air, baik air tawar, payau, maupun air laut. Secara garis besar, perairan dibagi menjadi 2 yaitu
perairan lotik (mengalir) dan lentik (menggenang). Perairan lentik ialah perairan yang diam,
tidak memiliki kecepatan air, meskipun memiliki kecepatan tetapi hanya ada dalam jumlah
kecil (Wetzel, 1975).
Perairan lentik dibagi menjadi 3 bagian yaitu rawa apabila perairan itu dangkal
dengan tepi pantai, danau apabila perairan itu dalam dengan sisi yang curam, waduk apabila
perairan itu dalam (tergenang) akibat pembendungan air sungai (Suwignyo, 1990). Menurut
Sihotang dan Efawani (2006), danau atau waduk adalah badan air yang luas, sehingga sulit
untuk menemukan kembali titik yang telah ditentukan dan dinamika airnya. Oleh karena itu,
pemetaan danau atau waduk penting untuk dilakukan.
Morfometri merupakan cabang ilmu limnologi yang berhubungan dengan pengukuran
ciri-ciri morfologi dari dasar perairan, termasuk massa dan volume. Morfometri adalah nilai
kuantitatif dari parameter-parameter yang terkandung pada daerah-daerah aliran sungai
(DAS) atau danau (Welch, 1952). Parameter morfologi terdiri dari panjang, lebar, kedalaman,
luas area, volume, keliling garis pantai dan shore development (Cole, 1993). Morfometri
dapat menggambarkan potensi produk hayati, serta menemukan tingkat kepekaan terhadap
pengaruh beban material dari daerah lengkapannya (Lukman et al, 2010). Oleh sebab itu,
penentuan karakteristik danau atau waduk dilakukan dengan mengukur morfometrinya.
Tujuan dari praktikum morfometri perairan lentik adalah untuk mengetahui keadaan
morfometri (bentuk dan ukuran) dan keadaan perairan danau/waduk pada tiap level (tingkat)
genangan.
METODE
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 22 September 2014 di laboratorium
Teknik Penangkapan Ikan, lantai 3 gedung Perikanan Universitas Gadjah Mada. Rangkaian
acara dalam praktikum diawali dengan menduplikasi peta bathimetri Waduk Sermo berskala
1 : 15.000 dari tahun 1996, 2000, dan 2005 dengan tiap tahun memiliki level kedalaman
tertentu. Ada 4 level kedalaman pada masing-masing tahun yaitu 110 meter, 120 meter, 130
meter, dan 137 meter. Praktikan dibagai menjadi kelompok-kelompok kecil untuk
menduplikasi peta Waduk Sermo. Tiap kelompok kecil menduplikasi peta pada tahun dan
kedalaman tertentu, sehingga tidak ada hasil duplikasi peta yang sama antar kelompok.
Alat yang digunakan dalam praktikum meliputi alat tulis, jarum pentul, sterofoam
ukuran 30 x 30 cm, kertas karkir, benang jahit, timbangan analitik, gunting, dan kalkulator.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah peta bathimetri Waduk Sermo tahun 2005 pada
level 137 meter dengan skala 1 : 15.000.
Cara kerja praktikum ini adalah yang pertama, menduplikasi peta pada kertas karkir
yang dilandasi sterofoam 30 x 30 cm agar mempermudah kerja dan mengakuratkan hasil
duplikasi. Setelah peta terduplikasi pada karkir, keliling peta duplikasi diukur dengan benang
jahit. Kemudian, hasil pengukuran keliling peta dikonversi dari cm ke km. Selanjutnya hasil
duplikasi digunting dan ditimbang. Hasil duplikasi yang telah digunting, diambil 1 x 1 cm
sebagai sampel lalu ditimbang kembali. Langkah berikutnya yaitu menghitung luas, volume,
dan shore development dari peta Waduk Sermo. Luas peta dihitung dengan persamaan
W1
L1
W2
L 2 . W1 adalah berat peta duplikasi (gram), L1 adalah luas peta duplikasi
(km2), W2 adalah berat sampel (gram), dan L2 adalah luas sampel (km2). Volume dihitung
dengan rumus
a 1+a 2+ a 1 a 2
h
luas area permukaan lebih atas (km2), dan a2 adalah luas area pada tingkat permukaan
tertentu yang lebih rendah (km2). Shore development (SD) diukur menggunakan rumus
SL
2 Ao
dengan SL adalah keliling peta (km), A0 adalah luas peta (km2), dan nilai
adalah 3,14.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Level
Berat
Berat Peta Luas Peta volume
Tahun
1996
2000
2005
(m)
110
120
130
137
110
120
130
137
110
120
130
Sampel (g)
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
(g)
0.11
0.3
0.57
0.73
0.1
0.23
0.41
0.74
0.06
0.23
0.45
(km2)
0.2475
0.675
1.2825
1.6425
0.225
0.5175
0.9225
1.665
0.135
0.5175
1.0125
(km3)
0.0044
0.0096
0.0106
0.0036
0.0071
0.0089
0.003
0.0074
keliling
(km)
3.6
8.33
12.21
15.6
3.98
7.515
10.95
17.97
2.89
6.375
11.61
SD
2.04
2.86
3.04
3.43
2.37
2.95
3.22
3.93
2.22
2.5
3.26
137
0.01
0.82
1.845
Tabel 1. Pengamatan Morfometri Waduk Sermo
0.0098
16.71
3.47
penurunan pada level 120 meter yaitu pada tahun 1996 kelilingnya 8,33 km lalu turun
menjadi 7,515 km pada tahun 2000 dan turun lagi menjadi 6,375 km di tahun 2005. Hal
tersebut disebakan karena pada level 120 meter letaknya cenderung di tengah waduk
sehingga material oraganik yang ada seringkali tak termanfaatkan. Menurut Aryulina (2004)
ekosistem danau terdiri dari 3 wilayah horizontal, yaitu litoral, limnetik, dan profundal.
Wilayah litoral adalah wilayah tepi danau dan kolam. Organisme litoral antara lain teratai,
hydrilla, hydra, capung, katak, burung dan tikus. Vegetasi (tumbuhan) pada wilayah litoral
didominasi oleh tumbuhan yang mengapung dan tenggelam. Oleh sebab itu, ikan dan
organisme lain lebih suka berada di zona litoral dan sekitanya yang lebih kaya nutrisi dan
penetrasi cahaya baik. Sehingga bahan organik yang ada di tengah waduk akan mengendap
begitu saja di dasar waduk. Sedangkan pada level 110, 130, dan 137 meter menunjukkan hasil
fluktuatif.
Nilai shore development (SD) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan pada level 130
meter dan fluktuatif pada level 110, 120, dan 137 meter. Fluktuasi yang terjadi cenderung
mengalami kenaikan yaitu 0,1 km per tahunan uji. Menurut Suwignyo (1997) perkembangan
garis pesisir (Shore Development) memiliki manfaat atau peranan dalam menentukan tingkat
tropik danau. Oleh sebab itu, perkembangan nilai SD berimbas pada tingkat kesuburan di
sekitar waduk.
Nilai SD Waduk Sermo dari tahun 1996, 2000, hingga 2005 cenderung mengalami
peningkatan, rata-rata melebihi 2 pada tiap level genangan. Bahkan mencapai 3,93 yaitu
hampir 4 di tahun 2000 pada level 137 meter. Nilai SD paling tinggi ditunjukkan pada level
137 meter sedangkan paling rendah pada level 110 meter. Semakin naik level genangan,
maka nilai SD nya semakin naik pula. Nilai SD ini mempengaruhi bentuk waduk. Semakin
besar nilai SD maka bentuk waduk semakin tak beraturan akibat garis-garis pantainya
mengalami peningkatan dan penyimpangan dari bentuk umum waduk yang bulat. Danau atau
waduk yang memiliki nilai SD kurang lebih 2 berbentuk agak bulat/elips. Jika SD < 2
menunjukkan bentuknya bulat, sedangkan jika SD > 2 waduk atau danau berbentuk semakin
tidak beraturan (Suwignyo, 1997). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa
bentuk Waduk Sermo cenderung tak beraturan sebab nilai SD nya melampaui 2. Semakin tak
beraturan bentuk waduk maka perkembangan garis pantainya semakin besar. Perkembangan
garis pantai diikuti pula dengan perkembangan zona litoral. Selanjutnya, perkembangan zona
litoral ini menyebabkan kesuburan sekitar danau meningkat sebab kawasan dangkal (litoral)
merupakan kawasan yang paling produktif, sebagian besar fotosintesis berlangsung dilapisan
atas danau yang menerima cahaya matahari dan terjadi akumulasi hasil penguraian didaerah
pantai (Suwignyo, 1997). Berdasarkan perkembangan SD dan bentuk waduk, dapat dikatakan
bahwa Waduk Sermo mengalami peningkatan kesuburan pada tiap level genangan.
Pengenalan morfologi waduk seperti diatas penting dilakukan. Khususnya untuk prodi
budidaya perikanan, pengenalan morfologi bermanfaat dalam mengidentifikasi karakteristik
danau atau waduk seperti tingkat kesuburannya sebagai lingkungan budidaya alami. Selain
itu pengamatan morfologi secara berkala seperti diatas dapat digunakan untuk mengetahui
hal-hal
yang
mempengaruhi
nilai
kesuburan
lingkungan
termasuk
di
dalamnya
mempengaruhi kehidupan ikan dan organisme lain. Secara tidak langsung, dapat dipelajari
pula organisme apa yang mendominasi Waduk Sermo dari tahun ke tahun sehingga dapat
digunakan sebagai data budidaya jenis ikan yang cocok dibudidayakan di Waduk Sermo dan
dapat pula dilakukan introduksi ikan lain untuk menjaga ekosistemnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan rangkaian pengukuran morfologi Waduk Sermo seperti yang telah dilakukan
diatas, dapat disimpulkan bahwa pada tiap level genangan pada tahun 1996, 2000, hingga
2005 nilai-nilai morfologi Waduk Sermo mengalami fluktuasi nilai. Pada tahun 1996, 2000,
hingga 2005 pada level 110 dan 120 meter, luas dan volume waduk terus mengalami
penurunan. Sedangkan pada level yang sama, keliling dan SD nya cenderung meningkat.
Pada level 130 dan 137 meter, luas dan volumenya naik. Sedangkan keliling dan SD pada
level 130 meter meningkat dan pada level 137 meter berfluktuasi namun cenderung adanya
kenaikan. Berdasarkan nilai SD dari tahun 1996, 2000, hingga 2005, maka dapat disimpulkan
bahwa kesuburan Waduk Sermo cenderung meningkat pada tiap level genangan dengan nilai
SD nya rata-ratanya 2,94 maka disimpulkan pula bahwa bentuk Waduk Sermo tidak
beraturan.
SARAN
Saran untuk praktikum, dalam praktikum selanjutnya dapat dijelaskan lebih dulu tentang cara
dan mekanisme pengkuran morfometri agar praktikan tidak bingung dan meminimalisir
kesalahan. Selanjutnya saran untuk pengelolaan Waduk Sermo, bentuk waduk yang tak
beraturan cenderung mengakibatkan pendangkalan akibat sedimentasi bahan-bahan organik.
Pendangkalan yang ekstrim dapat mengubah susunan komunitas sekitar waduk. Oleh sebab
itu pendangkalan harus seminimal mungkin ditekan dengan cara seperti pembersihan material
organik seperti sampah (bila ada) yang terbawa ke waduk dan pengaturan masuk keluarnya
air dari sungai agar tidak berlebihan dalam membawa lumpur atau pasir yang menyebabkan
terjadinya pendangkalan agar tidak menganggu komunitas yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Aryulina, Diah et. al. 2004. Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Cole, Gerak. 1993. Buku Teks Limnologi. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian
Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur.
Lukman, I. dan Ridwan Syaha. 2010. Kajian Kondisi Morfometri dan Beberapa Parameter
Stratifikasi Perairan Danau Toba. Limnolek. Vol 17 no 2 : 158-170, LIPI.
Sihotang, C. Dan Efawani. 2006. Limnologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. Pekanbaru.
Suwignyo, S. 1997. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. Pradnya Paramitha. Jakarta.
Welch, P. S. 1952. Limnology. Mc-Graw-Hill. New York.
Wetzel, Robert. 1975. Limnology third edition. Sounders College. Philadelphia.