Anda di halaman 1dari 13

1

I. PENDAHULUAN

Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup

pengertian dari fisik termasuk iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan

vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial berpengaruh

terhadap penggunaan lahan (Djaenudin, 1997).

Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

segala kebutuhan hidup. Lahan yang sesuai dengan kemampuannya merupakan

lahan yang potensial. Namun apabila peruntukan lahan tersebut tidak sesuai

dengan kemampuannya maka akan menyebabkan lahan tersebut berubah menjadi

lahan kritis. Lahan yang telah mengalami erosi maka tingkat kesuburannya juga

akan berkurang. Erosi tersebut mengakibatkan lapisan tanah paling atas yang

biasa disebut humus, dimana merupakan lapisan yang paling subur dan paling

baik untuk tanaman akan terkelupas dan akan menyisakan tanah yang tandus.

Bahkan tidak jarang juga dijumpai adanya tanah yang keras/ padas.

Kemampuan penggunaan lahan merupakan kesanggupan lahan untuk

memberikan hasil penggunaan pertanian pada tingkat produksi tertentu. (FAO,

1976 ; Sanchez, 1993). Lahan kritis adalah lahan/tanah yang saat ini tidak

produktif karena pengelolaan dan penggunaan tanah yang tidak/kurang

memperhatikan syarat-syarat konservasi tanah dan air sehingga menimbulkan

erosi, kerusakan-kerusakan kimia, fisik, tata air dan lingkungannya (Soedarjanto

dan Syaiful, 2003).

Pengelolaan lahan yang dilakukan dengan sangat hati – hati dan sesuai

dengan kemampuan lahannya akan membantu dalam menghasilkan produk yang

berkualitas dan tidak mengganggu produktivitas lahan. Di samping itu,


2

pengelolaan lahan berfungsi untuk menjaga supaya lahan tetap sesuai dengan

kemampuannya agar tidak mengurangi tata guna dan daya guna lahan tersebut.

Penanganan lahan kritis sampai saat ini masih terus dilakukan

pemerintah, akan tetapi pada realisasinya jumlah lahan kritis semakin hari

semakin bertambah yang diakibatkan oleh proses pengelolaan lahan yang kurang

baik yang dilakukan oleh petani dan masyarakat. Berdasarkan data Dinas

Kehutanan Jawa Barat (2009) jumlah lahan kritis di Kabupaten Purwakarta

berkisar 104.445 hektar. Lahan kritis ini telah menyebar di antaranya ke hutan

konservasi, hutan produksi, hutan lindung, dan lahan milik masyarakat. Menurut

Wahono (2002:3)

Meluasnya lahan kritis disebabkan oleh beberapa hal antara lain : (a)

Tekanan penduduk, (b) Perluasan areal pertanian yang tidak sesuai, (c)

Perladangan berpindah, (d) Padang penggembalaan yang berlebihan, (e)

Pengelolaan hutan yang tidak baik dan (f) Pembakaran yang tidak terkendali.

Fujisaka dan Carrity (1989) mengemukakan bahwa masalah utama yang dihadapi

di lahan kritis antara lain adalah lahan mudah tererosi, tanah bereaksi masam dan

miskin unsur hara.

Menurut Kartasapoetra (2000), menyatakan bahwa pengelolaan lahan

merupakan suatu upaya yang dimaksudkan agar lahan dapat berfungsi optimal

sebagai media pengatur tata air dan produksi. Bentuk pengelolaan lahan yang baik

adalah dapat menciptakan suatu keadaan yang mirip dengan keadaan alamiahnya

(Arsyad, 2000).
3

II. PEMBAHASAN

A. Defenisi lahan keritis

lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai pengatur

media, pengatur tata air, unsur produksi pertanian, maupun unsur perlindungan

alam dan lingkungannya. Lahan kritis merupakan satu lahan yang kondisi

tanahnya telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia, atau biologi

yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi, orologi, produksi pertanian,

pemukiman, dan kehidupan sosial ekonomi di sekitar daerah pengaruhnya (Ade

Iwan Setiawan, 1996:19).

Lahan keritis yang dibiarkan lama akan sulit dikembalikan seperti semula

sehingga dapat mengancam kehidupan makhluk hidup . salah satu upaya untuk

menanggulangi lahan keritis diantaranya adalah pembuatan terassering di daerah

daerah miring atau lereng.

