Anda di halaman 1dari 59

Praktikum Biologi Lingkungan

Jurusan Teknik Lingkungan


Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

ACARA 3
Estimasi Besarnya Populasi Anggota Komunitas Gastropoda
dengan Metode Kuadrat dan Pengukuran
Faktor Lingkungan di Ekosistem Sungai

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ilmiah
Sungai adalah perairan di air tawar yang di dalamnya terdapat
komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk
ekosistem yang saling mempengaruhi. Komponen ekosistem sungai saling
berhubungan antara satu dengan lainnya membentuk aliran energi yang
akan menjaga kestabilan ekosistem tersebut. Pada ekosistem sungai, arus
dan substat menjadi faktor pembatas kelimpahan organisme air baik hewan
maupun tumbuhan, tidak terkecuali anggota komunitas Gastropoda.
Gastropoda berperan sebagai konsumen primer (herbivora) dan
konsumen sekunder (karnivora) serta mebantu proses dekomposisi
material organik secara mekanis melalui aktivitas makanannya.
Penyebaran dari gastropoda pada suatu perairan ditentukan oleh
lingkungan aiotik dan biotik serta kemampuan dari gastropoda untuk
menyesuaikan diri terhadap masing-masing faktor lingkungan. Penyebaran
organisme ditentukan oleh pola distribusinya, hal ini dipengaruhi oleh
tingkat sosialisasi suatu organisme dalam suatu populasi, sifat lingkungan
biotik dan abiotik, interaksi dengan spesies lain dan ketersediaan sumber
daya. Gastropoda dapat menjadi perantara dari cacing parasit pada
manusia. Sebagian besar gastropoda adalah hewan laut, namun adapula
spesiesnya yang hidup di perairan air tawar. Kondisi lingkungan perairan,
salah satunya substrat sungai mempunyai peran penting bagi kehidupan
gastropoda penghuni air tawar. Penurunan jumlah spesies atau populasinya
dapat menjadi penunjuk adanya penurunan kualitas lingkungan, baik yang
dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia, maupun biologi. Selain itu, perubahan
distribusi dan kelimpahan spesies dapat menjadi bioindikator pada suatu
ekosistem sungai.
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

B. Permasalahan
1. Apa pengaruh pH, suhu, DO, kecepatan arus, habitat
(pool,rapid/riffle) dan biomassa detritus terhadap distribusi dan
kemelimpahan gastropda di ekosistem sungai?
2. Bagaimana gambaran ekosistem sungai tempat anda melakukan
praktikum?
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui besarnya populasi anggota komunitas
gastropoda di ekosistem sungai dengan metode kuadrat.
2. Mahasiswa memiliki keterampilan sampling air di ekosistem sungai
dan pengukuran faktor lingkungan.
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

BAB II
DASAR TEORI
Kita dapat mendefinisikan komunitas secara sederhana sebagai satu
kumpulan populasi yang saling berinteraksi. Komunitas dapat dikarakterisasi
menurut beberapa cara, sebagai contoh dideskripsikan menurut spesies yang
menonjol atau lingkungan fisiknya (komunitas gurun, komunitas kolam,
komunitas hutan meranggas). Karakteristik level komunitas mencakup:
1) Diversitas: jumlah spesies di dalam komunitas
2) Kelimpahan relatif: kelimpahan relatif suatu spesies terhadap kelimpahan
seluruh spesies dalam komunitas
3) Stabilitas: ukuran bagaimana komunitas berubah sepanjang waktu.
(Sumarto, 2016)
Sungai merupakan badan air mengalir. Sepanjang kanan kiri sungai, dari
hulu menuju hilir, biasanya terdapat vegetasi, area pemukiman, pertanian dan
industri. Sungai secara fisik dicirikan oleh arus, jenis/tipe substrat, suhu, dan
kemiringan (slope). Sedangkan faktor kimiawi antara lain adanya gas dan
komponen terlarut, sistem buffer bikarbonat, alkalinitas, dan hardness. Sungai
juga tersusun atas komponen biotik, yaitu jamur, makrofita,
makroinvertebrata bentik, dan ikan. Ketiga faktor tersebut dan kondisi
lingkungan di kanan kiri sungai, terintegrasi dan berinteraksi membentuk
ekosistem sungai. Dalam ekosistem tersebut dapat dicirikan adanya rantai –
jaring makanan (trophic relationships), aliran energi, dan siklus hara.Sungai
adalah suatu badan air yang mengalir kesuatu arah. Air sungai dingin dan
jernih serta mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan
gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi
sesuai dengan ketinggian dan garis lintang (Wulandari, 2009 dalam Muryani
dan Prasetya, 2021). Sungai secara fisik dicirikan oleh arus, jenis/tipe
substrat, suhu, dan kemiringan (slope). Sedangkan faktor kimiawi antara lain
adanya gas dan komponen terlarut, sistem buffer bikarbonat, alkalinitas, dan
hardness. Sungai juga tersusun atas komponen biotik, yaitu jamur, makrofita,
makroinvertebrata bentik, dan ikan. Ketiga faktor tersebut dan kondisi
lingkungan di kanan kiri sungai, terintegrasi dan berinteraksi membentuk
ekosistem sungai (Muryani dan Prasetya, 2021).
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

