Anda di halaman 1dari 84

Petunjuk Praktikum

HEWAN AKUATIK

TIM PENYUSUN:
Dr. Triyanto, Dr. Indah Istiqomah
Wahdan Fitriya, M.Sc., Dr. Dini Wahyu K. S.
Tony Budi S., Ph.D., Dr. Riza Yuli S.,
Mgs. M. Prima Putra, Ph.D.

DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021

1
TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Seluruh praktikan wajib mengikuti seluruh rangkaian acara praktikum dan menaati tata tertib
ini.
2. Selama praktikum wajib memakai jas praktikum putih dan berpakaian sesuai aturan fakultas
serta membawa kartu praktikum.
3. Praktikan diwajibkan memakai alas kaki saat memasuki laboratorium.
4. Praktikan wajib siap (stand by) 10 menit sebelum praktikum dimulai.
5. Selama praktikum dilarang makan, minum dan merokok.
6. Sebelum praktikum dimulai diadakan pre-test ataupun post-test di akhir acara. 7. Selesai
praktikum, buku wajib diserahkan kepada asisten baik selesai atau belum. 8. Selesai praktikum,
praktikan diwajibkan membersihkan alat yang digunakan dan merapikan kembali ruangan
laboratorium.
9. Selama praktikum HP silent atau non aktif.
10. Inhal diberikan maksimal 2 kali. Jika terpaksa inhal dengan alasan yang jelas, tertulis, dan
dapat dipertanggungjawabkan, praktikan dapat mengikuti praktikum golongan lain dengan
acara yang sama dengan biaya inhal Rp 50.000-/acara praktikum.
11. Kerusakan bahan/alat ditanggung oleh golongan yang bersangkutan atau kesepakatan
bersama. 12. Responsi akan diadakan dua kali, responsi tengah semester dan responsi akhir
semester setelah seluruh acara praktikum selesai, sebelumnya akan diadakan pengesahan laporan
praktikum/lembar kerja.
13. Hal-hal yang belum tertulis dalam tata tertib praktikum ini akan ditentukan kemudian.

*) Syarat dan ketentuan berlaku:

− Inhal yang disebabkan praktikan sakit harus meminta izin kepada asisten dan dibuktikan
dengan surat keterangan dokter.
− Apabila inhal disebabkan adanya kepentingan keluarga atau kepentingan/kegiatan lain yang
tidak dapat ditinggalkan, maka harus memberikan surat izin inhal seminggu sebelum acara
praktikum dilaksanakan dan memberikan surat keterangan disertai tanda tangan dari salah satu
pihak keluarga atau dari lembaga/organisasi yang menyelenggarakan kegiatan tsb.

2
DAFTAR ISI
Halaman
Tata Tertib Praktikum .......................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................................. iii I.
Pengenalan Alat Praktikum Hewan Akuatik............................................................ 1 II.
Taksonomi dan Identifikasi Hewan Akuatik - I ...................................................... 9 III.
Taksonomi dan Identifikasi Hewan Akuatik - II ..................................................... 19 IV.
Anatomi dan Morfologi Hewan Akuatik ................................................................ 30
V. Pertumbuhan dan Faktor Kondisi Ikan (Menghitung Pertumbuhan, Hubungan Panjang Berat,
Dan Faktor Kondisi) ....................................................................... 38 VI. Respirasi Hewan
Akuatik (Laju Konsumsi Oksigen dan DO Kritis) ...................... 44 VII. Sistem Pencernaan
Hewan Akuatik ........................................................................ 46 VIII. Kebiasaan Makan Hewan
Akuatik .......................................................................... 49 IX. Reproduksi Ikan - I (Pengamatan
Jenis Kelamin Ikan Secara Morfologi) .............. 51 X. Reproduksi Ikan II: Pengamatan Gonad
Hewan Akuatik (Tingkat Kematangan Gonad, Indek Kematang Gonad, Fekunditas, Pengawetan
Telur) ........................... 53 XI. Hematologi Hewan Akuatik – I (Jumlah Eritrosit, Jumlah
Leukosit, Hematokrit Leucocrit, dan Haemoglobin)
................................................................................. 58 XII. Hematologi Hewan Akuatik – II
(Morfologi Darah Udang dan Jenis Leukosit Ikan)
........................................................................................................................ 61 Lampiran
................................................................................................................. 64

3
I. PENGENALAN ALAT PRAKTIKUM HEWAN AKUATIK
Nama Alat Gambar Fungsi
Piring preprat Untuk meletakkan hewan preparat

Skalpel Untuk menyobek/menusuk


jaringan

Pinset Untuk menjepit/mengambil


benda-benda kecil

Petri dish Untuk meletakkan sampel

Tabung reaksi Untuk wadah sampel/mereaksikan


capuran senyawa

Gelas ukur Untuk mengukur volume cairan

Pipet tetes Untuk mengambil dan meneteskan sampel/


larutan

4
Nama Alat Gambar Fungsi
Pipet gondok Untuk mengambil sampel atau larutan
dengan volume
tertentu
Gelas arloji Untuk meletakkan sampel

Object glass Untuk meletakkan atau menempelkan sampel

Cover glass Untuk menutup sampel yang ada di object


glass

Syringe spuit Untuk mengambil dan menyuntikkan


sampel/larutan

Mikro pipet Untuk mengambil sampel/larutan dengan


ukuran mikro

Mikrotube Untuk wadah sampel/larutan yang


diambil mikropipet

5
Nama Alat Gambar Fungsi
Respirometer Untuk mengukur respirasi hewan
akuatik

Haemocytometer Untuk menghitung sel darah


Tabung kapiler Untuk mengambil sampel darah

Jangka sorong Untuk mengukur panjang benda dengan


presisi tinggi

Hand counter Untuk menghitung Timbangan


analitik Untuk menimbang benda dengan akurasi
tinggi

6
Nama Alat Gambar Fungsi
Mikroskop Untuk melihat benda benda berukuran mikro

Centrifuge Untuk memisahkan suatu senyawa


berdasarkan
perbedaaan ukuran
berat jenis
Mikroplate Untuk meletakkan sampel (dalam plate)
yang tersedia

Mikroplate reader Untuk menghitung absorbansi dari sampel


yang akan diuji

Pipet pengencer (pipet


Thoma)
Untuk mengencerkan
komponen darah
(eritrosit, leukosit, atau trombosit)

7
Nama Alat Gambar Fungsi
Vortex Untuk menghomogenkan
larutan

pH
universal (kertas lakmus)
Untuk mengukur
derajat keasaman suatu
bahan
Haemometer Untuk mengukur kadar hemoglobin

Glucose meter Untuk mengukur kadar gula darah

8
II. TAKSONOMI DAN IDENTIFIKASI HEWAN AKUATIK - I

A. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui cara-cara mengidentifikasi berbagai jenis ikan
2. Mengetahui susunan taksonomi berbagai jenis ikan

B. Alat dan Bahan


Alat : piring preparat, pinset, penggaris, buku kunci identifikasi ikan Bahan : -
ikan air tawar: nila/gurami/belut
- ikan air laut: kembung/bandeng
- Crustacea: kepiting/udang
- Echinodermata: bintang laut, bulu babi
- Mollusca: siput murbei/keong emas, cumi-cumi

C. Dasar Teori dan Cara Kerja


Taksonomi adalah cabang biologi yang mempelajari tentang penggolongan organisme.
Taksonomi meliputi:
1. Identifikasi atau pengenalan jenis
2. Tatanama
3. Klasifikasi
Identifikasi dapat dilakukan melalui beberapa hal, diantaranya adalah (1) bertanya kepada
pakar, (2) meggunakan altlas taksonomi, atau (3) menggunakan kunci determinasi. Tatanama atau
pemberian nama suatu takson harus berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Kode Internasional
Tatanama Hewan (International Code of Zoological Nomenclature). Klasifikasi atau penggolongan
dibuat dengan tujuan untuk mempermudah/menyederhanakan obyek studi (organisme) yang sangat
beragam. Penyusunan klasifikasi dilakukan berdasarkan atas kesamaan dan perbedaan yang
terdapat pada masing-masing organisme tersebut.
Sesuai dengan kesepakatn intemasional, untuk menyebut takson berturut-turut dari yang
besar ke yang kecil dapat digunakan istilah :
− Kingdom (kerajaan)
− Phylum (filum)
− Classis (kelas)
− Ordo (bangsa)
− Familia (suku)
− Genus (marga)
− Spesies (jenis)

9
Pada setiap takson tersebut dapat disisipkan awalan sub (anak). Guna mengidentifikasi
ikan dengan menggunakan kunci determinasi, langkah yang harus ditempuh yaitu dengan
mecocokan ikan yang akan diidentifikasi dengan ciri-ciri yang tercantum dalam kunci determinasi
mulai dari nomor pertama (satu), kemudian dilanjutkan dengan nomor-nomor berikutnya sesuai
nomor yang tercantum dibelakang yang bersesuaian dengan spesimen.

C.1. Phylum Chordata


Ciri-ciri dari tubuh ikan yang penting untuk proses identifikasi, antara lain (1) rumus sirip;
(2) perbandingan antara panjang, lebar dan tinggi bagian-bagian tubuh atau antara bagian-bagian
tubuh tersebut; (3) bentuk linea lateralis (gurat sisi) dan jumlah sisik yang menyusun linea lateralis
tersebut; (4) jumlah sisik di sebelah atas dan bawah linea lateralis; (5) bentuk, susunan, dan tempat
melekat sisik; dan (6) letak dan bentuk mulut serta letak dan bentuk gigi.
1. Sirip
Secara umum, ikan memiliki dua atau lebih sirip, diantaranya adalah:
a. Pinna dorsalis (sirip punggung)
b. Pinna caudalis (sirip ekor)
c. Pinna analis (sirip dubur)
d. Pinnae ventrales/abdominales (sirip perut)
e. Pinnae pectorales (sirip dada)
Kata "pinna" menunjukkan bahwa sirip tersebut berjumlah satu, sedangkan kata "pinnae" dengan
akhiran "-les" menunjukkan bahwa sirip tersebut berjumlah dua (sepasang). Diantara bebera jenis
sirip, pinna dorsalis merupakan salah satu sirip yang sering dijadikan acuan identifikasi. Bentuk
dasar pinna caudalis ikan dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu: (1) protocercal, (2)
diphycercal, (3) isocercal (homocercal dan heterocercal), dan (4) hypocercal (epicercal dan
hypocercal).

2. Rumus sirip
Notasi yang digunakan untuk penulisan rumus sirip adalah sebagai berikut: a.
Pinna dorsalis (sirip punggung) = D
b. Pinna dorsalis anterior (sirip punggung bagian depan) = Dl
c. Pinna dorsalis posterior (sirip punggung bagian belakang) = D2
d. Pinna caudalis (sirip ekor) = C
e. Pinna analis (sirip dubur) = A
f. Pinnae ventrales/abdominales (sirip perut) = V
g. Pinnae pectorales (sirip dada) = P

10
Pada ikan yang mempunyai pinna dorsalis dan pinna analis dengan jari-jari yang jelas, dua jari-jari
yang terakhir dihitung sebagai satu jari-jari. Pada ikan yang jari-jari pinna caudalis-nya bercabang,
dihitung tambah dua. Jari-jari dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu jari-jari keras dan
jari-jari lemah.
a. Jari-jari keras. Jari-jari ini tidak memiliki ruas, pejal (tidak berlubang), keras dan tidak dapat
dibengkokkan. Seringkali jari-jari keras berupa duri atau patil dan merupakan alat
pertahanan diri. Jumlah jari-jari keras dinotasikan dengan Angka Romawi, walaupun jari
jari tersebut sangat pendek (rudimenter). Contoh penulisan rumus pinna dorsalis yang
terdiri atas 12 jari-jari keras adalah D.XII.
b. Jari-jari lemah. Jari-jari ini bersifat seperti tulang rawan, beruas-ruas dan mudah
dibengkokkan. Bentuk jari-jari lemah dapat berbeda-beda, tergantung pada jenis ikan. Jari jari
lemah tersebut kemungkinan sebagian mengeras, salah satu sisi bergerigi, bercabang atau satu
sama lain saling berhimpitan. Jumlah jari-jari lemah dinotasikan dengan Angka Arab. Contoh
penulisan rumus pinna dorsalis yang terdiri atas 2 jari-jari lemah adalah D.12.

Apabila pada satu sirip terdapat kedua macam jari-jari (berdampingan), maka jumlah tiap
tiap macam ditulis berdampingan. Contoh: pinna dorsalis yang terdiri atas 12 jari-jari keras dan 10
jari-jari lemah, penulisan rumus siripnya adalah D.XII.lO. Namun apabila bagian pinna dorsalis
yang berjari-jari keras jelas terpisah dari bagian yang betjari-jari lemah sehingga dapat dikatakan
bahwa pinna dorsalisnya ada dua, maka rumusnya menjadi D1.XII dan D2.10.
Cara menghitung jari-jari sirip yang berpasangan dimulai dari sirip yang terletak di sebelah
kiri. Sediaan ikan diletakkan dengan bagian abdomen (perut) di sebelah ventral (dasar) dan caput
(kepala) di sebelah kiri (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Posisi ikan ketika akan diidentifikasi


(sumber: en.wikipedia.org)

3. Ukuran tubuh
Pendekatan ukuran tubuh ikan dapat dilakukan dengan sistem metrik (Gambar 2.2). Beberapa
pengukuran yang sering dilakukan untuk keperluan taksonomi yaitu:

11
a. Panjang total/panjang mutlak: yaitu jarak garis lurus antara ujung terdepan caput (kepala)
hingga ujung terakhir cauda (ekor). Ujung terakhir cauda (pinna caudalis) bercabang mudah
disatukan.
b. Fork length: yaitu jarak antara ujung terdepan caput hingga ujung luar lekukan pinnacaudalis.
Pengukuran ini sering dilakukan untuk jenis - jenis ikan yang kedua belahan pinna caudalis nya
sukar disatukan karena keras, seperti pada ikan tuna, tongkol, cakalang dan sebagainya.
c. Panjang baku: yaitu jarak antara ujung terdepan caput hingga ujung terakhir vertebra (pada
lekukan pinna caudalis).
d. Tinggi tubuh: yaitu jarak garis lurus antara pangkal pinna dorsalis hingga pangkal pinnae
ventrales.

Gambar 2.2. Skema cara mengukur panjang ikan dan bagian-bagiannya


(sumber: https://www.floridamuseum.ufl.edu/wp-content/uploads/sites/66/2017/05/fish-anatomy
measure-lateral.jpg)

4. Linea lateralis
Linea lateralis (gurat sisi) pada ikan berfungsi untuk mengukur tekanan air di sekelilingnya.
Bentuk dan jumlah line lateralis pada setiap ikan berbeda - beda. Linea lateralis ada yang
berbentuk lurus dan ada pula yang melengkung ke atas atau ke bawah. Pada satu spesies ikan,
jumlah linea lateralis ada yang hanya satu buah, namun ada juga yang lebih dari satu. Selain itu ada
pula yang tersambung maupun yang terputus.

12
Cara Kerja
a. Letakkan sediaan di atas piring preparat
b. Gambar morfologi ikan sediaan
c. Ukur panjang total, forklength, panjang baku dan tinggi tubuh ikan sediaan (Gambar 2).
d. Tentukan rumus sirip ikan sediaan
e. Lakukan identifikasi dan cari susunan taksonomi masing - masing spesimen dengan bantuan
buku kunci identifikasi ikan
f. Tuliskan klasifikasi masing - masing spesimen ikan sediaan
g. Berikan deskripsi mengenai ciri fisik ikan sediaan

Cara mengidentifikasi spesimen ikan


a. Mulai nomor 1 dari buku kunci identifikasi
b. Cari pemyataan yang paling sesuai dengan ikan sediaan
c. Perhatikan nomor di akhir pernyataan tersebut
d. Cari urutan nomor tersebut dan bacalah pemyataan di hadapannya
e. Perhatikan kembali nomor yang terdapat di akhir pernyataan yang terakhir dibaca f. Cari
kembali urutan nomor tersebut seperti dan bacalah pernyataan di hadapannya g. Lakukan
berulang hingga ditemukan jenis spesies ikan sediaan yang dihadapi h. Tulis tiap nomor yang
menunjukkan pemyataan yang sesuai dari mulai klasifikasi Kingdom hingga spesies
teridentifikasi

C.2. Phylum Echinodermata


Echinodermata berasal dari bahasa Yunani : echinos = duri dan derma = kulit, sehingga
Echinodermata dicirikan oleh tubuhnya yang diselubungi kulit berduri. Umumnya hidup di daerah
intertidal dan bersifat benthic (hidup di dasar laut). Skeleton tersusun dari zat kapur (CaC03)
berupa laminae dan specula. Mempunyai sistem ambulakral atau hydrocoel yang membuka keluar
melalui lubang yang di sebut madreporit. Sistem ambulakral dilengkapi dengan alat tambahan
berupa kaki tabung atau podia yang merupakan tabung lunak dan biasanya kontraktil. Kaki tabung
berfungsi untuk pergerakan, penangkapan mangsa, respirasi, ekskresi dan perangsangan. Sistem
syaraf sederhana berupa cincin circumolar dan saraf radial tanpa otak. Organ sensorik dapat
berupa tentakel, bintik mata (statocyst). Reproduksi dapat secara seksual dan aseksual. Reproduksi
secara aseksual terjadi pada bintang laut, bintang ular dan timun laut melalui pemisahan central
disk menjadi dua bagian sehingga jika bagian dari tubuhnya rusak atau terpotong maka akan
segera regenerasi untuk membentuk bagian tubuh yang hilang/ rusak. Morfologi dan anatomi
Echinodermata dapat dilihat pada Lampiran 5.

13
Sediaan 1. Bintang laut (Luidia sp.)
Tubuh pipih berbentuk bintang atau pentagonal (pentaradial) dengan lima buah lengan
yang relative keras dan kaku karena endoskeleton, maupun eksoskleton mengandung kalsium
karbonat. Permukaan aboral tertutupi semacam duri yang disebut pediallaridae. Umumnya
bintang laut bersifat karnivor dan predator terhadap bivalvia, bekicot, barnakel dan hewan
hewan yang tumbuh melekat dan bergerak lamban. Contoh gambar spesies Luidia sp. Dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Luidia sp.
(Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Luidia_clathrata)

Klasifikasi
Phylum : Echinodermata
Classis : Eleutherazoa
Subclassis : Asteroidea
Ordo : Forcipulata
Familia : Luidiidae
Genus : Luidia
Species : Luidia sp.

Cara kerja
a. Tuliskan klasifikasi Luidia sp.
b. Gambar morfologi Luidia sp. dari arah permukaan oral dan aboral serta beri keterangan
bagian -bagiannya
c. Tulis deskripsi Luidia sp. yang saudara hadapi
d. Berikan pendapat saudara mengenai potensi/manfaat/fungsi Luidia sp.

14
Sediaan 3. Bulu babi (Echinus sp.)
Echinus sp. bersifat herbivor dengan memakan rumput laut, tumbuhan algae dan mencema

bahan - bahan organik, spons dan bryzoa. Echinus sp. mempunyai bentuk tubuh sub globular;
tanpa lengan; duri (spina) kuat. Pada bagian oral terdapat: daerah amburakral, daerah
interamburakral, dan mulut yang dikelilingi peristoma. Pada bagian aboral terdapat anus, periproct,
keeping madreporit, genital plate dan gonopore. Sistem lokomosi menggunakan duri duri di
sekujur tubuhnya dan sucker tipped pada kaki tabung. Contoh spesies Echinus sp. Dapat dilihat
pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Echinus esculentus


(sumber: http://www.uniprot.org/taxonomy/7648)

Klasifikasi
Phylum : Echinodermata
Classis : Eleutherazoa
Subclassis : Echinoidea
Ordo : Echinoida
Familia : Echinoidae
Genus : Echinus
Species : Echinus sp.

Cara kerja
a. Tuliskan klasifikasi Echinus sp.
b. gambar morfologi Echinus sp. dari arah permukaan oral dan aboral serta beri keterangan
bagian-bagiannya.
c. Tulis deskripsi Echinus sp. yang saudara hadapi.
d. Berikan pendapat saudara mengenai potensi I manfaat I fungsi Echinus sp.

15
C.3. Phylum Mollusca
Moluska berasal dari bahasa latin: Mallis yang berarti lunak. Banyak ditemukan di laut, air
tawar, dan daratan. Tubuh tidak bersegmen, simetri bilateral dan triploblastik (jaraingan tubuh
berkembang dari tiga lapisan germ, ectoderm, mesoderm dan endoderm). Bagian anterior tubuh
berupa kepala (caput) yang berisi organ sensor, bagian ventral berupa kaki muskuler untuk
pergerakan, dan bagian dorsal berupa massa viscera sebagai organ mayor. Tubuh dilindungi oleh
mantel (pallium) yang menghasilkan secret dari zat kapur dan membentuk eksoskeleton berupa
cangkang. Mempunyai kaki yang datar/pipih berotot dan berlendir yang disebut kaki muskuler.
Mempunyai gigi parut berkapur yang disebut radula untuk mencema makanannya. Mempunyai
sistem peredaran darah vaskuler yang disebut hemocoel (sistem peredaran darah terbuka, darah
beredar dalam rongga tubuh dan ruang-ruang diantara organ tubuh/jaringan tubuh). Organ sekresi
berupa nephridia (organ ekskresi yang berbentuk tabular). Sistem saraf berupa cinein
circumesophageal. Sistem reproduksi bersifat dioecious, yaitu satu individu hanya mempunyai
gonad jantan atau betina saja. Fertilisasi terjadi secara ekstemal. Berdasarkan bentuk tubuh, sifat
kaki, eksoskeleton, pallium, msang, dan sistem sarafnya, Phylum Moluska dibagi menjadi lima
Kelas, yaitu:
1. Amphineura, contoh: Neomenia sp., dan Chiton sp.
2. Scaphopoda, contoh: Dentalium sp.
3. Gastropoda, contoh: Lymnaea sp. (keong) dan Melania sp. (sumpil) 4. Pelecypoda, contoh:
Pinctada sp. (kerang mutiara), Haliostis sp. (abalone), dan Mytilus sp. (kerang hijau).
5. Cephalopoda, contoh: Octopus sp. (gurita), Loligo sp. (cumi-cumi), dan Sepia sp. (sotong).
Morphlogi dan anatomi Mollusca dapat dilihat pada Lampiran 7-12.

Sediaan 1. Siput murbei atau keong mas (Pomacea sp.)


Dicirikan dengan kepala yang sudah berkembang dan mempunyai dua tentakel, tiap tentakel
terdapat sebuah mata. Tubuh bagian dorsoventral juga berkembang, mempunyai kaki yang pipih,
lunak, dan berlendir untuk pergerakan. Cangkang berkembang untuk melindungi tubuh
membentuk spiral masuk kedalam, cangkang berwama keemasan, terdapat torsi. Keong mas jantan
berbentuk bulat mulus tanpa tonjolan ruas-ruas cangkang, dibawah cangkang terdapat wama merah
dan berukuran lebih besar. Contoh gambar siput dapat dilihat pada Gambar 2.5.

16
Gambar 2.5. Keong emas (Pomacea bridgesii)
(sumber: https://fr.wikipedia.org/wiki/Pomacea_bridgesii)

Klasifikasi
Phylum : Mollusca
Classis : Gastropoda
Familia : Ampullariidae
Genus : Pomacea
Species : Pomacea sp.

Cara kerja
a. Tuliskan klasifikasi Pomacea sp.
b. Gambar morfologi Pomacea sp., beri keterangan dan kenali jenis kelaminnya!
c. Tulis deskripsi Pomacea sp. yang Saudara hadapi!
d. Berikan pendapat Saudara mengenai potensi/manfaat/fungsi Pomacea sp.!

Sediaan 2.Cumi- cumi (Loligo sp.)


Cangkang terletak di dalam rongga mantel, berwarna putih transparan, berbentuk pena atau bulu
dan terbuat dari zat khitin. Tubuh memanjang, langsing, dengan bagian posterior meruncing,
tertutup oleh mantel. Mantel berwama putih dengan bintik-bintik merah ungu sampai kehitaman
dan diselubungi selaput tipis berlendir. Pada kedua sisi dorsal mantel terdapat sirip lateral
berbebtuk segitiga. Kepala besar dengan sepasang mata dan mulut yang dikelilingi oleh delapan
lengan dan dua tentakel panjang yang masing-masing dilengkapi dengan batil penghisap. Ujung
pasangan lengan keempat pada cumi-cumi berubah menjadi hectocotylus. Mempunyai pigmen
hemocyanin untuk pemafasan, mata berkembang: sistem saraf kompleks; mempunyai kelenjar yang
menghasilkan tinta. Bergerak dengan cara melesatkan air dan menyemprotkannya dari mantel
cavity melewati saluran (funnel) di dalamnya. Contoh spesies Loligo sp. dapat dilihat

17
dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Cumi-cumi (Loligo sp.)


https://www.taiwantrade.com/product/frozen-loligo-squid-768559.html

Klasifikasi
Phylum : Mollusca
Classis : Cephalopoda
Ordo : Dibranchia
Subordo : Decapoda
Familia : Loliginidae
Genus : Loligo
Species : Loligo sp.

Cara kerja
a. Tuliskan klasifikasi Loligo sp.
b. Gambar morfologi Loligo sp, beri keterangan bagian-bagiannya.
c. Tulisdeskripsi Loligo sp. yang saudara hadapi
d. Berikan pendapat Saudara mengenai potensi I manfaat I fungsi Loligo sp.
18
III. TAKSONOMI DAN IDENTIFIKASI HEWAN AKUATIK – II

A. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui cara-cara mengidentifikasi spons (Phylum Porifera)
2. Mengetahui susunan taksonomi spons (Phylum Porifera)

B. Dasar Teori dan Cara Kerja


B.1. Phylum Porifera
Porifera dicirikan dengan memiliki banyak pori (berasal dari bahasa latin: porus = pori dan ferre
= mengandung), bentuk tubuhnya tidak beraturan(asimetri), namun ada juga yang simetri radial.
Porifera tidak memiliki organ atau jaringan yang sesungguhnya. Phylum porifera identik dengan
spons. Spons adalah hewan yang paling sederhana dari seluruh orgamsme tingkat seluler, karena
sel-sel penyusunnya tidak terspesialisasi membentuk suatu jaringan yang berbeda. Sponss tersusun
atas kumpulan sel-sel yang mengelilingi kantong air (water filled chamber).
Spons adalah hewan, tetapi tidak mempunyai sifat pergerakan dan cenderung melekat pada
substrat yang keras (sessile organism), tidak mempunyai sistem syaraf, pencernaan dan sirkulasi.
Spons bereproduksi secara aseksual, hal ini dapat terjadi ketika percabangan sebagian tubuhnya
yang patah dapat tumbuh menjadi percabangan dan pertunasan baru dari bekas percabangan yang
patah. Spons bereproduksi secara seksual ketika sel-sel collar atau sel-sel dalam permukaan
gelatin berkembang membentuk garnet.
Spons bersifat diploblastik (tubuh terdiri dari dua lapis sel), sel-sel yang melapisi bagian
luar tubuh disebut epithelium dermal atau pinacocyt, beberapa atau seluruh rongga internal
dibatasi dengan choanocyt, bagian internal diperkuat dengan kerangka spikula berkapur dan
spikula silica sebagai pendukung perbedaan struktur bentuk dan ukuran spons. Proses makan
spons diawali dengan pemompaan air yang masuk ke kantong dalam (inner chamber) melewati
sel-sel pori (pore cells), kemudian air dikeluarkan melalui oskulum. Aliran air yang masuk
membawa oksigen dan partikel makanan (berupa detritus, bakteri, dinoflagelata dan plankton
plankton lain) yang digerakkkan oleh flagel sehingga masuk kedalam caller cells untuk dicerna
dan disimpan dalam vakuala makanan.
Dinding tubuh Porifera terdiri 3 lapisan, yaitu: pinacocyte (pinacoderm) sebagai pelindung
tubuh bagian dalam, mesohyl (mesenchyme) dan choanocyte yang melapisi rongga atrium atau
spongocoel. Mesenchyme (mesohyl) adalah material seperti agar yang tipis terletak antara
permukaan luar dan dalam sel. Mesohyl berfungsi untuk mengangkut cadangan makanan,
membuang partikel sisi metabolit, membuat spikula, serat spons dan sel reproduksi. Spikula
mengandung kapur dan silica. Spikula menyusun spons dengan sistem seperti jarum yang saling
mengunci.

19
Porifera mengandung tiga tipe sistem kanal, yaitu:
a. Ascon : merupakan tipe paling sederhana, dinding tubuh tipis berlubang- lubang oleh ostia
lurus dan pendek yang berhubungan dengan rongga tubuh dan dibatasi oleh choanocyte. b.
Sycon : memiliki dua macam kanal tetapi hanya kanal radian yang dibatasi oleh choanocyte. c.
Leukon atau rhagon: kanal radian bercabang-cabang dan ruang-ruang yang sempit dibatasi oleh
choanocyte.
Anatomi spons dapat dilihat pada Lampiran 1.
Porifera terdiri atas 4 kelas yaitu: Calcarea, Hexactinellida, Demospiniae dan
Sclerospongae. a. Calcarea (Calcispongiae): permukaan tubuh berbulu, wama suram, tinggi
kurang dari 15 cm. Spikula terdiri kapur monaxon, iniaxon atau tetraxon.
b. Hexactinellida (Hyalospongiae): spons bentuk seperti kaca,spikula dari silikat c.
Demospongiae: spikula dari silikat, serat spons, spikula monoxon atau tetraxon, tipe
leuconoid.
d. Sclerospongiae: spons karang (corraline sponge), menghasilkan rangka CaC03.

Sediaan 1. Euspongia sp. (bath sponss)


Skeleton tersusun atasserat-serat sponging tanpa spikula. Sistem kanal berupa leukon dan
tidak beraturan. Tubuh pipih massif, berbentuk seperti jala kecil, sering terdapat butir butir pasir
atau benda lainnya. Pada bagian luar terlihat lubang (ostium), osculum dan dermal. Bersifat
fagositik terhadap partikel-partikel kecil. Spons dapat bersimbiosis dengan organisme
fotosintetik, misalnya Zooxanthella sehingga spons tampak berwama kekuningan dan
bersimbiosis dengan Cyanobacteria (blue green algae) sehingga spons tampak berwama hijau,
ungu dan coklat. Contoh beberapa species Euspongia dapat dilihat pada Lampiran 2.

