PENDAHULUAN
Daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi
ekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Proses-proses biofisik hidrologis DAS
merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu daur hidrologi atau yang dikenal
sebagai siklus air. Sedang kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat merupakan
bentuk intervensi manusia terhadap system alami DAS, seperti pengembangan lahan
kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya tuntutan atas
sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang disebabkan meningkatnya pertumbuhan
penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air DAS.
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau
program yang bersifat menipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di
daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan
usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah dalam arti yang
dan pengendalian daya rusak air. c) Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan
hutan dan jenis vegetasi darat lainnya yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan
1
terhadap tanah dan air. d) Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk
Pengelolaan DAS dilakukan guna mengetahui karateristik dari suatu DAS yang
menjadi sebuah landasan atau dasar suatu penanganan. Menurut (Wa Ode Wirdana,
2013) menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan pada DAS Lalilndu Kecamatan
Konawe Utara dari lahan alang-alang dan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit
mengakibatkan perubahan karateristik hidrologi. Hal ini tentu berdampak pada DAS
lasolo karena Sub DAS Lalindu merupakan bagian dari DAS Lasolo. Dampak perubahan
tutupan lahan tersebut diantaranya berpengaruh pada run off. Hal ini senada dengan
penelitian yang dilakukan (Suroso, 2006; Pranoto SA, 2008) bahwa perubahan tutupan
lahan memberi kontribusi terhadap banyaknya run off). Selain itu, jumlah hujan yang
semakin meningkat juga mengakibatkan kenaikan run off (Dewi Liesnoor Setyowati,
2010). Berdasarkan beberapa fakta dari penelitian di atas, maka perlu dilakukan analisis
DAS Lasolo untuk mengetahui karateristik DAS Lasolo dari segi pemanfaatan ruang.
2
2. Mengetahui kawasan budidaya di DAS Lasolo.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai
pengumpul, penyimpan dan penyalur air, sedimen, unsur hara melalui sistem
turun hujan di daerah tersebut, maka air hujan yang turun akan mengalir ke
4
sistem sungai sehingga seluruh aliran dan daerah tersebut dikeluarkan melalui
outlet tunggal.
Brooks dkk., (1990) DAS merupakan suatu areal atau daerah yang dibatasi
oleh bentuk topografi yang didrainasi oleh suatu sistem aliran yang membentuk
suatu sungai yang melewati titik out-let dan total area di atasnya. River basin
adalah serupa dengan watershed tetapi mencakup sekala yang luas sebagai
contoh : Amazona River Basin, the Misisipi River Basin.
Pedoman Penyusunan Pola-RLKT (1994) DAS adalah suatu daerah tetentu
yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam
fungsinya untuk menampung air yang berasal dan curah hujan dan sumber air
lainnya, penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan
hukum alam sekelilingnya demi kesinambungan daerah tersebut. Esensinya,
DAS adalah salah satu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung
dan mengalirkannya melalui sungai utama ke laut/ danau. Satu DAS dipisahkan
dan wilayah lain disekitamya (DAS- DAS lain) oleh pemisah alam topografi,
seperti punggung bukit dan gunung.
Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan
mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai uatama. Setiap DAS terbagi habis
ke dalam Sub DAS. Sub DAS adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang
terbentuk secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui cabang aliran
sungai yang membentuk bagian wilayah DAS.
Sub-sub DAS adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk
secara alamiah, dimana air hujan meresap atau mengalir melalui ranting aliran
sungai yang membentuk bagian dari Sub DAS. Daerah Tangkapan Air (DTA)
adalah suatu kawasan yang berfungsi sebagai daerah penadah air yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sumber
5
air di wilayah daerah. Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah kawasan di hulu
danau yang memasok air ke danau.
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil
pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai. (Permen No 39/1989
Tentang pembagian wilayah sungai Pasal 1 ayat 1). Sungai adalah system
pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi pada kanan dan
kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (Permen No 39/1989
Tentang pembagian wilayah sungai Pasal 1 ayat 2).
Bagian Hulu DAS adalah suatu wilayah daratan bagian dari DAS yang
dicirikan dengan topografi bergelombang, berbukit dan atau bergunung,
kerapatan drainase relatif tinggi, merupakan sumber air yang masuk ke sungai
utama dan sumber erosi yang sebagian terangkut menjadi sedimen daerah hilir.
Bagian Hilir DAS adalah suatu wilayah daratan bagian dari DAS yang dicirikan
dengan topografi datar sampai landai, merupakan daerah endapan sedimen atau
aluvial.
Macam macam DAS berdasarkan fungsi hulu, tengah dan hilir yaitu:
mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain
dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air,
b. Bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain
dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan
ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti
6
c. Bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan
melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah
hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air
limbah.
7
Gambar 2.2. Komponen Sistem Daerah Aliran Sungai
Kata pengelolaan banyak digunakan dalam berbagai bidang keilmuan. Kita juga
mengenal pengelolaan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan atau tata-guna lahan
dan pelaksanaan serangkaian tindakan yang melibatkan manipulasi dan sistem alam
dan suatu DAS untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu ke arah pembangunan yang
berkesinambungan (lestari).
suatu DAS untuk menyediakan barang-barang dan jasa yang diinginkan tanpa
8
merusakan sumberdaya tanah dan air. Termaktup dalam konsep tersebut adalah adanya
pengenalan dalam keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air; hubungan antara
daerah hulu dan hilir. Suyono (1996) P-DAS terpadu adalah serangkaian kegiatan
dengan berbagai eara yang saling terkait dengan penuh pertimbangan untuk mencapai
suatu tujuan. Adapun tujuan P-DAS adalah untuk mencapai kelestarian DAS agar dapat
manusia.
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau
program yang bersifat menipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di
daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan
termasuk pencegahan banjir dan erosi, serta perlindungan nilai keindahan yang
berkaitan dengan sumberdaya alam, antara lain dengan jalan identifikasi keterkaitan
antara tataguna lahan, tanah dan air serta keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu
DAS. Pertimbangan aspek sosial, ekonomi, budaya serta kelembagaan yang beroperasi
di dalam dan si luar daerah aliran sungai yang bersangkutan. (Asdak, 2010).
Saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli dalam meneliti
yang ada. Setelah pengkajian serta penelitian dilaksanakan maka gambaran mengenai
9
fungsi pengelolaan serta pengaturan daerah aliran sungai dapat terpaparkan sebagai
berikut:
3. Dengan adanya pengendalian serta pengelolaan daerah aliran sungai ini, maka
serta dukungan positif dalam pengelolaan daerah aliran sungai, dalam hal ini kaidah
konservasi tanah dan air dapat dijalankan secara sinkron serta, berkelanjutan hingga
berkesinambungan.
bawah ini :
1. Pengelolaan DAS dan konservasi tanah dan air merupakan “alat” untuk tercapainya
10
2. Pengelolaan sumberdaya alam yang tidak memadai (pada skala DAS) telah
DAS merupakan alasan yang sangat relevan dimana pengelolaan DAS yang ada tidak
memadai. Oleh karena itu produk kebijaksanaan yang dihasilkan tidak atau kurang
(politik) suatu DAS seringkali menjadi kendala bagi tercapainya usaha pengelolaan
DAS yang komprehensif dan efektif. Tantangan kebijakan dalam pengelolaan DAS
5. “Aktor” yang terlibat dalam pengelolaan kebijakan serta realisasi pengelolaan DAS
harus menyeluruh. Dengan demikian, dapat dilakukan evaluasi dini terhadap gejala-
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS yang tersebar diseluruh
wilayah Indonesia, merupakan satu kesatuan ekosistem alami yang utuh dari ekosistem
pegunungan di hulu hingga ekosistem pantai di hilir. Kekayaan sumber daya alam
maupun buatan di dalam DAS merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu
11
kondisi saat ini terdapat beberapa DAS yang harus dipertahankan daya dukungnya
namun masih banyak pula DAS yang sudah harus dipulihkan daya dukungnya.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012, Daya Dukung DAS adalah
meningkatnya kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya secara berkelanjutan. DAS yang dipulihkan daya dukungnya adalah DAS yang
kondisi lahan serta kuantitas, kualitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi
bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah tidak berfungsi sebagaimana mestinya,
mestinya.
