DESKRIPSI KAWASAN
A. Lokasi
Kawasan Tahura Rajolelo Secara geografis terletak pada posisi 3o22 – 145o 43’
BT dan 2o 25’ – 2o 33’ LS. Kawasan ini berbentuk memanjang dan membentang dari
Tanjung Tanah Merah Depapre hingga ke arah Timur Teluk Numbay. Gunung Raveni
merupakan puncak tertinggi dalam kawasan ini, dengan ketinggian mencapai 1.880
meter dari permukaan laut.
Untuk pertama kalinya kawasan ini terungkap dari perjalanan J.S.C Dumont D’Urvelle
pada tahun 1827, ketika ia merapat ke bagian utara pantai pegunungan ini. Iamencatat
bahwa gugusan pegunungan yang masif pertama di daerah bagian barat Pulau New
Guinea dan menamakannya sebagai pegunungan Cycloop dan masif kedua di bagian
Timur diberi nama Bougenfille di Papua New Guinea. Gugusan pegunungan yang berdiri
megah ibarat seorang raksasa kemudian diberi nama “Cycloop”. Cycloop adalah seorang
raksasa bermata satu yang terdapat dalam legenda orang Yunani (Van Royen, 1959).
Status perlindungan Cycloop telah dimulai sejak zaman pemerintah Belanda. Tepatnya
pada tahun 1954, pemerintah Belanda menetapkan areal seluas 6.300 ha, dengan
pertimbangan dan alasan perlindungan yaitu perlindungan atas tanah. Pada tahun 1974,
Dinas Kehutanan Irian Jaya (kini Papua) kembali meninjau Ordonansi Pemerintah Belanda
tersebut serta memetakan kawasan ini seluas 4,197 ha, dengan alasan dan pertimbangan
1
perlindungan atas sumber air bagi masyarakat yang bermukim di kota Jayapura,
Abepura, Sentani dan penduduk asli lainnya yang bermukim di sekeliling Cycloop. Selain
itu pegunungan Cycloop merupakan “bak” penampung air bagi Danau Sentani (WWF-
1995).
Kawasan Cagar Alam Pengunungan Cycloop mencakup beberapa tipe hutan mulai dari
hutan pantai, hutan hujan dataran rendah hingga ke hutan pegunungan. Pertimbangan
terhadap perlindungan kawasan ini mengacu kepada pentingnya perlindungan terhadap :
a. Pusat endemis dan evolusi penting biogeography pulau Papua. Ralina mayri dan
Paraleptomys rufogaster hidup di daerah ini; banyak tanaman dan satwa endemik
Papua juga terwakili disini.
b. Pegunungan Cycloop/Dafonsoro mempunyai arti yang penting dalam penampilannya
terisolir dari wilayah pegunungan lainnya, lagi pula merupakan wilayah tersendiri
yang terdiri atas tanah ultrabasik khusus yang tidak dapat ditumbuhi taxa tropis dan
toleran. Dengan demikian wilayah ini memberikan tempat bagi banyak spesies
daripada biasanya yang disebabkan oleh faktor geologisnya.
c. Keragaman ketinggian kawasan ini meliputi spectrum luas jenis-jenis habitat
termasuk daerah pantai berbatu, hutan pantai, hutan daratan rendah, hutan gunung
rendah, hutan lumut, hutan ultra basic dan padang rumput.
d. Sumber-sumber mata air utama bagi masyarakat yang berada kota Jayapura dan
Kabupaten Jayapura.
1. Potensi Flora
Komposisi hutan dan keragaman tumbuhan di hutan hujan dataran rendah Yongsu,
Papua, berdasarkan hasil Rapid assesment yang dilakukan oleh Conservation
2
International (Stephen & Suryadi, 2002) ditemukan Seratus tujuh puluh delapan
spesies. Tingkat kanopi didominasi oleh Manilkara fasciculata, Mastixiodendron
pachyclados, Palaquium ridleyi dan Parastemon urophyllus.Hutan di sekitar Yongsu
merupakan bahan penting untuk pembuatan rumah dan perahu oleh penduduk
setempat. Namun demikian, vegetasi di daerah Yongsu, khususnya di Jari, masih
dalam keadaan baik dan ekstraksi sumberdaya hutan pada saat ini tampaknya dalam
kondisi lestari berkelanjutan. Kekayaan jenis tumbuhan di hutan dataran rendah
Yongsu mirip dengan kawasan tropis lainnya di Asia Pasifik tetapi lebih rendah
daripada Amerika Latin.
2. Potensi Fauna
Letak Tahura Rajolelo yang terisolasi secara geografis, menyebabkan jenis flora
maupun fauna di kawasan ini mempunyai ciri khas yang sangat menarik. Secara
umum di Tahura Rajolelo dapat dijumpai beberapa jenis satwa antara lain mamalia,
yang diperkirakan sebanyak 107 jenis. Beberapa jenis mamalia yang cukup dominan
ditemui antara lain babi hutan, kelelawar, dan lain-lain. Untuk jenis burung
ditemukan sekitar 279 jenis. Beberapa jenis diantaranya merupakan jenis-jenis yang
3
dilindungi antara lain ; Kakatua Jambul Kuning (Cacatua galerita), Nuri Kepala Hitam
(Lorius lorry), Bayan (Eclectus roratus) Cenderawasih Kecil (Paradisea minor), raja
udang (dari famili Alcedinidae), dan elang bondol (haliastur indus). Walaupun
beberapa jenis antara lain Cenderawasih, Kakatua Jambul Kuning, Kakatua Raja, dan
Raja Udang saat ini telah susah ditemui terutama di daerah sekitar Sentani Kota,
Kampung Harapan dan Doyo Baru.
Selain itu Tahura Rajolelo merupakan rumah bagi sekitar 31 jenis katak, 65 jenis
reptil dan 271 jenis kupu-kupu. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Conservation
Internatioal (Stephen & Suryadi, 2002), di daerah Yongsu diperoleh data potensi
keanekaragaman hayati fauna sebagai berikut :
Kupu-kupu :
Enam puluh sembilan spesies kupu-kupu dari dari 4 famili berhasil ditemukan
dengan menggunakan jaring penangkap dan layar dengan lampu merkuri dan
neon. Fauna yang berhasil dikumpulkan terdiri dari: Papilionidae (7 spesies),
Pieridae (7 spesies), Lycaenidae (17 spesies) dan Nymphalidae (38 spesies). Kupu-
kupu Nymphalidae, Elymnias paradoxa adalah spesies yang sebelumnya hanya
diketahui berada di sebelah timur Papua New Guinea, dan dengan ditemukannya
spesies tersebut di Yongsu menunjukkan adanya perluasan distribusi ke arah
barat. Total keragaman spesies di dataran rendah ini mewakili hampir setengah
dari 144 spesies yang pernah dilaporkan keberadaannya di seluruh Tahura
Rajolelo, menunjukkan bahwa hutan-hutan di Yongsu memberikan kualitas habitat
yang bagus untuk serangga. Kurva akumulasi spesies mengindikasikan adanya
kemungkinan spesies yang ada di daerah ini tetapi tidak tercatat.
Ikan :
Jenis ikan yang ditemukan sebanyak 33 spesies dari 25 genus dan 15 famili. Ikan-
ikan di Yongsu telah teradaptasi dengan kondisi sungai yang relatif curam, dan
faunanya mirip dengan kelompok yang hidup di pesisir bergunung di pesisir utara
New Guinea. Jenis ikan didominasi oleh kelompok Gobi (Gobiidae dan Eleotridae)
dengan jumlah hampir setengah dari total spesies yang ada. Ikan “Cling goby”sub-
famili Sicydiinae terwakili dengan tujuh spesies. Daerah Yongsu dan sekitar pesisir
Cycloop merupakan contoh terbaik untuk habitat sungai pesisir yang curam di
4
seluruh Papua. Daerah ini juga merupakan rumah bagi dua ikan gobi endemik dari
genus Lentipes, salah satunya adalah spesies baru yang ditemukan pada kegiatan
pelatihan, sehingga dapat dijadikan justifikasi bagi kegiatan konservasi.
Dua puluh enam spesies reptilia dan delapan spesies katak ditemukan di daerah
Yongsu dengan mengkombinasikan pengamatan langsung dan suara serta plot
serasah. Dua spesies katak tergolong spesies baru bagi ilmu pengetahuan dan satu
katak lainnya terdengar dari kanopi hutan yang tinggi dan hampir dipastikan
merupakan spesies Litoria yang belum pernah dideskripsikan. Spesies amfibi di
lantai hutan ditemukan sebanyak lima spesies, sedangkan untuk speseis penyu
ditemukan dua spesies penyu di pantai Yongsu yaitu spesies penyu hijau (Chelonia
mydas) dan penyu tempayan (Caretta caretta). Dan diperkirakan masih terdapat
spesies lainnya yang belum dideskripsikan dengan baik yang terdapat di kawasan
Tahura Rajolelo sehingga diperlukan upaya lebih lanjut untuk mengoleksi dan
mengidentifiasi spesies amfibi baik yang menghuni kanopi, lantai hutan hingga
perairan laut yang sangat menarik ini.
Burung :
3. Tipe Ekosistem
5
Tahura Rajolelo merupakan miniature perwakilan type ekosistem pantai utara Papua.
Berdasarkan klasifilasi Global 2000 ecoregion, Tahura Rajolelo terdiri dari beberapa
type ecoregion antara lain: Northern New Guinea Montain Forest dan pada bagian
lembah di bagian barat dari kota Sentani terus membujur ke arah Teluk Tanah Merah
masuk dalam kelompok Northern New Guinea Lowland Rain dan Freshwater Swamp
Forest.
Menurut J.B Rattcliffle, kawasan pegunungan Cycloop didominasi oleh hutan hujan
primer, yang bervariasi berdasarkan ketinggian dalam struktur komposisinya. Hutan
dataran rendahya terutama di dominasi oleh “Pometia pinnata” yang tingginya dapat
mencapai30 meter. Selain itu juga dijumpai Intsia bijuga, Anisoptera dillenia,
Dracontomelon, Firmiana, Maplolobus, Mristica sp, Callophyllum dan Pleiogynium spp.
Selain itu juga terdapat tumbuhan berspora berbatang lembut, termasuk pakis mulia
(Cyathea spp), baik di dasar hutan maupun sebagai tumbuhan rambat dan epiphytes,
rotan (Clamus spp) dan berbagai jenis anggrek. Beberapa jenis anggrek unik dari
Tahura Rajolelo yang saat ini semakin langka ditemukan antara lain: Anggrek Dasi
(Bulbophyllum fletcherianum), Angrek kribo (Dendrobium spectabile) dan
Dendrobium johnsoniae.
Di atas ketinggian 800 Mdpl dapat dijumpai lumut (moss) pada batang pohon,
cabang, dan bahkan daun, yang menunjukkan kondisi yang lebih basah bersama
dengan banyaknya sinar matahari yang mencapai tanah. Daerah ini umumnya
didominiasi oleh tumbuhan dengan daun yang ukurannya lebih kecil seperti
Nothofagusflaviramea, Quercus sp. dan spesies Myrtaceae, dengan spesies andalan
dari kawasan ini adalah jenis kayu Sowang (Xanthostemom sp). Pada ketinggian ini,
jenis-jenis cemara mulai menjadi lebih dominan seperti Dacrydium, Papuacerdrus dan
Phyllocladus.
Pada ketinggian di atas 600 m dpl. didominasi oleh Castonopsis spp, dan Quercus
spp, sering terlihat bersama-sama dengan species-species Sapotaceae ; Palaqium
warburgianum, Plancchonella,Caensis), Callophyllum carii, Engelhardia rigida, Ficus
spp dan Syzygium spp. Kemudian pada ketinggian 200 Mdpl didominasi oleh
Castanopsis accuminatissima dan Hopea sp., selain itu juga dijumpai Araucari
cunninghamii, Engelhardia rigida, Gevuina papuana dan spesies lain yang biasanya
lebih banyak terdapat di daerah-daerah yang lebih tinggi. Daerah yang lebih tinggi
6
dari hutan ultrabasik ini didominasi oleh Castonopsis sp., Nothofagus sp., dan
Dacrydium elatum.
Selain itu juga di sekitar Tahura Rajolelo juga dapat dijumpai hutan sekunder,
terutama di bagian selatan kawasan ini. Hal ini disebabkan karena pembukaan hutan
primer oleh masyarakat untuk dijadikan sebagai areal perlandangan mereka. Rumput
yang dominan tumbuh di areal ini adalah Imperata cylindrical dan Themeda
australis. Selain itu juga banyak ditumbuhi oleh jenis-jenis anggrek tanah ungu, putih
dan merah (Spathoglottis plicata), Thysanotis chinesis dan Nussaenda frondosa.
Daerah berawa dan tergenang dijumpai di bagian utara dari kawasan ini dan
biasanya ditumbuhi oleh rumput dan Pandanus sp, sedangkan daerah rawa yang
dianggap cukup luas di daerah Sabron, Maribu, Waibron, Sentani dan Kampung
Harapan yang umumnya ditumbuhi oleh Sagu (Metroxylon sago).
4. Proses Ekologis
Pola penutupan vegetasi dan penggunaan lahan saat ini di wilayah DAS Sentani,
meliputi hutan, rawa, lahan kritis, semak belukar, kebun campuran, pemukiman dan
danau. Hasil analisis citra landsat tahun 2009 menunjukkan bahwa penutupan lahan
di wilayah DAS Sentani, didominasi oleh hutan yakni seluas 49.864 ha ( 63,95 %)
dari total luas DAS Sentani, walaupun mutu penutupan lahan hutan tersebut telah
mengalami kerusakan. Luas lahan terbuka yang kondisinya telah kritis di wilayah
DAS Sentani yakni seluas 14.847 ha (19,04%). Selanjutnya penutupan lahan semak
belukar terdapat seluas 7.271 ha (9,33%), pemukiman terdapat seluas 1.697 ha
(2,18%), kebun campuran terdapat seluas 2.509 ha.
D. Aksesibilitas Kawasan
Letak pemukiman dalam wilayah administrasi ini sebagian besar berada pada daerah
penyangga Tahura Rajolelo, namun aktivitas masyarakat terutama yang bekerja pada
sektor informal telah merambah masuk sampai ke dalam kawasan Cagar Alam dengan
berbagai alasan. Hal ini memungkinkan karena aksesibilitasnya didukung ketersediaan
sarana-prasarana jalan permanen maupun setapak dapat dilihat pada berikut ini.
7
Tabel 1. Aksesibilitas Kampung/Kelurahan di sekitar Tahura Rajolelo
No Wilayah Kampung/Kelurahan Aksesibilitas
A. Kabupaten Jayapura
1. Distrik Depapre Tablanusu, Yapase, Mudah, jalan darat
Wambena,Doromena dan setapak
2. Distrik Sentani Barat Sabron Sari, Sabron Yaru,
Dosai, Maribu, Waibron Mudah, jalan darat
3. Distrik Waibu Doyo Lama, Doyo Baru dan setapak
4. Distrik Sentani Hinekombe, Sentani, Hobong,
Ifar Besar, Sereh Mudah, jalan darat
5. Distrik Sentani Timur Asei Kecil, Asei Besar, Nolokla dan setapak
6. Distrik Ravinerara Necheibe, Negeibe, Ormu, Mudah, jalan darat
Negasawa, Yongsu Sapari, dan setapak
Yongsu Dosoyo
Mudah, jalan darat
dan setapak
Sulit, jalan setapak
B. Kota Jayapura
1. Distrik Jayapura Angkasapura, Bhayangkara, Mudah, jalan darat
Utara Gurabesi. dan setapak
Akses ke dalam kawasan Tahura Rajolelo sisi selatan dapat ditempuh melalui perjalanan
darat dan sisi utara melalui perjalanan laut. Perjalanan darat dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan roda 2 dan roda 4. Untuk kawasan Tahura Rajolelo daerah Pos
7 di wilayah Kabupaten Jayapura dapat ditempuh ± 15 menit dari bandara Sentani, dan
untuk kawasan Tahura Rajolelo wilayah Kota Jayapura, perjalanan membutuhkan waktu
± 1,5 jam dari bandara Sentani sampai di wilayah Angkasa dan Bhayangkara.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan akses ke kawasan Cycloop bila perjalanan
ditempuh dari Pelabuhan Laut. Dari pelabuhan laut menuju ke kawasan Angkasa-
8
Bhayangkara dapat ditempuh ± 20 menit, namun apabila menuju ke kawasan di wilayah
Kabupaten Jayapura dapat ditempuh selama ± 1,5 jam
Namun untuk wilayah yang berada di sisi utara Tahura Rajolelo dapat ditempuh
menggunakan sarana transportasi laut ± 2 jam untuk mencapai Kampung Ormu Distrik
Ravenirara.
2. Geologi
9
Kawasan Tahura Rajolelo umumnya terdiri dari batuan beku basa-ultrabasa dan
batuan metamorfik sebagai batuan dasar (Suwarna dan Noya, 1995). Batuan berumur
Tersier dijumpai di sekitar Pegunungan Cycloop umumnya adalah batuan basa-
ultrabasa dan batuan metamorfik (urutan dari paling muda hingga ke paling tua)
adalah sebagai berikut :
Formasi Nubai (Tomn), berupa batugamping bersisipan biomikrit, napal, pasir halus,
grewak gampingan, tufan, tuf setempat bersisipan kalkarenit dan kalsipelit. Formasi ini
terhampar di sebelah timur Pegunungan Cycloop.
Batuan beku basa (m), berupa gabro dan diorit, terbreksikan oleh struktur sesar.
Batuan ini terhampar di sebelah Selatan Pegunungan Cycloop dan di dalam Danau
Sentani.
Batuan ultrabasa (um) terdiri dari harsburgit, serpentinit, piroksenit, dan dunit. Batuan
ini terhampar luas di bagian Timur Pegunungan Cycloop dan tersebar setempat-
setempat pada bagian Utara dan Barat, yaitu Tanjung Tanah Merah.
Kelompok batuan metamorfik (pTmc) terdiri dari sekis, geneis, filit, amfibolit,
unakit, dan batu pualam, aktinolit dan hornfels. Kelompok batuan ini terhampar
pada bagian inti Pegunungan Cycloop sebelah Barat.
Struktur geologi yang berkembang disekitar Pegunungan Cycloop berupa sesar - sesar.