Klasifikasi:
Phylum : Porifera
Classis : Demospongia
Ordo : Keratosa
Familia : Spongiidae
Subfamilia : Eusponginae
Genus : Euspongia
Species : Euspongia sp.

Cara Kerja:

20
a. Tuliskan Klasifikasi Euspongia sp.
b. Gambar dari arah samping dan beri keterangan Euspongia sp. yang saudara hadapi. c.
Tulis deskripsi Euspongia sp. yang saudara hadapi.
d. Berikan pendapat saudara mengenai potensi I manfaat I fungsi Euspongia sp.

Sediaan 2. Microciona sp.


Tubuh tegak bercabang-cabang, tampak adanya lubang (ostium), epithelium kulit luar
terdiri atas selapis sel pipih yang umumnya disokong oleh spikula; sistem kana! leukon.
Mempunyai sejumlah flagel. Mesohyl Garingan penghubung spons) biasanya lebih tebal daripada
ascon. Microciona akan mengalami masa dormant (tidak aktif) saat kondisi lingkungan
tidak menguntungkan, misalnya dengan menghilangkan kantong berflagel dan komponen sistem
penghubung air lainnya. Contoh beberapa species Microciona dapat dilihat pada Lampiran 3.

Klasifikasi :
Phylum : Porifera
Classis : Demospongia
Ordo : Monaxonida
Familia : Desmacidonidae
Subfamilia : Ectyoninae
Genus : Microciona
Spesies : Microciona sp.

Cara kerja:
a. Tuliskan klasifikasi Microciona sp.
b. Gambar dari arah sarnping dan beri keterangan Microciona sp. yang saudara hadapi c.
Tulis deskripsi Aficrociona sp. yang Saudara hadapi.
d. Berikan pendapat Saudara mengenai potensiI manfaat I fungsi ,\dicrociona sp.

Pengamatan Spikula
Spikula merupakan komponen structural pada spons (Lampiran 1). Menurut
ukurannya, spikula dibedakan menjadi megascleres (60-2000 µm) dan microscleres(10-60 µm).
Selain ukuran, bentuk-bentuk spikula juga bervariasi, sehingga senyawa penyusun spikula,
bentuk dan ukuran sangat penting dalam identifikasi dan klasifikasi sponge. Bentuk bentuk
spikula dapat dilihat pada Lampiran 1b.

21
Cara kerja:
a. Cara kerja dalam pengamatan spikula ini menggunakanmetode bleach digestion dengan sodium
hypochloride (Sunklin) (Kelly-Borges, 1994).
3
b. Ambillah sampel spons dengan membuat irisan sekitar 5 mm yang diambil dari tiga bagian
yaitu atas, tengah dan bawah.
c. Rendamlah sampel tersebut dengan sodium hypochloride dalam 24 microplate wells plate atau
tempat lain yang tersedia.
d. Perendaman dilakukan selama 30-60 menit hingga bagian organic sponge tersebut larut, tetapi
bagian anorganik yang berupa spikula tidak larut dan mengendap.
e. Ambillah/buanglah sodium hypochloride dengan cara dipipet dengan hati-hati dan diganti
dengan aquadest.
f. Ambillah spikula dengan pipet, letakkan pada gelas benda dan amati dengan mikroskup.
g. Gambarlah dan/atau potretlah spikula yang ditemukan, beri keterangan.

B.1. Phylum Coelenterata/Cnidaria


Coelenterata berasal dari bahasa Yunani: Koilos= berongga dan enteron= usus, sehingga
Coelenterata merupakan organisme yang memiliki rongga usus (gastrovaskuler) yang berfungsi
untuk proses pencernaan. Cnidaria berasal dari kata cnide (bahasa Yunani) yang berarti sengat.
Coelenterata juga sering disebut sebagai Cnidarian yang berarti organisme yang memiliki bentuk
tubuh simetri radial sebagai bentuk usaha pertahanan tubuh dari berbagai sisi dan merupakan
usaha untuk mendapatkan makanan karena Cnidaria tidak mempunyai mata. Tubuh terdiri atas
dua lapis sel, yaitu epidermis (permukaan luar) dan gastrodermis yang melapisi usus. Antara
epidermis dan gastrodermis terdapat mesoglea. Mempunyai sel-sel saraf yang saling
berhubungan membentukjaringan syaraf sehingga dapat menghantarkan rangsangan dari
berbagai arah. Skeleton berkapur dan berzat tanduk, serabut otot terdapat dalam epitelia.
Mulut dikelilingi oleh tentakel-tentakel lembut yang berhubungan dengan suatu
rongga pencemaan, usus yang dapat bercabang atau terpisah oleh septa (sekat); tanpa anus.
Reproduksi umumnya dengan penggiliran regenerasi (metagenesis), dengan tunas aseksual pada
bentuk polip; monoecious atau dioecious, beberapa dengan gonad sederhana, tetapi tanpa
saluran reproduksi; pembelahan holoblastik; larva planula bersilia; mulut terbentuk dari
blastopore. Dalam siklus hidupnya coelenterata mengalami dua fase yaitu: 1. Sesil atau polip:
melekat pada substrat atau dasar perairan
2. Medusa: melayang-layang dalam air
Struktur tubuh coelenterata dapat dilihat dalam Gambar 3.1.

22

Gambar 3.1. Struktur tubuh coelenterata: polyp dan medusa

Phylum Coelenterata terbagi menjadi 3 kelas, yaitu :


a. Hydrozoa
Hydrozoa mempunya bentuk dan rentang kehidupan yang luas. Fase polip digunakan untuk
proses makan, pertahanan dan reproduksi. Pada fase medusa bersifat planktonik, kemudian
melepaskan gamet sehingga terjadi fertilisasi menghasilkan larva yang disebut planula. Planula
kemudian menempati dasar dan berubah bentuk menjadi polip. Contoh : Hydra sp., Obelia sp.,
Physalia sp. (Portuguese man of war) (Gambar 3.2)
Gambar 3.2.
Physalia sp. (Portuguese man of war)
(sumber: https://www.studyblue.com/notes/note/n/bio
211-study-guide-2011-12-paddock/deck/9729001)

b. Schizopoa
Fase medusa lebih dominan dari pada fase polip. Schipozoa berenang dengan kontraksi yang
ritmik namun mudah terbawa arus air. Schizopoa di laut sangat berbahaya karena sengatannya
dapat berakibat fatal. Contoh: Aurelia sp. (ubur-ubur) (Gambar 3.3).

23

Gambar 3.3.
Ubur-ubur (Aurelia aurita)
(sumber:
https://it.wikipedia.org/wiki/Aurelia_(zoologia))

c. Anthozoa
Fase polip lcbih dominant dari pada fase medusa. Koloni anthozoa dapat membentuk koral
berbatu (stony coral), mengandung skeleton kalsium karbonat yang membentuk terumbu
karang (coral reef). Contoh: Acropora sp., Tubipora sp., Favites sp., Gorgonia sp. (sea fan).
Contoh beberapa Coelenterata dapat dilihat pada Lampiran 4.
Contoh beberapa spesies dari phylum Anthozoa antara lain :
a. Sea Fan (Gorgonia sp.)
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Subclass : Octocorallia
Ordo : Gorgonacea
Subordo : Halaxonia
Famili : Gorgoniidae
https://es.wikipedia.org/wiki/ Gorgonia)
Genus : Gorgonia Spesies : Gorgonia sp.
Gambar 3.4. Gorgonia mariae (sumber:

Gorgonia merupakan kelompok coelenterate yang hidup sesil dan berkoloni. Spesies ini
dapat ditemukan diseluruh lautan di dunia terutama didaerah tropis maupun subtropik. Nama lain
Gorgonia sp. adalah sea fan termasuk soft coral. Spesies ini melekat erat pada substrat. Polip kecil
spesies ini biasanya tegak, rata, bercabang berbentuk seperti kipas. Atau bahkan berbentuk
whiplike, lebat atau encrusting. Warna spesies ini beragam seperti berwarna cerah, ungu, merah
atau kuning (Bornemen, 2001).
Spesies ini termasuk subordo Holaxonia karena kerangka terbentuk dari subtansi yang
fleksibel disebut Gorgonin dan juga tersusun dari kalsit dan kolagen. Spesies ini tingkat

24
pertumbuhan skeletal sangat tergantung dengan musim (Heikop et al, 2002). Setiap polip dari
Gorgonian memiliki delapan tentakel dan masing-masing merupakan filterfeeder. Gorgonian
bersimbiosis dengan zooxanthellae yang biasanya ditndai dengan polip berwarna kecoklatan.
Gorgonian ditemukan terutama diperairan dangkal tapi juga bisa ditemukan diperairan dengan
kedalaman beberapa ribu meter (Goldstein, 1997). Gorgonian berkorelasi dengan tempat hidupnya.
Bila hidup diperairan dangkal dengan arus yang kuat akan cenderung berbentuk kipas dan
fleksibel, bila hidup diperairan dalam yang lebih tenang cenderung bentuknya tinggi, lebih tipis
dan kaku (Borneman,200l). Gorgonian isishippuris (karang pasifik) mengandung senyawa
potensial yaitu Hippuristanol adalah senyawa steroid dalam gorgonian Isis hippuris yang berperan
sebagai antitumor, memiliki aktivitas anti multidrugs resistant yang dapat melawan sel kanker
(Triyanto, 2001;Sheu, 2004 dan Chao, 2005).
Habitat spesies ini berada diperairan dangkal laut tropis dengan suhu 22-25°C dan pH air
tidak lebih dari 8.1-8.4. Hidup pada perairan dangkal kama bersimbiosi dengan alga, yang
memerlukan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis. Untuk pertahanan diri dari predator
dan penyakit, spesies ini memiliki sklerit dan kandungan senyawa kimia pada permukaannya.
Spesies ini dapat tumbuh dengan tinggi 180 cm dan Iebar 150 cm dalam waktu 2 sampai 5 tahun.
Memiliki tanduk dan bercabang kerangka aksial terbuat dari kalsit dan protein. Keunikan
Gorgonia sp. yaitu selalu tumbuh menghadap ke langsung ke arah datangnya aliran air karena
spesies ini bersifat filter feeder (agar meningkatkan tingkat makan dan respirasi). Makanan berupa
plankton. Bersimbiosis dengan Zooxantella yang berfungsi sebagai pemberi wama, meningkatkan
reproduksi, pertumbuhan dan memberikan luas permukaan yang lebih tinggi sehingga dapat
menangkap mangsa dan cahaya dengan baik.

b. Favites sp.
Skeleton terbentuk oleh epidermis yang berasal dari CaC03 dan berbentuk seperti mangkuk.
Skeleton yang dibentuk oleh satupolip disebut Corralit. Skeleton yang dibentuk oleh satu koloni
disebut Corallium. Bentuk polip hampir simetris dan tidak memiliki jarak antar polip. Memiliki 6
tentakel sederhana yang tidak bercabang pada tubuhnya dan memiliki fungsi sebagai conus yang
berongga.

c. Tubipora musica
Habitat spesies ini perairan dangkal dan dapat ditemukan pada kedalaman 20 meter. Pada
setiap polip memiliki 8 tentakel. Spesies ini bersimbiosis dengan zooxanthellae. Zooxanthellae
(Yunani: alga hewan kuning cokat) adalah sebuah istilah yang merujuk pada sekelompok
dinoflagellata yang berasal dari perubahan evolusi yang berbeda yang terjadi dalam simbiosis
dengan invertebrata laut.

25
Dinoflagellata autothroph merupakan organisme yang memperoleh sumber energi dari
cahaya matahari dan membentuk karbon organik melalui proses fotosintesis. Dinoflagellata
heterotroph ad a l a h o rganisme yang mendapatkan sumber energi dari bahan organik melalui
pemangsaan terhadap organisme lain (Anonimus, 2003a; Barnes, 1987).
Simbiosis Tubipora musica dengan Zooxanthellae, terjadi dimana Zooxanthella memberikan
makanan bagi coral yang dibentuk melalui proses fotosintesis, sebaliknya coral memberikan
perlindungan dan akses terhadap cahaya kepada zooxanthella. Selama fotosisntesis berlangsung,
zooxanthella memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini
sebagian besar dalam bentuk gliserol termasuk didalamnya glukosa dan alanin. Produk kimia ini
digunakan oleh polyp untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun blok-blok
dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Zooxanthella juga meningkatkan kemampuan
coral dalam menghasilkan kalsium karbonat (Lalli dan Parsons, 1995).
Gambar 3.5. Tubipora musica
(sumber:
https://www.reef2rainforest.com/
2018/01/02/wallflowers-of-science-the
genus-tubipora/)

Alga simbion Dinoflagellata (zooxanthella) ditempatkan dalam gastrodermis dan dalam vakuola
sel khusus (simbiosome vacuoles). Skema bentuk karang dan letak zooxanthella dapat dilihat p ad
a Ga mba r 3 .6 .

Gambar 3.6. Simbiosis Zooxanthella


dengan karang polyp
(sumber: https://www.quora.com/How-do
coral-polyps-go-through-photosynthesis)

26
Sediaan 1. Gorgonia sp. (seafan/kipas laut)
Eksoskeleton mengandung kalsium karbonat berwama merah sampat oranye, koloninya
membentuk percabangan menyamping seperti tumbuhan, filamen berbentuk silindris mencapai
diameter 5 mm;memakan zooplankton dan partikel-partikel Jain yang lebih kecil. Klasifikasi:
Phylum : Coelenterata
Classis : Anthozoa
Subclassis : Octocarals
Ordo : Gorgonaceae
Familia : Gorgonidae
Genus : Gorgonia
Species : Gorgonia sp.
Cara Kerja
a. Tuliskan klasifikasi Gorgonia sp.
b. Garnbar dari arah samping dan beri keterangan Gorgonia sp. yang Saudara hadapi,
perhatikan percabangannya.
c. Tulis deskripsi Gorgonia sp. yang Saudara hadapi
d. Berikan pendapat Saudara mengenai potensi/manfaat/fungsi Gorgonia sp.

Sediaan 2. Acropora sp.


Bentuk percabangan sangat bervariasi dari korimbosa (bentuk percabangan menyerupai
meja), aborescen (bentuk percabangan seperti pohon), Kapitosa dll. Ciri khasnya adalah
mempunyai axial corallite (koralit yang terletak diujung) dan radial corallite. Bentuk koralit
radial (koralit yang mengeliligi axial koralit)njuga bervariasi dari bentuk tubular, nariform dan
tenggelam. Acropora mempunyai koralit kecil, tanpa kollumela, septa sederhana dan tidak
mempunyai struktur tertentu dan koralit dibentuk secara ekstratentakuler. Eksoskeleton padat,
berkapur; polip kecil; koloni bercabang seperti tanduk rusa; pembentuk terumbu karang; bagian
eksoskeleton yang terlihat yaitu: koralit (tampak menonjol di bangunan tanduk-tanduk,
merupakan skeleton satu polip), bagian theca (bagian tepi koralit), dan coenosarc (merupakan
dasar tanduk di luar koralit).
Klasifikasi
Phylum : Coelenterata
Classis : Anthozoa
Subclassis : Zoantharia (Hexacorallia)
Ordo : Madreporaria (Scleractina)

27
Familia : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora sp.

Cara Kerja
a. Tuliskan klasifikasi Acropora sp.
b. Gambar dari arah samping dan beri keterangan Acropora sp. yang Saudara hadapi, perhatikan
bagian: theca, coenosarc dan corallite.
c. Tulis deskripsi Acropora sp. yang Saudara hadapi.
d. Berikan pendapat Saudara mengenai potensi yang bisa diambil dari Acropora sp.
Sediaan 3. Favites sp.
Koloninya berbentuk massive (padat/pejal), membulat dengan ukuran y polygonal.
Tidak terlihat adanya pusat koralit. Septa berkembang baik dengan gigi-gigi yang jelas,
eksoskleton mengandung zat kapur, terdapat garis-garis radial menuju pusat, polip kecil,
bagian yang terlihat yaitu: theca dan pedal disk (tempat melekat, berada di bagian basal).
Klasifikasi
Phylum : Coelenterata
Classis : Anthozoa
Subclassis : Zoantharia (Hexacorallia)
Ordo : Madreporaria (Scleractina)
Familia : Faviidae
Genus : Favites
Spesies : Favites sp.

Cara Kerja
a. Tuliskan klasifikasi Favites sp.
b. Gambar morfologi Favites sp. dari arah permukaan oral dan aboralserta beri keterangan
bagian-bagiannya.
c. Tulis deskripsi Favites sp. yang Saudara hadapi.
d. Berikan pendapat Saudara mengenai potensi/manfaat/fungsi Favites sp.

Sediaan 4. Tubipora musica (karang suling)


Termasuk oktoral. Polip sejajar tersusun atas tabung-tabung yang saling

28
bcrtumpukan keatas . Eksoskleton tersusun dari zat kapur dengan spikula yang terpisah,
kadang- kadang berfusi, eksoskleton berwarna merah.
Klasifikasi
Phylum : Coelenterata
Classis : Anthozoa
Subclassis : Alcyonaria
Ordo : Stolonifera
Familia : Tubiporidae
Genus : Tubipora
Spesies : Tubipora sp.

Cara Kerja
a. Tuliskan klasifikasi Tubipora musica.
b. Gambar morfologi Tubipora musica dari arah permukaan oral dan aboral serta beri
keterangan bagian-bagiannya.
c. Tulis deskripsi Tubipora musica yang Saudara hadapi.
d. Berikan pendapat Saudara mengenai potensi/manfaat/fungsi Tubipora musica.

29
IV. ANATOMI DAN MORFOLOGI HEWAN AKUATIK

A. Tujuan Praktikum
1. Mengenal struktur organ dalam dan sistem organ tubuh pada beberapa jenis ikan, baik secara
morfologik maupun secara mikroanatomik dan makroanatomik (mikroskopik). 2. Menganalisis
dan mengetahui perbedaan struktur organ dan sistem organ pada beberapa jenis ikan

B. Dasar Teori dan Cara Kerja


B.1. Pisces (Ikan)
1. Morfologi
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur luar tubuh organisme.
Pengetahuan mengenai bentuk dan struktur bagian - bagian tubuh organisme sangat diperlukan
dalam mengetahui identifikasi dan klasifikasi.
a. Bentuk Tubuh
Bentuk tubuh ikan meliputi bentuk - bentuk torpedo (fusiform), gepeng (depressed), pipih
(compressed), pita dan membulat (globular) (Gambar 4.1).

Euthynnnus affinis
Lepidorhombus whiffiagonis

Pampus argenteus
Diodon holocanthus

Anguila
anguila Trichiurus haumela

Gambar 4.1. Contoh bentuk-bentuk ikan

30
1) Bentuk torpedo: bentuk tubuh ikan mirip torpedo, yaitu bagian anterior agak besar,
kemudian makin ke posterior makin kecil. Contoh: tongkol (Euthynnnus affinis). 2) Bentuk
gepeng: bentuk tubuh ikan melebar ke samping (depress). Contoh : ikan pari (Manta birostris),
ikan flounder (Lepidorhombus whiffiagonis).
3) Bentuk pipih: bentuk tubuh ikan yang berukuran lebar (tebal) badannya relatif lebih kecil
daripada tinggi badannya (compress). Contoh: bawal (Stromateus cinereus) 4) Bentuk pita:
bentuk tubuh ikan yang memanjang serta lebih tipis daripada bentuk pipih, seolah- olah
menyerupai pita. Contoh: layur (Trichiurus lepturus)
5) Bentuk tubuh membulat: bentuk tubuh ikan yang hampir menyerupai bentuk bola. Contoh:
buntal (Tetraodon reticularis, Diodon holocanthus)
6) Bentuk tubuh mengular: bentuk tubuh ikan yang memanjang seperti ular. Contoh: sidat
(Anguila anguila), belut (Monopterus albus).
b. Caput
Batas bagian caput ikan yaitu antara rostrum paling anterior sampai operculum bagian posterior.
Dibagian caput terdapat: rima oris, fovea nasalis, organon visus, dan operculum. Pada beberapa
jenis ikan, dibagian caput juga dilengkapi dengan sungut. Di dalam cavum oris terdapat sejumlah
dentes yang terletak pada maxilla, mandibula, dan palatum. Di dekat esophagus kadang juga
ditemukan gigi esophagus.
c. Truncus
Bagian truncus ikan yaitu mulai dari posterior operculum sampai posterior anus. Skeleton
bagian truncus terdiri atas exo-skeleton (misalnya: berupa squama) dan endo-skeleton (misalnya:
berupa columna vertebralis dan tulang/jari-jari pada sirip).
d. Sirip
Sirip ikan secara umum terdiri atas: pinna dorsalis, pinna caudalis, pinna analis, pinnae
abdominales (ventrales), dan pinnae pectorales (thoracales). Bentuk dasar pinna caudalis ikan dapat
dibedakan menjadi empat tipe, yaitu: protocercal, diphycercal, isocercal (homocercal), dan
heterocercal (Gambar 4.2).
1) Tipe protocercal: bentuk pinna caudalis yang lembar sirip bagian dorsal dan ventral hampir
terbagi sama. Tipe ini merupakan tipe yang paling sederhana, terdapat pada Cyclostomata
dewasa.
2) Tipe diphycercal: bentuk pinna caudalis yang simetrik tetapi bagian atas dan bawah ujung
pinna caudalis menjadi satu. Tipe pinna caudalis ini meliputi beberapa macam bentuk,
diantaranya berpinggiran tegak, berlekuk, berlekuk ganda, bulat, dan lancip. Umunya ikan
dengan pinna caudalis tipe diphycercal bergerak lambat.

31
3) Tipe isocercal (homocercal): bentuk pinna caudalis yang bercagak dan simetrik. Pada pinna
caudalis tipe ini ada yang mengalami perubahan bentuk sehingga menyerupai hula sabit.
Umumnya ikan dengan pinna caudalis tipe isocercal bergerak cepat.
4) Tipe heterocercal: bentuk pinna caudaliss yang tidak simetrik.
a) Epicercal: bentuk pinna caudalis yang tidak simetris dan bercagak, tetapi lembar sirip
sebelah dorsal lebih besar dan lebih panjang daripada lembar sirip sebelah ventral. b)
Hypocercal: bentuk pinna caudalis yang berlawanan dengan tipe epicercal. Pada tipe ini
lembar sirip sebelah ventral lebih besar dan lebih panjang daripada lembar sirip
sebelah dorsal.

Gambar 4.2. Tipe-tipe sirip ekor (sumber: comenius.susqu.edu)

e. Linea Lateralis (lateral line)


Linea lateralis berupa garis memanjang di sisi lateral truncus, berfungsi untuk mengetahui
tekanan air dan mengetahui jika ikan tersebut mendekati/menjauhi benda keras (Gambar 2.3).

2. Anatomi
Anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur dalam tubuh organisme (termasuk organ-organ
dalam). Beberapa istilah penting dalam anatomi antara lain:
a. Inspectio : mengamati suatu sediaan tanpa menggunakan alat-alat tambahan, berarti tanpa
membedah atau membuka sediaan.
b. Sectio : membuka dinding badan untuk mengamati bagian dalamnya. c. Topografi :
menentukan letak organ satu sama lain dan sekitarnya, dibedakan menjadi: 1) Syntopi : adalah
letak suatu organ terhadap organ lain
2) Sceletopi : adalah letak suatu organ terhadap dinding badan

32
Gambar 4.3. Linnea lateralis (sumber: fishbase.se)

d. Cranial : ke arah kepala


e. Caudal : ke arah ekor
f. Superior : atas atau arah ke arah atas
g. Interior : bawah atau ke arah bawah
h. Dorsal : ke arah punggung
i. Abdominal : ke arah perut
j. Anterior : muka atau ke arah muka
k. Posterior : belakang atau ke arah belakang
l. Lateral : samping atau ke arah sisi
m. Medial : tengah atau ke arah tengah
n. Bidang median : adalah bidang yang melalui linea mediana dengan arah dorsoventral o.
Bidang sagittal : adalah bidang yang sejajar bidang median, di kanan/kiri linea mediana p.
Bidang frontal : adalah bidang yang tegak lurus pada bidang median/memotong bidang
median dengan sudut 90° dari cranial ke caudal
q. Bidang transversal: adalah bidang yang tegak lurus bidang frontal

Sistem anatomi tubuh ikan dapat dipisahkan menjadi beberapa bagian, antara
lain: a. Sistema digestoria (sistem pencernaan)
Sistema digestoria pada ikan dapat dibedakan menjadi:
1) Tractus digestivus, yang meliputi bagian-bagian tubuh: cavum oris, pharynx, esophagus,
ventriculus, dan intestinum.
2) Glandula digestoria, yang terdiri atas: hepar, vasica fellea, dan pancreas.
b. Sistema urogenitale (sistem reproduksi dan ekskresi)
Sistema urogenitale pada ikan terdiri atas:
1) Organa genitalia, berupa: gonad (gonad jantan disebut testis, sedangkan gonad betina disebut
ovarium), sinus urogenitalis, porus urogenitalis, dan organ intromiten (merupakan
33
modifikasi dari pinna analis, dimiliki oleh ikan jantan pada jenis ikan yang fertilisasinya
internal).
2) Organa uropoetica (organa excretoria), berupa: mesonephros (= ren), ductus
mesonephridicus (=ureter), vesica urinaria, sinus urogenitalis, dan porus urogenitalis. c. Sistema
cardiovascular
Sistema cardiovascular pada ikan terdiri atas:
1) Cor, dengan bagian-bagiannya: sinus venosus, atrium, ventrikel, dan bulbus anteriosus.
2) Vasa, meliputi arteri dan vena
d. Sistema respiratorium
Alat pemafasan pada ikan umumnya berupa branchia. Pada Teleostei, branchia dilengkapi
dengan apparatus opercularis (operculum). Bagian-bagian branchia yaitu: (1) gill raker, (2) arcus
branchialis, (3) hemibranchia, dan (4) holobranchiae.
e. Pneumatocyst
Pneumatocyst dapat berfungsi sebagai alat hidrostatik dan juga sebagai alat bantu pemafasan.
Organ tersebut dapat berfungsi sebagai alat hidrostatik karena mempunyai hubungan dengan alat
keseimbangan di dalam labyrint. Pada beberapa jenis ikan, terutama yang dapat hidup di tempat
tempat yang aimya sedikit, pneumatocyst dapat berfungsi sebagai alat bantu pemafasan, sehingga
disebut pulmocyst. Walaupun demikian, temyata tidak semua jenis ikan memiliki pneumatocyst,
misalnya: Polypterus (anggota Actinopterygii yang paling primitif) dan jenis-jenis ikan yang hidup
di dasar perairan.

Alat dan Bahan


1. Alat : piring preparat, alat sectio (pinset, scalpel, gunting).
2. Bahan : beberapa jenis sediaan ikan (ikan nila, lele, gurami, dan bandeng).

Cara Kerja
1. Pengamatan secara morfologi
Gambar bentuk morfologi tubuh ikan (dengan posisi caput berada di sebelah kiri) dan beri
keterangan bagian-bagiannya.
2. Pengamatan Anatomi
a. Sediaan ikan yang telah digambar morfologinya, kemudian di-sectio. Sectio dilakukan
mulai dari anus sampai kebagian operculum.
b. Gambar struktur anatomi tubuh ikan dan beri keterangan bagian-bagiannya.
34
B.2. Arthopoda (Udang-udangan)
Arthropoda berasal dari kata arthros=sendi dan podos kaki sehingga berarti mempunyai
kaki yang beruas-ruas. Tubuh terdiri atas dua bagian, yaitu cephalothorax (bagian tubuh yang
tertutup karapas, yaitu dada dan kepala) dan bagian abdomen (perut). Eksoskeleteon tersusun atas
protein khitin dan polisakarida yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan dan memperluas
permukaan perlekatan otot. Sistem syaraf dengan ganglion anterior yang terletak di atas mulut,
antena dan mata majemuk (compound eyes) berfungsi sebagai organ sensor. Mempunyai sel
neurosekretori yang berfungsi untuk mengontrol molting (pergantian eksoskeleton), perubahan
wama, penyediaan makanan, dan perkembangan seksual. Mempunyai sistem peredaran darah
terbuka (hemocoel), Pigmen darah hemocyanin, Sstem reproduksi dioceious dan Fertilisasi internal
bagi arthropoda yang hidup di darat dan fertilisasi ekstemal bagi yang hidup di laut. Morfologi dan
anatomi Arthropoda dapat dilihat pada Lampiran 13-16.

Sediaan 1. Udang galah (Macrobrachium rosenbergii)


Skeleton berupa kitin yang keras karena mengandung kalsium karbonat (CaC03). Kulit
(pleura) kedua menutup ruas kesatu dan ketiga. Sapit nomor dua sangat besar dan pajang,
terutama pada yang jantan. Cula atau rostrum panjang dan ujungnya melengkung ke atas.
Mempunyai appendages kaki jalan untuk berenang,menyerang hewan lain, perkawinan, dan
proses makan. Mempunyai dua pasang antenna yang berfungsi sebagai organ sensor. Mempunyai
14 segmen ditambah telson (8 segmen thorax dan 6 segmen abdomen), tiap segmen mempunyai
appendages. Appendages bagian thorax pertama, kedua, dan ketiga dapat bergerak maju dan
mengalami modifikasi membentuk maxiliped yang digunakan unutk mencari makanan. Pleopoda
digunakan untuk berenang, pertukaran gas, dan mengantongi telur bagi betina. Pada jantan,
pleopoda digunakan sebagai organ capulatory (menyalurkan sperma). Uropoda merupakan telson
yang pipih, membentuk ekor yang digunakan untuk berenang melarikan diri.
Klasifikasi
Phylum : Arthopoda
Classis : Crustacea
Subclassis : Malacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Familia : Palaemonidae
(sumber:
Genus : Macrobrachium
http://en.bdfish.org/category/
Spesies : Macrobrachium fisheries-biology/morphology/
rosenbergii )
Gambar 4.4. Udang galah (Macrobrachium
rosenbergii)

35
Cara Kerja
1. Tuliskan klasifikasi udang galah (lvfacrobrachium rosenbergii)
2. Gambar morfologi udang galah, beri keterangan bagian-bagiannya. Perhatikan bagian :
karapas, rostrum, atennules, antenna, maxiliped, pereopoda, pleopoda, uropoda, dan telson. 3.
Tulis deskripsi Macrobrachium rosenbergii yang saudara hadapi.
4. Sediaan ikan yang telah digambar morfologinya, kemudian disectio. Sectio dilakukan mulai
dari anus sampai kebagian operculum.
5. Gambar struktur anatomi tubuh ikan dan beri keterangan bagian-bagiannya. 6. Berikan
pendapat saudara mengenai potensi/manfaat/fungsi Macrobrachium rosenbergii.

Sediaan 2. Kepiting Bakau (Scylla serrata)


Karapas bewarna seperti lumpur atau sedikit kehijauan. Panjang karapas lebih kurang
dua pertiga lebarnya. Harnpir seluruh perrnukaan karapas licin kecuali pada beberapa lekuk
terdapat granula. Kedua buah mata yang dilengkapi dengan tangkai menempel di tepi anterior
karapas. Mulut terletak di antara kedua mata. Kepiting dewasa jantan mempunyai sapit yang
panjang dapat mencapai dua kali panjang karapas, sedangkan pada kepiting betina atau kepiting
jantan yang masih muda sapitnya lebih pendek. Kepiting bakau mempunyai tiga pasang kaki
pejalan dan sepasang kaki perenang. Ujung pasangan kaki yang terakhir berbentuk agak pipih
dan berfungsi sebagai alat pendayung. Merus, ruas sapit yang paling dekat dengan perut
dilengkapi tiga buah duri kokoh, sedangkan karpus (ruas kedua dari arah perut) dilengkapi
dengan sebuah duri kokoh pada sudut sebelah dalarn. Sudut sebelah luar berbentuk bulat dan
kadang dilengkapi dengan duri kecil. Kepiting jantan dicirikan oleh ruas abdomen (perut) yang
sempit, sedangkan kepiting betina mempunyai ruas abdomen yang melebar.
Klasifikasi
Phylum : Arthopoda
Classis : Crustacea
Subclassis : Malacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Familia : Portunidae
Gambar 4.5. Kepiting bakau (Scylla
Genus : Scylla
serrata) (sumber:
Spesies : Scylla serrata Cara http://www.seafdec.org.ph/
2013/mud-crab-2/)
Kerja

1. Tuliskan klasifikasi kepiting bakau (Scylla serrata) 2. Gambar


morfologi kepiting bakau, beri keterangan bagian-bagiannya.

36
3. Tulis deskripsi kepiting bakau (Scylla serrata) yang Saudara hadapi.
4. Sediaan ikan yang telah digambar morfologinya, kemudian disectio. Sectio dilakukan mulai
dari anus sampai kebagian operculum.
5. Gambar struktur anatomi tubuh ikan dan beri keterangan bagian-bagiannya. 6. Berikan
pendapat Saudara mengenai potensi/manfaat/fungsi kepiting bakau (Scylla serrata)
37
V. PERTUMBUHAN DAN FAKTOR KONDISI IKAN
(MENGHITUNG PERTUMBUHAN, HUBUNGAN PANJANG BERAT,
DAN FAKTOR KONDISI)

A. Tujuan Praktikum
1. Perhitungan pertumbuhan bertujuan untuk mengetahui perubahan ukuran, panjang atau
berat tubuh ikan dalam waktu tertentu.
2. Hubungan panjang berat bertujuan supaya mahasiswa mengetahui hubungan panjang-berat
ikan terhadap pengelolaan budidaya
3. Faktor kondisi bertujuan agar mahasiswa dapat menentukan kondisi atau populasi ikan

B. Dasar Teori
1. MenghitungPertumbuhan
Pengertian pertumbuhan dalam biologi perikanan meliputi pertumbuhan individu ikan dan
pertumbuhan populasi. Pertumbuhan individu ikan diartikan sebagai suatu pertambahan ukuran
baik berat maupun panjang yang terjadi dalam waktu tertentu, sedangkan pengertian pertumbuhan
populasi adalah pertambahan jumlah individu ikan.
Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Faktor luar misalnya berupa pakan,
suhu perairan, cahaya dan salinitas. Faktor dalam termasuk umur, keturunan dan jenis kelamin ikan
(jantan atau betina). Pertumbuhan akan mengalami kelambatan saat ikan menjelang dewasa
dikarenakan membutuhkan banyak energi untuk perkembangan gonadnya.
Pertumbuhan tidak sama dengan laju kecepatan pertumbuhan. Pertumbuhan adalah
pertambahan berat atau panjang yang diperhitungkan selama jangka waktu tertentu, sementara
laju pertumbuhan adalah pertumbuhan yang kecepatannya dihitung per satuan waktu.
Pertumbuhan dan laju pertumbuhan dapat dinyatakan dengan suatu ekspresi matematika, yaitu:
a. Pertumbuhan mutlak berbasis berat (AbsolutGrowth in Weight)
Wt-Wo, (Wt = berat pada akhir periode, Wo = berat pada awal periode) b. Pertumbuhan
relatif (merupakan perubahan berat antar dua jangka waktu relatif terhadap berat awalnya)
Wt – Wo, (Wt = berat pada akhir periode, Wo = berat pada awal periode)
Wo
c. Laju pertumbuhan mutlak (merupakan perubahan berat dalam satu periode tertentu)
Wt - Wo
t1- t0
d. Laju pertumbuhan relatif (kecepatan pertumbuhannya bisa dinyatakan dalam hari, bulan atau
tahun)

38
Wt – Wo
Wo (t1 - t0)
e. Laju pertumbuhan spesifik (Specific Growth Rate)
Wt =Wo egt, (Wt = berat pada waktu t, Wo = berat awal)
g = lnWt – LnWo, (g = koefisien pertumbuhan, e = dasar logaritma natural) ∆t
Model matematika ini baik untuk pengukuran dalam jangka waktu yang pendek,
misalnya dalam jarak waktu satu tahun. Kekurangan model ini ialah apabila untuk menghitung
pertumbuhan seluruh hidup ikan tidak dapat diperlakukan dengan satu koefisienpertumbuhan.
Selain berbasis berat, pertumbuhan juga dapat diukur berdasarkan pertambahan panjangnya.
Perhitungan pertumbuhan berbasis panjang paling sering digunakan adalah rumus von
Bertalanffy.
L = L∞ (1-e-K(t-to)) atau L = L∞ (1-e-Kt
t t ) + Lo eKt
Lt = panjang ikan dalam waktu t,
L∞ = panjang maksimum,
Lo = panjang pada waktu t = 0

K = koefisien pertumbuhan

2. Hubungan panjang-berat (L-W Relationships)

Hubungan panjang dan berat sangat penting untuk menjelaskan sejarah ikan secara umum.
Keterangan tersebut akan bermanfaat dalam aspek pengelolaannya. Nilai hubungan
panjang - berat mempunyai fungsi praktis untuk memperkirakan berat tiap individu ikan berdasar
-
data panjang atau sebaliknya.Persamaan L W dapat dikatakan sebagai L -W key.

Berat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan berat hampir
mengikuti hukum kubik yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Namun demikian,
nilai yang sesungguhnya dari hubungan panjang dan berat ikan adalah berbeda
untuk masing-masing spesies karena bentuk dan ukuran yang berbeda.
Panjang dan berat ikan secara umum dihitung mengikuti persamaan:
W= aLb, (W = berat ikan, L=panjang ikan, a= konstanta,b= eksponen)

Data panjang dan berat ikan apabila diplot pada sumbu X dan sumbu Y, akan menunjukkan
kurva hubungan panjang -berat yang berbentuk parabolik. Hubungan panjang berat yang linier
akan diperoleh apabila data berat dan panjang diubah ke bentuk logaritma, yaitu dengan
merubah persamaan umum W =aLbmenjadi:
log W = log a + b log L, (log a = y adalah intercept, b= slope)

39
Harga b biasanya berkisar antara 2,0 -4,0 meskipun bisa juga bernilai < 2,0, dan sebagian

besar ikan mempunyai nilai b kurang lebih 3,0. Nilai b = 3,0 menggambarkan tipe pertumbuhan
ikan adalah isometri yang berarti pertambahan panjang dan berat ikan berjalan seimbang. Nilai b
≠ 3,0 menunjukkan tipe pertumbuhan allometri, yaitu pertambahan panjang yang tidak
seimbang dengan pertambahan beratnya. Nilai b > 3,0 menunjukkan pertambahan ikan lebih
cepat daripada perubahan panjangnya, sehingga ikan tersebut terlihat cenderung gemuk,
sedangkan nilai b < 3,0 menunjukkan pertambahan panjang ikan lebih cepat dari
pertambahanberatnya.
Nilai a dan b menunjukkan variasi yang tergantung pada beberapa hal, antara lain (1)
spesies, (2) jenis kelamin, (3) tingkat kematangan gonad, dan (4) intensitas makan. Untuk
mendapatkan gambaran yang baik dalam perhitungan hubungan panjang dan berat, perlu
dipisahkan antara (1) jenis kelamin ikan, (2) stadium hidup, (3) musim, dan (4) kelompok
ukuran (panjang) ikan karena akan menunjukkan perbedaan hasil. Setiap
kelompok, paling sedikit terdiri atas 10 ekor ikan. Pengelompokan diperlukan apabila ukuran
sampel ikan cukup beragam atau memiliki kisaran yang luas. Variasi nilai b mungkin·saja
ditemukan antara sampel belum dewasa, dewasa atau matang gonad, antara ikan jantan
dengan betina, musim kemarau dengan musim hujan. Nilai a dan b dapat berbeda pada
spesies yang berlainan sedangkan pada spesies yang sama perbedaan makan ditemukan pada
jenis jantan dan betina, perbedaan tahap kematangangonad, intensitas makan,dan sebagainya.
Pada waktu ikan akan memijah, perbedaan nilai hubungan panjang berat ikan jantan dan
betina akan sangat terlihat karena berat gonad mempunyai pengaruh yang besar terhadap
hasil perhitungan. Setelah melaksanakan materi praktikum ini mahasiswa diharapkan
mengetahui dapat menghitung dan menentukan hubungan panjang berat ikanpada berbagai
spesies.

3. Faktor Kondisi ataulndeks Ponderal

Faktor kondisi dapat digunakan sebagai penunjuk kondisi, keadaan atau kegemukan
pada ikan atau populasi ikan. Faktor kondisi(K) diperoleh dari persamaan yang
menggunakandata panjang dan berat ikan. Panjang ikan boleh dinyatakan dengan panjang
total (total length = TL), panjang baku (standard length = SL) atau panjang cagak (fork length
= FL) dalam satuan panjang tertentu (milimeter, sentimeter atau inci). Berdasarkan ukuran
panjang yang dipakai maka faktor kondisi juga akan mengikuti sebagai KTL, KSL, atau KFL.
Pengukuran berat dinyatakan dalam gram ataupon (pounds = 1lbs = 454 g).
Faktor kondisi dapat dinyatakan sebagai nilai K (dalam sistem metrik), C (dalam

40
sistem lnggris), atau R (dalam sistem campuran lnggris-Metrik). Bilangan pengali berkisar
antara 10² -10⁵. Perbedaan tersebut karena adanya perbedaan dalam satuan ukuran panjang
dan berat ikan. Faktor kondisi yang paling sering digunakan adalah Fulton-TypeCondition
Factor, ditunjukkan oleh persamaan:
K = berat / panjang³ x bilangan pengali

K = berat (g) /panjang³(mm) x 10 ……….. atau
²
K = berat (g) /panjang³ (cm) x 10 ……….. atau

C = berat (pound) /panjang³ (inci) x 10 …………. atau
R = berat (g) /panjang³ (inci) x 10

Sistem lnggris biasanya menggunakan ukuran panjang total dalam inci dan berat dalam
satuan pon. Konversi ke sistem metrik dapat dilakukan dengan mempergunakan persamaan
berikut:

CTL = 36,1 r3KSL

Dalam rumus ini, r menunjukkan nisbah panjang baku (SL) ke panjang total (TL) dan K
adalah nilai kondisi dalam sistem metrik.
Nilai faktor kondisi hanya dapat digunakan untuk melihat gambaran kondisi ikan pada satu
spesies. Nilai ini tidak dapat digunakan untuk membandingkan kondisi ikan antar spesies, ikan
atau grup ikan dengan panjang yang berbeda nyata karena hasil tersebut tidak tepat atau terjadi
penyimpangan dari sebenamya. Faktor kondisi (K) menunjukkan nilai yang
akurat apabila sampel dipisahkan antara jantan dengan betina, perbedaan musim dan kelompok
panjang tertentu. Pemilihan juga untuk mengetahui apakah ada variasi nilai K. Pada sampel
dengan ukuran yang heterogen, harus dipisahkan berdasar beda panjang ikan. Misal
dikelompokkan terlebih dahulu ukuran kecil, sedang, besar, baru selanjutnya dianalisis.
Pertumbuhan ikan tidak semuanya berjalan secara seimbang antara pertambahan panjang
dengan pertambahan beratnya (isometrik, b=3,0). Sehingga kemudian, dikembangkan juga
perhitungan faktor kondisi relatif yang mempertimbangkan persamaan hubungan antara panjang
dan berat. Persamaan faktor kondisi relatif adalah:

Kn = W/(aLb) atau Kn = W/W' (W= berat aktual,W' = berat estimasi)

41
C. Alat, Bahan, dan Cara Kerja
1. Menghitung Pertumbuhan
a. Bahan dan alat :
− Spesies ikan
− Bak atau aquarium
− Pelet sebagai bahan makanan
− Aerator
b. Cara kerja:
1) Bak dibersihkan dan diberi air serta dipasang aerator.
2) Timbang masing-masing spesies ikan (Wo), jumlah ditentukan.
3) lkan dilepaskan dalam bak.
4) Timbang pakan ikan (5% dari bearat total ikan) per hari. Untuk efiktivitas, timbang pakan
untuk keperluan 1 minggu dan pisahkan untuk pemberian pakan per hari. 5) Sisa pakan
yang ada didalam bak diambil setiap hari, dikeringkan dan ditimbang (untuk
mengetahuijumlah pakan yang dimakan ikan).
6) Lakukan sampling setiap 2 minggu sekali selama 2 bulan, catat berat ikan. 7)
Masukan semua hasil pengamatan dalam lembar kerja.
8) Hitunglah pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik ikan tersebut.
Catatan:
Kualitas air hanya diamati saat penebaran dan pemanenan, parameter yang rutin diamati
suhu dan DO (= dissolve oxygen, oksigen terlarut) saja.

2. Hubungan panjang-berat (L-W Relationships)

a. Bahan dan alat :


− Sampelikan (semakin banyak jumlahnya semakin baik)
− Timbangan/pengukur beratikan
− Alat pengukur panjang ikan
b. Cara kerja :
1) Pisahkan ikan antara jantan dan betina. Pisahkan juvenile dengan indukan; buat
kelompok ukuran apabila sampel heterogen.
2) Mengukur panjang ikan (panjang total) dan berat ikan.
3) Membuat 2 grafik hubunganpanjang berat ikandari persamaan: W=
aLb dan log W= log a+ blog L
4) Untuk menggambarkan hubungan antara log W dengan log L dapat digunakan 2 cara:

42
a) Mencari semua log L dan log W kemudian diplot pada sumbu X dan
sumbu Y.
b) Langsung diplot pada kertas grafik logaritma.
5) Penyajian hasil dilakukan menurut Rounsefell dan Everhart (1953) dan Lagler (1960)

dengan membuat tabel yang memuat harga panjang ikan (L),log L,berat ikan (W), log

W, log Ldikalikan log W dan (log L)²


6) Menghitung nilai a dan b adalah sebagai berikut:
No. L Log L W Log W Log L x Log W (Log L)²

Jumlah Σ Log L Σ Log W Σ Log L x Log W Σ (Log


L)²

N= jumlah ikan, L= panjang ikan, W = beratikan


2
Log a =∑ log W × ∑(log L) − ∑ log L × ∑(log L × log W)
�� × ∑( log ��)2 − (∑ log L)2

b =∑ logW−(N ×log a)
∑ log L

Selanjutnya masukkan nilaitersebut ke dalam persamaan :log W = log a + log L


Harga a diperoleh dengan antilog.