Lereng merupakan suatu bagian dari sebuah bentang alam yang memiliki

perbedaan tinggi dan memiliki sudut miring pada tempat tertentu dibandingkan

dengan daerah yang relatif lebih datar atau rata. Kemiringan lereng atau bisa juga

disebut dengan istilah Slope merupakan salah satu unsur topografi, dimana

memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap terjadinya erosi maupun lahan

kritis.

Lereng mempengaruhi erosi dalam hubungannya dengan kecuraman dan

panjang lereng. Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (30-45%) memiliki

pengaruh gaya berat (gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan dengan

kemiringan lereng agak curam (15-30%) dan landai (8-15%). Hal ini disebabkan

gaya berat semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah
4

dari bidang horizontal. Gaya berat ini merupakan persyaratan mutlak terjadinya

proses pengikisan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan

(sedimentation) (Wiradisastra, 1999).

Kondisi lereng yang semakin curam mengakibatkan pengaruh gaya berat

dalam memindahkan bahan-bahan yang terlepas meninggalkan lereng semakin

besar pula. Jika proses tersebut terjadi pada kemiringan lereng lebih dari 8%,

maka aliran permukaan akan semakin meningkat dalam jumlah dan kecepatan

seiring dengan semakin curamnya lereng. Berdasarkan hal tersebut, diduga

penurunan sifat fisik tanah akan lebih besar terjadi pada lereng 30-45%. Hal ini

disebabkan pada daerah yang berlereng curam (30-45%) terjadi erosi terus

menerus sehingga tanah-tanahnya bersolum dangkal, kandungan bahan organik

rendah, tingkat kepadatan tanah yang tinggi, serta porositas tanah yang rendah

dibandingkan dengan tanah-tanah di daerah datar yang air tanahnya dalam. 5

Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan banyaknya air tersedia bagi

tumbuh-tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat

tersebut (Hardjowigeno, 1993).

Erosi merupakan proses pelepasan dan pengangkutan dari bahan-bahan

tanah oleh penyebab air (Ellison, 1994 dalam Hardjomidjojo, 2008:7). Erosi

menyebabkan penurunan kesuburan tanah dan berkurangnya kemampuan tanah

untuk menahan air. Tanah yang telah terangkut bersama aliran permukaan akan

diendapkan ditempat yang lebih rendah dan disebut sebagai sendimen. Sendimen

atau endapan ini dapat mendangkalkan sumber mata air, seperti danau, waduk,

maupun saluran irigasi.

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian –

bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami (air atau angin).
5

Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian – bagian tanah dari suatu tempat terkikis

dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Di daerah

beriklim basah, erosi air lah yang penting, sedangkan erosi oleh angin tidak begitu

berarti. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik

untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk

menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan diendapkan di

tempat lain (di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, di atas tanah

pertanian, dan sebagainya). Dengan demikian maka kerusakan yang ditimbulkan

oleh peristiwa erosi terjadi di dua tempat, yaitu (1) pada tanah tempat erosi terjadi

dan (2) pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan

(Arsyad, 1989).

Proses terjadinya erosi dapat digambarkan sebagai berikut, ketika hujan

datang, maka butiran – butiran yang membentur tanah akan merusak agregat dan

memisahkan partikel – partikel tanah, partikel – pertikel yang terpisah, akan

menutupi lubang/ pori- pori tanah. Ketika pori – pori tanah tersumbat maka

drainase dan saya infiltrasi tanah akan berkurang, sehinga jumlah air yang dapat

diserap oleh tanah berkurang. Air yang tidak dapat diserap oleh tanah akan

menjadi aliran permukaan (Run Off), aliran permukaan yang mempunyai daya

cukup besar dapat memindahkan tanah – tanah atau mengendapkannya. Proses

inilah yang dinamakan erosi.


6

B. Faktor penyebab lahan keritis

Lahan keritis dapat di sebabkan oleh dua faktor yaitu, faktor alam berupa iklim

dan faktor non-alam berupa prilaku manusia.