Ekosistem sungai merupakan ekosistem yang bersifat terbuka. Ekosistem


tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitar sungai.
Masukan energi ke dalam ekosistem sungai, baik berupa allochhthonous
(input dari luar ekosistem) maupun autochthonous (input dari dalam
ekosistem) maupun tersebut. Pada daerah hulu sungai, daerah resapan air
umumnya masih berupa vegetasi, sehingga memungkinkan hasil dekomposisi
(hara) masuk ke dalam badan sungai melalui aliran permukaan (surface run
off) (Muryani dan Prasetya, 2021).
Arus dan substrat merupakan faktor pembatas utama kemelimpahan hewan
akuatik. Pada ekosistem sungai, kondisi topografi daerah hulu sungai yang
umumnya berupa daerah pegunungan atau perbukitan dan daerah
pertengahan-hilir sungai yang berupa dataran, menyebabkan penurunan
kemelimpahan hewan akuatik, tetapi hewan akuatik umumnya mempunyai
adaptasi perilaku dan morfologi, sehingga dapat bertahan dalm kondisi arus
kuat. Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi komposisi dan distribusi
substrat. Daerah hulu sungai yang terletak di lereng pegunungan umumnya
mempunyai komposisi substrat yang didominasi batuan sedang-besar,
sehingga relatif tahan terhadap arus kuat. Namun, arus yang kuat
menyebabkan substrat yang berukuran kecil (≤ 5mm) dapat terbawa arus
menuju daerah hilir. Kecepatan arus yang menurun menuju hilir,
menyebabkan terjadinya sedimentasi substrat tersebut, hal ini akan
mempengaruhi komposisi substrat di daerah hilir. Substrat sungai dapat
berupa sedimen, serasah, batang kayu, makrofita akuatik atau filamentous
algae. Bagi hewan akuatik, substrat menjadi sumber makanan, tempat tinggal,
dan tempat untuk berlindung dari predator atau kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan (Muryani dan Prasetya, 2021).
Gastropoda (keong dan siput) termasuk filum moluska. Moluska adalah
kelompok hewan invertebrata yang dikenal sebagai hewan bertubuh lunak.
Klasifikasi umum, moluska dibagi dalam enam kelas yaitu Aplacophora,
Polyplacopora, Bivalvia (kerang), Scapoda, Cephalopoda (cumi-cumi) dan
Gastropoda (keong dan siput) (Marwanto, 2006 dalam Sari, 2016).
Gastropoda (keong) adalah binatang bertubuh lunak yang mempunyai
cangkang di luar tubuh tempatnya berlindung ketika bahaya datang.
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

Walaupun begitu, ada juga gastropoda yang tidak mempunyai cangkang atau
bercangkang kecil sehingga tidak dapat menampung seluruh tubuhnya.
Sepintas, gastropoda dapat dibedakan degan binatang lainnya karena ia
mempunyai satu atau dua pasang antena pada bagian kepalanya, bergantung
pada klasifikasinya. Ketika ia bergerak terlihat jejaknya berupa segaris lendir
yang berasal dari lendir tubuhnya. Tubuh gastropoda diselimuti lendir agar
tidak mengering yang dapat mengakibatkan kematiannya. Gastropoda dapat
ditemukan di mana-mana di dunia ini karena mereka hidup mulai dari puncak
gunung yang tinggi sampai di dasar laut. Gastropoda terestrial dapat
ditemukan di puncak gunung sampai pada bagian belakang hutan (Heryanto,
2013).
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

BAB III
METODE
A. Alat Dan Bahan

Gambar 3.1 Pasak Bambu Gambar 3. 2 Meteran Gulung


(Sumber : Laboratorium Biologi (Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021) Lingkungan, 2021)

Gambar 3.3 Intellegent Meter Gambar 3. 4 Botol Gelap


(Sumber : Laboratorium Biologi (Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021) Lingkungan, 2021)

Gambar 3. 5 Label Gambar 3.6 Transek 1m x 1m


(Sumber : Laboratorium Biologi (Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021) Lingkungan, 2021)
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

Gambar 3. 7 Stopwatch Gambar 3. 8 pH meter strip


(Sumber : Laboratorium Biologi (Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021) Lingkungan, 2021)

Gambar 3.9 Termometer Gambar 3.10 Bola Pimpong


(Sumber : Laboratorium Biologi (Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021) Lingkungan, 2021)

Gambar 3.11 Oven Gambar 3.12 Kantong Plastik


(Sumber : Laboratorium Biologi (Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021) Lingkungan, 2021)
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

Gambar 3.13 Timbangan Digital Gambar 3.14 Aluminium foil


(Sumber : Laboratorium Biologi (Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021) Lingkungan, 2021)

Gambar 3. 15 Tisu Gambar 3.16 Tabel Data


(Sumber : Laboratorium Biologi (Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021) Lingkungan, 2021)

Gambar 3. 17 Alat Tulis


(Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021)
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

B. Langkah Kerja
1. Di Lapangan

Menentukan lokasi dan habitat sampling.

Gambar 3. 18 Menentukan
Lokasi .
(Sumber : Koleksi Pribadi, 2021)

Mengambil sampel air.

Gambar 3. 19 Mengambil
Sampel
(Sumber : Koleksi Pribadi, 2021)

Mengukur kadar DO dan pH.

Gambar 3.20 Mengukur


DO dan pH
(Sumber : Koleksi Pribadi, 2021)
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

Mengukur suhu.

Gambar 3.21 Mengukur Suhu


(Sumber : Koleksi Pribadi, 2021)

Mengukur kecepatan arus.

Gambar 3.21 Mengukur Kecepatan


Arus
(Sumber : Koleksi Pribadi, 2021)

Mengambil sampel detritus dan


gastropoda.

Gambar 3.22 Pengambilan Sampel


Detritus dan Gastropoda
(Sumber : Koleksi Pribadi, 2021)
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

2. Di Laboratorium

Menimbang aluminium foil yang akan


digunakan untuk membungkus dendritus.

Gambar 3.23 Menimbang


Aluminium Foil
(Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021)

Dendritus yang sudah dikeringkan


kemudian ditimbang dengan aluminium
foil yang sudah ditimbang.

Gambar 3.24 Memberi


Label
(Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021)

Mengulangi langkah sebelumnya untuk


ketiga sampel lainnya.

Gambar 3.25 Mengulangi Langkah


Sebelumnya
(Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021)
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

Memasukkan dendritus kedalam oven


dan memanaskannya hingga
mendapatkan berat konstan dengan suhu
1000C.

Gambar 3.26 Mengoven Dendritus


(Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021)

Mengukur pH dan suhu terhadap air sampel


yang sudah diambil.

Gambar 3. 27 Mengukur Faktor


Lingkungan
(Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021)

Mengukur DO dan TDS menggunakan


alat itellegent meter terhadap sampel air
yang sudah diambil.

Gambar 3. 28 Mengukur DO dan


TDS
(Sumber : Laboratorium Biologi
Lingkungan, 2021)
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

C. Foto Lapangan

Gambar 3.29 Kondisi Lapangan


(Sumber : Koleksi Pribadi)
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

BAB IV
ISI
A. Hasil
Tabel 4.1 Data Pengamatan Gastropoda dan Faktor Lingkungan
Plot Daerah Plot pH Suhu DO TDS Kecepatan Arus
(oC) (mg/L) (ppm) (m/s)
2 Rapid 7 27,2 18,6 178 1. 0,763
2. 0,833
3. 0,769
Vrata-rata = 0,788
2 Riffle 7 27,2 18,6 178 1. 0,388
2. 0,351
3. 0,376
Vrata-rata = 0,372
2 Pool 7 27,2 18,6 178 1. 0,159
2. 0,152
3. 0,164
Vrata-rata = 0,158
Jarak 10 Meter Vrata-rata = 0,417 m/s
- Perhitungan Kecepatan Arus
s
Rumus : V = t dengan V : Kecepatan Arus (m/s)

s : Jarak (m)
t : waktu (s)
 Rapid
m
V1 = = 0,763 m/s
s
m
V2 = = 0,833 m/s
s
m
V3 = = 0,769 m/s
s
)
Vrata-rata = = 0,788 m/s
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

 Riffle
m
V1 = = 0,388 m/s
5 s
m
V2 = = 0,351 m/s
5s
m
V3 = = 0,376 m/s
s
5 )
Vrata-rata = = 0,372 m/s

 Pool
m
V1 = = 0,159 m/s
s
m
V2 = = 0,152 m/s
s
m
V3 = = 0,164 m/s
s
5 5 )
Vrata-rata = = 0,0,158 m/s

 Jarak 10 Meter
m
V3 = = 0,417 m/s
s
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

Tabel 4.2 Pengamatan Detritus Stand 6


Rapid Riffle Pool
Berat Basah 8,8 14,9 25,5
Berat Kering 7,4 14,1 21,3
Hasil 7,4 – 0,9 = 6,5 gr 14,1 – 1,4 = 12,7 gr 21,2 – 1,6 = 19,7 gr

- Perhitungan Detritus
Berat Detritus = Berat Kering – Berat Alumunium Foil
 Rapid
Berat detritus = 7,4 gram – 0,9 gram
= 6,5 gram
 Riffle
Berat detritus = 14,1 gram – 1,4 gram
= 12,7 gram
 Pool
Berat detritus = 21,3 gram – 1,6 gram
= 19,7 gram
Tabel 4.3 Data Kelas Stand 1 - 8

Stand 1 Stand 2 Stand 3 Stand 4 Stand 5 Stand 6 Stand 7 Stand 8

Parameter
Fakultas Teknologi Mineral
Jurusan Teknik Lingkungan

Rapid Riffle Pool Rapid Riffle Pool Rapid Riffle Pool Rapid Riffle Pool Rapid Riffle Pool Rapid Riffle Pool Rapid Riffle Pool Rapid Riffle Pool
Praktikum Biologi Lingkungan

UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

Suhu (oC) 26,2 26,2 26,2 26,4 26,4 26,4 27 27 27 26,8 26,8 26,8 27 27 27 27,2 27,2 27,2 27,3 27,3 27,3 27,1 27,1 27,1

DO (mg/L) 20,1 20,1 20,1 18,6 18,6 18,6 22,5 22,5 22,5 22,4 22,4 22,4 20,4 20,4 20,4 18,6 18,6 18,6 18,6 18,6 18,6 18,7 18,7 18,7

V (m/s) 0,735 0,479 0,564 0,646 0,568 0,346 0,574 0,178 0,354 0,677 0,164 0,353 0,552 0,366 0,161 0,788 0,372 0,158 0,754 0,312 0,26 0,769 0,231 0,345

Jumlah Gastropoda 8 22 16 5 15 4 6 23 12 18 60 31 55 58 30 22 70 54 28 64 52 27 60 50

Berat (gram) 3,1 13 11,12 3,2 9,7 6 3,49 10,2 11,18 8,4 13,8 10,2 8,1 15 22,27 6,5 12,7 19,7 7,2 15,86 14,2 5,4 15,7 13,1
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

B. Pembahasan
Acara ketiga Praktikum Biologi Lingkungan membahas tentang
estimasi besarnya populasi anggota komunitas gastropoda. Percobaan
dilakukan menggunakan metode kuadrat serta pengukuran terhadap faktor
lingkungan di lokasi penelitian. Lokasi penelitian terletak pada sungai kali
kuning Desa Wedomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kondisi Lapangan pada saat dilakukan percobaan
menunjukkan kondisi air yang jernih, bercuaca cerah, dan terdapat vegetasi,
batu-batuan, ikan kecil, kepiting, dan bebek yang berada di sekitar sungai.
Untuk menentukan nilai estimasi dari besarnya populasi anggota komunitas
gastropoda, maka dilakukan percobaan terhadap 3 habitat sungai yang
terdiri dari daerah rapid, riffle, dan pool untuk menentukan besarnya
kecepatan arus, ph, suhu, DO serta TDS dari setiap daerah habitat sungai.
Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa dari ketiga daerah habitat
sungai memiliki nilai ph yang sama yaitu 7 dengan jumlah gastropoda pada
daerah rapid sebanyak 22, riffle 70 dan pool 54. Ph di sungai tempat
percobaan baik untuk kelangsungan hidup gastropoda karena masuk
kedalam ph netral. Faktor lingkungan selanjutnya yang dapat mempengaruhi
distribusi dan kerapatan gastropoda di sungai yaitu suhu. Berdasarkan grafik
3.1 yang menunjukkan hubungan antara gastropoda dengan suhu maka
dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat distribusi dan kemelimpahan
dari gastropoda. Gastropoda mampu bertahan hidup pada temperatur yang
tinggi. Pengaruh suhu sangat penting bagi kehidupan gastropoda karena
naik turunnya suhu dalam perairan dapat mengakibatkan kematian embrio
dan merusak fungsi enzim.
Faktor lingkungan yang selanjutnya yaitu DO (oksigen terlarut).
Berdasarkan grafik 3.2 hubungan gastropoda dengan DO dapat diketahui
bahwa semakin tinggi nilai DO (oksigen terlarut) maka semakin tinggi
distribusi dan kemelimpahan gastropoda. Hal ini dapat terlihat pada grafik
dengan nilai DO tertinggi yaitu 22,5 m/L ditemukan gastropoda yang
jumlahnya lebih banyak daripada stand lain yang memiliki DO yang lebih
kecil. Tingginya kadar DO dalam perairan menunjukkan kondisi air yang
baik sehingga gastropoda dapat bertahan hidup serta berkembang biak
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

dengan baik, sehingga memiliki distribusi dan kemelimpahan yang baik


pula.
Selain ph, suhu, dan DO, faktor yang dapat mempengaruhi
kemelimpahan dan distribusi dari gastropoda. Pada grafik 3.3 yang
memperlihatkan hubungan antara kecepatan arus dengan gastropoda dapat
diketahui bahwa semakin kecil kecepatan arus maka semakin banyak
ditemukan gastropoda, begitupun sebaliknya, kecepatan arus berkaitan
dengan habitat sungai (rapid, riffle, dan pool). Sebelumnya sudah diketahui
bahwa gastropoda akan melekat pada substrat. Jika dilihat dari substratnya,
pada daerah rapid sangat bagus untuk gastropoda karena substratnya berupa
batu-batuan, kerikil danpasir kasar namun pada daerah rapid kecepatan
arusnya relatif ttinggi sehingga tidak terlalu mendukung pertumbuhan dari
gastropoda. Jumlah gastropoda pada daerah riffle lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah gastropoda pada daerah rapid dan pool. Karena
pada daerah ini arusnya relatif lemah dengan substrat batuan kecil sedang.
Berat detritus akan mempengaruhi distribusi dan kemelimpahan
gastropoda. Detritus merupaka batuan bahan organik dari partikulat mati.
Partikulat dapat berasal dari luar ekosistem air sungai dan dari dalam
ekosistem air sunga. Contoh dari dalam ekosistem air sungai adalah hewan
dan vegetasi dalam sungai yang terdekomposisi. Pada grafik 3.3 yaitu
hubungan anatara gastropoda dengan detritus dapayt diketahui bahwa
semakin berat detritus maka semakin banyak jumlah gastropoda.
Gastropoda akan merubah detritus dapat diketahui menjadi detrit yang dapat
menjadi energi bagi organisme perairan lain. Jika jumlah detritus cukup
banyak maka akan berpengaruh terhadap kondisi air seperti terjadinya
kekeruhan pada perairan. Perairan yang sedikit keruh akan mempengaruhi
keberadaan gastropoda di dalamnya karena bisa menguranhgi kadar oksigen
di dalamnya sehingga bisa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
organisme.
Sungai yang menjadi lokasi percobaan berada dalam kondisi yang
baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai DO yang tinggi dan ph sungai yang
netral. Kemudian di sekitar sungai juga ditentukan adanya vegetasi yang
tumbuh yang berpotensi menjadi aliran energi dari luar ekosistem sungai.
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

Dengan kondisi sungai serta ekosistem yang seperti disebutkan masih


tergolong ke dalam kondisi perairan yang mendukung pertumbuhan
gastropoda. Berdasarkan parameter ph, suhu, DO, dan TDS apabila
dikaitkan dengan Pergub DIY no. 20 tahun 2008 dapat dikatakan bahwa
sungai masih dalam keadaan yang baik atau belum terjadi pencemaran yang
begitu berarti karena dengan nilai ph 7 sudah memenuhi nilai baku mutu
sesuai undang-undang begitupun dengan nilai 22,5 mg/L, temperatur 27,2oC
dan TDS 178 ppm yang masih sesuai dengan baku mutu.
Pengaplikasian pada acara ketiga Praktikum Biologi Lingkungan di
bidang Teknik Lingkungan adalah gastropoda dapat dijadikan sebagai
bioindikator dalam pencemaran pada suatu perairan. Jika gastropoda yang
ditemukan pada suatu wilayah jumlahnya semakin banyak maka kondisi
perairan tersebut tidak tercemar. Akan tetapi distribusi dan kemelimpahan
gastropoda dipengaruhi oleh kecepatan arus, kedalaman dan jumlah
dedritus. Hal ini menyebabkan kurang tepat jika digunalan untuk
menentukan tercemar atau tidaknya suatu wilayah perairan hanya
berdasarkan parameter keberadaan gastropoda saja. Oleh karena itu
diperlukan beberapa parameter pendukung untuk menentukan suatu wilayah
perairan masuk kedalam penilaian tercemar atau tidak.
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa:
1. pH, suhu, DO, dan biomassa detritus berbanding lurus dengan distribusi
dan kemelimpahan gastropda di ekosistem sungai. Sedangkan
kecepatan arus berbdanding terbalik dengan distribusi dan
kemelimpahan gastropda di ekosistem sungai. Untuk habitat
(rapid,riffle,pool) yang paling mendukung distribusi dan kemelimpahan
gastropda di ekosistem sungai adalah riffle.
2. Nilai DO yang tinggi, ph sungai yang netral, dan di sekitar sungai
ditemukan adanya vegetasi yang tumbuh maka kondisi sungai serta
ekosistem masih tergolong ke dalam kondisi perairan yang mendukung
pertumbuhan gastropoda.
B. Saran
Pelaksanaan praktikum sudah baik namun perlu dilakukan kegiatan
lapangan yang lebih sesuai dengan pengambilan data sebenarnya.
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

DAFTAR PUSTAKA

Heryanto. 2013. Keanekaragaman dan Kepadatan Gastropoda Terestial di


Perkebunan Begerejo Kecamatan Gedogtataan Kabupaten Pesawaran
Provinsi Lampung. Zoo Indonesia. 22(1): 23-29.
Muryani, Eni dan Prasetya, J.D. 2021. Buku Panduan Praktikum Biologi
Lingkungan. DIY: UPN “Veteran” Yogyakarta.
Sari, Wati Puspita dkk. 2016. Studi Preferensi Habitat Sifut Tutut (Ballamyu
Javanica) di Desa Amonggedo Kabupaten Kanowe. Jurnal Manajemen
Sumber daya Perairan. 1(2): 213-224.
Sumarto, Saroyo dan Roro Koneri. 2016. Ekologi Hewan. Bandung: CV Patra
Media Gravindo.
Praktikum Biologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2021/2022

LAMPIRAN
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

NOMOR 20 TAHUN 2008

TENTANG

BAKU MUTU AIR

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Diperbanyak Oleh:

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

2008
Scanned with CamScanner
Keanekaragaman dan Kepadatan Gastropoda Terestrial di Perkebunan Bogorejo, Kecamatan Gedongtataan,
Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung
Zoo Indonesia 2013. 22(1): 23-29

KEANEKARAGAMAN DAN KEPADATAN GASTROPODA TERESTRIAL


DI PERKEBUNAN BOGOREJO KECAMATAN GEDONGTATAAN
KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG
Heryanto
Bidang Zoologi, Puslit Biologi - LIPI,
Gedung Widyasatwaloka, Jl. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong 16911
e-mail: heryantogakpakenamabelakang@yahoo.co.id
(diterima April 2013, disetujui Mei 2013)

ABSTRAK
Heryanto (2013). Keanekaragaman dan Kepadatan Gastropoda Terestrial di Perkebunan Bogorejo
Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Zoo Indonesia, 22(1), 23-29.
Penelitian tentang gastropoda terestrial telah dilakukan pada kebun karet, cokelat, dan sawit di perkebunan
Bogorejo Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Tujuan penelitian ini adalah
(1) untuk mengetahui keanekaragaman gastropoda terestrial di kebun karet, cokelat, dan sawit dan (2)
untuk mengetahui kepadatan gastropoda terestrial di ketiga macam kebun tersebut. Metode pemilihan lokasi
yang digunakan adalah metode purposive, kemudian dilakukan random sampling. Analisis gastropoda
terestrial menggunakan keanekaragaman serta, kepadatan. Keanekaragaman gastropoda menggunakan
indeks keanekaragaman Shannon-Simpson. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa di kawasan perkebunan
karet, cokelat, dan sawit ditemukan 10-20 species gastropoda terestrial dengan kepadatan berkisar antara
27,85-201,18 indiv/m2, serta indeks keanekaragaman (H’) berkisar antara 1,73- 2,64. Keanekaragaman
dan jumlah spesies gastropoda terestrial tertinggi ditemukan di kebun karet, sementara itu kepadatan
tertinggi ditemukan di kebun cokelat.
Kata kunci: gastropoda, keanekaragaman, kepadatan

ABSTRACT
Heryanto (2013). Diversity and density of terrestrial gastropods in Bogorejo plantations,
Gedongtataan Regency, Pesawaran District, Lampung Province. Zoo Indonesia, 22(1), 23-29. Research
on terrestrial gastropods have been conducted in the rubber, cocoa and oil palm plantations in Bogorejo
village, Gedongtataan Subdistrict, Pesawaran Regency of Lampung. The objective of this study were (1) to
determine the diversity of terrestrial gastropods in rubber, cocoa, and palm oil plantations and (2) to
determine the density of terrestrial gastropods in those plantations. Sites were selected by “purposive
method", then performed by "random sampling". Data was examined for diversity of terrestrial gastropods as
well as their densities. Gastropod diversity was calculated by the diversity index of Shannon-Wiener. The
results shows that the number of species found were 10-20 whereas their densities ranged from 27.85 to
201.18 ind./m2. Based on Shannon-Wiener, the diversity index (H ') ranged from 1.73 to 2, 64. The highest
diversity was found in rubber plantation, while the highest density was found in the cacao plantation.
Keywords: density, diversity, gastropod

PENDAHULUAN pada klasifikasinya. Ketika ia bergerak terlihat


Gastropoda (keong) adalah binatang bertubuh jejaknya berupa segaris lendir yang berasal dari
lunak yang mempunyai cangkang di luar tubuh lendir tubuhnya. Tubuh gastropoda diselimuti
tempatnya berlindung ketika bahaya datang. lendir agar tidak mengering yang dapat
Walaupun begitu, ada juga gastropoda yang tidak mengakibatkan kematiannya.
mempunyai cangkang atau bercangkang kecil Gastropoda dapat ditemukan di mana-mana
sehingga tidak dapat menampung seluruh tubuhnya. di dunia ini karena mereka hidup mulai dari puncak
Sepintas, gastropoda dapat dibedakan degan gunung yang tinggi sampai di dasar laut.
binatang lainnya karena ia mempunyai satu atau dua Gastropoda terestrial dapat ditemukan di puncak
pasang antena pada bagian kepalanya, bergantung gunung sampai pada bagian belakang hutan

23
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

IDENTITAS PEMILIK

BUKU INI MILIK

NAMA :

NIM :

PLUG/KELOMPOK :

NO HP :

BARANG SIAPA MENEMUKAN BUKU INI, HARAP DIKEMBALIKAN KEPADA


MAHASISWA DENGAN IDENTITAS DI ATAS

i
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

C. DASAR TEORI
Sungai merupakan badan air mengalir. Sepanjang kanan kiri
sungai, dari hulu menuju hilir, biasanya terdapat vegetasi, area
pemukiman, pertanian dan industri. Sungai secara fisik dicirikan oleh
arus, jenis/tipe substrat, suhu, dan kemiringan (slope). Sedangkan
faktor kimiawi antara lain adanya gas dan komponen terlarut, sistem
buffer bikarbonat, alkalinitas, dan hardness. Sungai juga tersusun atas
komponen biotik, yaitu jamur, makrofita, makroinvertebrata bentik,
dan ikan. Ketiga faktor tersebut dan kondisi lingkungan di kanan kiri
sungai, terintegrasi dan berinteraksi membentuk ekosistem sungai.
Dalam ekosistem tersebut dapat dicirikan adanya rantai – jaring
makanan (trophic relationships), aliran energi, dan siklus hara.
Input Energi. Ekosistem sungai merupakan ekosistem yang
bersifat terbuka. Ekosistem tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan di sekitar sungai. Masukan energi ke dalam ekosistem
sungai, baik berupa allochhthonous (input dari luar ekosistem) maupun
autochthonous (input dari dalam ekosistem) maupun tersebut. Pada
daerah hulu sungai, daerah resapan air umumnya masih berupa
vegetasi, sehingga memungkinkan hasil dekomposisi (hara) masuk ke
dalam badan sungai melalui aliran permukaan (surface run off). Hara
tersebut selanjutnya aka tersuspensi dalam air atau terendapkan di
dasar sungai dan dapat menjadi sumber energi bagi organisme sungai.
Selain itu, hara juga dapat berasal dari proses dekomposisi yang terjadi
dalam ekosistem sungai.
Habitat. Secara umum , habitat sungai dibedakan menjadi
daerah rapid/riffle dan pool. Daerah rappid/rifle umumnya dangkal,
substrat berupa batuan dari kecil-sedang, dan dengan turbulensi arus
yang kuat (rapid) dan lemah (riffle). Sedangkan pool relative lebih
dalam, substrat berupa lumpur, dan aliran air lambat.
Arus. Arus dan substrat merupakan faktor pembatas utama
kemelimpahan hewan akuatik. Pada ekosistem sungai, kondisi
topografi daerah hulu sungai yang umumnya berupa daerah
25
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

pegunungan atau perbukitan dan daerah pertengahan-hilir sungai yang


berupa dataran, menyebabkan penurunan kemelimpahan hewan
akuatik, tetapi hewan akuatik umumnya mempunyai adaptasi perilaku
dan morfologi, sehingga dapat bertahan dalm kondisi arus kuat.
Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi komposisi dan distribusi
substrat. Daerah hulu sungai yang terletak di lereng pegunungan
umumnya mempunyai komposisi substrat yang didominasi batuan
sedang-besar, sehingga relatif tahan terhadap arus kuat. Namun, arus
yang kuat menyebabkan substrat yang berukuran kecil (≤ 5mm) dapat
terbawa arus menuju daerah hilir. Kecepatan arus yang menurun
menuju hilir, menyebabkan terjadinya sedimentasi substrat tersebut,
hal ini akan mempengaruhi komposisi substrat di daerah hilir.
Substrat. Substrat sungai dapat berupa sedimen, serasah,
batang kayu, makrofita akuatik atau filamentous algae. Bagi hewan
akuatik, substrat menjadi sumber makanan, tempat tinggal, dan
tempat untuk berlindung dari predator atau kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan. Komposisi substrat akan menentukan
stabilitas substrat, terutama terhadap arus kuat di daerah hulu.
Stabilitas substrat selanjutnya akan mempengaruhi struktur komunitas
hewan akuatik. Bagian sungai dengan komposisi substrat yang
didominasi sedimen berukuran besar, merupakan tempat yang
stabilitas tinggi terhadap arus kuat, sehingga kemelimpahan hewan
akuatik lebih tinggi dibandingkan bagian sungai dengan komposisi
utama kerikil atau pasir.
Gastropoda. Gastropoda merupakan salah satu hewan
invertebrata akuatik yang bersifat benthik dan melekat pada substrat.
Dalam ekosistem sungai, gastropoda merupakan salah satu komponen
penyusun rantai makanan dan berperan dalam proses dekomposisi
senyawa organik. Besarnya kemelimpahan gastropoda dalam
ekosistem sungai dapat menunjukkan terjadinya interaksi antara
gastropoda dengan faktor biotik dan abiotik sungai serta kondisi kanan
26
Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 1(2): 213-224

Studi Preferensi Habitat Siput Tutut (Bellamya javanica)


di Desa Amonggedo Kabupaten Konawe
[The study of tutut snail habitat preferences (Bellamya javanica) at Amonggedo Village,
District of Konawe]

Wanti Puspita Sari1, Bahtiar2, Emiyarti3


1
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo
Jl. HAE Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232, Telp/Fax: (0401) 3193782
2
Surel: tiar_77unhalu@yahoo.com
3
Surel: emiyarti@ymail.com

Diterima: 22 Maret 2016; Disetujui : 18 Juli 2016

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui studi preferensi habitat siput tutut (Bellamya javanica) dan
dilaksanakan selama satu bulan (Mei-Juni 2015) di Desa Amonggedo Kabupaten Konawe. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan kuadrat/plot berpetak dengan menempatkan kuadrat secara sistematis menurut garis transek. Hasil
penelitian yang diperoleh pada stasiun lumpur mengalir dan lumpur tidak mengalir masing-masing adalah 1,37-1,5
ind/m2 dan 0,24-0,27 ind/m2. Keberadaan siput tutut di Desa Amonggedo melimpah karena disebabkan oleh karakteristik
habitat yang relatife optimal. Pola penyebarannya mengelompok. Hasil pengukuran kualitas air pada masing-masing
stasiun I−III yaitu rata-rata pH substrat 4,9 dan pada masing-masing stasiun IV−VI yaitu rata-rata 4,6; rata-rata suhu
260C; rata-rata kecerahan 0,3 dan 0,28 m. Tipe substrat pada masing-masing stasiun lumpur mengalir dan lumpur tidak
mengalir didominasi oleh tekstur debu 74,77% dan 61,99% dengan kandungan bahan organiknya masing-masing
10,0117% dan 14,0337%. Berdasarkan analisis CA kualitas air yang paling mempengaruhi distribusi siput tutut dalam
penelitian ini adalah kecepatan arus dengan nilai berkisar 0,52−1,05 m/detik.

Kata Kunci: Preferensi, Distribusi, Siput Tutut, Lumpur Mengalir, Lumpur Tidak Mengalir

Abstract
The purpose of the study was to know the habitat preference of Bellamya javanica. The study was conducted
from May to June 2015 in Amonggedo, Konawe. The sampling technique used was a quadratic transect by
placing a systematically quadrat according to line transect. The results of study found at the flowing mud
station and the stagnan mud stasion ranged 1.37−1.50 ind/m2 and 0.24−0.27 ind/m2, respectively. The present
of Bellamya javanica was dense due to relatively optimal of habitat characteristics. It was found that the
distribution pattern of Bellamya javanica was clumped. The pH averages in both stations were 4.9 and 4.6,
respectively while the water temperatures average was 26 oC. Its water transparency averages were 0.30 m
and 0.28 m, respectively. The substrate texture in both stations was dominated by dust, namely 74.77 % and
61.99 % respectively. Its organic content was 10.0117 % and 14.0337 %, respectively. Coresponde based
analysis (CA) waters quality that most affect the distribution of Bellamya javanica in this study in the current
velocity with values ranging from 0.52−1.05 m/s.

Keywords: Preference, Distribution, Tutut snail, Flowing mud, Grassy mud

Pendahuluan
Gastropoda (keong dan siput) termasuk Cephalopoda (cumi-cumi) dan Gastropoda
filum moluska. Moluska adalah kelompok (keong dan siput). (Marwanto, 2006; Jutting,
hewan invertebrata yang dikenal sebagai hewan 1956).
bertubuh lunak. Klasifikasi umum, moluska Siput tutut (Bellamya javanica)
dibagi dalam enam kelas yaitu Aplacophora, merupakan jenis keong yang dikonsumsi oleh
Polyplacopora, Bivalvia (kerang), Scapoda, masyarakat. Kandungan protein didalam keong
SAROYO SUMARTO & RONI KONERI
TENTANG PENULIS.
EKOLOGI HEWAN
Saroyo Sumarto lahir di Boyolali Jawa Tengah anak
pasangan Dalimo Pawiro Sumarto dan Sumirin SAROYO SUMARTO
Pawiro Sumarto. Setelah menyelesaikan pendidikan
S3 di Program Studi Primatologi pada tahun 2005, RONI KONERI
kemudian ak f menjadi peneli primata di Sulawesi
Utara. Pada saat ini, Saroyo Sumarto menjadi
pengajar di Program Studi Biologi, Universitas Sam
Ratulangi Manado untuk mata kuliah Biodiversitas,
Biologi Konservasi, dan Primatologi. Berbagai
seminar nasional dan internasional telah diiku ,

EKOLOGI
demikian pula berbagai tulisan dan karya ilmiah
telah dihasilkan. Beberapa buku yang ditulisnya:
B i o g e o g r a fi , C l i m b i n g M o u n t Ta n g ko ko :
C o n s e r va o n Ed u ca o n M e d i u m , B i o l o g i
Konservasi, Biodiversitas, Local Wisdom of
Danowudu Community in Preserving Forest as a
Water Source in City of Bitung. In: Climate Change
Management: Climate Change and Sustainable Use

HEWAN
of Water Resources, dan Biodiversitas Kota Bitung.

Editor: Gito Hadiprayitno


BAB V. KOMUNITAS

Di alam terdapat banyak interaksi dan hubungan yang kompleks di


antara hewan dan lingkungannya. Hewan hidup membentuk kelompok
dengan sistem hierarki yang kompleks, dari individu-populasi-komunitas,
sampai ekosistem. Hubungan antarindividu maupun antarpopulasi tidaklah
statis tetapi sangat dinamis yang menyangkut aliran materi dan energi.
Aliran energi dari satu organisme ke organisme lainnya dapat digambarkan
dalam piramida atau rantai makanan yang secara kompleks membentuk
jaring-jaring makanan.
Kita dapat mendefinisikan komunitas secara sederhana sebagai satu
kumpulan populasi yang saling berinteraksi. Komunitas dapat
dikarakterisasi menurut beberapa cara, sebagai contoh dideskripsikan
menurut spesies yang menonjol atau lingkungan fisiknya (komunitas gurun,
komunitas kolam, komunitas hutan meranggas). Karakteristik level
komunitas mencakup:
1) Diversitas: jumlah spesies di dalam komunitas
2) Kelimpahan relatif: kelimpahan relatif suatu spesies terhadap
kelimpahan seluruh spesies dalam komunitas
3) Stabilitas: ukuran bagaimana komunitas berubah sepanjang waktu.
Hubungan antarpopulasi di dalam suatu komunitas sangat kompleks,
sangat bervariasi yang meliputi hubungan positif, negatif, dan interaksi
mutual. Contoh hubungan dalam komunitas meliputi kompetisi (untuk
sumber daya makanan, habitat peneluran, atau sumber daya lainnya),
parasitisme, dan herbivori.

83

Anda mungkin juga menyukai