3. Faktor Kondisi
a. Bahan dan alat :
− Sampelikan dalam jumlah yang cukup
− Alat pengukur panjang ikan.
− Timbangan
− Kertas /tissue
− Piring preparat
b. Cara kerja:
1) Angkat ikan dari air, letakkan di atas kertas serap
2) Mengukur panjang ikan (SL, TL, FL) (cm)
3) Menimbang ikan (g)
4) Masukan data-data dalam lembar kerja dan hitung nilai Faktor Kondisi
43
VI. RESPIRASI HEWAN AKUATIK
(LAJU KONSUMSI OKSIGEN DAN DO KRITIS)

A. Tujuan Praktikum
1. Membandingan laju konsumsi oksigen pada beberapa spesies ikan
2. Mengetahui dan mempelajari laju konsumsi oksigen pada beberapa spesies ikan
3. Mengetahui cara pengukuran DO kritis
4. Mempelajari dan membandingkan DO kritis pada beberapa spesies ikan

B. Dasar Teori
Respirasi adalah salah satu kebutuhan dasar makhluk hidup. Dalam respirasi, terjadi
proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO2, H2O dan
energi. Respirasi merupakan salah satu reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi menjadi
CO2 sedangkan O2 yang diserap berperan sebagai oksidator dan mengalami reduksi menjadi
H2O. Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh
per satuan waktu. Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi
merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada keberadaan
oksigen. Reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi adalah: C6H12O6 +6O2 🡪 6CO2 +
6H2O + ATP
Laju metabolisme dapat diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang
dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena oksidasi dari
bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk menghasilkan
energi yang dapat diketahui jumlahnya. Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup
diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen. Laju metabolism dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain (1) temperatur, (2) spesies hewan, (3) ukuran badan, dan (4)
aktivitas.
Laju konsumsi oksigen dapat ditentukan dengan beberapa cara, antara lain dengan
menggunakan respirometer, metode Winkler, dan respirometer Scholander. Penggunaan
masing-masing cara didasarkan pada jenis hewan yang akan diukur laju konsumsi
oksigennya. Respirometer dipakai untuk mengukur konsumsi oksigen hewan yang
berukuran kecil seperti serangga atau laba-laba. Metode Winkler merupakan suatu cara
untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut di dalam air, sehingga kita dapat
mengetahui banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh hewan air seperti ikan.

44
Penentuan laju konsumsi oksigen (mg O2/kg/menit), dapat dihitung menggunakan
rumus:
(DO1 − DO2) × Db
W
Keterangan: DO = dissolve oxygen, oksigen terlarut; DO1 = DO awal (mg/l); DO2 = DO akhir
(mg/l); W = berat; Db = debit air (l/menit)
Dalam penentuan laju konsumsi oksigen tersebut, waktu yang diperlukan oleh suatu partikel air
untuk melewati seluruh bagian respirometer disebut dengan retention time, yang dapat dihitung
dengan rumus:
Volume respirometer
Debit air yang keluar dari respirometer

C. Alat dan Bahan


7. Respirometer
8. Timbangan
9. Beberapa jenis ikan (ikan dan udang)
10. Alat dan bahan uji kimia kualitas air

D. Cara Kerja
1. Laju konsumsi oksigen
a. Menimbang massa ikan
b. Menghitung volume respirometer
c. Memasukkan air ke respirometer sampai ¾ bagian
d. Memasukkan ikan kedalam respirometer
e. Menghitung DO awal (DO air yang digunakan sebelum dimasukkan kedalam respirometer)
f. Mengalirkan air masuk ke respirometer sampai penuh (tidak terdapat gelembung udara)
dan aliran air stabil
g. Menghitung debit air yang keluar dari respirometer
h. Menghitung retention time
i. Menghitung DO akhir setelah retention time
j. Menghitung laju konsumsi oksigen dengan rumus
2. DO kritis
a. Menutup saluran masuk dan keluar respirometer
b. Mengukur DO setelah ikan menunjukkan gejala kematian

45
VII. SISTEM PENCERNAAN HEWAN AKUATIK

A. Tujuan Praktikum
1. Mengenal struktur organ pencernaan pada beberapa hewan akuatik
2. Menganalisa dan mengetahui perbedaan struktur organ pencernaan pada beberapa jenis
ikan

B. Dasar Teori
Secara anatomi, sistem pencernaan ikan (Gambar 7.1) sangat berkaitan dengan bentuk
tubuh, tingkah laku, dan umur ikan. Sistem pencernaan ikan dapat dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu saluran pencernaan (tractus digestivus) dan kelenjar pencernaan (glandula digestoria).
Saluran pencernaan ikan, secara umum berturut-turut terdiri atas mulut, rongga mulut, faring,
esophagus, lambung, pylorus, usus, rectum dan anus, sedangkan yang termasuk kelenjar
pencernaan antara lain lambung, hati, dan pankreas.

Gambar 7.1. Bagian tubuh dan sistem pencernaan ikan (sumber:


anatomynote.com)

1. Mulut
Mulut terletak di ujung caput (kepala) dengan posisi yang sangat bervariasi tergantung spesies.
Perbedaan posisi mulut ini sangat tergantung pada jenis makanannya. Pada beberapa ikan, disekitar
terdapat organ yang berperan sebagai alat peraba atau pendeteksi makanan.

46
2. Rongga mulut
Rongga mulut terdapat dibagian belakang mulut. Rongga mulut berhubungan langsung dengan
faring dan terdapat beberapa organ seperti gigi, lidah, dan palatin.
3. Faring
Lapisan permukaan faring hampir sama dengan rongga mulut. Salah satu fungsi faring adalah
tempat penyaringan makanan dan tempat pembuangan makanan yang tidak bisa ditelan melalui
celah insang.
4. Esofagus
Esofagus adalah tenggoran dari ikan yang berbentuk seperti pipa yang berguna sebagai jalan proses
penelanan makanan. Esofagus juga berperan dalam penyerapan garam melalui difusi pasif untuk
mempermudahlan penyerapan air oleh usus dan rectum.
5. Lambung
Lambung ikan memiliki ukuran relatif besar dibandingkan dengan organ pencernaan lain. Besar
ukuran lambung berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung makanan. Pada beberapa ikan
yang tidak memiliki lambung, fungsi organ ini digantikan oleh usus depan yang dimodifiasi
menjadi kantong yang membesar.
6. Pilorus
Pilorus terletak di antara lambung dan usus depan. Pilorus memiliki ukuran yang kecil/menyempit.
Fungsi utama pylorus adalah sebagai pengatur pengeluaran makanan (chyme) dari lambung ke
usus. 7. Usus (intestinum)
Usus tersusun dari beberapa lapisan sel epitel dan otot. Anatomi usus ikan hampir sama dengan
vertebrata terrestrial, dimana dalam usus akan dieksresikan enzim-enzim pencernaan dari pankreas.
Fungsi utama usus adalah tempat penyerapan nutrisi makanan yang terjadi di sepanjang dinding
usus halus, dan zat makanan yang tidak dicerna akan di teruskan ke rektum untuk dibuang melalui
anus.
8. Rektum
Rektum merupakan ujung saluran pencernaan yang secara anatomis sulit untuk membedakan batas
antara usus dengan rectum, namun secara histologis batas antara keda tersebut dapat dibedakan
berdasarkan katup rektum. Rektum berfungisi dalam penyerapan air dan ion. 9. Kloaka
Kolaka adalah ruang tempat bermuaranya saluran pencernaan dan saluran uregenital. Pada ikan,
kloaka hanya dijumpai pada ikan bertulang rawan.
10. Anus
Anus adalah ujung dari saluran pencernaan. Pada ikan sejati anus terletak didepan saluran genital.
Pada ikan yang memiliki bentuk tubuh memanjang, anus terletak jauh dibelakang kepala berdekatan
dengan pangkal ekor. Sedangkan ikan yang tubuhnya membundar, anus terletak didepan pangkal
ekor mendekati sirip dada.

47
C. Alat dan Bahan
1. Alat : piring preparat, alat sectio (pinset, scalpel, gunting).
2. Bahan : beberapa jenis sediaan ikan (hervibor (bandeng gurame), carnivore (lele, gabus),
omnivore (nila), udang galah.

D. Cara Kerja
1. Sediaan ikan di-sectio. Sectio dilakukan mulai dari anus sampai kebagian operculum.
2. Urai sistem pencernaan ikan
3. Gambar struktur anatomi dan morfometri sistem pencernaan ikan dan beri keterangan
bagian-bagiannya.
48
VIII. KEBIASAAN MAKAN HEWAN AKUATIK

A. Tujuan
Mengetahui jenis pakan alami ikan sebagai dasar pengetahuan untuk mempelajari interaksi
antar organisme di suatu habitat.

B. Dasar Teori
Studi isi lambung atau saluran pencernaan ikan merupakan salah satu pendekatan untuk
mengetahui kebiasaan pakannya. Hasil studi mungkin saja kurang akurat karena tidak mudah
memastikan pakan alami yang sesungguhnya. Namun demikian, pendekatan melalui analisis isi
lambung dirasakan cukup baik saat ini.
Beberapa hal yang perlu dicermati adalah (1) ikan biasanya akan memuntahkan pakan yang
baru dimakan kalau ikan dimatikan dengan memasukkannya ke dalam larutan formalin. Hal
tersebut sebagai respon tubuh karena shock tiba-tiba yang dialami ikan yang bersangkutan, (2)
material yang ditemukan dalam lambung, belum tentu merupakan pakan alami atau pakan
kesukaannya. Oleh karena itu diperlukan informasi pelengkap, seperti letak dan bentuk mulut,
panjang saluran (relative gut length), dan jenis pakan alami yang tersedia di habitat/lingkungannya.
Pakan dan makan mempunyai hubungan yang erat dengan morfologi ikan, misalnya bentuk tubuh,
sirip, mulut, letak gigi, dan sebagainya. Setiap spesies ikan mempunyai jenis pakan alami yang
berbeda satu dengan lainnya. Bahkan dalam satu spesies, banyak dijumpai perbedaan jenis paka
yang dimakan pada setiap fase hidupnya. Studi isi saluran pencernaan dapat digunakan untuk
mengetahui kebiasaan pakan dan dapat digunakan untuk menentukan pakan suatu spesies ikan
termasuk pemakan plankton, nekton, bentos, bentuk makanan pokoknya, makanan kesukanaannya,
dan lain-lain. Analisis isi saluran pencernaan dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu:
1. Metode numerik; adalah metode menghitung yang dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu
occurrence method, number method, dominance method, dan points/numerical method. 2. Metode
volumetrik; adalah metode berbasis volume yang dapat dilakukan dengan tiga cara,
yaitu eye estimation method, points (volumetry) method dan metode pemindahan. Metode
gravimetrik; adalah metode berbasis bobot berat. Metode ini mirip dengan metode
volumetrik. Perbedaannya terletak pada parameter yang diukur, yaitu berat kering setiap jenis
pakan dan dinyatakan dalam % terhadap total beratnya.

C. Bahan dan Alat


- berbagai spesies ikan
- alat bedah (gunting, pinset, skalpel , piring preparat)
- petridish

49
- tabung reaksi
- gelas ukur
- alat suntik spuit
- benang
- tissue
- pipet tetes
- mikroskop
D. Cara Kerja
1. Sampel ikan dan kepiting diukur panjang dan beratnya
2. Ikan dimatikan dengan cara menusuk bagian kepala dengan skalpel
3. Ikan dibedah dan diambit lambungnya, dengan cara mengikat kedua ujung lambung ikan
tersebut memakai benang, kemudian dipotong, diusahakan agar tidak ada isi lambung
yang keluar
4. Catatlah panjang lambung dan panjang seluruh saluran pencernaan.
5. Setelah bagian lambung diambil, suntikkan aquadest secara perlahan - lahan ke dalam
lambung sampai penuh. Catat volume aquadest yang disuntikkan.
6. Keluarkan seluruh isi saluran pencernaan/lambung ke dalam gelas ukur. Catat volume isi
lambung + aquadest.
7. Tuangkan isi saluran pencernaan pada petridisk, amati isi saluran secara keseluruhan secara
makroskopis.
8. Ambil satu tetes (dengan pipet), amati di bawah mikroskop. Lakukan 10 x pengamatan.
9. Masukkan data - data yang diperoleh ke dalam lembar kerja.
10. Hitunglah derajat kepenuhan lambung, rasio panjang alat pencernaan panjang total, dan
frekuensi jenis pakan dari seluruh sampel ikan.
11. Buku plankton bentos

50
IX. REPRODUKSI IKAN - I
(PENGAMATAN JENIS KELAMIN IKAN SECARA MORFOLOGI)

A. Tujuan
1. Mengetahui dan mengenali perbedaan tanda seksual primer dan sekunder 2. Terampil
dalam membedakan ikan jantan dan betina pada berbagai spesies ikan dan lobster air tawar.
B. Dasar Teori
Pengetahuan tentang reproduksi ikan merupakan bagian yang sangat penting dalam biologi
ikan. Dasar ini dapat digunakan dan dikembangkan untuk pengelolaan sumberdaya ikan. Salah satu
pengetahuan reproduksi yang harus dipahami adalah pembedaan jantan dan betina. Ikan jantan dan
betina secara umum dapat dibedakan berdasarkan tanda-tanda seksual primer maupun tandatanda
seksual sekunder.
Tanda seksual primer ditandai oleh adanya organ yang berhubungan langsung dengan proses
reproduksi. Jenis jantan berupa testis dengan pembuluhnya, sedangkan pada ikan betina adalah
ovarium dengan pembuluhnya. Sifat seksual merupakan tanda di luar sifat seksual primernya, dan
digunakan untuk membedakan jenis jantan atau betina. Tanda-tanda tersebut adalah:
1. Perbedaan bentuk (seksual dimorfisme), yakni perbedaan bentuk yang ditunjukkan oleh jantan
atau betinanya. Dimorfisme bervariasi antar spesies yang berbeda, sebagai contoh pada
keluarga Stomatidae, seks dimorfisme yang tampak dari luar adalah jenis jantan mempunyai
bentuk lebih kecil dan mata lebih besar dari pada jenis betinanya. Contoh lain, ikan salmon
jantan rahangnya lebih melengkung daripada betinanya (Gambar 9.1). Pada ikan gurami ikan
jantan berbibir lebih tebal, dahi lebih menonjol dibandingkan dengan ikan betina;

Gambar 9.1. Perbedaan jantan dan betina pada Sockeye salmon

51
2. Perbedaan warna (seksual dichromatisme), pada ikan mujair jantan warnanya lebih kelam
daripada ikan betina;
3. Tanda lain, berupa tanda permanen atau non permanen. Tanda permanen selalu ada baik
sebelum maupun sesudah masa pemijahan, sedangkan tanda non permanen hanya muncul pada
saat musim pemijahan dan akan hilang sesudah musim pemijahan. Tanda permanen lebih
sering ditemukan pada yang jantan, contohnya adalah ikan bowfin (Amia calva) jantan yang
terdapat bulatan hitam pada bagian ekornya (Gambar 9.2).
Gambar 9.2. Bowfin (Amia calva) jantan

C. Bahan dan Alat


- Berbagai spesies ikan (lele, nila, guppy, ikan ekor pedang, cupang, dan lobster air tawar)
- Alat pengukur panjang dan berat
- Alat bedah (gunting, pinset, skalpel, piring preparat)
- Tisu

D. Cara Kerja
1. Melihat kenampakan luar :
a. Mengukur panjang dan berat ikan, kemudian amati bentuk tubuh dan ukuran ikan.
b. Amati dan rabalah operkulum, bagian perut dan lubang genitalnya.
c. Amatilah warna, atau tanda-tanda seksual sekunder lainnya.
d. Gambarlah bentuk bagian lubang genital
e. Masukanlah semua hasil pengamatan/data lain dalam lembar kerja yang disediakan.
f. Simpulkan jenis kelamin ikan yang diamati berdasarkan tanda seksual sekunder. 2. Melihat
bagian dalam :
a. Lakukan pembedahan pada ikan
b. Amati gonadnya, apakah memiliki testis dan pembuluhnya atau ovarium dan
pembuluhnya, kemudian tentukan jenis kelaminnya
c. Data dicatat, masukan tabel pengamatan
d. Bandingkan hasil pengamatan jenis kelamin berdasar sifat seksual primer dan
sekundar yang diamati

52
X. REPRODUKSI IKAN - II: PENGAMATAN GONAD HEWAN AKUATIK
(TINGKAT KEMATANGAN GONAD, INDEK KEMATANG GONAD,
FEKUNDITAS, DAN PENGAWETAN TELUR)

A. Tujuan
1. Mengetahui dan dapat menentukan tahap kematangan gonad pada berbagai spesies ikan
secara benar
2. Mampu menghitung indek kematangan gonad dan mengetahui perubahan pada gonad
secara kuantitatif
3. Mengetahui berbagai metode penghitungan fekunditas dan dapat melakukan perhitungan
jumlah telur atau fekunditas pada berbagai spesies ikan dengan benar
4. Mengetahui metode dan mampu membuat koleksi sperma dalam bentuk awetan.

B. Dasar Teori
Tingkat kematangan/kedewasaan ikan adalah derajat kematangan ovari atau testis pada ikan.
Derajat kematangan memberikan gambaran kedewasaan ikan yaitu lama lagi ikan tersebut dapat
memijah/bertelur. Untuk melihat perkembangan gonad dapat dilakukan dengan mikroskop (secara
histologi: melihat diameter telur) dan tanpa mikroskop (mengamati tanda-tanda pada ikan, data
panjang-berat, raba/urutan (bila perlu) pada perut ikan kearah lubang genitalnya untuk melihat
sperma atau telur yang keluar. Beberapa tanda yang dapat digunakan untuk menentukan tahap
kematangan gonad di laboratorium atau di lapangan diantaranya ialah:
1. Ikan betina: bentuk ovarium, besar kecilnya ovarium, pengisian ovarium dalam rongga tubuh,
warna ovarium, halus tidaknya ovarium, ukuran telur dalam ovarium secara umum, kejelasan
bentuk dan wama telur dengan bagiannya, ukuran/garis tengah telur, dan wama telur
2. Ikan jantan: bentuk testis, besar kecilnya testis, pengisian testis dalam rongga tubuh, warna
testis, keluar tidaknya cairan dari testis/dalam keadaan segar.
Penentuan kematangan gonad pada ikan ovipar dapat dilakukan melalui beberapa tahap, antara lain
(1) immature; (2) developing, ripening; (3) mature; dan (4) spent atau recovery. Berat gonad
semakin bertambah mencapai maksimum sesaat sebelum terjadi pemijahan dan kembali menurun
dengan cepat sesudahnya. Perubahan kondisi gonad secara kuantitatif dinyatakan sebagai suatu
Indeks Kematangan Gonad (IKG). Sejalan dengan perubahan TKG, nilai IKG akan mengalami
perubahan pula. Indeks kematangan juga merupakan metode tidak langsung untuk memperkirakan
masa pemyahan suatu spesies ikan. Beberapa macam indeks antara lain:

53
Secara umum
fekunditas adalah jumlah telur matang dalam indung telur yang siap untuk dikeluarkan pada saat
pemijahan . Fekunditas sering kali dikemukakan dalam nilai total, mutlak atau individu dan relatif.
Fekunditas total menunjukkan jumlah telur pada induk selama hidupnya. Fekunditas mutlak atau
individu adalah jumlah telur untuk generasi tahun itu, yang berada dalam ovari atau yang dapat
dikeluarkan pada tahun tersebut. Fekunditas relatif menunjukkan jumlah telur per satuan berat atau
panjang ikan pada satu kali musim pemijahan, kadang tidak semua telur dikeluarkan. Data
fekunditas dapat digunakan untuk menghitung potensi reproduksi suatu populasi serta
mempersiapkan jumlah induk ikan yang diperlukan untuk produksi benih. Perhitungan fekunditas
dapat dilakukan secara langsung maupun sub sampling dengan metode volumetri dan gravimetri
terhadap telur yang sudah matang. Fekunditas, sering dikaitkan dengan panjang, berat dan umur
ikan. Apabila panjang ikan diplot terhadap fekunditasnya kita akan mendapatkan persamaan
sebagai berikut

F = aLb atau log F = log a + b log L

Fekunditas masing - masing ikan menunjukkan keragaman, antara lain karena faktor genetik,
ukuran (panjang dan berat), umur ikan, musim dan sediaan pakan dimasa - masa sebelumnya.
Jumlah telur akan meningkat secara lambat sejalan dengan pertambahan umur ikan sampai batas
tertentu. Apabila ikan mendekati masa tuanya fekunditas umumnya semakin menurun.
Metode pengawetan sperma bertujuan agar sampel sperma yang akan diamati tidak
mengalami perubahan yang menyebabkan tidak akurat. Untuk mengawetkan sperma ada beberapa
bahan pengawet yang sering digunakan diantaranya:
1. Larutan Formalin
2. Larutan Alkohol
3. Larutan Gilson
4. Cara pendinginan

54
C. Bahan dan Alat
- berbagai jenis ikan (matang gonad): ikan lele dan udang galah
- alat pengukur panjang dan berat
- alat bedah (gunting, pinset, skalpel, piring preparat)
- timbangan analitis
- gelas arloji
- tissue
- gelas ukur
- tabung reaksi
- plastik
- karet/benang

D. Cara kerja:
1. Tingkat kematangan gonad
a. Ukur panjang dan berat ikan, kemudian matikan ikan dengan menusuk bagian
kepala menggunakan skalpel.
b. Ikan diletakkan di atas piring preparat, kemudian dibedah.
c. Lihat bagian gonad dan amati tingkat kematangannya.
d. Catat hasil pengamatan dalam data pengamatan dalam lembar kerja.
e. Lakukan pengumpulan data pengamatan dari seluruh kelompok, kemudian buat
distribusi tingkat kematangan gonad dari masing-masing jenis kelamin dan spesies
ikan.
2. Indek kematang gonad
a. Mengambil sampel ikan, kemudian dikering anginkan
b. Mengukur panjang dan berat ikan
c. Mematikan dan membedah ikan, amati tingkat kematangan gonadnya, catat dalam
lembar kerja.
d. Mengambil gonad, kemudian dibersihkan dengan tisue dan ditimbang dengan
timbangan yang mempunyai tingkat ketelitian tingggi.
e. Hitunglah Indeks Kematangan Gonad
f. Masukkan semua hasil pengataman/data dalam lembar kerja.
g. Kumpulkan semua data yang ada kelompok, kemudian kelompokkan nilai maksimum,
rerata dan minimum IKG sesuai TKG untuk masing-masing spesies ikan.

55
3. Fekunditas
a. Perhitungan telur secara langsung
1) Mengukur panjang dan berat ikan
2) Mematikan ikan kemudian dibedah untuk mengambil seluruh gonad
3) Pisahkan telur, hitung satu per satu
4) Hasil pengamatan dicatat pada tabel
b. Perhitungan telur dengan cara subsampling
1) Volumetri
a) Mengukur panjang dan berat ikan
b) Mematikan ikan, dibedah untuk mengambil seluruh gonadl telur
c) Seluruh gonad diangkat letakkan di atas tisu, biarkan kering angin
d) Gelas ukur disi air → catat a ml
e) Masukkan seluruh telur ke dalam gelas ukur → catat b ml. Volume total
telur = (b - a) ml = V ml
f) Keluarkan telur dari gelas ukur, biarkan kering angin
g) Ambil sedikit contoh telur, ukur volume sampel telur dengan teknik
pemindahan air (seperti no 5). Tentukan volume sampel telur berdasar
selisih volume (volume sampel telur + air) – (volume air), catat = v ml
h) Keluarkan telur dan gelas ukur, letakkan di atas kertas serap, biar kering,
dan hitunglah jumlah sampel telur (n). Tentukan jumlah total telur dalam
gonad dengan rumus
N = (V/v) x n N = jumlah (total) telur
n = jumlah telur pada contoh yang diambil
V = volume total telur
v = volume contoh telur
Cara lain:
a) Tentukan volume total telur (langkah 1 s/d 5 = di atas), catat V ml
b) Ambil sebagian telur, hitung 100 telur, sisihkan dan ukurlah volumenya
dengan teknik pemindahan air →v 3) Hitung jumlah total telur dalam
gonad: N = (V/v) x 100
N = jumlah (total) telur
V = volume total telur
v = volume contoh telur

56
2) Gravimetri
Secara prinsip sama dengan metode volumetri (tetapi mendasarkan pada berat).
Sampel telur yang diambil juga bisa ditentukan terlebih dahulu jumlahnya
(misalnya 100 butir) atau tidak.
N = (G/g) x n atau N = (G/g) x 100 (jumlah sampel ditentukan)
N = jumlah (total) telur
n = jumlah telur pada contoh yang diambil
G = berat total telur
g = berat contoh telur
Catat semua hasil pengamatan dalam lembar kerja
c. Pengawetan telur
1) Ikan diukur panjang dan beratnya
2) Ikan dibedah, angkat seluruh gonad dengan hati-hati tanpa merusak telur
3) Awetkan telur sesuai dengan metode yang dipilih
a) Masukkan telur ke dalam tabung/botol yang berisi pengawet (formalin 5%,
alkohol 70%, larutan Gilson), rendam seluruh telur. Tutup tabung dengan
plastik, ikat dengan kuat.
b) Masukkan telur dalam wadah plastik, masukkan dalam lemari pendingin 4)
Berikan label keterangan pada tabung/wadah dan simpanlah di tempat yang sejuk
(khusus metode pendinginan masukkan ke lemari pendingin).
5) Amati perubahannya dan catat semua data dalam lembar kerja yang tersedia.
57
XI. HEMATOLOGI HEWAN AKUATIK - I
(JUMLAH ERITROSIT, JUMLAH LEUKOSIT, HEMATOKRIT
LEUKOKRIT DAN HAEMOGLOBIN)

A. Tujuan
1. Mengetahui morfologi darah ikan.
2. Mengetahui dan menghitung jumlah eritrosi dan leukosit pada ikan dengan menggunakan
haemocytometer.
3. Dapat membedakan eritrosit dan leukosit pada ikan secara mikroskopis. 4. Mengetahui
gejala dan factor penyebab ketidaknormalan jumlah eritrosit dan leukosit pada ikan.
5. Menghitung persenntase volume eritrosit dan leukosit dalam dalam darah ikan.
6. Mebandingkan hematokrit dan leukosit ikan sehat dengan ikan sakit.
7. Mengetahui tipe leukosit dan tipe yang doinan di dalam darah ikan.
8. Mampu menghitung jenis leukosit berdasarkan metode pengecatan.

B. Dasar Teori
Darah ikan terdiri atas komponen cairan yang disebut plasma dan komponen seluler yang
dinamakan sel-sel darah. Sel-sel darah tersebut terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel
darah putih) dan trombosit (keping darah), yang diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi
tertutup. Hitung jumlah eritrosit dan leukosit dilakukan dengan 2 metode, yaitu manual dan
elektronik. Untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah haemolisis, darah diencerkan
dalam larutan pengencer isotonis. Sedangkan untuk penghitungan leukosit, darah diencecrkan
dengan larutan asam lemah, sel-sel erotrosit akan mengalami hemolysis serta darah menjadi lebih
encer, sehingga sel-sel leukosit lebih mudah dihitung.
Hitung jenis leukosit dilakukan untuk menetapkan prosentase jenis leukosit yang ada di
dalam darah. Hitung jenis leukosit biasanya dilakukan pada sediaan apus yang dibuat pada kaca
objek dengan pewarnaan tertentu. Karena itu perlu diuraikan pembuatan sediaan apus, cara
mewarnai serta memeriksa dan melaporkan hasilnya.
Hematokrit dan leukorit adalah prosentase volum eritrosit dan leukosit dalam darah.
Pemeriksaan tersebut merupakan salah saatu pemeriksaan yang paling tepat dan dapat dipergunakan
sebagai tes penyaring sederhana terhadap anemia. Metode pengukuran hematokrit dan leukokrit
yang biasa dilakukan adalah metode makro (tabung wintrobe) dan metode mikro (tabung kapiler).
Metode mikro memiliki ketetapan yang relatif kurang, akan tetapi metode ini lebih banyak
digunakan karena waktu sentrifuge-nya lebih pendek serta spesimennya yang diperiksa lebih
sedikit. Prinsip dari metode ini adalah darah yang disentrifuge sel -sel eritrositnya akan
dimapatkan.

58
Tingginya kolom eritrosit dan luekosit masing-masing diukur dan dinyatakan dalam perssen dari
total darah tersebut.

C. Bahan dan Alat


- Sampel darah ikan
- Spuite
- EDTA
- Mikrotube
- Tabung kapiler
- Pipet tetes
- Pipet Gondok
- Mikropipet
- Object glass
- Cover glass
- Haemocytometer
- Mikroskop
- Handcounter
- Gunting dan lap kain
- Sentrifuge
- Jangka sorong
- Aquades
- Methanol
- Cat giemsa
- Larutan Hayem
- Larutan A (fresh): Methyl red (25 mg) dan NaCl (0,9 g) dalam 100 ml aquades. - Larutan B
: Crystal violet (12 mg), Sodium citrate (0,8 g), formalin (4ml) ditambah aquades hingga 100
ml

D. Cara Kerja
1. Jumlah Eritrosit dan Leukosit
a. Eritrosit
1) Darah disedot hingga batas 0,5 pada pipet gondok
2) Laruta hayem disedot sampai batas 101
3) Dikocok selama kurang lebih 3 menit
4) Diteteskan pada kaca haemocytometer (bidang hitung)

59
b. Leukosit
1) Darah diambil menggunakan mikropipet sebanyak 5 µl
2) Darah dimasukkan ke dalam mikrotube
3) 20 µl larutan A diambil dan dimasukkan ke dalam mikrotube yang telah terisi darah
4) Dilakukan pipetting selama 1 menit
5) 175 µl larutan B diambil, dimasukkan ke dalam mikrotube yang sama
6) Dilakukan pipetting selama 1 menit
7) Diteteskan pada kaca heaemocytometer (bidang hitung)

2. Hematokrit-Leukokrit
a. Darah ikan ddiambil dengan menggunakan spuit yang telah dibasahi dengan EDTA
b. Darah dimasukkan ke dalam mikrotube
c. Darah dimasukkan ke dalam pipa kapiler (2/3). Salah satu ujung pipa kapiler ditutup
dengan menggunakan lilin virtex
d. Pipa kapiler dibungkus dengan tissue dan dimasukkan ke dalam sentrifuge
e. Sampel disentrifuge dnegan kecepatan 1.500 rpm selama 5 menit
f. Ketinggian leukosit dan eritrosit masing-masing diukur dengan jangka sorong
g. Hitung persentase hemtokrit dan leukosit
3. Haemoglobin
a. Darah ikan diambil dengan spuit dan ditambahkan EDTA.
b. HCl 0,1 N dimasukkan ke dalam tabung pengencer sampai batas skala terbawah
(ujung pipet menyentuh dasar tabung).
c. Darah yang telah diberi EDTA dimasukkan sebanyak 20µl ke dalam tabung
pengencer tersebut.
d. Tabung pengencer dimasukkan ke dalam komparator blok.
e. Aquades ditambahkan tetes demi tetes sambil diamati dengan latar belakang
cahaya matahari hingga warna sama dengan background.

60
XII. HEMATOLOGI HEWAN AKUATIK - II
(MORFOLOGI DARAH UDANG DAN JENIS LEUKOSIT IKAN)

A. Tujuan
1. Mengetahui tipe leukosit dan tipe yang dominan di dalam darah ikan.
2. Mampu menghitung jenis leukosit berdasarkan metode pengecatan. 3.
Mengetahui morfologi sel darah krustasea (hematocyte).
4. Menghitung jumlah total sel darah krustasea (hematocyte).

B. Dasar Teori
Sistem peredaran darah pada udang adalah system peredaran darah terbuka yang
artinya darah beredar tanpa melalui pembuluh darah. Haemolymph merupakan cairan
analog pada udang/krustasea yang mengandung air, bahan organik, bahan anorganik, dan
sel darah. Sel darah udang/krustasea tidak mengandung hemoglobin, melainkan
hemocianin yang daya ikatnya terhadap oksigen sangat rendah. Udang/krustasea
mempunyai dua jenis sel darah yaitu sel darah granular dan agranular (hyaline). Sel darah
granular (sering dibedakan menjadi granular dan semi/small granular) disebut sebagai
granulosit yang berperan dalam transpot oksigen dan sari-sari makanan. Sel darah
agranular disebut juga agranulosit berberan dalam system kekebalan tubuh
udang/krustasea.
Cairan haemolymph pada udang/krustasea memiliki beberapa fungsi yang penting
salah satunya adalah mendistribusikan sari-sari makanan ke seluruh jaringan. Selain itu,
haemolymph juga membawa zat sisa metabolism untuk dikeluarkan oleh tubuh. Penyebaran
hormone dalam tubuh udang/krustasea juga dibantu haemolymph. Haemolymph juga
menyimpan material-material yang diperlukan dalam pergantian kulit (moulting).
Morfologi darah udang windu dapat dilihat pada Gambar 12.1.

Gambar 12.1.
Morfologi sel darah udang windu
(Penaeus monodon)
(sumber: Sritunyalaksana, et al., 2005)

61
C. Alat dan bahan
− Haemolymph (udang galah atau lobster air tawar)
− Larutan cat Giemsa
− Methanol
− Larutan formalin 10%
− Spuit
− Object glass dan cover glass
− Mikroskop
− Haemocytometer

Cara Kerja
1. Mengambil sampel darah udang/krustasea
a. Ambil 0,2 ml larutan formalin 10% dengan spuit ukuran 1 ml, kemudian ambil darah
udang pada bagian tengah perbatasan chepalothorax dan abdomen atau pada bagian
awal abdomen sebelum kaki renang sebanyak 0,2 ml.
b. Homogenkan antara larutan formalin 10% dengan darah udang dalam spuit tersebut.
Setelah homogeny, darah udang siap untuk diamati pada tahap berikutnya. 2. Cara
membuat sediaan haemolymph
a. Lepaskan jarum dari spuit, lalu teteskan darah pada object glass yang telah disiapkan
sebelumnya.
b. Letakkan sediaan di rak pengecatan dengan sediaan apus haemolymph di bagian atas.
c. Genangi dengan methanol secukupnya selama 5-10 menit, kemudian buanglah
kelebihan methanol dari sediaan dengan menggunakan kertas tissue.
d. Genangi dengan cat giemsa selama 25 menit.
e. Bilas dengan akuades atau air kran dan kering anginkan di udara
f. Amati dengan mikroskop morfologi darah udang/krustasea (granulosit dan
agranulosit).
3. Menghitung total sel darah udang
a. Teteskan sampel darah udang diatas pada haemocytometer seperti pada waktu
melakukan pengamatan sel darah merah atau putih dari darah ikan.
b. Amati di bawah mikroskop 4 kotak besar dengan ukuran 1,0 x 1,0 x 0,1 mm3.

62
4. Jenis Leukosit
a. Darah yang sudah diberi EDTA dimasukkan ke dalam pipa hematocrit
b. Kapiler hematocrit ditutup dengan lilin virtex
c. Sentrifuge pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit
d. Leukosit diambil dan dibuat preparat apus
e. Hitung jumlah leukosit dan diamati jenisnya menggunakan mikroskop

Preparat apus
a. Leukosit diteteskan pada objct glass
b. Cover glass dan object glass diposisikan membentuk sudut 30°, kemudian ditarik ke
arah belakang
c. Sampel kemudian difiksasi dengan methanol
d. Sampel dicat dengan menggunakan giemsa dan dikering anginkan
e. Sampel dibilas dengan aquades dan dikering anginkan
f. Amati jenis leukosit di bawah mikroskop
g. Hitung jumlah tota leukosit dalam 10 bidang pandang preparat apus

63

LAMPIRAN
64
Lampiran 1. Anatomi sponge

Anatomi Sponge
https://poriferabasics.weebly.com/anatomy.html
Nomenclature of Common Megascleres & Microscleres in Fossil and Modern
Sponges http://paleo.cortland.edu/tutorial/Protista/porifera.htm

65

Type of spicules
https://biologyeducare.com/porifera/
Demospongiae morphology and spicule diversity
A. Bath sponge, Spongia officinalis, Greece (photo courtesy E. Voultsiadou); B. Bathyal
mud sponge Thenea schmidti; C. Papillae of excavating sponge Cliona celata protruding
from limestone substratum (photo M.J. de Kluijver); D. Giant rock sponge,
Neophrissospongia, azores (photo F.M. Porteiro/ImagDOP); E. Giant barrel sponge
Xestospongia testudinaria, Lesser Sunda Islands, Indonesia (photo R. Roozendaal); F.
Amphimedon queenslandica (photo of holotype in aquarium, photo S. Walker); G. SEM
images of a selection of microscleres and megascleres, not to scale, sizes vary between
0.01 and 1 mm. doi:10.1371/journal.pone.0035105.g002

66
Carnivorous sponge diversity
A. Cladorhiza abyssicola (from Fig. 17 in [172], scale approximate); B. Cladorhiza sp.,
undescribed species from West Norfolk Ridge (New Zealand EEZ), 757 m (NIWA 25834);
C. Abyssocladia sp., undescribed species from Brothers Seamount (New Zealand EEZ),
1336 m (NIWA 21378); D. Abyssocladia sp., undescribed species from Chatham Rise
(New Zealand EEZ), 1000 m (NIWA 21337); E. Abyssocladia sp., undescribed species
from Seamount 7, Macquarie Ridge (Australian EEZ), 770 m (NIWA 40540); F.
Asbestopluma (Asbestopluma) desmophora, holotype QM G331844, from Macquarie
Ridge (Australian EEZ), 790 m (from Fig. 5A in [47]); G. Abyssocladia sp., undescribed
species from Seamount 8, Macquarie Ridge (Australian EEZ), 501 m (NIWA 52670); H.
Asbestopluma hypogea from [41]; I. Chondrocladia lampadiglobus (from Fig. 17A in
[48]). doi:10.1371/journal.pone.0035105.g003

Hexactinellida diversity
A. Scanning electron micrographs of microscleres (courtesy of H.M. Reiswig), left: a
hexaster, the diagnostic spicule type of subclass Hexasterophora (scale bar = 10 mm), right:
an amphidisc, the diagnostic spicule type of subclass Amphidiscophora (scale bar = 100
mm); B. Hyalonema sp., an amphidiscophoran (Amphidiscosida: Hyalonematidae),
Bahamas; C.
67
Atlantisella sp., a lyssacine hexasterophoran (Lyssacinosida: Euplectellidae), Galapagos
Islands; D. Lefroyella decora, a dictyonal hexasterophoran (‘‘Hexactinosida’’:
Sceptrulophora: Euretidae), Bahamas. B–D courtesy of Harbor Branch Oceanographic
Institute (Ft. Pierce, Florida, U S A), images taken from manned submersible
Johnson-Sea Link II. doi:10.1371/journal.pone.0035105.g005

Homoscleromopha diversity
A. Oscarella lobularis (Oscarellidae): two color morphs from NW Mediterranean Sea
(photos courtesy of Jean Vacelet & Thierry Pe´rez); B. Plakortis simplex (Plakinidae)
specimen hanging from the ceiling of the 3PPs cave (NW Mediterranean Sea), a paradise
for Homoscleromorpha species (at least 8 species belonging to 4 different genera are
present); red arrow indicates the presence of Oscarella microlobata and a green arrow
Plakina jani (photo courtesy Thierry Pe´rez); C. Plakina jani (Plakinidae) detail of the
lobes, 3PPs cave (NW Mediterranean Sea) (photo courtesy Jean Vacelet); D. Spicules of
Plakinidae: triods, diods and lophose calthrops; E. Spicules of Corticium candelabrum
(Plakinidae): calthrops and candelabrum (heterolophose calthrops); F. Corticium
candelabrum NW Mediterranean Sea (photos courtesy of Jean Vacelet).
doi:10.1371/journal.pone.0035105.g006

68
Calcarea diversity
A. Clathrina rubra (Calcinea, Clathrinida), NW Mediterranean Sea (photo courtesy Jean
Vacelet); B. Calcinean spicules: equiangular and equiradiate triactines (photo courtesy
Jean Vacelet); C. Guancha lacunosa (Calcinea, Clathrinida), NW Mediterranean Sea; D.
Petrobiona massiliana (Calcaronea, Lithonida), two specimens from caves, NW
Mediterranean Sea. Spicule complement of P. massiliana: from left to right pugiole,
sagittal triactines, microdiactine (photos courtesy Jean Vacelet); E. Calcaronean spicules:
sagittal (inequiangular) triactines and diactines; F. Syconoid aquiferous system from
Sycon ciliatum (SEM photo, courtesy Louis De Vos, ULB); G. Sycon ciliatum
(Calcaronea, Leucosolenida), specimen about 10 cm, from the English Channel.
doi:10.1371/journal.pone.0035105.g007

69
Lampiran 2. Contoh filum porifera

A. Kelas Hexactinellida
Hyalonema sp.
(https://www.ncei.noaa.gov/waf/okean
os
animal-guide/Hyalonematidae008.html
)

Morfologi kelas hexactinellida


(http://www.notesonzoology.com/protozoa/
ph
ylum-porifera-classification-and-features
protozoa/1429)

B. Kelas Calcarea

Grantia compressa
(http://www.aphotomarine.com/sponge_gr
an tia_compressa_purse.html)

Morfologi kelas calcarea


(http://www.notesonzoology.com/protozoa/
ph
ylum-porifera-classification-and-features
protozoa/1429)
70
C. Kelas Demospongiae

Spongilla lacustris
(https://www.alamy.com/stock-photo-po
nd sponge-freshwater-sponge-spongilla
lacustris-under-water-in-a-175801251.ht
ml)

(http://www.notesonzoology.com/protozo
a/p
hylum-porifera-classification-and-feature
s protozoa/1429)

D. Kelas Sclerospongiae

(http://www.notesonzoology.com/protozo
a/p
https://www.pinterest.co.uk/amp/pin/2931 hylum-porifera-classification-and-feature
56 256968865272/) s protozoa/1429)

71
Lampiran 3. Contoh coelenterata
Morfologi dan siklus Obelia sp.
(https://www.artikelsiana.com/2015/07/co
ele nterata-pengertian-ciri-klasifikasi
peranan.html)

Obelia sp.
(https://www.alamy.com/marine-obelia-
or sea-firs-obelia-sp-brightfield
photomicrograph-image255585787.html)

Aurelia aurita
(https://www.shutterstock.com/video/sear
ch/ coelenterata)

Suklus hidup Aurelia sp.


(https://pak.pandani.web.id/2018/03/sikl
us hidup-aurelia-aurita-secara.html)

72
Acropora sp. Tubipora sp.
(https://en.wikipedia.org/wiki/Acropora) (https://www.agefotostock.com/age/en/Sto
ck
-Images/Rights-Managed/BWI-BS341321
)

Gorgonia mariae
Favites abdita
(https://en.wikipedia.org/wiki/Gorgonia_m
(https://en.wikipedia.org/wiki/Favites_ab ari ae)
dita )

73
Lampiran 4. Morfologi dan anatomi Echinodermata

Morfologi asteroidea
(http://tolweb.org/Asteroidea)
Anatomi asteroidea
(https://allyouneedisbiology.wordpress.com/tag/podium/)

Morfologi bulu babi


(Deep Sea Research Part II Topical Studies in Oceanography 51(14):1903-1919 · July 2004)

74

Morfologi bulu babi


(https://www.enchantedlearning.com/subjects/invertebrates/echinoderm/Seaurchin.shtml)
Anatomi bulu babi

75
Lampiran 5. Morfologi dan anatomi planaria

Morfologi planaria
(The American Biology Teacher 79(3):208-223 · February 2017)

Anatomi planaria
(https://amiraansari.wordpress.com/what-are-planaria-4/)
Anatomi planaria

76
Lampiran 6. Morfologi dan anatomi Annelida

Morfologi anelida
Anatomi anelida
(https://www.sas.upenn.edu/~rlenet/Earthworms.html)

Tubifex sp. (Cacing rambut) Morfologi Tubifex sp.

77
(https://zonaikan.wordpress.com/2009/11/ (https://elfianpermana010.wordpress.com
25/ biologi-cacing-rambut-tubifex-sp/) /20
16/11/19/makalah-budidaya-cacing-sutra
tubifex-sp/)
Nereis virens Morfologi Nereis sp.
(https://www.alamy.com/nereis-virens-ki (https://dokumen.tips/documents/filu
ng ragworm-slithering-close-up m annelida-55cd825686c49.html)
image216188785.html)

78
Lampiran 7. Mollusca

Kelas-kelas dalam filum moluska


(https://blogs.bgsu.edu/invertebratefun/2017/10/26/mollusks-and-elysia-chlorotica-ecology/)
Murex sp. Morfologi gastropoda
(http://www.gastropods.com/9/Shell_159. (https://www.pinterest.cl/pin/37647346865
sht ml) 77 5259/)

Pelecypoda

79

Anatomi pelecypoda
(https://palaeopost.blogspot.com/2016/08/the-difference-betweenbivalves-and.html)
Morfologi cephalopoda
(https://hoopermuseum.carleton.ca/cephalopoda/morpho3.htm)

Anatomi cephalopoda
(https://www.wikiwand.com/en/Squid)

80

Anda mungkin juga menyukai