mewujudkan kondisi lahan yang produktif sesuai dengan daya dukung dan daya
keberlanjutan ketersediaan air yang optimal menurut ruang dan waktu dan
mengelola DAS yang dipertahankan dan dipulihkan daya dukungnya sesuai dengan
tujuan yang diinginkan tersebut, maka perlu dilakukan Penetapan Klasifikasi setiap
Kehutanan serta Instansi terkait untuk menilai dan menyusun klasifikasi Daerah Aliran
12
Sungai dalam rangka penetapan Daerah Aliran Sungai yang dipertahankan dan
DAS.
sebagai dasar penentuan teknis rehabilitasi hutan dan lahan serta teknis pengelolaan
sumber daya air, tetapi diharapkan dapat menggambarkan tingkat urgensi penanganan
DAS dalam skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Sehubungan dengan itu, data
dan informasi parameter dan kriteria yang dipilih diupayakan dengan memanfaatkan
dari sumber yang telah tersedia di berbagai instansi terkait dan harus diupayakan
Dalam rangka penetapan klasifikasi setiap DAS, maka kriteria, sub kriteria
13
Tabel 2.1 Kriteria, Sub Kriteria dan Pembobotan Penetapan Klasifikasi DAS
(Syarifuddin. 2016)
Kriteria pemanfaatan ruang wilayah terdiri dari sub kriteria kawasan lindung
dayaalam dan sumber daya buatan. Sedangkan Kawasan budi daya adalah wilayah
potensi sumber daya alam,sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Semakin
14
sesuaikondisi lingkungan dengan fungsi kawasan maka kualifikasi pemulihan DAS
adalah rendah dan sebaliknya apabila tidak sesuai fungsinya maka kualifikasi
Keterangan rumus:
PTH = persentase luas liputan vegetasiterhadap luas Kawasan Lindung di dalam DAS
Keterangan tambahan:
Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Kawasan Lindung (PTH) berdasarkan Persentase Luas
liputan vegetasi terhadap Kawasan Lindung di dalam DAS (%)
Persentase Luas Liputan
No. Vegetasi terhadap Kawasan Skor Kualifikasi pemulihan
Lindung di dalam DAS (%)
1 PTH>70% 0,50 Sangat rendah
2 45<PTH≤70% 0,75 rendah
3 30<PTH ≤45 % 1,00 sedang
4 15 <PTH≤30 % 1,25 tinggi
5 PTH ≤ 15 % 1,50 Sangat tingg
Sub Kriteria ini memfokuskan pada lahan dengan kelerengan 0-25% pada
Kawasan Budidaya. Kelas kelerengan 0-25% ini adalah paling sesuai untuk budidaya
15
dilakukan dengan mengukur luas total lahan dengan kelerengan 0-25% yang berada
pada Kawasan Budidaya. Semakin tinggi persentase luas unit lahan dengan kerengan
dimaksud pada Kawasan Budidaya maka kualifikasi pemulihan DAS semakin rendah.
Sebaliknya semakin rendah persentase luas unit lahan dengan kelerengan dimaksud
pada Kawasan Budidaya, atau dengan kata lain semakin tinggi persentase luas unit
lahan dengan kelerengan >25% pada Kawasan Budidaya maka kualifikasi pemulihan
Keterangan rumus:
` Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kriteria Penilaian Kawasan Budidaya berdasarkan keberadaan lereng 0-25%
16
2.6 Kriteria Penilaian
Prosedur analisis data untuk kajian ini melalui pemberian bobot, penetapan
kelas, perhitungan skor dan penilaian dari masing-masing sub kriteria. Penetapan
klasifikasi DAS berdasarkan kondisi lahan tersebut di atas disusun dan disajikan secara
kriteria/sub kriteria tersebut di atas, maka akan diperoleh nilai total pada setiap DAS,
Klasifikasi DAS ditentukan total nilai skor kelas kualifikasi DAS sebagai berikut:
1. Nilai total skor <100 termasuk DAS yang dipertahankan daya dukungnya
acuan penetuan kebijakan dan penyelenggaraan pengelolaan DAS, agar diperoleh hasil
yang optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air, serta memberikan
manfaat sosial ekonomi yang nyata bagi masyarakat disajikan pada Tabel 2.4.
17
Tabel 2.4 Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS Berdasarkan Pemanfaatan Ruang Wilayah
18
BAB III
PEMBAHASAN
Khatulistiwa, melintang dari Utara ke Selatan antara 02°97’ dan 03°86’ lintang Selatan,
Konawe.
Pengelolaan DAS merupakan hal pokok dari pengelolaan sumberdaya air secara
efektif karena lingkup ruang yang dimiliki oleh DAS. Berdasarkan Peraturan Menteri
Wilayah Sungai (WS) Lasolo – Konaweeha merupakan wilayah sungai lintas Provinsi.
19
WS Lasolo – Konaweeha meliputi 25 (dua puluh lima) DAS dengan DAS utama yaitu
DAS Konaweeha dan DAS Lasolo, yang mana bagian hulu kedua sungai tersebut berada
di Kabupaten Kolaka Utara. Sungai Konaweeha melintasi tiga kabupaten dan satu kota,
sedangkan Sungai Lasolo dan anak sungainya yaitu Sungai Lalindu sebagian besar
terletak di Kabupaten Konawe dan Konawe Utara dengan sebagian kecil lainnya masuk
ke dalam wilayah Kabupaten Kolaka Utara dan Kabupaten Poso (Sulawesi Tengah).
Kedua sungai tersebut bermuara ke wilayah pantai timur Provinsi Sulawesi Tenggara.
20
Tabel 3.1 Daerah Aliran Sungai Kabupaten Konawe Utara
Sumber: Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV dalam Buku Putih Sanitasi Kabupaten
Konawe Utara, 2018
21
Gambar 3.2 Peta Daerah Aliran Sungai Lasolo
22
3.2 Kriteria Pemanfaatan Ruang Wilayah
23
generasi sekarang dan yang akan datang, dengan terciptanya tata air yang lestari.
24
Tabel 3.2 Status dan Fungsi Kawasan Hutan pada DAS Lasolo
No Status dan Fungsi Kawasan Hutan Luas
Ha %
1 Hutan Lindung 209.661 54,74
2 Hutan Produksi 63.172 16,49
3 Hutan Produksi Konversi 29.745 7,76
4 Hutan Produksi Terbatas 80.490 21,01
Jumlah 383.068 100.00
Sumber: Bappeda Kab. Konawe Utara, RTRW Tahun 2012-2032
3.2.2 Kawasan budidaya
Klasifikasi kelerengan pada Tabel 3.3 terlihat bahwa DAS Lasolo berpotensi untuk
Lasolo. Kemiringan lereng pada suatu DAS mempengaruhi kecepatan dan volume
25
permukaan besar, sehingga semakin lambat terjadinya proses infiltrasi, maka aliran
Tabel 3.4 Penilaian Klasifikasi DAS Lasolo Berdasarkan Pemanfaatan Ruang Wilayah.
26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan analisis kinerja Daerah Aliras Sungai Lasolo yang
1. Kawasan Hutan yang ada dalam Daerah Aliran Sungai Lasolo seluas 383.068 Ha
atau 25,75 % dari total luas lahan Budidaya, sehingga termasuk kriteria
pemulihan tinggi.
4.2 Saran
kawasan yang telah gundul. Kawasan budidaya pada daerah sepadan sungai harus
27
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. S.2010. Konservasi Tanah dan Air.Edisi Kedua Cetakan Kedua. IPB Press.
Bogor.
Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Konawe Utara,
2018.
Bappeda Kab. Konawe Utara. RTRW Tahun 2012-2032.
Suroso, 2006. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah
Aliran Sungai Banjaran. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3 , No. 2.
Suyono. 1996. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dalam Konteks Hidrologi Dan Kaitannya
Dengan Pembangunan Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala
Madya Pada Fakultas Geografi UGM. Jogjakarta: Fakultas Geografi UGM.
Syarifuddin. 2016. Modul Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Banjarbaru.
28
Wirdana., 2013. Model Konservasi Sumberdaya Air Pada Perkebunan Kelapa Sawit
Yang Berkelanjuta (Studi Kasus : Sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara
Provinsi Sulawesi Tenggara), Institut Pertanian Bogor, Bogor.
29