Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan Kelompok Kerja Pertama IPCC tentang fakta ilmiah terjadinya

perubahan iklim secara global dikeluarkan pada tanggal 30 September 2013.

Menurut IPCC, kenaikan suhu global semenjak tahun 1901 mencapai 0,89 0C. Di

kawasan Asia Tenggara, tercatat kenaikan suhu pada kisaran 0,4-1 0C.

Diperkirakan kenaikan suhu diwilayah AsiaTenggara untuk jangka menengah

(2046-2065) sebesar 1,5-2 0C.

Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia umumnya ditandai adanya

perubahan suhu rerata harian, pola curah hujan, tinggi muka laut, dan

variabilitas iklim (misalnya El Niño dan La Niña, Indian Dipole, dan sebagainya).

Perubahan ini memberi dampak serius terhadap berbagai sektor di Indonesia,

termasuk kesehatan, pertanian, dan perekonomian. Beberapa studi dari

beberapa institusi, baik dari dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa
iklim di Indonesia mengalami perubahan sejak tahun 1960, meskipun analisis

ilmiah maupun data-datanya masih terbatas.

Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia umumnya ditandai adanya

perubahan suhu rerata harian, pola curah hujan, tinggi muka laut, dan

variabilitas iklim (misalnya El Niño dan La Niña, Indian Dipole, dan sebagainya).

Perubahan ini memberi dampak serius terhadap berbagai sektor di Indonesia,

termasuk kesehatan, pertanian, dan perekonomian. Beberapa studi dari

beberapa institusi, baik dari dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa

iklim di Indonesia mengalami perubahan sejak tahun 1960, meskipun analisis

ilmiah maupun datadatanya masih terbatas.

UK Met Office lebih lanjut mencatat kekeringan maupun banjir parah

sepanjang 1997 hingga 2009. Analisis data satelit TRMM (Tropical Rainfall

Measuring Mission) untuk periode 2003-2008 memperlihatkan peningkatan

peluang kejadian curah hujan dengan intensitas ekstrim, terutama di wilayah

Indonesia bagian barat (Jawa, Sumatera, dan Kalimantan) serta Papua. Salah
satu fenomena yang memperkuat terjadinya peningkatan suhu di Indonesia

adalah melelehnya es di Puncak Jayawijaya, Papua (Bappenas 2009).

Indikasi perubahan iklim sudah nampak di Kota Kendari diantaranya

Banjir, tanah longsor, Naiknya permukaan air laut, pola hujan dengan intesitas

tinggi dan penurunan kualitas air. Inilah yang menjadi dasar dari pembuatan

makalah ini yaitu untuk mendapat data-data relevan terkait dampak perubahan

iklim terhadap sumberdaya air dan pola hujan.

1.2 Tujuan

Potret Kendari 5 tahun terakhir yang menjadi salah satu kota langganan

banjir dan penurunan kualitas air merupakan masalah yang akan kita hadapi

tahun kedepan olehnya itu tujuan makalah ini adalah:

1. Mengetahui dampak perubahan iklim terhadap semberdaya air.

2. Mengetahui dampak perubahan pola hujan kota kendari


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Perubahan Iklim

Perubahan iklim adalah dampak dari global warming yang menjadi issue

besar pada setiap negara. Revolusi Industri merupakan awal permulaan dari

global warming yang terjadi saat ini. Global warming disebabkan oleh manusia

itu sendiri yang diawali dengan revolusi industri. Revolusi industri dimulai sejak

abad 18 hingga abad 19. Hal ini terbukti dengan tercatatnya kenaikan rata-rata

suhu Bumi sebesar 0,6 derajat celcius dari abad 19 hingga abad 21.

Tindakan yang dilakuakan manusia selama revolusi industri yang

mempengarui global garming adalah penebangan hutan, penciptaan mesin-

mesin industri yang menghasilkan polusi (jelaga) , praktik pertanian yang masif

dengan membuka lahan baru dan menerapkan teknologi pertanian seperti

pupuk, dan penggunaan bahan bakar fosil. Hutan sebagai sequester (penyerap
dan penampung) emisi karbon dioksida dari makhluk hidup dan aktivitas

manusia ditebang untuk dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bakar (tungku),

bahan bangunan, dll. Mesin-mesin industri yang masih sederhana

menghasilkan gas-gas buangan yang sangat banyak. Pembukaan lahan

semakin mengurangi luas lahan tertutup pohon. Penggunaan pupuk

menyebabkan akumulasi gas nitrogen oksida di udara. Sementara pengunaan

bahan bakar fosil menghasilkan emisi karbon yang sangat masif.

Efek rumah kaca adalah hal alami yang terjadi di bumi. Dengan radiasi

efek rumah kaca dari matahari, suhu udara di bumi bisa tetap hangat yaitu

sekitar 330C. Sehingga dengan keadaan seperti ini, memungkinkan makhluk

hidup dapat bertahan hidup di bumi. Contoh manfaat adanya efek rumah kaca

adalah dapat menghangatkan tanaman agar tidak mati di tengah musim salju.
Gambar 2.1 Ilustrasi Efek Rumah Kaca

Perkembangan peradaban manusia mengakibatkan bermunculan

berbagai teknologi dan industri. Sejak revolusi industri yang terjadi sekitar

tahun 1750, mengakibatkan meningkatnya konsentrasi gas penyebab rumah

kaca di atmosfer. Meningkatnya gas-gas tersebut di bumi, mengakibatkan suhu

bumi meningkat dari keadaan normal yang biasa disebut fenomena global

warming.

2.2 Perkembangan Kota Kendari


Kendari adalah ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Kendari

diresmikan sebagai kotamadya (kini kota) dengan UU RI No. 6 Tahun 1995

tanggal 27 September 1995. Kota Kendari memiliki luas ± 300,89 km² atau

(30.089 ha), merupakan dataran yang berbukit dan dilewati oleh sungai-sungai

yang bermuara ke Teluk Kendari sehingga teluk ini kaya akan hasil lautnya.

Penduduk Kota Kendari pada tahun 2003 sebanyak 221.723 jiwa

meningkat menjadi 222.955 jiwa pada tahun 2004 dan pada tahun 2005

penduduk Kota Kendari telah mencapai 226.056 jiwa. Berdasarkan data

tersebut di atas, terlihat bahwa laju pertumbuhan penduduk Kota selama kurun

waktu tahun 2003-2005 sebesar 0,97 persen per tahun. Tahun 2017 penduduk

kota Kendari berjumlah 334.335 jiwa (2017) dengan sebaran penduduk 1.111

jiwa/km².

Untuk laju pertumbuhan penduduk menurut kecamatan, laju

pertumbuhan penduduk Kecamatan Poasia, Kecamatan Abeli dan Kecamatan

Baruga berada di atas laju pertumbuhan penduduk rata-rata Kota Kendari,

yaitu masing-masing 7,00 persen 1,89 dan 1 persen. Sedangkan tiga kecamatan
lainnya berada di bawah laju pertumbuhan penduduk rata-rata Kota Kendari,

yaitu Kecamatan Kendari tercatat mengalami pertumbuhan negatif -3,33

persen, Kecamatan Kendari Barat -1,04 persen dan Kecamatan Mandonga

sebesar 0,17 persen.

Gambar 2.2 Grafik laju Pertumbuhan Penduduk Kota Kendari

Hasil penelitian menunjukan bahwa Ruang Terbuka Hijau di wilayah Kota

Kendari yang ada saat ini adalah seluas 690,89 Ha luasan tersebut tersebar di

seluruh kecamatan yang ada di Kota Kendari. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau

berdasarkan persentase luas wilayah adalah seluas 8.093,74 Ha dan kebutuhan


berdasarkan jumlah penduduk tahun 2015 adalah seluas 10.077,57 Ha.

Sedangkan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan proyeksi jumlah

penduduk yang dilakukan dari tahun 2015 hingga tahun 2035 secara

keseluruhan adalah seluas 63.298,88 Ha.

Hasil analisis Superimpose memperlihat bahwa penyimpangan spasial

kawasan permukiman berdasarkan hasil RTRW Kota Kendari dengan Kondisi

Eksisting tahun 2012 mengalami pertambahan luas lahan permukiman yang

mengalami penyimpangan sebesar 105 Ha. Salah satu contoh laju perluasan

pemukiman ada di Kec. Puuwatu yang dapat dilihat dengan data berikut:

Tabel 2.1 Penggunaan Lahan Kec. Puuwatu Tahun 2016

Tabel 2.2 Perumahan Kec. Puuwatu Tahun 2011


Berdasarkan data yang ada Sejak tahun 2011 sampai tahun 2016 terjadi

peningkatan luas perumahan dimana tahun 2011 seluas 92.134 m2 dan tahun

2016 menjadi 557.170 m2 atau meningkat 5 kali lebih luas dalam periode 5

tahun.
2.3 Dampak perubahan Iklim terhadap Sumberdaya Air Kota Kendari

Salah satu dampak perubahan iklim adalah krisis air bersih, yang

disebabkan oleh masa kekeringan berkepanjangan dan penurunan kualitas air.

Kondisi tersebut disebabkan oleh pergantian musim yang tidak stabil, sehingga

daerah yang jarang air terancam mengalami krisis air. Sumber kebutuhan air

tawar sepertiga penduduk dunia diperkirakan akan kering pada tahun 2100.

Dan pada pertengahan abad ini, daerah subtropis dan tropis yang kering

diprediksi akan mengalami kekurangan air sebanyak 10-30 persen sehingga

terancam bencana kekeringan (Junaedy, 2008; LAPAN, 2009).

Laju pertumbuhan yang besar menyebabkan jumlah penduduk

meningkat secara pesat, sehingga akan berdampak terhadap kondisi

lingkungan. Hasil simulasi memperlihatkan semakin kecil laju pertumbuhan

penduduk, maka semakin besar pengurangan CO2 Simulasi yang dilakukan

hingga tahun 2025, memperlihatkan terjadinya pengurangan sumber air bersih


yang meningkat terus. Berkurangnya sumber air inisesuai dengan penelitian

para ahli, bahwa pada pertengahan abad ini, berkurangnya sumber air bersih

di daerah sub tropik diperkirakan sebanyak 20-30% (LAPAN, 2009).

2009).

Indikator penting terjadinya perubahan iklim pada sumberdaya air

dikota kendari yaitu kondisi sungai-sungai yang bermuara di teluk kendari.

Selain Sungai Wanggu, sungai lain juga ikut berkontribusi, misalnya Sungai

Benubenua (DAS) 21,00 Km2, Sungai Lahundape (DAS) 16,00 Km2, Sungai

Mandonga (DAS) 18,00 Km2 Sungai Sodoha (DAS) 20,00 Km2, Sungai Tipulu

(DAS) 12,00 Km2 serta Sungai Wua-wua, Kemaraya, Anggoeya, dan Sungai

Kampungsalo. :

Kondisi Teluk Kendari

Hasil penelitian Balai Penelitian Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Sampara

menyebutkan, dalam kurun waktu 13 tahun terakhir terjadi pendangkalan di

Teluk Kendari seluas 101,8 hektar dan kedalaman laut berkisar 9 meter sampai

10 meter. Luasan wilayah teluk ini menyusut dari semula 1.186,2 hektar menjadi
1.084,4 hektar pada tahun 2000.

Sungai Wanggu yang menguasai Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas

152,08 hektar merupakan penyumbang sedimentasi terbesar mencapai

357.810,59 ton/ tahun. Selain itu, menurut dokumentasi institusi teknis Dinas

Kehutanan Provinsi Sultra, terdapat 10 hingga 18 sungai yang bermuara di Teluk

Kendari. Selain Sungai Wanggu, sungai lain juga ikut berkontribusi, misalnya

Sungai Benubenua (DAS) 21,00 Km2, Sungai Lahundape (DAS) 16,00 Km2,

Sungai Mandonga (DAS) 18,00 Km2 Sungai Sodoha (DAS) 20,00 Km2, Sungai

Tipulu (DAS) 12,00 Km2 serta Sungai Wua-wua, Kemaraya, Anggoeya, dan

Sungai Kampungsalo.

Sumbangsi sedimentasi juga datang dari aktivitas di dermaga yang ada

dalam kawasan teluk. Sedikitnya terdapat empat dermaga pelabuhan serta satu

galangan kapal pada teluk Kendari. yaitu, Pelabuhan Nusantara yang

dikunjungi kapal-kapal berskala besar setiap saat, termasuk persinggahan kapal

Pelni, KM Tilongkabila yang melayanai kawasan timur Pulau Sulawesi. Ada pula

Pelabuhan Ferry penyeberangan dari Kota Kendari-Pulau Wawonii, pelabuhan


Perikanan Samudera dan Pelabuhan Pendaratan kapal penangkap ikan serta

pangkalan kapal-kapal perikanan laut swasta. Dengan potensi sebanyak itu,

perekonomian seyogyanya bisa membaik, namun Teluk Kendari tak lepas dari

masalah.

Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Haluoleo telah

memprediksi sedimentasi itu sejak tahun 2003. Mereka menyebutkan Sungai

Wanggu, Kambu, dan Mandonga adalah tiga sungai menyumbang sedimentasi

sekitar 1.330.281 m3/ tahun dengan laju pendangkalan 0,207 m/ tahun. Hal itu

yang membuat kondisi Teluk Kendari semakin memprihatinkan. Lembaga ini

juga memperkirakan dalam sepuluh tahun mendatang, kontur kedalaman 1,2

sampai 3 meter berubah menjadi daratan seluas 923,4 hektar, sehingga

perairan Teluk Kendari tinggal 197,1 hektar. Lebih jauh lagi diprediksi sampai 24

tahun mendatang kontur kedalaman 1, 2, 3, 4, sampai 10 meter berubah

menjadi daratan seluas 1.091,1 hektar, sehingga Teluk Kendari sisa seluas 18,8

hektar.
Aktivitas di sekitar DAS yang bermuara ke Teluk Kendari secara langsung

maupun tidak langsung menjadi kontributor terbesar pendangkalan teluk.

Terutama aktivitas yang tidak ramah lingkungan seperti penebangan kayu

maupun anakan kayu di hutan, pertambangan pasir, serta konversi kawasan

mangrove menjadi tambak maupun industri dan pertokoan. Secara kasat mata

dapat disaksikan bagaimana areal mangrove yang dulu masih luas kini semakin

sempit oleh berbagai jenis usaha antara lain pembukaan tambak,

pembangunan galangan kapal, pembangunan SPBU dan pembangunan

kawasan pertokoan.
Setiap tahun terjadi pengurangan vegetasi mangrove secara drastis.

Pada tahun 1960-an luas vegetasi mangrove di sekitar Teluk Kendari mencapai

543,58 ha, tahun 1995 menurun hingga tersisa 69,8 ha, dan tahun 2005

menurun lagi hingga tersisa tinggal 40%.

Gambar 2.3 DAS Wanggu

Dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu periode 1992-2010 telah

menyebabkan degradasi lahan, terganggunya fungsi hidrologi DAS Wanggu

dan terjadinya sedimentasi di teluk Kendari. Gerusan aliran Sungai Wanggu

yang menimbulkan kerusakan tebing sungai mengancam fasilitas-fasilitas


penting yang ada di sekitarnya, debit banjir yang lewat mengakibatkan erosi

pada tanggul-tanggul alami sungai dan pada beberapa tempat terjadi

limpasan air banjir yang merusak pemukiman penduduk dan lahan pertanian

masyarakat serta penumpukan sedimen di muara dan di alur atau palung

sungai sehingga lama-kelamaan kapasitas tampungan sungai menjadi

berkurang sehingga dengan frekwensi hujan yang sedikit saja sudah

mengakibatkan luapan sungai.

Tabel 2.3 Kualitas Air Wanggu tahun 2009-2012


Hal ini disebabkan oleh penggunaan lahan di DAS wanggu yang

semakin meningkat sehingga menyebabkan penguapan yang tinggi dan terjadi

intesitas hujan yang tinggi pula.

Hasil pengukuran kualitas air dari 10 parameter Sungai Wanggu dari

bulan April dan Mei tahun 2013 dari ketiga titik pantau yang dibandingkan

dengan baku mutu air parameter TSS, COD dan DO berada pada kelas III dan
parameter BOD dari ketiga titik pantau tidak ada yang memenuhi baku mutu

air dan parameter lainnya masih memenuhi baku mutu air.

Dari hasil pengukuran kualitas air Sungai Wanggu tahun 2009 -2012 dari

daerah hulu, tengah dan hilir yang dibandingkan dengan baku mutu air dapat

dilihat pada Tabel di atas dari daerah hilir parameter TSS berada di kelas II,

parameter COD daerah hulu berada di kelas II dan daerah tengah dan hilir

berada pada kelas III, parameter DO dari daerah hulu sampai hilir berada

dikelas II ,daerah hulu parameter BOD berada pada kelas III dan daerah tengah

ke hilir parameter BOD melampui ambang batas baku mutu air.

2.4 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pola Hujan Kota Kendari

Perubahan iklim adalah berubahnya variabel iklim, khususnya suhu

udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsurangsur dalam jangka
waktu yang panjang antara 50 (multi decadal) sampai 100 tahun (inter

centenial) (KLH 2004). Perubahan iklim juga dapat diartikan sebagai suatu

keadaan berubahnya pola iklim dunia yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan

manusia di bumi. Perubahan iklim mengakibatkan kondisi cuaca yang tidak

stabil sebagai contoh curah hujan yang tidak menentu, sering terjadi badai,

suhu udara yang ekstrim, arah angin yang berubah drastis, dan sebagainya.

Penyebab langsung perubahan iklim diantaranya banjir, tanah longsor dan

kekeringan.

Riwayat banjir Kota kendari menimbulkan banyak kerugian. Tahun 2013

yaitu sebesar 4,5 Miliar (kompas.com), tahun 2017 dengan kerugian 75 Miliar

dan tahun 2018 2,5 Miliar.


Gambar 2.4 Banjir Kota Kendari Tahun 2013
Data curah hujan harian periode 1998 – 2015 menunjukan perubahan

yang signifikan. Sebanyak 6575 data yang tersedia di Stasiun Meteorologi

Maritim Kendari dilakukan analisis dengan cara diurut berdasarkan

intensitasnya kemudian dieliminasi kejadian yang memiliki intensitas curah

hujan yang sama sehingga tersisa hanya 490 data saja. Salah satu cara yang
sangat sederhana untuk menentukan ambang batas ekstrim tertinggi dari data

tersebut adalah dengan mengambil 5% dari 490 data tersebut sehingga

menghasilkan 25 peringkat curah hujan tertinggi.

Hasil yang diperoleh dapat menjadi batasan maupun patokan untuk

mendefiniskan hujan ekstrim di kota kendari yaitu sebagai berikut :

1. Suatu kasus hujan di Kota Kendari dapat dikategorikan sebagai ekstrim bila

intensitasnya > 82 mm.

2. Setengah dari kejadian curah hujan tertinggi merupakan hujan dengan

intensitas sangat lebat dan setengahnya lagi merupakan hujan lebat.

3. Kejadian hujan lebat dan sangat lebat umumnya terjadi di bulan Juli dan

Juni dimana bulan tersebut merupakan masa transisi dari musim hujan

menuju musim kemarau.

4. Kejadian hujan lebat dan sangat lebat umumnya terjadi di tahun 2013.
BAB III

KESIMPULAN

Perubahan Iklim sangat berpengaruh terhadap sumber daya air dan

pola hujan. Hal yang dirasakan langsung akibat dari perubahan iklim adalah

penurunan kualitas air, banjir dan tanah longsor. Berdasarkan penjelasan di atas

dapat ditarik kesimpulan:

1. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat kota kendari yang disebabkan

oleh perubahan iklim terhadap sumberdaya air adalah penurunan kualitas

air. Hal ini ditunjukan dengan data penurunan kualitas air sungai Wanggu

yang memiliki kandungan BOD di atas Baku Mutu Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai