Anda di halaman 1dari 31

TUGAS; REKAYASA LINGKUNGAN

TENTANG

KONSERVASI TANAH DAN AIR

OLEH :

ARDIANTO LARAWA

G2 T1 18 018

1
PROGRAM STUDI MANAGEMEN REKAYASA

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah dan air merupakan sumber alam yang menyokong kehidupan


berbagai makhluk di bumi termasuk manusia. Kedua sumber alam tersebut
mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Kerusakan tanah bisa terjadi
karena hilangnya unsur hara, penjenuhan tanah oleh air, dan erosi. Apabila
tanah mengalami kerusakan, maka kita bisa bayangkan bahwa tanah
ersebut sangat tidak produktif jika dimanfaatkan. Air juga rentan mengalami
kerusakan. Rusaknya air bisa berupa mengeringnya mata air dan juga
menurunnya kualitas air. Penyebabnya adalah erosi dan masuknya limbah-
limbah pertanian maupun industri.
Tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai sumber unsur hara
bagi tumbuhan, dan sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan
air tanah tersimpan (Arsyad S, 1989). Kedua fungsi tersebut dapat menurun
atau hilang, hilang atau menurunnya fungsi tanah ini yang biasa disebut

2
kerusakan tanah atau degradasi tanah Hilangnya fungsi tanah sebagai
sumber unsur hara bagi tumbuhan dapat terus menerus diperbaharui dengan
pemupukan. Tetapi hilangnya fungsi tanah sebagai tempat berjangkarnya
perakaran dan menyimpan air tanah tidak mudah diperbaharui karena
diperlukan waktu yang lama untuk pembentukan tanah. Kerusakan air
berupa hilangnya atau mengeringnya sumber air dan menurunnya kualitas
air. Hilang atau mengeringnya sumber air berkaitan erat dengan erosi,
sedangkan menurunnya kualitas air dapat dikarenakan kandungan sedimen
yang bersumber dari erosi atau kandungan bahan-bahan dari limbah
industri/pertanian. Dengan demikian kedua sumber daya tersebut (tanah
dan air) harus dijaga kelestarian fungsinya dengan upaya-upaya konservasi
tanah dan air.

Pemakaian istilah konservasi tanah sering diikuti dengan istilah


konservasi air. Meskipun keduanya berbeda tetapi saling terkait. Ketika
mempelajari masalah konservasi sering menggunakan kedua sudut pandang
ilmu konervasi tanah dan konservasi air. Secara umum, tujuan konservasi
tanah adalah meningkatkan produktivitas lahan secara maksimal,
memperbaiki lahan yang rusak/kritis, dan melakukan upaya pencegahan
kerusakan tanah akibat erosi. Konservasi tanah dan air atau yang sering
disebut pengawetan tanah merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk
menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air.
Apabila tingkat produktifitas tanah menurun, terutama karena erosi maka
kualitas air terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain
menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin berkurang.

1.2 Tujuan

Kerusakan tanah dan menurunnya kualitas air merupakan ancaman


yang seirus bagi kehidupan manusia. Olehnya itu, tujuan makalah ini adalah:

1. Mengetahui penyebab dan dampak menurunya kualitas tanah.


2. Mengetahui penyebab dan dampak menurunya kualitas Air
3. Mengetahui tujuan konservasi tanah dan air.
4. Mengetahui metode konservasi tanah dan air.
5. Mengetahui kegiatan-kegiatan konservasi Tanah dan Air.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arti Penting Dan Tujuan Konservasi Tanah Dan Air


Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap
bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan
tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang sempit
konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh
erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi.
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan
mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh
karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang
berhuibungan erat sekali; berbagai tindakan konservasi tanah adalah juga
tindakan konservasi air (Arsyad, 2006).
Menurut Arsyad(1983), usaha-usaha pengawetan (konservasi) tanah
ditujukan untuk:
1. Mencegah kerusakan tanah oleh erosi,

4
2. Memperbaiki tanah yang rusak,
3. Menetapkan kelas kemampuan tanah dan tindakan-tindakan atau
perlakuan agar tanah tersebut dapat dipergunakan untuk waktu yang
tidak terbatas (berkelanjutan).
Konservasi sumber daya air sebagai salah satu upaya pengelolaan
sumber daya air dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan
kelangsungan dan keberadaan sumber daya air, termasuk daya dukung,
daya tampung, dan fungsinya. Konservasi sumber daya air dapat dilakukan
melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber daya air,
pengawetan air, pengelolaan kualitas air, serta pengendalian pencemaran
air, dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air pada setiap
wilayah sungai, dan dipakai sebagai acuan dalam perencanaan tata
ruang.

2.2 Degradasi Tanah

Degradasi tanah di Indonesia yang paling dominan adalah erosi.


Proses ini telah berlangsung lama dan mengakibatkan kerusakan pada
lahan-lahan pertanian. Jenis degradasi yang lain adalah pencemaran
kimiawi, kebakaran hutan, aktivitas penambangan dan industri, serta dalam
arti luas termasuk juga konversi lahan pertanian ke nonpertanian.

Jenis-jenis Degradasi Tanah diantaranya:

a. Erosi Tanah
Hasil penelitian mengindikasikan laju erosi tanah di Indonesia cukup tinggi
dan telah berlangsung sejak awal abad ke-20 dan masih berlanjut hingga
kini. Pada tanah Ultisols di Citayam, Jawa Barat yang berlereng 14 % dan
ditanami tanaman pangan semusim, laju erosi mencapai 25 mm/tahun
(Suwardjo 1981). Di Putat, Jawa Tengah, laju erosi mencapai 15
mm/tahun, dan di Punung, Jawa Timur, sekitar 14 mm/tahun. Keduanya
pada tanah Alfisols berlereng 9-10 % yang ditanami tanaman pangan
semusim (Abdurachman et al. 1985).
b. Pencemaran Tanah dan Kebakaran Hutan

5
Selain terdegradasi oleh erosi, tanah juga mengalami penurunan kualitas
akibat penggunaan bahan agrokimia, yang meninggalkan residu zat
kimia dalam tanah atau pada bagian tanaman seperti buah, daun, dan
umbi. Hasil penelitian menunjukkan adanya residu insektisida pada beras
dan tanah sawah di Jawa, seperti organofosfat, organoklorin, dan
karbamat (Ardiwinata et al. 1999; Harsanti et al., 1999; Jatmiko et al. 1999).
Pencemaran tanah juga terjadi di daerah pertambangan, seperti
pertambangan emas liar di Pongkor, Bogor, yang menyebabkan
pencemaran air raksa (Hg) dengan kadar 1,27-6,73 ppm sampai arak 7-
10 km dari lokasi pertambangan. Pencemaran tanah juga ditemukan di
kawasan ndustri, seperti industri tekstil, kertas, baterai, dan cat. Bahan-
bahan kimia yang sering menimbulkan pencemarantanah antara lain
adalah Na, NH4, SO4, Fe, Al, Mn, Co, dan Ni (Tim Peneliti Baku Mutu Tanah
2000).
Proses degradasi tanah sebagai akibat kebakaran hutan terjadi setiap
tahun, terutama di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua. Menurut
Bakornas-PB dalam Kartodihardjo (2006), pada tahun 1998-2004 di
Indonesia terjadi 193 kali kebakaran hutan, yang mengakibatkan 44
orang meninggal dan kerugian harta benda senilai Rp 647 miliar.
c. Banjir, Longsor dan Konversi Lahan
Degradasi lahan juga sering disebabkan oleh banjir dan longsor, yang
membawa tanah dari puncak atau lereng bukit ke bagian di bawahnya.
Proses ini menimbulkan kerusakan pada lahan pertanian baik di lokasi
kejadian maupun areal yang tertimbun longsoran tanah, serta alur di
antara kedua tempat tersebut.
Pada tahun 1981-1999, di Indonesia terjadi konversi lahan sawah seluas
1,6 juta ha; dan sekitar 1 juta ha di antaranya terjadi di Jawa (Irawan et
al. 2001). Winoto (2005) menyatakan sekitar 42,4% lahan sawah beririgasi
(3,1 juta ha) telah direncanakan untuk dikonversi. Kondisi terburuk terjadi
di Jawa dan Bali, karena 1,67 juta ha atau 49,2% dari luas lahan sawah
berpotensi untuk dikonversi.

6
Degradasi tanah tidak hanya berdampak buruk terhadap
produktivitas lahan, tetapi juga mengakibatkan kerusakan atau gangguan
fungsi lahan pertanian seperti.

a. Kerusakan atau Gangguan Produksi dan Mutu Hasil Pertanian


Erosi tanah oleh air menurunkan produktivitas secara nyata melalui
penurunan kesuburan tanah, baik fisika, kimia maupun biologi. Langdale
et al. (1979) dan Lal (1985) melaporkan bahwa hasil jagung menurun 0,07-
0,15 t/ha setiap kehilangan tanah setebal 1 cm.
b. Kerusakan atau Gangguan Sumber Daya Air
Erosi tanah bukan hanya berdampak terhadap daerah yang langsung
terkena, tetapi juga daerah hilirnya, antara lain berupa pendangkalan
dam-dam penyimpan cadangan air dan saluran irigasinya,
pendangkalan sungai, dan pengendapan partikel-partikel tanah yang
tererosi di daerah cekungan. Dengan demikian bukan saja lahan yang
terkena dampak, tetapi juga kondisi sumber daya air menjadi buruk.

2.3 Faktor Penyebab dan Cara Mengatasi Degradasi Tanah dan Air

a. Faktor Penyebab Terjadinya Degradasi Tanah dan Air

Kerusakan tanah atau menurunnya kualitas tanah dan air


disebabkan oleh 2 (dua ) faktor utama yakni :
1. Faktor Alamiah

a. Iklim

Iklim adalah faktor yang menimbulkan menurunnya kualitas tanah


dan air, karena dengan curah hujan yang besar atau jumlah
intensitas dan penyebarannya akan mempengaruhi kekuatan air
hujan untuk menghancurkan agregat tanah, karena adanya
kecepatan aliran permukaan (run off) dan menyebabkan erosi pada
lahan.Dengan terjadinya curah hujan yang mengakibatkan erosi
maka berpengaruh terhadap menurunnya kesuburan tanah, yang
dapat dicirikan dengan terjadinya :
- Penghanyutan partikel tanah

7
- Perubahan struktur tanah

- Penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan

- Perubahan profil tanah

b. Bentuk permukaan tanah atau topografi

Tanah-tanah yang miring atau pada daerah lereng memiliki resiko


yang tinggi terhadap terjadinya erosi. Semakin curamnya suatu
lereng akan menentukan daya hanyut air untuk mengikis tanah.
c. Arah lereng

Permukaan lereng yang berada pada belahan bumi bagian utara


yang lerengnya menghadap kearah selatan, cendrung mengalami
erosi yang lebih besar disbanding dengan permukaan lereng yang
menghadap ke selatan secara langsung karena pengaruh sinar
matahari.

d. Keseragaman lereng

Lereng permukaan yang tidak mempunyai kecuraman seragam,


akan mengalami erosi yang lebih kecil dibanding dengan lereng
yang seragam.
e. Konfigurasi Lereng

Konfigurasi lereng ditandai dengan bentuk cekung atau


cembungnya suatu lereng. Dengan demikian maka lereng yang
dengan permukaan cembung, akan lebih mudah terjadi erosi yang
lebih hebat dibanding dengan lereng yang cembung.
f. Vegetasi

Tanah yang tertutup rapat oleh tanaman pada permukaannya akan


terhindar dari erosi. Hal ini karena tanaman pada permukaan
tersebut akan mempengaruhi permukaan karena :
- Tajuk tanaman akan menghalangi jatuhnya air hujan secara
langsung ke permukaan tanah
- Akar dan kegiatan biologis yang berhubungan dengan
pertumbuhan vegetative, mempunyai porositas sehingga

8
peresapan air tanah dapat diperbaiki
- Penguapan air tanah dapat dikurangi

g. Tanah
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah:
- Tekstur
- Struktur kandungan bahan organic
- Sifat lapisan bawah
- Tingkat kesuburan
2. Ulah Manusia
Menurunnya kualitas tanah dan air yang disebabkan oleh manusia
adalah sebagai berikut:
a. Penggundulan hutan
b. Bercocok tanam dengan melakukan pengolahan lahan tidak
sesuai teknik-teknik konservasi
c. Pencemaran lingkungan akibat sampah yang mengandung
racun atau bahan kimia yang mencemarkan tanah dan air
d. Penggunaan pupuk yang tidak seimbang
e. Pembakaran hutan

b. Usaha Mengatasi Degradasi Tanah dan Air


Dalam upaya mengatasi degradasi tanah dan air untuk memperoleh
lahan yang ideal untuk usaha pertanian, maka tindakan yang harus
ditempuh adalah dengan 2 cara yakni :
- Cara Vegetatip
- Cara Mekanis
1. Cara Vegetatif :
Cara ini meliputi penanaman lahan dengan vegetasi tanaman dan
penggunaan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa
a. Tanaman konservasi
- Tanaman penutup tanah yang tergolong rendah, seperti seperti
kacang asu, kalopo, sentro dan sebagainya.
- Tanaman pagar : tanaman perdu dengan ketinggian sedang,
seperti ; lamtoro, petei cina, gamal orok-orok , turi dan sebagainya.
- Rumput-rumputan: tanaman rumput yang dipergunakan selain

9
sebagai penguat teras, juga berfungsi sebagai pakan ternak,
seperti; rumput gajah, rumput BB, king gress dan sebagainya
b. Penggunaan sisa-sisa tanaman (seresah/mulsa)
Dengan mengembalikan sisa-sisa tanaman kedalam tanah maka
diharapkan ketersediaan bahan organic dapat dipertahankan pada
tingkat yang cukup, karena sisa-sisa tanaman mempunyai
keuntungan antara lain:
- Mengurangi penguapan air tanah pada musim kemarau
- Melindungi tanah dari pukulan air hujan sehingga tenaga kinetis air
hujan dapat dinetralkan, serta memperlambat aliran permukaan
- Menambah bahan organic setelah mulsa melapuk
c. Penanaman menurut kontur
Penanaman tanaman menurut kontur merupakan salah satu
tindakan untuk mengatasi terjadinya erosi karena dapat menahan
aliran air hujan. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan menanam
kembali hutan yang telah gundul akibat erosi yang disebut reboisasi.
Penanaman ini juga dapat dilakukan dengan menanam tanaman
diatas teras/guludan yang telah dibuat.

d. Budidaya lorong
Budidaya lorong adalah sistem bertanam kombinasi dimana
tanaman tahunan (mangga, kakao, pisang, hijauan pakan ternak)
ditanam membentuk lorong dan tanaman semusim ditanam di
dalam lorong yang dibentuk tanaman tahunan Budidaya lorong
adalah sistem bertanam kombinasi dimana tanaman tahunan
(mangga, kakao, pisang, hijauan pakan ternak) ditanam
membentuk lorong dan tanaman semusim ditanam di dalam lorong
yang dibentuk tanaman tahunan. Manfaat budidaya lorong :
- Mengurangi risiko kekeringan
- Mencegah erosi air di musim hujan.
- Menciptakan Kesuburan Tanah
- Menyediakan sumber kayu bakar
- Menyediakan sumber pakan ternak.
- Mencegah erosi angin di musim kemarau

10
- Menciptakan konservai air dan tanah
- Menciptakan sumber pendapatan yang beragam dan
berkesinambungan
- Meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani dan
masyarakat sekitarnya.

Gambar 1. Penataan Tanaman Tahunan Berbentuk Lorong

2. Cara Mekanis
Metode ini, yaitu dengan menggunakan sarana fisik (tanah, batu, dan
lain-lain). Tujuan dengan cara ini yaitu :
- Memperlambat aliran permukaan pada tingkat yang aman
- Menampung dan menyalurkan aliran permukaan
dengan kekuatan yang tidak merusak.
Beberapa cara mekanik yang biasa dilakukan, yaitu :
a. Pengolahan tanah minimum
Pengolahan tanah dilakukan secara terbatas atau seperlunya saja,
misalnya sekitar lubang penanaman, sekitar jalur penanaman.
Frekuensi pengolahan tanah sedikit. Hal ini dilakukan antara lain
pada tanah yang mudah tererosi atau yang lapisan olahnya tipis.
b. Pengolahan tanah menurut kontur (memotong lereng)
Setiap jenis pengolahan tanah (pembajakan, pencangkulan,
perataan, dsb) dilakukan mengikuti kontur, sehingga terbentuk alur-
alur dan jalur-jalur tumpukan tanah yang searah dengan kontur
atau memotong lereng (sabuk gunung). Alur-alur tanah ini berfungsi
sebagai penghambat aliran permukaan (yang menyebabkan

11
erosi). Selain itu dapat membantu konservasi air.
Pengolahan tanah menurut kontur ini sebaiknya diikuti dengan
penanaman dalam baris-baris memotong lereng (sabuk gunung).
c. Pembuatan guludan, teras dan saluran (pembuangan) air
- Guludan (biasa)
Guludan dapat dibuat sejajar, menurut arah kontur. Pembuatan
guludan ini dimaksudkan untuk mengendalikan aliran permukaan
yang mengalir menurut arah lereng. Guludan ini cocok untuk
lereng yang mempunyai kemiringan di bawah 6%. Pembuatan
guludan diatur menurut kontur dengan sedikit miring (kurang dari
1%) yang menuju saluran pembuangan. Tinggi guludan dibuat
dengan ukuran 50 cm dan lebar 30 – 40 cm. Pada guludan harus
ditanami rumput penguat, missal rumput BB dan rumput
gajah/klonjono. Dapat pula tanaman tahunan penguat seperti
lamtoro biasa, lamtoro gung atau lamtoro merah. Penanaman
tanaman penguat guludan harus selalu diatur agar tidak
merugikan tanaman pokok, & selalu harus dipangkas dengan
ketinggian antara 30cm–50 cm.
- Teras guludan
Teras guludan merupakan salah satu bentuk teras yang
sederhana. Guludan ini dibuat dengan arah memanjang sejajar
dengan garis kontur. Guludan dibuat miring (kemiringan kurang
dari 1%) menuju saluran. Bentuk teras ini dapat diterapkan pada
lahan dengan kemiringan antara 6% - 15%.
Cara membuat teras guludan :
i. Pemancangan patok menurut garis kontur dengan
menggunakan bingkai A dan water pas
ii. Pembuatan selokan/saluran air teras guludan dilakukan
dengan menggali tanah mengikuti arah larikan patok, ukuran
selokan teras : dalam 30 cm, lebar bawah 20 cm dan lebar
atas 50 cm.
iii. Tanah galian pada pembuatan selokan ditimbunkan di tepi
luar (bagian bawah salurah) sehingga membentuk guludan
dengan ukuran lebar atas 20 cm, lebar bawah 50 cm dan

12
tinggi 30 cm. guludan dan selokan/saluran air dibuat
terputus setiap 50 m oleh saluran pembuangan air (besar)
yang dibuat tegak lurus garis kontur. Pembuatan teras
dimulai dari bagian atas lereng,
iv. Pada bangunan guludan harus diusahakan tanaman perdu
(leguminosae) penguat guludan (di bagian atas guludan)
dan pada talud diusahakan rumput. Tanaman penguat
guludan misalnya rumput dan lamtoro gung/lamtoro biasa,
serta Acasia vilosa (lamtoro merah). Penanaman tanaman
penguat diatur agar tidak merugikan tanaman pokok
(dipangkas setinggi 30 – 50 cm agar tidak terlalu menaungi
tanaman pokok). Lahan di antara guludan (lahan
olah) digunakan untuk penanaman semusim (pangan), atau
tanaman hortikultura.

Penanaman tanaman tersebut harus disesuaikan dengan


kaidah dan teknik konservasi tanah, yaitu pengolahan tanah
menurut kontur dan lain-lain tindakan konservasi tanah.
v. Apabila selokan/saluran air teras guludan tidak dapat
menampung air aliran permukaan karena intensitas hujan
yang tinggi maka perlu dibuat guludan dan selokan kecil di
antara dua guludan besar.
- Teras Kredit
Teras ini merupakan penyempurnaan dari teras gulud, yang
bertujuan mengarahkan pengikisan bidang olah menjadi rata
secara bertahap. Bentuk teras ini dapat diterapkan pada lahan
dengan kemiringan 6% sampai 15 %. Contoh bentuk teras gulud
seperti pada gambar dibawah ini:

13
Gambar 2. Bentuk Teras Kredit

- Teras Gulud
Teras gulud dibuat pada lahan dengan kemiringan >10 % untuk
tanah dengan kedalaman > 40 cm. Untuk lahan dengan
kemiringan > 8 % untuk tanah dengan kedalaman < 40 cm. Pada
bagian atas guluda dilengkapi dengan parit dengan catatan
lereng tidak mengalami perubahan, hanya dipotong dengan
pembuatan parit.

Gambar 3. Bentuk Teras Gulud

- Teras Bangku
Teras bangku mempunyai bentuk seperti bangku dan kekhasan
karena antara bidang olah dibatasi oleh terjunan. Pembuatan
teras bangku dianjurkan pada lahan yang mempunyai
kemiringan 8%-30%.

14
Gamb
a

Gambar 4. Bentuk Teras bangku

3. Cara Teknis
Selain metode Vegetatif bisa juga dilakukan konservasi lahan
kering dengan metode teknis yaitu suatu metode konservasi
dengan mengatur aliran permukaan sehingga tidak merusak
lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan
tanaman.

Konservasi dengan metode teknis ini biasa dilakukan dengan


berbagai alternative penanganan yang pemilihannya tergantung
dari kondisi di lapangan. Beberapa teknik yang dapat dilakukan
diantaranya (Ridiah 2010):
a) Pengolahan tanah menurut kontur,
b) Pembuatan guludan,
c) Terasering, dan
d) Saluran air
a. Pembuatan teras pada lahan dengan lereng yang curam.
Untuk pertanian lahan kering yang berada pada daerah
dengan kemiringan lebih dari 8% bias dilakukan dengan
pembuatan teras . Teras ini dibuat untuk tanaman-tanaman
pertanian produktif karena pembuatan teras memerlukan
teknik yang sulit dan memerlukan waktu.lama bila dilakukan
untuk tanaman semusim akan sangat tidak ekonomis. Jenis-jenis
teras untuk konservasi air juga merupakan teras untuk konservasi
tanah, antara lain: teras gulud, teras buntu (rorak), teras kredit,

15
teras individu, teras datar, teras batu, teras bangku. Teras gulud
umumnya dibuat pada lahan yang berkemiringan 10 – 15 yang
biasanya dilengkapi dengan Saluran Pembuangan Air yang
tujuannya untuk mengurangi kecepatan air yang mengalir
pada waktu hujan sehingga erosi dapat dicegah dan
penyerapan air dapat diperbesar. Teras Bangku adalah teras
yang dibuat dengan cara memotong lereng dan meratakan
dengan di bidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai
tangga. Bermanfaat sebagai pengendali aliran permukaan
dan erosi. Diterapkan pada lahan dengan lereng 10- 40%, tanah
dengan solum dalam (> 60 cm), tanah yang relatif tidak mudah
longsor, dan tanah yang tidak mengandung unsur beracun
bagi tanaman seperti aluminium dan besi. Guludan adalah
suatu sistem dimana tanaman panganditanam pada lorong di
antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam
mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan
merupakan sumber bahan organik dan hara terutama N untuk
tanaman lorong, Bermanfaat untuk:
a. memperbesar peresapan air ke dalam tanah;
b. memperlambat limpasan air pada saluran peresapan; dan
c. sebagai pengumpul tanah yang tererosi, sehingga sedimen
tanah lebih mudah dikembalikan ke bidang olah.
Rorak adalah lubang atau penampang yang dibuat
memotong lereng yang berfungsi untuk menampung dan
meresapkan air aliran permukaan. Umumnya rorak dibuat
dengan ukuran panjang 1-2 m, lebar 0,25-0,50 m dan dalam
0,20-0,30 m, atau panjang 1-2 m, lebar 0,3-0,4 m dan dalam 0,4-
0,5 m. Jarak antar-rorak dalam kontur adalah 2-3 m dan jarak
antara rorak bagian atas dengan rorak dibawahnya 3- 5 m.
b. Wind break
Wind break dibuat untuk mengurangi kecepatan angin

16
sehingga mengurangi kehilangan air melalui permukaan tanah
dan tanaman selama irigasi (evapotranspirasi). Kombinasi
tanaman dengan tajuk yang berbeda sangat mendukung
metode ini. Pola stage bouw (tajuk bertingkat) seperti di
pekarangantradisional adalah contoh yang baik untuk
diterapkan (Setyati, 1975).

c. Pemanenan Air hujan dengan embung

Istilah pemanenan air hujan akhir-akhir ini semakin popululer


terutama untuk daerah kering seperti NTT. Teknik pemanenan air
hujan ini dapat dilakukan dengan berbagai metode yang
sudah banyak diterapkan di tanah air. Untuk Provinsi NTT sistem
pemanenan air hujan sudah dikenal sejak lama dan yang
sudah dikembangkan di wilayah ini adalah tadah hujan,
bendungan, sumur gali dangkal,irigasi pompa, embung kecil
dan embung irigasi, jebakan air. Teknik pemanenan air yang
telah dilakukan di Indonesia, antara lain embung dan channel
reservoir.Embung merupakan suatu bangunan konservasi air
yang berbentuk kolam untukmenampung air hujan juga tempat
resapanyang akan mempertinggi kandungan airtanah.
Embung sangat tepat diterapkan pada kelerengan 0- 30%
dengan curah hujan500-1.000 mm/tahun, bermanfaat untuk
menyediakan air pada musim kemarau.Agar pengisian dan
pendistribusian air lebih cepat dan mudah, embung
hendaknyadibangun dekat dengan saluran air dan pada lahan
dengan kemiringan 5-30%.Tanah-tanah bertekstur liat dan atau
lempung sangat cocok untuk pembuatan embung.Teknik
konservasi air dengan embung banyak diterapkan di lahan
tadah hujan bercurah hujan rendah.

d. Dam Parit

Adalah suatu cara mengumpulkan atau membendung aliran

17
air pada suatu parit dengan tujuan untuk menampung aliran air
permukaan, sehingga dapat digunakan untuk mengairi lahan
di sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan aliran permukaan,
erosi, dan sedimentasi.

4. Metode Kimiawi

Teknik konservasi tanah secara kimiawi adalah setiap penggunaan


bahanbahan kimia baik organik maupun anorganik, yang
bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan menekan laju erosi.
Teknik ini jarang digunakan petani terutama karena keterbatasan
modal, sulit pengadaannya serta hasilnya tidak jauh beda dengan
penggunaan bahan-bahan alami. Kemantapan struktur tanah
merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat
kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara
kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu dengan pemanfaatan
soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal
memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten
terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).
Bahan kimia sebagai soil conditioner mempunyai pengaruh yang
besar sekali terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya
berjangka panjang karena senyawa tersebut tahan terhadap
mikroba tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi
berkurang. Bahan tersebut juga memperbaiki pertumbuhan
tanaman semusim pada tanah liat yang berat (Arsyad, 1989).
Bahan kimiawi yang termasuk dalam kategori ini adalah
pembenah tanah (soil conditioner) seperti polyvinyl alcohol (PVA),
urethanisedPVAu), sodium polyacrylate (SPA), polyacrilamide
(PAM), vinylacetate maleic acid (VAMA) copolymer, polyurethane,
polybutadiene (BUT), polysiloxane, natural rubber latex, dan asphalt
(bitumen). Bahan-bahan ini diaplikasikan ke tanah dengan tujuan
untuk memperbaiki struktur tanah melalui peningkatan stabilitas

18
agregat tanah, sehingga tahan terhadap erosi.

2.4 Konservasi Air

1. Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air


Perlindungan dan pelestarian sumber daya air dimaksudkan untuk
melindungi dan melestarikan sumber air beserta linkungannya
terhadap kerusakan dan gangguan yang disebabkan oleh daya
alam dan aktifitas manusia, dan dipakai sebagai dasar untuk
penatagunan lahan, agar sumber daya air dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan.

Pada dasarnya setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang


dapat menyebabkan rusaknya sumber air dan prasarananya,
menurunnya potensi sumber air, serta mengakibatkan terjadinya
pencemaran air dan sumber daya air.
Upaya pelestarian sumber air yang menjadi dasar dalam
penatagunaan lahan, secara umum dapat dilakukan melalui :
a. Pemeliharaan dan mempertahankan fungsi resapan air dan
daerah tangkapan air
b. Pengendalian pemanfaatan sumber air, berupa perizinan
yang ketat, atau pelarangan pemanfaatan sumber air:
c. Pengisian air pada sumber air, seperti pemindahan aliran air
dari satu daerah aliran sungai ke daerah aliran sungai lainnya,
dengan pekerjaan sudetan, interkoneksi, atau suplesi, serta
melakukan imbuhan air tanah
d. Pengaturan sarana dan prasarana sanitasi, seperti
pengelolaan air limbah dan persampahan
e. Perlindungan sumber air, dalam kaitannya dengan kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan lahan di sekitar sumber air
f. Pengendalian pemanfaatan lahan di daerah hulu
g. Pengaturan daerah sempadan sumber air
h. Rehabilitasi hutan dan lahan pertanian
i. Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam dan kawasan
pelestarian alam

19
2. Pengawetan Air
Pengawetan air dimaksudkan untuk memelihara keberadaan dan
ketersediaan air atau kuantitas air, baik air permukaan maupun air tanah
sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.
1. Pengelolaan Kuantitas Air Permukaan
Pengelolaan kuantitas air permukaan dimaksudkan untuk
mempertahankan dan meningkatkan potensi/kuantitas air
permukaan yang tersedia, sebagai salah satu cara untuk
melakukan konservasi sumber daya air, sebagai berikut:
a. Pengendalian Aliran Permukaan
Pengendalian air permukaan dilakukan dengan
memperpanjang waktu air tertahan dipermukaan tanah dan
meningkatkan air yang dapat masuk ke dalam tanah.
Berdasarkan hasil penelitian air permukaan pada tanaman di
lahan kering untuk bebagai jenis tanah dan berbagai metode
konservasi yang berbeda (Pusat Penelitian Tanah, Bogor), dapat
disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang besar antara
penurunan aliran permukaan dengan penerapan metode
konservasi, terutama untuk lahan kering/tegalan dengan
permeabilitas yang rendah.
b. Pemanenan Air Hujan
Pemanenan air hujan dalam skala kecil dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga dan ternak, terutama
menjelang dan selama musim kemarau panjang, dengan
mengumpulkan air hujan yang mengucur dari atap rumah. Air
hujan yang berkualitas baik dapat dikumpulkan dari atap rumah
yang bersih dan terbuat dari bahan yang tahan korosi, demikian
pula dengan bak penampungnya. Sebaiknya air hujan yang
jatuh pada awal musim hujan tidak dimasukan ke dalam bak
penampung air hujan.
Untuk skala yang lebih besar, pemanenan air hujan pada
dasarnya dapat dilakukan di daerah tangkapan air, dengan
menampung aliran permukaan pada suatu kawasan kedalam
suatu bak penampungan. Besarnya air hujan yang dapat

20
dipanen dipengaruhi oleh topografi dan kemampuan lapisan
tanah atas dalam menahan air hujan yang jatuh.
Persiapan pemanenan air hujan dari suatu lahan yang luas,
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Membuat saluran sejajar dengan garis kontour
2) Membersihkan dan memadatkan bidang/lahan tangkapan
air
3) Bila diperlukan dapat pula dilengkapi dengan saluran searah
lereng
4) Menampung air hujan yang jatuh dan mengalir di saluran
tersebut.
c. Meningkatkan Kapasitas Infiltrasi Tanah
Kapasitas infiltrasi tanah sangat mempengaruhi volume air yang
dapat masuk ke dalam tanah, dan dalam rangka konservasi
sumber daya air, dapat ditingkatkan dengan memperbaiki
struktur tanah.
Cara yang paling efektif dalam meningkatkan kapasitas infiltrasi
tanah adalah dengan menutup permukaan tanah dengan
tanaman, atau mencampurnya dengan bahan organik.

2. Pengelolaan Kuantitas Air Tanah


Pengelolaan kuantitas air tanah dimaksudkan untuk
mempertahankan dan meningkatkan potensi/kuantitas air
tanah yang tersedia, sebagai salah satu cara untuk melakukan
konservasi sumber daya air, sebagai berikut :
a. Pengisian Air Tanah Secara Buatan
Meskipun bendungan telah dibangun di suatu sungai, sebagian
air yang mengalir dimusim hujan masih akan terbuang keluar
waduk, dan kelebihan air ini dapat dikonservasi melalui
pengisian akuifer di dalam tanah secara buatan. Pengisian
buatan akuifer tersebut merupakan upaya meningkatkan yield
total dan merupakan salah satu sarana untuk manajemen
sumber daya air.
Simpanan air dalam tanah ini merupakan sumber air yang

21
dapat dihandalkan untuk menambah potensi sumber daya air,
dan kemampuan tanah untuk menyimpan air tergantung dari
tinggi muka air tanah dan pori- pori tanah.
Syarat-syarat fisik yang diperlukan untuk pengisian air tanah
secara buatan, antara lain :
1) Tersedia akuifer dengan kapasitas dan permeabilitas yang
memadai

2) Tersedia cukup air untuk melakukan pengisian

3) Pemompaan air tidak boleh berlebihan, agar tingkat


pengimbuhannya tidak rendah
4) Kualitas air yang akan diisikan cukup memadai bila
dibandingkan dengan air tanah yang ada.
Pengisian resevoir air tanah secara buatan ini dapat dipakai
untuk :

1) Menyimpan kelebihan air permukaan menjadi air tanah


2) Memperbaiki kualitas air tanah dengan mencampur air
tanah lokal dengan air pengisian
3) Membentuk tabir tekanan untuk mencegah instrusi air laut
4) Meningkatkan produksi pertanian karena lebih terjaminnya
air irigasi

5) Menurunkan biaya pemompaan air tanah karena


kedalaman air tanah yang relatif menjadi kecil
6) Mencegah terjadinya penurunan muka tanah
b. Pengendalian Pengambilan Air Tanah
Pengambilan air tanah melalui sumur-sumur akan menyebabkan
lengkung penurunan muka air tanah. Makin besar laju
pengambilan air tanah akan semakin curam lengkung
permukaan air tanah di sekitar sumur-sumur tersebut, sampai
terjadi keseimbangan baru bila terjadi pengisian di daerah
resapan.
Keseimbangan baru ini akan terjadi bila laju pengambilan air
tanah lebih kecil dari pengisian air hujan di daerah resapan,

22
namun bila laju pengambilan air tanah lebih besar dari
pengisiannya maka lengkung penurunan muka air tanah di
antara sumur-sumur tersebut akan semakin curam, dan akan
terjadi penurunan muka tanah secara permanen.
Untuk itu dalam kerangka konservasi sumber daya air, maka
pemanfaatan air tanah harus dapat dikendalikan, dan
disesuaikan dengan besarnya pengimbuhan atau pengisian oleh
air hujan di daerah resapan

3. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran AIr


1) Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk mempertahankan dan
memulihkan kualitas air yang masuk dan yang berada pada sumber
air, dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan
prasarana sumber air.

a. Kualitas Air
Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap
penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan manusia dan
lingkungannya, kualitas air dapat dibedakan atas sifat dan
karakteristiknya sebagai berikut :
a. Sifat Fisik
Karakteristik fisik yang mempengaruhi kualitas air antara lain :
i. Bahan-bahan padat, diukur dengan melakukan
penyaringan, pengendapan dan penguapan, zat padat ini
dapat mempengaruhi kualitas air.

ii. Kandungan sedimen, mempengaruhi tingkat/proses


pendangkalan saluran, sungai dan waduk, serta
mempengaruhi biaya pengolahan air bersih. Air tanah dan
air waduk yang kurang mengandung sedimen, kurang baik
untuk air irigasi.

iii. Kekeruhan, karena adanya kandungan material yang kasat


mata dalam air, seperti tanah liat, lempung, bahan organik

23
dan non organik, tingkat kekeruhan air diukur dengan
turbidmeter.

iv. Warna, air murni tidak berwarna, dan warna air diakibatkan
oleh adanya material yang larut atau koloid dalam suspensi
atau mineral. Sinar matahari secara alamiah mempunyai
sufat disinfeksi dan mengelantang terhadap bahan
pewarna air, tapi sifatnya terbatas.

v. Bau dan rasa, rasa dalam air biasanya akibat adanya


garam-garam terlarut. Bau dan rasa dalam air pada
umumnya disebabkan keberadaan mikro-organisme,
bahan organik, bahan mineral, dan gas terlarut. Untuk
menghilangkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki
dapat dilakukan aerasi, pemakaian potassium
permanganat, pemakaian karbon aktif, koagulasi,
sedimentasi, dan filtrasi.

vi. Temperatur, tergantung dari sumbernya, temperatur

normal/alami di daerah tropis berkisar antara 20 - 30 0 C.

b. Sifat Kimia

Kandungan zat kimia yang berpengaruh terhadap kesesuaian


penggunaan air, antara lain :
i. pH, sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air,
dapat diukur dengan potensiometer untuk mengukur

potensi listrik yang dibangkitkan oleh ion H+ atau bahan


celup penunjuk warna seperti methyl orange atau
phenolphthalerin. Air murni mempunyai nilai pH = 7,
sedangkan air dengan pH nilai diatas 7 bersifat asam, dan
dibawah nilai 7 bersifat basa.

ii. Alkalinitas, karena adanya garam-garam alkalin yang


berada di kandungan air, seperti karbonat dan bikarbonat
dari kalsium, sodium dan magnesium, yang dinyatakan
dalam mg/lt ekivalen kalsium karbonat.

24
iii. Kesadahan, terkait dengan penyediaan air bersih, air
dengan kesadahan tinggi memerlukan sabun lebih banyak
sebelum membentuk busa.

Kesadahan air sementara karena keberadaan kalsium dan


magnesium bikarbonat dapat dihilangkan dengan
mendidihkan air atau menambah kapur dalam air, sedangkan
kesadahan permanen karena kalsium, magnesium sulfat,
chlorida dan nitrat dapat dilunakkan dengan perlakuan khusus.
c. Sifat Biologi

Air permukaan umumnya mengandung berbagai macam


organisme hidup, sedangkan air tanah relatif lebih bersih karena
adanya proses penyaringan oleh akuifer.
Jenis organisme yang terdapat dalam kandungan air meliputi :
i. Macroskopik, seperti ganggang dan rumput laut, dapat
menurunkan kualitas air, dalam hal rasa, warna dan bau,
dapat dihilangkan dengan proses purifikasi.

ii. Microsopik, seperti jamur dan alga dapat mempengaruhi


kekeruhan dan warna air, serta memberi andil terhadap
rasa dan bau air yang tidak diinginkan, dapat dikendalikan
dengan sulfat atau chlorida.

iii. Bakteri, baik yang menimbulkan penyakit (pathogen),


maupun yang tidak menimbulkan penyakit (non
pathogen), kebeadaannya dapat diketahui dengan
melalui E-colli Test.

Virus merupakan organisme penyebab infeksi, lebih kecil dari


bakteri, dapat dikendalikan dengan clorinasi dikombinasikan
dengan penonaktifan virus.
b. Pengelolaan Kualitas Air Irigasi
Pengelolaan kualitas air untuk irigasi pada dasarnya adalah
mempertahankan kualitas air, baik air pemukaan maupun air
tanah agar memenuhi syarat untuk dipakai sebagai air irigasi.

25
Kualitas air sungai di daerah tropis pada umumnya telah
memenuhi syarat untuk air irigasi, kecuali sungai yang melalui
daerah industri, atau yang telah tercemar oleh limbah industri
yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Pemberian
air irigasi dengan kualitas yang baik, dapat memperbaiki struktur
tanah, karena kandungan kalsium dalam air, dan proses
pencucian garam- garam yang dikandung dalam tanah.

Faktor- faktor yang mempengaruhi kesesuaian air irigasi antara


lain :

a. Konsentrasi Total Garam Terlarut, dinyatakan dengan daya


hantar listrik, dengan unit satuan decisiemens per meter (dS/m)
atau milimhos per sentimeter (mmhos/cm).

Klasifikasi air irigasi dikaitkan dengan daya hantar listrik,


dibedakan atas 4 kelompok, yakni :
 Sanilitas rendah, 0,1 - 0,25 dS/m

 Sanilitas sedang, 0,25 - 0,75 dS/m

 Sanilitas tinggi, 0,75 - 2,25 dS/m

 Sanilitas sangat tinggi, 2,25 - 5,00 dS/m

Konsentrasi garam yang berlebihan dalam air irigasi akan


berpengaruh negatif terhadap :
i. Mengurangi aktifitas osmosis tanaman, Sehingga
mengurangi penyerapan nutrisi dari tanah
ii. Mempengaruhi proses metabolisme melalui reaksi
kimianya
iii. Mengurangi permeabilitas tanah
iv. Mencegah atau mengurangi aerasi
v. Mengurangi/ mencegah sistem drainase tanah

b. Nisbah Serapan Sodium (Sodium Absorption Rasio–SAR),


merupakan perbandingan antara jumlah sodium relatif

26
dengan kation-kation lain. Klasifikasi air irigasi, dikaitkan
dengan nilai SAR dapat dibedakan atas 4 kelompok, yaitu :

i. Sodium rendah (1 - 10), dapat dipakai untuk irigasi


berbagai jenis tanaman

ii. Sodium sedang (10 - 18), dapat dipakai untuk irigasi, bila
dilakukan pencucian tanah yang memadai

iii. Sodium tinggi (18 - 26), tidak dapat dipakai untuk irigasi,
yang sistem drainasenya tidak baik

iv. Sodium sangat tinggi (> 26), tidak sesuai untuk irigasi
dalam keadaan normal

c. Akumulasi Garam Dalam Tanah, terutama pada daerah irigasi


dengan curah hujan yang rendah untuk pencucian garam
dalam tanah yang terbatas, sehingga cenderung terjadi
penumpukan garam pada lahan pertanian, dan dapat
menurunkan tingkat pertumbuhan tanaman.

c. Pengelolaan Kualitas Air Rumah Tangga


Pengelolaan kualitas air untuk rumah tangga pada dasarnya
adalah mempertahankan kualitas air, agar dapat memenuhi
persyaratan yang ditentukan, yaitu air baku untuk air minum, atau
klasifikasi air kelas satu, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.

Air tersebut harus aman dan sehat, tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak berasa karena terlarutnya gram mineral atau bahan
mineral lainnya.
Persyaratan kualitas air untuk rumah tangga, baik parameter fisik,
kimia anorganik, mikrobiologi dan radioaktifitas, dapat dilihat
pada lampiran dari Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001
tersebut diatas.

2) Pengendalian Pencemaran Air

27
Pengendalian pencemaran air dimaksudkan untuk mempertahankan
dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang berada pada sumber
air, dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air
dan prasarana sumber air.
A. Sumber Pencemar
Berbagai jenis limbah yang terjadi karena proses alam dan/atau
aktifitas manusia, dan dapat mencemari air dan sumber air, antara
lain :
a. Limbah Domestik, meliputi air buangan sanitari, dari toilet,
dapur, restoran, hotel, rumah sakit, laundry dan sebagainya,
yang dibuang ke saluran drainase atau sungai. Limbah ini
terutama mengandung bahan organik yang dapat membusuk
atau terdegradasi oleh mikro organisme, bakteri yang
berbahaya, serta bahan detergen yang dapat mengganggu
atau mematikan kehidupan organisme air dan merusak
lingkungan.

b. Limbah Industri, sering mengandung bahan kimia seperti asam,


alkali, minyak, phenol, dan mercury yang dapat masuk/diserap
kedalam rantai makanan tumbuhan, dan hewan air, dan
bahkan sampai ke tubuh manusia.

c. Limbah Pertanian, karena penggunaan pupuk, pestisida dan


herbisida yang berkelebihan pada usaha pertanian. Limbah ini
di dalam air sulit, atau memerlukan waktu yang lama untuk
terdegradasi oleh mikro organisme. Limbah pertanian dapat
pula berupa kotoran hewan, sisa makanan ternak dan poultry.

d. Sedimen/atau Lumpur, karena erosi tanah yang terbawa


hanyut oleh aliran permukaan ke sistem saluran/sungai, dapat
menyebabkan kekeruhan air yang dapat mengurangi
penetrasi sinar matahari kedalam air. Hal tersebut
menyebabkan proses fotosintesis tumbuhan dalam air tidak
dapat berlangsung dengan baik, kandungan oksigen dalam air
akan menurun dan

28
kandungan karbondioksida akan meningkat, dan dapat
mempengaruhi kehidupan hewan air.
Pada dasarnya pencemaran air tersebut di atas dapat
dikendalikan, dan tehnologi yang ada dapat mengeluarkan
cemaran dan bakteri dari dalam air.
B. Pengendalian Pencemaran
a. Cara Teknis

Pengendalian pencemaran air secara teknis dapat dilakukan


dengan cara preventif maupun kuratif. Tindakan preventif ditujukan
untuk menjaga regim sungai, dimana limbah buangan yang masuk
kedalamnya sudah dalam kondisi yang baik.
Beberapa tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan pencemaran air, antara lain :
i. Pengolahan air limbah, baik limbah domestik maupun
limbah industri. Pengolahan limbah domestik
dipengaruhi oleh karakteristik bahan padat yang
dikandungnya dan ketersediaan fasilitas buangan.
Limbah domestik perlu diolah lebih dulu sebelum
dibuang ke sungai, terutama pada musim kemarau
dimana debit sungai relatif kecil.

Untuk menghilangkan atau mendekomposisi polutan padat


yang terdapat dalam air limbah domestik, air limbah tersebut
diolah melalui proses fisik, biologi dan kimia. Pertama kali air
limbah dialirkan melalui saringan untuk memisahkan polutan
padat yang berukuran besar, yang umumnya mencakup 1/3
dari beban polutan. Kemudian air limbah tersebut dilewatkan
pada kolam pengendapan untuk mengendapkan pasir dan
kerikil, dan selanjutnya dialirkan ke tangki pengendapan besar
dan diendapkan untuk beberapa saat, sehingga sisa material
padat yang lolos akan mengendap di dasar tangki atau
terapung di permukaan sebagai busa atau sampah. Air yang
berada di kedua komponen tersebut dikeluarkan dari tangki,
dan diklorinasi untuk membunuh bakteri yang ada, untuk

29
selanjutnya dialirkan ke sungai. Sedangkan endapan yang
terjadi dikeluarkan dari tangki dan dikeringkan untuk dijadikan
pupuk atau bahan yang bermanfaat lainnya.

Pengolahan limbah buangan industri pada prinsipnya tidak


berbeda dengan pengolahan limbah domestik, yaitu meliputi
penyaringan, penampungan, sedimentasi dengan atau tanpa
netralisasi, koagulasi dan pengolahan secara biologis.
ii. Pemilihan Lokasi industri, jenis-jenis industri yang
membuang air limbah dalam jumlah yang besar, seperti
industri baja, kertas dan sebagainya, akan lebih baik bila
ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu dimana biaya
sosialnya rendah.

iii. Penggunaan kembali, pengolahan air limbah khususnya


untuk industri lebih baik dilakukan di lokasi industri itu
sendiri, sehingga biaya pengolahan limbah dapat
dimasukan dalam biaya operasi/produksi, dan air limbah
yang telah diolah tersebut dapat dipergunakan kembali
(recyling). Dengan cara ini konservasi sumber daya air
akan dapat berjalan dengan baik, dan kebutuhan air
yang semakin meningkat akan dapat dipenuhi.

iv. Penempatan lokasi buangan yang tepat, pembuangan


air limbah harus berada pada suatu lokasi yang cukup
tersedia air pengencernya, sehingga tidak
membahayakan air di badan air penerima. Lebih baik
bila lokasi buangan berada di bagian hilir suatu kota
atau permukiman, sehingga kemungkinan pencemaran
terhadap pengambilan air baku untuk air minum tidak
terjadi.

v. Pengendalian Limbah pertanian, pemakaian pupuk dan


insektisida dalam dosis dan waktu yang tepat, yang
disertai dengan sistem drainase yang memadai,
sehingga sisa air buangan dari areal pertanian dapat

30
mengalir lancar, dan tidak terjadi genangan air dan
pengendapan garam dalam tanah.

Selain cara preventif tersebut di atas, pengendalian pencemaran


air dapat pula dilakukan dengan cara kuratif. Kemampuan air untuk
mengembalikan kualitas dirinya sendiri tergantung dari besarnya
cemaran yang dikandungnya. Tergantung pada besar kecilnya
cemaran yang timbul, serta karakteristik sungai, maka pemurnian
kembali air sungai yang besar dapat berlangsung dalam beberapa
hari.
b. Cara Non-teknis

Cara ini dilakukan dengan membuat peraturan perundangan yang


dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi berbagai
kegiatan sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi pencemaran
lingkungan sebagai akibat dari kegiatan tersebut.
Selain itu hal lain yang tidak kalah penting adalah pelaksanaannya,
serta menanamkan perilaku disiplin bagi semua pihak terkait dan
masyarakat, dalam mencegah terjadinya pencemaran air.
Semua pihak yang terkait dan masyarakat dituntut untuk berdisiplin,
dan bertanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan, dengan
tidak membuang sampah atau limbah sembarangan, yang dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan.

31

Anda mungkin juga menyukai