pengaruh pengaturan jumlah dan komposisi vegetasi terhadap perilaku aliran air
menunjukkan bahwa aliran air tahunan meningkat apabila vegetasi dihilangkan atau
dikurangi dalam jumlah cukup besar (Bosch dan Hewlett, 1982; Hamilton dan King,
1984; Bruijnzeel, 1990; Malmer, 1992). Secara umum, kenaikan aliran air disebabkan
oleh penurunan penguapan air oleh vegetasi (transpiration), dan dengan demikian,
bagian air yang diuapkan melalui vegetasi adalah cukup besar. Oleh karenanya,
untuk meningkatkan jumlah aliran air dalam suatu DAS dengan cara menurunkan
hujan tahunan, 85 - 95 % air yang diterima diuapkan kembali atau dikonsumsi oleh
berbagai tanaman dalam suatu DAS di daerah-daerah arid dan semi arid (Brooks et
al., 1985). Artinya, aliran air yang tersedia hanya berkisar antara 5 - 15 % dari jumlah
air hujan yang diterima di daerah tersebut. Namun demikian, di daerah dengan
curah hujan relatif besar jumlah air yang diuapkan kernbali ke atmosfer umumnya
juga menunjukkan bahwa jumlah aliran air meningkat apabila (Bosch dan Hewlett,
berakar dangkal.
adalah tanah, iklim, dan persentase luas DAS. Semakin besar perubahan tataguna
lahan, misalnya perubahan dari hutan menjadi ladang pertanian, semakin besar pula
perubahan yang terjadi pada air larian. Respons aliran air diperkirakan akan lebih
besar di wilayah dengan tanah yang dalam dan dengan curah huian tahunan tinggi.
Sementara respons perubahan aliran air tersebut rendah di daerah dengan iklim
panas.
Pengaruh tataguna lahan dan aktivitas lain terhadap perilaku aliran air
berkurang.
evaluasi pengaruh gangguan vegetasi penutup tanah terhadap aliran air adalah:
kapasitas infiltrasi menurun atau apakah sistem variabel wilayah sumber air
storage).
5. Perubahan sistem saluran air dalam DAS yang dapat mempengaruhi waktu
cekungan permukaan tanah dalam DAS atau pada sistem saluran air.
Pengaruh hutan menjadi kurang berarti pada saat terjadi hujan lebat dengan
intensitas tinggi. Berikut ini adalah peranan yang dimainkan hutan dalam kaitannya
utama adanya kaitan antara hutan dan banjir. Erosi dan tanah longsor yang
sungai-sungai di dalam hutan atau di daerah yang lebih rendah, dan dengan
tersebut (banjir).
besarnya evapo transpirasi hutan lebih besar daripada jenis tataguna lahan
lainnya, lapisan tanah di bawah tegakan hutan seringkali lebih kering pada
musim kemarau (musim rontok dan musim panas untuk daerah beriklim
sedang). Apabila pada masa ini terjadi hujan lebat, aliran air bawah
tersebut. Dalam kasus ini, volume air larian di bawah tegakan hutan lebih kecil,
dan karenanya, debit puncak yang terjadi di daerah hilir menjadi lebih kecil.
Sementara itu pada musim hujan (musim semi atau dingin) lapisan tanah di
bawah tegakan hutan sedang dalam proses atau telah menjadi jenuh. Pada
volume air larian. Oleh karenanya, tambahan Bkapasitas tampung air yang
diberikan oleh tegakan hutan tidak begitu berarti karena aliran air terbesar
biasanya terjadi ketika kelembaban tanah awal tinggi, baik ada atau tidak ada
tegakan hutan.
dan meningkatkan debit puncak dan besamya volume air lokal. Sampai saat
hutan akan mempengaruhi laju infiltrasi sampai pada tingkat dapat mencegah
atau menyebabkan banjir besar (Lull dan Reinhart, 1972). Untuk dapat
infiltrasi yang terjadi di daerah hulu harus sangat besar dan meliputi wilayah
yang cukup luas, suatu keadaan yang sayang sekali jarang terjadi.
Contoh Kasus
1. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan yaitu analisis data curah hujan terhadap
rancangan desain settling pond. Terdapat dua sumber air yang berpengaruh
terhadap model kolam pengendapan (settling pond) untuk mengatasi padatan
tersuspensi pada pengelolaan IPAL kegiatan, sehingga air permukaan merupakan
salah satu sumber air limpasan yang perlu diperhatikan. Pengaruh air permukaan
ditentukan dengan melakukan beberapa analisis yaitu:
a. Analisis data curah hujan
Analisis ini dilakukan untuk menentukan curah hujan harian maksimum, curah
hujan rencana, dan intensitas curah hujan dengan menggunakan Distribusi Log
Pearson Tipe III. Distribusi Log Pearson Tipe III atau Distribusi Extrim Tipe III
digunakan mengingat deret banjir tahunan jarang yang tersebar merata.
Distribusi Log Pearson Tipe III, mempunyai koefisien kemencengan (coefficient
of skewness) atau Cs ≠ 0. Persamaan yang digunakan untuk Distribusi Log
Person Tipe III yaitu:
Standar deviasi
0,5
LogXi)2
∑ (Log xi- ̅̅̅̅̅̅̅̅
S= [ n-1
] …………………………………….(1)
(Triatmodjo, 2015)
Koefisien kemencengan
̅̅̅̅̅̅̅i)3
n ∑ni=1 (LogXi-LogX
G= …………….…………………….….(2)
(n-1)(n-2)S2
(Triatmodjo, 2015)
Log Xt = LogX
̅̅̅̅̅̅̅i+ kt .S.……………………………………..(3)
Xt = 10 log Xt ...………………..……………………….(4)
Dimana:
Xt = Curah hujan dalam periode ulang T tahun (mm)
LogXt = Logaritma curah hujan dalam periode ulang T tahun (mm)
LogXi = Logaritma pengamatan
̅̅̅̅̅̅̅̅
n = Jumlah pengamatan
Cs = Koefisien Kemencengan
kt = Faktor frekuensi untuk sebaran Log Pearson Tipe III
S = Standar deviasi
b. Periode ulang hujan
Periode ulang hujan adalah periode (tahun) dimana suatu hujan dengan tinggi
intensitas yang sama kemungkinan bisa terjadi lagi. Penentuan periode ulang
disesuaikan dengan pertimbangan perkiraan umur suatu tambang.
c. Hujan rencana
Hujan rencana adalah hujan maksimum yang mungkin terjadi selama umur dari
sarana penirisan tersebut. Hujan rencana ini ditentukan dari hasil analisa
frekuensi data curah hujan, dan dinyatakan dalam curah hujan dengan periode
ulang tertentu.
d. Intensitas curah hujan
Penentuan intensitas hujan dihitung dengan menggunakan persamaan
Mononobe yaitu:
R24 24 2/3
I= ( ) ……………… ………………..……………..(5)
24 Tc
(Sanusi, 2016)
Dimana:
Dimana:
Q = Debit air limpasan m3/detik
C = Koefisien limpasan tanpa satuan
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)
Tabel 3. Curah Hujan Rencana menggunakan Distribusi Log Person Type III
Periode
K Log X + k(S) CHR (mm)
Ulang
2 -0,03369357 1,985105009 96,62844898
5 0,830714411 2,08290475 121,0332653
10 1,301326387 2,136150128 136,8201706
25 1,819264751 2,194750047 156,5849604
50 2,161121518 2,233427967 171,1701248
100 2,474937486 2,268933332 185,7519287
ρ.d.Vs
NRe = ..…..………………………………………(8)
μ
Dimana:
V = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
s = Berat jenis partikel padatan (kg/m3)
α = Berat jenis air (kg/m3)
= Kekentalan dinamik air (kg/m detik)
d = Diameter partikel padatan (m)
Jenis aliran air di dalam kolam tergantung pada nilai Bilangan Reynold dan
koefisien tekanan (CD), dimana:
24
Bila NRe < 1 (laminer), CD =
NRe
24 3 18,5
Bila NRe = 1 – 104 (transisi), CD = + +0,34 atau CD =
NRe NRe 0,5 NRe 0,6
2000 – 4000
Batu sangat besar
1000 – 2000
Besar
500 – 1000
Sedang
250 – 500
Kecil
Kerakal besar 130 – 250
Kecil 64 – 130
Kerikil sangat kasar 32 – 64
Kasar 16 – 32
Sedang 8 –16
Halus 4–8
Sangat halus 2–4
Qtotal
Vh= A
.…………………………………….………(9)
(Aziz S, 2018)
Waktu tinggal atau waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam
pengendapan dengan kecepatan Vh adalah:
P
th= …………..…….……………………………(10)
Vh
(Aziz S, 2018)
Dimana:
P = Panjang kolam pengendapan (m)
th = Waktu tinggal partikel (detik)
Dimana:
tv = Waktu pengendapan partikel (detik)
h = Kedalaman kolam (m)
Vt = Kecepatan pengendapan partikel (detik)
c. Dimensi settling pond
Dimensi settling pond yang dihitung berdasarkan debit air limpasan dengan
tujuan untuk menangani padatan tersuspensi yang berukuran 0,001 mm (kelas
liat) dengan asusmsi bahwa padatan tersuspensi yang berukuran lebih besar
dari 0,001 mm akan terendapkan dengan baik.
Setling pond merupakan kolam yang pengolahannya berfungsi
mengendapkan material sedimen. Kolam ini terletak di dekat kolam
pengendapan. Air yang dialirkan ke kolam pengendapan terlebih dahulu masuk
ke dalam kolam sedimen untuk mengendapkan sedimen yang ikut terbawa.
Simpulan