Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MATA KULIAH

MANAJEMEN DAERAH ALIRAN SUNGAI

KLASIFIKASI TATA GUNA LAHAN DAN PERMASALAHAN PADA KAWASAN


HULU DAS KURANJI, PADANG

Dosen Pengampu : Drs. Trisnadi Widyaleksono Catur Putranto, M. Si.

Oleh:
Rafiga Khadijah NIM 081811133019
Sukma Nur Kumala NIM 081811133024

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
DAS (Daerah aliran sungai) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas
di darat merupakan pemisah topografi dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun 2004). Bagian hulu sungai merupakan
sumber aliran air yang mengalir ke bagian sungai di bawahnya. Bagian tersebut terletak di
bagian atas sungai, di daerah yang lebih tinggi daripada bagian-bagian sungai yang lain. Aliran
sungai, sepenuhnya secara alami memanfaatkan energi gravitasi untuk mengalirkan airnya.
Oleh karena itu, air akan mengalir dari bagian hulu ke bagian tengah dan hilir karena air di
bagian hulu memiliki energi potensial yang lebih tinggi (Imansyah, 2012).
Degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) ditandai semakin meluasnya lahan kritis, erosi
pada lereng-lereng curam baik yang digunakan untuk pertanian dan untuk peruntukan lain
seperti pemukiman dan sebagainya telah berdampak luas terhadap lingkungan antara lain banjir
yang semakin besar dan frekuensinya meningkat. Selain itu debit air sungai di musim kemarau
yang sangat rendah, percepatan sedimentasi pada danau dan jaringan irigasi, serta penurunan
kualitas air, yang mengancam keberlanjutan pembangunan khususnya pembangunan pertanian.
Terjadinya fenomena tersebut tidak terlepas sebagai akibat dari kurang efektifnya pengelolaan
DAS, terutama karena tidak adanya keterpaduan tindak dan upaya yang dilakukan oleh
berbagai sektor, instansi, atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan DAS (Isrun, 2009).
Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian terhadap perlunya peningkatan pengelolaan
DAS yang baik, di tingkat nasional maupun tingkat dunia semakin besar. Deklarasi bersama
yang tertuang pada Agenda 21 PBB, Protokol Kyoto, pencanangan Hari Air Sedunia,
dibentuknya World Water Forum dan sebagainya, merupakan salah satu upaya untuk menjaga
kelestarian sumberdaya air pada umumnya yang sangat ditentukan oleh kelestarian DAS. Di
Indonesia berbagai upaya telah dilaksanakan seperti memperhatikan hal-hal yang tertuang pada
deklarasi tingkat dunia, maupun langkah-langkah yang perlu diantisipasi, akan tetapi masalah
DAS masih terus berlanjut terjadi bahkan meningkat dari tahun-ketahun (Kadri, 2005).
Pengelolaan daerah aliran sungai yang dilakukan melalui pengaturan siklus hidrologi,
dengan mengupayakan peningkatan infiltrasi air hujan, cadangan air tanah, pencegahan erosi
dan sedimentasi serta penanggulan pencemaran air merupakan penanganan yang harus
dilaksanakan. Upaya tersebut akan dapat meningkatkan daya dukung sumberdaya air karena
makin banyak ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk.
Selanjutnya dapat mengurangi terjadinya banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim
kemarau. Upaya tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan tingkat kerusakan dan kekritisan
dari DAS tersebut (Mawardi, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah Klasifikasi Tata Guna Lahan dan Permasalahan pada
Kawasan Hulu DAS Kuranji, Padang adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana klasifikasi tata guna lahan pada kawasan hulu DAS Kuranji, Padang?
2. Bagaimana permasalahan yang pernah terjadi pada kawasan hulu DAS Kuranji, Padang?

1.3 Tujuan
Rumusan masalah dari makalah Klasifikasi Tata Guna Lahan dan Permasalahan pada
Kawasan Hulu DAS Kuranji, Padang adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui klasifikasi tata guna lahan pada kawasan hulu DAS Kuranji, Padang.
2. Mengetahui permasalahan yang pernah terjadi pada kawasan hulu DAS Kuranji, Padang.

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Daerah Air Sungai (DAS)
DAS (Daerah Aliran Sungai) adalah daerah yang di batasi oleh punggung-punggung
gunung. Air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung
tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil menuju sungai utama (Asdak, 2014).
Berdasarkan UU No. 7 tahun 2004 tentang pengelolaan sumber daya air, DAS juga dapat
diartikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air. Air
tersebut berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Dimana batas di darat
merupakan pemisah topografi dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
Salah satu fungsi utama dari DAS adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan
kualitas yang baik terutama bagi orang di daerah hilir. Alih guna lahan hutan menjadi lahan
pertanian akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas tata air pada DAS, yang pada akhirnya
akan dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir. Peraturan Pemerintah No 37 tahun 2012 tentang
pengelolaan DAS menyatakan bahwa Pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam
mengatur hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan
segala aktifitasnya. Hal tersebut sangat diperlukan agar terwujud kelestarian dan keserasian
ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara
berkelanjutan (Triastuti, 2017).
Karakteristik DAS dapat diartikan sebagai gambaran spesifik sebuah DAS yang di
cirikan oleh parameter-parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi,
hidrologi, geologi, tanah, vegetasi, tata guna lahan dan manusia, menurut (Seyhan,1990). DAS
dibagi menjadi menjadi 3 perwilayahan yang utama yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir. DAS
bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi
lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. Terdegradasi atau tidaknya suatu DAS dapat
diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan
air (debit), dan curah hujan (Triastuti, 2017).
DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi. Manfaat tersebut dapat
diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian
muka air tanah. Indicator lainnya adalah terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan
sungai, waduk, dan danau. DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai
yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi. Manfaat
tersebut dapat diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air
limbah (Triastuti, 2017).

2.2 DAS Kuranji


Daerah Aliran Sungai (DAS) Kuranji secara geografis terletak pada 100 o 20’31,20” –
100o33’50.40” Bujur Timur dan 00o55’59.88” - 00 o47’24” Lintang Selatan. Menurut Dinas
PSDA Sumatera Barat (2012), DAS Kuranji memiliki luas DAS 202,70 km2 dengan panjang
sungai utama 32,41 km, serta panjang sungai utama dan anak-anak sungai 274, 75 km, dengan
demikian kerapatan drainase DAS Kuranji mencapai 1,36/km. DAS Kuranji merupakan tipe
DAS Bulu Burung dengan gradien yang sangat tinggi dengan kerapatan sungai 1,36/km (Irsyad
dkk., 2015).
Sub-DAS dari DAS Kuranji, antara lain: Sub-DAS Batang Kuranji luas DAS 19,86 km2
dengan panjang sungai utama 14,66 km, Sub-DAS Batang Belimbing 62,64 km2 dengan
panjang sungai utama 17,08 km, SubDAS Air Sungkai 6 km2 dengan panjang sungai utama
3,63 km, Sub-DAS Batang Padang Janiah/Karuah 82,26 km2 dengan panjang sungai utama
18,86 km, dan Sub-DAS Sungai Danau Limau Manih 31,93 km2 dengan panjang sungai utama
16,42 km. Secara administratif DAS Kuranji berada di Kota Padang berada di lima kecamatan,
yakni Kec. Pauh (120 km2), Kuranji (53,65 km2), Koto Tangah (29,41 km2), Nanggalo (8,93
km2), dan Padang Utara (3,69 km2). Kecamatan Pauh merupakan kecamatan yang memiliki
luasan paling besar berada di DAS Kuranji (Irsyad dkk., 2015).

3. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah studi kasus pada bagian hulu DAS Kuranji di Kota
Padang. DAS Kuranji di Kota Padang dipilih karena termasuk salah satu DAS terbesar dari
empat DAS yang ada di Kota Padang. DAS Kuranji menjadi sumber air utama baik untuk
pertanian dan air bersih bagi sebagian besar penduduk kota Padang. DAS ini telah lama
teridentifikasi sering mengalami banjir yang berakibat pada kerugian fisik yang cukup
signifikan pada tiga dekade terakhir.

Gambar 3.1 Peta Kondisi Umum DAS Kuranji Bagian Hulu


(Sumber: Febriamansyah, 2017)
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur. Metode studi
literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian (Zed, 2008: 3). Macam-
macam dokumen atau sumber literatur diantaranya adalah jurnal, laporan hasil penelitian,
majalah ilmiah, surat kabar, buku yang relevan, hasil-hasil seminar, artikel ilmiah yang belum
dipublikasi, narasumber, surat-surat keputusan dan sebagainya (Sukardi, 2004: 34). Data-data
yang dikumpulkan akan dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dari penelitian, kemudian
akan dilakukan penarikan kesimpulan.
4. Pembahasan
4.1 Klasifikasi Tata Guna Lahan pada Kawasan Hulu DAS Kuranji, Padang
Kawasan hulu DAS kuranji terletak di Kelurahan Lambung Bukit, Kecamatan Pauh
dengan luas areanya 38,80 km2. Dimana pada daerah ini masih terdapat areal persawahan,
hutan yang lebat, dan pemukiman masyarakat. Secara umum kondisi sosial-ekonomi penduduk
Kelurahan Lambung Bukit ini rata-rata bermata pencaharian sebagai petani. Jumlah
penduduknya hanya mencapai 3.650 jiwa dengan kepadatan penduduk 94 jiwa /km2. Jumlah
penduduk di Kelurahan Lambung Bukit ini merupakan jumlah yang paling sedikit diantara
kelurahan lainnya di Kecamatan Pauh (Febriamansyah, 2017).
Daerah aliran sungai bagian hulu Kuranji terletak di kawasan Desa Lambung Bukit. Suhu
rata-rata di desa ini berkisar antara 23-28 oC, dengan curah hujan rata-rata sekitar 60,61 mm /
bulan. Puncak musim hujan terjadi antara bulan Oktober dan Desember. Data curah hujan yang
tercatat dari stasiun iklim di Batu Busuk menunjukkan bahwa curah hujan tahunan rata-rata di
cekungan ini sekitar 3.582 mm, dan yang tertinggi adalah pada 2016 sekitar 4.549 mm.
Berdasarkan penelitian dari Definnas dkk. (2020), jenis batuan yang ada di daerah Hulu DAS
Kuranji pada umumnya adalah batuan aluvium dan andesit pada solum yang masuk dalam kelas
A dan B. Jenis tanahnya beragam, yaitu gleisol, andosol, kambisol, dan lainnya dengan tekstur
halus dan agak halus.
Klasifikasi perubahan tataguna lahan di DAS Kuranji bagian hulu pada tahun 2009
sebanyak 6 kelas yang terdiri dari hutan lindung, hutan campuran, pemukiman, pertanian lahan
kering campur semak, sawah, dan hutan lahan kering. Sedangkan pada tahun 2011 dan 2017
terdapat penambahan tataguna lahan yaitu semak belukar. Ditinjau dari ketiga tahun tersebut,
luas lahan yang paling dominan adalah hutan lahan kering primer, hal ini dikarenakan daerah
tersebut masih didominasi oleh hutan. Namun, dilihat dari tahun 2009- 2017 terjadi penurunan
terhadap luas hutan akibat penggunaan lahan pada daerah hulu DAS Batang Kuranji tersebut
(Febriamansyah, 2017).
Perubahan tataguna lahan pada tahun 2009, 2011, 2017 ini tidak selalu linier, tetapi
berfluktuatif seperti yang terjadi pada pemukiman, sawah, dan pertanian lahan kering. Hutan
lahan kering primer mengalami kenaikan luas daerah di setiap tahunnya, karena tidak ada
aktivitas manusia. Semak belukar juga mengalami perubahan luas. Semak belukar tidak
ditemukan pada tahun 2009, namun ditemukan lagi pada tahun 2011 dan 2017 (Febriamansyah,
2017).
Mata pencaharian masyarakat di daerah hulu DAS Kuranji mengandalkan pertanian
(parak) di daerah hulu dan tanaman lahan kering dan sawah di dataran tinggi. Sistem pertanian
parak umumnya dilakukan oleh petani dataran tinggi dengan menanam tanaman keras sebagai
sumber kedua dari usaha tani padi dan kebun rumah di dekat permukiman mereka, seperti
durian, petai, rambutan. Bahkan dalam sepuluh tahun terakhir, sejumlah anggota masyarakat
telah mencoba membudidayakan tanaman kakao di atas tanah. Perluasan kegiatan parak
menjadi signifikan selama 10 tahun terakhir. Hal ini terutama karena sebagian besar penduduk
di desa ini masih menganggap bahwa hutan dataran tinggi masih merupakan milik ulayat atau
hutan milik masyarakat, walaupun secara hukum hutan tersebut diidentifikasi sebagai hutan
lindung di bawah undang-undang pemerintah (Febriamansyah, 2017).

4.2 Permasalahan yang Pernah Terjadi pada Kawasan Hulu DAS Kuranji, Padang.
Kawasan hulu merupakan bagian terpenting karena mempunyai fungsi sebagai
penyangga perlindungan terhadap keseluruhan bagian Daerah Tangkapan Air. Kawasan hulu
DAS batang kuranji berada dalam kawasan hutan lindung. Penggunaan lahan di DAS dataran
tinggi didominasi oleh hutan lindung dan kebun campuran milik masyarakat (parak).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Febriamansyah (2017), degradasi tutupan hutan di
daerah tangkapan bagian hulu telah mengancam keberlanjutan kegiatan pertanian di bagian
tengah hingga hilir sungai. Berikut beberapa permasalahan yang ada di kawasan hulu DAS
Kuranji:
1. Terjadinya erosi dan luapan air sungai menyebabkan sawah rusak.
2. Beberapa kali terjadi tanah longsor di kawasan hulu saat hujan.
3. Jebolnya Bendung Gunung Nago akibat banjir bandang menyebabkan kekeringan.
4. Penyumbatan pada saluran-saluran primer aliran sungai dari kawasan hulu menuju
kawasan tengah dan hilir akibat pembuangan sampah ke sungai.
Terdapat kebijakan pada era orde baru tentang program pembangunan lima tahun
(PELITA) yang membuat terjadinya penebangan secara besar-besaran untuk mengubah
kawasan hutan menjadi kawasan perladangan. Disinilah asal permasalahan umum yang terjadi
pada kawasan hulu. Saat curah hujan 5 sampai dengan 10 tahun terakhir tinggi, areal
persawahan yang berada di lembah sungai terancam tidak dapat menghasikan produksi padi
sehingga mengancam mata pencaharian petani. Hal tersebut dikarenakan areal lahan sawah
yang berdekatan dengan kawasan hulu DAS Kuranji beberapa tahun terakhir sering terendam
karena longsor (Febriamansyah, 2017).
Selain itu, tingginya debit air hujan yang secara tiba-tiba menimbulkan air meluap dari
kemiringin bukit. Hal tersebut membuat terjadinya erosi lumpur disertai air dari kemiringan
bukit di kawasan hulu Desa Batu Busuk. Akibatnya usaha ladang holtikultura, seperti cabe,
terkena imbasnya. Ekosistem kawasan hulu pada bagian hutan lindung masih baik. Namun,
pada daerah kemiringan perbukitan Desa Batu Busuk saat ini tengah dibangun jalan untuk
menghubungkan desa diatas bukit. Hal tersebut mengakibatkan kemungkinan terjadinya banjir
apabila intensitas curah hujan tinggi. Banjir yang melanda kawasan hulu berdampak pada areal
persawahan dan areal perladangan dibawah kemiringan bukit. Banjir di kawasan hulu dapat
berakibat fatal pada daerah di bawahnya karena dapat membentuk banjir bandang. Salah satu
yang mendapat dampak dari banjir bandang adalah Bendung Gunung Nago (Febriamansyah,
2017).
Bendung Gunung Nago yang terletak di kawasan Kelurahan Lambung Bukit, Kecamatan
Pauh, Kota Padang merupakan sumber kehidupan masyarakat. Pasalnya, air dari Bendungan
Gunung Nago tidak hanya digunakan untuk mengaliri sawah para petani dan kolam ikan, tetapi
juga digunakan masyarakat untuk aktifitas sehari-hari. Bendung Gunung Nago bisa mengairi
2.800 hektare sawah petani dalam kondisi normal. Bendung Gunung Nago pada tahun 2007
mengalami kerusakan yaitu jebol akibat gulungan air luapan dan pada Tahun 2012 bendung ini
jebol kembali karena banjir bandang (Febriamansyah, 2017).
Jebolnya bendung menyebabkan kekeringan dibeberapa kawasan seperti kelurahan
Lambung Bukik (Pauh), Kelurahan Kuranji, Kelurahan Korong Gadang, Kelurahan Kalumbuk
dan Kelurahan Sungai Sapih. Bandar yang kering juga mengancam sumber mata air sumur-
sumur warga. Selain itu, lahan pertanian sawah, dan kolam ikan masyarakat juga terancam
kekeringan. Masalah yang terjadi dari isu banjir bandang 2012 adalah rata-rata masyarakat
masih belum peduli terhadap lingkungan seperti masih membuang sampah-sampah rumah
tangga sembarangan ke sungai-sungai. Akibatnya terjadi penyumbatan pada saluran-saluran
primer aliran sungai dari kawasan hulu menuju kawasan tengah dan hilir (Febriamansyah,
2017).

5. Penutup
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah Klasifikasi Tata Guna Lahan dan Permasalahan pada Kawasan
Hulu DAS Kuranji, Padang adalah sebagai berikut:
1. DAS Kuranji bagian hulu terletak di kawasan Lambung Bukit. Terdapat klasifikasi 6
klasisifikasi tata guna lahan yaitu hutan lindung, hutan campuran, pemukiman, pertanian
lahan kering campur semak, sawah, dan hutan lahan kering. Perubahan tata guna lahan
tidak selalu linier melainkan fluktuatif. Mata pencaharian masyarakat daerah DAS
Kuranji bagian hulu kebanyakan mengandalkan pertanian (parak) dan tanaman lahan
kering.
2. Beberapa permasalahan yang terjadi pada kawasan hulu DAS Kuranji, Padang adalah 1)
terjadinya erosi dan luapan air sungai menyebabkan sawah rusak, 2) beberapa kali terjadi
tanah longsor di kawasan hulu saat hujan, 3) jebolnya Bendung Gunung Nago akibat
banjir bandang menyebabkan kekeringan. 4) Penyumbatan pada saluran-saluran primer
aliran sungai dari kawasan hulu menuju kawasan tengah dan hilir akibat pembuangan
sampah ke sungai. Awal penyebab semua permasalahan tersebut adalah adanya
perubahan kawasan perhutanan menjadi kawasan perladangan. Perubahan Kawasan
tersebut menyebabkan banyak pohon ditebang, sehingga penahan tanah sudah banyak
berkurang.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan setelah penulisan makalah Klasifikasi Tata Guna Lahan dan
Permasalahan pada Kawasan Hulu DAS Kuranji, Padang adalah dengan melakukan kajian
permasalahan di bagian tengah dan hilir DAS Kuranji untuk menambah literatur. Saran lainnya
adalah dengan memikirkan bagaimana cara mengatasi permasalahan yang terjadi di DAS
Kuranji terutama di bagian hulu. Solusi yang telah dipikirkan dengan matang bisa disalurkan
ke pemerintah terkait untuk menjadi pertimbangan, sehingga dengan cepat dilakukan
penanganan.
Daftar Pustaka

Anonim. 2004. UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Jakarta.
Anonim. 2012. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. Jakarta.
Asdak, Chay. 2014. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah
mada University Press.
Febriamansyah, Rudi, Yonariza, dan Nurhamidah. 2017. Membangun Model Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Yang Berkelanjutan: Kasus DAS Kuranji, Padang. Hibah
Program Pascasarjana. Padang: Universitas Andalas.
Definnas dkk. 2020. Analisa Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap DAS Batang
Kuranji dengan Menggunakan Model Soil and Water Assessment Tool (SWAT). Jurnal
Ilmiah Poli Rekayasa. Padang: Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang
Imansyah. 2012. Studi Umum Permasalahan Dan Solusi DAS Citarum Serta Analisis
Kebijakan Pemerintah. Jurnal Sosioteknologi.
Irsyad dkk., 2015. Analisis Wilayah Konservasi Daerah Aliran Sungai (Das) Kuranji Dengan
Aplikasi Swat. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. Padang: Universitas Andalas
Isrun. 2009. Analisis Tingkat kerusakan Lahan pada Beberapa SUB DAS di Kawasan Danau
Poso. Media Litbang Sulteng. 2 (1): 67-74. ISSN: 1979-5971.
Kadri, 2005. Menelaah Strategi Pengelolaan Das Di Indonesia. Jurnal Sipil Universitas Sakti
Mawardi, I. 2010. Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan Daya Dukung Sumbrdaya
Air di Pulau Jawa Serta Upaya Penanganannya. J. Hidrosfir Indonesia. Vol. 5 No. 2:
hlm 1-11. Jakarta. ISSN 1907-1043.
Seyhan Ersin. 1990 Dasar-Dasar Hidrologi. Editor Soenardi Prawirohatmojo. Yogyakarta:
UGM Press.
Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Triastuti, Aprilia. 2017. Analisis Kekritisan Lahan Di Sub DAS Samin Dengan Pemanfaatan
Sistem Informasi Geografi. Publikasi Ilmiah. Jurusan Geografi. Fakultas Geografi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai