Anda di halaman 1dari 11

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL

LINGKUNGAN (DETERJEN DAN KEKERUHAN)


AQUATIC ORGANISM RESPONSE TO ENVIRONMENTAL VARIABLES
(DETERGENT AND TURBIDITY)
Gian Achmad Ramdani/C14190099
Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
ABSTRAK
Kondisi lingkungan perairan yang selalu berubah akan mempengaruhi proses kehidupan organisme
yang hidup didalamnya. Variabel lingkungan yang selalu berubah antara lain pH, suhu, kekeruhan dan
detergen. Untuk melihat pengaruh variabel lingkungan terhadap organisme akuatik maka perlu diadakan
serangkaian uji coba. Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon organisme akuatik
terhadap variabel lingkungan (deterjen dan kekeruhan), serta mengetahui kisaran toleransi organisme
akuatik terhadap variabel lingkungan. Percobaan dilaksanakan pada hari Senin, 1 Maret 2021. Pelaksaan
percobaan bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Percobaan dimulai pada pukul 15.00
sampai 18.00 WIB. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah sidik ragam
(ANOVA) rancangan acak lengkap (RAL) dilakukan pada ikan nila (Orechromis niloticus) dan ikan lele
(Clarias batrachus). Parameter yang diamati pada percobaan ini antara lain : SR (Survival Rate), MR
(Mortality Rate), penurunan bobot, daya tahan ikan, dan tingkah laku ikan. Berdasarkan hasil percobaan,
dapat disimpulkan bahwa variabel lingkungan deterjen dan kekeruhan menunjukkan adanya pengaruh yang
sangat signifikan terhadap tingkah laku, daya tahan, dan kelangsungan hidup organisme akuatik.
KATA KUNCI: Deterjen, Kekeruhan, Lingkungan.

ABSTRACT
Aquatic environmental conditions that are always changing will affect the life processes of the
organisms that live in it. Environmental variables that are always changing include pH, temperature,
turbidity and detergent. To see environmental variables against organisms that need to be tested.
Experiments are carried out with the aim of examining the response of aquatic organisms to
environmental variables (detergent and turbidity), as well as the range of tolerance of organisms to
environmental variables. The experiment was carried out on Monday, march 1, 2021. The experiment was
held at the Laboratory of Aquatic Animal Physiology, Department of Aquatic Resources Management,
Faculty of Fisheries and Marine Sciences, Bogor Agricultural University. The experiment was started at
15.00 to 18.00 WIB. The experimental design used in this study was a completely randomized variance
(ANOVA) fingerprint (CRD) conducted on tilapia (Orechromis niloticus) and catfish (Clarias batrachus).
The parameters observed in this experiment included: SR (Survival Rate), MR (Mortality Rate), weight
loss, fish endurance, and fish behavior. Based on the experimental results, it can prove that the
environmental variables detergent and turbidity show a very significant effect on the behavior, endurance
and survival of aquatic organisms.
KEYWORDS: Detergent, Environment, Turbidity.

PENDAHULUAN

Air merupakan media hidup organisme akuatik yang variabel lingkungannya selalu
berubah baik harian, musiman, bahkan tahunan. Kondisi lingkungan yang selalu berubah
tersebut akan mempengaruhi proses kehidupan organisme yang hidup didalamnya. Air
sebagai lingkungan tempat hidup organisme perairan harus mampu mendukung
kehidupan dan pertumbuhan organisme tersebut. Kualitas air secara umum menunjukkan
mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu
(Haridjaja et al. 2011). Setiap perairan memiliki tingkat pencemaran yang berbeda-beda,
utamanya karena pengaruh deterjen. Perairan sungai yang dilintasi daerah pemukiman
sebagian besar tercemar deterjen.

Detergen merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan


minyak bumi. Dibanding dengan sabun, detergen mempunyai keunggulan antara lain
mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Pada
umumnya, detergen mengandung surfaktan, builder, filler dan additives (Kamiswari et
al. 2013). Surfactant pada deterjen terdiri atas LAS (Linier Alkil Sufonate) dan ABS
(Alkil Benzene Sulfonate). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka
semakin banyak limbah deterjen yang masuk ke perairan. Secara ekologi, penggunaan
LAS lebih aman daripada ABS. Namun untuk kelangsungan hidup organisme akuatik,
keduanya sama-sama buruk. Keberadaan deterjen di perairan sudah pasti akan
mengganggu organisme akuatik. Pada dosis yang tinggi, deterjen mampu mengganggu
sistem membran sel terutama pada epitel insang. Lemak terlarut pada membran sel
menyebabkan mudah terserang penyakit.
Kekeruhan perairan merupakan keadaan terbalik dari kecerahan perairan.
Kekeruhan perairan atau yang biasa disebut dengan turbiditas perairan merupakan suatu
keadaan perairan disaat semua zat padat berupa pasir, lumpur dan tanah liat atau partikel-
partikel tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti
fitoplankton. Pertumbuhan organisme akuatik dipengaruhi oleh tingkat kekeruhan
perairan, hal ini dikarenakan kekeruhan perairan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya
ke dalam kolom air karena cahaya mempunyai peranan penting bagi algae terutama
dalam proses fotosintetik. Fotosistesis pada tumbuhan laut seperti algae laut dapat
berlangsung bila intensitas cahaya dapat sampai ke sel algae. Oleh karena itu bila terjadi
kekeruhan maka penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam
tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi sehingga fotosintesis
tidak berlangsung sempurna. Selain itu penetrasi yang kurang pada air yang keruh
mempengaruhi kedalaman habitat tumbuhan air yang dapat menyebabkan kematian
(Maturbongs 2015).
Variabel lingkungan (fisik dan kimia) yang penting untuk dicermati dan besar
pengaruhnya terhadap proses kehidupan organisme akuatik antara lain adalah pH, suhu,
kekeruhan dan detergen. Untuk melihat pengaruh lingkungan terhadap proses kehidupan
organisme akuatik maka perlu diadakan serangkaian uji coba terhadap respon adaptasi
ikan. Praktikum ini bertujuan mempelajari pengaruh deterjen terhadap biota akuatik,
mengetahui dosis yang mematikan (lethal dosis), pengaruh kekeruhan terhadap ikan, dan
mengetahui tingkat kekeruhan yang dapat mematikan ikan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilakukan pada hari Senin, 1 Maret 2020. Pelaksaan percobaan
bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Percobaan
dimulai pada pukul 15.00 sampai 18.00 WIB.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu akuarium sebagai wadah pengujian
ikan terhadap variabel lingkungan, aerator untuk mensuplai oksigen di dalam akuarium,
termometer untuk mengukur suhu, timbangan digital untuk mengukur bobot ikan, gayung,
ember, heater untuk memanaskan air, lap/tissue, stopwatch untuk mengukur waktu
percobaan, dan gelas cup.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu deterjen untuk perlakuan deterjen,
lumpur sebagai bahan untuk memunculkan kekeruhan, dan ikan sebagai objek percobaan.
Prosedur Percobaan
Percobaan adaptasi organisme akuatik terhadap deterjen yang dilakukan pertama
kali yaitu menyiapkan 5 buah akuarium sebagai tempat uji coba. Masing-masing akuarium
diisi 5 liter air dengan tingkat deterjen yang berbeda. Aerator dimasukkan kedalam masing-
masing akuarium. 3 ekor ikan dimasukkan pada masing-masing akuarium yang sebelumnya
telah ditimbang bobot awal ikan menggunakan timbangan digital. Akuarium 1 sebagai
kontrol, akuarium 2, 3, 4, dan 5 untuk perlakuan deterjen berbeda (50 ppm, 75 ppm, 100
ppm, dan secara gradual). Untuk akuarium 2, 3, 4, dan 5 deterjen (LAS) dilarutkan terlebih
dahulu dengan air yang diambil dari akuarium percobaan. Pengamatan dilakukan selama
perlakuan setiap 15 menit selama 1 jam. Setelah perlakuan, ikan yang mati selama
percobaan dicatat. Lama waktu percobaan adalah 2x24 jam. Waktu pengamatan yaitu pada
jam 8.00, 12.00, dan 15.00. terakhir, bobot akhir ikan masing-masing akuarium pada akhir
praktikum ditimbang.
Percobaan adaptasi organisme akuatik terhadap kekeruhan yang dilakukan pertama
kali yaitu menyiapkan 5 buah akuarium sebagai tempat uji coba. Masing-masing akuarium
diisi 5 liter air dengan tingkat deterjen yang berbeda. Aerator dimasukkan kedalam masing-
masing akuarium. 3 ekor ikan dimasukkan pada masing-masing akuarium yang sebelumnya
telah ditimbang bobot awal ikan menggunakan timbangan digital. Akuarium 1 sebagai
kontrol, akuarium 2, 3, 4, dan 5 untuk perlakuan kekeruhan berbeda (ditambah lumpur/debu
5 g/l, 7,5 g/l, 10 g/l dan secara gradual) penambahan partikel tanah dilakukan secara
gradual (gram per 15 menit). Pengamatan dilakukan selama perlakuan setiap 10 menit
selama 1 jam. Setelah perlakuan, ikan yang mati selama percobaan dicatat. Lama waktu
percobaan adalah 2x24 jam. Waktu pengamatan yaitu pada jam 8.00, 12.00, dan 15.00.
terakhir, bobot akhir ikan masing-masing akuarium pada akhir praktikum ditimbang.
Pengambilan Data
Data dibawah merupakan data yang didapatkan dari percobaan pengulangan
perlakuan ikan terhadap suhu dan pH.
Tabel 1 parameter ikan yang diamati
Parameter Satuan Alat/Metode LokasiPengamatan
Kelangsungan Hidup (SR) % Perhitungan Laboratorium
Angka Kematian (MR) % Perhitungan Laboratorium
Perubahan Bobot g Perhitungan Laboratorium
Daya tahan Ikan Menit Perhitungan Laboratorium
Tingkah Laku Ikan Menit Perhitungan Laboratorium
Parameter yang Diukur
1. Kelangsungan hidup (SR) (Mahary A 2017)
SR (%) = (Nt /No) × 100
Keterangan :
S = persentase udang uji yang hidup (%)
Nt=jumlah individu ikan pada akhir penelitian (individu)
N0 = jumlah individu ikan pada awal penelitian (individu)
2. Angka kematian (MR) (Brata et al. 2019)
M = (N0-Nt/N0) x 100
Keterangan :
M = mortalitas (%)
Nt = jumlah individu ikan pada akhir penelitian (individu)
N0 = jumlah individu ikan pada awal penelitian (individu)
3. Penurunan bobot (Mahary A 2017)
W = Wt-W0
Keterangan :
W = penurunan bobot (g)
Wt = bobot akhir ikan penelitian (g)
W0 = bobot awal ikan penelitian (g)
Analisis Data
Data parameter biologi ikan lele dan nila dianalisis secara statistic menggunakan
sidik ragam (ANOVA) rancangan acak lengkap (RAL) yang diolah dengan program Excel
2017 for Windows. Kemudian data dianalisis lanjut dengan uji Tukey dengan tujuan
mengetahui perbedaan diantara nilai tengah variabel (Steel & Torrie 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
Dibawah ini adalah tabel yang menunjukkan hasil perubahan bobot atas perlakuan
kekeruhan yang dilakukan pada organisme ikan Nila dan Lele.

Tabel 2. Perlakuan kekeruhan terhadap perubahan bobot


Kekeruhan
Organisme Ulangan
10 15 20 Gradual
1 0.15 1.21 -0.72 0.33
Lele
2 0.02 -0.53 -0.04 0.17
Nila 1 -0.07 -1.07 -0.53 0.18
2 -0.32 -2.32 1.14 0.1
Berdasarkan hasil tabel tersebut diketahui bahwa ikan nila mengalami penambahan
bobot rata-rata 0,305 g, 0,14 g dalam 20 g/l lumpur dan perlakuan secara gradual. Selain
itu, mengalami penurunan bobot rata-rata 0,195 g, 1,695 g pada saat 10 g/l dan 15 g/l kadar
lumpur. Ikan lele mengalami penambahan bobot rata-rata 0,085 g, 0,34 g, 0,25 g berturut
turut pada kekeruhan 10 g/l , 15 g/l, gradual. Selain, itu mengalami pengurangan bobot
rata-rata 0,38 g pada kekeruhan 20 g/l.

Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil perlakuan kekeruhan


terhadap Survival rate yang dilakukan pada organisme Ikan Nila dan Lele.

Tabel 3. Perlakuan kekeruhan terhadap SR


Kekeruhan
Organisme Ulangan
10 15 20 Gradual
1 100 100 100 100
Lele
2 100 100 100 100
Nila 1 100 100 100 100
2 100 100 100 100

Berdasarkan tabel hasil diatas menunjukkan bahwa semua ikan pada percobaan
memiliki nilai survival rate 100 persen di semua pengulangan dan perlakuan kekeruhan.

Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil perubahan bobot atas
perlakuan deterjen yang dilakukan pada organisme Ikan Nila dan Lele.

Tabel 4. Perlakuan deterjen terhadap perubahan bobot


Deterjen
Organisme Ulangan
100 150 200 Gradual
1 0.14 -1.51 -0.1 0.2
Lele
2 0.02 -0.64 -0.13 -0.59
1 0.55 -0.45 1 -0.12
Nila
2 0.05 -1.95 -0.6 0.33
Berdasarkan hasil tabel tersebut diketahui bahwa ikan nila mengalami penambahan
bobot rata-rata 0,3 g, 0,2 g, 0,105 g berturut turut dalam 100 ppm, 200 ppm deterjen dan
perlakuan secara gradual. Selain itu, mengalami penurunan bobot rata-rata 1,2 g pada saat
150 ppm deterjen. Ikan lele mengalami penambahan bobot rata-rata 0,08 g pada kadar
deterjen 100 ppm. Selain, itu mengalami pengurangan bobot rata-rata 1,075 g, 0,115 g,
0,195 g berturut-turut pada 150 ppm, 200 ppm deterjen dan perlakuan secara gradual.

Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil perlakuan deterjen terhadap
Survival rate yang dilakukan pada organisme ikan nila dan Lele.

Tabel 5. Perlakuan deterjen terhadap SR


Detergen
Organisme Ulangan
100 150 200 Gradual
1 100 100 100 100
Lele
2 100 100 100 100
Nila 1 100 100 100 100
2 100 100 100 100

Berdasarkan tabel hasil diatas menunjukkan bahwa semua ikan pada percobaan
memiliki nilai survival rate 100 persen di semua pengulangan dan perlakuan kekeruhan.

PEMBAHASAN
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas perikanan
indonesia yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan. Ikan ini relatif cepat
tumbuh dan mempunyai respon yang baik terhadap lingkungannya. Ditinjau dari kebiasaan
makannya, ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan pemakan segala (omnivora)
(Iskandar R dan Elrifadah 2015). Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau,
waduk dan rawa-rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (Euryhaline)
sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut. Salinitas yang cocok untuk
nila adalah 0-35 ppt (Prayudi RD et al. 2016). Ikan nila bernafas menggunakan insang.
Ikan Lele (Clarias batrachus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk
ke dalam ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Secara
anatomi ikan lele memiliki alat pernafasan tambahan (arborescent organ) yang terletak di
bagian dapan rongga insang, yang memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen langsung
dari udara. Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon
rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah. Oleh karena itu, ikan lele dapat hidup dalam
kondisi perairan yang mengandung sedikit kadar oksigen. Habitat ikan lele adalah semua
perairan air tawar, misalnya di sungai yang airnya tidak terlalu deras atau di perairan yang
tenang (danau, waduk, rawa-rawa) dan genangan-genangan air lainnya (kolam dan air
comberan). Ditinjau dari kebiasaan makannya Ikan Lele (Clarias batrachus) adalah ikan
omnivora cenderung karnivora (Khedkar et al. 2016).
Pada perlakuan kekeruhan ikan nila mengalami penambahan bobot rata-rata 0,305
g, 0,14 g dalam 20 g/l lumpur dan perlakuan secara gradual. Selain itu, mengalami
penurunan bobot rata-rata 0,195 g, 1,695 g pada saat 10 g/l dan 15 g/l kadar lumpur. Ikan
lele mengalami penambahan bobot rata-rata 0,085 g, 0,34 g, 0,25 g berturut turut pada
kekeruhan 10 g/l , 15 g/l, gradual. Selain, itu mengalami pengurangan bobot rata-rata 0,38
g pada kekeruhan 20 g/l. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh berbagai hal diantaranya
dari bahan organik maupun anorganik yang terkandung di dalam air misal lumpur dan
bahan yang dihasilkan oleh buangan industri yang sangat menggangu proses pengolahan
air. Kekeruhan merupakan banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan. Padatan
tersuspensi dapat membuat perairan alami menjadi lebih keruh dan bahkan membentuk
endapan organik (Winarsih et al. 2016). Menurut Pulungan et al. (2020) Tingkat
kekeruhan air kolam juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan
nila. Batas tingkat kekeruhan maksimum yaitu 50 NTU.
Pada perlakuan deterjen ikan nila ikan nila mengalami penambahan bobot rata-rata
0,3 g, 0,2 g, 0,105 g berturut turut dalam 100 ppm, 200 ppm deterjen dan perlakuan secara
gradual. Selain itu, mengalami penurunan bobot rata-rata 1,2 g pada saat 150 ppm deterjen.
Ikan lele mengalami penambahan bobot rata-rata 0,08 g pada kadar deterjen 100 ppm.
Selain, itu mengalami pengurangan bobot rata-rata 1,075 g, 0,115 g, 0,195 g berturut-turut
pada 150 ppm, 200 ppm deterjen dan perlakuan secara gradual. Deterjen terhadap
lingkungan perairan ikan dapat merusak bagian tubuh ikan sehingga ikan akan mengalami
iritasi bahkan kematian akibat bahan kimia yang terkandung di dalamnya (Sahetapy dan
Borut 2018). Bagian tubuh ikan yang mengalami iritasi biasanya adalah bagian insang.
Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting dalam pernapasan ikan. Organ-organ
yang mengalami kerusakan akibat pengaruh bahan kimia tersebut akan mengakibatkan
ikan mengalami kematin karena kerusakan yang terjadi dapat menganggu proes respirasi
ikan sehingga ikan akan akan sulit bernapas. Selain itu, dalam perairan yang mengandung
deterjen juga akan mengakibatkan ikan mengalami kurangnya nafsu makan, karena
deterjen sendiri akan membuat ikan tersebut mengalami kehilangan indra perasa yang
digunakan untuk makan (Solikhah dan Widyaningrum 2015).
Berdasarkan tabel 6 ANOVA perlakuan kekeruhan menunjukkan bahwa Fhit<Ftab
sehingga menghasilkan gagal tolak H0 yang berarti bahwa berdasarkan tingkat
kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa perlakuan, jenis ikan, dan interaksi ikan yang
diberikan tidak berpengaruh terhadap perubahan bobot ikan sehingga perlakuan yang diuji
tidak berpengaruh pada perubahan bobot ikan dalam uji kekeruhan. Berdasarkan tabel 7
ANOVA perlakuan deterjen menunjukkan bahwa Fhit<Ftab sehingga menghasilkan gagal
tolak H0 yang berarti bahwa berdasarkan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan
bahwa perlakuan, jenis ikan, dan interaksi ikan yang diberikan tidak berpengaruh terhadap
perubahan bobot ikan sehingga perlakuan yang diuji tidak berpengaruh pada perubahan
bobot ikan dalam uji deterjen. Hal ini disebabkan lumpur yang terdapat dalam perairan
akan menghambat sistem respirasi dan pergerakan ikan. Terhambatnya sistem ini akan
menyebabkan ikan stres dan akhirnya mengalami penurunan bobot. Nilai pH air yang
digunakan pada suatu perairan dapat dikatakan optimum pada kisaran pH 7,0 – 8,0
sehingga dapat digunakan untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan organisme
akuatik. Berdasarkan literatur menyatakan bahwa standar baku toleransi organisme akuatik
terhadap adanya penambahan larutan deterjen yaitu kurang atau sama dengan 0,5 ppm
yang setara dengan 0,5 mg/L (Kamiswari et al. 2013). Nilai pH air yang tinggi (basa) dapat
mengakibatkan adanya penggumpalan lendir pada insang sehingga dapat menyebabkan
organisme akuatik mati lemas karena energi yang dipergunakan untuk pertumbuhan akan
dialihkan untuk mempertahankan tubuh.
SIMPULAN
Kandungan deterjen disuatu perairan dapat menyebabkan ikan stres bahkan mati.
Stres akibat peningkatan kadar deterjen pada ikan berdampak terhadap performans dan
kesehatan ikan. Selain itu, organisme akuatik yang diberi perlakuan kekeruhan berdampak
paad tingkah laku ikan. Semua spesies organisme akuatik memiliki toleransinya masing-
masing terhadap deterjen dan kekeruhan.
SARAN
Praktikum pengaruh deterjen dan kekeruhan terhadap organisme akuatik
kedepannya dapat menggunakan spesies organisme lain. Dengan mencoba berbagai
spesies, maka dapat membandingkan setiap toleransi organisme akuatik terhadap variabel
lingkungan. Selain itu, dapat digunakan sebagai acuan acuan baru yang bisa digunakan
untuk penelitian ilmiah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Brata B, Budiyanto, Kesuma BW. 2019. Efektifitas pemberian probiotik dalam pakan terhadap kualitas air
dan laju pertumbuhan pada pemeliharaan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) sistem terpal.
Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. ISSN. 8(2):21-27.
Haridjaja O, Purwakusuma W, Safitri R. 2011. Pengaruh phytoremediator tanaman kayu apu (Pistia
stratiotes) dan kiambang (Salvinia molesta) pada kualitas air graywater untuk hidroponik tanaman
selada (Lactuca sativa). Jurnal Sains Terapan. ISSN. 1(1):14-22.
Iskandar R, Elrifadah. 2015. Pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan nila (Orechromis niloticus) yang diberi
pakan buatan berbasis kambang. Ziraa’ah Majalah Ilmiah Pertanian. ISSN. 40(1):18-24.
Kamiswari R, Hidayat M T, Rahayu Y S. 2013. Pengaruh pemberian deterjen terhadap mortalitas ikan Platy
sp. Lentera Bio. ISSN. 2(1): 139-142.
Khedkar GD, Tiknaik AD, Shinde RN, Kalyankar AD, Ron TB, Haymer D. 2016. High rates of substitution
of the native catfish Clarias batrachus by Clarias gariepinus in india. Mitochondria DNA. ISSN.
27(1):569-574.
Mahary A. 2017. Pemanfaatan tepung cangkang kerang darah (Andara granosa) sebagai sumber kalsium
pada pakan ikan lele (Clarias batrachus sp). Acta Aquatica. ISSN. 4(2):63-67.
Maturbongs MR. 2015. Pengaruh tingkat kekeruhan perairan terhadap komposisi spesies makro algae
kaitannya dengan proses upwelling pada perairan rutong-leahari. Agricola. ISSN. 5(1):21-31.
Prayudi RD, Rusliadi, Syafriadiman. 2016. Effect of different salinity on growth and survival rate of nile
tilapia (Oreochromis niloticus). Jurnal Online Mahasiswa Fakulas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
ISSN. 3(1):1-10.
Pulungan AB, Putra AM, Hamdani, Hastuti. 2020. Sistem kendali kekeruhan dan pH air kolam budidaya
ikan nila. ELKHA. ISSN. 12(2):99-104.
Sahetapy J M F, Borut R R. 2018. Pengaruh perbedaan konsentrasi deterjen bubuk terhadap frekuensi
bukaan operkulum dan kelangsungan hidup ikan mas (Cyprinus carpio). Jurnal Triton. 14(1): 35-
40.
Solikhah T, Widyaningrum T. 2015. Pengaruh surfaktan terhadap pertumbuhan dan histopatologi insang
ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai materi pembelajaran siswa kelas X. Jupemasi. ISSN.
2(1): 248-255.
Winarsih, Emiyati, Afu L O A. 2016. Distribusi total suspended solid permukaan di perairan Teluk Kendari.
Sapa Laut. ISSN. 1(2): 54-59.
LAMPIRAN

ANOVA PERLAKUAN KEKERUHAN PERUBAHAN BOBOT


Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Perlakuan 5.728133 2 2.864067 3.794415 0.063815 4.256495
Jenis ikan 1.177233 2 0.588617 0.77982 0.487159 4.256495
Interaksi 4.606533 4 1.151633 1.525724 0.274361 3.633089
Within 6.7933 9 0.754811

Total 18.3052 17

ANOVA PERLAKUAN DETERJEN BOBOT


Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Perlakuan 0.145911 2 0.072956 0.13656 0.874128 4.256495
Jenis ikan 0.353744 2 0.176872 0.331073 0.726541 4.256495
Interaksi 6.255756 4 1.563939 2.927415 0.08334 3.633089
Within 4.80815 9 0.534239

Total 11.56356 17

Anda mungkin juga menyukai