Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU LINGKUNGAN DASAR

ACARA X DAN XI

PENGENALAN EKOSISTEM AKUATIK – PENGENALAN EKOSISTEM


TERESTRIAL

DISUSUN OLEH :

NAMA : Ahmad Asfar Aulia

NIM : M0822003

KELOMPOK :3

ASISTEN : Calista Fabiola Candranigtyas

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Ekosistem Akuatik


Ekosistem adalah hubungan timbal balik antara organisme dan
lingkungannya, yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ekosistem
akuatik atau yang bisa disebut perairan darat adalah perairan yang terdapat
di permukaan daratan dan umumnya letaknya lebih tinggi dari permukaan
laut. Perairan darat ini pula mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang
lebih rendah, sampai setinggi air di permukaan laut. Pada ekosistem
perairan tawar, berdasarkan tipe alirannya dibedakan menjadi dua yakni
perairan tergenang (lentik) dan perairan mengalir (lotik). Perairan tergenang
merupakan salah satu bentuk perairan umum yang masa airnya tenang
sehingga disebut habitat lentik. Contoh perairan tergenang adalah danau
atau situ, kolam rawa, waduk, dan lain lain. Sedangkan perairan mengalir
yang biasa disebut perairan lotik merupakan perairan yang mengalir, contoh
perairan mengalir adalah sungai.
Sungai merupakan salah satu ekosistem lotik (perairan mengalir)
yang berfungsi sebagai habitat makhluk hidup. Perairan mengalir
mempunyai corak tertentu yang secara jelas membedakannya dari air
menggenang walaupun keduanya merupakan habitat air tawar (Drake et al,
2018). Organisme yang dapat beradaptasi dengan arus. Sungai biasanya
berasal dari daerah tangkapan air pegunungan. Sungai sebagai salah satu
jenis habitat organisme akuatik sering kali tidak dapat dihindari karena
penurunan kualitas air yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti
aktivitas industri di sekitar badan sungai. Perubahan suatu kondisi
lingkungan di sungai biasanya disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri,
rumah tangga, dan pertanian akan menghasilkan limbah yang membuat
penurunan kualitas air sungai. Hal tersebut tidak terjadi di sungai saja
melainkan dapat terjadi di danau karena sungai pun pada akhirnya mengalir
ke danau. Penurunan kualitas air akan diikuti dengan perubahan kondisi
fisik, kimia, dan biologis sungai. Perubahan yang terjadi akan berdampak
pada kerusakan habitat dan berdampak pada kerusakan habitat dan
mengakibatkan penurunan keanekaragaman organisme yang hidup pada
perairan.
Tujuan praktikum ini adalah Mahasiswa mengetahui metode
monitoring kualitas perairan lentik dan Mahasiswa mengetahui teknik
sampling dan analisis parameter fisika, kimia, dan biologi perairan
khususnya di perairan lentik
1.2 Ekosistem Terestrial
Ekosistem terestrial atau terestrial disebut ekosistem. Ekosistem
adalah wilayah daratan (terrestrial) yang ditentukan oleh kondisi iklim,
curah hujan, letak geografis, dan garis lintang. Ekosistem terestrial dapat
dibagi menjadi tujuh kategori berdasarkan karakteristiknya: ekosistem
gurun, ekosistem taiga, ekosistem sabana, ekosistem tundra, hutan hujan
tropis, ekosistem padang rumput, dan ekosistem hutan gugur. (Widodo,
D.,dkk. 2021). Yang berperan dalam menjaga ekosistem terestrial adlah
hutan pantai yakni sebagai tempat daur materi dan habitat bagi organisme
terestrial (Puspita, D., & Prasetyo, S. E. (2020))
Berdasarkan letak geografisnya, dapat dibedakan menjadi enam
bioma, yaitu gurun, padang rumput, taiga, tundra, hutan gugur, dan hutan
hujan tropis. Salah satu contoh ekosistem terestrial adalah hutan riparian
yang berada di antara ekosistem yang berada di antara ekosistem air tawar
dan daratan. (Puspita, D., & Prasetyo, S. E. (2020). Dan yang termasuk
ekosistem terestrial yang lain adalah khdtk gunung bromo yang berada di
kabupaten Karanganyar
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) gunung bromo
yang dikelola Universitas Sebelas Maret merupakan salah satu hutan
produksi yang di dominsai oleh tutupan tanaman tahunan sehingga mampu
menyimpan karbon. Hal tersebut terlihat dari dominasi tumbuhan berkayu
dengan jenis tutupan kayu yang berbeda. Sekarang ini banyak alih fungsi
tutupan lahan hutan menjadi lahan pertambangan, perkebunan, pertanian
permukiman, maupun industri yang dapat mengakibatkan penurunan
biomassa dan simpanan karbon pada vegetasi. Dan juga akan berdampak
pada perubahan suhu di permukaan bumi yang menjadi lebih panas dari
biasanya yang di sebabkan oleh naiknya gas karbondioksida (CO2) dan gas
- gas lain di atmosfear (Drupadi. Dkk. 2021). ada faktor biotik meliputi
semua organisme hidup baik itu konsumen, produsen, atau dekomposer.
Namun, faktor lingkungan yang biotik dianalisis secara kuantitatif dan
kualitatif adalah faktor abiotik. Dalam mencari data kuantitatif dan kualitatif
tersebut dibutuhkan alat khusus atau alat tertentu (Verhofstad et al., 2019).
Untuk mengembalikan zona ekosistem terestrial sama-sama
dibutuhkan pengetahuan ekologi dan sosial ekonomi agar dapat mendorong
mekanisme yang terlibat dalam pengerjaan degradasi lahan, juga
dibutuhkan pendalaman teknik serta sistem yang dapat mengembalikan dan
memperbaiki terjadinya degradasi ekosistem. (Guo et all., 2020). Perbedaan
keperluan dan keadaan di antara trek pohon dapat menjadi cara
pengkasifikasian ekosistem vegetasi dengan meniru cara kerja yang
dominan dengan degradasi biomassa di atas tanah yang dilaksanakan oleh
klasifikasi herbivora dan mikroba dalam ekosistem. Variasi seperti ini
berhubungan dengan perbedaan warna seperti coklat, hijau, dan hitam yang
bertujuan menjelaskan pergerakan struktur vegetasi. Walaupun terdapat
perbedaan tiap vegetasinya, pohon selalu tumpang tindih dalam lingkungan
sebab prosses yang berbeda, tapi konsisten mempunyai interaksi vegetasi
yang positif (Pausas and Bond, 2020).
Praktikum ilmu lingkungan dasar acara kesebelas dengan agenda
pengenalan ekosistem terestrial, bertujuan agar mahasiswa mampu
memahami tentang ekosistem terestrial itu sendiri dan fungsi yang dapat
diberikan bagi lingkungan. Penghitungan dilakukan dengan menghitung
biomassa tumbuhan sebagai vegetasi teresial serta estimasi karbon yang
dapat dihasilkan oleh tumbuhan tersebut menggunakan data DBH atau
diameter vegetasi tersebut.
BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Lokasi

Pada praktikum acara 10 mengenai pengenalan ekosistem akuatik


dilaksanakan pada tanggal 8 oktober 2022 di waduk delingan, desa
Delingan, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar, Provinsi
Jawa Tengah. Untuk mengambil sampel air waduk yang merupakan
perairan lentik. Sedangkan untuk mengambil sampel perairan lotik
dilakukan di sungai yang terletak di KHDTK gunung bromo Kabupaten
Karangayar.

Sedangkan Pada praktikum acara 11 mengenai pengenalan


ekosistem terestrial dilaksanakan pada 8 Oktober 2022 di Kawasan Hutan
Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Gunung Bromo Yang terletak antara
7o34’21,93” 7o35’38,90” LS dan 110o59’40,39”-111o0’49,36” BT dan
secara administratif terletak dalam dua Kelurahan yaitu Kelurahan
Delingan dan Gedong, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah. Sedangkan secara administratif kehutanan termasuk dalam
wilayah BKPH Lawu Utara, KPH Surakarta, Perum Perhutani Jawa
Tengah. Luas wilayah hutan 126,291 ha.
2.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang di gunakan praktikum acara 10 pengenalan


ekosistem akuatik meliputi termometer, DO meter, refraktometer, pH
meter, TDS meter, Secchi disk, plankton net, gayung, botol flacon,
mikroskop cahaya, gelas beaker, lateks, alat tulis, papan jalan, alat
dokumentasi. Untuk bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
akuades, sampel air waduk, alkohol 70%, label, tally sheet.

Untuk alat yang digunakan pada praktikum Acara 11 yaitu 6 buah


pasak bambu berukuran kurang lebih 45cm, meteran kain, alat tulis, alat
dokumentasi, dan multimeter. Sedangkan bahan yang diperlukan yakni tali
rafia serta tally sheet.

2.3 Langkah Kerja

Langkah kerja untuk praktikum “Pengenalan Ekosistem Akuatik”


yang pertama ialah menyiapkan seluruh alat dan bahan yang diperlukan
untuk praktikum kali ini, lalu menetapkan spot koordinat dan memasukkan
horiba multiparameter ke dalam air. Alat ini dipakai untuk mendeteksi
kedalaman, suhu, pH, kekeruhan dan lain lain. Setelah itu dikalibrasi untuk
mengevaluasi parameter perairan darat. Hasil dari parameter tersebut
dihitung dan di jumlah sehingga menerima catatan hasil pengevaluasian
dan perhitungannya.

Langkah kerja untuk praktikum “Pengenalan Ekosistem Terestrial”


ialah dengam mempersiapkan alat dan bahan terlebih dulu, lalu membikin
plot berukuran 2x2 m, 5x5 m, dan 20x20 m. lalu diidentifikasi dan dihitung
tanamannya yang berupa semai, pancang, dan pohon. Kemudian
dilanjutkan dengan mengevaluasi diameter pohon setinggi dada (DBH)
dan mencatat hasil nya di laporan sementara.

2.4 Metode Analisis

Metode analisis untuk praktikum “Pengenalan Ekosistem Akuatik”


ialah dengan melakukan analisis primer yaitu dengan terjun langsung ke
lapangan dan analisis sekunder yaitu mengamati hasil dari analisis primer
yang telah dilakukan.

Praktikum pengenalan ekosistem terestrial ini menggunakan


metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan
dengan melakukan analisis melaui literatur data sekunder dari jurnal.
Metode kuantitatif dilakukan dengan melakukan penghitungan
menggunakan bantuan Microsoft Excel.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil dan Pembahasan Ekosistem Akuatik

Ekosistem akuatik atau dalam bisa di sebut juga ekosistem perairan yang
berada di daratan yang biasanya letak nya lebih tinggi dari permukaan laut
karena airnya akan mengalir ke permukaan laut Di samping itu perairan darat
biasanya hanya sedikit mengandung larutan mineral dibanding perairan laut
meskipun pada ulasan kali ini tidak secara khusus akan dibahas. ( Utomo, dan
Chalif, .2014) ekosistem akuatik di bagi menjadi dua jenis yaitu perairan lotik
(mengalir) dan perairan lentik (menggenang).

Perairan lotik atau perairan mengalir meliputi sungai dan selokan,


organisme di perairan ini umumnya lebih sedikit di banding perairan lentik.
Perairan lentik atau perairan menggenang yaitu perairan yang tidak ada aliran
air di dalam nya meliputi waduk, danau, dan bendungan. Perairan ini umumnya
memiliki banyak organisme seperi ikan, nekton, benthos, neuston, pleuston
pagon, dan plankton. Ciri ciri perairan yang baik adalah masih hinggap nya
belalang di atas sungai tersebut karena hewan tersebut bisa membedakan air
yang baik dan air yang buruk

Aspek fisika yang mempengaruhi perairan adalah suhu yang sangat


berpengaruh bagi organiseme yang ada di perairan, apabila suhu terlalu tinggi
maka organisme akan cenderung stress dan akan menyebabkan peningkatan laju
metabolism hewan air. Faktor fisika yang kedua adalah Cahaya dan kekeruhan
Banyaknya cahaya yang menembus perairan danau atau waduk dan perubahan
intensitas dengan bertambahnya kedalaman memegang peranan penting dalam
menentukan produktivitas primer. Dalam ekosistem perairan cahaya
mempunyai pengaruh besar karena merupakan sumber energi untuk fotosintesis
organisme berklorofil. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam
perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme, sehingga juga
berpengaruh terhadap keberadaan dari suatu organisme (Setiawati, dkk. 2022).
Aspek fisika yang terakhir yaitu kedalaman air hal tersebut sangat penting bagi
organisme perairan karena akan memberikan implikasi langsung dan tidak
langsung terhadap keberadaan dan sistem organisasi organisme. Berdasarkan
kedalamannya sistem perairan menggenang dibagi menjadi beberapa zona,
yaitu: zona littoral (daerah dangkal), zona limnetik, dan zona profundal (daerah
yang dalam).

Aspek kimia yang juga mempengaruhi ekosistem akuatik yang pertama


adalah pH air karena dapat menentukan kualitas perairan. Kehidupan orfanisme
sangat bergantung pada tingkat keasaman (pH), pH yang netral untuk suatu
perairan dart berkisar antara 7,3-7,5 nilai tersebut masih layak untuk kehidupan
ikan. (Setiawati, dkk. 2022). Yang kedua ada oksigen terlarut (Dissolved
oxygen) yaitu kebutuhan oksigen di perairan hal ini sangat penting terutama
dalam proses respirasi oksigen terlarut bersumber dari proses difusi dan foto
sintesis. (Setiawati, dkk. 2022). Yang ketiga ada COD (Chemical Oxygen
Demand) berperan untuk menguraikan bahan orgnik pada suatu perairan.
(Manullang, dkk. 2021). Yang ke empat ada salinitas merupakan rata rata
konsentarasi garam dalam air, salinitas pada air tawar berkisar antara 0-35 ppt.
(Setiawati, dkk. 2022).

Aspek biologi yang mempengaruhi ekosistem akuatik antara lain yang


pertama adalah plankton yang merupakan organisme dengan ukuran sangat
kecil dan bergerak sesuai arah arus. (Harlina. 2020). Aspek biologi yang berikut
nya adalah benthos, Bentos ialah organisme yang hidup di dasar perairan
(substrat) bagus yang sesil, merayap ataupun menggali lubang. Bentos hidup di
pasir, lumpur, batuan, atau patahan karang. Kategori bentos berdasarkan
ukurannya, Yang pertama ada Mikrofauna yang berukuran lebih kecil dari 0,1
mm, yang kedua meiofauna yang berukuran 0,1 mm - 1mm, yang terakhir ada
yang ukuran nya lebih besar dari 1mm.

Sistem monitoring perairan ini memakai metode teknik sampling. Pada


dasarnya dalam pengambilan sampel dan uji parameter kualitas lingkungan
membutuhkan teknik serta penanganan yang cukup kompleks, Hal ini
dikarenakan pada karakteristik polutan lingkungan yang saling berintegrasi
dengan keadaan suatu kawasan, sehingga demikian hal ini menyebabkan
fenomena alam yang ada bersifat dinamis. Dan diketahui juga konsentrasi dari
parameter kualitas lingkungan ketika ini bersifat mikro, hal ini menyebabkan
sebagian kendala analitik yang acap kali timbul ketika cara kerja analitik
lingkungan dilaksanakan di lab.

Untuk pemilihan titik atau lokasi bisa ditentukan berdasarkan pada


tujuan pemeriksaan. Lokasi pengambilan figur dilakukan pada air permukaan
dan air tanah. Air permukaan Lokasi pengambilan figur di air permukaan bisa
berasal dari tempat pengaliran sungai dan danau/waduk. Pada umumnya
pemantauan mutu air pada suatu tempat pengaliran sungai (DPS),berdasarkan
pada: (1) sumber air alamiah, adalah lokasi pada tempat yang belum terjadi atau
masih sedikit pencemaran, (2) sumber air tercermar, adalah lokasi pada tempat
yang sudah mengalami perubahan atau di hilir sumber pencemar, (3) sumber air
yang dimanfaatkan, adalah lokasi pada tempat penyadapan pemanfaatan sumber
air tersebut. Padahal pemantauan mutu air pada danau/waduk berdasarkan pada:
(1) tempat masuknya sungai ke danau/waduk ; (2) di tengah danau/waduk ; (3)
lokasi penyadapan air untuk pemanfaatan ; (4) tempat keluarnya air
danau/waduk.

Hasil Pengukuran Parameter Perairan Lentik

Potensi
Salinita
No. Koordinat pH DO Konduktivitas TDS Turbiditas Kedalaman Oksidasi-
s
Reduksi

1. -7,5881960, Netral 10.49 0,184 0.09 0.119 78.2 0.80 m 410


110,9869491 mg/L g/L

2. -7,5881960, Netral 6.55 0,168 0.08 0.108 78.9 0.75 m 225


110,9869491 mg/L g/L

3. -7,5903635, Netral 6.46 0,173 0.08 0.113 58.3 0.10 m 210


110,9866343 mg/L g/L
4. -7,5903635, Netral 5.71 0,174 0.08 0.113 61.2 0.15 207
110,9866343 mg/L g/L

Hasil Pengukuran Parameter Perairan Lotik

Potensi
Oksidasi-
No. Koordinat pH DO Konduktivitas Salinitas TDS Turbiditas Kedalaman
Reduksi

-7,5855343, 8.26 0.108


1. Netral 0,166 0.08 27.8 0.05 m 340
110,9961622 mg/L g/L

-7,5855858, 9.26 0.108


2. Netral 0,166 0.08 36.3 0.15 m 182
110,9960016 mg/L g/L

-7,5853794, 9.75 0.080


3. Netral 0,129 0.06 64.3 0.05 m 205
110,9964180 mg/L g/L

-7,5853073, 8.15 0.106


4. Netral 0,164 0.08 23.1 0.10 m 152
110,9964036 mg/L g/L

Untuk analisis data pada tabel data perairan lentik dapat diperoleh dari
4 sampel semuanya menunjukkan pH netral yang artinya masih layak untuk
organisme dapat hidup dan berkembang biak. Dan bila di lihat dari 4 sampel
tersebut nilai konduktifitasnya rendah yang artinya air tersebut tidak layak
untuk di konsumsi secara langsung.dan termasuk air tipe C yang dapat
digunakan untuk keperluan perikanan dan pertenakan.

Dan untuk hasil analisis pada tabel data perairan lotik dari keseluruhan
sampel menunjukkan pH yang netral yang menunjukkan bahwa air itu masih
sangat layak untuk kelangsungan kehidupan organisme. Dan bila di lihat dari 4
sampel tersebut nilai konduktifitasnya rendah yang artinya air tersebut tidak
layak untuk di konsumsi secara langsung.dan termasuk air tipe C yang dapat
digunakan untuk keperluan perikanan dan pertenakan.

3.2 Ekosistem Terestrial

Praktikum acara kesebelas membahas mengenai pengenalan ekosistem


terestrial. Ekosistem terestrial adalah ekosistem yang berada di daratan yang di
dalamnya terdapat vegetasi beragam tumbuhan. Praktikum ini bertujuan supaya
mahasiswa sanggup memahami konsep dari ekosistem terestrial dan fungsi
yang diberikannya untuk lingkungan. Fungsi vegetasi dalam ekosistem
terestrial, adalah mencakup fungsi ekologis, fungsi ekonomis, dan fungsi
sosiokultur. Dalam hal ini kategori 4 menjalankan pembahasan mengenai fungsi
vegetasi dalam sosiokultur.

Fungsi ekonomis vegetasi terestrial memiliki poin materiel yang dalam


kondisi tersebut kerap kali menjadi alasan terjadinya eksploitasi bagi
biodiversitas yang ada. Di tempat perkotaan, vegetasi memiliki peran sebagai
wahana tamasya bagi masyarakat. Fungsi edukatif dari vegetasi ekosistem
terestrial sebagai wahana belajar yang ideal via kegiatan pencandraan, rekayasa
dan pengelolaan lingkungan ataupun penelitian mengenai manfaat sumberdaya
alam. Fungsi ekologis pada vegetasi di perkotaan adalah sebagai penjaga mutu
dan kestabilan lingkungan kota. Asrinya taman bisa menjadi saringan dari
kebisingan, pemecah angin dan pengatur iklim mikro. Taman di kota yang
menawan dan nyaman secara ekologis akan menarik atensi masyarakat sebagai
sarana rekreasi. (Erdianto, dkk. 2019). Fungsi vegetasi sebagai sosiokultur
dalam masyarakat merupakan bukti bahwa manusia sebagai komponen dari
penghuni alam disinyalir menjadi makhluk hidup yang paling mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana daerah tinggalnya. Dengan
kecakapan itu, manusia berupaya memanfaatkan sumber daya alam dan
lingkungan pantas dengan pengalaman dan pengetahuannya. Perkembangan
pengetahuan yang ada menimbulkan beraneka tuntutan yang acap kali menjadi
dorongan bagi manusia untuk menjalankan eksploitasi sumber daya alam.
Pemanfaatan vegetasi terestrial sebagai dalam sosiokultural berbeda-beda, hal
hal yang demikian lantaran terdapat perbedaan latar belakang, perlengkapan,
sosiokultur, dan perbedaan ekosistem lingkungan masing-masing daerah.

Dalam tingkatan nya pohon dibagi berdasarkan tingkat permudaannya


yaitu semai, pancang, tiang, dan pohon. Semai (Seedling) yaitu dari kerambah
sampai anakan dengan tinggi kurang dari 1,5 m. Pancang (Sapling) yaitu
permudaan dengan tinggi 1,5m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
Tiang (Poles) yaitu pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Pohon (Tree) yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 20 cm.

a. Plot 20x20

No Nama Jumlah Keliling Diameter Biomassa Estimasi


Spesies Individu (cm) (kg) Karbon
1 Pohon Pinus 1 84 26,75 6,065134033 3,032567016
(Pinus
merkusii)
2 Pohon Pinus 1 100 31,84 6,386590862 3,193295431
(Pinus
merkusii)
3 Pohon Pinus 1 57 18,15 5,349350695 2,674675347
(Pinus
merkusii)
4 Pohon Pinus 1 143 45,54 7,047017698 3,523508849
(Pinus
merkusii)
5 Pohon Pinus 1 51 16,24 5,14414919 2,572074595
(Pinus
merkusii)
6 Pohon Pinus 1 82 26,11 6,020444456 3,010222228
(Pinus
merkusii)
7 Pohon Pinus 1 123 39,17 6,768945499 3,38447275
(Pinus
merkusii)
8 Pohon Pinus 1 82 26,11 6,020444456 3,010222228
(Pinus
merkusii)
9 Pohon Pinus 1 66 21,01 5,619391573 2,809695786
(Pinus
merkusii)
10 Pohon Pinus 1 121 38,53 6,738543581 3,369271791
(Pinus
merkusii)
11 Pohon Pinus 1 104 33,12 6,459327358 3,229663679
(Pinus
merkusii)
12 Pohon Pinus 1 72 22,92 5,779966691 2,889983346
(Pinus
merkusii)
13 Pohon 1 77 24,52 5,904496196 2,952248098
Mahoni
(Swietenia
mahagoni)
14 Pohon 1 61 19,42 5,474163813 2,737081907
Mahoni
(Swietenia
mahagoni)
15 Pohon 1 36 11,46 4,50079844 2,25039922
Mahoni
(Swietenia
mahagoni)
16 Pohon 1 36 11,46 4,50079844 2,25039922
Mahoni
(Swietenia
mahagoni)
17 Pohon 1 95 30,25 6,292053685 3,146026842
Mahoni
(Swietenia
mahagoni)
18 Pohon 1 91 28,98 6,212901891 3,106450945
Mahoni
(Swietenia
mahagoni)
19 Pohon 1 39 12,42 4,649256315 2,324628157
Mahoni
(Swietenia
mahagoni)
20 Pohon 1 114 36,3 6,628518946 3,314259473
Mahoni
(Swietenia
mahagoni)
21 Pohon 1 71 22,61 5,754836086 2,877418043
Mahoni
(Swietenia
mahagoni)
Total 21 1705 542,91 117,2519959 61,65856495
b. Plot 5x5

No Nama Spesies Nama Ilmiah Jumlah Individu Jenis


1 Rumput Gajah Pennisetum purpureum 7 Pancang
c. Plot 2x2

No Nama Spesies Nama Ilmiah Jumlah Individu Jenis


1 Paku Polypodiophyta 2 Semai
2 Gletang Tridaxb procumbens 1 Semai
3 Putri malu Mimosa Podica 1 Semai
4 Daun Melastoma Affine 3 Semai
Harendong
5 Daun Pulutan Urena lobata 2 Semai
6 Daun pecut Stachytarpheta 1 Semai
kuda jamaicensis

Biomassa yakni banyaknya materi organik yang tersimpan dalam


pohon Biomassa dapat dinilai dengan mengenal berat atau volume komponen-
komponen pohon. Kandungan biomassa pohon yakni penjumlahan dari kandungan
biomassa tiap-tiap organ akar yang yakni gambaran sempurna material organik
hasil dari fotosintesis. Semakin besar diameter pobon maka semakin besar
biomassanya Biomassa dihitung dengan rumus Y-exp [ 2,134-2,530 x 1.242 LN
(D)|}. Dari tabel perhitungan biomassa diatas, dalam plot 20x20 m 21 pohon yang
didominasi oleh pinas marcus. Pohon yang mempunyai biomassa tertinggi pohon
ialah nomor 4 yakni pinus mercusi sebab mempunyai diameter 45.54 cm dengan
biomassa 7,047017698, sedangkan pohon dengan biomassa terkecil ialah pohon
nomor 15 yakni Pohon Mahoni (Swietenia mahagoni) dengan biomassa
4,50079844.

Tabel plot 20x20 diatas menunjukkan estimasi serapan karbon dari masng
masing pohon, pohon yang memiliki estimasi serapan karbon terbesar adalah pohon
pinus (Pinus merkusii) yaitu 7,047017698 dan yang terkecil adalah pohon nomor
15 yakni Pohon Mahoni (Swietenia mahagoni) dengan estimasi serapan karbon
sebesar 2,25039922. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa biomassa sebuah
pohon akan berpengaruh pada estimasi serapan karbon suatu pohon, semakin tinggi
biomassa maka akan nsemakin besar pula estimasi serapan karbon pada suatu
pohon. Dan pohon yang besar maka akan berpengaruh pada penyerapan karbon di
suatu wilayah maka dari itu kita harus menjaga pohon agar karbon yang di serap
semakin banyak.s
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa di ambil dari praktikum acara 10 “Pengenalan
ekosistem akuatik” adalah ekositem akuatik merupakan ekosistem perairan yang
berada di darat yang biasanya letak nya lebih tinggi dari permukaan laut, ekosistem
ini di bedakan menjadi dua yaitu perairan Lotik (mengalir) dan Lentik
(menggenang). Aspek fisika pada ekosistem ini meliputi suhu, cahaya matahari,
tingkat kekeruhan, dan kedalaman. Sedangkan aspek kimia yang berpengaruh
adalah pH, oksigen terlarut (Dissolved oxygen), COD (Chemical Oxygen Demand),
dan sallinitas. Dan aspek terakhir yang mempengaruhi ekosistem ini adalah aspek
biologi meliputi plankton dan bentos. Dari analisis yang kami lakukan dapat
disimpulkan bahwa air di waduk delingan sudah mengalami pencemaran. Dan air
di sungai sudah tercemah tapi belum terlalu signifikan.
Kesimpulan yang bisa di ambil dari praktikum acara 1 “Pengenalan
ekosistem terestrial” adalah ekosistem terestrial merupakan ekosistem darat yang
memiliki tipe struktur vegetasi yang luas sehingga membentuk suatu bioma yang
tersusun atas komponen biotik dan abiotic. Ekosistem ini memiliki fungsi ekologis
sebagai penyeimbang lingkungan, fungi ekonomis sebagai tempat menghasilkan
masyarakat sekitar, fungsi edukatif utuk sarana pembelajaran
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Drupadi, T. A., Ariyanto, D. P., & Sudadi, S. (2021). Pendugaan Kadar Biomassa
dan Karbon Tersimpan pada Berbagai Kemiringan dan Tutupan Lahan di
KHDTK Gunung Bromo UNS. Agrikultura, 32(2), 112-119.

Erdianto, A., Irwan, S. N. R., & Kastono, D. (2019). Fungsi ekologis vegetasi taman
denggung Sleman sebagai pengendali iklim mikro dan peredam
kebisingan. Vegetalika, 8(3), 139-152.

Harlina, H. (2020). Limnologi: Kajian Menyeluruh Mengenai Perairan Darat.

Manullang, H. M. (2021). Karakteristik Habitat Alami Ikan Lembat (Clarias


leiacanthus) Di Desa Bandar Tinggi Ditinjau Dari Beberapa Parameter
Faktor Kimia Perairan. Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan, 12(1).

Puspita, D., & Prasetyo, S. E. (2020). Ekologi dan Keanekaragaman Flora di Pulau
Enggano. Majalah Ilmiah Biologi BIOSFERA: A Scientific Journal, 37(3),
175-179.
Setiawati, M., Kamal, S., & Amin, N. (2022, June). ANALISIS FAKTOR FISIK-
KIMIA HABITAT IKAN DEPIK (Rasbora tawarensis) DI DANAU LAUT
TAWAR. In Prosiding Seminar Nasional Biotik (Vol. 8, No. 1, pp. 47-52).

Utomo, S. W., & Chalif, S. A. (2014). Ekosistem Perairan. Jakarta: Universitas


Terbuka.
Verhofstad, M. J. J. M., E. S. Bakker. 2019. Classifying Nuisance Submerged
Vegetation Depending on Ecosystem Services. Limnology. 20 : 55 – 68.

Widodo, D., Kristianto, S., Susilawaty, A., Armus, R., Sari, M., Chaerul, M., ... &
Mastutie, F. (2021). Ekologi dan Ilmu Lingkungan. Yayasan Kita Menulis.

Drake, T. W., P. A. Raymond, R. G. M. Spencer. 2018. Terrestrial Carbon Inputs


to Island Waters : A Current Synthesis of Estimates and Uncertainty.
Limnology and Oceanogeraphy Letters. Limnology and Oceanography
Letters. (3)1 : 132 - 142.

Guo, K., X. Zhang, J. Liu, Z. Wu, M. Chen, K. Zhang, and Y. Chen. 2020.
Establishment of An Integrated Decision-Making Method for Planning the
Ecological Restoration of Terrestrial Ecosystems. Science of the Total
Environment. 741: 1-16.

Pausas, J. G., and W. J. Bond. 2020. On the Three Major Recycling Pathways in
Terrestrial Ecosystems. Trends in Ecology and Evolution. 35 (9): 767-775.

LAMPIRAN

1. Laporan Sementara
2. Dokumentasi Kegiatan
Dokumentasi kegiatan

Anda mungkin juga menyukai