Arah umum sesar pada batuan yang berumur Tersier umumnya berarah tenggara
hingga ke selatan. Sedangkan, arah struktur pada batuan basa-ultrabasa adalah timur
– timurlaut, dan pada batuan malihan arah berarah hampir ke selatan. Struktur sesar
naik berarah jurus baratlaut - tenggara, memisahkan batuan malihan Cycloop dengan
batuan ultrabasa dan basa. Sesar mendatar berarah barat daya-timur laut umumnya
juga merupakan batas satuan batuan dan formasi. Struktur sesar dan kekar lebih
dominan berada pada batuan yang berumur Tersier yaitu di batuan malihan dan
ultrabasa-basa.
Dengan banyaknya struktur kekar pada batuan yang berumur Tersier, maka batuan yang
umumnya relatif kompak akan menjadi berongga dan dapat dilalui air tanah. Diperkirakan
arah aliran air tanah ini umumnya menuju ke arah Danau Sentani.
3. Tanah
10
Wilayah Pegunungan Cycloop dan sekitarnya memiliki kandungan tanah hutan coklat.
Jenis tanah ini sebagian besar terdapat di daerah batuan berkapur yang basa, yang
mendapat curah hujan dengan intensitas sedang. Sedangkan di tempat yang lebih
tinggi yang curah hujannya tinggi, kondisi tanah lebih asam. Sering kali jenis tanah
hutan coklat ini bergabung dengan jenis tanah regosol yang merupakan jenis tanah
liat coklat yang bercampur dengan hancuran batu yang lapuk oleh iklim. Jenis tanah
regosol ini terdapat di lereng-lereng gunung yang tidak stabil, sedangkan tanah hutan
coklat terdapat pada lereng yang lebih stabil.
4. Topografi
Cycloop merupakan jantung pegunungan yang terdiri dari sebaris puncak yang
melintang dari arah Timur ke arah Barat, ketinggiannya mencapai 1880 Mdpl, Gunung
Refeni merupakan puncak tertinggi dari gugusan pegunungan Cycloop. Sebagian besar
kawasan ini mempunyai lereng amat curam dan seolah-olah terpotong oleh aliran
sungai, tebing-tebing yang mengelilingi melengkung tajam. Pada bagian lain, guguran
batuan pegungungan tampak berupa sebagaran batu dan kerikil yang memenuhi
sebagian lembah hingga ke selatan kota dan Danau Sentani.
Kondisi topografi kawasan ini, dari bergelombang ringan hingga wilayah bergelombang
berat. Disisi utara, terdapat cuatan dan tebing, bukit-bukit yang membentuk tanjung
kecil sepanjang pantai yang terkikis oleh gelombang laut menjadi tebing-tebing yang
tidak stabil. Di beberapa tempat terdapat gua-gua litoral. Teluk-teluk yang terbentuk
diantaranya menimbulkan pantai yang umumnya terdiri dari pasir atau kerikil halus.
5. Hidrologi
Kondisi hidrologi / hidrogeologi dikenali dari aliran permukaan (sungai) dan aliran
bawah permukaan (air tanah). Aliran permukaan berupa kecepatan dan pola aliran
sungai yang masuk ke dalam danau Sentani. Sedangkan air tanah berupa lapisan
akuifer.
Kondisi hidrologi kawasan Pegunungan Cycloop ditandai oleh pola aliran sungai radial
ke arah Danau Sentani. Berdasarkan data laporan studi Tim ESC Uncen (1984), jumlah
keseluruhan sungai yang mengalir di daerah aliran danau sebanyak 35 sungai dengan
11
panjang keseluruhan 242,95 km. Dari jumlah tersebut, 26 sungai di antaranya (208,45
km) bermuara di Danau Sentani dan sungai tersebut merupakan sungai perenial yang
mengalir sepanjang tahun. Namun dari pengamatan yang dilakukan PLN Papua (1993)
didapatkan hanya 10 sungai yang masih mengalirkan air, yaitu delapan sungai di
bagian utara dan dua sungai di bagian selatan.
Studi dan Detail Desain Pengembangan Danau Sentani (PT Pramathana Konsultan,
2002) mencatat sungai-sungai yang berpengaruh dominan terhadap pasokan air
Danau Sentani adalah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Cycloop di utara
danau, yaitu Sungai Deyaw, Kemiri, Sentani, Jaferi, Nimebem, Haway, Yabawi,
Yapataita, Hobai, Younolo, Klandeli, Dofroko, dan Kuyabu. Sedang di bagian barat
adalah Sungai Dombule dan Boroway dan di bagian selatan adalah Sungai Tenak Sawe
dan Ayape. Sungai-sungai yang mengalir dari arah utara bersumber dari beberapa
mata air yang terdapat di Pegunungan Cycloop. Satu-satunya outlet Danau Sentani
adalah Sungai Jaifuri di bagian selatan yang menyatu dengan Sungai Sungrum,
Sekamto, dan Tami pada jarak sekitar 10 km ke hilir untuk kemudian bermuara di
Teluk Youtefa di Samudera Pasifik.
Debit aliran sungai yang mengalir dari Pegunungan Cycloop semakin berkurang,
bahkan beberapa sungai telah mengering. Debit air di Sungai Anafre menurun
debitnya dari semula 80 m3/detik menjadi 50 m3/detik. Kali Entrop memiliki debit 62
m3/detik menjadi 45 m3/detik. Keadaan ini cukup mengkhawatirkan jika dibiarkan dan
berlangsung lama, maka akan terjadi krisis air bersih bagi Kota Jayapura dan Kota
Sentani.
1. Sosial Budaya
Kawasan PegununganCycloop yang terdiri dari tiga puncak tertinggi, yaitu Puncak
Raveni (1.880 meter), Puncak Rara (1.700 meter) dan Puncak Dafonsoro (1.530
meter), berbatasan langsung dengan kampung-kampung lokal mulai dari bagian timur
sampai barat, dan dari bagian utara sampai selatan.
Semua kampung di kawasan ini, mulai dari kampung Kayu Batu di sebelah Timur
sampai kampung Tablasupa di sebelah Barat, kampung Yongsu di sebelah utara dan
kampung-kampung di sebelah utara danau Sentani, merupakan lokasi pemukiman
12
penduduk lokal sebagai batas wilayah kawasan gunung Cycloop. Dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat pada kampung-kampung tersebut selalu dikaitkan dengan
hutan dan gunung Cycloop, termasuk dalam menentukan batas kepemilikan dan
penguasaan lahan yang menggunakan nilai dan kearifan lokal. Batas-batas yang
berlaku dalam kehidupan masyarakat lokal yang disepakti dan dipatuhi bersama untuk
menunjukkan batas antar suku dalam penguasaan hak ulayat di Kawasan Gunung
Cycloop berupa sungai dan kali, pohon besar, gunung karang, sagu berduri halus.
Dahulu dalam aktivitas kehidupan masyarakat lokal, tanda batas yang diketahui
merupakan kesepakatan bersama yang harus ditaati, tidak boleh disentuh apalagi
dilanggar, karena bila terjadi pelanggaran akan ada risiko dimarah penjaga gunung
dalam bentuk bencana bagi semua orang berupa tanah longsor, hujan lebat dan banjir
besar.
Peranan kebudayaan tradisional masih sangat kuat bagi masyarakat asli suku-suku
yang memiliki dan mendiami tanah ulayat di kawasan Cycloop dalam wilayah
administrasi pemerintahan Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura. Suku-suku yang
berada dan memiliki ulayat terhadap kawasan Cycloop antara lain suku Tepra, Mooi,
Sentani, Ormu dan suku Numbay.
Sistem adat yang kuat dalam kehidupan suku-suku ini turut mempengaruhi sistem
pemanfaatan lahan atau tanah dan sumber daya alam yang lebih dikenal dengan hak
ulayat. Kawasan hutan pegunungan Cycloop telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai
kawasan Cagar Alam, namun bagi warga masyarakat suku-suku lokal menganggap
bahwa kawasan hutan Tahura Rajolelo merupakan tanah adat yang merupakan hak
ulayatnya turun temurun.
Dalam kehidupan masyarakat lokal, kawasan Cycloop memiliki budaya sebagai nilai
dan kearifan lokal yang walaupun tidak tertulis namun selalu dimaknai, ditaati dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
1) sebagai tanah adat
- Cycloop sebagai tempat tinggal bagi arwah dan roh leluhur nenek moyang
- Cycloop harus dilindungi karena merupakan tanah keramat sebagai warisan
leluhur
13
- Cycloop dimanfaatkan sesuai aturan dan ketentuan adat tentang batas dan
ruang dengan memperhatikan nilai dan kearifan lokal
- Cycloop sebagai ibu yang memberikan air susu untuk kehidupan
- Cycloop harus dijaga agar tanahnya tetap ada dan tidak berpindah karena
longsor
2. Ekonomi
14
tumbuhan serta lokasi pengembangan tanaman buah merah karena bentuk topografi
yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman tersebut.
Konsekuensi dari pengembangan aspek sosial dan ekonomi yang begitu cepat di
kawasan Cycloop ini telah berdampak pada berbagai masalah berupa:
Tahura Rajolelo terletak memanjang dan membentang pada dua wilayah administrasi
kota/kabupaten dari Teluk Tanah Merah (Kabupaten Jayapura) ke arah Timur sampai
di Tanjung Kayu Batu (Kota Jayapura).Secara administratif dalam wilayah Kabupaten
Jayapura (74%) antara lain Distrik Depapre, Sentani Barat, Waibu, Sentani, Sentani
Timur dan Distrik Ravenirara, sedangkan dalam wilayah Kota Jayapura (26%) antara
lain distrik Jayapura Utara, Jayapura Selatan dan Distrik Heram.
N
Wilayah Kampung Kelurahan
o
A Kabupaten Jayapura
1. Distrik Depapre Tablanusu, Yapase, Wambena,
2. Distrik Sentani Doromena Hinekombe,
15
Barat Sabron Sari, Sabron Yaru, Dosai Sentani
Maribu, Waibron
3. Distrik Waibu Doyo Lama, Doyo Baru
4. Distrik Sentani Hobong, Ifar Besar, Sereh
5. Distrik Sentani Asei Kecil, Asei Besar, Nolokla,
Timur Necheibe, Negeibe, Negasawa,
6. Distrik Ravinerara Ormu, Yongsu Sapari, Yongsu
Dosoyo
B Kota Jayapura
1. Distrik Jayapura Angkasapura,
Utara Bhayangkara
Gurabesi
BAB II
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Analisa
A1. Metodologi
PERHATIAN : (SILAKAN PILIH SALAH SATU SESUAI DENGAN FUNGSI KAWASAN
NYA)
DRAF FINAL
DOKUMEN & PETA
BLOK PENGELOLAAN
17
A.2. Kriteria Zona & Blok Pengelolaan Kawasan Konservasi
Pembagian zona Taman Nasional menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 meliputi:
1. Zona Inti;
2. Zona Rimba;
3. Zona Pemanfaatan; dan/atau
4. Zona Lainnya sesuai dengan keperluan yang dibagi menjadi: Zona Perlindungan
Bahari; Zona Tradisional; Zona Rehabilitasi; Zona Religi, Budaya dan Sejarah;
dan/atau Zona Khusus.
Kriteria dan masing-masing zonasi tersebut di atas adalah seperti yang disajikan dalam
Tabel 2.1.
Tabel Error! No text of specified style in document..1 Nama dan Kriteria Zonasi untuk
Taman Nasional
Nama Zona Kriteria
Zona Inti 1. Memiliki ekosistem atau merupakan perwakilan tipe ekosistem
atau fenomena/gejala alam dan formasi geologi yang masih asli
dan alami;
2. Merupakan konsentrasi komunitas tumbuhan/biota target
dan/atau merupakan area dengan keragaman jenis yang tinggi;
3. Merupakan lokasi tempat kawin dan bersarang satwa target
dan/atau tempat berpijah dan pembesaran satwa/biota target;
dan/atau
4. Tempat singgah satwa migran secara periodik.
Zona Rimba/ 1. Merupakan daerah sebaran tumbuhan dan daerah jelajah satwa
Perlindungan serta perkembangbiakan jenis target;
Bahari 2. Berbatasan dengan zona inti dan atau zona pemanfaatan/batas
fungsi;
3. Merupakan lokasi tempat kawin/berpijah dan pembesaran
satwa/biota target;
4. Memiliki ekosistem yang masih asli dan alami; dan/atau
5. Masih ditemukan tumbuhan dan satwa/biota utama dalam
jumlah yang cukup.
Zona 1. Merupakan wilayah yang memiliki keindahan alam/daya tarik
Pemanfaatan alam atau nilai sejarah dan/atau wilayah dengan aksesibilitas
yang mampu mendukung aktivitas pemanfaatan;
2. Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana
prasarana antara lain untuk menunjang pemanfaatan dan
pengelolaan;
3. Bukan merupakan konsentrasi komunitas tumbuhan/biota
utama;
4. Bukan merupakan areal dengan keragaman jenis yang tinggi;
dan/atau
5. Terdapat potensi jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan.
Zona Memenuhi kriteria sebagai zona rimba atau zona pemanfaatan
Tradisional yang telah dimanfaatkan untuk kepentingan tradisional masyarakat
18
secara turun-temurun.
Zona Merupakan wilayah yang telah mengalami kerusakan sehingga
Rehabilitasi perlu dilakukan kegiatan pemulihan ekosistem.
Zona Religi, Merupakan wilayah yang memenuhi kriteria sebagai zona rimba
Budaya dan atau zona pemanfaatan yang telah dimanfaatkan untuk
Sejarah kepentingan religi, adat budaya, perlindungan nilai-nilai budaya
atau sejarah.
zona khusus 1. Terdapat bangunan yang bersifat strategis yang tidak dapat
dielakkan;
2. Merupakan pemukiman masyarakat yang bersifat sementara
yang keberadaannya telah ada sebelum penetapan kawasan
tersebut sebagai TN; dan/atau
3. Memenuhi kriteria sebagai wilayah pembangunan strategis yang
tidak dapat dielakkan yang keberadaannya tidak mengganggu
fungsi utama kawasan.
Kriteria dan masing-masing blok pengelolaan untuk CA, SM, TWA dan Tahura
sebagaiamana tersebut diatas adalah seperti yang disajikan dalam Tabel 2.2.
Tabel Error! No text of specified style in document..2 Nama dan kriteria blok
pengelolaan untuk CA, SM, Tahura dan TWA
Nama Kriteria Berada di
Blok CA SM Tahur TWA
a
Blok Memiliki ekosistem atau merupakan √ - - -
Perlindun perwakilan tipe ekosistem atau
gan/Perli fenomena/gejala alam dan formasi geologi
ndungan yang masih asli dan alami;
Bahari Sebagai areal konsentrasi komunitas √ √ - -
tumbuhan atau satwa/biota utama;
Sebagai tempat kawin/berpijah, pembesaran - √ - -
dan bersarang satwa/biota utama;
Tingkat ancaman manusia rendah; dan/atau √ √ √ √
Tempat singgah satwa migran secara periodik. √ √ -
Tempat perlindungan jenis tumbuhan dan - - √ √
satwa
Merupakan wilayah yang memiliki keterwakilan - - - √
bentang alam, gejala alam dan formasi geologi
yang unik.
Blok Merupakan wilayah yang memiliki potensi - √ - -
Pemanfaa wisata alam terbatas dan kondisi lingkungan
tan berupa penyimpanan dan/atau penyerapan karbon,
masa air, energi air, energi panas dan energi
angin.
Merupakan wilayah yang memiliki obyek dan - - √ √
daya tarik wisata;
Merupakan wilayah yang memiliki potensi - - √ √
kondisi lingkungan berupa penyimpanan
dan/atau penyerapan karbon, masa air, energi air,
energi panas dan energi angin;
Merupakan wilayah yang memungkinkan - - √ √
dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan
pemanfaatan kondisi lingkungan, penelitian
dan pendidikan, dan wisata alam;
Merupakan wilayah yang memiliki nilai sejarah atau - - √ √
wilayah dengan aksesibilitas yang mampu
mendukung aktivitas wisata alam.
Blok Merupakan wilayah yang telah mengalami √ √ √ √
Rehabilita kerusakan sehingga perlu dilakukan kegiatan
si pemulihan ekosistem.
Blok Merupakan wilayah yang memenuhi kriteria √ √ √ √
20
Religi, sebagai blok perlindungan/perlindungan bahari
Budaya yang telah dimanfaatkan untuk kepentingan religi,
dan adat budaya, perlindungan nilai-nilai budaya atau
Sejarah sejarah.
Blok Terdapat bangunan yang bersifat strategis √ √ √ √
Khusus yang tidak dapat dielakkan;
Merupakan pemukiman masyarakat yang √ √ √ √
bersifat sementara yang keberadaannya telah
ada sebelum penetapan kawasan tersebut sebagai
CA, SM, Tahura atau TWA;
Memenuhi kriteria sebagai wilayah √ √ √ √
pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan
yang keberadaannya tidak
mengganggu fungsi utama kawasan.
Blok Merupakan wilayah yang memenuhi kriteria - - √ √
Tradision sebagai blok perlindungan / perlindungan bahari
al atau blok pemanfaatan yang telah dimanfaatkan
untuk kepentingan tradisional masyarakat secara turun
temurun.
Blok Wilayah yang ditujukan untuk koleksi - - √ -
Koleksi tumbuhan dan/atau satwa liar;
Tumbuha Terdapat tumbuhan dan/atau satwa asli atau - - √ -
n unggulan setempat dalam jumlah yang cukup;
dan/atau Lokasi dengan kondisi biofisiknya memenuhi syarat - - √ -
Satwa untuk dijadikan pusat pengembangan koleksi
tumbuhan dan/atau satwa liar.
2) Bahan
1. Perangkat Keras:
Komputer baik Personal Computer (PC) maupun Laptop.
Printer dan Plotter.
2. Perangkat lunak:
ArcGIS atau perangkat lunak SIG yang lain.
Microsoft Word.
Microsoft Excel.
3) Data Primer
Hasil pengukuran di lapangan khususnya dalam bentuk:
1. Koordinat perjumpaan satwa.
2. Koordinat kerapatan vegetasi.
21
3. Koordinat tempat kawin/bersarang/berpijah/pembesaran satwa/biota target.
4. Koordinat atau delineasi area dari fenomena alam/geologi unik.
5. Koordinat atau delineasi area dari lokasi singgah satwa migran.
6. Koordinat lokasi-lokasi religi, situs budaya, dan sejarah di dalam kawasan.
7. Koordinat lokasi atau delineasi area bangunan strategis.
8. Koordinat lokasi atau delineasi area permukiman sementara di dalam kawasan.
4) Data Sekunder
1. Peta Topografi.
2. Citra satelit resolusi menengah atau tinggi untuk mengidentifikasi kerusakan
ekosistem.
3. Peta penutupan/penggunaan lahan.
4. Peta sIstem lahan RePPProT (Regional Physical Planning Programme for
Transmigration).
5. Peta-peta ijin pemanfaatan kawasan konservasi.
C. Identifikasi Data Spasial Berdasarkan Kriteria Zona & Blok Pengelolaan
PERHATIAN : (SILAKAN PILIH SALAH SATU SESUAI DENGAN FUNGSI KAWASAN
NYA)
Kriteria zona dan blok pengelolaan seperti yang sudah dijelaskan pada bagian
terdahulu perlu diterjemahkan dalam bentuk data-data spasial yang diperlukan sebagai
masukan dalam analisa spasial penentuan zona dan blok pemanfaatan kawasan konservasi.
Hal itu dilakukan dengan cara mengidentifikasi parameter spasial yang relevan sesuai kriteria
yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.76/2015 dan
kebutuhan data spasial yang digunakan sebagai pendekatan untuk merepresentasikan kriteria
tersebut secara keruangan.
22
inti.
23
Potensi jasa Peta Penyimpan/penyerap karbon, potensi air
lingkungan. penutupan/penggunaan dapat direpresetasikan dengan kondisi
lahan Ditjen Planologi penutupan lahan yang tutupan hutan
Kehutanan dan Tata primer baik yang berada di hutan lahan
Lingkungan, Peta ijin kering, hutan rawa maupun hutan
pemanfaatan kawasan mangrove.
konservasi. Areal-areal yang sudah dibebani ijin
Koordinat mata air/air pemanfaatan kawasan konservasi harus
terjun. dimasukan kedalam zona pemanfaatan.
26
kriteria menurut dibutuhkan
P.76
Bangunan Koordinat lokasi atau Bangunan strategis seperti sarana militer,
strategis. delineasi area telekomunikasi, energi, dll, pada umumnya
bangunan strategis. menyangkut kepentingan Negara secara luas,
karena itu area ini dimasukkan dalam zona
khusus.
Pemukiman Koordinat lokasi atau Pemukiman masyarakat sementara di dalam
masyarakat delineasi area kawasan pada umumnya adalah pemukiman
sementara di permukiman sementara masyarakat adat yang secara turun temurun
dalam kawasan. di dalam kawasan. sudah menempati area tersebut, sehingga area
ini dimasukkan dalam zona khusus.
30
atau unggulan
dalam jumlah
cukup.
Memenuhi syarat Peta kemiringan lereng. Sarana dan prasarana sebaiknya dibangun
sbg pusat koleksi. pada lokasi-lokasi dengan topografi datar.
Peta jaringan jalan. Semakin dengan dengan jaringan jalan
maka aksesibilitas semakin mudah, sehingga
memudahkan wisatawan untuk berkunjung.
Koordinat sumber air atau Ketersediaan air yang cukup sepanjang
jaringan sungai. tahun diperlukan untuk pemeliharaan koleksi
flora/fauna.
33
telah mengalami kerusakan kawasan lain disebabkan karena perambahan hutan,
kerusakan dan berdasarkan penafsiran kebakaran hutan, bencana alam seperti
perlu pemulihan. citra satelit. tanah longsor, dll.
36
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
TIDAK
TIDAK
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
40
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
BLOK
PERLINDUNGAN
41
4. Proses Analisa Keruangan Penentuan Blok Pengelolaan Tahura
Proses analisa keruangan untuk penentuan blok pengelolaan Tahura secara ringkas
disajikan dalam Gambar 2.4. Adapun penjelasan dari gambar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Masukan awal adalah peta batas kawasan Tahura.
2. Menumpangsusunkan dengan peta area religi, budaya dan sejarah. Peta ini dibuat
dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi lapangan
misalnya sejauh 500 m dari koordinat lokasi religi, budaya dan sejarah atau dengan
delineasi/pengukuran lapangan. Jika area masuk dalam wilayah buffer, maka area
tersebut termasuk kedalam blok religi, budaya dan sejarah. Jika tidak termasuk
maka akan diseleksi di tahap berikutya.
3. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta kawasan strategis
dan area permukiman sementara. Peta kawasan strategis dan area permukiman
sementara dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan
kondisi lapangan misalnya sejauh 500 m dari koordinat lokasi kawasan strategis
dan permukiman sementara atau dengan delineasi/pengukuran lapangan. Jika area
masuk dalam wilayah buffer, maka area tersebut termasuk kedalam blok khusus.
Jika tidak termasuk maka akan diseleksi di tahap berikutya.
4. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta kerusakan
kawasan. Peta kerusakan kawasan dibuat berdasarkan interpretasi kerusakan
dalam kawasan yang disebabkan karena perambahan, kebarakan hutan, bencana
alam seperti tanah longsor, dll. Data kerusakan kawasan ini juga dapat diperoleh
dari peta lahan kritis (kelas kritis dan sangat kritis). Jika area masuk dalam wilayah
area yang rusak, maka area tersebut termasuk kedalam blok rehabilitasi. Jika tidak
termasuk maka akan diseleksi di tahap berikutya.
5. Menumpangsusunkan dengan peta hutan lahan kering, hutan rawa atau hutan
mangrove baik primer dan sekunder serta savanna yang bersumber dari peta
penutupan/penggunaan lahan. Jika termasuk dalam kelas penutupan lahan
tersebut, maka areal tersebut adalah blok perlindungan.
6. Menumpangsusukan dengan peta jelajah satwa. Peta ini dibuat menggunakan
metode minimum convex polygon. Jika termasuk kedalam polygon daerah jelajah
satwa maka dimasukkan kedalam blok perlindungan.
7. Menumpangsusunkan dengan peta ancaman manusia. Peta ini dibuat dengan
proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi lapangan misalnya
sejauh 0,5 km dari jaringan jalan, alur sungai yang digunakan untuk sarana
transportasi masyarakat, dan permukiman disekitar kawasan hutan. Jika area tidak
termasuk dalam wilayah buffer, maka area tersebut memiliki tingkat ancaman
manusia yang rendah sehingga termasuk kedalam blok perlindungan. Jika ancaman
manusia tinggi dan berbatasan dengan blok perlindungan maka dimasukan dalam
blok rehabilitasi.
8. Menumpangsusunkan dengan peta area singgah satwa migran. Peta ini dibuat
dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi lapangan
misalnya sejauh 1 km dari koordinat lokasi singgah satwa atau dengan
delineasi/pengukuran lapangan. Jika termasuk maka dimasukkan kedalam blok
perlindungan.
9. Menumpangsusunkan dengan peta lokasi koleksi baik flora maupun fauna. Peta
lokasi koleksi flora/fauna ini harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan
mempertimbangkan parameter kerapatan jenis flora/fauna, aksesibilitas dan
42
kedekatan dengan sumber air. Jika termasuk dalam area lokasi koleksi flora/fauna
maka dimasukkan ke dalam blok koleksi.
10. Menumpangsusunkan dengan peta area tradisional yaitu area yang secara turun-
temurun sudah ditempati masyarakat jauh sebelum kawasan tersebut ditunjuk atau
ditetapka sebagai kawasan hutan. Jika area dalam butir e, f, g, h dan i tersebut,
termasuk dalam area tradisional maka dimasukkan sebagai blok tradisional.
11. Seluruh area yang belum termasuk kedalam blok-blok diatas seluruhnya termasuk
kedalam blok pemanfaatan. Namun area yang sudah ditetapkan sebagai blok
pemanfaatan ini harus dikonfirmasi dengan beberapa kriteria yaitu:
- Menumpangsusunkan dengan peta spot keindahan alam/daya tarik wisata atau
nilai sejarah. Jika termasuk maka memperkuat areal tersebut adalah blok
pemanfaatan.
- Jika akan dibangun sarana prasarana untuk menunjang kegiatan pemanfaatan
maka harus ditumpangsusunkan dengan peta kemiringan lereng untuk
memastikan bahwa lokasi yang akan dibangun memiliki kemiringan lereng datar
atau landai.
- Menumpangsusunkan dengan peta-peta ijin pemanfaatan kawasan konservasi
untuk memastikan bahwa areal yang sudah dibebani ijin tersebut termasuk
kedalam blok pemanfaatan.
43
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
YA
BLOK
PERLINDUNGAN
44
5. Proses Analisa Keruangan Penentuan Blok Pengelolaan TWA
Proses analisa keruangan untuk penentuan blok pengelolaan Tahura secara
ringkas disajikan dalam Gambar 2.4. Adapun penjelasan dari gambar tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Masukan awal adalah peta batas kawasan Tahura.
2. Menumpangsusunkan dengan peta area religi, budaya dan sejarah. Peta ini
dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi
lapangan misalnya sejauh 500 m dari koordinat lokasi religi, budaya dan
sejarah atau dengan delineasi/pengukuran lapangan. Jika area masuk dalam
wilayah buffer, maka area tersebut termasuk ke dalam blok religi, budaya dan
sejarah. Jika tidak termasuk maka akan diseleksi di tahap berikutya.
3. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta kawasan
strategis dan area permukiman sementara. Peta kawasan strategis dan area
permukiman sementara dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu
mempertimbangkan kondisi lapangan misalnya sejauh 500 m dari koordinat
lokasi kawasan strategis dan permukiman sementara atau dengan
delineasi/pengukuran lapangan. Jika area masuk dalam wilayah buffer, maka
area tersebut termasuk ke dalam blok khusus. Jika tidak termasuk maka akan
diseleksi di tahap berikutya.
4. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta kerusakan
kawasan. Peta kerusakan kawasan dibuat berdasarkan interpretasi kerusakan
dalam kawasan yang disebabkan karena perambahan, kebarakan hutan,
bencana alam seperti tanah longsor, dll. Data kerusakan kawasan ini juga
dapat diperoleh dari peta lahan kritis. Jika area masuk dalam wilayah area
yang rusak, maka area tersebut termasuk kedalam blok rehabilitasi. Jika tidak
termasuk maka akan diseleksi di tahap berikutya.
5. Menumpangsusunkan dengan peta hutan lahan kering, hutan rawa atau hutan
mangrove baik primer dan sekunder serta savanna yang bersumber dari peta
penutupan/penggunaan lahan. Jika termasuk dalam kelas penutupan lahan
tersebut, maka areal tersebut adalah blok perlindungan.
6. Menumpangsusukan dengan peta jelajah satwa. Peta ini dibuat menggunakan
metode minimum convex polygon. Jika termasuk kedalam polygon daerah
jelajah satwa maka dimasukkan kedalam blok perlindungan.
7. Menumpangsusunkan dengan peta ancaman manusia. Peta ini dibuat dengan
proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi lapangan
misalnya sejauh 0,5 km dari jaringan jalan, alur sungai yang digunakan untuk
sarana transportasi masyarakat, dan permukiman disekitar kawasan hutan.
Jika area tidak termasuk dalam wilayah buffer, maka area tersebut memiliki
tingkat ancaman manusia yang rendah sehingga termasuk kedalam blok
perlindungan.
8. Menumpangsusunkan dengan peta area singgah satwa migran. Peta ini dibuat
dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi lapangan
misalnya sejauh 1 km dari koordinat lokasi singgah satwa atau dengan
delineasi/pengukuran lapangan. Jika termasuk maka dimasukkan ke dalam blok
perlindungan.
9. Menumpangsusunkan dengan peta fenomena alam yang unik, misalnya
formasi geologi tertentu, gua, kaldera, dll. Peta ini dibuat dengan proses buffer
45
pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi lapangan misalnya sejauh 1
km dari koordinat lokasi fenomena alam/geologi atau dengan
delineasi/pengukuran lapangan.
10. Menumpangsusunkan dengan peta area tradisional yaitu area yang secara
turun-temurun sudah ditempati masyarakat jauh sebelum kawasan tersebut
ditunjuk atau ditetapkan sebagai kawasan hutan. Jika area dalam butir e, f, g,
h dan i tersebut, termasuk dalam area tradisional maka akan dimasukkan
sebagai blok tradisional.
11. Seluruh area yang belum termasuk kedalam blok-blok diatas seluruhnya
termasuk kedalam blok pemanfaatan. Namun area yang sudah ditetapkan
sebagai blok pemanfaatan ini harus dikonfirmasi dengan beberapa kriteria
yaitu:
- Menumpangsusunkan dengan peta spot keindahan alam/daya tarik wisata
atau nilai sejarah. Jika termasuk maka memperkuat areal tersebut adalah
blok pemanfaatan.
- Jika akan dibangun sarana prasarana untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan maka harus ditumpangsusunkan dengan peta kemiringan
lereng untuk memastikan bahwa lokasi yang akan dibangun memiliki
kemiringan lereng datar atau landai.
- Menumpangsusunkan dengan peta-peta ijin pemanfaatan kawasan
konservasi untuk memastikan bahwa areal yang sudah dibebani ijin
tersebut termasuk kedalam blok pemanfaatan.
46
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
YA
BLOK
PERLINDUNGAN
47
Bab sebelumnya adalah peta arahan pengelolaan kawasan konservasi. Peta ini memberikan
gambaran secara umum sebaran keruangan penataan kawasan kawasan dalam bentuk zonasi
untuk TN dan blok untuk CA, SM, TWA dan Tahura. Peta ini merupakan informasi awal yang
digunakan dalam proses pembuatan Peta Zonasi TN dan Blok CA, SM, TWA dan Tahura.
Peta Arahan pengelolaan kawasan konservasi memberikan informasi fakta-fakta di
lapangan berdasarkan data inventarisasi potensi dan peta-peta tematik, sebagai gambaran
kondisi kawasan konservasi tersebut yang harus di kelola pada setiap zona atau bloknya. Peta
ini selanjutnya harus ditelaah dan dicermati oleh UPT pengelola untuk mendapatkan masukan
secara internal. Masukan internal ini antara lain berupa kebijakan yang mungkin berbeda dari
kriteria zona/blok yang sudah ditetapkan. Sebagai contoh sebuah area berdasarkan kriteria
seharusnya ditetapkan sebagai blok rehabilitasi. Namun dikarenakan pada area tersebut
sudah direncanakan untuk dibuat sebuah sanctuary maka area tersebut ditetapkan sebagai
blok perlindungan. Hasil pencermatan secara internal ini menghasilkan peta zona/blok yang
bersifat tentative dan perlu mendapatkan masukan secara eksternal melalui proses konsultasi
public.
Selanjutnya dilakukan konsultasi publik dengan para pihak terkait untuk mendapatkan
berbagai masukan secara eksternal. Dalam proses konsultasi publik tersebut kemungkinan
akan terjadi proses penyesuaian (adjustment) zona/blok untuk mengakomodir kepentingan
dari berbagai parapihak baik dari instansi pemerintah lain maupun dari masyarakat. Sebagai
contoh sebuah area menurut kriteria ditetapkan sebagai blok perlindungan, tetapi terdapat
keberatan dari masyarakat dikarenakan secara turun-temurun masyarakat sudah terbiasa
mengambil pekan ternak dari area tersebut. Dalam hal ini terjadi proses negosiasi dengan
masyarakat setempat, dimana kepentingan masyarakat tersebut dapat diakomodir dengan
menetapkan area tersebut menjadi blok pemanfaatan, namun bisa jadi tidak dapat
diakomodir dikarenakan terdapat tumbuhan/satwa liar yang harus dilindungi, sehingga
masyarakat diarahkan untuk mencari pakan ternak di blok pemanfaatan yang lain.
Perlu digarisbawahi disini bahwa dalam proses negosiasi tersebut diupayakan agar
proses penyesuaian peta arahan pengelolaan KK menjadi zona/blok definitif ini tidak terlalu
menyimpang jauh dari arahan awal supaya tidak mengorbankan aspek-aspek konservasi
sumberdaya alam dan ekosistemnya.
Model spasial penentuan arahan blok kawasan konservasi ini disusun dengan software
GIS menggunakan metode matching dengan menggunakan query yang disusun dengan
bahasa pemrograman Phyton. Arahan yang disusun dalam model spasial ini memerlukan
input data yang diperlukan sebagai berikut:
Fitur Religi, Budaya dan Sejarah : Merupakan sebuah fitur religi, budaya
atau sejarah yang secara langsung dan tidak langsung memberikan pengaruh
terhadap sekitarnya dan dianggap “sakral” untuk pelestarian adat budaya dan perlindungan
nilai sejarah sehingga diperlukan pengelolaan pada zona tersendiri.
Contoh : Makam, Masjid, Candi. (data hasil inventarisasi)
48
Fitur lahan kritis : Merupakan fitur dari kekritisan lahan pada kawasan konservasi.
Kawasan yang dianggap paling kritis merupakan kawasan yang sangat diperlukan pemulihan
ekosistem didalamnya. (dari data lahan kritis dengan updating lebih lanjut)
Fitur Ancaman : Merupakan fitur yang menunjukkan dimana daerah yang terancam
keberadaannya dan dapat mengganggu stabilitas di dalam kawasan konservasi dan perlu
mendapat penanganan khusus di dalamnya.
Contoh : Area perambahan, Areal kebakaran. (data hasil inventarisasi).
Fitur Fenomena Alam Unik: Merupakan fitur yang berisi fenomena geologis/
alam yang unik yang berbeda dari kenampakan yang lain.
contoh : Batuan karst, Kawah Gunung Api, Savanna. (data hasil inventarisasi)
49
1. Aplikasi Model Analisa Spasial untuk Pengelolaan Arahan TN
a. Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan TN
50
b. Tampilan Aplikasi Model Spasial untuk Pengelolaan Arahan TN
Tabel 3.31 Syarat dan Kebutuhan Data Masukan untuk Pengelolaan Arahan TN
Keterangan dan tata cara penyusunan zona/blok
pengelolaan KK yang lebih lengkap silakan dibaca
Perhatian
pada BAB I PENDAHULUAN dan BAB II
METODOLOGI.
Semua input harus tersedia datanya dalam format
Syarat shapefile (.shp). Jika ada data yang tidak tersedia,
gunakan data shapefile (.shp) kosong.
No. Data Keterangan
1 Poligon TN Isikan batas kawasan TN (.shp) [dari KLHK]
2 Titik Religi Isikan titik objek religi/sejarah/budaya (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik religi/sejarah/budaya
3 Jarak Buffer Religi (jarak dan satuan menyesuaikan ketentuan tiap
KK)
4 Poligon Religi Isikan poligon objek religi/sejarah/budaya (.shp)
5 Poligon Strategis Isikan poligon objek strategis: militer, dst (.shp)
51
6 Poligon Ancaman Isikan poligon objek ancaman (.shp)
7 Poligon Tradisional Isikan poligon objek tradisional (.shp)
8 Poligon Fenomena Alam Isikan poligon fenomena alam unik/khas (.shp)
Isikan poligon penggunaan lahan (.shp) [dari
9 Penggunaan Lahan
KLHK]
10 Tiik Potensi JasLing Isikan titik objek jasa lingkungan (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik wisata (jarak dan
11 Jarak Buffer Wisata
satuan menyesuaikan ketentuan tiap kawasan)
Isikan poligon objek izin pemanfaatan JasLing
12 Poligon Izin JasLing
(.shp)
13 Poligon Potensi JasLing Isikan poligon objek jasa lingkungan (.shp)
Isikan poligon persebaran gambut (.shp) [dari
14 Poligon Gambut
KLHK]
Isikan nilai buffer kawasan rimba dengan nilai
negatif yang artinya buffer ke dalam kawasan
15 Jarak Buffer Rimba
(jarak dan satuan menyesuaikan ketentuan tiap
kawasan)
16 Titik Satwa Isikan titik objek tumbuhan satwa liar (.shp)
Pilih tipe geometri (convex hull atau
17 Geometry Type
menyesuaikan)
18 Lahan Kritis Isikan poligon lahan kritis (.shp) [dari KLHK]
Pilih lokasi penyimpanan data akhir hasil
19 Arahan Pengelolaan
pemrosesan: Arahan Pengelolaan (.shp)
52
2. Aplikasi Model Analisa Spasial untuk Pengelolaan Arahan CA
a. Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan CA
53
Gambar 3.8 Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan CA
54
b. Tampilan Aplikasi Model Spasial untuk Pengelolaan Arahan CA
Tabel 3.32 Syarat dan Kebutuhan Data Masukan untuk Pengelolaan Arahan CA
Keterangan dan tata cara penyusunan zona/blok
pengelolaan KK yang lebih lengkap silakan dibaca
Perhatian
pada BAB I PENDAHULUAN dan BAB II
METODOLOGI.
Semua input harus tersedia datanya dalam format
Syarat shapefile (.shp). Jika ada data yang tidak tersedia,
gunakan data shapefile (.shp) kosong.
No. Data Keterangan
1 Titik Religi Isikan titik objek religi/sejarah/budaya (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik religi/sejarah/budaya
2 Jarak Buffer Religi (jarak dan satuan menyesuaikan ketentuan tiap
KK)
3 Poligon Religi Isikan poligon objek religi/sejarah/budaya (.shp)
4 Poligon Strategis Isikan poligon objek strategis: militer, dst (.shp)
5 Poligon Ancaman Isikan poligon objek ancaman (.shp)
6 Poligon Fenomena Alam Isikan poligon fenomena alam unik/khas (.shp)
Isikan poligon penggunaan lahan (.shp) [dari
7 Penggunaan Lahan
KLHK]
55
Isikan poligon persebaran gambut (.shp) [dari
8 Poligon Gambut
KLHK]
9 Titik Satwa Isikan titik objek tumbuhan satwa liar (.shp)
Pilih tipe geometri (convex hull atau
10 Geometry Type
menyesuaikan)
11 Lahan Kritis Isikan poligon lahan kritis (.shp) [dari KLHK]
Pilih lokasi penyimpanan data akhir hasil
12 Arahan Pengelolaan
pemrosesan: Arahan Pengelolaan (.shp)
56
3. Aplikasi Model Analisa Spasial untuk Pengelolaan Arahan SM
a. Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan SM
57
Gambar 3.10 Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan SM
41
58
b. Tampilan Aplikasi Model Spasial untuk Pengelolaan Arahan SM
Tabel 3.33 Syarat dan Kebutuhan Data Masukan untuk Pengelolaan Arahan SM
Keterangan dan tata cara penyusunan zona/blok
pengelolaan KK yang lebih lengkap silakan dibaca
Perhatian
pada BAB I PENDAHULUAN dan BAB II
METODOLOGI.
Semua input harus tersedia datanya dalam format
Syarat shapefile (.shp). Jika ada data yang tidak tersedia,
gunakan data shapefile (.shp) kosong.
No. Data Keterangan
1 Titik Religi Isikan titik objek religi/sejarah/budaya (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik religi/sejarah/budaya
2 Jarak Buffer Religi (jarak dan satuan menyesuaikan ketentuan tiap
KK)
3 Poligon Religi Isikan poligon objek religi/sejarah/budaya (.shp)
4 Poligon Strategis Isikan poligon objek strategis: militer, dst (.shp)
5 Poligon Ancaman Isikan poligon objek ancaman (.shp)
6 Penggunaan Lahan Isikan poligon penggunaan lahan (.shp) [dari
59
KLHK]
7 Tiik Potensi JasLing Isikan titik objek jasa lingkungan (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik wisata (jarak dan
8 Jarak Buffer Wisata
satuan menyesuaikan ketentuan tiap kawasan)
Isikan poligon objek izin pemanfaatan JasLing
9 Poligon Izin JasLing
(.shp)
10 Poligon Potensi JasLing Isikan poligon objek jasa lingkungan (.shp)
Isikan poligon persebaran gambut (.shp) [dari
11 Poligon Gambut
KLHK]
12 Titik Satwa Isikan titik objek tumbuhan satwa liar (.shp)
Pilih tipe geometri (convex hull atau
13 Geometry Type
menyesuaikan)
14 Lahan Kritis Isikan poligon lahan kritis (.shp) [dari KLHK]
Pilih lokasi penyimpanan data akhir hasil
15 Arahan Pengelolaan
pemrosesan: Arahan Pengelolaan (.shp)
60
4. Aplikasi Model Analisa Spasial untuk Pengelolaan Arahan THR
a. Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan THR
61
Gambar 3.12 Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan THR
62
b. Tampilan Aplikasi Model Spasial untuk Pengelolaan Arahan THR
Tabel 3.34 Syarat dan Kebutuhan Data Masukan untuk Pengelolaan Arahan THR
Keterangan dan tata cara penyusunan zona/blok
pengelolaan KK yang lebih lengkap silakan dibaca
Perhatian
pada BAB I PENDAHULUAN dan BAB II
METODOLOGI.
Semua input harus tersedia datanya dalam format
Syarat shapefile (.shp). Jika ada data yang tidak tersedia,
gunakan data shapefile (.shp) kosong.
No. Data Keterangan
1 Titik Religi Isikan titik objek religi/sejarah/budaya (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik religi/sejarah/budaya
2 Jarak Buffer Religi (jarak dan satuan menyesuaikan ketentuan tiap
KK)
3 Poligon Religi Isikan poligon objek religi/sejarah/budaya (.shp)
4 Poligon Strategis Isikan poligon objek strategis: militer, dst (.shp)
5 Poligon Ancaman Isikan poligon objek ancaman (.shp)
6 Poligon Tradisional Isikan poligon objek tradisional (.shp)
63
7 Poligon Koleksi Isikan poligon objek koleksi (.shp)
Poligon Sarana
8 Isikan poligon objek sarana prasarana (.shp)
Prasarana
Isikan poligon penggunaan lahan (.shp) [dari
9 Penggunaan Lahan
KLHK]
10 Tiik Potensi JasLing Isikan titik objek jasa lingkungan (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik wisata (jarak dan
11 Jarak Buffer Wisata
satuan menyesuaikan ketentuan tiap kawasan)
Isikan poligon objek izin pemanfaatan JasLing
12 Poligon Izin JasLing
(.shp)
13 Poligon Potensi JasLing Isikan poligon objek jasa lingkungan (.shp)
Isikan poligon persebaran gambut (.shp) [dari
14 Poligon Gambut
KLHK]
15 Titik Satwa Isikan titik objek tumbuhan satwa liar (.shp)
Pilih tipe geometri (convex hull atau
16 Geometry Type
menyesuaikan)
17 Lahan Kritis Isikan poligon lahan kritis (.shp) [dari KLHK]
Pilih lokasi penyimpanan data akhir hasil
18 Arahan Pengelolaan
pemrosesan: Arahan Pengelolaan (.shp)
64
5. Aplikasi Model Analisa Spasial untuk Pengelolaan Arahan TWA
a. Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan TWA
65
Gambar 3.14 Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan TWA
47
66
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Tabel 3.35 Syarat dan Kebutuhan Data Masukan untuk Pengelolaan Arahan TWA
Keterangan dan tata cara penyusunan zona/blok
pengelolaan KK yang lebih lengkap silakan
Perhatian
dibaca pada BAB I PENDAHULUAN dan BAB
II METODOLOGI.
Semua input harus tersedia datanya dalam
Syarat format shapefile (.shp). Jika ada data yang tidak
tersedia, gunakan data shapefile (.shp) kosong.
No. Data Keterangan
1 Titik Religi Isikan titik objek religi/sejarah/budaya (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik religi/sejarah/budaya
2 Jarak Buffer Religi (jarak dan satuan menyesuaikan ketentuan tiap
KK)
3 Poligon Religi Isikan poligon objek religi/sejarah/budaya (.shp)
67
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
2. Pengolahan data
Penolahan data data dibagi menjadi 2 tahapan:
a. Pengolahan data awal
Adalah Pemodelan Data masukan yang pada umumnya berupa data
mentah/ data primer dan atau data sekunder sehingga perlu
68
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
69
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
2. Blok Khusus
Blok khusus berdasarkan kriteria adalah bangunan bersifat strategis yang tidak
dapat dielakkan. Ada 4 kawasan bangunan atau infrastruktur yang telah berdiri
dan ada di dalam kawasan CA Cycloop. Keempat itu adalah:
1. Daerah Transmigran Kampung Sabronsari
2. Intake Air Peninggalan Belanda
3. Markas/ Pangkalan Militer (Komando Daerah Militer XVII Cenderawasih)
4. Jalan Pasir 6
3. Blok Perlindungan
Untuk menyusun blok perlindungan sesuai dengan matrik kriteria dan data di
atas. Maka beberapa peta yang harus dianalisis, diantaranya :
1. Peta Tutupan hutan primer dan ekosistem asli termasuk savanna, diolah
dengan menggunakan peta tutupan lahan terkini dari KLHK 2014
2. Peta distrubisi satwa dilindungi , diolah dari berbagai sumber termasuk
survey lapangan dan SMART PATROL
70
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
3. Peta tipe habitat, diolah dari kombinasi peta Elevasi (ketinggian), tutupan
Hutan, dan Geologi induk
4. Peta Potensi Erosi (kombinasi slope dan jenis tanah)
4.Blok Rehabilitasi
Untuk menyusun blok rehabilitasi sesuai dengan matrik kriteria dan data di
atas. Maka beberapa peta yang harus dianalisis, diantaranya :
71
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
72
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
BAB III
DESKRIPSI MASING-MASING BLOK
Kawasan Tahura Rajolelo yang telah dianalisis, kemudian dibagi menjadi blok-blok
seperti pada tabel berikut ini.
A. Blok Perlindungan
73
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Blok Perlindungan pada Tahura Rajolelo terletak pada wilayah Distrik Jayapura
Selatan, Dsitrik Jayapura Utara, Distrik Ravenirara, Distrik Depapre, Distrik
Sentani Timur dan Distrik Sentani Barat, dengan luasan 28. 758,46 hektar atau
sekitar 91,36 % dari luas kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Blok ini
merupakan blok terbesar dan sesuai dengan fungsinya sebagai Cagar Alam,
bahwa sebagian besar kawasan pada Cagar Alam adalah merupakan blok
perlindungan.
Gambar 10. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Perlindungan Cagar Alam
PegununganCycloop(skala tidak berlaku)
74
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
75
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
B. Blok Rehabilitasi
Gambar 11. Peta Blok Rehabilitasi Cagar Alam PegununganCycloop (skala tidak
berlaku)
76
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Saat ini pada blok rehabilitasi terdapat jenis-jenis tanaman perkebunan, rumput
dan alang-alang. Hal ini disebabkan daerah yang menjadi blok rehabilitasi
sebenarnya adalah merupakan kawasan Tahura Rajolelo yang dirambah menjadi
perkebunan-perkebunan milik masyarakat urban.
Gambar 12. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Rehabilitasi Cagar Alam
PegununganCycloop(skala tidak berlaku)
77
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
2. 12 1. 1.
2. 2.
dst
C. Blok Khusus
78
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Gambar 13. Peta Blok Khusus Cagar Alam PegununganCycloop (skala tidak
berlaku)
Blok Khusus pada Tahura Rajolelo memiliki luas 109,97 Ha atau 0.35 % dari Luas
Tahura Rajolelo, dengan rincian sebagai berikut:
79
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Gambar 14. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Khusus Cagar Alam
PegununganCycloop bagian Kampung Sabronsari (skala tidak
berlaku)
Gambar 15. Salah satu rumah permanen pada Blok Khusus Tahura Rajolelo
bagian Kampung Sabronsari
80
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Batas areal transmigran berupa batas alam, penanaman pohon serta batas
sungai Doyewi/Dey.Tim telah melakukan Groundcheck pada lokasi pemukiman
dan batas transmigran sesuai dengan hasil dengan menyelusuri kali weri dan
sungai Doweyi (Indey/Dey).
81
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Gambar 16. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Khusus Cagar Alam
PegununganCycloop bagian Intake Air Wilayah Kota Jayapura (skala
tidak berlaku)
82
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Gambar 18. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Khusus Cagar Alam
PegununganCycloop bagian Intake Air Wilayah Kabupaten
Jayapura (skala tidak berlaku)
83
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Gambar 19. Foto salah satu intake di Pos 7, Kampung Sereh, Distrik Sentani,
Kabupaten Jayapura
Alasan menjadikan blok khusus pada kawasan Tahura Rajolelo karena bangunan
intake tersebut sudah dibangun sejak jaman belanda pada tahun 1954 dan
merupakan bangunan strategis yang sangat penting untuk kehidupan masyarakat
kota dan kabupaten jayapura, dimana intake tersebut berperan dalam penyuplai
air pada kedua kabupaten tersebut. sebagaimana dijelaskan pada Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.76/Menlhk-Setjen/2015 Tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional Dan
Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya Dan Taman
Wisata Alam Pasal 11 Huruf d Ayat 1, 2 dan 3, kriteria blok khusus pada CA yaitu
1) terdapat bangunan yang bersifat strategis yang tidak dapat dielakkan; 2)
merupakan pemukiman masyarakat yang bersifat sementara yang
keberadaannya telah ada sebelum penetapan kawasan tersebut sebagai CA;
dan/atau 3) memenuhi kriteria sebagai wilayah pembangunan strategisyang
tidak dapat dielakkan yang keberadaannya tidak mengganggu fungsi utama
kawasan, intake tersebut memenuhi syarat dan kriteria sebagai blok khusus.
84
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Gambar 20. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Khusus Cagar Alam
PegununganCycloop bagian Komando Daerah Militer XVII
Cenderawasih(skala tidak berlaku)
Alasan kawasan ini dijadikan blok khusus sebab pada wilayah ini telah berdiri
Komando Daerah Militer XVII Cenderawasih. Berdasarkan P.85/Menhut-
II/2014 tentang Tata cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan Pelestarian Alam pasal 4 menyatakan bahwa “ruang lingkup
kegiatan kerjasama dalam penyelenggaraan KSA dan KPA meliputi (c)
pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan”. Dalam penjabarannya
pada BAB III pasal 13, dijelaskan bahwa “kerjasama dalam rangka
85
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Gambar 21. Gerbang Masuk Pangkalan Militer Komando Daerah Militer XVII
Cenderawasih.
86
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
4. Jalan Pasir 6
Gambar 22. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Khusus Cagar Alam
PegununganCycloop bagian Jalan Pasir 6 (skala tidak berlaku)
87
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Jalan Pasir 6 tersebut berada di Kelurahan Tanjung Ria Distrik Jayapura Utara
Kota Jayapura. Jalan tersebut merupakan penghubung Kota Jayapura dan
Kabupaten Jayapura bagian utara.Jalan tersebut sangat penting bagi
masyarakat yang berada di wilayah sisi utara Tahura Rajolelo yaitu kampung
Necheibe, Ormu, Negasawa, Yongsu Sapari, Yongsu Dosoyo Distrik Ravenirara
Kabupaten Jayapura, dimana selama ini sarana transportasi laut menjadi satu-
satunya alat transportasi mereka, dengan jarak tempuh ± 2 jam. Mengingat
hal tersebut, jalan pasir 6 ini merupakan salah satu jalan keluar dari
keterisolasian pada kampung-kampung tersebut di atas, jika musim
gelombang laut dan angin, keselamatan mereka menjadi taruhan apabila
masih menggunakan transportasi laut. Kebanyakan dari mereka merupakan
nelayan, yang menjual hasil tangkapan ikannya ke Pasar Hamadi yang berada
di Kota Jayapura.
Alasan menjadikan jalan pasir 6 tersebut menjadi blok khusus yaitu karena
memiliki nilai strategis yang tidak dapat dielakkan dan keberadaannya tidak
88
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Kawasan Tahura Rajolelo yang merupakan kawasan konservasi yang penting dan
merupakan aset regional dengan sejumlah potensi biodiversitas yang tinggi,
dengan kekhasan ekosistem, dapat tetap terjaga apabila ada kepedulian dari
semua pihak.
89
Penataan Blok Tahura Rajolelo 2016
Pelaksanaan penataan Blok Tahura Rajolelo dapat terwujud apabila adanya kem-
auan dan komitmen politik yang tinggi, kesamaan persepsi dan tujuan,
konsistensi dan keberlanjutan, ketersediaan dana/anggaran serta dukungan
masyarakat dan para pihak terkait.
2. 12 1. 1.
2. 2.
dst
90