1. Faktor alam

a. Kekeringan

Kekeringan biasanya terjadi pada daerah-daerah yang sangant minim

intensitas hujan .lahan di daerah ini cendrung keritis karena karena tanah

kering dan kurang adanya air yang bermanfaat untuk kehidupan tumbuhan jika

di manfaatkan untuk lahan pertanian

b. Genangan air yang terus menerus

Humus tanah serta mineral tanah yang terdapat di lapisan bagian atas

lahan dapat tergerus jika tanah terus-menerus tergenang air.tanah akan menjadi

jenuh terhadap air sehingga mineral dan humus tanah akan larut dalam air dan

menghilangkan lapisan tanah yang subur tersebut.

c. Erosi tanah

Erosi tanah (masswasting) oleh air biasanya sering terjadi di daerah

daratan tinggi, pegunungan, serta daerah-daerah dengan lahan miring. Jika

tidak diolah secara tepat, maka akan terjadi erosi tanah, di mana tanah akan

terus bergerak menuruni ketinggian gunung dapat mengikis lapisan tanah subur

di bagian atas lahan.

d. Pembekuan air

Biasanya hal ini terjadi pada daerah kutub dan pegunungan tinggi yang

memang cuacanya lebih dingin.


7

2. Faktor non-alam

a. Alih fungsi lahan

Salah satu faktor yang banyak terjadi sehingga penyebabkan kerusakan

lahan dan lahan menjadi kritis yaitu adanya alih fungsi lahan, terutama terkait

dengan Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS seharusnya memiliki fungsi untuk

menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan secara alami. Jika DAS

dialihfungsikan untuk keperluan industri, pemukiman, dan perkebunan besar,

maka dapat mempercepat kelangkaan air dan menyebabkan lahan pada DAS

rentan kritis, timbulnya pencemaran air sungai, dan sebagainya.

b. Kesalahan dalam peolahan lahan

Mengelola lahan ada peraturan yang harus ditaati. Sehingga lahan tetap

mempertahankan produktivitasnya dengan baik. Salah satu metode yang sering

dipraktikan yaitu dengan menyelang-nyeling periode penanaman. Misalnya

pada 6 bulan awal lahan ditanami dengan padi. Setelah masa panen, tanah perlu

digemburkan kembali dengan dibajak. Kemudian ditanami dengan tanaman

lain yang tidak terlalu membutuhkan air dan pestisida. Selain pemilihan jenis

tanaman, pemilihan pupuk, pestisida, metode pembajakan sawah, metode

panen, dan sebagainya juga mempengaruhi.

c. Pencemaran bahan kimia

Bahan kimia seperti penggunaan pestisida serta limbah pabrik dapat

menyerap ke dalam tanah dan mencemari lahan pertanian. Beberapa pestisida

dapat bertahan dalam tanah hingga bertahun-tahun. Tentu hal ini dapat

mengganggu kesuburan tanah. Sedangkan pencemaran limbah pabrik dapat

mencemari lahan melalui aliran sungai yang membawa bahan kimia tersebut,
8

maupun melalui air tanah sehingga lama kelamaan menyebabkan lahan

menjadi kritis.

d. Adanya material yang tidak dapat terurai di tanah

Limbah seperti plastik, steroform, atau material lain yang tidak dapat

terurai dalam tanah hingga puluhan tahun. Jika limbah-limbah semacam ini

masuk ke dalam lahan potensial dengan jumlah yang terus meningkat, lama

kelamaan lahan potensial akan menjadi kritis karena pencemaran material jenis

ini. Pengolahan sampah plastik dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar jika

diolah dengan benar.

C. Upaya penanggulangan lahan keritis pada daerah lereng dengan

pembuatan terassering

Terassering adalah bangunan konservasi tanah dan air yang secara mekanis

di buat untuk memperkecilkemiringan lereng atau menurangi panjang

lerengdengan cara menggali atau menggurug tanah melintang

lereng(sukartaatmadja 2004). Defenisi lain dari terassering adalah suatu pola atau

teknik bercocok tanam dengan sistem bertingkat(berteras-teras)sebagi upaya

pencegahan erosi.

Pembuatan terassering bermanfaat untuk meningkatkan peresapan air

kedalam tanah dan mengurangi jumlah air permukaan sehingga memperkecil

resiko pengikisan oleh air( erosi, dan tergerusnya mineral tanah maupun bahan

organik . Selain memiliki manfaat pembuatan terasering juga mempunyai fungsi

yaitu:

1. Menjaga dan meningkatkan kesetabilan lereng

2. Memperbanyak resapan air hujan kedalam tanah

3. Mengurangi run off atau kecepatan air di permukaan tanah


9

4. Mengurangi panjang lereng atau memperkecil kemiringan

5. Mengendalikan arah aliran air menuju ke daerah yang lebih rendah

sehingga tidak terkonsentrasi ke satu tempat.

Jenis- jenis terassering

a. Teras bangku atau teras tangga

Teras bangku atau teras tangga adalah lahan pertanian yang berada di daerah

perbukitan di bentuk dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah

di bagian bawahnya. Sehingga lereng perbukitan tersebut berbentuk seperti

tangga, teras tangga ini merupakan suatu tindakan konservasi tanah yang sangat

baik sebagai media penanaman di daerah perbukitan, karena selain efektifnya

penanaman dengan ruang tanam yang banyak dan padat juga efisien pada parit

tempat berpijak yang di jadikan sebagai saluran air untuk lahan tersebut, dan juga

sebagai pengolahan lereng yang bagus untuk menangani terjadinya erosi di daerah

lereng, karena air yang mengalir di lereng tidak langsung meluncur membawa

partike-pertikel tanah yang akan menyebabkan terjadinya erosi melainkan air

tersebut mengalir mengikuti paret yang telah di buat memotong lereng, dengan

begitu aliran air lambat mengalir ke bawah lereng dan merembes pada perbukaan

lereng yang menyebabkan tanah lembab.

Gambar 2
10

b. Teras gulud

Teras tipe ini hampir sama dengan teras tangga di atas tetapi pada teras ini

gulud dan paritnya di buat lebih jelas sebagai tempat saluran air berfungsi untuk

perembesan air masuk ke dalam tanah sedangkan guludan nya di Tanami tanaman

penguat teras seperti cabe, kacang-kacangan, dll. Pada table di bawah ini akan di

jelaskan Acuan jumlah teras guludan berdasarkan kecuraman lereng yang di

miliki lahan, sebagai berikut,

Gambar 3

c. Teras kredit

Teras kredit merupakan teras yang memiliki proses pembentukan yang cukup

lama, Karena berdasarkan defenisinya teras kredit ini merupakan teras yang

pembentukannya karena tanaman yang hidup di lereng menahan erosi yang terjadi

pada lereng tersebut, kemudian lama-kelamaan tanah tersebut membentuk

permuaan yang datar. Pembuatan teras ini pada tanah yang landai dengan

kemiringan 3-10% ,(Agus dan widianto, 2004) menyebutkan teras lereng ini rata-

rata akan terbentuk sendirinya sekitar 2-3 tahun.


11

Gambar 4

d. Teras individu

Teras ini merupakan teras yang di bentuk hanya untuk satu batang tanaman

saja, biasanya teras ini di buat untuk tanaman yang besar dan berumur panjang

seperti tanaman buah-buahan tahunan.

Gambar 5
12

.
III. PENUTUP

A. Kesimpulan
lahan keritis yang terjadi di daerah lereng disebabkan karena erosi, yaitu

disaat hujan turun tanah tak sanggup menahan debit air sehingga permukaan tanah

tergerus air dan di bawa ke dasar lereng mengakibatkan tidak mengandung bahan

organic dan mineral tanah . penangan lahan keritis yang tepat mampu mengurangi

jumlah lahan yang terdegradasi salah satu penanganannya dengan pembuatan

terassering,penngunaan terassering cukup efektif dalam penangana lahan keritis di

lereng karena mampu memperkecil debit air dan memeper banyak jumlah resapan

air hujan kedalam tanah .

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas bnyak kesalahn dan ketidak

sempurnaan, penulis akan memeperbaiki makalah tersebut dengan pedoman

dengan banyak sumber yang dapat di pertanggung jawabkan, maka dari diri

penulis mengharapkan keritik dan saran mengenai pembahasan makalah tersebut.


13

Daftar isi

Wahono. 2002. “ Konservasi Lahan Kritis dan Pemanfaatannya”

Kartasapoetra. 2000. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT. Rineka Cipta,
Jakarta

Prameswari,septi.31 maret 2018.8 faktor penyebab lahan keritis oleh manusia dan
alam. diunduh darihttps://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/tanah/faktor-penyebab-
lahan-kritis, diakses pada 11 oktober 2019
Citra.16 november 2016.pengertian terasering dan fungsinya. Diunduh dari
http://www.google.com/amp/s/ilmugeografi.com/ilmu-bumi/tanah/pengertian-
terssering/amp diakses pada 12 oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai