalam ekosistem pesisir antara lain gerakan air, salinitas, suhu dan

cahaya matahari (Yudasmara,2015).


F. Keanekaragaman Flora Mangrove
Mangrove di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia terdapat 89

spesies yang terbagi menjadi 35 pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 29 jenis efifit,

2 jenis parasit. Jenis mangrove yang banyak di jumpai adalah bakau (Rhizophora

spp), api api (Avicennia spp), bogem (Sonneratia spp), tancang (Bruguiera spp),

tengar (Xylocarpus spp), nyirih (Xylocarpus spp), tengar (Ceriops spp), dan buta –

buta (Excoecaria spp) (Talib,2008).


G. Keanekaragaman Fauna Mangrove
Salah satu kelompok fauna avertebrata sebagai penghuni ekosistem

mangrove adalah filum mollusca yang didominasi oleh Gastropoda dan Bivalvia,

Gastropoda atau yang lebih dikenal dengan siput merupakan hewan bertubuh

lunak yang berjalan menggunakan perutnya dan memiliki ciri utama pada

cangkangnya. Penyebaran gastropoda sangat luas dan merupakan sumber daya

hayati nonikan yang mempunyai keanekaragam tinggi dan mampu berasosiasi di

ekosistem mangrove (Tuheteru Dkk,2014).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada Minggu, 3 Desember 2017 pukul 08:00-

selesai WITA dan bertempat di Tanjung Tiram, Moramo Utara, kab Konawe

Selatan, Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara.


B. Bahan Praktikum

Bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 :Bahan dan kegunaann


Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1 2 3 4
1. Air laut 1 Sebagai media penyimpanan sampel
dalam toples
2. Alkohol 70% 1 Untuk mengawetkan sampel
(90ml)
3. Formalin 4% (5ml) 1 Untuk mengawetkan sampel
4. Spesies sampel Sebagai bahan percobaan praktikum

C. Alat Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat padaa tabel 2.

Tabel 2: Alat dan Kegunaan


No. Nama Alat Kegunaan
1 2 3
1. Alat tulis (pensil 2B & Sebagai alat untuk menulis
Pulpen
2. Scalpel/Pisau Sebagai alat untuk memotong
Cutter/Gunting

Tabel 2. Alat dan Kegunaan


No Alat Fungsi
1 2 3
1. Alat tulis (pensil 2B & Pulpen) Untuk menulis hasil pengamatan
2. Scalpel/Pisau Cutter/ Gunting Untuk memotong sampel
3. Kertas waterproof (newtop) Untuk menuliskan sampel hasil pengamatan
4. Papan ujian berbahan mika Sebagai pengalas saat menulis data hasil
(slate) pengamatan
5. Karet gelang Untuk melekatkan kertas newtop pada slate
6. GPS Sebagai alat petunjuk lokasi
7. Roll meter Untuk mengukur tinggi pohon
8. Plastik sampel Untuk meletakkan sampel
9. Penggaris stainless 50 cm Untuk mengukur ukuran sampel
10. Kertas label Untuk melabeli sampel
11. Buku identifikasi flora dan Untuk membantu mengidentifikasi sampel
fauna yang ditemukan
12. Botol sampel/Toples plastik 5 Untuk meletakkan sampel
buah/kelompok
13. Spidol permanen Untuk menuliskan nomor pada kertas label
14. sampel
15. Kamera tahan air Untuk mendokumentasikan hasil pengamatan

D. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan lokasi dan letak transek lalu merekam titik koordinat (latitude dan

longitude) menggunakan GPS pada lembar lapangan.


2. Mengisi lembar kerja lapangan yang terdiri dari nama pengamat lokasi (nama

pantai dan nama daerah/kabupaten) dan kode stasiun, tanggal dan waktu

pengamatan, nomor transek, serta informasi umum (kedalam air, kejernihan air,

ada/ tidaknya pelabuhan, ada/tidaknya sungai, ada/tidaknya penduduk, aktivitas

penduduk), dan informasi lain yang bermanfaat.


3. Melakukan dokumentasi kondisi stasiun dengan menggunakan kamera dalam

memotret sampel tumbuhan harus di foto secara utuh dan setiap bagianya yaitu

akar, batang, daun, buah, bunga, dan habitatnya.


4. Pada saat melakukan pengamatan, pengamatan harus memfokuskan

perhatiannya pada perbedaan kulit kayu, tipe akar, serta bunga/buahnya karena

pohon mangrove memiliki kemiripan satu sama lain.


5. Jika waktu pengamatan terbatas, mengambil beberapa sampel dari spesies yang

diamati. Menyimpan sampel yang di koleksi dalam plastik sampel, untuk

kemudian di identifikasi dalam laboratorium.


6. Memberi keterangan nomor sampel kode stasiun untuk setiap sampel yang di

ambil pada plastik/toples sampel dengan menggunakan kertas label spidol

tahan air.
7. Mencatat keterangan serupa pada lembar kerja pengamatan.
8. Mengulangi prosedur serupa untuk stasiun lainya.
9. Mengidentifikasi sampel yang di ambil dengan menggunakan buku identifikasi

ataupun menggunakan data dan informasi taksonomik spesies yang tersedia

dalam bentuk media elektronik/internet. Sebaiknya sampel di identifikasi

sesegera mungkin setelah di koleksi dari lapangan.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan
1. Keanekaragaman jenis mangrove ekosistem pesisir
Hasil pengamatan jenis mangrove pada praktikum ini dapat dilihat pada

tabel 3.
Tabel hasil pengamatan
Jenis
No Gambar Klasifikasi
mangrove
1 2 3 4
1 Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Soneratia alba Ordo : Magnoliales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneratia alba

2 Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Rhizopora Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
apiculata
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora
Appiculata Bl

3 Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Bruguiera Super Divisi : Spermatophyta
gymnorrhiza Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili :
Rhizophoraceae
Genus : Bruguiera
Species : Bruguiera
gymnnorrhizha

Tabel 3. Lanjutan
1 2 3 4
4. Kingdom : Plantae
Rhizopora Divisi : Magnoliophyta
mucronata Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora
murconata

2. Keanekaragaman jenis biota laut ekosistem pesisir


Hasil pengamatan jenis biota asosiasi laut pada praktikum ini dapat di
lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Keanekaragamanjenis biota asosiasi di TanjungTiram
No Gambar Jenis Biota klasifiikasi
1 2 3 4
1 Kingdom : Animalia
Kepiting bakau Phylum : Arthropoda
(Scylla serrata) Classis : Crustacea
Subclassis : Malacostraca
Superordo : Eucaridae
Ordo : Decapoda
Familia : Portunidae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla serrata

2 Kingdom : Animalia
Kerang bakau Phylum : Mollusca
(T. telescopium) Classis : Gastropoda
Subclassis : Probobranchia
Ordo :
Mesogastropoda
Familia : Potamididae
Genus : Telescopium
Spesies : T. telescopium

B. Pembahasan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan di kawasan Tanjung Tiram,

telah berhasil diidentifikasi 4 jenis mangrove yaitu diantaranya jenis Sonneratia

alba, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata dan Rhizopora mucronata.

Serta beberapa biota asosiasi mangrove yang hidup di air yaitu seperti kepiting

bakau (Scylla serrata) dan kerang bakau (T. telescopium).


a. Sonneratia alba
Sonneratia alba adalah salah satu tananman mangrove dalam

famili lythraceae di kenal luas di pesisir pantai indonesia dengan nama pidara

putih dan terdistribusi secara luas di daerah pesisir Asia Tenggara dan

Samudra hindia. Tanaman ini di gunakan secara tradisional di masyarakat

pesisir Indonesia sebagai obat herbal dalam beberapa penyakit seperti

pengobatan luka, diare, dan demam. Pada tanaman ini memiliki kandungan

senyawa triterpenoid, steroid, dan bifenil, serta pada bagian kulit batang dari

sonneratia alba memiliki kandungan anti bakteri seperti pada bakteri

Staphylococus aureus dan streptococcus mutans (Harizon,2014).


Tumbuhan mangrove jenis Sonneratia alba ini memiliki bentuk

daun yang melengkung tetapi tidak runcing dan cukup tebal. Akarnya

merupakan akar napas yang muncul dari tanah lumpur menjulang ke atas,

berguna untuk menyerap oksigen sebagai bentuk adaptasi terhadap

lingkungan tumbuhnya yang sangat berlumpur. Tumbuhan ini memiliki bunga

dengan mahkota berwarna merah dan putih, serta buahnya berbentuk bulat.

Tumbuhan mangrove memiliki ciri-ciri tumbuhan berpembuluh

(vaskuler), beradaptasi pada kondisi salin, dengan mencegah masuknya


sebagian besar garam dan mengeluarkan atau menyimpan kelebihan garam,

beradaptasi secara reproduktif dengan menghasilkan biji vivipar yang tumbuh

dengan cepat dan dapat mengapung, serta beradaptasi terhadap kondisi tanah

anaerob dan lembek dengan membentuk struktur pneumatofor (akar napas)

untuk menyokong dan mengait, serta menyerap oksigen selama air surut.

Komunitas mangrove terdiri dari tumbuhan, hewan, dan mikrobia, namun

tanpa kehadiran tumbuhan mangrove, kawasan tersebut tidak dapat disebut

ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri

atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan

lingkungan di habitat mangrove.

b. Bruguiera gymnorrhiza

Tumbuhan jenis ini memiliki bentuk pohon yang dapat mencapai

20 m, pada bagian kulit kayu memiliki warna abu – abu kehitaman, memiliki

daun yang melengkung dan panjang meruncing pada bagian ujungnya, serta

cukup tebal. Ukuran panjangnya 8-15 cm dan lebar 4 – 6 cm. Bunganya

berwarna merah sampai merah muda, memiliki kelopak 10 – 14, mahkota

bunga berbentuk runcing dan mempunyai biji yang panjang berguna agar biji

tersebut dapat jatuh menancap dalam pada substrat lumpur sehingga bakal

anakannya dapat tumbuh dan tidak terbawa arus. Akarnya bercabang-cabang

berbentuk lutut yang menancap dalam pada lumpur (Sudarmadji,2004).


Menurut Fortuna (2005) dalam Sulistyawati, dkk (2012) bahwa,

buah lindur (buah B. gymnorrhiza) cocok untuk dieksplorasi sebagai sumber

pangan lokal baru karena mengandung karbohidrat yang sangat tinggi, yaitu

85.1 g/100 g bahan. Kandungan gizi yang terdapat dalam buah lindur cukup

lengkap sehingga dapat diolah menjadi kue, cake, dicampur dengan nasi atau

dimakan langsung dengan bumbu kelapa. Buah lindur cocok untuk diolah

menjadi tepung karena kandungan karbohidrat yang tinggi.

Pengolahan buah lindur ini memmiliki batasan kelayakan untuk

dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian Sulistyawati, dkk (2012) Faktor

pembatas kelayakan buah lindur untuk dikonsumsi adalah adanya kandungan

antinutrisi, yaitu tanin dan hidrogen sianida (HCN) sehingga kadarnya harus

diturunkan terlebih dahulu sebelum diolah. Tanin adalah senyawa polifenol

yang bersifat asam dengan rasa sepat, ditemukan dalam banyak tumbuhan,

tersebar di berbagai organ tanaman, seperti batang, daun dan buah, kadar

tannin yang tinggi menyebabkan rasa sepat dan pahit pada bahan makanan.

Senyawa ini bersifat karsinogenik apabila dikonsumsi dalam jumlah berlebih

dan kontinyu namun dalam jumlah kecil dapat berfungsi sebagai atioksidan.

Batas aman untuk kandungan tanin dalam bahan makanan adalah 560 mg/kg
berat badan/ hari. Sedangkan HCN merupakan senyawa yang berbahaya

apabila termakan karena dalam dosis 0.5-3.5 mg/kg berat badan dapat

mematikan manusia.

c. Rhizophora apiculata
Tumbuhan Rhizopora apiculata merupakan jenis bakau sejati yang

tumbuh di hutan pasang surut mangrove dan tampak di sepanjang pantai,

Tumbuhan ini memiliki kandungan senyawa steroid, saponin, flavonoid

golongan senyawa ini merupakan bahan obat – obatan modern serta pada

kulit kayu mengandung senyawa tannin (Rochmah,2012)


Mangrove jenis ini memiliki daun berbentuk elips meruncing dan

berwarna hijau. Pucuk daunnya berwarna merah, bunganya berwarna merah

agak kecoklatan dan buahnya berbentuk panjang lonjong yang berguna agar

dapat menancap dengan kuat untuk membentuk individu baru. Batangnya

agak mengkilap.

d. Rhizopora mucronata
Rhizophora mucronata adalah salah satu jenis mangrove yang

digunakan untuk rehabilitasi kawasan mangrove,salah satu alasan yang

membuat jenis mangrove ini di pilih karena buahnya mudah untuk di peroleh,

mudah di semai, serta dapat tumbuh pada daerah genangan pasang yang

tinggi maupun genangan pasang yang rendah. Mangrove Rhizophora

mucronata yang di gunakan untuk rehabilitasi mempunyai umur 2 – 4 tahun

(Halidah,2010).

Rhizophora mucronata memiliki Pohon tinggi dengan akar

tunggang yang biasanya abortif; akar lateral atau banyak. Batang menyilinder,

warna hampir hitam atau kemerahan, permukaan kasar atau kadang-kadang

bersisik, dengan retak-retak melintang yang menonjol hampir melingkari

batang. Daun melonjong, dengan titik-titik hitam yang terlihat pada

permukaan bawah, warna hijau mengkilap di atas dan lebih pudar di bawah

permukaan daun. Perbungaan aksiler, menggarpu, berwarna kuning muda

sampai hampir putih; daun mahkota melanset, kekuningan muda. Buah

matang bani membulat telur memanjang, coklar-hijau pudar.

e. Kepiting Bakau

(Scylla serrata) Kepiting bakau di Indonesia hampir didapatkan

diseluruh perairan pantai terutama di daerah yang ditumbuhi hutan bakau dan
pertambakan dekat pantai. Dilihat dari sebaran dan siklus hidup kepiting

bakau, dapat dijumpai di daerah seperti estuaria, daerah hutan bakau dan pada

daerah lepas pantai yang mempunyai subtrat dasar perairan berlumpur. Hutan

bakau bagi kepiting mempunyai fungsi sebagai daerah mencari makan dan

perlindungan sampai hewan tersebut dewasa, sebelum kembali kepantai untuk

kawin dan bertelur. Kebiasaan makan dari kepiting bakau adalah pemakan

segala, pemakan bangkai dan pemakan sesama jenisnya tanpa merusak

mangrovenya (Suryono dkk, 2016).

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis

Crustaceadari famili Portunidae yang mempunyai nilai protein tinggi, dapat

dimakan dan merupakan salah satu spesies yang mempunyai ukuran paling

besar dalam genus Scylla. Berdasarkan hasil penelitian Kristoval, dkk ( 2010)

bahwa tingkat salinitas yang baik bagi biota laut (kepiting bakau) untuk

kepiting bakau habitat mangrove berkisar (alami-34‰) Alami adalah kondisi

normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim).

Menurut (Adha, 2015) dalam Kristoval, dkk (2010) kepiting bakau dapat

hidup dan berkembang baik pada kisaran 15% – 35%.


Scylla serrata memiliki ciri berupa adanya cheliped dan kaki-kaki

dengan pola poligon untuk kedua jenis kelamin dan pada abdomen betina.

Warna tubuh bervariasi dari ungu kehijauan hingga hitam kecoklatan. Duri

pada rostrum tinggi, rata dan agak tumpul dengan tepian yang cenderung

cekung dan membulat. Duri pada bagian luar cheliped berupa dua duri tajam

pada propodus dan sepasang duri tajam pada carpus.

f. Kerang bakau (T. telescopium)

T. telescopium merupakan salah satu jenis Gastropoda yang banyak

hidup di air payau atau hutan manggrove yang di dominasi oleh pohon bakau

(Rhizopora sp) sehingga orang menyebutnya sebagai keong bakau dan di

kepilauan seribu dikenal dengan nama “blencong”, sedangkan di sulawesi

selatan dikenal dengan nama “burungan”.

Cangkang hewan ini berbentuk kerucut, panjang, ramping dan agak

mendatar pada bagian dasarnya. Warna cangkang coklat keruh, coklat

keunguan dan coklat kehitaman, lapisan luar cangkang dilengkapi dengan

garis-garis spiral yang sangat rapat dan mempunyai jalur-jalur yang

melengkung ke dalam. Panjang cangkang berkisar antara 7.5-11 cm. Ukuran

panjang cangkang yang ditemukan di daerah hutan manggrove mencapai 9,3

cm dan pada tambak ikan hanya berukuran 8,8 cm. Perbedaan ukuran yang di

temukan pada tiap-tiap habitat di sebabkan karena ketersediaan pakan di


daerah hutan manggrove lebih baik dari pada di tambak-tambak ikan, juga

karena faktor lingkungan.

Hamsiah (2000) dalam Sihombing,dkk (2013) bahwa kerusakan

mangrove juga dapat mengancam keberadaan salah satu biota yang ada

disekitar mangrove tersebut. Salah satunya yaitu keong bakau (T.

telescompium). Keong bakau sering ditemukan dalam jumlah berlimpah di

daerah pertambakan yang berbatasan dengan hutan mangrove . keong bakau

juga banyak ditemukan di sungai-sungai tangdekat dengan daerah

pertambakan.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
Keanekaragaman flora dan fauna yang terdapat di Tanjung Tiram Kendari,

ada berbagai macams spesies. Spesies flora yang umum di jumpai yaitu

mangrove, terdapat banyak jenis-jenis mangrove yang kami jumpai yaitu

soneratia alba, rhizopora apiculata, bruguiera gymnorriza, danrhizopora

mucronata, selain itu kami menemukan biota laut yang berasosiasi dengan

tumbuhan mangrove antara lain yaitu Kepiting Bakau (Scylla serata) dan Kerang

Bakau (T. telescopium). Metode identifikasi yang dilakukan yaitu dengan cara

mencocokkan sampel yang di dapatkan


dengan searching di internet dan buku literatur flora dan fauna.
B. Saran

Saran saya pada praktikum ini setelah kita mengetahui bahwa mangrove

merupakan penjaga ekosistem, maka dari itu kita harus mulai menjaga kestabilan

ekosistem mangrove.
DAFTAR PUSTAKA

Haris, R., 2014, Keanekaragaman Vegetasi dan Satwa Liar Hutan Mangrove,
Jurnal Bionature, 15(2), 3

Horison,Dkk, 2014, Triterpenoid Lupan dari Kulit Batang Sonneratia alba


(Lythraceae), Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik, 16(1): 25

Halida, 2010, Pertumbuhan Rhizophora Mucrunata Lamk pada Berbagai Kondisi


Substrat di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Sinjai Timur Sulawesi Selatan,
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 7(4): 400.

Rochman, I, F dan Tukiran., 2012, Uji Bioaktivitas Ekstrak Kloroform


Rhizophora Apiculata (Mangrove) terhadap Spodoptera Littura Fabr sebagai
Insektisida Nabati, Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa.

Rudianto, 2014, Analisis Restorasi Ekosistem Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis


Co-Management: Studi Kasus di Kecamatan Ujung Pangkal dan Kecamatan
Bungah, Kabupaten Gresik, Research Journal Of life Science, 1(1), 54

Rusdianti, K., dan Sunito, S., 2012, Konservasi Lahan Hutan Mangrove serta
Uopaya Penduduk Lokjal dalam Merehabilitasi Ekosistem Mangrove, Jurnal
Sosiologi Pedesaan, 6(1), 2

Senoaji, G., Hidayat F., M., 2016, Peranan Ekosistem Mangrove di Pesisir Kota
Bengkulu dalam Mitigasi Pemanasan Global Melalui Penyimpanan Karbon,
Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23(3), 4

Sudarmaji, 2004, Deskripsi Jenis-Jenis Anggota Rhizopohoraceae di Hutan


Mangrove Taman Nasional Baluran Jawa Timur, Jurnal Biodiversitas, 5(2):
68

Talib, F., M., 2008, Struktur dan Polazonasi (Sebaran) Mangrove serta
Makrozonbethos yang Berkoeksistensi di Desa Tanah Merah Oebelo Kecil
kabupaten Kupang, Skripsi, Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Tuheteri, M., Notoseodarmo, S., Martosupono, M., 2014, Distribusi Gastropoda di


Ekosistem Mangrove, Prosisding Seminar Nasional Raja Ampat, Raja
Ampat : Universitas Kristen Satyawacana.
Yudasmara, G., A., 2015, Analisis Keanekaragaman dan Kelimpahan Relatif
Algae Mikroskopis diberbagai Ekosistem pada Kawasan Pulau Manjangan
Bali Barat, Jurnal Sains dan Teknologi, 4(1): 7

Anda mungkin juga menyukai