Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL)


DI UPT KPH WILAYAH KABUPATEN BELU

OLEH

YOSEPH BOLI
NIM. 172381250

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN


JURUSAN KEHUTANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI KUPANG
KUPANG
2020

i
LEMBAR PENGESAHAAN

Di Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung


Wilayah Kabupaten Belu

Yoseph Boli
172381250

Telah dipertahankan di Depan Komisi Penguji dan Pembimbing pada


Hari/tanggal:
Selasa,12 Januari 2021
Susunan Komisi Pembimbing dan Penguji

Menyetujui,

Pembimbing I

Yofris Puay, S.Hut., M.Sc


NIP: 19850712 299812 1 004

Pembimbing II

Emi Renoat, S.Pd., MA


NIP: 19850202 200812 2 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ketua Program Studi


Kehutanan Pengelolaan Hutan

Fabianus Ranta, S.Hut., M.Si Yudhistira Ora, S.Hut., G.Dip.For., M.For


NIP: 19710101 200112 1 002 NIP: 19780914 200312 2 003

ii
RINGKASAN

Hutan adalah suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuh-tumbuhan lebat


yang berisi antara lain pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur dan lain
sebagainya serta menempati daerah yang cukup luas. Hutan berfungsi sebagai
penampung karbon dioksida, habitat hewan, modulator arus hidrologika, dan pelestari
tanah serta merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting. Hutan
adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan
hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun
di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar (Arief A. 2001).
Tahun 2010 Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Kehutanan telah
mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
melalui penetapan wilayah KPH yang ma suk dalam wilayah Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Menteri Kehutanan menetapkan wilayah Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor : SK.591/Menhut-II/2010.
Berdasarkan surat keputusan tersebut KPH di wilayah Provinsi NTT memiliki
areal seluas 1.247.962 Ha yang terdiri dari KPHL Seluas 689.609 Ha dan KPHP
seluas 558.353 Ha. KPH Belu masuk dalam KPHL Unit XXII dengan luas 41.170 Ha
yang masih merupakan wilayah administrasi Kabupaten Belu sebelum berpisah
dengan Kabupaten Malaka. Luasan ini kemudian mengalami perubahan seiring
dengan berdirinya Kabupaten Malaka pada Tahun 2013 berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Malaka
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tahun 2017 wilayah KPH Belu resmi ditetapkan
berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No
SK.644/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Luas wilayah KPHL Unit XXII Belu berdasarkan SK Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut adalah ±37.668 hektar yang terdiri dari
Hutan Lindung seluas ±36.706 hektar dan Hutan Produksi seluas ±962 hektar.
Dalam praktek kerja lapang ini memuat 3 (tiga) bidang utama yaitu Bidang
Manajemen meliputi Inventarisasi hutan, Pemanfaatan kawasan hutan (Jasa
Lingkungan, Bidang Silvikultur meliputi Persemaian, Perlindungan Hutan,
Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta Perlindungan Hutan serta Patroli, Bidang
Teknologi Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu meliputi Industri Penggergajian, Porang,
mente serta Agroforestry.

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan rangkaian
kegiatan Praktek Kerja Lapang dilakukan selama 2 (dua) bulan yang berada di
UPT KPHL Kabupaten Belu dan dapat menyelesaikan penulisan laporan
Praktek Kerja Lapang ( PKL)
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini dapat diselesaikan dengan
baik karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini menulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Yofris Puay, S. Hut., M. dan Emi Renoat, S. Pd., MA selaku pembimbing I dan
II yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memeriksa dan
memberikan masukan untuk menyempurnakan laporan ini.
2. Pembimbing lapang UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
Kabupaten Belu yang telah meluangkan waktu untuk mendampingi penulis ±
dua bulan.
3. Bapak Petrus Genaing Ruing dan Ibu Martina Weda yang senantiasa
memberikan dorongan, mendoakan, membiayai penulis sejak perkuliahan
sampai terselesainya penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapang.
4. Kawan-kawan seangkatan program Studi Pengelolaan Hutan yang selalu
bersama-sama saling mendukung, saling berbagi selama kegiatan PKL sampai
pada selesainya penyusunan laporan.
5. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung
maupun tidak langsung, sehingga terselesaikannya penulisan laporan PKL ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu diharapkan adanya kritik dan saran
demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata semoga laporan ini dapat
memberikan informasi dan pengetahuan yang baik serta bermanfaat bagi setiap
pihak yang membutuhkannya.

Kupang, Januari 2021

Penulis

DAFTAR ISI

iv
COVER............................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAAN........................................................................... iii
RINGKASAN................................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Pendahuluan...................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................ 2
1.3 Manfaat.............................................................................................. 2
BAB II. GAMBARAN LOKASI................................................................... 3
2.1 Sejarah............................................................................................... 3
2.2 Letak, Luas dan Batas-Batas Wilayah............................................... 4
2.3 Keadaan Fisik Kawasan.................................................................... 4
2.3.1 Iklim...................................................................................... 4
2.3.2 Geologi dan Tanah................................................................ 5
2.3.3 kelerengan............................................................................. 6
2.3.4 Hidrologi Daerah Aliran Sungai........................................... 7
2.3.5 Ketinggian Tempat............................................................... 8
2.3.6 Aksesibilitas.......................................................................... 8
2.4 Potensi Folra dan Fauna.................................................................... 10
2.4.1 Flora...................................................................................... 11
2.4.2 Fauna dan Jasa Lingkungan.................................................. 11
2.5 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat................................................... 11
2.6 Sruktur Organisasi UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu.................. 12
BAB III. METODE PELAKSANAAN......................................................... 13
3.1 Waktu dan Tempat............................................................................ 13
3.2 Alat dan Bahan.................................................................................. 16
3.3 Metode Pengumpulan Data............................................................... 16
3.3.1 Data Primer........................................................................... 16
3.3.2 Data Sekunder....................................................................... 16
3.4 prosedur pelaksanaan........................................................................ 17
3.4.1 Bidang Manajemen Hutan.................................................... 17
3.4.2 Bidang Silvikultur................................................................. 18
3.4.3 Bidang Teknologi Hasil Hutan............................................. 18
3.5 Analisis Data..................................................................................... 19
3.5.1 Data Kualitatif....................................................................... 19
3.5.2 Data Kuantitatif..................................................................... 19
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 20
4.1 Bidang Manajemen Hutan................................................................. 20
4.1.1 Inventarisasi Hutan............................................................... 20
4.1.2 Pemanfaatan Kawasan (Jasling)........................................... 26
4.1.3 Agroforestry......................................................................... 28

v
4.2 Bidang Silvikultur............................................................................. 30
4.2.1 Persemaian............................................................................ 30
4.2.2 Perlindungan Hutan.............................................................. 32
4.2.3 Rehabilitasi Hutan dan Lahan............................................... 35
4.2.4 Patroli.................................................................................... 38
4.3 Bidang Teknologi Hasil Hutan.......................................................... 40
4.3.1 Hasil Hutan Kayu.................................................................. 40
4.3.2 Hasil Hutan Bukan Kayu...................................................... 43
BAB V. PENUTUP......................................................................................... 48
5.1 Kesimpulan........................................................................................ 48
5.2 Saran.................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 49

DAFTAR TABEL

vi
1. Kelas Aksesibilitas KPHL Unit XXII Belu............................................... 9
2. Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang di UPT KPH Wilayah Belu........ 13
3. Rekapitulasi Volume Pohon...................................................................... 23
4. Taksiran Jumlah Pohon............................................................................. 25
5. Data Penyelesaian Kasus Pidana Kehutanan............................................. 39
6. Alat Yang digunakan dalam pengolahan kayu.......................................... 41
7. Perhitungan Rendemen Kayu.................................................................... 42

DAFTAR GAMBAR

vii
1. Peta Jenis Tanah KPH Belu....................................................................... 6
2. Peta Kelerengan KPH Belu....................................................................... 7
3. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) KPH Unit XXII Belu.......................... 8
4. Peta Kelas Aksesibilitasi KPH Unit XXII Belu........................................ 10
5. Peta Inventarisasi....................................................................................... 21
6. Pengukuran Tinggi pohon dan Keliling Pohon......................................... 23
7. Pembuatan Lapak....................................................................................... 28
8. Lahan Agroforestry.................................................................................... 29
9. Papan Informasi......................................................................................... 31
10. Persemaian Mahoni................................................................................... 32
11. Peta Areal kebakaran Kawasan Hutan Produksi Udukama....................... 33
12. Pembuatan Sekat Bakar............................................................................. 34
13. Pemadaman Api......................................................................................... 35
14. Pembuatan Hidrogel.................................................................................. 36
15. Penggalian Lubang Tanam........................................................................ 37
16. Penanaman Anakan................................................................................... 38
17. Kayu Temuan............................................................................................. 40
18. Alat Pembelahan Log Kayu....................................................................... 42
19. Hasil Pengolahan Kayu.............................................................................. 43
20. Benih Porang............................................................................................. 44
21. Lokasi Penanaman Porang......................................................................... 45
22. Pemanenan Biji Mente............................................................................... 47

