Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

HIDROLOGI TEKNIK

PENGUKURAN DEBIT ALIRAN

NAMA
: ASHAR AMIN
NIM
: G411 11 002
KELOMPOK: VI (ENAM)
ASISTEN
: RAHMADIANSYAH

LABORATORIUM HIDROLOGI TEKNIK


PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Dalam suatu wilayah Daerah Aliran Sungai, kecepatan aliran dari
hulu sampai ke hilir tentu tidaklah sama. Hal ini karena banyak faktor
yang mempengaruhi kecepatan aliran sebuah sungai. Dan faktor-faktor
tersebut tidak bisa diprediksi sebelumnya. Dari kecepatan tersebut maka
akan dapat dihitung berapa besar debit aliran yang dihasilkan dari
penampang sungai yang kita teliti. Selain itu luas penampang sebuah
sungai juga menjadi faktor penting dalam mengetahui debit aliran sebuah
sungai. Terdapat juga komponen-komponen dalam sebuah sistem aliran
seperti manusia, iklim, vegetasi maupun topografi dari wilayah yang
diteliti.
Dalam suatu Daerah Aliran Sungai juga terdapat beragam
sedimentasi. Sedimentasi-sedimentasi yang terdapat dalam aliran sungai
ini sangat berpengaruh dalam kecepatan aliran sungai. Dimana semakin
banyak sedimentasi dalam sebuah aliran sungai maka kecepatan aliran
akan semakin lambat. Hal ini nantinya tentu akan berdampak langsung
pada debit aliran yang akan dicari.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan praktikum pengukuran
debit aliran untuk mengetahui fakor-faktor yang mempengaruhi debit
aliran dan juga kita dapat mengukur kandungan sedimentasi pada air
sungai.

1.2 Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dari praktikum Pengukuran Aliran Sungai adalah unruk
menggambarkan profil penampang sungai dan membandingkan hasil
pengukuran debit dengan metode langsung dan tak langsung sehingga
dapat dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi debit aliran. Selain itu
juga untuk menghitung kandungan sedimentasi pada air sungai
Kegunaan dari praktikum Pengukuran Aliran Sungai adalah agar
mahasiswa mampu menggunakan alat Current Meter dan mampu
mengaplikasikannya dan mendesain pengelolaan sumber daya air dalam
suatu kawasan serta mampu membuat profil dari suatu penampang
saluran.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sungai
Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan
pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan
dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan sungai.
Sungai merupakan jalan air alami. mengalir menuju Samudera, danau
atau laut, atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai
secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan
badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa
bagi

air hujan yang

turun

di daratan untuk

mengalir

ke laut atau

tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa
bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa
anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air
biasanya berbatasan dengan kepada saluran dengan dasar dan tebing di
sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut
dikenali sebagai muara sungai. Sungai merupakan salah satu bagian dari
siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi,
seperti hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa
negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es atau salju. Selain
air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan (Anonima, 2013).
Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian,
bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air
limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata
sungai. Di Indonesia saat ini terdapat 5.950 daerah aliran sungai (DAS).

Perlu juga dikemukakan bahwa sodetan sungai kini telah tergolong


sebagai alternatif yang primitif jika ditinjau dari konsep ekohidrologi,
serta tidak selaras dengan kesepakatan dunia pada KTT Bumi
(Earth

Summit)

mengklasifikasikan

di Johannesburg bulan
sodetan

sungai

September
(river

2002

diversion)

yang
sebagai

pembangunan yang tidak berkelanjutan (Anonima, 2013).


2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai
suatu hamparan wilayah atau kawasan yang dibatasi oleh pembatas
topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan,
sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai
dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Dari definisi di atas, dapat

dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur


organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara
dinamis dan didalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari
material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan
merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan
DAS sebagai suatu unit pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang
secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan
kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya
menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai
yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun (Efendi, 2012).
DAS dibagi menjadi sub DAS bagian hulu, bagian tengah, dan
bagian hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal

sebagai berikut: merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan


drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar
(lebih besar dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan
pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya
merupakan tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh
hal-hal sebagai berikut: merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan
drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil
sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat
merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air
ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi hutan
bakau atau gambut. Daerah Aliran Sungai tengah merupakan daerah
transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut
diatas (Asdak, 2007).

Gambar 1. Contoh Daerah Aliran Sungai


Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi
daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah
konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS

bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan


fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan
menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi
debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran
airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai
fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara
lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu
seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian
hulu

dan

hilir

mempunyai

keterkaitan

biofisik

melalui

daur

hidrologi (Efendi, 2012).


Menurut Suripin (2002), fungsi DAS dapat didasarkan dari tiga
aspek hutan (vegetasi, kondisi tanah dan penggunaan lahan) yang saling
berhubungan untuk mempengaruhi aliran dan kualitas air. Ketiga aspek
tersebut adalah :
1. Vegetasi
Pohon dan tumbuhan bawah akan meminimumkan penutupan lahan
Pohon

berperan

dalam

proses

transpirasi

sepanjang

tahun

dibandingkan dengan kebanyakan vegetasi dan konsumsi air tahunan


sering melebihi vegetasi lain
2. Kondisi Tanah
Tanah hutan dengan berbagai tipe memiliki rata-rata infiltrasi yang
tinggi dan adanya komponen yang membuat porositas tanah besar
(aktivitas biologi tanah dan penjalaran akar)

3. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan yang memperhitungkan konservasi dan adanya
permukaan bumi yang tidak rata dapat berfungsi sebagai penyedia air
sementara dan sebagai penghambat sedimen.
Menurut Suripin (2002), Fungsi hidrologis DAS sangat dipengaruhi
jumlah curah hujan yang diterima, geologi yang mendasari dan bentuk
lahan. Fungsi hidrologis yang dimaksud termasuk kapasitas DAS untuk:
1. mengalirkan air;
2. menyangga kejadian puncak hujan;
3. melepas air secara bertahap;
4. memelihara kualitas air dan mengurangi pembuangan massa
2.3 Debit Aliran
Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting
bagi pengelola sumberdaya air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk
merancang bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil
diperlukan untuk perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai
macam keperluan, terutama pada musim kemarau panjang. Debit aliran
rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya air yang
dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai (Suripin, 2002).
Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati
suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan
SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m 3/s).
Dalam laporan-laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukkan dalam
bentuk hidrograf aliran (Suripin, 2002).

2.3.1 Jenis-Jenis Pengukuran Debit Aliran


Debit sungai diperoleh setelah mengukur kecepatan air dengan alat
pengukur atau pelampung untuk mengetahui data kecepatan aliran
sungai

dan

kemudian

mengalirkannya

dengan

luas

melintang

(luas potongan lintang sungai) pada lokasi pengukuran kecepatan


tersebut (Ahmad, 2011).
Menurut Ahmad (2011), Rumus umum yang biasa digunakan dalam
perhitungan debit aliran adalah:
Q=vxA
Keterangan:
Q = Debit aliran sungai (m3/detik)
A = Luas bagian penampang basah (m2)
v = Kecepatan aliran (m/detik)

Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung (direct) atau tidak


langsung (indirect). Pengukuran debit dikatakan langsung apabila
kecepatan alirannya diukur secara langsung dengan alat ukur kecepatan
aliran (Ahmad, 2011).
Menurut Ahmad (2011),Berbagai alat ukur kecepatan aliran adalah
sebagai berikut:
1. Pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung (floating method);
2. Pengukuran menggunakan alat ukur arus (current meter);
3.Pengukuran

kecepatan

aliran

dengan

menggunakan

zat

warna (dillution method).


Dari cara-cara pengukuran debit diatas cara menghitung debit
dengan pengukuran kecepatan dan luas penampang melintang yang

paling sering digunakan adalah metode pelampung. Cara tersebut dapat


dengan mudah digunakan meskipun aliran permukaan tinggi. Cara ini
sering digunakan

