Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PENELITIAN

RISET DAN MANAJEMEN SATWA LIAR


STUDI KELAYAKAN HUTAN WANAGAMA I SEBAGAI
TEMPAT RESTORASI RUSA JAWA (Rusa timorensis)

Disusun oleh :
KELOMPOK VIII
Andika Satya WK. 14/367823/KT/07817
Auliasafir Yena Chatleya 14/367881/KT/07849
David Domutua Silaen 14/362294/KT/07684
Muhammad Rafiul Aziz 14/366403/KT/07755
Nia Isnaeni 14/367813/KT/07812
Rane Lida Agustin 14/362327/KT/07717

LABORATORIUM SATWA LIAR


BAGIAN KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...............................................................................................................


DAFTAR TABEL .......................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................

ABSTRAK ...................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................................


1.1. LATAR BELAKANG .................................................................................
1.2. RUMUSAN MASALAH .............................................................................
1.3. TUJUAN ......................................................................................................
1.4. MANFAAT ..................................................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................


2.1. RUSA JAWA..............................................................................................
2.2. HABITAT...................................................................................................
2.3. RESTORASI...............................................................................................
2.4. HABITAT UNTUK RESTORASI..............................................................
2.5. POPULASI..................................................................................................
2.6. FAECAL ANALYSIS....................................................................................
2.7. PERSEPSI MASYARAKAT.....................................................................
2.8 SOSIAL MASYARAKAT..........................................................................
2.9. PERAN SERTA MASYARAKAT.............................................................
2.10. HUTAN WANAGAMA I.........................................................................

BAB III. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS .................................................


3.1. LANDASAN TEORI ..................................................................................
3.2. HIPOTESIS .................................................................................................

BAB IV. METODE PENELITIAN ..........................................................................


4.1. LOKASI DAN WAKTU PENGAMATAN ...............................................
4.2. ALAT DAN BAHAN..................................................................................
4.3. METODE PENGAMBILAN DATA ..........................................................
4.4. METODE ANALISIS DATA .....................................................................

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................


5.1. HASIL .........................................................................................................
5.2. PEMBAHASAN ..........................................................................................
5.2. PERTIMBANGAN KELAYAKAN ............................................................

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................


6.1. KESIMPULAN ...........................................................................................
6.2. SARAN ........................................................................................................

LAMPIRAN ...........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Onggokan dan Pellet Count Rusa Jawa di beberapa


Petak Hutan Wanagama I ………………………………………..……………………
Tabel 2. Produktivitas Rumput dan Tumbuhan Bawah ……………………..…………………
Tabel 3. Struktur Vegetasi, Kepadatan Semak, dan Kerapatan Vegetasi………………………
Tabel 4. Jarak Petak dari Sumber Air Terdekat ………………………………………..………
Tabel 5. Suhu dan Kelembapan Tiap Petak ……………………………………………………
Tabel 6. Pertimbangan Kelayakan Hutan Wanagama I sebagai Kawasan Restorasi………...…
Tabel 7. Identifikasi Jenis Pakan Rusa Jawa ……………………………………………….
Tabel 8. Data Habitat Wanagma I ……………………………………………………
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Petak Pengamatan Pellet Count …………………………………………………..


Gambar 2. Petak Ukur Permanen Produktivitas Pakan ………………………………………
Gambar 3. Protocol Plot …………………………………………………………...…………
Gambar 4. Tabung Okuler ……………………………………………………………………
Gambar 5. Density Board ………………………………………………………………………
Gambar 6. Plotless Sampling …………………………………………………………..………
Gambar 7. Diagram Pie Peran Serta Masyarakat Kawasan Hutan Wanagama I ………………
ABSTRAK

Pada tahun 2008, IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources) menetapkan Rusa Jawa (Rusa timorensis) dalam kategori vulnerable (rentan).
Salah satu upaya dalam melestarikan keberadaan Rusa Jawa dengan restorasi Rusa Jawa pada
kawasan Hutan Wanagama I, Gunung Kidul, Yogyakarta. Untuk mengetahui keberhasilan
restorasi dapat ditinjau dari aspek populasi, habitat, dan sosial. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui kelayakan Hutan Wanagama I sebagai tempat restorasi Rusa Jawa ditinjau
dari ketiga aspek tersebut.

Estimasi populasi diketahui dengan metode pellet count berdasar onggokan/feses


yang ditemukan pada setiap petak Wanagama kemudian dianalisis dengan rumus P =
(Ap)/(tda). Aspek habitat terdiri dari produktivitas pakan dengan menggunakan metode PUP
dan dianalisis dengan membandingkan antara produksi biomassa dengan luas kawasan.
Komposisi pakan dengan metode faecal analysis. Vegetasi pelindung/cover digunakan
protocol sampling pada protocol plot. Struktur dan komposisi vegetasi digunakan metode
plotless sampling. Faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembapan diukur menggunakan
thermohygrometer dan kelerengan digunakan klinometer. Ruang dihitung dengan membagi
luas dan jumlah individu dan JDSA (jarak dari sumber air) diambil data dari GPS. Pada data
sosial digunakan metode wawancara dengan penentuan informan secara purposive sampling.
Data sosial dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk diagram.

Hasil penelitian ditemukan sejumlah 4 ekor Rusa Jawa. Pada aspek habitat dikatakan
nendukung karena Hutan Wanagama I mampu menyediakan pakan, air, ruang, dan
pelindung. Pada aspek sosial disimpulkan bahwa masyarakat berperan aktif terhadap upaya
restorasi Rusa Jawa. Dari data tersebut disimpulkan bahwa kawasan Hutan Wanagama I
layak sebagai tempat restorasi Rusa Jawa.

Kata kunci: Rusa Jawa, Hutan Wanagama I, restorasi, populasi, habitat, sosial masyarakat
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Rusa Jawa (Rusa timorensis) merupakan salah satu rusa asli Indonesia selain Rusa
Bawean, Sambar, dan Menjangan. Rusa Jawa yang mempunyai nama latin Rusa
timorensis diperkirakan asli berasal dari Jawa dan Bali. Populasi rusa pemakan rumput
ini dari tahun ke tahun mengalami penurunan di Indonesia (Ardi, 2013). Hal ini
disebabkan karena tingginya perburuan. International Union for Conservation of Nature
and Natural Resources (IUCN) pada tahun 2007 mengelompokkan Rusa Jawa dengan
kategori kurang beresiko dan sedikit perhatian (low risk/low concern), kemudian pada
tahun 2008 meningkat menjadi rentan (Vulnerable) (Hedges et all., 2008). Salah satu
upaya untuk menyelamatkan populasi Rusa Jawa adalah melakukan upaya restorasi.
Restorasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah usaha pemuliaan pada
keadaan semula. Sehingga restorasi Rusa Jawa bisa disebut juga pengembalian atau
pemulian populasi yang telah menurun dan berusaha untuk ditingkatkan lagi. Hutan
Wanagama I merupakan salah satu kawasan restorasi Rusa Jawa. Awalnya hutan ini
adalah kawasan tandus yang kemudian direboisasi oleh Fakultas Kehutanan UGM pada
tahun 1964. Kegiatan restorasi Rusa Jawa sendiri dimulai sejak tahun 2000 saat Unit
KSDA DIY mulai menempatkan 10 ekor Rusa Jawa yang terdiri dari 6 ekor jantan dan 4
ekor betina dari kebun binatang Gembira Loka, Yogyakarta dalam suatu penangkaran
(Satiawan, 2004).
Keberhasilan kegiatan restorasi dapat ditinjau dari 3 aspek penting yaitu populasi,
habitat, dan sosial masyarakat. Aspek populasi ditinjau dari jumlah individu yang ada di
dalam kawasan restorasi. Jumlah awal Rusa Jawa di Wanagama I saat penangkaran I
adalah 10 ekor (Satiawan, 2004). Kemudian menurut Ardi (2013), estimasi populasi rusa
di Hutan Pendidikan Wanagama I sebesar 8,6342 yang kemudian dibulatkan menjadi 9
individu Rusa Jawa. Terjadi penurunan populasi Rusa Jawa karena pada penelitian
sebelumnya pada tahun 2011 dan 2012, Rusa Jawa mempunyai estimasi populasi
sebanyak 21 ekor dan 19 ekor. Rusa Jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I
mengalami penurunan populasi tiap tahunnya.
Selain jumlah populasi, aspek habitat yang mencakup ruang, ketersedian pakan,
cover/naungan dan kondisi fisik habitat mempunyai pengaruh yang sama kuatnya dalam
keberhasilan restorasi di suatu kawasan. Menurut Djuwantoko (2003), Rusa Jawa
memiliki tipe habitat berupa hutan dataran terbuka, padang rumput dan savana dengan
ketinggian hingga 2.600 mdpl. Selain padang rumput, Rusa Jawa membutuhkan semak-
semak untuk berlindung, pepohonan untuk berteduh, dan ketersediaan air untuk
memenuhi kebutuhan minum. Rusa Jawa juga memanfaatkan kawasan dengan kerapatan
tumbuhan yang relatif tinggi seperti di sekitaran anak sungai. Ukuran home range rusa
berbeda-beda tergantung ketersediaan makanan, penutupan (cover ), air dan hal-hal
penting lainnya (Alikodra, 1990). Menurut penelitian Semiadi (1998), tingkat konsumsi
pakan harian Rusa Jawa adalah sebesar 2,79 kg/hari berat kering (11,6 – 27,9 kg per
hari). Hutan Wanagama I tersusun dari 169 jenis tumbuhan yang terbagi dalam 65 blok
tanaman. Di lokasi tersebut juga terdapat sumber air yaitu dari sungai Oyo.
Aspek sosial menjadi salah satu aspek penting dalam keberhasilan restorasi.
Masyarakat adalah subyek yang hidup di sekeliling kawasan restorasi. Dimana semua
kegiatannya akan banyak berhubungan dengan segala aspek yang ada dalam hutan. Tidak
jarang bahwa antara masyarakat sekitar hutan dan satwa di dalamnya akan mengalami
sebuah konflik. Adanya sebuah konflik akan menciptakan suatu tindakan yang akan
merugikan salah satu pihak.
Aspek sosial masyarakat menjadi salah satu aspek penting karena dampak negatif
dari upaya pelestarian satwa liar perlu segera diatasi dengan memperhatikan kepentingan
dan aspirasi masyarakat. Kondisi masyarakat sekitar kawasan restorasi pun harus
diperhatikan. Kondisi masyarakat di Hutan Wanagama 1 tergolong dalam lapisan sosial
bawah dengan tingkat pendidikan yang masih rendah dengan mata pencaharian sebagai
petani. Tingkatan emosional yang kuat antara pengelola kawasan hutan dengan
masyarakat sekitar merupakan suatu potensi besar untuk upaya pemberdayaan masyarakat
dalam mendukung pengelolaan kawasan. Dengan adanya dukungan dan partisipasi yang
besar dari masyarkat sekitar mampu mendukung upaya perbaikan habitat sehingga dapat
tercapainya suatu restorasi yang baik dan sesuai dengan tujuannya.
Tiga aspek tersebut mempunyai pengaruh yang kuat dalam keberhasilan atau
kegagalan suatu upaya restorasi. Informasi ketiganya sangat diperlukan untuk
pengembangan kawasan restorasi. Oleh sebab itu dibutuhkan informasi terbaru untuk
melihat keberhasilan pengelolaan restorasi di Hutan Wanagama dengan melihat dari
jumlah populasi, kondisi habitat, dan daya dukung sosial masyarakat untuk pengolahan
Rusa Jawa lebih baik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rusa Jawa adalah satwa dengan status konservasi Vulnerable menurut IUCN.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan usaha restorasi Rusa Jawa.
Hutan Wanagama I merupakah kawasan restorasi Rusa Jawa. Untuk mengetahui
keberhasilkan suatu restorasi dapat dilihat dengan 3 aspek penting yaitu jumlah
populasi, kondisi habitat dan aspek masyarakat di kawasan tersebut. Oleh karena itu
penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah sebagai berikut:
1. Berapa jumlah populasi Rusa Jawa di saat ini?
2. Bagimana kondisi habitat Rusa Jawa di Hutan Wanagama I?
3. Bagimana peran serta masyarakat sekitar Hutan Wanagama I terhadap restorasi
Rusa jawa?
4. Apakah Hutan Wanagama I layak dijadikan kawasan restorasi Rusa Jawa?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui data jumlah populasi individu Rusa Jawa di Hutan Wanagama I saat
ini
2. Mengetahui kondisi habitat Rusa Jawa di Hutan Wanagama I.
3. Mengetahui peran serta masyarakat sekitar Hutan Wanagama I terhadap restorasi
Rusa Jawa.
4. Mengetahui kelayakan Hutan Wanagama I sebagai kawasan restorasi Rusa Jawa.
4.3 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, Hutan Wanagama I dan
penelitian selanjutnya. Diharapkan dengan pengambilan data dan penyusunan proposal
penelitian ini, peneliti dapat menambah wawasan terkait manajemen satwa liar
khususnya restorasi Rusa Jawa. Diharapkan data hasil penelitian mampu memberi
informasi mengenai kelayakan Wanagama sebagai kawasan restorasi Rusa Jawa yang
dilihat dari perkiraan jumlah populasi, kondisi habitat dari Rusa Jawa dan persepsi
masyarakat yang ada sehingga hasil penelitian bisa menjadi pertimbangan dalam upaya
pengembangan Hutan Wanagama I sebagai hutan kawasan restorasi Rusa Jawa.
Diharapkan data penetian yang telah didapat dapat menjadi referensi baru untuk
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RUSA JAWA


2.1.1 Klasifikasi
Rusa Jawa (Rusa timorensis) adalah jenis rusa yang endemik di wilayah
pulau Jawa, Bali dan Timor (termasuk Timor Leste) di Indonesia. Hewan ini tersebar
pada daerah Irian Jaya, Kalimantan, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi,
Australia, dan Mauritius, Kaledonia Baru, Selandia Baru, Papua Nugini, dan
Reunion. Rusa Jawa merupakan hewan yang dilindungi karena terjadi penurunan
populasi yang dianggap sampai pada titik yang kritis, sehingga dikhawatirkan akan
mengalami kepunahan. Rusa Jawa termasuk satwa liar yang berkerabat dekat dengan
kancil dan kijang. Klasifikasi Rusa Jawa (Rusa timorensis) menurut Schroder (1976)
(dalam Nugroho, 1992) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Klas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Super Familia : Cervoidae
Familia : Cervidae
Genus : Rusa
Jenis : Rusa timorensis (Blainville, 1822)

2.1.2 Morfologi
Morfologi Rusa Jawa ditandai dengan warna kulit cokelat kemerah-merahan,
hidupnya berkelompok dan mempunyai daerah teritorial sendiri-sendiri. Rusa
jantan berwarna lebih gelap dan bulunya lebih kasar serta mempunyai tanduk yang
bercabang indah, dan umumnya berwarna coklat keabu-abuan sampai cokelat
gelap. Bobot badan dewasa dapat mencapai 60 kg, panjang badan berkisar antar
1,95 – 2,10 m, tinggi badan 1,00 – 1,10 m. Umur sapih 4 bulan, dewasa kelamin
betina terjadi pada umur 2 tahun 3 bulan dan umur tua sekitar 15 – 18 tahun. Lama
kebuntingan rusa antara 250 – 285 hari. Jumlah anak yang dilahirkan dari setiap
kali beranak pada umumnya berjumlah 2 ekor (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994).
2.1.3 Perilaku Rusa Jawa
Mukhtar (1996), menyatakan bahwa Rusa Jawa merupakan spesies yang
berkoloni, sehingga jarang ditemukan Rusa Jawa yang sendirian. Rusa Jawa sulit
didekati karena sangat sensitif terhadap ancaman bahaya. Bila merasa terancam,
rusa akan berdiri tegang sambil menatap lurus ke arah sumber ancaman sambil
menggerak-gerakkan telinganya yang besar ke depan dan belakang lalu
mengeluarkan suara lenguhan keras sebelum akhirnya lari dengan kencang.
Perilaku ini merupakan bentuk dari peringatan akan adanya bahaya sehingga rusa-
rusa yang lain menyadari bahaya tersebut dan dapat kabur.
Menurut Schroder (1976), Rusa Jawa umumnya berbiak pada bulan Juni
sampai September dan masa buntingnya sekitar sembilan bulan. Rusa betina
mencapai dewasa kelamin pada umur 7-9 bulan. Umur berbiak pertama (minimun
breeding age) adalah 15-18 bulan dan maksimum breeding age 15-18 tahun. Lama
menyusui anak rusa adalah 2-3 bulan dan paling lambat 5 bulan, sedangkan lama
kebuntingan Rusa Timor adalah 8-9 bulan dan jumlah rusa yang dilahirkan terdiri
dari 1-2 ekor namun pada umumnya satu ekor (PHPA, 1988 dalam Manggung,
1997).
Untuk melangsungkan hidupnya, rusa membutuhkan komponen-komponen
habitat seperti pakan, air, penutupan, dan ruang. Menurut Kwatrina dkk (2011)
tingkat konsumsi pakan Rusa Timor (Rusa timorensis) berdasarkan bobot basah
pakan adalah 6,4 kg/individu/hari atau 2.336 kg/individu/tahun. Menurut
Spaggiari (2006) perkiraan home range rata-rata Rusa Jawa adalah 33 ha, dengan
sedikit variasi musiman. Rata-rata konsumsi air pada Rusa Jawa jantan dewasa
sebanyak 3 liter/ekor/hari, sedangkan pada Rusa Jawa jantan remaja
mengkonsumsi air sebanyak 2,5 liter/ekor/hari. Semiadi dan Nugraha (2004)
mengatakan Rusa Timor yang ditangkarkan di kawasan Indonesia Timur
mengkonsumsi air sekitar 1,0 – 2,5 liter/hari, tetapi di alam dilaporkan Rusa
Timor mampu mengkonsumsi air hingga lima liter seharinya.
Perbedaan lokasi yang menjadi habitat bagi Rusa Jawa memengaruhi
variasi jenis pakan yang dikonsumsi oleh Rusa Jawa. Menurut Marcus (2006),
Rusa Jawa mengkonsumsi pakan berupa rumput teki (Cyprus rotundus),
Pennisetum purperum, Imperata cylindica, Brachiara, Cannarium globassa,
Eupatorium inulifolium, dan Calliandra callothyrsus. Pada Hutan Wanagama I
beberapa vegetasi yang menjadi pakan bagi Rusa Jawa antara lain, Kacang Tanah
(Arachis hypogaea), Ketela Pohon (Manihot utilisima), Patikan (Euphorbia
prostate), Ketela Rambat (Ipomoea Batata), Mlanding (Leucaena glauca),
Mahoni (Swietenia macrophylla), Lamuran (Polytrias amaura), Alang-Alang
(Imperata cylindrical), dan Wedusan (Ageratum conyzoides) (Purnomo, 2003).
Ketersediaan pakan pada suatu habitat menjamin kelestarian dari Rusa Jawa.

2.1.4 Status konservasi


Rusa Jawa merupakan hewan yang dilindungi menurut Undang-undang
Ordonasi dan Peraturan Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 No. 134 dan
266, karena penurunan populasi rusa sudah dianggap sampai pada titik kritis,
sehingga dikhawatirkan akan mengalami kepunahan.
Berdasarkan IUCN Red List, rusa di golongkan ke dalam Vulnerable
yaitu dalam kondisi rentan dari kepunahan. Sedangkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1999, rusa termasuk satwa liar yang dilindungi.
Dikarenakan memiliki daya adaptasi yang tinggi serta penyebaran yang luas
maka rusa sangat memungkinkan untuk dipelihara/ditangkarkan di seluruh
wilayah Indonesia.
2.2 HABITAT
Habitat berasal dari kata dalam bahasa Latin berarti menempati, adalah tempat
suatu spesies tinggal dan berkembang. Pada dasarnya, habitat adalah lingkungan paling
tidak lingkungan fisiknya di sekeliling populasi suatu spesies yang mempengaruhi dan
dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Menurut Clements dan Shelford (1939), habitat
adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies, atau populasi spesies atau
kelompok spesies atau komunitas.
Morrison (2002) mendefinisikan habitat sebagai sumber daya dan kondisi yang
ada di suatu kawasan yang berdampak ditempati oleh suatu spesies. Habitat merupakan
organisme spesifik: ini menghubungkan kehadiran spesies, populasi, atau individu (satwa
atau tumbuhan) dengan sebuah kawasan fisik dan karakteristik biologi. Habitat terdiri
lebih dari sekedar vegetasi atau struktur vegetasi, merupakan jumlah kebutuhan sumber
daya khusus suatu spesies. Dimanapun suatu organisme diberi sumber daya yang
berdampak pada kemampuan untuk bertahan hidup, itulah yang disebut dengan habitat.

Habitat suatu jenis satwa liar merupakan sistem yang terbentuk dari interaksi
antar komponen fisik dan biotik serta dapat mengendalikan kehidupan satwa liar yang
hidup di dalamnya (Alikodra, 1990).
Komponen habitat yang dapat mengendalikan kehidupan satwa liar (Shaw, 1985),
terdiri dari:

1. Pakan (food)
merupakan komponen habitat yang paling nyata dan setiap jenis satwa
mempunyai kesukaan yang berbeda dalam memilih pakannya.Sedangkan
ketersediaan pakan erat hubungannya dengan perubahan musim;
2. Pelindung (cover)
adalah segala tempat dalam habitat yang mampu memberikan perlindungan
bagi satwa dari cuaca dan predator, ataupun menyediakan kondisi yang lebih
baik dan menguntungkan bagi kelangsungan kehidupan satwa;
3. Air (water)
dibutuhkan oleh satwa dalam proses metabolisme dalam tubuh satwa.
Kebutuhan air bagi satwa bervariasi, tergantung air dan tidak tergantung air.
Ketersediaan air pada habitat akan dapat mengubah kondisi habitat, yang
secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh pada kehidupan
satwa;
4. Ruang (space)
dibutuhkan oleh individu-individu satwa untuk mendapatkan cukup pakan,
pelindung, air dan tempat untuk kawin. Besarnya ruang yang dibutuhkan
tergantung ukuran populasi, sementara itu populasi tergantung besarnya satwa,
jenis pakan, produktivitas dan keragaman habitat. Tipe habitat merupakan
komponen-komponen sejenis pada suatu habitat yang mendukung sekumpulan
jenis satwa liar untuk beraktivitas. Tipe habitat yang diperlukan suatu satwa di
identifikasi melalui pengamatan fungsi-fungsinya, misalnya untuk makan atau
bertelur. Satwa memilih habitat yang tersedia dan sesuai untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sedangkan struktur vegetasi
merupakan susunan vertikal dan distribusi spasial tumbuh-tumbuhan (vegetasi)
dalam suatu komunitas. Menurut Mueller, Dombois dan Ellenberg (1974),
struktur vegetasi berfungsi sebagai pengaturan ruang hidup suatu individu
dengan unsur utama adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan
tajuk.

Satwa liar dalam hidupnya memerlukan tempat-tempat yang dapat


dipergunakan untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain dan tempat
berkembang biak. Rusa mempunyai sifat mudah beradaptasi dengan lingkungan yang
baru. Tempat hidup rusa umumnya di daerah yang dekat dengan hutan dan pada
padang rumput/savana. Satwa ini memiliki indera penciuman dan pendengaran yang
tajam, sehingga mudah menghindarkan diri dari musuh yang akan memangsanya
(Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994).

Habitat Rusa Jawa adalah daerah yang kering, karena kebutuhan minumnya
yang sedikit dan jarang sekali ditemukan pada saat turun untuk minum walaupun
banyak sumber air di sekitar tempat hidupnya tersebut. Alikodra (1990) menyatakan
bahwa rusa adalah satwa liar yang memerlukan air setiap harinya untuk mandi atau
berkubang. Oleh karena itu, Rusa Jawa lebih banyak dijumpai di padang savana dan
sesekali mencari sumber air terdekat seperti sungai atau mata air untuk minum. Rusa
memerlukan tempat untuk berteduh dan bersembunyi, tempat untuk melindungi
dirinya dari panas dan hujan serta tempat untuk berlindung terhadap musuh. Bila
panas terik atau hujan, rusa berlindung di bawah pohon yang rindang berdaun lebat
atau dalam semak belukar. Selain berfungsi sebagai peneduh, pohon juga berfungsi
sebagai sumber makanan. Jenis pohon yang biasa ditanam adalah pohon nangka,
kesambi, sengon, petai, dan pinus.

2.3 RESTORASI

Restorasi adalah pengembalian suatu ekosistem atau habitat kepada struktur


komunitas, komplemen alami spesies, atau fungsi alami aslinya (Hobbs et al., 2007;
Laughlin et al., 2008; Ruiz-Jaen dan Aide, 2005; SERI, 2004). Menurut Gunawan
(2004), sebuah upaya restorasi memungkinkan pulihnya proses ekologi akan kembali,
serta ketahanan yang menjadi syarat berlangsungnya pemulihan sistem dapat tercapai.
Restorasi yang bertujuan konservasi mampu memastikan kembalinya seluruh proses
ekologis dan keragaman genetik (Field,2007).

2.4 HABITAT UNTUK RESTORASI

Guna mendukung kehidupannya, satwa liar membutuhkan satu kesatuan


kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya, baik makanan dan air.
Menurut Alikodra (1990), habitat merupakan kawasan yang terdiri dari berbagai
komponen baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan
sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar. Setiap satwa menempati
habitat sesuai dengan lingkungannya yang diperlukan untuk mendukung
kehidupannya dan setiap satwa liar menghendaki kondisi yang berbeda-beda. Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup satwa liar yaitu terdiri dari
makanan, air, temperatur, kelembaban, tekanan udara dan tempat berlindung maupun
kawin. Faktor ini secara keseluruhan berperan sebagai sistem yang berfungsi dalam
mengendalikan pertumbuhan populasi. Perubahan faktor pembatas (pakan dan air
pada musim kemarau) baik dari segi kualitas maupun kuantitas dapat mengubah daya
dukung lingkungannya. Dalam pembinaan habitat, faktor-faktor pembatas tersebut
harus diperhatikan fluktuasinya dan dipantau untuk menetapkan program-program
pengelolaan yang tepat (Alikodra, 1983).

2.5 POPULASI
Populasi diartikan sebagai suatu kumpulan kelompok makhluk hidup yang
sama spesies (atau kelompok lain individunya mampu bertukar informasi genetik),
yang mendiami suatu ruang khusus, yang memiliki berbagai karakteristik yang
walaupun paling baik digambarkan secara statistik, unik sebagai miliki kelompok dan
bukan karakteristik individu dalam kelompok itu (Odum, 1971).
Estimasi populasi adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan
perhitungan kepadatan suatu populasi. Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok
hewan dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan
luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan relatif dapat
dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis
yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relatif biasanya dinyatakan dalam
bentuk persentase. Perhitungan populasi baik untuk hewan maupun tumbuhan dapat
dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung, yaitu dengan
perkiraan besarnya populasi sedemikian rupa sesuai dengan sifat hewan atau
tumbuhan yang dapat dihitung. Misalnya, untuk hewan-hewan besar dapat dilakukan
dengan metode track count atau faecal count, sedangkan untuk hewan yang relatif
mudah ditangkap misalnya tikus, belalang dapat diperkirakan populasinya dengan
metode capture mark release recapture (Suin, 1989).
Menurut Ardi (2013), estimasi populasi rusa di Hutan Wanagama I sebesar
8,6342 yang kemudian dibulatkan menjadi 9 individu Rusa Jawa. Padahal terjadi
penurunan populasi Rusa Jawa karena pada penelitian sebelumnya pada tahun 2011
dan 2012. Rusa Jawa mempunyai estimasi populasi sebanyak 21 ekor dan 19 ekor.
Jadi Rusa Jawa di Hutan Wanagama I mengalami penurunan populasi tiap tahunnya.
2.6 FAECAL ANALISIS

Kotoran (faecal) adalah hasil akhir dari proses pencernaan yang dibuang
dengan proses defaksi. Pada beberapa satwa seperti badak jawa, kotoran digunakan
sebagai tanda wilayah jelajah aktivitasnya. Rusa Jawa memanfaatkan kotoran sebagai
tanda wilayah untuk kelompoknya (Shigeki, 1992).

Analisis kotoran digunakan untuk menduga pakan satwa berdasarkan


identifikasi mikroskopis pecahan epidermis dalam kotoran. Jenis tanaman diketahui
dengan perbandingan identifikasi pecahan epidermis dalam kotoran dengan epidermis
tanaman pembanding. Komposisi pakan satwa diketahui dengan analisis kuantitatif
dari jumlah dan ukuran fragmen epidermis. Analisis kuantitatif dilakukan dengan
modifikasi teknik penghitungan analisis vegetasi dan hasilnya adalah nilai penting
tiap jenis pakan (Bhadresa, 1987).

2.7 PERSEPSI MASYARAKAT


Menurut Langevelt (1966) dalam Harihanto (2001) persepsi sebagai
pandangan individu terhadap suatu obyek atau stimulus. Akibat adanya stimulus,
individu memberikan reaksi (respon) berupa penerimaan atau penolakan terhadap
stimulus tersebut. Persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu
terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap menurunnya kemauan dan
perasaan terhadap stimulus tersebut. Persepsi berhubungan dengan pendapat dan
penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap motivasi,
kemauan dan perasaan terhadap stimulus tersebut. Stimulus dapat berupa benda,
isyarat, informasi, maupun situasi dan kondisi tertentu. Dalam konteks persepsi
terhadap sumberdaya hutan dan kondisinya dapat berlaku sebagai stimulus yang dapat
menimbulkan persepsi pada individu yang melihat, mencium, dan merasakan.
Thoha (1998) dalam Harihanto (2001) mendefinisikan persepsi sebagai proses
kognitif yang bisa terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi tentang
lingkungan yang dapat diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan, maupun penciuman. Persepsi merupakan penafsiran untuk terhadap suatu
situasi, bukan merupakan suatu pencarian yang sebenarnya dari situasi tersebut.
Definisi ini secara implisit menyebutkan bahwa informasi dan situasi dapat berfungsi
sebagai stimulus bagi terbentuknya suatu persepsi, walaupun informasi tentang
lingkungan itu juga bisa berupa situasi tertentu (tidak harus berupa rangkaian kalimat
atau isyarat lain).
Menurut Calhoun dan Acocella (1990) persepsi yang kita kenal memiliki tiga
dimensi yang sama menandai konsep diri :
1. Pengetahuan : Apa yang kita ketahui (atau kita anggap tahu) tentang pribadi
lain wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif dan sebagainya.
2. Pengharapan : Gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan melakukan apa
yang dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan
melakukan apa.
3. Evaluasi : Kesimpulan kita tentang seseorang didasarkan pada bagaimana
seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi pengharapan
kita tentang dia).
Berdasarkan Ardi (2013) diketahui bahwa aspek sosial masyarakat yang
mendukung lebih dominan daripada masyarakat yang tidak mendukung. Dari hasil
yang didapat tersebut dapat diketahui bahwa dari aspek sosial kegiatan restorasi rusa
jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I telah mendapat dukungan.
2.8 SOSIAL MASYARAKAT
Upaya pelestarian satwaliar perlu memperhatikan aspek yang berpengaruh
pada kehidupan satwa liar. Aspek sosial merupakan aspek yang penting disamping
aspek biologis dan ekosistem. Interaksi satwa liar dengan masyarakat sekitar hutan
sudah tentu menjadi pertimbangan dalam pengelolaan satwa liar. Terdapat dampak
negative maupun positif dari kedua elemen satwa liar maupun masyarakat. Dampak
positif harus dipertahankan agar terjadi keseimbangan antara masyarakat dan satwa
liar. Sedangkan dampak negatif dari upaya pelestarian satwaliar perlu segera diatasi
dengan memperhatikan kepentingan aspirasi masyarakat. Di samping itu, masyarakat
juga perlu mendapat informasi tentang pentingnya pelestarian satwaliar dan manfaat
yang bisa didapatkan jika satwa tersebut dijaga kelestariannya (Suratini, 2004).
Keberadaan Rusa Jawa yang hidup liar dan berkembang secara alami di hutan
Pendidikan Wanagama I bagi sebagian masyarakat yang mempunyai tegalan dekat
dengan lokasi keberadaan Rusa Jawa merupakan gangguan yang merugikan. Rusa
Jawa telah merusak dan memakan tanaman pertanian masyarakat. Hal ini
diungkapkan oleh 26,32% responden yang menyatakan Rusa Jawa pernah merusak
tanaman pertanian mereka (Suratini, 2004). Menurut peneliitian Purnomo (2003),
areal penelitian masyarakat sekitar hutan Pendidikan Wanagama I juga menjadi lokasi
pemusatan aktivitas harian Rusa Jawa, Kelimpahan vegetasi pakan yang berupa
tanaman pertanian menyebabkan Rusa Jawa selalu menjelajahi lokasi ini.
Menurut Suratini, (2004) keberadaan rusa di areal yang berhubungan dengan
kegiatan manusia disebabkan oleh sifat Rusa Jawa yang sering berpindah-pindah
kesuatu tempat untuk mencari makanan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa rusa
sering berinteraksi bagi kehidupan manusia. Seperti kedatangan rusa di lahan
pertanian masyarakat untuk mencari pakan maupun untuk memenuhi kebutuhan
sumber airnya. Sehingga presepsi masyarakat penting diketahui untuk menentukan
pengelolaan rusa. Informasi dari masyarakat dapat dijadikan salah satu aspek studi
kelayakan restorasi rusa di kawasan hutan. Seperti hasil penelitian Suratini, (2004)
bahwa presepsi masyarakat menunjukkan hubungan positif dan negatif bagi
kehidupan rusa dan masyarakat.

Menurut Rakhmat (1998) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa


atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Persepsi berperan sebagai ranting penghubung antara kita dan
lingkungan kita dan berhubungan dengan kepedulian kita terhadap objek atau kondisi
sekitar. Menurut Atmoko (1987), ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi
yaitu:

1. Faktor pendidikan
Tingkat pendidikan formal maupun non formal yang dimiliki seseorang dapat
berpengaruh terhadap persepsinya. Pendidikan menyebabkan seseorang memiliki
kemauan bergerak lebih jauh untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Melalui
pendidikan memungkinkan terjadinya perubahan dalam gaya hidup, meningkatkan
komunikasi dan pandangan seseorang menjadi lebih luas.
2. Faktor komunikasi
Komunikasi dapat terjadi secara verbal maupun non verbal, dalam artian
bahwa komunikasi dapat melalui interaksi langsung secara tatap muka antara
komunikan dan komunikator tetapi dapat juga terjadi secara tidak langsung melalui
simbol-simbol seperti media cetak, radio, televisi, observasi lapangan, dan lainnya.
Intensitas komunikasi yang meningkat dapat menyebabkan keterbukaan
masyarakat terhadap inovasi baru.
3. Faktor sosial ekonomi
Seseorang yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi memiliki
kesempatan yang lebih besar dalam melakukan mobilitas sehingga memungkinkan
mereka mempunyai pengetahuan dan cakrawala berpikir yang lebih luas bila
dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memiliki kesempatan mengadakan
mobilitas dengan dunia luar.
4. Kepemimpinan
Peran pemimpin dalam pembangunan adalah sangat penting sebab
pemimpinlah yang mampu berkomunikasi untuk meyakinkan dan menerjemahkan
ide-ide pembangunan kepada rakyatnya.
i. Konflik
Seiring berjalannya waktu populasi Rusa Jawa (Cervus timorensis) terus
berkembang dan tersebar ke seluruh petak yang ada di Hutan Wanagama.
Populasi Rusa Jawa (Cervus timorensis) yang terus berkembang ini
menyebabkan beberapa masalah salah satunya konflik dengan masyarakat.
Masyarakat sering mengeluh akibat tanaman palawija yang mereka tanam
sering dirusak oleh Rusa Jawa (Cervus timorensis). Akibat dari rusa memakan
tanaman pertanian warga, ada sebagian warga yang pernah memburu rusa
jawa tersebut. Akibatnya berkurangnya populasi rusa jawa tersebut di dalam
hutan wanagama.
ii. Peran Masyarakat.

Masyarakat sekitar hutan mempunyai peranan dalam mendukung


restorasi rusa jawa di hutan wanagama. Salah satunya ialah mendukung
pengelolaan konservasi insitu yang ada di hutan wanagama 1. Dengan cara
tidak melakukan kegiatan pertanian di kawasan konservasi insitu untuk
menghindari konflik dan terganggunya habitat Rusa Jawa yang berada di
hutan wanagama satu serta tidak melakukan perburuan agar populasi dari rusa
jawa tersebut terus bertumbuh dengan pesat.

2.9 PERAN SERTA MASYARAKAT

Peran serta atau sering disebut sebagai partisipasi merupakan aktivitas


pengambilan bagian atau keterlibatan sesama individu masyarakat dalam suatu proses
pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Menurut Nasdian (2014)
bahwa partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri,
dibimbing oleh cara berpikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses
(lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif.
Demikian halnya, berdasarkan pada pengertian Uphoff et al. (1979) menyatakan
bahwa partisipasi adalah istilah deskriptif yang menunjukan keterlibatan sejumlah
besar orang dalam situasi atau tindakan yang mensejahterakan mereka.
Keterlibatan masyarakat dalam tahapan kegiatan yang disesebut juga sebagai
tahapan partisipasi, menurut Cohen dan Uphoff (1979) dalam Barlan (2011) yang
membagi ke dalam empat tahapan, yakni:
1) Tahap pengambilan keputusan (perencanaan), diwujudkan dengan
keikutsertaan masyarakat dalam rapat. Tahap pengambilan keputusan yang
dimaksud disini adalah proses perencanaan suatu kegiatan.
2) Tahapan pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam
pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud
nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu
partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan
bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek.
3) Tahap menikmati hasil, yang menjadi indikator keberhasilan partisipasi
masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu,
dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka
semakin besar manfaat proyek yang dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil
mengenai sasaran.
4) Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap
ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi
perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.
2.10 HUTAN WANAGAMA I
UGM telah lama menyadari perlunya konservasi hutan dengan cara melakukan
pola pembangunan daerah kritis. Hal itu dibuktikan dengan pembangunan Hutan
Wanagama I di Kabupaten Gunung Kidul pada tahun 1964. Sampai saat ini, Hutan
Wanagama I masih digunakan sebagai tempat praktik mahasiswa Fakultas Kehutanan
UGM. Di sana, mahasiswa dan dosen Fakultas Kehutanan UGM dapat bereksperimen
untuk menemukan cara terbaik mengonservasi hutan Indonesia dan membangun tanah
kritis.
Dalam perjalanannya, Wanagama telah dikembangkan sebagai sarana
pendidikan lingkungan dan rekreasi bagi masyarakat umum. Di sana tersedia hutan
yang luas, tanaman yang rimbun, sungai, air terjun, mata air, dan camping ground.
Hutan Wanagama I telah mulai dilengkapi dengan fasilitas penginapan, ruang sidang,
plot penelitian, sehingga merupakan tempat yang menarik untuk kegiatan seminar,
rapat kerja, outbound, dan rekreasi dengan biaya terjangkau.
Hutan Pendidikan Wanagama I merupakan hutan pendidikan yang dibangun
oleh Fakultas Kehutanan bekerjasama dengan Dinas Kehutanan DIY dan Pemerintah
Daerah Gunung Kidul. Saat pertama kali dibangun pada tahun 1964, Hutan
Wanagama I hanya seluas 10 ha kemudian meluas menjadi 599,9 ha pada tahun 1983.
Hutan Pendidikan Wanagama I merupakan salah satu bentuk hasil reboisasi yang
berhasil, dimana dahulunya merupakan kawasan bukit gundul berbatu menjadi hutan
yang heterogen. Dengan perkembangan keanekaragaman jenis-jenis vegetasi,
berpengaruh pada perilaku dan keanekaragaman satwa yang hidup dikawasan tersebut
sebagai habitatnya(Soesono dan Setyo dalam Suratini, 2004).
Pengelola Hutan Wanagama, menurut Ir. Sukirno Dwiasmoro, M.P., ditulis
pada www.ugm.ac.id (2012), mengemukakan Hutan Wanagama I telah menjadi
habitat bagi lebih dari 40 jenis fauna dan tidak kurang dari 1.000 flora. Hutan ini
memiliki lebih dari 5 mata air yang tidak kering sepanjang tahun dan telah
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar. Sebagai hutan pendidikan dan penelitian yang
memiliki lahan seluas 600 ha, dengan lebih dari 65 jenis kayu hutan dan ratusan herba.
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

3.1 LANDASAN TEORI


Restorasi adalah pengembalian atau pemulihan kepada keadaan semula,
dengan demikian restorasi rusa dapat diartikan sebagai pengembalian rusa pada suatu
kawasan yang dulunya pernah terdapat populasi rusa. Restorasi Rusa Jawa dilakukan
untuk mengkonservasi rusa jawa yang statusnya sebagai satwaliar dilindungi. Dalam
proses restorasi tersebut, terdapat tiga aspek penting yang akan memengaruhi jalannya
restorasi, yaitu aspek populasi, habitat, dan sosial masyarakat.
Populasi merupakan sekelompok individu yang sejenis atau sama spesiesnya.
Dalam aspek populasi ini dilakukan perhitungan estimasi jumlah Rusa Jawa di Hutan
Wanagama I sebagai tolak ukur kelayakan restorasi. Apabila estimasi populasi Rusa
Jawa yang sekarang lebih tinggi dari hasil tahun-tahun sebelumnya itu menandakan
bahwa aspek populasi sebagai bagian dari restorasi rusa jawa sudah layak.
Habitat merupakan sumberdaya, kondisi, maupun lingkungan fisik yang ada di
suatu kawasan dan berada di sekitar populasi. Pada aspek habitat perlu diketahui
komponen-komponen habitat di Hutan Wanagama I untuk menilai kelayakan restorasi
Rusa Jawa, komponen-komponen tersebut meliputi food, cover, water, dan space.
Jika komponen-komponen habitat di Hutan Wanagama telah memenuhi kebutuhan
sehari-hari populasi rusa jawa, maka aspek habitat Hutan Wanagama I dapat
dikatakan layak untuk restorasi Rusa Jawa.
Pada aspek sosial masyarakat perlu adanya peran serta masyarakat sebagai
dukungan terhadap restorasi Rusa Jawa (Rusa Jawaensis). Peran serta masyarakat
berhubungan dengan keikutsertaan masyarakat sekitar Hutan Wanagama I dalam
mendukung adanya kegiatan restorasi Rusa Jawa. Dalam konteks peran serta terhadap
restorasi Rusa Jawa dapat berlaku sebagai stimulus yang dapat menimbulkan
keinginan masyarakat untuk berkontribusi.
Dalam restorasi Rusa Jawa di Hutan Wanagama I untuk menghindari konflik
yang terjadi diperlukan peran serta masyarakat yang mendukung adanya restorasi
Rusa Jawa tersebut. Apabila peran serta masyarakat untuk mendukung adanya
restorasi Rusa Jawa lebih dominan daripada masyarakat yang tidak berperan serta
maka dapat diketahui bahwa upaya restorasi Rusa Jawa di Hutan Wanagama I telah
mendapat dukungan. Sebaliknya apabila aspek sosial masyarakat yang tidak berperan
mendukung lebih dominan daripada masyarakat yang mendukung maka dapat
diketahui bahwa upaya restorasi Rusa Jawa di Hutan Wanagama I tidak mendapat
dukungan dari masyarakat sekitar Hutan Wanagama I.

3.2 HIPOTESIS
1. Populasi Rusa Jawa di Hutan Wanagama I menurun.
2. Kondisi habitat Rusa Jawa di Hutan Wanagama I mendukung.
4. Masyarakat berperan serta dalam restorasi Rusa Jawa di Hutan Wanagama I.
5. Hutan Wanagama I layak sebagai kawasan restorasi Rusa Jawa.
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. LOKASI DAN WAKTU PENGAMATAN


Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Wanagama I, Kecamatan Payen dan
Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada
tanggal 5 – 6 November 2016.
4.2. ALAT DAN BAHAN
Alat yang dibutuhkan untuk pengambilan data populasi rusa jawa :
1. Rafia
2. Roll meter
Alat yang di butuhkan untuk pengambilan data biotik (pakan dan cover) :
1. GPS
2. Peta Wanagama I
3. Kompas
4. Alat tulis
5. Tallysheet
6. Parang
7. Kantong Plastik
8. Roll meter
9. Rafia
10. Label
11. Pita meter
12. Tabung okuler
13. Density board

Alat yang digunakan untuk pengambilan data komponen abiotik :

1. Roll meter
2. Klinometer
3. Thermohygrometer

Alat yang digunakan dalam pengambilan data sosial masyarakat :


1. Kuisioner
2. Alat dokumentasi
3. Alat tulis
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi yang terdapat di
lapangan, Rusa Jawa, kotoran Rusa Jawa, dan masyarakat sekitar Hutan Pendidikan
Wanagama I.
4.3. METODE PENGAMBILAN DATA
4.3.1. Data Estimasi Populasi Rusa Jawa
Pengambilan data estimasi populasi Rusa Jawa dilakukan dengan metode Pellet
count. Metode ini dilakukan dengan cara membuat petak pengamatan yang
berukuran 20 meter x 100 meter sebanyak minimal 3 plot pada area yang terdapat
tanda-tanda keberadaan rusa seperti jejak atau kotoran.

20 meter

100 meter

Gambar 1. Petak Pengamatan Pellet count

Dalam mengestimasi populasi Rusa Jawa, objek yang digunakan adalah


onggokan kotoran Rusa Jawa. Dari onggokan kotoran Rusa Jawa yang terdapat pada
plot, dihitung jumlah dan dicatat posisi timbunan kotoran Rusa Jawa tersebut
ditemukan. Pada pengamatan pertama, onggokan kotoran yang terdapat pada plot
dibersihkan agar data yang diambil tidak bias. Lalu pada pengamatan berikutnya
dilakukan perhitungan jumlah timbunan kotoran rusa jawa yang terdapat pada plot
pengamatan.

4.3.2 Data Karakteristik Habitat


4.3.2.1 Produktivitas Pakan
Pengambilan data produktivitas pakan dilakukan dengan membuat
Petak Ukur Permanen (PUP) berukuran 2 m x 2 m untuk tumbuhan bawah
tumbuhan bawah dan 1 m x 1 m untuk rumput. Penempatan PUP dilakukan
secara sistematis sampling, yakni tanda-tanda keberadaan Rusa Jawa menjadi
pertimbangan dalam menempatkan PUP. Kemudian tumbuhan bawah dan
rumput yang terdapat pada PUP diidentifikasi dan dicatat semua jenisnya.
2 meter

2 meter

1 meter

1 meter

Gambar 2. Petak Ukur Permanen Produktivitas Pakan

Pada pengamatan pertama rumput yang terdapat pada PUP dipanen


dan disisakan bagian pangkalnya ± 1 cm. Kemudian pada pengamatan
berikutnya (satu minggu) rumput yang terdapat pada PUP dipanen kembali
lalu ditimbang untuk mengetahui produksi biomassa.

4.3.2.2 Komposisi pakan


Untuk mengetahui komposisi makanan yang dikonsumsi oleh Rusa
Jawa digunakan metode faecal analysis. Faecal analysis menjadi metode yang
digunakan untuk mengevaluasi jenis pakan herbivora di segala kondisi
(Gill,1983). Storr (1961) menyatakan bahwa karakteristik sel dan jaringan
epidermis digunakan untuk mengidentifikasi pecahan-pecahan tumbuhan yang
masih bertahan setelah melalui proses kunyahan dan pencernaan.

4.3.2.3.Vegetasi Pelindung (Cover) dan Faktor Lingkungan Habitat


Satwa Liar

Data karakteristik habitat berupa pelindung atau cover dapat diukur


parameter-parameternya dengan menggunakan protocol sampling. Protocol
sampling dilakukan dengan membuat protocol plot. Protocol plot terdiri dari
titik yang dibuat berjumlah 20, dengan rincian 10 titik dari utara sampai
selatan dan 10 titik dari barat sampai timur dengan diameter sebesar 22,6
meter. Protocol plot ditempatkan secara sistematik.
U

B T
D : 22.6 meter

R : 11.3 meter

Gambar 3. Protocol plot

Dalam protocol plot dilakukan pengukuran penutupan tajuk dan


tumbuhan bawah yang diperoleh menggunakan tabung okuler. Pengambilan
data dilakukan dengan mengarahkan tabung okuler ke arah tutupan tajuk
dan tumbuhan bawah dari timur ke barat dan utara ke selatan. Apabila
terdapat tutupan tajuk ataupun tumbuhan bawah yang masuk dalam tabung
okuler, diberi tanda positif, apabila tidak ada tutupan tajuk atau pun
tumbuhan bawah yang masuk dalam tabung okuler diberi tanda negatif.

Gambar 4. Tabung Okuler


Volume dedaunan di bawah kanopi diperkirakan dengan menggunakan
density board. Density board dibagi menjadi empat interval ketinggian, 0-
0,3 m, 0,3-1 m, 1-2 m, dan 2-3 m, yang berdasar pada masing-masing
tingkatan semak yang rendah dan tinggi (Noon, 1981). Density Board yang
diletakkan pada empat arah mata angin yaitu utara, selatan, barat, dan timur
yang dilihat dari jarak 11,3 m atau di titik pusat petak ukur lingkaran.
Pengamat mencatat jumlah kotak tiap interval yang tertutup oleh daun
dengan luasan minimal penutupan sebesar 50% dari luasan kotak. Hal
tersebut dilakukan pada ke empat jalur pengamatan (sesuai arah mata
angin).

Gambar 5. Density Board

Dalam protocol plot juga dilakukan pengukuran faktor lingkungan


yang terdiri dari suhu, kelembaban dan kelerengan. Faktor suhu dan
kelembaban diukur menggunakan thermohygrometer. Sedangkan faktor
kelerengan diukur dengan menggunakan klinometer.

4.3.2.4 Data Struktur dan Komposisi Vegetasi


Untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi yang terdapat pada
Hutan Wanagama I digunakan metode plotless sampling. Plotless sampling
dilakukan dengan membuat lingkaran dengan diameter 22.6 meter yang
kemudian dibagi menjadi empat kuadran. Selanjutnya diukur jarak antara
pohon terdekat dengan titik pusat lingkaran. Pengukuran pohon dilakukan
berdasarkan kriteria dari S sampai dengan H.
U

II I

B T

III IV

Keterangan :
S = 3 ≤ dbh < 8 cm
A = 8 ≤ dbh < 15 cm
B = 15 ≤ dbh < 23 cm
C = 23 ≤ dbh < 38 cm
D = 38 ≤ dbh < 53 cm
E = 53 ≤ dbh < 69 cm
F = 69 ≤ dbh < 84 cm
G = 84 ≤ dbh < 102 cm
H = 102 ≤ dbh < seterusnya
Gambar 6. Plotless sampling

4.3.3 Data Peran Serta Masyarakat Terhadap Keberadaan Rusa Jawa di


Hutan Wanagama I
Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan Rusa Jawa
di Hutan Wanagama I dilakukan dengan menggunakan metode wawancara.
Wawancara dilakukan dengan tanya jawab kepada informan dengan acuan
pedoman wawancara yang telah disusun. Penentuan informan dilakukan
dengan cara purposive sampling. Profil responden yang akan diajukan berupa
umur, jenis kelamin, status kependudukan, tingkat pendidikan terakhir, dan
pekerjaan responden.

4.4 METODE ANALISIS DATA


4.4.1 Analisis Estimasi Populasi Rusa Jawa
Estimasi populasi Rusa Jawa dapat dilakukan dari hasil pengamatan
timbunan kotoran yang terdapat pada plot pellet count. Jumlah timbunan
kotoran Rusa Jawa yang ditemukan dalam pellet count dihitung untuk
kemudian dimasukkan ke dalam rumus yang digunakan untuk menghitung
estimasi populasi Rusa Jawa. Rumus yang digunakan untuk perhitungan
estimasi populasi Rusa Jawa sebagai berikut:

Keterangan :
P = Estimasi populasi
A = Luas areal pengamatan
p = Jumlah timbunan kotoran yang ditemukan
a = luas seluruh pellet count
d = rerata defaksi (defection rates)
t = waktu
4.4.2 Analisis Produktivitas Pakan
Produksi biomassa diperoleh setelah dua minggu dari pemanenan
kembali pada PUP. Kemudian ditimbang beratnya untuk mendapatkan berat
basahnya.
Langkah-langkah kerja dalam analisis kotoran rusa adalah sebagai
berikut :
a. Pengumpulan kotoran dicari di seluruh kawasan. Kotoran dikumpulkan
dalam keadaan basah dan diberi label. Untuk kotoran herbivora besar
(contoh: banteng) sebelum koleksi kotoran dibagi menjadi 6 bagian sama
rata, kemudian dari tiap bagian diambil secukupnya untuk sampel. Untuk
menghindari serangan jamur dan mikroba, kotoran dijemur di bawah
sinar matahari selama 3 hari. Setelah kering benar kotoran dioven dalam
laboratorium.

b. Pengumpulan tumbuhan pakan dengan tujuan identifikasi jenis dan


bahan referensi epidermis.

c. Analisis kotoran dilaksanakan dilaboratorium pengelolaan suaka alam


Fakultas Kehutanan UGM. Metode analisis kotoran yang digunakan oleh
metode pencernaan asam nitrat yang telah dikerjakan Storr tahun 1960.
Djoko (1992) menggunakannya untuk mengidentifikasi pemilihan pakan
Rusa Jawa.

Sedangkan untuk menganalisis kotoran dilakukan langkah-langkah


sebagai berikut :
a. Kotoran dipanaskan dalam open dengan suhu 70˚C selama 2 x 24 jam,
sehingga kering dan bebas dari cendawan pembusuk.
b. Kotoran yang telah kering ditumbuk sampai halus.
c. Kotoran yang telah halus ditimbang sebanyak 1,5 gram, kemudian
dimasukan kedalam tabung reaksi yang berisi 10 ml asam nitrat 10% dan
10 ml potassium kromat 10 %.
d. Tabung-tabung reaksi dipanaskan dalam air mendidih di atas kompor
listrik selama 10 sampai 15 menit sampai kutikula mengelupas dari sel
epidermis.
e. Setelah pemanasan tabung reaksi didinginkan, kemudian larutan
dinetralkan dengan aquadest.
f. Dalam 1 petredis diambil 10 ulangan secara random dengan
menggunakan pipet 0,25 ml.
g. Unit sampel dipindahkan diatas kaca preparat, ditetesi gliserin, dan
ditutup dengan gelas penutup (deck glass).
h. Preparat siap diamati dan merupakan preparat semi permanen.
Pembuatan referensi epidermis dilakukan di Laboratorium Satwa Liar
Fakultas Kehutanan UGM. Langkah kerjanya sebagai berikut :
a. Daun dipotong dengan ukuran 1 x 1 cm² (untuk daun dengan ukuran
besar).
b. Potongan daun dimasukkan ketabung reaksi yang berisi 100 ml asam
nitrat 10% dan 10 ml potassium kromat 10%.
c. Selanjutnya dilakukan analisis seperti sebelumnya pada sampel kotoran.
d. Preparat diletakkan diatas kaca preparat dan dikupas dibawah
mikroskop.
e. Pengupasan epidermis dengan bantuan jarum preparat berujung pipih
dan runcing.
f. Dibedakan kupasan epidermis atas dan epidermis bawah.
g. Kupasan dipindahkan diatas kaca preparat, ditetesi gliserin dan ditutup
dengan kaca penutup.
Untuk memperoleh produksi biomassa rumput dan semak seluruh areal
dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

P = Produksi biomassa seluruh kawasan


L = Luas seluruh kawasan
p = Produksi seluruh biomassa plot sampel
l = Luas seluruh plot sampel
Setelah diperoleh hasil produksi biomassa seluruh kawasan, kemudian
dihitung produktivitas rumput, dengan menggunakan rumus :

4.4.3 Analisis Vegetasi Pelindung (Cover) dan Faktor Lingkungan


Habitat Satwa Liar
Data pengukuran tutupan tajuk di analisis dengan membagi jumlah
titik pengamatan yang tertutup dengan total titik yang ada dikali dengan 100%
untuk memperoleh persentase pelindung (cover). Untuk mengetahui
ketersediaan air, diperoleh dari analisis variabel jarak kehadiran rusa dari
sumber air terdekat dengan cara deskriptif. Sedangkan untuk mengukur
ketersediaan ruang dilakukan dengan cara mengkalikan estimasi jumlah rusa
dengan homerange rusa jawa.

4.4.4 Analisis Data Peran Serta Masyarakat Terhadap Keberadaan Rusa


Jawa di Hutan Wanagama I
Analisis data peran serta masyarkat dilakukan secara deskriptif, yakni
dengan mengumpulkan dan menyusun data primer berupa kuisioner ke dalam
tabulasi data kemudian diprosentase, dianalisis secara deskriptif dan dibuat
interpretasi sehingga dapat diketahui peran masyarakat terhadap satwa dan
habitatnya.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL

5.1.1 Populasi Rusa Jawa

Luas hutan Wanagama 599,7 Ha, petak yang digunakan pada penelitian ini
yakni petak 5, 6, 7, 13, 14, dan 16. Dalam metode pellet count yang digunakan,
estimasi populasi dapat diketahui. Hasil estimasi populasi rusa di Wanagama I
sebanyak 4 ekor. Terdapat 2 petak yang ditemukan onggokan kotoran yaitu pada
petak 5 dan petak 6. Estimasi populasi dapat diketahui dengan cara mengalikan luasan
petak penelitian dengan jumlah onggokan kotoran rusa yang ditemukan. Kemudian,
dibagi interval pengamatan dikali defakasi rata-rata rusa perhari dan luasan plot
sampel.

Tabel 1. Jumlah onggokan dan pellet count Rusa Jawa di beberapa petak Hutan
Wanagama I
Petak Onggokan Pellet count
5 1 5
6 6 5
7 0 4
13 0 4
14 0 4
16 0 3
18 0 4

Estimasi populasi Rusa Jawa


P = Estimasi populasi
A = Luas areal pengamatan
p = Jumlah timbunan kotoran yang ditemukan
a = luas seluruh pellet count
t = waktu
d = rerata defaksi (defection rates)

Berdasarkan hasil estimasi populasi Rusa Jawa, terdapat 4 individu Rusa Jawa di
kawasan Hutan Wanagama I.

5.1.2. Habitat Rusa Jawa


a. Produktivitas Pakan

Tabel 2. Produktivitas rumput dan tumbuhan bawah


Biomassa Produktivitas pakan
Berat Berat
Jenis INP ton/ha/th
basah kering kg/ha ton/ha kg/ha/hari
n
Eleocharis 0.454959 908.7761 0.90877 64.91258
19.7 0.5 331.7033
ochrostachis 1 5 6 2
8.735213 1388.536 1.38853 99.18115
Pennisetum sp 30.1 9.6 506.8157
8 2 6 4
22.92993 281.2878
Cyperus sp 85.37 25.2 3938.03 3.93803 1437.381
6 6
1.637852 2929.303 2.92930 209.2359
Kalanjana 63.5 1.8 1069.196
6 8 4 9
0.159090 54.20365 0.05420 3.871689
Fam. Lamiaceae 4.7 0.175 19.78433
9 4 4 6
2.590909 0.07496 5.354464
Centrosema sp 6.5 2.85 74.9625 27.36131
1 3 3
8.045454 162.8992 0.16289 11.63566
Stachytarpheta sp 14.13 8.85 59.45824
5 8 9 3
5.550500 396.7246 0.39672 28.33747
Isachne globosa 8.6 6.1 144.8045
5 2 5 3
4.458598 341.3676 0.34136 24.38340
Imperata cylindrica 7.4 4.9 124.5992
7 9 8 7
Eupatorium 41.51769 0.04151 2.965549
3.6 0 0 15.15396
riporium 2 8 5
0.818181 96.87461 0.09687 6.919615
Fam. Discoreaceae 8.4 0.9 35.35923
8 5 5 4
18.45230 0.01845
Fam. Passifloraceae 1.6 0 0 1.318022 6.735092
8 2
11.63636 1729.903 1.72990 123.5645
Kerinyu 150 12.8 631.4149
4 8 4 6
2.545454 262.9453 0.26294 18.78181
Jarong 22.8 2.8 95.97507
5 8 5 3
0.454545 125.7063 0.12570 8.979024
Euphorbia sp 10.9 0.5 45.88282
5 5 6 7
2.090909 101.4876 0.10148 7.249120
Clitoria ternatea 8.8 2.3 37.04301
1 9 8 9
Mesosphaerum 0.818181 12.68596 0.01268 0.906140
1.1 0.9 4.630376
suaveolens 8 2 6 1
0.090909 84.18865 0.08418 6.013475
Katemas 7.3 0.1 30.72886
1 4 9 3

Dari hasil perhitungan didapatkan produktivitas biomassa rumput dan


tumbuhan bawah seluruh areal sebesar 12.66857 ton/tahun. Setelah diperoleh hasil
produksi biomassa seluruh kawasan, kemudian dihitung produktivitas rumput dan
tumbuhan bawah. Didapatkan hasil sebesar 4624.027 ton/ha/tahun.

b. Identifikasi pakan melalui analisis kotoran

Analisis kotoran (faecal analysis) digunakan untuk menduga pakan satwa


berdasarkan identifikasi mikroskopis pecahan epidermis dalam kotoran. Jenis
tanaman diketahui dengan perbandingan identifikasi pecahan epidermis dalam
kotoran dengan epidermis tanaman pembanding. Berdasarkan hasil analisis kotoran dan
epidermis yang dilakukan di Laboratorium Satwa Liar, diketahui bahwa jenis rumput
yang paling banyak dimakan adalah jenis kolonjono, fam Lamiaceae, Pennisetum sp,
Cyperus sp, fam Passifloraceae, Eleocharis ochrostachys , kerinyu.

c. Vegetasi Pelindung (Cover) dan Faktor Lingkungan Habitat Satwa Liar

Tabel 3. Struktur vegetasi, kepadatan semak, dan kerapatan vegetasi

Petak 5 7 18 14 6 16 13

S 32 17 81 113 21 4 57

A 41 17 34 251 22 3 112

B 32 11 36 299 7 14 154
C 17 9 18 131 6 8 23
Struktur
vegetasi D 8 3 4 46 2 13 6
(ind)
E 2 1 7 10 1 8 0

F 1 1 0 1 1 8 0

G 0 0 0 0 0 9 0

H 1 0 1 0 0 3 0
Kepadatan semak 2782,95 9267,45 3847,09 6898,63 6858,40 5014,74
1825,221
(ind/Ha) 3 3 9 2 7 9

7,44298 95,9649 63,8425 22,3863 2,77037 69,4444


0-30 cm 90,375
2 1 9 6 3 4

30-100 16,8377 88,2105 27,0833 1,21777 61,4583


Kerapatan 13,875 41,3625
cm 2 3 3 8 3
vegetasi
(%) 100-200 29,0087 82,3092 0,65388 20,1388
3 10,4375 5,25
cm 7 1 9 9

200-300 41,2543 73,1096 0,83333 0,49370 4,35185


0 0,570833
cm 9 5 3 4 2

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa cover (pelindung) untuk


penutupan tajuk sebesar 61,9318182 %, penutupan tumbuhan bawah sebesar
65,530303 %, volume daun 0-30 sebesar 50,3181 , volume daun 30-100 sebesar
35,7207 , volume daun 100-200 sebesar 21,5426, volume daun 200-300 sebesar
17,2305. Sedangkan struktur vegetasi yang ditemukan cukup bervariasi dari kelas
diameter pohon dari S sampai H bervariasi namun yang paling dominan adalah
kriteria diameter pohon kelas B sebesar 61,44 % dari total jumlah seluruh jenis kelas.

Tabel 4. Jarak petak dari sumber air terdekat


Petak 5 7 18 14 6 16 13
JDSA 383,4211 280,8947 201,9389 575,0455 171,4667 400,0556 299,9

Hutan Wanagama I khususnya petak 6 paling dekat dengan sumber air. Hal ini
dikarenakan terdapat Telaga Kemuning dan sebagian besar kawasan Hutan
Wanagama I dilalui oleh Sungai Oyo yang merupakan salah satu sumber air yang
mengalir sepanjang tahun walaupun saat musim kemarau datang sehingga dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air oleh Rusa Jawa (Rusa timorensis).

Tabel 5. Suhu dan kelembapan tiap petak


Petak 5 7 18 14 6 16 13
Min 25 21 25 22 27 26 26,5
Suhu
Max 37 39 31 37 33 32,5 35
Min 70 86 56 55 73,6 68,5 26
Kelembaban
Max 93 94 93 93 100 93 93
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh rentang suhu yang cukup
signifikan dari keseluruhan plot sampling. Suhu terendah mencapai 21 0C sedangkan
suhu tertinggi mencapai 39 0C, dan rata-rata suhu keseluruhan 24,64 0C. Untuk persen
kelembaban, nilai persen tertinggi mencapai 100%, dan terendah mencapai 26 %,
sedangkan rata-rata keseluruhan plot adalah 78,15 %.
Untuk kelerengan tempat, hasil pengukuran menunjukkan kelerengan yang
cukup bervariasi dari petak satu dengan petak lain, diperoleh kelerengan tertinggi 12,5
%, dan terendah -63,75 % .
Ruang yang dibutuhkan Rusa Jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I dapat
dihitung dengan cara besaran home range setiap individu rusa dikali dengan hasil
perhitungan estimasi populasi Rusa Jawa Ruang = 6 ha x 4 ekor = 24 ha.

Ruang yang disediakan di Hutan Pendidikaan Wanagama I dihitungan dengan cara


luas Wanagama dibagi dengan estimasi jumlah individu Rusa Jawa (Rusa timorensis)
yang ditemukan.
Ruang = Luas area : Estimasi jumlah individu
= 600 ha : 4 individu
= 150 individu/ha
5.1.3 Peran Serta Masyarakat
Gambar 7. Diagram pie peran serta masyarakat kawasan Hutan Wanagama I

Aktivitas apa yang sering


Anda lakukan di Hutan
Wanagama I? Bertani
12% Merumput
8% 1% 30% Merencek
Memancing
Lain-lain

49%
Aktivitas merumput adalah aktivitas yang paling sering dilakukan oleh warga.
Sebagian besar warga memiliki hewan ternak dan di Hutan Wanagama I terdapat berbagai
macam jenis pakan ternak. Sebanyak 30% masyarakat bertani, karena memiliki lahan
pertanian yang berada pada hutan.

Apakah Anda memiliki lahan


pertanian?

47%
Ya
53%
Tidak

Sebanyak 53% masyarakat memiliki lahan pertanian dan profesi terbanyak


adalah petani. Lahan pertanian terdiri dari lahan milik sendiri dan milik pemerintah
yang diurus oleh warga dengan timbal balik berupa merawat kayu putih.
Apa yang Anda lakukan ketika
melihat Rusa Jawa?

0% 16% Mengusir
39% Tidak peduli
Menangkap
45% Lain-lain

Sebanyak 45% masyarakat tidak peduli ketika melihat rusa. tidak peduli
berarti tidak melakukan hal apapun. Lain-lain disini adalah masyarakat hanya
mengamati, melihat, dan berteriak saja.

Bagaimana pendapat Anda


mengenai keberadaan Rusa Jawa?
11%

Mengganggu
47%
Tidak mengganggu
42% Kadang mengganggu

Sebanyak 47% berpendapat rusa mengganggu, 42% tidak mengganggu, dan


11% terkadang mengganggu. Mengganggu karena merusak lahan pertanian
masyarakat.
Jika mengganggu, bagaimana Rusa
Jawa mengganggu Anda?
0%

22% Merusak
pemandangan
0%
Merusak lahan
pertanian

78% Merusak perabotan


rumah
Lain-lain

Penyebab besar rusa dianggap mengganggu karena merusak lahan pertanian.


Lain-lain disini adalah rusa memakan tumbuhan di ladang.

Apakah Anda pernah berburu Rusa


Jawa?
2%

Pernah
Tidak pernah
98%

Dari 209 responden, sebanyak 4 responden pernah melakukan perburuan dan


sisanya tidak pernah melakukan perburuan.
Apakah Anda pernah melihat
perburuan Rusa Jawa?

Pernah
26%
Tidak
74% pernah

Sebanyak 74% masyarakat belum pernah melihat perburuan Rusa Jawa dan
26% pernah melihat perburuan.

Apakah Anda pernah memberi tahu


warga sekitar agar tidak berburu
Rusa?

33% Pernah
Tidak
67%

Sebagian besar masyarakat tidak pernah memberitahu pelarangan berburu


rusa. karena intensitas perburuan yang sangat rendah sehingga hal ini kurang
diperhatikan.
Apa yang Anda lakukan ketika
melihat perburuan Rusa Jawa?
10% Membiarkan

Menegur
34%
Melaporkan
40%
16% Tidak menjawab

Masyarakat akan melaporkan perburuan kepada pihak berwenang apabila


melihat perburuan. Sebanyak 34% hanya membiarkan saja, 16% akan menegur
kepada para pemburu, dan 10% tidak menjawab.

Apa yang Anda lakukan ketika


melihat Rusa Jawa keluar dari
kawasan Hutan Wanagama?
Dibiarkan saja

Dipelihara
44%
Dikonsumsi atau
55%
dijual
Dikembalikan ke
0%
kawasan
1%

Lima puluh lima persen masyarakat akan membiarkan saja ketika melihat rusa
di luar kawasan Wanagama. Hanya 44% warga yang berupaya untuk mengembalikan
ke kawasan.
Jika jumlah Rusa Jawa sangat
banyak, apa yang akan Anda
6% lakukan?
4% Dibiarkan saja

Diburu

90% Diambil untuk


diternak

Dari 168 responden, sebanyak 161 responden hanya akan membiarkan saja
rusa apabila populasi rusa sangat banyak. Tujuh orang akan memburu rusa tersebut
dan sepuluh orang akan diambil untuk ternak.

Apakah Anda tahu Hutan Wanagama


I digunakan sebagai restorasi Rusa
Jawa?

26% Tahu
74% Tidak tahu

Sebagian masyarakat mengetahui bahwa Wanagama menjadi kawasan


restorasi. Hal ini disebabkan oleh pernah dilakukannya sosialisasi/penyuluhan dari
pihak Wanagama mengenai program ini. Seperempat warga yang tidak mengetahui
hal ini dikarenakan sebagai pendatang baru.
Apakah Anda tahu Rusa Jawa hewan
yang dilindungi?

18%

Tahu
Tidak tahu
82%

Sebagian besar masyarakat mengetahui bahwa rusa adalah hewan yang


dilindungu. Hanya 38 responden yang tidak mengetahui hal ini.

Menurut Anda, bagaimana sebaiknya


pengelolaan Rusa Jawa di Wanagama?
Dijadikan fenomena wisata

24% 33%
Dijadikan objek penelitian
dan pendidikan
Dibantai habis
18%
Dibiarkan
25%
Lain-lain
0%

Masyarakat berpendapat bahwa sebagian besar menyetujui agar Rusa Jawa


dijadikan objek wisata dengan alasan menambah pendapatan. Terbanyak kedua setuju
agar dijadikan sebagai objek penelitian dan pendidikan. Lain-lain yaitu sebaiknya
ditangkarkan, dikandang, dititipkan di tempat penangkaran agar tidak mengganggu
warga (lahan pertanian). Kemudian, sebanyak 18% dari total responden setuju untuk
dibiarkan saja.
Menurut Anda, bagaimana Rusa Jawa
sebaiknya diperlakukan?
0% Dikurung saja, diberi makan

1% 18%
26% Dibatasi dengangn pagar antara
wilayah kawasan restorasi dan
wilayah masyarakat
Dibantai habis

55% Dilepas liarkan

Lima puluh persen dari total keseluruhan responden setuju agar dibuat pagar
antara kawasan restorasi dengan wilayah masyarakat. Hal ini disebabkan karena
masyarakat sebagian besar terganggu dengan kehadiran satwa yang merusak lahan
pertanian mereka.

Apakah Anda setuju dengan adanya


pelestarian Rusa Jawa?

9%
Setuju
Tidak

91%

Sembilan puluh satu persen masyarakat setuju dengan adanya pelestarian Rusa Jawa.
Apakah Anda bersedia bekerja sama dalam
pengelolaan restorasi Rusa Jawa?

28% Bersedia
Tidak bersedia
12% 60%
Ragu-ragu

Sebanyak dua belas persen responden tidak bersedia bekerja sama dalam
pengelolaan. Namun, masih banyak warga yang bersedia diajak untuk bekerja sama
asal ada timbale balik. Bagi warga yang ragu-ragu, dikarenakan belum pahamnya
mereka mengenai restorasi.

Apakah Anda setuju apabila dibuat


kelompok masyarakat yang
menangani Rusa Jawa?
7%

Setuju
Tidak setuju
93%

Karena sebagiian masyarakat bersedia untuk diajak bekerja sama dalam


pengelolaan restorasi, maka masyarakat yang setuju apabila dibuat kelompok
masyarakat pengelola Rusa Jawa juga mendominasi.
Seberapa sering Anda memasuki
kawasan Hutan Wanagama I?

8% Sering
Sedang
26% 49%
Jarang
Lain-lain
17%

Masyarakat banyak yang sering memasuki kawasan Hutan Wanagama I


karena sebagian lahan pertanian mereka berada di kawasan Wanagama dan sebagian
mencari pakan ternak.

Tindakan apa yang dilakukan untuk


mencegah perusakan yang dilakukan
Rusa Jawa?
0% 6%

Dibiarkan saja

34% Diberi pagar

60% Dibuat jebakan

Diburu

Sebagian besar masyarakat akan membiarkan saja perusakan yang dilakukan


Rusa Jawa. Hanya sebesar34% responden membangun pagar , terutama untuk
melindungi lahan pertanian mereka dari kerusakan.
5.2 PEMBAHASAN
5.2.1 Populasi Rusa Jawa
Keberhasilan kegiatan restorasi dapat ditinjau dari 3 aspek penting yaitu
populasi, habitat, dan sosial masyarakat. Aspek populasi ditinjau dari jumlah individu
yang ada di dalam kawasan restorasi. Rusa Jawa merupakan spesies yang berkoloni,
sehingga jarang ditemukan Rusa Jawa yang sendirian (Mukhtar, 1996). Hasil
perhitungan estimasi populasi didapatkan 4 ekor Rusa Jawa yang berada pada Hutan
Wanagama I pada petak 5, 6, 7, 13, 14, 16, dan 18. Jumlah awal Rusa Jawa saat
penangkaran 1 adalah 10 ekor (Satiawan, 2004). Berkurangnya jumlah Rusa Jawa
berdasarkan hasil estimasi dapat dimungkinkan karena adanya perburuan, kematian
alami, dan juga kekurangan kemampuan pengamat dalam pengambilan data.
Pada petak 5 dan 6 ditemukan onggokan. Petak 6 memiliki kondisi lingkungan
yang komplek dengan kerapatan vegetasinya tinggi dan kondisi kontur yang sedikit
terjal sehingga aktivitas manusia sangat sedikit dilakukan pada petak tersebut. Hal ini
dapat dijadikan salah satu penilaian kelayakan petak 6 sebagai habitat Rusa Jawa
karena semakin sedikit jumlah interaksi manusia, maka rusa semakin mampu bertahan
hidup dialamnya. Lokasi pada petak 5 dan petak 6 dekat dengan sumber air, yaitu
Sungai Oyo yang menjadi sumber minum bagi rusa. Selain itu, kedua petak ini
terdapat jenis pakan yang ditemukan pada feses rusa yaitu kerinyu, Pennisetum sp,
dan Lamiaceae sp. dengan laju produktivitas pakan yang cukup besar.
Sedangkan pada petak 7, 13, 14, 16, dan 18 tidak ditemukan onggokan.
Beberapa hal yang menyebabkan hal itu adalah kawasan yang dekat dengan manusia
membuat rusa menghindari daerah tersebut karena rusa sangat sensitif terhadap
ancaman. Persebaran dan daya jelajah Rusa Jawa yang meluas dan bebas
memungkinkan rusa untuk keluar dari kawasan Wanagama, penempatan pellet count
yang kurang tepat dan kurang teliti dalam menemukan onggokan.
5.2.2 Habitat
Aspek habitat yang baik memenuhi komponen berupa pakan (food), pelindung
(cover), air (water), dan ruang (space). Pada komponen pakan (food) dipengaruhi oleh
jenis dan jumlah vegetasi yang ada di hutan Wanagama I. Pakan penting untuk suatu
satwa karena pakan adalah kebutuhan yang harus dipenuhi untuk kelangsungan
hidupnya. Sesuai dengan yang dikatakan Syarief (1974) dalam Riyawati (1999)
bahwa Rusa dapat hidup di hutan primer maupun sekunder, menyukai daerah dengan
pohon-pohon rindang, mencari makan di areal terbuka seperti padang penggembalaan
dan pinggiran sungai yang secara umum biasanya rusa membutuhkan makanan 10%
dari berat badannya. Habitat yang memiliki sumber pakan yang mencukupi dan sesuai
akan membuat satwa lebih menyukai hidup di kawasan tersebut. Pada Hutan
Wanagama I produktivitas pakan 12.668,57 ton/tahun. Menurut Kwatrina dkk (2011)
tingkat konsumsi pakan Rusa Timor (Rusa timorensis) berdasarkan bobot basah pakan
adalah 6,4 kg/individu/hari atau 2.336 kg/individu/tahun. Sehingga produktivitas
pakan di Hutan Wanagama I sangatlah mencukupi.
Hasil analisis Laboratorium Satwa dan Managemen Satwa Liar terhadap
sampel kotoran dan epidermis diketahui bahwa dari 57 jenis pakan yang dianalisis
berdasarkan pada kotoran ditemukan 24 jenis rumput dan tumbuhan bawah yang
teridentifikasi, pakan yang paling dominan dimakan Rusa Jawa yaitu jenis kolonjono,
fam Lamiaceae, Pennisetum sp, Cyperus sp, fam Passifloraceae, Eleocharis
ochrostachys, dan kerinyu. Dari perhitungan, produktivitas pakan tertinggi ada pada
Cyperus sp. sebesar 281.28786 kg/hari. Ditinjau dari epidermis yang dianalisis pada
kotoran rusa menunjukkan kolonjono merupakan pakan yang sering dikonsumsi Rusa
Jawa. Nilai produktivitas pakan untuk kolonjono mencapai 52,335165 kg/hari. Hal
tersebut menggambarkan bahwa jenis pakan yang tersedia masih mencukupi
kebutuhan pakan Rusa Jawa, sesuai dengan ungkapan Garsetiasih (2007) yang
menyatakan bahwa kebutuhan pakan satu individu Rusa Jawa rata-rata per hari
mencapai 6 kg sehingga dapat dikatakan Hutan Pendidikan Wanagama I memiliki
produktivitas pakan yang masih bisa mencukupi kebutuhan rusa.
Pelindung (cover) sebagai komponen yang mempengaruhi habitat Rusa Jawa,
dibutuhkan untuk berlindung dari predator, cuaca dan tempat mencari pakan serta
memamah biak. Hutan Wanagama I mempunyai komposisi vegetasi dan karakteristik
vegetasi yang mampu melindungi aktivitas Rusa Jawa dengan meninjau presentase
penutupan tajuk sebesar 61,9318182 %, penutupan tumbuhan bawah sebesar
65,530303 %, dan kerapatan horizontal vegetasi sebesar 31,203 %. Hal ini sesuai
dengan literatur dari Djuwantoko (2003) bahwa rusa memanfaatkan kawasan dengan
penutupan dan kerapatan tumbuhan yang relatif tinggi seperti di sekitar sungai atau
anak sungai. Pengamatan struktur vegetasi di Hutan Pendidikan Wanagama I yang
menyatakan bahwa struktur yang cukup bervariasi dari kelas S (diameter antara lebih
dari 3 cm kurang dari 8 cm) sampai kelas H (diameter yang > 102 cm). Adapun kelas
komposisi vegetasi yang dominan yakni kelas A (8<dbh<15 cm) sebanyak 160, 94 .
Kemudian ada faktor abiotik yaitu suhu, kelembapan, dan kelerengan yang akan
berpengaruh terhadap vegetasi. Semakin rapat vegetasi penyusunnya maka intensitas
cahaya yang masuk semakin sedikit sehingga suhu dan kelembabannya rendah.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh rentang suhu terendah mencapai
21 0C sedangkan suhu tertinggi mencapai 39 0C, dan rata-rata suhu keseluruhan 24,64
0
C. Rusa mampu hidup pada suhu rata-rata ± 24.3 C dengan suhu maksimal 30 C dan
minimum 17 C (Jacon dan Wiryosoehanto, 1994). Data suhu yang didapatkan di
lapangan menunjukkan hasil yang cukup fluktuatif dikarenakan waktu pengambilan
data yang tidak sama, kelerengan tempat yang berbeda, dan kondisi cuaca yang tidak
menentu.
Untuk persen kelembaban, nilai persen tertinggi mencapai 100%, dan terendah
mencapai 26 %, sedangkan rata-rata keseluruhan plot adalah 78,15 %. Rusa juga
mampu hidup pada daerah yang lembab hingga sangat lembab. Adanya nilai
kelembaban yang tinggi (mencapai 100%) beberapa kali disebabkan karena ketika
pengambilan data sempat terjadi hujan sehingga hal tersebut memicu peningkatan
kadar air di udara.
Hutan Wanagama I memiliki topografi yang berbeda-beda pada setiap
petaknya. Kelerengan tertinggi 12,5 %, dan terendah -63,75 %. Menurut SK Menteri
Pertanian No. 375/Kpts/Um/11/1980 topografi tersebut termasuk ke landai. Rusa
Jawa dapat hidup dan berkembang biak di kawasan datar, landai hingga berbukit
sehingga hal ini mendukung kehidupan Rusa Jawa.
Komponen habitat selanjutnya berupa air (water). Pada Lokasi penelitian
(Hutan Wanagama I) terdapat banyak sumber air berupa Sungai Oyo, Danau
Kemuning, dan sungai-sungai kecil. Rusa Jawa memerlukan air untuk minum maupun
berkubang. Rusa dewasa membutuhkan air tidak kurang dari 3 liter per ekor
(Bheekee, 1999 dalam Setiawan, 2004). Sumber air utama adalah Sungai Oyo, karena
pada musim kemarau panjang tidak terjadi kekeringan. Keberadaan Sungai Oyo yang
melewati petak-petak di Hutan Pendidikan Wanagama I menggambarkan bahwa
kondisi habitat disini dapat menyediakan air yang cukup bagi Rusa Jawa.
Luas hutan Wanagama I sebesar 599,7 ha, menurut Alikodra (1990) daya
jelajah untuk satu ekor Rusa Jawa kurang lebih adalah 6 ha. Kebutuhan ruang untuk
estimasi populasi 4 ekor Rusa Jawa seluas 24 Ha. Ketersediaan ruang di Wanagama I
untuk 4 ekor Rusa Jawa yaitu 150 ha/individu. Dengan luasan hutan Wanagama I
yang begitu luas, kebutuhan ruang Rusa Jawa akan sangat terpenuhi.
5.2.3 Peran Serta Masyarakat
Sedangkan pengambilan data untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang
restorasi Rusa Jawa dilakukan dengan wawancara terstruktur, wawancara dilakukan
langsung berdasarkan kuisioner yang telah dibuat. Untuk menentuan kelayakan Hutan
Wanagama I sebagai tempat restorasi Rusa Jawa digunakan pengambilan data sosial
berdasar peran serta masyarakat terhadap restorasi Rusa Jawa di Hutan Wanagama I.
Masyarakat yang menjadi responden pada pengambilan data sosial dibagi dalam 5
Desa, yaitu Desa Kemuning, Desa Gading, Desa Banaran 1 dan 3, dan Desa Ngleri.
Pada masing-masing desa diambil sampel minimal sebanyak 30 responden.
Wawancara dilakukan di desa yang paling dekat dengan petak atau berada di dalam
Hutan Wanagama I.

Sebagian besar pekerjaan masyarakat di sekitar kawasan Hutan Wanagama I


adalah petani. Sebagian besar masyarakat menanam tanaman pertanian maupun
rumput untuk pakan ternak. Kepemilikan lahan yang dekat dari rumah warga menjadi
faktor pendukung untuk bertani. Tanaman yang biasanya ditanam oleh warga yaitu
tanaman palawija (jagung, kacang, bayung, cabai, ubi dll), pakan ternak (kalanjana,
kerinyu), dan tanaman kehutanan yaitu minyak kayu putih sebagai pohon yang harus
dirawat karena menggunakan lahan milik pemerintah. Pekerjaan tersebut membuat
interaksi masyarakat dengan hutan Wanagama semakin intens karena hampir setiap
hari sebagian masyarakat memasuki kawasan hutan untuk merumput, bertani,
merencek, dll. Merumput adalah kegiatan yang mendominasi warga ketika mereka
memasuki Wanagama.

Peran serta masyarakat berhubungan dengan keikutsertaan masyarakat sekitar


Hutan Wanagama I dalam mendukung adanya kegiatan restorasi Rusa Jawa. Dalam
konteks peran serta terhadap restorasi Rusa Jawa dapat berlaku sebagai stimulus yang
dapat menimbulkan keinginan masyarakat untuk berkontribusi.

Apabila warga ditanya mengenai apa yang akan dilakukan ketika melihat Rusa
Jawa, sebanyak 42% menyatakan tidak peduli. Maksud dari tidak peduli disini adalah
tidak melakukan hal apapun terhadap rusa. Kemudian, sebanyak 39% responden akan
mengusir. Hal lain yang akan dilakukan warga yaitu mengamati, dan akan berteriak
karena takut melihat rusa. Sama sekali tidak ada upaya untuk membunuh atau
memburu rusa. Mereka tidak melakukan hal itu karena sebagian besar warga sudah
tahu bahwa rusa adalah hewan yang dilindungi. Dari tindakan yang akan mereka
lakukan, maka dapat dikatakan ada upaya untuk melestarikan Rusa Jawa di kawasan
restorasi ini.

Sebagian besar warga menganggap bahwa keberadaan rusa mengganggu.


Perbedaan nilai dengan warga yang menganggap keberadaan rusa tidak mengganggu
sebesar 5%. Sebagian besar beranggapan seperti itu karena lahan pertanian mereka
dirusak akibat dimakannya tanaman pertanian seperti kacang, jagung, dan tanaman
palawija lainnya. Sehingga mereka merasa dirugikan dengan keberadaan rusa.

Namun ketika Rusa Jawa merusak tanaman pertanian warga, sebagian besar
dari mereka akan membiarkan rusa tersebut. Hanya sebagian kecil dari warga yang
akan menangkap rusa. Ini mencerminkan bahwa masyarakat tetap ada kepedulian
untuk tetap menjaga eksistensi rusa di kawasan Wanagama. Ketika Rusa Jawa
merusak lahan pertanian mereka, upaya yang dilakukan untuk melindungi lahan
pertanian adalah tidak ada. Warga hanya membiarkan lahan pertanian mereka terbuka
seperti itu. Hanya sebagian kecil warga yang akan memburu dan tidak ada upaya
warga untuk membuat perangkap rusa di sekitar lahan pertanian yang mereka miliki.
Hal ini dikarenakan akan ada tambahan modal apabila harus membuat pagar pada
wilayah pertanian mereka dan intensitas perusakan yang dilakukan oleh Rusa Jawa
sudah tidak terlalu intens melihat populasinya yang semakin menurun dari tahun ke
tahun.

Dalam hal perburuan sebanyak 98% warga tidak pernah melakukan perburuan
dan sisanya mengaku pernah berburu Rusa Jawa. Hal ini dapat dijadikan peran
masyarakat sekitar dalam mendukung kelayakan restorasi. Larangan dalam hal
perburuan sudah ada pada kawasan Wanagama, hanya 33% warga yang pernah
memberi tahu warga sekitar untuk tidak berburu rusa. Sisanya belum pernah
melakukan hal itu. Ini juga dampak dari adanya penyuluhan yang pernah diberikan
oleh pihak pengelola sendiri. Sebagian besar warga juga akan melaporkan kepada
pihak yang berwenang ketika melihat perburuan rusa dilakukan. Dan sebanyak 34%
dari seluruh responden hanya membiarkan kasus tersebut. Laporan kepada pihak
berwenang dapat mendukung pelestarian Rusa Jawa dan menjadi salah satu peran
masyarakat dalam mendukung upaya kelayakan rstorasi.

Sebagian besar warga hanya akan membiarkan rusa ketika mereka keluar dari
kawasan Hutan Wanagama I. Kepedulian masyarakat terhadap keberadaan rusa
memang masih kurang, karena sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa belum
ada manfaat yang diperoleh dari restorasi rusa. Namun, dari presentase responden
yang akan mengembalikan rusa ke kawasan restorasi sebanyak 46%.

Masyarakat beranggapan bahwa apabila populasi rusa melimpah jumlahnya,


90% warga akan membiarkan rusa tetap melimpah. Beberapa warga akan memburu
dan dimanfaatkan sebagai hewan ternak. Dari wawancara yang dilakukan, mereka
tetap membiarkan hal itu karena masih menganggap bahwa rusa adalah hewan liar
yang masih belum tahu manfaat dari keberadaan mereka di Hutan Wanagama I.

Penyuluhan yang telah diberikan, kedekatan mereka dengan wilayah restorasi,


maupun informasi yang mereka dapatkan dari orang lain mempresentasekan bahwa
lebih banyak warga yang mengetahui bahwa Rusa Jawa adalah hewan yang dilindungi
dan Hutan Wanagama sebagai kawasan restorasi. Pemahaman ini akan mendukung
Wanagama layak dijadikan sebagai tempat restorasi. Sehingga, upaya dilakukannya
pelesatarian Rusa Jawa sebanyak 98% sangat disetujui oleh warga. Mereka dapat
berperan serta dalam kesediaannya untuk diajak bekerja sama dalam pengelolaan
restorasi. Sebanyak 60% responden bersedia berkontribusi. Sebanyak 28% responden
ragu-ragu untuk berpartisipasi karena menganggap bahwa pelestarian bukanlah ranah
kerja mereka dan belum begitu paham mengenai restorasi. Sisanya, 12% mereka tidak
bersedia untuk diajak bekerja sama. Karena banyak yang mendominasi untuk siap
diajak berkeja sama dalam upaya pengelolaan restorasi, maka sebanyak 93% warga
setuju untuk dibuat kelompok masyarakat yang menangani Rusa Jawa. Bentuk
kontribusi yang akan mereka lakukan yaitu mendukung dan menjaga pelestarian rusa,
membuat kandang untuk rusa hidup, membentuk kelompok masyarakat peduli rusa,
tidak mengganggu rusa, tidak memburu, menegakkan hukum bagi yang memburu,
dan ikut memberikan saran dalam pengelolaan restorasi.

Perlakuan yang sebaiknya dilakukan terhadap rusa adalah dengan pemberian


pagar antara kawasan restorasi dengan wilayah masyarakat. Sebagian besar bahwa ini
adalah hal terbaik. Ini merupakan dampak dari gangguan rusa yang merusak lahan
pertanian mereka sehinga dengan adanya pagar antara kawasan restorasi dengan
wilayah masyarakat tidak akan ada gangguan lagi terhadap lahan pertanian mereka.
Kemudian sebanyak 26% warga setuju agar rusa dikurung dan diberi makan secara
rutin. Hal ini mencerminkan bahwa pengetahuan warga masih kurang, bukan restorasi
namanya bila rusa diperlakukan seperti di kebun binatang. Sebanyak 18% rusa
sebaiknya dilepasliarkan dan tidak ada yang setuju untuk rusa dibantai habis-habisan.

Mengenai bentuk pengelolaan restorasi rusa, didapatkan presentase hasil


terbanyak adalah rusa sebaiknya dikelola menjadi objek wisata. Dengan adanya
kegiatan wisata dapat menambah pendapatan masyarakt dan mereka merasa
diuntungkan dengan keberadaan rusa. Karena selama ini, sebagian besar masyarakat
belum merasakan manfaat dari adanya rusa di Hutan Wanagama I.

Namun, mereka tetap berupaya memberi dukungan pelestarian dilihat dari


beberapa kuisioner yang diajukan seperti tetap membiarakan Rusa Jawa bertahan
hidup walau lahan pertanian mereka pernah dirusak, tidak melakukan tindakan yang
mengancam keberadaan rusa ketika mereka melihat rusa, merasa tidak terganggu
dengan keberadaan rusa, sebagian warga yang tidak melakukan perburuan,
melaporkan kepada pihak berwenang ketika melihat perburuan rusa, tetap
membiarkan rusa hidup apabila populasi mereka banyak, mereka setuju dengan
pelestarian Rusa Jawa, dan siap berkontribusi dalam pengelolaan restorasi Rusa Jawa.
Beberapa hal diatas mampu menjadi hal yang kuat bahwa peran serta yang telah
dilakukan oleh masyarakat, mampu mendukung kawasan Hutan Wanagama I menjadi
tempat restorasi. Namun masih ada yang perlu diperbaiki terhadap masyarakat
sekitar. Yaitu dengan cara mendorong peran serta masyarakat untuk lebih aktif
dengan meningkatkan pemahaman pentingnya upaya restorasi dan pelestarian Rusa
Jawa.

5.3 PERTIMBANGAN KELAYAKAN


Tabel 6. Pertimbangan kelayakan Hutan Wanagama I sebagai kawasan restorasi
No Aspek Sub Komponen Keadaan Kelayakan Kesimpulan
1 Populasi Dari beberapa
-  Jumlah aspek tersebut
populasi rusa dapat
tiap tahun disimpulkan
selalu Tidak Layak bahwa Hutan
menurun. Wanagama I
 Pada tahun layak dijadikan
2013 sebagai tempat
diperkirakan restorasi Rusa
terdapat 9 Jawa.
ekor Rusa Penurunan
Jawa. populasi Rusa
 Ditemukan 4 Jawa dapat
ekor Rusa diakibatkan
Jawa. dari berbagai
2 Habitat hal seperti
Ruang Kebutuhan ruang kematian
setiap rusa 24 ha alami,
perburuan, atau
Tersedia 150 ha Layak penyebaran
untuk tiap rusa di diluar petak
Hutan Wanagama yang diteliti.
I
Suhu dan Rata-rata suhu
Kelembapan minimum dan
maksimum yaitu
25 C dan 35 C.
Rata-rata
kelembapan
maksimum dan
minimum yaitu
62% dan 94%.
Layak

Rusa mampu
hidup pada suhu
rata-rata ± 24.3 C
dengan suhu
maksimal 30 C
dan minimum 17
C. Rusa juga
mampu hidup
pada daerah yang
lembab hingga
sangat lembab.
Jarak dari sumber Jarak terdekat
air yaitu 171,47 m
dari Sungai Oyo.
Sungai Oyo
merupakan
sumber air yang
Layak
tersedia setiap
tahun.
Konsumsi air tiap
individu rusa
adalah 3
liter/individu.
Cover Penutupan tajuk
sebesar
61,9318182 %,
penutupan
tumbuhan bawah
sebesar
65,530303 %, dan
kerapatan
horizontal
Layak
vegetasi sebesar
31,203 %.
Rusa
memanfaatkan
kawasan dengan
penutupan dan
kerapatan
tumbuhan yang
relatif tinggi
seperti di sekitar
sungai atau anak
sungai.

Kelerengan . Kelerengan
tertinggi 12,5 %,
dan terendah -
63,75 %

Rusa Jawa dapat


hidup dan
berkembang biak
di kawasan datar,
landai hingga
berbukit sehingga
hal ini
mendukung
kehidupan Rusa
Jawa.

Produktivitas Pada Hutan


pakan Wanagama I
produktivitas
pakan 12.668,57
ton/tahun Layak

Kebutuhan pakan
rusa 2,4
ton/individu/tahun
Jenis pakan Jenis pakan yang Rusa Jawa
sering dimakan mengkonsumsi
Rusa Jawa di pakan berupa:
Hutan Wanagama  rumput teki
I yaitu (Cyprus
 Kolonjono rotundus)
 Lamiaceae  Pennisetum
 Penniserum purperum
sp.  Imperata
 Cyperus sp. cylindica
 Passifloraceae  Brachiara
 Eeleocharis  Cannarium
ochrostachys globassa
 Kerinyu  Eupatorium
inulifolium
 Calliandra
callothyrsus.
(Marcus, 2006)

Layak
3 Sosial
Peran serta Masyarakat
masyarakat berperan aktif
dalam upaya
restorasi Rusa
Jawa
Layak
Masyarakat mau
bermitra dalam
penyuksesan
restorasi Rusa
Jawa.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN
1. Terdapat individu Rusa Jawa di Hutan Wanagama I sebanyak 4 ekor
2. Dari aspek habitat, Hutan Wanagama I layak karena mampu menyediakan pakan,
air, ruang, dan pelindung
3. Masyarakat sekitar Hutan Wanagama I berperan aktif terhadap restorasi Rusa
Jawa.
4. Hutan Wanagama I layak sebagai kawasan restorasi Rusa Jawa.

6.2 SARAN
1. Dilakukan monitoring terhadap populasi dan habitat Rusa Jawa di Hutan
Wanagama I secara berkala.
2. Penyuluhan kepada masyarakat sekitar kawasan Hutan Wanagama I untuk
lebih meningkatkan pengetahuan dan kepedulian terhadap upaya restorasi Rusa
Jawa.
3. Bermitra dengan masyarakat sekitar kawasan Hutan Wanagama I untuk
menjaga populasi Rusa Jawa.
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 1983. Ekologi Banteng (Bos javanicus d’Alton) di Taman Nasional Ujung
Kulon [disertasi]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Alikodra, S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar, jilid I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Ardi, Bahtera. 2013. Studi Kelayakan Hutan Pendidikan Wanagama I Sebagai Tempat
Restorasi Rusa Jawa (Cervus timorensis).
Bennett AF. 1990. Habitat corridors and the conservation of small mammals in a
fragmented forest environment. Landscape Ecology 4
Bennett, A.F. (1998, 2003). Linkages in the Landscape: The Role of Corridors and
Connectivity in Wildlife Conservation. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge,
UK.
Bhadresa, R. 1987. Rabbit Grazing: Study in a Grassland Community Using Faecal Analysis
and Exclosure. Field Studies 6 (1987).657-684.
Calhoun dan Acocella. 1990. Psikologi Tentang penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan.
Edisi ketiga. Terjemahan. IKIP Semarang Press. Semarang.
Clements, Frederic E., and Victor E. Shelford. 1939. Bio-ecology. New York : John Wiley &
Sons.
Djuwantoko. 2003. Pemanfaatan RusaSecara Lestari. Makalah Seminar.Fakultas Kehutanan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Djuwantoko. 2003. Pemanfaatan Satwaliar di Hutan Tanaman Industri. Makalah Seminar
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Field, C.D. (Ed.), 1996. Restoration of Mangrove Ecosystems. International Society for
Mangrove Ecosystems, Okinawa, Japan.
Foead,N.1992.Studi Habitat dan Pakan Anoa Gunung di Taman Nasional Lore Hulu,
Sulawesi Tenggara. Fakultas Kehutanan UGM.Yogyakarta.Skripsi tidak
dipublikasikan.

Gill,et.al.1987.Fecal Analysis to Estimate Mule Deer Diets. The Journal of Wildlife


Management, Vol. 47, No. 4 (Oct., 1983), pp. 902-915.[Online]. Diakes pada
27 Oktober 2016.

Gunawan. 2004. Manfaat Hutan Mangrove. Universitas Sumatera Utara. Medan


Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat terhadap Air Sungai. [Disertasi].
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hedges, S., Duckworth, J.W., Timmins, R.J., Semiadi, G. & Priyono, A. 2008. Rusa
timorensis. Daftar Merah Spesies Terancam IUCN 2008. IUCN 2008. Diakses pada
25 Oktober 2016.
Hobbs R., J. A. Jentsch & M.T. Vicky. 2007. Restoration As a Process of Assembly and
Succession Mediated By Disturbance. In: Linking Restoration and Ecological
Succession. Springer. New York. pp.150-67.
Hoogerwerf, A. 1970. Ujung Kulon, The Land of The Last Javan Rhinoceros. EJ. Brill.
Leiden.
Janiawati, I.A., 2012. Laporan Praktikum Konservasi Fauna Langka Acara I Konservasi In
Situ. Lab. Satwa LiarBagian KSDH Fakultas KehutananUniversitas Gadjah
Mada.Yogyakarta.
Jacoeb, T.N. dan Wiryosuhanto, S.D. 1994. Prospek Budidaya Ternak Rusa. Kanisius,
Yogyakarta.
Juntti, T. M., dan M. A. Rumble. 2006. Arc Habitat Suitability Index Computer Sofware.
Gen. Tech.Rep. RMRS-GTR-180WWW. Ft. Collins, CO:U.S. Department of
Agriculture, Forest Service,Rocky Mountain Research Station.
Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lecis, R. dan K. Norris, 2004. Habitat Correlates of Distribution and Local Population
Decline of the Endemic Sardinian newt Euproctusplaycephalus Biological
Conservation, Vol. 115:303-317.
Manggung RER. 1997. Kajian Bio-Ekologi dan Ekonomi Usaha Penangkaran Rusa Jawa
(Cervus timorensis) dengan Sistem Setengah Terbuka. Skripsi. Bogor. Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
McNaughton dan Wolf. 1990. Ekologi Umum. Edisi Kedua. Gadjah MadaUniversity Press.
Yogyakarta.
Mcnaughton, S. J. dan Wolf, L. 1990. Ekologi Umum. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Morrison, M.L. 2002. Wildlife restoration: techniques for habitat analysis and animal
monitoring. Island Press, Washington, DC
Mueller-Dombois, D dan H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John
Wiley and Sons . New York
Mukhtar, A.S. (1996). Studi dinamika populasi rusa (Cervus timorensis de Blainville) dalam
menunjang manajemen Taman Buru Pulau Moyo, Propinsi Nusa Tenggara Barat
(Disertasi Sekolah Pascasarjana). Institut Pertanian Bogor. Bogor
Noon, B.R. 1981. The Distribution of An Avian Guild Along A Temperate Elevational
Gradient: The Importance and Expression Of Competation. Ecological monographs.
51:105-124.
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd. Philadelphia.
Osborne., P. E., J. C. Olonso, dan R. G. Bryant. 2001. Modelling Landscape-Scale Habitat
Use Using GIS and Remote Sensing: a Case Study with Great Bustard.
Journal of Applied Ecolpgy, Vol. 38:458-471
Purnomo, D.W. 2003. Studi Jenis Pakan dan Tingkat Kesukaannya
Pada Rusa Jawa (Cervus timorensisrussa Mull & Schl) di Wanagama I Gunung
Kidul.
Skripsi tidak dipublikasikan. FakultasKehutanan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Schroder TO. 1976. Deer in Indonesia. Agricultural University. Wageningen Nederlands,
Nature Concervation Department.
Setiawan, H. 2004. Studi Rusa Jawa (Cervustimorensis russa, Mull. & Schl) di Penangkaran
Rusa Stasiun Flora Fauna Bunder Kabupaten Gunung Kidul. Skripsi. Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Shaw, J. 1985. Introduction to Wildlife Management .McGraw-Hill Book Company. New
York.

STORR, G. M. 1961. Microscopic analysis of faeces, a technique for ascertaining the diet of
herbiv- orous mammals. Aust. J. Biol. Sci. 14
Suin. 1989. Estimasi Besarnya Populasi Serangga. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Supraptomo, Harun. 2006. Home Range dan Kelimpahan Rusa Jawa (Cervus timorensis) di
Wanagama I GunungKidul. Skripsi. Fakultas KehutananUniversitas Gadjah
Mada.Yogyakarta.
Suratini. 2004. Persepsi Masyarakat Sekitar Hutan Terhadap Keberadaan Rusa Jawa
(Cervus timorensis russa, Mull & Schl) di Hutan Wanagama I. Fakultas Kehutanan
UGM. Yogyakarta.
Subeno dan Purnomo. 2008. Seleksi Habitat Rusa Timor (Cervus timorensis) dan Faktor-
Faktor yang Mempengaruhinya di Kawasan Hutan Wanagama I dan Sekitarnya.Lap
oran Penelitian. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM). Yogyakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1
Tabel 7. Data Habitat Wanagma I

Petak 5 7 18 14 6 16 13
S 32 17 81 113 21 4 57
A 41 17 34 251 22 3 112
B 32 11 36 299 7 14 154
Kelas C 17 9 18 131 6 8 23
Diameter D 8 3 4 46 2 13 6
(ind) E 2 1 7 10 1 8 0
F 1 1 0 1 1 8 0
G 0 0 0 0 0 9 0
H 1 0 1 0 0 3 0
Kerapatan Semak
2782.95 9267.45 3847.1 6898.63 6858.41 5014.75 1825.22
(ind/Ha)
0-30 cm 7.44298 95.9649 63.8426 22.3864 2.77037 69.4444 90.375
30-100 cm 16.8377 88.2105 27.0833 13.875 1.21778 61.4583 41.3625
Kepadatan 100-200
29.0088 82.3092 3 10.4375 0.65389 20.1389 5.25
Vegetasi (%) cm
200-300
41.2544 73.1096 0.83333 0 0.4937 4.35185 0.57083
cm
Jumlah Pellet Count 5 4 4 4 5 3 4
Jumlah Onggokan 1 0 0 0 6 0 0
Min 25 21 25 22 27 26 26.5
Suhu
Max 37 39 31 37 33 32.5 35
Min 70 86 56 55 73.6 68.5 26
Kelembaban
Max 93 94 93 93 100 93 93
JDSA 383.421 280.895 201.939 575.045 171.467 400.056 299.9
Lampiran 2
Tabel 8. Identifikasi Jenis Pakan Rusa Jawa

NO GAMBAR FESES EPIDERMIS TUMBUHAN


Nusa Indah

Lamiaceae

Kolonjono

4
Pennisetum sp.

8
9
Lampiran 3

KUISIONER

1. Seberapa sering anda memasuki kawasan Hutan Wanagama I?


a. Sering
b. Sedang
c. Jarang
d. Lain-lain
2. Aktivitas apa yang sering Anda lakukan Hutan Wanagama I?

a. Bertani
b. Merumput
c. Merencek
d. Memancing
e. Lain-lain
3. Seberapa seringkah Anda melakukan pekerjaan di Hutan Wangama I?
a. Setiap hari
b. 6-4 hari dalam seminggu
c. 3-2 hari dalam seminggu
d. Lain-lain
4. Apakah Anda memiliki lahan pertanian?

a. Ya
b. Tidak
5. Jenis tanaman apakah yang ditanam?
6. Tindakan apa yg dilakukan untuk mencegah perusakan yg dilakukan Rusa Jawa?
a. Dibiarkan saja
b. Diberi pagar
c. Dibuat jebakan
d. Diburu
7. Apabila Rusa Jawa merusak tanaman pertanian di kawasan Hutan Wangama I, apa yang Anda
lakukan?
a. Membiarkan
b. Menangkap
c. Melapor ke pihak Wangama
d. Lain-lain
8. Apa yang Anda lakukan ketika melihat Rusa Jawa?
a. Mengusir
b. Tidak peduli
c. Menangkap
d. Lain-lain
9. Bagaimana pendapat Anda mengenai keberadaan Rusa Jawa?
a. Mengganggu
b. Tidak mengganggu
c. Kadang mengganggu
10. Jika mengganggu, bagaimana Rusa Jawa mengganggu Anda?
a. Merusak pemandangan
b. Merusak lahan pertanian
c. Merusak perabotan rumah
d. Lain-lain
11. Apakah Anda pernah berburu Rusa Jawa?
a. Pernah
b. Tidak pernah
12. Apakah Anda pernah melihat perburuan Rusa Jawa?
c. Pernah
d. Tidak pernah
13. Apakah Anda pernah memberitahu warga sekitar agar tidak berburu Rusa Jawa?
a. Pernah
b. Tidak
14. Apa yang Anda lakukan ketika melihat perburuan Rusa Jawa?
a. Membiarkan
b. Menegur
c. Melaporkan
d. Tidak menjawab
15. Apa yg Anda lakukan ketika melihat Rusa Jawa keluar dari kawasan Hutan
Wanagama I?
a. Dibiarkan saja
b. Dipelihara
c. Dikonsumsi atau dijual
d. Dikembalikan ke kawasan
16. Jika jumlah Rusa Jawa sangat banyak, apa yang akan Anda lakukan?
a. Dibiarkan saja
b. Diburu
c. Diambil untuk diternak
17. Apakah Anda tahu bahwa Hutan Wanagama I digunakan sebagai restorasi Rusa Jawa?

a. Tahu
b. Tidak tahu
18. Apakah Anda tahu bahwa Rusa Jawa hewan yang dilindungi?
a. Tahu
b. Tidak tahu
19. Menurut Anda, bagaimana sebaiknya pengelolaan Rusa Jawa di Hutan Wanagama I?
a. Dijadikan fenomena wisata
b. Dijadikan objek penelitian dan pendidikan
c. Dibantai habis
d. Dibiarkan
e. Lain-lain
20. Menurut Anda, bagaimana sebaiknya Rusa Jawa diperlakukan?
a. Dikurung saja, diberi makan
b. Dibatasi dengangn pagar antara wilayah kawasan restorasi dan wilayah masyarakat
c. Dibantai habis
d. Dilepas liarkan
e. Lain-lain
21. Apakah Anda setuju dengan adanya pelestarian Rusa Jawa?
a. Ya
b. Tidak
22. Apakah Anda bersedia bekerja sama dalam pengelolaan restorasi Rusa Jawa?
a. Bersedia
b. Tidak bersedia
23. Jika bersedia, bentuk kontribusi apa yang akan dilakukan?
24. Apakah anda setuju apabila dibuat kelompok masyarakat yang menangani Rusa Jawa?

a. Ya
b. Tidak

Anda mungkin juga menyukai