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tally Sheet Inventarisasi Hutan................................................................. 50

viii
2. Layout Industri Penggergajian................................................................... 57
3. Layout Persemaian.................................................................................... 58
4. Layout Rehabilitasi Hutan dan Lahan....................................................... 59
5. Tally Sheet Rendemen Penggergajian....................................................... 60

ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan adalah suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuh-tumbuhan lebat
yang berisi antara lain pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur dan lain
sebagainya serta menempati daerah yang cukup luas. Hutan berfungsi sebagai
penampung karbon dioksida, habitat hewan, modulator arus hidrologika, dan pelestari
tanah serta merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting. Hutan
adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan
hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun
di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar (Arief A. 2001).
Tahun 2010 Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Kehutanan telah
mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
melalui penetapan wilayah KPH yang ma suk dalam wilayah Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Menteri Kehutanan menetapkan wilayah Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor : SK.591/Menhut-II/2010.
Berdasarkan surat keputusan tersebut KPH di wilayah Provinsi NTT memiliki
areal seluas 1.247.962 Ha yang terdiri dari KPHL Seluas 689.609 Ha dan KPHP
seluas 558.353 Ha. KPH Belu masuk dalam KPHL Unit XXII dengan luas 41.170 Ha
yang masih merupakan wilayah administrasi Kabupaten Belu sebelum berpisah
dengan Kabupaten Malaka. Luasan ini kemudian mengalami perubahan seiring
dengan berdirinya Kabupaten Malaka pada Tahun 2013 berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Malaka
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tahun 2017 wilayah KPH Belu resmi ditetapkan
berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No
SK.644/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Luas wilayah KPHL Unit XXII Belu berdasarkan SK Menteri

1
Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut adalah ±37.668 hektar yang terdiri dari
Hutan Lindung seluas ±36.706 hektar dan Hutan Produksi seluas ±962 hektar.
Salah satu langkah awal yang harus dilaksanakan oleh KPH Belu yang baru
terbentuk ini adalah menyusun rencana kerja pengelolaan hutan jangka panjang pada
seluruh wilayah kerjanya. Rencana kerja yang sifatnya jangka panjang ini diharapkan
berlaku selama sepuluh tahun sebagai dasar acuan untuk menyusun rencana
pengelolaan hutan jangka pendek setiap tahun. Penyusunan rencana pengelolaan
hutan jangka panjang pada KPHL Unit XXII Belu ini juga sekaligus menjadi bahan
acuan bagi KPHL tersebut dalam perencanaan kegiatan operasional dan perencanaan
pencapaian target - target rencana pengelolaan hutan selama 10 tahun kedepan,
sehingga kegiatan yang dilaksanakan dapat terukur, terarah, efisien dan efektif
melalui koordinasi dan sinkronisasi dari multipihak.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah mengetahui
pengelolaan hutan di Kabupaten Belu dari aspek manajemen hutan, silvikultur, dan
teknologi hasil hutan.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) adalah
mengetahui pengelolahan hutan di Kabupaten Belu dari aspek manajemen hutan,
silvikultur, dan teknologi hasil hutan, dapat di laksanakan.

2
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI
2.1 Sejarah
Kawasan hutan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) selama ini telah
mengalami sekitar empat kali perubahan status. Pada periode sebelum tahun 1980,
berdasarkan data dan peta Hutan Register dan Penunju kan Parsial pada jaman
Pemerintah Hindia Belanda, kawasan hutan di Provinsi NTT ditetapkan seluas
1.252.511 ha dengan 188 Kelompok Hutan (KH). Selanjutnya, pada periode 1980-
1992, berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1967 tentang Kehutanan dan
Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), kawasan hutan NTT berubah menjadi
1.667.962 ha (170 KH). Pada periode 1992-1999, luas kawasan hutan NTT ini
berubah menjadi 1.808.981,27 ha melalui mekanisme Paduserasi Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi (RTRW) Provinsi -TGHK berdasarkan UU No. 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang dan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
menjadi dasar munculnya Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 423 Tahun
1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi NTT kembali merubah luas
kawasan hutan NTT menjadi 1.808.990 ha atau sekitar 38,20% dari luas daratan NTT
(Dinas Kehutanan Provinsi NTT, 2013).
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta fakta di lapangan dengan banyaknya
konflik di kawasan hutan dan pertimbangan perkembangan/pemekaran wilayah, pada
tahun 2013, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota/Propinsi mengusulkan perubahan
Kawasan Hutan dalam Review RTRW Provinsi dengan luas usulan 1.581.539,47 ha
atau sekitar 33,40% terhadap luas daratan NTT (Pemerintah Provinsi NTT, 2013).
Sesuai dengan penetapan KPHL dan KPHP pada Tahun 2010 melalui Keputusan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.591/Menhut-II/2010 tentang
Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam
penetapan tersebut KPH Belu masuk dalam KPHL Unit XXII dengan Luas 41.170 Ha

3
yang masih merupakan wilayah administrasi Kabupaten Belu sebelum berpisah
dengan Kabupaten Malaka. Luasan ini kemudian mengalami perubahan seiring
dengan berdirinya Kabupaten Malaka pada Tahun 2013 berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Malaka
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tahun 2017 Wilayah KPHL Unit XXII Belu
resmi ditetapkan berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No
SK.644/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Provinsi Nusa
Tenggara Timur.Luas wilayah KPHL Unit XXII Belu berdasarkan SK Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah ±37.668 hektar yang terdiri dari Hutan
Lindung seluas ±36.706 hektar dan Hutan Produksi seluas ±962 hektar.
2.2 Letak, Luas dan Batas-Batas Wilayah
Wilayah KPH Belu secara geografis terletak antara 124° 48' 49,35" - 125° 6'
28,00" Bujur Timur dan 8° 57' 27,60" - 9° 23' 35,98" Lintang Selatan. Adapun secara
administrative kepemerintahan KPHL Unit XXII Belu masuk dalam 10 (sepuluh) wil
ayah kecamatan Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas wilayah
KPHL Unit XXII Belu berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No SK.644/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017 tentang Penetapan Wilayah Kesatun
Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Provinsi Nusa
Tenggara Timur adalah 37.667,55 hektar yang terdiri dari Hutan Lindung seluas
36.706,02 hektar dan Hutan Produksi seluas 961,52 hektar.
2.3 Keadaan Fisik Kawasan
2.3.1 Iklim
Wilayah Kabupaten Belu dipengaruhi oleh iklim tropis yang merupakan
iklim khas Pulau Timor yang sering disebut iklim semi arid atau semi
ringkai.Pada wilayah ini terdapat perbedaan yang cukup menyolok antara
musim hujan dan musim kemarau.Rata-rata hujan turun dalam tiga sampai
empat bulan dan musim kemarau dalam delapan sampai sembilan bulan. Ciri
lain dari wilayah semi arid adalah curah hujan yang sangat tinggi di musim

4
hujan sehingga menyebabkan tingginya potensi untuk terjadi banjir dan tanah
longsor.
Wilayah Kabupaten Belu memiliki temperatur rata-rata 27,6 °C dengan
interval suhu 21,5 - 33,7 °C. Rata - rata curah hujan di wilayah Kabupaten Belu
antara 15,1-2699,1 mm/bln. Curah hujan terendah(126 mm/thn) berada di
wilayah Kecamatan Kakuluk Mesak sedangkan curah hujan tertinggi (43.190
mm/thn) terdapat di Kecamatan Raihat. Curah hujan untuk areal yang masuk
dalam wilayah KPHL Unit XXII Belu secara umum memiliki kisaran tahunan
antara 400 mm – 3.500 mm. Data curah hujan ini mengindikasikan bahwa
jumlah curah hujan dan banyaknya curah hujan di KPHL Unit XXII Belu relatif
bervariasi antara bulan yang satu dengan bulan yang lainnya.
2.3.2 Geologi dan Tanah
Kondisi geologi wilayah KPHL Unit XXII Belu berdasarkan Peta
Geologi yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
didominasi formasi batuan Lempung (39,28%) dan Marl; Batu Gamping;
Serpih (21,39%), dari keseluruhan luas wilayah KPH.
Jenis tanah yang mendominasi di wilayah KPHL Unit XXII Belu
berdasarkan Peta Jenis Tanah Tinjau Indonesia (1965) yang dikeluarkan oleh
lembaga penelitian Tanah Bogor adalah kambisol yang terdiri dari Kambisol
Ustik (47,38%), Kambisol Distrik (18,60%) dan Kambisol Eutrik (17,29%).
Jenis Tanah Kambisol ini mempunyai tingkat perkembangan belum lanjut.
Horisonisasi dan struktur tanah sudah menampakkan arah yang agak jelas, yaitu
berbentuk gumpal membulat, atau gumpal bersudut tetapi lemah. Teksturnya
dari agak halus sampai halus. Padapengamatan penampang profil dijumpai
adanya horison penciri, yaitu horison kambik. Pada beberapa satuan lahan ada
yang menunjukkan satu lapisan tanah dengan kandungan bahan organik tinggi
atau humic (dicirikan dengan warna tanah yang gelap/hitam dan berat jenisnya
relatif lebih ringan dibanding dengan tanah mineral umumnya) dan dibeberapa
lokasi ditunjang dengan adanya epipedon mollik. Permeabilitasnya agak
lambatsampaisedang. Ketebalan solumnya bervariasi dari 30 cm sampai 90 cm.

5
Gambar 1. Peta Jenis Tanah KPH Belu

2.3.3 Kelerengan
Hasil analisis data terhadap kondisi topografi di wilayah KPHL Unit
XXII Belu menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah KPHL Unit XXII Belu
memiliki topografi agak curam atau kelas lereng 15-25% sebanyak 41,98% dari
total luas wilayah KPH. Kondisi topografi landai dan curam menempati areal
terluas kedua dan ketiga masing-masing dengan luas 9.105,91 Ha (24,17%) dan
6.395,65 Ha (16,98%) dari total wilayah KPH.

6
Gambar 2. Peta Kelerengan KPH Belu

2.3.4 Hidrologi Daerah Aliran Sungai


Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang
menerima, menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkan
ke laut atau danau melalui satu sungai utama. Dengan demikian suatu DAS
akan dipisahkan dari wilayah DAS lain di sekitarnya oleh batas alam
(topografi) berupa punggung bukit atau gunung. Seluruh wilayah daratan habis
berbagi ke dalam unit-unit Daerah Aliran Sungai (DAS).Wilayah KPHL Unit
XXII Belu masuk dalam wilayah kerja BPDASHL Benain Noelmina.

7
Gambar 3. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) KPHL Unit XXII Belu

2.3.5 Ketinggian Tempat


Ketinggian(elevasi atau altitude) adalah posisi vertikal (ketinggian) suatu
objek dari suatu titik tertentu (datum). Menurut para ahli, kondisi iklim suatu
wilayah dan pertumbuhan suatu jenis tanaman banyak dipengaruhi oleh
ketinggian tempat.Berdasarkan hasil analisis peta topografi wilayah, kawasan
hutan KPHL Unit XXII Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur terletak pada
ketinggian 0 mdpl sampai dengan 1600 mdpl. Wilayah KPHL Unit XXII Belu
sebagian besar (61,66%) berada pada ketinggian tempat 400 mdpl sampai
dengan 800 mdpl. Wilayah dengan ketinggian tempat tersebut menyebar pada
semua fungsi kawasan yang ada di KPHL Unit XXII Belu. Wilayah Hutan
Lindung yang terletak pada ketinggian tempat 400 mdpl – 800 mdpl adalah
seluas 22.562,47 hektar, dan Hutan Produksi seluas 662,74 hektar.

8
2.3.6 Aksesibilitas
Wilayah KPHL Unit XXII Belu yang tersebar di tersebar 10 kecamatan
sebagian sudah memiliki akses yang cukup baik. Akses menuju lokasi KPHL
dapat dijangkau melalui angkutan darat dengan kondisi bervariasi mulai dari
jalan aspal sampai dengan jalan perkerasan dan jalan setapak.Semua kawasan
hutan di dalam wilayah pengelolaan KPHL Unit XXII Belu hampir sebagian
besar sudah tersedia jalan setapak.Kelas aksesibilitas wilayah KPHL Unit XXII
Belu secara rinci disajikan pada Tabel 3.
Tabel 1. Kelas Aksesibilitas KPHL Unit XXII Belu
No Kelas Aksesbilitas Kecamatan Luas (Ha) Persen
(%)
Kakuluk Mesak, Lamaknen,
1. Rendah Lamaknen Selatan, Lasiolat, 6.974,21 18,52
Nanaet Duabesi, Raimanek,
Tasifeto Barat, Tasifeto
Timur
Atambua Barat, Atambua
2. Sedang Selatan, Kakuluk Mesak, 8.250,31 21,90
Lamaknen, Lamaknen
Selatan, Nanaet Duabesi,
Raimanek, Tasifeto Barat,
Tasifeto Timur
Atambua Barat, Atambua
Selatan, Kakuluk Mesak,
3. Tinggi Lamaknen, Lamaknen 22.443,03 59,58
Selatan, Lasiolat, Nanaet
Duabesi, Raimanuk, Tasifeto
Barat, Tasifeto Timur

Sumber : Hasil Analisis Data Tahun 2019

9
Gambar 4. Peta Kelas Aksesibilitas KPHL Unit XXII Belu

2.4 Potensi Flora dan Fauna


2.4.1 Flora
Potensi kayu KPHL Unit XXII Belu diperoleh dari hasil inventarisasi
pada dua wilayah kelompok hutan KPHL Unit XXII Belu yaitu Kelompok
Hutan Bifemnasi Sonmahole dan Kelompok Hutan Lakaan Mandeu. Hasil
inventarisasi ini menunjukkan bahwa jenis-jenis pohon yang ditemukan di
wilayah KPHL Unit XXII Belu antara lain adalah: Jati (Tectona grandis),
Mahoni (Swietenia mahagoni), Kemiri (Aleurites moluccana), Asam
(Tamarandus indica), Johar (Senna siamea), Kesambi (Schleira oleosa) dan
Faloak (Sterculia quadrifida). Hasil invenarisasi hutan KPHL Unit XXII Belu
beserta lokasi pengambilan data menunjukkan bahwa potensi kayu pada

10
wilayah Kelompok Hutan Bifemnasi Sonmahole (6,164 m3/ha) lebih kecil dari
potensi kayu pada wilayah Kelompok Hutan Lakaan Mandeu (8,594 m3/ha).
Hasil hutan non kayu di wilayah KPHL Unit XXII Belu yang ditemukan
antara lain adalah kemiri (Aleurites molucana), pinang (Areca spp), jambu
mente (Anacardium occidentale) dan asam (Tamarindus indica). Data Badan
Pusat Statistik Kabupaten Belu Tahun 2018 menunjukkan bahwa jumlah
produksi hasil hutan bukan kayu Kabupaten Belu yang sebagian besar
diperoleh dari wilayah KPHL Unit XXII Belu yang selama ini sudah
dikumpulkan masyarakat adalah asam (Tamarindus indica), kemiri (Aleurites
molucana)dan jambu mente (Anacardium occidentale). Selain itu data statistik
Kabupaten Belu juga menunjukkan bahwa masyarakat yang bermukim di
sekitar kawasan hutan juga sudah mengembangkan tanaman Jambu Mete
sebagai salah satu jenis yang bisa dikembangkan pada wilayah KPHL Unit
XXII Belu.
2.4.2 Fauna dan Jasa Lingkungan
Berdasar informasi dari masyarakat setempat jenis satwa yang terdapat di
wilayah yang diinventarisasi adalah ayam hutan (Gallus sp), tokek (Gekko
gecko), nuri/perkicii (Loriini sp), tekukur (Spilopelia chinensis), sanca timor
(Python timoriensis) dan viper pohon hijau (Trimeresurus albolabris).
Berdasarkan hasil inventarisasi ada beberapa potensi jasa lingkungan pada
wilayah KPHL Unit XXII Belu yang saat ini sudah teridentifikasi. Potensi
jasa lingkungan tersebut adalah Air Terjun Wero, Mata Air Oebuti/Oefkun,
Padang Fulan Fehan, Sabanase Rotiklot dan Gua Santa Maria
Dubesi.Berdasarkan informasi masyarakat masih banyak wilayah KPHL Unit
XXII Belu yang potensial untuk dikembangkan sebagai objek wisata alam
yang sampai saat ini belum teridentifikasi.
2.5. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Hasil survei Wilayah di sekitar KPHL Unit XXII Belu menunjukkan bahwa ada
beberapa pemukiman masyarakat yang berada di dalam kawasan hutan.Hal ini
menunjukkan masih adanya okupasi terhadap kawasan yang dilakukan oleh

11
masyarakat.Selain itu hasil wawancara juga menunjukkan adanya permasalahan tata
batas kawasan antara masyarakat dengan pihak pemerintah.Untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka sangat dibutuhkan pemahaman terhadap kondisi sosial
ekonomi dan budaya masyarakat setempat untuk meminimalisir adanya konflik.
Gambaran umum kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat akan
difokuskan pada aspek sejarah, tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Untuk menggali lebih dalam kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat,
inventarisasi sosial ekonomi masyarakat dengan sampel berbasis desa telah dilakukan
oleh Tim dari BPKH Wilayah IV Kupang.
2.6. Struktur Organisasi UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu

KEPALA UPTD KESATUAN


PENGELOLAAN HUTAN

MATHEUS DAKOSTA, S.Hut


PEMBINA
NIP. 19650921 199803 1
002
KEPALA SUB BAGIAN
TATA USAHA

KELOMPOK JABATAN EDEL MARY QUIN ASA, S.Hut


PEMBINA
FUNGSIONAL NIP. 19670521 200003 2 004

KEPALA SEKSI
KEPALA SEKSI
PERLINDUNGAN, KSDAE DAN
PERENCANAAN DAN
PEMBERDAYAAN
PEMANFAATAN HUTAN
MASYARAKAT
JOHANES MASKIN BULIN, S.Hut
JOSEPH B. KELLLEN, S.Hut
PEMBINA
PENATA TK. I
NIP. 19691230 200003 1 005
NIP. 19750518 200212 1 007

KEPALA RESORT KEPALA RESORT KEPALA RESORT KEPALA RESORT KEPALA RESORT
PENGELOLAAN PENGELOLAAN PENGELOLAAN PENGELOLAAN HUTAN PENGELOLAAN HUTAN
HUTAN HUTAN HUTAN BIFEMNASI SONMAHOLE BIFEMNASI SONMAHOLE
LAKAAN MANDEU LAKAAN MANDEU LAKAAN MANDEU SELATAN BARAT
UTARA SELATAN TENGAH

12
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) dilakukan di UPTD KPHL Wilayah
Kabupaten Belu selama 2 bulan terhitung dari tanggal 07 September sampai 07
November 2020. Rincian kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Table 2. Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang di UPT KPH Wilayah Belu
No Hari/Tanggal Kegiatan Lokasi Kegiatan
1. Selasa 08/09/2020 Lapor diri UPT KPH Belu
2. Rabu,09/09/2020 Penanganan kebakaran Hutan Produksi Terbatas,
hutan Desa Naikasa Kec.
Tasifeto Barat Kab. Belu
3. Jumat, 11/09/2020 Senam pagi dan kerja UPT KPH Belu
bakti
4. Senin, 14/09/2020 Patroli Hutan Produksi Terbatas,
Desa Naikasa Kec.
Tasifeto Barat Kab. Belu
5. Selasa, 15/09/2020 Rehbilitas hutan dan Hutan Lindung Desa
lahan (RHL) Fatuketi Kec. Kakuluk
Mesak Kab. Belu
6. Jumat, 18/09/2020 Senam pagi
KEPALA dan
UPTD kerja
KESATUAN UPT KPH Belu
PENGELOLAAN HUTAN
bakti
MATHEUS DAKOSTA, S.Hut
7. Selasa, 22/09/2020 Pemanfaatan kawasan
PEMBINA Hutan Produksi Terbatas,
NIP. 19650921 199803 1
(jasling) 002 Desa Naikasa Kec.
KEPALA SUB BAGIAN
Tasifeto TATA
Barat Kab. Belu
USAHA

8. Rabu,KELOMPOK
30/09/2020
JABATAN Hasil hutan bukan Kelompok TaniASA,Nella
EDEL MARY QUIN S.Hut
PEMBINA
FUNGSIONAL NIP. 19670521 200003 2 004
kayu Laiskodat Desa Naikasa
1. Porang Kec. Tasifeto Barat Kab.
KEPALA SEKSI
KEPALA SEKSI
PERLINDUNGAN, KSDAE DAN
PERENCANAAN DAN
PEMBERDAYAAN
PEMANFAATAN HUTAN
MASYARAKAT
JOHANES MASKIN BULIN, S.Hut 13
JOSEPH B. KELLLEN, S.Hut
PEMBINA
PENATA TK. I
NIP. 19691230 200003 1 005
NIP. 19750518 200212 1 007
PENGELOLAAN HUTAN
BIFEMNASI SONMAHOLE
BARAT

Belu
2. Mente Kebun Mente Bapak
Yohanes Desa Fatuk Bot
Kec. Atambua Selatan
Kab. Belu
9. Jumat, 25/09/2020 Senam pagi dan kerja UPT KPH Belu
bakti
10. Kamis, 01/10/2020 Hasil hutan kayu Mebel “Murah Jepara
Penggergajian dan Grup” Kelurahan
mebel Tulamalae Kec. Atambua
Barat Kab. Belu
11. Jumat, 02/10/2020 Senam pagi dan kerja UPT KPH Belu
bakti
12. Senin, 05/10/2020 Perencanaan UPT KPH Belu
inventrsaasi hutan

13. Selasa, 06/10/2020 Inventarsasi hutan Hutan Produksi Terbatas


Uddukama Desa Naikasa
Kec. Tasifeto Barat Kab.
Belu
14. Rabu, 07/10/2020 Inventarsasi hutan Hutan Produksi Terbatas
Udukaama Desa Naikasa
Kec. Tasifeto Barat Kab.
Belu
15. Kamis, 08/10/2020 Silvikultur Kelompok Tani Tirta Jaya
Desa Naikasa Kec.
Tasifeto Barat Keb. Belu
16. Jumat, 09/10/2020 Senam pagi dan kerja UPT KPH Belu
bakti
17. Senin – kamis Pengisian buku kerja UPT KPH Belu
12/10/2020 –

14
15/10/2020
18. Jumat, 16/10/2020 Senam pagi dan kerja UPT KPH Belu
bakti
19. Senin-kamis Pembuatan papan UPT KPH Belu
19/10/2020- informasi
22/10/2020
20. Jumat, 23/10/2020 Senam pagi dan kerja UPT KPH Belu
bakti
21. Senin – kamis Pembuatan papan UPT KPH Belu
26/10/2020 – informasi
29/10/2020
22. Jumat, 30/10/2020 Senam pagi dan kerja UPT KPH Belu
bakti
23. Kamis, 05/11/2020 Kegiatan perpisahan UPT KPH Belu
24. Jumat, 06/11/2020 Pelepasan UPT KPH Belu

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang akan digunakan adalah : roll meter, GPS, haga, parang, gergaji,
palu, linggis, pensil, parang, mistar siku-siku, pita meter, kompas, alat tulis
menulis, ember, gergaji ukir, skap, bor, kompresor.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktek kerja lapang yaitu tegakan jati,
Hydrojel, tally sheet, papan, air.

3.3 Metode Pengumpulan Data


Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
3.3.1 Data Primer

15
Data primer adalah data yang turun langsung kelapangan yang merupakan
data hasil wawancara dan hasil observasi.
a. Hasil wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara
narasumber dan pewawancara.Tujuan dari wawancara adalah untuk
mendapatkan informasi/data dengan mencatat setiap hal dalam suatu
periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematsi tentang
hal-hal tertentu yang diamati.
b. Hasil Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
pengamatan langsung terhadap suatu obyek dengan mencatat setiap
terhadap suatu obyek dengan mencatat setiap kegiatan dalam suatau
periode tertentu yang diamati.
3.3.2 Data Sekunder
Data yang dikumpulkan melalui pustaka atau literature. Data ini meliputi
data gambaran umum lokasi praktek dan manajemen organisasi kantor.
Pengumpulan data ini dilakukan untuk menggali tentang aspek kegiatan
manajemenhutan, silvikultur, dan teknologihasil hutan.Metode studi pustaka
merupakan metode pengumpulan data yang didasarkan pada jurnal-jurnal,
buku- buku pedoman perusahaan, arsip laporan, bulanan perusahaan dan data-
data yang bersumber dari internet.
3.4 Prosedur Pelaksanaan
3.4.1 Manajemen Hutan
a. Manajemen Organisasi Perusahaan
1. Mengumpulkan data sejarah, visi, misi dan tujuan organisasi
2. Mengumpulkan data dan mempelajari kerja perusahaan
3. Mengumpulkan data dan mempelajari model pengelolaan
perusahaan
b. Perencanaan Hutan

16
1. Mempelajari dan mengumpulkan data struktur organisasi kegiatan
perencanaan hutan serta hubungan kejra dalam organisasi
2. Mempelajari dan mengumpulkan data tentang perencanaan hutan
meliputi perencaan hutan yang meliputi perencanaan jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
c. Inventarisasi hutan
1. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi tentang
kegiatan pembuatan rencana inventarisasi hutan
2. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi tentang
sasaraan inventarisasi hutan yang meliputi lapangan, tanah, dan
tegakan.
3. Membuat petak pengamatan
4. Mengukur diameter pohon
5. Menghitung volume pohon
d. Perhutanan sosial
1. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi tentang
perencanaan kegiatan pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat
( PHBM ).
2. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi tentang
penyusunan program kegiatan pendekatan masyarakat yang
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sekitar hutan setempat .
3. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi tentang
struktur organisasi kegiatan perhutanan sosial serta hubungan
organisasi.
4. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi tentang
masalah kehutanan dan pembinaannya bagi peningkatan
masyarakat sekitar hutan.
5. Mempelajari dan mengumpulkan data tentang pelaksanaan
monitoring dan evaluasi berdasarkan tugas dan fungsi.
6. Mencatan hasil dalam buku

17
3.4.2 Silvikultur (Rehabilitas Hutan dan Lahan)
1. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi tentang
pembuatan rencana kegiatan RHL (jenis persemaian, pemilihan
lokasi penanaman, kebutuhan bahan, peralatan, tenaga kerja, dan
tata waktu).
2. Mempelajari struktur organisasi kegiatan persemaian serta
hubungan kerja dalam organisasi.
3. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi serta
melakukan kegiatan penanaman
4. Persiapan lahan dan penanaman
3.4.3 Bidang Teknologi Hasil Hutan
a. Penggergajian Kayu
1. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi serta
melakukan kegiatanpembuatan rencana (jangka panjang, jangka
menengah, dan jangka pendek) kegiatan pemungutan HHK.
2. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi mengenai
struktur organisasi kegiatan pemungutan hasil hutan serta
hubungan kerja dalam organiasi pada kegiatan Mebel.
3. Mempelajari alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan
Mebel.
4. Mempelajari jenis kayu, hasil produksi dan pendapatan yang ada di
Mebel.
b. Industri Pengolahan Hasil Hutan Non Kayu
1. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi serta
melakukan kegiatanpembuatan rencana (jangka panjang, jangka
menengah, dan jangka pendek) kegiatan pemungutan HHBK.
2. Mempelajari dan mengumpulkan data dan informasi mengenai
struktur organisasi kegiatan pemungutan hasil hutan serta
hubungan kerja dalam organiasi pada kegiatan Hasil hutan bukan
kayu (HHBK).

18
3. Mempelajari alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan
HHBK.
4. Mempelajari jenis madu, hasil produksi dan pendapatan yang ada
3.5 Analisis Data
3.5.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan lapangan atau
survei secara terestris.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui
media perantara seperti buku, laporan, dokumen, peta, arsip resmi dan
sumber/rujukan lain.

BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Bidang Manajemen Hutan
4.1.1 Inventarisasi Hutan

19
Menurut FAO (1998) inventarisasi hutan adalah sebuah proses untuk
mendapatkan informasi mengenai kualitas kuaantitas sumber daya hutan.
Inventarisasi hutan menjadi pondasi dalam perencanaan hutan dan kebijakan
pengelolaan hutan. Konsep terdahulu mengenai manajemen hutan
berkelanjutan dan inventarisasi hutan berfokus pada produksi kayu, sebagai
manajemen hutan dan inventarisasi hutan modern memiliki fokus mengenai
berbagai macam fungsi hutan dalam pemahaman hutan sebagai suatu
ekosistem.
Kegiatan inventarisasi dilakukan di Hutan Udukama, Kecamatan
Tasikfeto Barat, Desa Naikasa, Kabupaten Belu merupakan kawasan hutan
yang dikelola oleh UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu dengan luas kawasan
154,741 ha. Hutan tersebut merupakn hutan tanaman dengan jenis pohon yang
ditanam adalah jati (Tectona grandis) dan termasuk dalam kelas umur (KU)
III. Jenis kegiatan yang dilakukan antara lain:
A. Perencanaan
Pada tahap perencanaan yaitu mengumpulkan data-data mengenai
kawasa hutan produksi Udukama yang akan dilakukan inventarisasi,
pembuatan peta kawasan serta penentuan metode inventarisasi yang akan
digunakan yaitu Stratified Systematic Sampling With Random Start.
Kawasan hutan Udukama termasuk kawasan hutan dengan jenis tegakan
jati (Tectona grandis).

20
Gambar 5. Peta Inventarisasi Kawasan Hutan Produksi Wemata dan Udukama, Belu

Tahapan dalam perencanaan inventarisasi hutan antara lain;


1. Persiapan Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain;
1) Rool meter
2) Pita meter
3) Haga
4) Handphone
5) Tally sheet
6) Alat tulis menulis
Bahan yang digunakan yaitu;
1) Buku panduan
2) Peta kawasan

21
B. Pelaksanaan
1. Membuat klaster dan plot
Pembuatan klaster dan plot bertujuan untuk mempermudah pada
saat pengambilan data di lapangan, serta klaster yang dibuat ini akan
mewakili keseluruhan tegakan jati (Tectona grandis) hutan produksi
Wemata. Berikut perhitungan penentuan klaster maupun plot:
1) Luas keseluruhan kawasan yang di inventarisasi adalah 154,741 ha
Karena untuk mendapatkan 1 klaster dengan IS 0,056% minimal
luasan hutan harus 1786 Ha, sedangkan luas hutan keseluruhan yang
diinventarisasi lebih kecil sehingga dibuat 2 klaster dan IS yang di
gunakan ( 2/154,741) x 100 % =1,29 %
2) Intensitas Sampling (IS)
IS = 1,29 % (0,0129) x 154,741Ha = 1,996 Ha
Ukuran 1 klaster = 100 x 100 m2
= 10.000 m2 = 1 Ha
Sehingga Jumlah klaster yang di inven = 1,99 / 1
=1,99 : 2 klaster
Dari hasil perhitungan diatas, jumlah klaster yang akan di inven = 2
klaster dengan luasan tiap klaster 1 ha dan jumlah PU 10 dengan luasan
masing-masing PU yaitu 0,1 ha.

22
(a) (b)
Gambar 6. (a) Pengukuran tinggi pohon dan (b) Pengukuran keliling pohon

C. Analisis Data
1. Taksiran Volume Pohon Rata-Rata/Ha dan Volume Total
Berikut hasil Rekapitulasi data hasil inventarisasi pada tegakan jati Hutan
Produksi Wemata seperti tabel dibawah ini:
Table 3. Tabel Rekapitulasi Volume Pohon
volume
N Jumlah
No pohon/P
O pohon v²
klaster U (m³)
PU (xi)
( v)
1 1 16 17,25 297,56
2 18 16,62 276,22
3 15 15,23 231,95
4 17 15,57 242,42
5 16 15,75 248,06
2 1 17 19,13 365,96
2 17 16,61 275,89
3 19 18,38 337,82
4 16 16,39 268,63
5 18 16,18 261,79
Jumla
169 167,11 2806,33
h

23
Sumber :Data Primer Sesudah Diolah ,2020

Volume rata-rata per PU =


∑ Vi = 167,11
= 16,711mᶾ
n 10
volume rata−rata per PU 16,711
Volume rata-rata per ha = = = 167,11mᶾ
luas PU 0,1

2806,33−(167,11)²/10
Ragam S² =∑ Vi ²−¿ ¿ ¿ =
10−1
2806,33−(27925,75) /10
=
9
2806,33−2792,57
=
9
13,76
= = 1,52
9
Simpangan baku S = √ S 2=√ 1,52=1,23
S 1,23 1,23
Galatbaku (standareror) Sv = = = = 0,38
√ n √ 10 3,16
Sampling eror SE= tα/2 x Sv
Nilai tα/2 = 0,05/2 = 0,025
n-1 = 10-1 = 9
= 2,262, diperoleh dari tabel t dengan taraf kepercayaan 95% dan n = 9
tɑ/2 x Sv = 2,262 x 0,38 = 0,85
Selanjutnya dapat dihitung volume rata-rata dan volume total seluas
154,741Ha dengan tingkat kepercayaan 95% sebagaiberikut:
1. Taksiran Volume rata-rata tegakan per PU =
v̄ ±SE =16,711± 0,85
Taksiran minimum = 16,711 – 0,85 =15,861mᶾ
Taksiran maksimum = 16,711 + 0,85 =17,561 mᶾ

2. Taksiran volume rata-rata tegakan per Ha


V.Ha ± SE = 167,11 ± 0,85
Taksiran minimum = 167,11 – 0,85 = 166,26mᶾ

24
Taksiran maksimum = 167,11 + 0,85 = 167,96 mᶾ

3. Jumlah volume untuk keseluruhan tegakan seluas 154,741 Ha adalah


Taksiran minimum = 154,741x 166,26 mᶾ= 25.727,238 mᶾ
Taksiran maksimum = 154,741 x 167,96mᶾ = 25.990,298 mᶾ

4. Kesalahan taksiran (Galat) dalam persen (%) adalah =


t ɑ /2 2,262
x 100 % = x 100% = 13,5 %
v̄ 16,711
Berdasarkan perhitungan hasil perhitungan diperoleh volume rata-rata per
petak ukur yaitu 16,711 mᶾ, volume rata-rata per Ha yaitu 167,11mᶾ, jumlah
volume untuk keseluruhan tegakan seluas 154,741 Ha yaitu taksiran
minimum = 25.727,238 mᶾ dan taksiran maksimum = 25.990,298mᶾ

2. Taksiran jumlah pohon rata-rata /Ha dan jumlah pohon total


Tabel 4. Taksiran Jumlah Pohon
No
kla Jumlah pohon
NO PU xi²
ste (xi)
r
1 1 16 256
2 18 324
3 15 225
4 17 289
5 16 256
2 1 17 289
2 17 289
3 19 361
4 16 256
5 18 324
Jumla
169 2869
h
Sumber :Data primer setelah diolah,2020

jumlah pohon untuk 10 PU = 169

25
169
Jumlah pohon per PU = =16,9
10
Luasan tiap Petak ukur = 0,1 Ha
Jumlah petak ukur 10 PU
jumlah seluruh petak ukur = 10 x 0,1 = 1 Ha

1
sehingga untuk luas rata-rata petak ukur = = 0,1 Ha
10
Jumlah pohon rata-rata per Ha = 16,9/0.1 = 169 Pohon
2869−(169) ² /10
Ragam S² =∑ Vi ²−¿ ¿ ¿ =
10−1
2869−(28.561)/10
=
9
2869−2856,1
=
9
13
= = 1,44= 1 pohon
9
Simpangan baku S = √ S 2=√ 1=1,19 = 1 pohon
S 1 1
Galat baku (standar eror) Sv = = = = 0,31
√ n √ 10 3,16
Sampling eror SE= tα/2 x Sv
Nilaitα/2 = 0,05/2 = 0,025
n-1 = 10-1 = 9
= 2,262, diperoleh dari tabel t dengan taraf kepercayaan 95% dan n = 9
tɑ/2 x Sv = 2,262 x 0,31= 0,70
- Taksiran rata-rata jumlah pohon /H =Xrata-rata ± SE = 169 ± 0,31
- Taksiran rata-rata jumlah pohon /Ha minimum = 169 - 0,31= 168,69
- Taksiran rata-rata jumlah pohon /Ha maksimum = 169 + 0,31= 169,31
- Taksiran rata-rata jumlah pohon /Ha adalah = 168 - 169 pohon/Ha
- Taksiran jumlah pohon total minimum =168,69 x 154,741 =26.103 pohon
- Taksiran jumlah pohon total maksimum = 169,31 x 154,741 = 26.199 pohon
- Jadi selang jumlah pohon total adalah =26.103 - 26.199 pohon

26
4.1.2 Pemanfaatan Kawasan ( Jasling) Di Hutan Produksi Tegakan Mahoni.
Jasa lingkungan didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh fungsi
ekosistem alam maupun buatan yang nilai dan manfaat dapat dirasakan secara
langsung maupun tidak langsung oleh para pemangku kepentingan
(stakeholder) dalam rangka membantu memelihara dan/atau meningkatkan
kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam mewujudkan
pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan.
Menurut Widarti dalam buku pedoman inventarisasi potensi-potensi jasa
lingkungan pengertian lain jasa lingkungan adalah suatu produk yang dapat
atau tidak dapat diukur secara langsung berupa jasa wisata alam /rekreasi,
perlindungan system hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan
banjir, keindahan, keunikan dan kenyamanan.
Kegiatan Jasa Lingkungan dilakukan di Desa Naikasa Kecamatan
Tasifeto Barat, Kabupaten Belu, pada tanggal 22 September 2020. Jumlah
anggota 9 orang mahasiswa, satu oang pembimbing lapangan dan 6 orang
pegawai kantor. Ada dua tahap dalam kegiatan jasa lingkungan yaitu;
persiapan alat dan bahan dan jenis kegiatan yang akan dilakukan.
A. Persiapan alat dan bahan.
Alat yang digunakan antara lain:
1) Linggis
2) Paku (7 cm, 10 cm dan 12 cm)
3) Meter
4) Ember
5) Parang
6) Pensil
7) Mistar siku
8) Palu
9) Tali nilon
10) Waterpas

27
Bahan yang digunakan antara lain:
1) Kayu jati (Tectona grandis)
B. Jenis kegiatan jasa lingkungan.
Jenis kegiatan yang dilakukan pembuatan lapak kuliner dengan jumlah
10 buah lapak, yang dibuat dari jenis kayu jati lokal hasil temuan. Luas
kawasan sekitar 0,7 ha. Untuk bangku tinggi 50 cm, lebar 40 cm dan untuk
meja tinggi 80 cm, lebar 50 cm sedangkan untuk tinggi tiang dan lebar
rumahnya masing-masing 2 meter dan 4 meter dengan kedalaman lubang 40
cm, dan jarak antar lubang 1 meter. Dana yang diperoleh dari dana swadana
sebesar 200 juta. Dana tersebut nantinya akan dipakai untuk pembuatan rumah
pohon, spot foto, tempat parkir, taman bermain tetapi dalam hal ini masih
perencanaan hanya pembuatan lapak yang masih terlaksana.

Gambar 7. Pembuatan Lapak

4.1.3 Agroforesty
Lundgren dan Raintree (1982) Agroforestry adalah istilah kolektif untuk
sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara
terencana pada suatu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu

28
(pohon, perdu, palem, bamboo dan lain-lain). Berikut beberapa data yang
diperoleh berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan.
A. Lokasi Praktek
Kegiatan agroforestry dilakukan di desa Modemu, Kecamatan
Lakmanen, Kabupaten Belu pada hari selasa, 27 Oktober 2020.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Rosa Mundaola selaku
ketua kelompok lahan yanya dikelolah adalah lahan milik bribadi
yakni ibu Rosa sendri. Luas lahan yang dikelolah 583 m²,system
penanaman di bentuk sebuah kelompok (Satu Hati) dengan jumlah
anggota 12 orang saja.
B. Tipe Agroforestry
Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman semusiman seperti
Lombok, bawang merah, marungga, dan tanaman tahunan seperti
Mahoni (Swietenia mahagoni) dan Ampupu (Eucalyptus urophylla).
Jarak tanam untuk tanaman semusim khususnya jenis Cabe 30 x 30
cm, Bawang Merah 10 x 10 cm, Marungga 2 x 2 meter sedangkan
untuk tanaman kehutanan 5 x 5 meter hanya ditanam dipinggir-
pinggir lahan dan diselah-selah tanaman Cabe.

(a) (b)

29
Gambar 8. (a) Salah Satu Jenis Tanaman Semusim,
(b) Lahan Agroforestry

C. Sumber Benih Dan Pemasaran


Sumber bibit yang diperoleh beli langsung dari pasar
(Lombok) dibutuhkan 4 kg dengan harga 1 kg = Rp. 20.000 dan
dalam 1 kali produksi menghasilkan 45 kg tapi harga pasaran saat ini
menurun menjadi Rp. 15.000 saja sehingga pendapatan dalam satu
kali produksi adalah 45 kg x 15.000 = Rp 675.000.
Sedakan untuk jenis bawang merah sumber behihnya milik
pribadi dalam arti tidak dibeli. Dalam satu kali produksi bawang
merah 580 kg dengan harga 1 kg 15.000 sehingga pendapat bawang
merah adalah = 580 kg x 15.000 = 8.700.000. proses pemasaran
hasilnya dibawah langsung ke pasar untuk di jual. Kendala yang
terjadi selama pengelolaan Agroforestry adalah kekurangan
ketersediaan air untuk penyiraman dan ketersedian bibit berkurang,
sedangkan hama yang menyerang tanaman semusim adalah kutu
loncat.

4.2 Bidang Silvikultur


4.2.1 Persemaian
Persemaian (Nursery) adalah tempat atau areal utuk kegiatan memproses
benih(atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang setiap ditanam
di lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan
dari kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan
kunci pertama di dalam upayah mencapai keberhasilan penanaman hutan.
Kegiatan persemaian dilakukan di Desa Naikasa, Kecamatan Tasifeto
Barat, Kabupaten Belu, pada Rabu 07 oktober 2020. Kegitan persemaian
dilakukan dengan metode wawancara. Berikut beberapa data yang diperoleh
berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan:

30
A. Sejarah Kelompok
Kegiatan persemaian dilakukan oleh kelompok tani disekitar kawasan
hutan produksi yang bekerja sama antara UPT KPH Belu dengan
kelompok tani tersebut. Nama kelompok tani yang dibentuk adalah “Tirta
Jaya”. Tahun berjalannya kegiatan dimulai dari tahun 2008 sampai dengan
saat ini dengan jumlah anggota kelompok 15 orang.

Gambar 9. Papan Informasi Persemaian

B. Jenis Vegetasi
Dalam kegiatan persemaian ada beberapa jenis yang kelompok tani ini
semai antara lain: Johar (Cassia siamea) dengan jumlah 2.140 anakan,
Asam (Tamarindus indica) dengan jumlah 2.868 anakan dan mahoni
(Swietenia mahagoni) dengan jumlah 2.500 anakan. Media tanam yang
dilakukan antara lain tanah, pupuk kandang, pasir dengan perbandingan
3:2:1. Kendala yang kelompok tani “ Tirta Jaya” hadapi saat ini adalah
kekurang air.

31
Gambar 10. Persemaian Mahoni

4.2.2 Perlindungan Hutan


Kegiatan perlindungan hutan adalah usaha, kegiatan, dan tindakan untuk
mencegah terjadinya kerusakan hutan dan hasil hutan oleh karena perbuatan
manusia maupun alam. Penyebab kerusakan hutan dapat berupa kebakaran
hutan, hama, penyakit, pengembalaan ternak, pencurian dan penyebab faktor
lindungan. Salah satu prinsip dari perlindungan hutan ialah bahwa pencegahan
terhadap awal terjadinya atau perkembangan suatu penyebab kerusakan
hutan., akan lebih efektif dari pada kegiatan pengendalian setelah kerusakan
terjadi.
Kegiatan perlindungan hutan yang dilakukan pada saat kegiatan PKL
yaitu pengamanan kebakaran hutan jati (Tectona grandis) di Motabuik, Nenuk
Kabupaten Belu pada hari Rabu, 09 september 2020. Kegiatan pengamanan
kebakaran hutan berada di 2 kawasan hutan jati yaitu kawasan hutan jati
Wemata (Sumber api) dan kawasan hutan jati Udukama dengan luas
keseluruhan 357,61 ha, sedangkan luas kawasan yang terbakar ± 26,25 ha.
Terjadinya kebakaran hutan dikarenakan ulah manusia yang dengan sengaja
membakar kawasan hutan tersebut, dengan tujuan apabialah setelah hutan

32
terbakar maka tumbulah rumput baru yang dapat memenuhi kebutuhan pakan
ternak mereka.

Gambar 11. Peta areal kebakaran kawasan hutan produksi Udukama

Beberapa kegiatan dalam pengamanan kebakaran hutan antara lain:


A. Persiapan Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lai n:
1) Pompa Juva
2) Parang
3) Mobil Pemadam Kebakaran
4) Kayu (pembuatan sekat bakar)
Bahan yang digunakan antara lain:
1) Air
B. Pembuatan Sekat Bakar
Pembuatan sekat bakar bertujuan agar menghindari perambatan atau
penyebaran api bila terjadi kebakaran. Pada kegiatan pengamanan kebakaran

33
hutan dilakuakan dengan membuat sekat bakar ukuran 1,5 meter.Dalam
Pembuatan sekat bakar dengan menggunakan kayu sebakai dikarenakan alat
yang kurang memadai.

Gambar 12. Pembuatan Sekat Bakar

C. Proses Pemadaman Api


Proses pemadaman api dengan menggunakan alat Pompa Semprot air
milik KHP Belu yang tersedia sebanyak 2 unit dan juga menggunakan ranting
mentah dan daun mentah untuk memadamkan api. Pemadaman juga dibantu
dari pihak Kepolisian, Tentara dan BNPB mereka menggunakan mobil water
canon dan mobil pemadaman kebakaran. Personil yang terlibat dalam
pengamanan kebakaran hutan antara lain: Mahasiswa Jurusan Kehutanan
Politeknik Pertanian Negeri Kupang, pihak UPT KPH Belu, Tim Sar, Polisi,
TNI, POLPP. kendala- kendala yang terjadi adalah ketersedian alat yang
digunakan terbatas, kekurangan air pada saat proses pemadaman kebakaran.

34
(a) (b)
Gambar 13. (a) Memadamkan sisah-sisah api di kayu kering menggunakan
alat Pompan semprot air, (b) memadamkan api dengan alat seadanya.

4.2.3 Rehabilitasi Hutan Dan Lahan


Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan menurut undang undang republik
Indonesia nomor 41 tahun 1999, adalah upaya untuk memulikan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya
dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung system penyangga
kehidupan tetap terjaga.
Kegiatan RHL dilakukan di Hutan Lindung Kecamatan Kakuluk Mesak,
Desa Fatuke ti, Kabupaten Belu, pada hari selasa, 15 september 2020. Ada
beberapa kegitan dalam kegitan RHL antara lain:
A. Persiapan Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain:
1) Ember
2) Kantong Kresek
3) Air
4) Drom

35
5) Linggis
6) Gelas Aqua
Bahan yang di gunakan antara lain:
1) Hydrogel
2) Anakan
B. Pembuatan hydrogel
Hydrogel merupakan Kristal polimer yang dapat menyerap dan
menyimpan air. Hydrogel digunakan dalam kegiatan ini untuk
memasitikan ketersediaan air selama masa pertumbuhan tanaman. Cara
pembuatan persiapan hidrogel antara lain:
1) Menyiapkan hidrogel dan air dengan perbandingan 1 kg hidrogel
dan 200 liter air
2) Mencampur kedua bahan tersebut secara merata dalam wadah atau
drom dan diamkan selama 15 menit sampai air terserap habis oleh
hidrogel.
3) Setelah air terserap habis, bahan hidrogel siap untuk digunakan
dalam kegiatan RHL.

Gambar 14. Pembuatan Hidrogel

36
C. Seleksi Anakan
Sebelum anakan ditanam terlebih dahulu diseleksi agar dapat
mengurangi tingkat kematian bibit dilapangan sehingga bibit yang
ditanam berkualitas agar dapat tahan terhadap kondisi lingkungan ,serta
tahan terhadap hama dan penyakit. Jenis anakan antara lain: Johar (Cassia
siamea) dan jambu mente (Anacardium ocidentale) anakan tersebut
bersumber dari pohon benih yang sudah terseleksi. Jumlah anakan yang
ditanam 625 anakan dengan luas yang akan ditanam 1 ha, akan tetapi
dalam proses penanaman tersebut hanya bisa di tanam 400 anakan
dikarenakan waktu yang kurang cukup.
D. Penggalian Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm, dengan
kedalaman 30 cm dan jarak antar lubang yaitu 4 m x 4 m, jumlah lubang
yang digali sebanyak 400 lubang. Kegiatan penggalian lubang tanam
dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 15. Penggalian Lubang


Tanam

37
E. Penanaman
Dalam proses penanaman terdapat beberapa langka-langka antara lain:
1) Masukan hidrogel kedalam kantong kresek dengan ukurang satu
gelas aqua.
2) Tambahkan tanah kedalam kantong kresek yang berisi hidrogel
dengan perbandingan 3:3 lalu campur hingga merata .
3) Robek bagian bawa polybag anakan dan masukan kedalam
kantong kresek yang telah terisi tanah dan hidrogel.
4) Kemudian tutup bagian kantong kresek dengan tanah hingga rata

Gambar 16. Penanaman Anakan

4.2.4 Patroli
Kegiatan Patroli ini merupakan kegiatan preventif yang dilaksanakan
untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan kawasan hutan dan mencegah
terjadinya tindak pidana .kehutanan guna menjaga keutuhan kawasan hutan.
Kegiatan patroli menggunakan metode wawancara dengan Kepala Seksi
Perlindungan Hutan UPT KPH Belu. Berdasarkan hasil wawancara terdapat
beberapa kegiatan yang dilakukan, antara lain:

38
A. Kegiatan yang dilakukan
Pada tahun 2020 kegiatan patrol pengamanan hutan dilakukan secara
rutin dan juga dilaksanakan bersifat Insidential/berdasarkan laporan dari
masyarakat.
B. Kasus yang Perna ditangani
Pada tanggal 16, Februari 2019 sesuai hasil patroli di kawasan hutan
produksi wemata di temukan penebangan pohon Jati tanpa ijin yang d
ilakukan oleh pelaku atas nama bapak Markus Laku, dengan jumlah 15
batang/7 pohon. Alat yang digunakan dalam melakukan penebangan adalah
kapak dan parang. Berdasarkan hasil keptusan proses hokum pelaku
dikenakan hukumam putusan 2 tanuh penjara.
Table 5. Data Penyelesaian Kasus Pidana Kehutanan

WAKTU DAN TERSANGKA BARANG BUKTI PROSES HUKUM TINDAK


NO KASUS ALAT LAIN-LAIN LELANG HAMBATAN KETERANGAN
TEMPAT (NAMA) LANJUT
LOG OLAHAN LIDIK SIDIK SP3 P18 P19 P21
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

1 Penebangan Pohon 16-02-2019 Markus Laku 15 batang/ Kampak, √ √ √ √ Sidang Biaya Putusan
Jati dalam Kawasan 7 Pohon Parang Penyelesaian 2 tahun
Udukama RTK 90 Kasus Tidak penjara
Ada

Pada tahun 2020 sesuai hasil patrol di kawasan hutan produksi wemata
bulan juli ditemukan kayu temuan ( pelaku tidak diketahui) sebanyak 4
pohon = 29 molak (kayu bulat) = 3,6090 m³, sedangkan kegiatan
penanggulangan kebakaran hutan dilaksanakan siang dan malam hari pada
bulan juli sampai dengan bulan oktober. Kegiatan penanggulangan
kebakaran hutan fokus pada hutan produksi Wemata dan hutan produksi
Udukama.