karena

tidak

dipengaruhi

oleh

kotoran

atau

kayu-kayuan yang hanyut dan mudah dilaksanakan. Pelampung tangkai


merupakan satu contoh pelampung yang digunakan untuk mengukur
kecepatan aliran. Dimana pelampung tangkai terbuat dari setangkai kayu
atau bambu yang diberi pemberat pada ujung bawahnya. Pelampung jenis
ini memiliki tingkat ketilitian yang lebih tinggi disbanding pelampung
jenis lain yang tidak memiliki pemberat. Akan tetapi kedalaman
pelampung tidak boleh mencapai dasar sungai sehingga tangkai tidak
dipengaruhi oleh bagian kecepatan yang lambat pada lapisan bawah. Jadi
hasil yang didapat adalah lebih tinggi dari kecepatan rata-rata sehingga
pelampung harus disesuaikan dengan sesuatu koefisien (Ahmad, 2011).
2.4 Sedimen Melayang
Sedimentasi adalah jumlah material tanah berupa kadar lumpur
dalam air oleh aliran air sungai yang berasal dari hasil proses erosi di
hulu, yang diendapkan pada suatu tempat di hilir dimana kecepatan
pengendapan butir-butir material suspensi telah lebih kecil dari kecepatan
angkutannya. Dari proses sedimentasi, hanya sebagian material aliran
sedimen di sungai yang diangkut keluar dari DAS, sedang yang lain
mengendap di lokasi tertentu di sungai selama menempuh perjalanannya.
Indikator terjadinya sedimentasi dapat dilihat dari besarnya kadar lumpur
dalam air yang terangkut oleh aliran air sungai, atau banyaknya endapan
sedimen pada badan-badan air dan atau waduk. Makin besar kadar

sedimen yang terbawa oleh aliran berarti makin tidak sehat kondisi DAS.
Besarnya kadar muatan sedimen dalam aliran air dinyatakan dalam
besaran laju sedimentasi (Anonimb, 2009).
Partikel sedimen dikatakan bergerak secara melayang bilamana
partikel tersebut bergerak tanpa menyentuh dasar saluran. Adanya
pengaruh gaya berat, partikrl-partikel tersebut cenderung untuk
mengendap. Kecenderungan untuk mengendap ini akan dilawan oleh
gerakan partikel zat cair, yaitu komponen fluktasi kecepatan dan aliran
turbulen. Dengan kata lain kondisi aliran yang ada akan menentukan
apakah suatu fraksi sedimen akan bergerak sebagai sedimen suspense
atau bukan. Kemudian suatu partikel yang pada kondisi aliran tertentu
bergerak secara melayang, pada kondisi aliran yang lain dapat bergerak
sebagai angkutan sedimen dasar, demikian pula sebaliknya. Sehingga
adanya keterkaitan suspended load dengan bed load, dan dengan bed
load dengan dasar saluran atau sungai dimana angkutan terjadi. Pada
suatu aliran dalam saluran terbuka, batas atas dimana terjadi angkutan
sedimen suspensi dapat ditentukan dengan jelas, yaitu pada permukaan
air bebas, sedangkan batas bawahnya agak sulit untuk didefinisikan
batasan antara angkutan sedimen susupensi dengan sedimen dasar.
Angkutan sedimen melayang sering disertai dengan angkutan material
dasar dan transisi antara dua metode transpor tersebut dapat terjadi secara
bertahap sesuai dengan perubahan kondisi aliran. (Anonimb, 2009).

III. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Pengukuran Debit Aliran ini sanakan pada hari Sabtu, 19
Oktober 2013 pukul 09.00 selesai. Bertempat di Sungai Tello,
Makassar
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah current meter,
tongkat current meter, patok, kalkulator, alat tulis menulis, payung,
kamera digital, cawan patridis, pipet tetes, gelas ukur, timbangan, oven
dan botol aqua.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tali rapiah , air,
dan alat tulis menulis
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari praktikum pengukuran debit aliran adalah :
Pengukuran Profil Penampang Sungai dan Kecepatan Aliran
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Membentangkan tali rapiah dan mengikat ujung tali tersebut pada
patok yang telah disediakan di pinggir sungai.
3. Mengukur lebar sungai kemudian menentukan titik-titik yang
akan diukur.
4. Mengukur kedalaman sungai pada setiap titik pengukuran dengan
menggunakan current meter stick

5. Menggambar profil penampang sungai. Profil ini dijadikan acuan


untuk menentukan jumlah segmen pengukuran
6. Menentukan posisi tempat pengukuran dan jumlah titik ukur.
Sesuai dengan tabel berikut:

Tabel pengukuran kecepatan aliran berdasarkan kedalaman


Tipe

Kedalaman

Titik

Kecepatan

Air (d)

Pengamatan

Rata-rata

dari

pada vertikal

Permukaan
Satu

0,3 0,6 m

0,6

v=v

0,6 3 m

0,2 dan 0,8 d

v = (v2 + v8)

36m

0,2 ; 0,6 dan 0,8

v = (v2 + 2v6

+ v8)

s; 0,2 ; 0,6 ; 0,8

v = 1/10

titik
Dua
titik
Tiga
titik
Lima

>6 m

titik

; dan b
(vs+3v2
+2v6+3v8+vb)

Keterangan:
Vs (kecepatan sungai) diukur 0.3 m dari permukaan air
vs (kecepatan sungai) diukur 0.3 m di atas dasar permukaan sungai
7. Mengukur kecepatan aliran sungai dengan alat berdasarkan hasil
kalibrasi pada titik ukur yang telah ditentukan.
8. Mencatat nilai yang terbaca pada alat dengan pengulangan
pembacaan setelah 1 menit.
9. Mengulangi prosedur nomor 7-8 untuk titik selanjutnya.

10. Selanjutnya melakukan perhitungan debit aliran berdasarkan data


pengukuran.
Pengukuran Konsentrasi Sedimen Melayang
11. Mengambil sampel dengan botol sampel
12. Menimbang cawan Petridis, kemudian mengambil sampel air
sebanyak 150 mL yang telah disediakan didalam gelas ukur dan
dituangkan ke Petridis.
13. Memasukkan ke dalam oven selama 2 x 24 jam (sampai kering)
14. Menimbang cawan dan air yang sudah dioven tadi. Menghitung
nilai sedimen dari selisih berat sebelumnya.
Penentuan Koefisien Manning
15. Mengukur kemiringan dasar saluran (S)
16. Menentukan jari-jari hidrolis (R)
17. Menentukan koefisien manning (n) dengan rumus Manning
18. Mengamati jenis dasar dan dinding saluran
19. Menentukan koefisien manning dari tabel
20. Membandingkan hasil perhitungan dengan hasil dari tabel
3.4 Rumus yang digunakan
a. Penentuan Debit
Metode langsung
Q = AV

Metode Manning
Mencari kecepatan aliran terlebih dahulu setelah itu menghitung debit
V = 1/n R 2/3 S
Q = AV
Ket:
Q : debit air (m3/s)
A : Luas Penampang (m2)
V : Kecepatan Aliran (m/s)
R : Jari-jari Hidrolik (m)
S : Slope/kemiringan
N : koefisien dasar saluran (0,01)
b. Penentuan Sedimen Melayang
Cs = (W2-W0) / L
Qs = Cs x Qtot
Dimana:
Cs = jumlah sedimen (gr/m3)
W0 = berat cawan kosong (gr)
W1 = Berat cawan basah (gr)
W2 = Berat cawan kering (gr)
L

= jumlah air (mL)

Qtot = debit total sungai melalui metode langsung dan Manning


(m3/s)
Qs = debit sedimen (m3/s)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Aliran

PROFIL PENAMPANG ALIRAN

kedalaman (m)

0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1

Sumber : Data primer setelah diolah Hidrologi Teknik, 2013


Pembahasan
Berdasarkan data pengukuran yang telah didapatkan di Sungai
Tello, maka dapat di lihat dari grafik tentang kedalaman dari tiap titik
yang telah diukur sebelumnya. jelas tergambar bahwa ditiap titik
pengukuran memiliki kedalaman yang tidak sama. Hal ini karena pada
sebuah sungai tidak akan pernah ditemukan suatu kedalaman dengan
hasil yang sama. karena banyak faktor yang mempengaruhi seperti
banyaknya sedimen yang terdapat pada titik sungai yang diukur.
Terlihat pula pada titik pengukuran kedalaman, bahwa titik terdalam
berada pada titik ketiga dengan kedalaman mencapai 0,88 m yang
merupakan bagian tengah sungai. dan pada titik A dan G merupakan titik
terendah dengan kedalaman titik yaitu 0,54 m dan titik G yaitu 0,55 m.

4.2 Debit Aliran


Tabel 1. Perhitungan Debit Aliran Sungai Langsung
Segmen Luas (m2)
Kecepatan (m/s)
0
0
A
0,329
0,066
B
0,824
0,143
C
1,031
0,141
D
1
0,0735
E
0,799
0,063
F
0,366
0
G
Sumber : Data Primer setelah diolah Hidrologi Teknik, 2013
Tabel 2. Perhitungan Debit Aliran Sungai Secara Manning
Faktor-Faktor Persamaan Manning
A (m2)

P(m)

R (m)

S (m)

V (m/s)

Q (m3/s)

4,3191
7,61
0,67
0,0047
2,639
11,398
Sumber : Data Primer setelah diolah Hidrologi Teknik, 2013

0,02

Pembahasan
Pada perhitungan debit aliran sungai metode perhitungan yang
dilakukan ada dua yaitu dengan melakukan metode langsung dan
melakukan metode tidak langsung (Manning), hal ini sesuai dengan
Ahmad (2011) yang menyatakan bahwa pengukuran debit dapat dilakukan
secara langsung atau tidak langsung. dimana pengukuran debt dikatakan
langsung apabila kecepatan alirannya diukur secara langsung dengan alat
ukur kecepatan aliran. Dalam melakukan praktikum kita menghitung
kecepatan aliran dengan menggunakan alat Current Meter.
Dalam melakukan proses perhitungan debit aliran, banyak factorfaktor yang mempengaruhinya, dimana factor tersebut adalah kecepatan
(v), Luas penampang (A), Kemiringan (S), Jari-jari hidraulik (R) ataupun
koefisien jenis yang digunakan dalam hal ini adalah air. Terlihat pula pada

hasil pengukuran debit aliran yang langsung maupun tidak langsung.


Dimana hasil pengukurannya tidak sama. Pada debit aliran langsung hasil
yang didapatkan adalah 1,39 m3/s sedangkan untuk debit aliran dengan
melakukan perhitungan secara manning hasil yang didapatkan adalah
11,398 m3/s . Terlihat hasil yang cukup jauh terlihat. Hal ini terjadi karena
beberapa faktor

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan pada praktikum
Pengukuran Debit Aliran maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati
suatu penampang melintang sungai per satuan waktu

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi debit aliran adalah luas penampang


(A), keliling basah (P), jari-jari hydraulic (R), kemiringan (S),
kecepatan (V) dan koefisien manning
c. Sedimentasi didalam sungai mempengaruhi Debit aliran yang
dihasilkan oleh Sungai Tello
5.2 Saran
Sebaiknya pada saat melakukan pengukuran dan pengambilan data
pada saat dilapangan harus dilakukan dengan teliti agar kesalahan yang
terjadi dapat diminimalisir dan pengukuran dapat dilakukan dengan lebih
mudah.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Mahmud, 2011, Buku Ajar Hidrologi Teknik, Universitas


Hasanuddin, Makassar
Anonima, 2013, http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai. Diakses pada hari Senin
21 oktober 2013 pukul 15.30 WITA.
Anonimb, 2009, Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan
Perhutanan Sosial Tentang Pedoman Monitoring Dan Evaluasi
Daerah Aliran Sungai. Diakses pada hari Senin 21 oktober 2013
pukul 15.30 WITA.
Asdak, 2007, Siklus Hidrologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Efendi, Edi, 2012, Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Das)
Terpadu, Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air,
Jakarta.
Suripin, 2002, Daerah Aliran Sungai, Universitas Sumatera Utara, Medan.

LAMPIRAN

A. Tabel
Tabel 3. Kedalaman dan Tekstur Sungai
Titik
Lebar Sungai (m)
Kedalaman Sungai (m)
A
0
0
B
1,22
0,54
C
2,44
0,81
D
3,66
0,88
E
4,88
0,76
F
6,1
0,55
G
7,32
0
Sumber : Data Primer sebelum diolah Hidrologi Teknik, 2013
Tabel 4. Kecepatan Aliran dengan Current Meter
Titik
A

Titik Pengamatan
Kecepatan (m/s)
V0,6
0,066
V0,2
0,134
B
V0,8
0,152
V0,2
0,164
C
V0,8
0,118
V0,2
0,060
D
V0,8
0,087
E
V0,6
0,063
Sumber : Data Primer sebelum diolah Hidrologi Teknik, 2013

B. Perhitungan
Kecepatan

Titik A

: VA = 0

Titik B

: VB = V0,6 = 0,066 m/s

Titik C

: VC = V0,2 = 0,134 m/s


V0,8 = 0,152 m/s

VC = ( 0,134 + 0,152 ) / 2
= 0,143 m/s

Titik D

: VD = V0,2 = 0,164 m/s


V0,8 = 0,118 m/s
VD = ( 0,164 + 0,118 ) / 2
= 0,141 m/s

Titik E

: VE = V0,2 = 0,060 m/s


V0,8 = 0,087 m/s
VE = ( 0,060 + 0,087) / 2
= 0,0735 m/s

Titik F

: VF = V0,6 = 0,063 m/s

Titik G

: VG = 0

Kecepatan Rata-Rata
V rata-rata :

: 0,0973 m/s

Luas Segmen
A

II

III
IV

VI

Segmen I (segitiga) :

1,22 m
0.54 m

Luas =
Luas =
Luas = 0,329 m2

segmen II (trapesium) :
1,22 m

Luas =
0,54 m

0,81 m

Luas =
Luas = 0,824 m2

Segmen III (trapesium) :

1,22 m

Luas =

0,81m
0,88 m

Luas =
Luas = 1,031 m2

segmen IV (trapesium) :
1,22 m

Luas =

0,88 m

0,76 m

Luas =
Luas = 1 m2

Segmen V (trapesium) :
1,22 m

Luas =
0,76
m

0,55 m

Luas =
Luas = 0,799 m2

1,22 m

Segmen VI (Segitiga) :
Luas =

0,55
m

Luas =
Luas = 0,336 m2

Luas penampang sungai (A) adalah :


A= segmen 1 + segmen 2 + segmen 3 + segmen 4 + segmen 5+ segmen 6
A= 0,329 + 0,824 +1,031 + 1+ 0,799 + 0,336
A= 4,319 m2

Keliling Basah
Menggunakan Rumus Phytagoras c2 = a2 + b2 dengan mencari nilai sisi
miringnya

Segmen 1

Segmen 2

c2 =a2 + b2

a = 0,81 0,54 = 0,27m

c =

sehingga;

c =

c =

c =

c =

c = 1,33 m

c =
c = 1,25 m

Segmen 3

Segmen 4

a = 0,88 0,81 = 0,07 m

a = 0,88 0,76 = 0,12 m

sehingga;

sehingga;

c =

c =

c =

c =

c =

c =

c = 1,22 m

c = 1,23 m

Segmen 5

Segmen 6

a= 0,76 0,55 = 0,21 m

c2 = a2 + b2

sehingga;

c =

c2 = a2 + b2

c =

c =

c =

c =

c = 1,34 m

c =

P=c segmen
P = 1,33+ 1,25+ 1,22+ 1,23+ 1,24+ 1,34
P = 7,61 m
Jari-jari Hydraulic
R=
R=
R = 0,67 m
Slope (S)
S=

S=
S=0,0047 m
Kecepatan Koefisien Manning

V= .
V=

V = 50 . 0,765 . 0,069
V = 2,639 m/s

Perhitungan Debit (Q)


1. Secara Langsung
QA = 0

QB = AB x VB
= 0,066 m2 x 0,329 m/s
= 0,022 m3/s

QC = AC x VC

QD = AD x VD
2

= 0,143 m x 0,824 m/s

= 1,141 m x 1,031 m/s

= 0,118 m3/s

= 1,176 m3/s

QE = AE x VE

QF = AF x VF

= 0,0735 m2 x 1 m/s

= 0,063 m x 0,799 m/s

= 0,050 m3/s

= 0,0735 m /s

QG = AG x VG
= 0 x 0,336 m/s
=0
Q =Q
Q = 0+ 0,022+ 0,118+ 1,176+ 0,07335+ 0,050 + 0
Q = 1,39 m3/s
2. Secara Manning
Q = A.V
Q = 4,319 m2 . 2,639 m/s
Q = 11,398 m3/s

Gambar Luas Penampang

PROFIL PENAMPANG ALIRAN

kedalaman (m)

0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1

Foto Dokumentasi

Gambar 2. Setelah menghitung titik kecepatan aliran

Gambar 3. pada saat melakukan pengukuran dengan Current Meter

Gambar 4. Pada saat memasukkan Current Meter di aliran Sungai Tello dan
mengukur kedalaman sungai

Gambar 5. Pada saat pengukuran kecepatan aliran dan pengambilan sampel


sedimentasi

Anda mungkin juga menyukai