ABSTRACT
Aquatic environmental conditions that are always changing will affect the life processes of the
organisms that live in it. Environmental variables that are always changing include pH, temperature,
turbidity and detergent. To see environmental variables against organisms that need to be tested.
Experiments are carried out with the aim of examining the response of aquatic organisms to
environmental variables (detergent and turbidity), as well as the range of tolerance of organisms to
environmental variables. The experiment was carried out on Monday, march 1, 2021. The experiment was
held at the Laboratory of Aquatic Animal Physiology, Department of Aquatic Resources Management,
Faculty of Fisheries and Marine Sciences, Bogor Agricultural University. The experiment was started at
15.00 to 18.00 WIB. The experimental design used in this study was a completely randomized variance
(ANOVA) fingerprint (CRD) conducted on tilapia (Orechromis niloticus) and catfish (Clarias batrachus).
The parameters observed in this experiment included: SR (Survival Rate), MR (Mortality Rate), weight
loss, fish endurance, and fish behavior. Based on the experimental results, it can prove that the
environmental variables detergent and turbidity show a very significant effect on the behavior, endurance
and survival of aquatic organisms.
KEYWORDS: Detergent, Environment, Turbidity.
PENDAHULUAN
Air merupakan media hidup organisme akuatik yang variabel lingkungannya selalu
berubah baik harian, musiman, bahkan tahunan. Kondisi lingkungan yang selalu berubah
tersebut akan mempengaruhi proses kehidupan organisme yang hidup didalamnya. Air
sebagai lingkungan tempat hidup organisme perairan harus mampu mendukung
kehidupan dan pertumbuhan organisme tersebut. Kualitas air secara umum menunjukkan
mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu
(Haridjaja et al. 2011). Setiap perairan memiliki tingkat pencemaran yang berbeda-beda,
utamanya karena pengaruh deterjen. Perairan sungai yang dilintasi daerah pemukiman
sebagian besar tercemar deterjen.
Berdasarkan tabel hasil diatas menunjukkan bahwa semua ikan pada percobaan
memiliki nilai survival rate 100 persen di semua pengulangan dan perlakuan kekeruhan.
Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil perubahan bobot atas
perlakuan deterjen yang dilakukan pada organisme Ikan Nila dan Lele.
Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil perlakuan deterjen terhadap
Survival rate yang dilakukan pada organisme ikan nila dan Lele.
Berdasarkan tabel hasil diatas menunjukkan bahwa semua ikan pada percobaan
memiliki nilai survival rate 100 persen di semua pengulangan dan perlakuan kekeruhan.
PEMBAHASAN
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas perikanan
indonesia yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan. Ikan ini relatif cepat
tumbuh dan mempunyai respon yang baik terhadap lingkungannya. Ditinjau dari kebiasaan
makannya, ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan pemakan segala (omnivora)
(Iskandar R dan Elrifadah 2015). Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau,
waduk dan rawa-rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (Euryhaline)
sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut. Salinitas yang cocok untuk
nila adalah 0-35 ppt (Prayudi RD et al. 2016). Ikan nila bernafas menggunakan insang.
Ikan Lele (Clarias batrachus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk
ke dalam ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Secara
anatomi ikan lele memiliki alat pernafasan tambahan (arborescent organ) yang terletak di
bagian dapan rongga insang, yang memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen langsung
dari udara. Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon
rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah. Oleh karena itu, ikan lele dapat hidup dalam
kondisi perairan yang mengandung sedikit kadar oksigen. Habitat ikan lele adalah semua
perairan air tawar, misalnya di sungai yang airnya tidak terlalu deras atau di perairan yang
tenang (danau, waduk, rawa-rawa) dan genangan-genangan air lainnya (kolam dan air
comberan). Ditinjau dari kebiasaan makannya Ikan Lele (Clarias batrachus) adalah ikan
omnivora cenderung karnivora (Khedkar et al. 2016).
Pada perlakuan kekeruhan ikan nila mengalami penambahan bobot rata-rata 0,305
g, 0,14 g dalam 20 g/l lumpur dan perlakuan secara gradual. Selain itu, mengalami
penurunan bobot rata-rata 0,195 g, 1,695 g pada saat 10 g/l dan 15 g/l kadar lumpur. Ikan
lele mengalami penambahan bobot rata-rata 0,085 g, 0,34 g, 0,25 g berturut turut pada
kekeruhan 10 g/l , 15 g/l, gradual. Selain, itu mengalami pengurangan bobot rata-rata 0,38
g pada kekeruhan 20 g/l. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh berbagai hal diantaranya
dari bahan organik maupun anorganik yang terkandung di dalam air misal lumpur dan
bahan yang dihasilkan oleh buangan industri yang sangat menggangu proses pengolahan
air. Kekeruhan merupakan banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan. Padatan
tersuspensi dapat membuat perairan alami menjadi lebih keruh dan bahkan membentuk
endapan organik (Winarsih et al. 2016). Menurut Pulungan et al. (2020) Tingkat
kekeruhan air kolam juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan
nila. Batas tingkat kekeruhan maksimum yaitu 50 NTU.
Pada perlakuan deterjen ikan nila ikan nila mengalami penambahan bobot rata-rata
0,3 g, 0,2 g, 0,105 g berturut turut dalam 100 ppm, 200 ppm deterjen dan perlakuan secara
gradual. Selain itu, mengalami penurunan bobot rata-rata 1,2 g pada saat 150 ppm deterjen.
Ikan lele mengalami penambahan bobot rata-rata 0,08 g pada kadar deterjen 100 ppm.
Selain, itu mengalami pengurangan bobot rata-rata 1,075 g, 0,115 g, 0,195 g berturut-turut
pada 150 ppm, 200 ppm deterjen dan perlakuan secara gradual. Deterjen terhadap
lingkungan perairan ikan dapat merusak bagian tubuh ikan sehingga ikan akan mengalami
iritasi bahkan kematian akibat bahan kimia yang terkandung di dalamnya (Sahetapy dan
Borut 2018). Bagian tubuh ikan yang mengalami iritasi biasanya adalah bagian insang.
Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting dalam pernapasan ikan. Organ-organ
yang mengalami kerusakan akibat pengaruh bahan kimia tersebut akan mengakibatkan
ikan mengalami kematin karena kerusakan yang terjadi dapat menganggu proes respirasi
ikan sehingga ikan akan akan sulit bernapas. Selain itu, dalam perairan yang mengandung
deterjen juga akan mengakibatkan ikan mengalami kurangnya nafsu makan, karena
deterjen sendiri akan membuat ikan tersebut mengalami kehilangan indra perasa yang
digunakan untuk makan (Solikhah dan Widyaningrum 2015).
Berdasarkan tabel 6 ANOVA perlakuan kekeruhan menunjukkan bahwa Fhit<Ftab
sehingga menghasilkan gagal tolak H0 yang berarti bahwa berdasarkan tingkat
kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa perlakuan, jenis ikan, dan interaksi ikan yang
diberikan tidak berpengaruh terhadap perubahan bobot ikan sehingga perlakuan yang diuji
tidak berpengaruh pada perubahan bobot ikan dalam uji kekeruhan. Berdasarkan tabel 7
ANOVA perlakuan deterjen menunjukkan bahwa Fhit<Ftab sehingga menghasilkan gagal
tolak H0 yang berarti bahwa berdasarkan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan
bahwa perlakuan, jenis ikan, dan interaksi ikan yang diberikan tidak berpengaruh terhadap
perubahan bobot ikan sehingga perlakuan yang diuji tidak berpengaruh pada perubahan
bobot ikan dalam uji deterjen. Hal ini disebabkan lumpur yang terdapat dalam perairan
akan menghambat sistem respirasi dan pergerakan ikan. Terhambatnya sistem ini akan
menyebabkan ikan stres dan akhirnya mengalami penurunan bobot. Nilai pH air yang
digunakan pada suatu perairan dapat dikatakan optimum pada kisaran pH 7,0 – 8,0
sehingga dapat digunakan untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan organisme
akuatik. Berdasarkan literatur menyatakan bahwa standar baku toleransi organisme akuatik
terhadap adanya penambahan larutan deterjen yaitu kurang atau sama dengan 0,5 ppm
yang setara dengan 0,5 mg/L (Kamiswari et al. 2013). Nilai pH air yang tinggi (basa) dapat
mengakibatkan adanya penggumpalan lendir pada insang sehingga dapat menyebabkan
organisme akuatik mati lemas karena energi yang dipergunakan untuk pertumbuhan akan
dialihkan untuk mempertahankan tubuh.
SIMPULAN
Kandungan deterjen disuatu perairan dapat menyebabkan ikan stres bahkan mati.
Stres akibat peningkatan kadar deterjen pada ikan berdampak terhadap performans dan
kesehatan ikan. Selain itu, organisme akuatik yang diberi perlakuan kekeruhan berdampak
paad tingkah laku ikan. Semua spesies organisme akuatik memiliki toleransinya masing-
masing terhadap deterjen dan kekeruhan.
SARAN
Praktikum pengaruh deterjen dan kekeruhan terhadap organisme akuatik
kedepannya dapat menggunakan spesies organisme lain. Dengan mencoba berbagai
spesies, maka dapat membandingkan setiap toleransi organisme akuatik terhadap variabel
lingkungan. Selain itu, dapat digunakan sebagai acuan acuan baru yang bisa digunakan
untuk penelitian ilmiah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brata B, Budiyanto, Kesuma BW. 2019. Efektifitas pemberian probiotik dalam pakan terhadap kualitas air
dan laju pertumbuhan pada pemeliharaan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) sistem terpal.
Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. ISSN. 8(2):21-27.
Haridjaja O, Purwakusuma W, Safitri R. 2011. Pengaruh phytoremediator tanaman kayu apu (Pistia
stratiotes) dan kiambang (Salvinia molesta) pada kualitas air graywater untuk hidroponik tanaman
selada (Lactuca sativa). Jurnal Sains Terapan. ISSN. 1(1):14-22.
Iskandar R, Elrifadah. 2015. Pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan nila (Orechromis niloticus) yang diberi
pakan buatan berbasis kambang. Ziraa’ah Majalah Ilmiah Pertanian. ISSN. 40(1):18-24.
Kamiswari R, Hidayat M T, Rahayu Y S. 2013. Pengaruh pemberian deterjen terhadap mortalitas ikan Platy
sp. Lentera Bio. ISSN. 2(1): 139-142.
Khedkar GD, Tiknaik AD, Shinde RN, Kalyankar AD, Ron TB, Haymer D. 2016. High rates of substitution
of the native catfish Clarias batrachus by Clarias gariepinus in india. Mitochondria DNA. ISSN.
27(1):569-574.
Mahary A. 2017. Pemanfaatan tepung cangkang kerang darah (Andara granosa) sebagai sumber kalsium
pada pakan ikan lele (Clarias batrachus sp). Acta Aquatica. ISSN. 4(2):63-67.
Maturbongs MR. 2015. Pengaruh tingkat kekeruhan perairan terhadap komposisi spesies makro algae
kaitannya dengan proses upwelling pada perairan rutong-leahari. Agricola. ISSN. 5(1):21-31.
Prayudi RD, Rusliadi, Syafriadiman. 2016. Effect of different salinity on growth and survival rate of nile
tilapia (Oreochromis niloticus). Jurnal Online Mahasiswa Fakulas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
ISSN. 3(1):1-10.
Pulungan AB, Putra AM, Hamdani, Hastuti. 2020. Sistem kendali kekeruhan dan pH air kolam budidaya
ikan nila. ELKHA. ISSN. 12(2):99-104.
Sahetapy J M F, Borut R R. 2018. Pengaruh perbedaan konsentrasi deterjen bubuk terhadap frekuensi
bukaan operkulum dan kelangsungan hidup ikan mas (Cyprinus carpio). Jurnal Triton. 14(1): 35-
40.
Solikhah T, Widyaningrum T. 2015. Pengaruh surfaktan terhadap pertumbuhan dan histopatologi insang
ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai materi pembelajaran siswa kelas X. Jupemasi. ISSN.
2(1): 248-255.
Winarsih, Emiyati, Afu L O A. 2016. Distribusi total suspended solid permukaan di perairan Teluk Kendari.
Sapa Laut. ISSN. 1(2): 54-59.
LAMPIRAN
Total 18.3052 17
Total 11.56356 17