39
Gambar 17. Kayu Temuan

4.3 Bidang Teknologi Hasil Hutan


4.3.1 Hasil Hutan Kayu
Kegiatan hasil hutan kayu adalah hasil hutan berupa kayu bulat,
kayu bulat kecil, kayu olahan, atau kayu pacakan yang berasal dari
kawasan hutan. Kegiatan hasil hutan kayu di laksanakan di
Kelurahan Tulamalae, Kecamatan Atambua Barat. Kegiatan
teknologi hasil hutan kayu berupa penggergajian dengan nama
“Murah Jepara Grup” yang berdiri sejak tahun 2001 dengan
menggunakan metode wawancara dan pengamatan dilokasi industri.
Berikut beberapa data yang diperoleh berdasarkan wawancara dan
pengamatan di lapangan.
A. Nama pemilik industry dan jumlah karyawan
Nama pemilik indutri adalah bapak Mansur, dengan jumlah karyawan
25 orang diantaranya 1 orang sebagai pengawas dan 4 orang sopir. System
pembayaran tenaga kerja antara lain: gaji pengawas dan sopir Rp.
2.000.000, sedangkan gaji tenaga kerja lainnya perbulan Rp. 5.000.000-
8.000.000.

40
B. Alat dan bahan yang digunakan dalam mengolah kayu.
Alat yang digunakan antara lain:
Table 6. Alat
No Nama Alat No Nama Alat
1. Benso 12. Fernis
2. Gurinda 13. Cat
3. Jekso 14. Pensil
4. Bubut Kayu 15. Mistar
5. Skap 16. Siku
6. Sekop 17. Meteran
7. Profil 18. Lem Weber
8. Bor 19. Gerobak 1 Roda
9. Kuas 20. Pahat
10. Hamar 21. Gunting
11. Kertas Pasir

Bahan yang digunakan antara lain:


1) Kayu jati (Tectona grandis)
2) Kayu mahoni (Swietenia mahagoni)

41
(a) (b)
Gambar 18. (a) Alat yang digunakan untuk membelah log kayu,
(b) Bahan Kayu Jati

C. Produk yang dihasilkan


Produk yang dihasilkan berupa lemari 1 pintu, lemari 2 pintu, lemari 3
pintu dan lemari TV. Harga masing-masing produk yang dihasilkan antara
lain: lemari 1 pintu Rp. 1.200.000, lemari 2 pintu Rp. 1.500.000, lemari 3
pintu Rp. 2.000.000 dan lemari TV Rp. 2.500.000. Ada juga produsi lain
seperti kursi, meja makan.
Tabel 7. Perhitungan Rendemen Kayu

Nama Panjang lebar Tebal Volume Rendemen


No Jenis (cm) (cm) (cm) (m³) Output Input (100%)
Jati
1. Merah 150 20 2 0,6 0,6 0,09 6,67
2. Mahoni 120 23 2 0,6 0,6 0,11 5,45
3. Jati Putih 200 9 2 0,4 0,4 0,13 3,08

42
(a) (b)
Gambar 19. Hasil pengolahan kayu, (a) Lemari 2 pintu, (b) Lemari TV.

D. Pemasaran Produk
Pemasarn produk yang dilakukan mengalir ke Timor Leste, Flores,
dan di dataran Timor. Kendala yang dialami selama masa pendemi covid-
19 adalah kurangnya pesanan yang masuk sehingga pendapatan menurun.
4.3.2 Hasil Hutan Bukan Kayu.
Kegiatan hasil hutan bukan kayu adalah bahan-bahan atau komuditas
yang didapatkan dari hutan tanpa harus menebang pohon. Mencakup hewan
buruan, rambut hewan, kacang-kacangan, biji, jamur, daun, rempah-rempah,
kayu bakar, pakan hewan ternak, porang, mente dan madu.
Kegiatan hasil hutan bukan kayu di lakukan di desa Naikasa, Kecamatan
Tasifeto Barat, Kabupaten Belu. Jenis hasil hutan bukan kayu terdapat dua
jenis kegiatan yaitu jenis porang dan jambu mete.

43
1) Budidaya porang
kegiatan ini dilakukan di desa naikasa, kecamatan tasifeto barat,
Kabupaten Belu pada hari rabu, 30 september 2020. Berikut beberapa
data yang diperoleh berdasarkan wawancara dan pengamatan di
lapangan.
a. Sejarah Kelompok
Berdasarkan hasil wawancara dalam kegiatan budidaya
porang yang di ketua oleh ibu Deva Dejesus kelompok
budidaya porang ini dibentuk pada tahun 2017, dengan
jumlah anggotan kelompok 15 dan nama kelompok
budidaya porang adalah “Nela Laiskodat.

Gambar 20. Benih Porang

b. Budidaya porang
Pembibitan porang di ambil dari dalam hutan dan
dilakukan penanaman dilahan yang telah disediakan
dengan luas lahan 400 m² dengan jarak tanam 1x1 meter,
yang ditanam dibawah tegakan jati (Hutan Produksi
Waimata). Jumlah katak (bibit porang) yang ditanam 400

44
katak dengan menghasilkan 1 umbi terdapat 5 katak.
Dalam satu kali produksi dapat menghasilkan 9 kg dengan
rata-rata harga satu kg RP 50.000. Alat dan bahan yang
digunakan dalam budidaya porang antar lain: porang,
linggis, ember, parang, pacul dan karung.

Gambar 21. Lokasi Penanaman Porang


c. Kendala Yang Dihadapi
Kendala yang di hadapi oleh kelompok tani “Nela
Laiskodat” antara lain: kekurangan air (jauh dari sumber
air), pencurian yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu
yang tinggal disekitan lokasi penanaman dan ternak liar
milik warga setempat.
2) Jambu Mente
Kegiatan HHBK jambu mete di lakukan di Desa Fatukbot,
Kecamatan Atambua Selatan, Kabupaten Belu pada hari rabu 30
september 2020. Berikut beberapa data yang diperoleh berdasarkan
wawancara dan pengamatan di lapangan.

45
a. Sejarah
Bersadarkan hasil wawancara di lapangan budidaya
jambu mente tersebut di kelolah oleh bapak Yohanes diatas
lahan miliknya pribadi dengan luas lahan 1 ha (10.000 m²)
tanpa harus membentuk kelompok tani.
b. Pemanenan
Luas lahan 1 ha dengan jumlah pohon mente 480 pohon
dengan 1 pohon mente dapat menghasilkan 10 kg biji
mente, untuk harga 1 kg mente Rp. 15.000-20.000.jadi
dalam 1 kali produksi dapat menghasilkan = 480 pohon x
10 kg = 4800 kg biji mente sehingga hasil yang diperoleh
4800 x 15.000(harga/kg) jadi pendapatan setiap kali
produksi ± Rp. 72.000.000. Musim berbuah dan musim
panen pada bulan Juli – Desember. Proses pemanenan di
lakukan du acara yaitu di pilih langsung di tanah dan di
jolok/digalah. Tipe pengelolaan pasca panen jambu mente
dilakukan dengan dua cara yaitu memisahkan biji dari buah
mente dan sortasi/grading.

46
Gambar 22. Pemanenan Biji Mente

c. Pemasaran
Cara pemasaran yang dilakukan oleh bapak Yohanes
yaitu berupa gelondongan dan langsung ke tempat
penimbangan Toko Gajah Mada sebagai tempat
penumpukan hasil. Dalam 1 kali produksi dapat
menghasilkan = 480 pohon x 10 kg = 4800 kg biji mente
sehingga hasil yang di peroleh =4800 x 15.000 (harga/kg)
jadi pendapatan setiap kali produksi ± Rp. 72.000.000.

47
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapang (PKL) di UPT Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung Wilayah Kabupaten Belu, dapat disimpulkan bahwa:
1. Bidang Manajemen Hutan, mencakup beberapa hal antara lain, Pemanfaatan
Kawasan hutan dan Inventarisasi Hutan.
2. Bidang Silvikultur mencakup beberapa hal antara lain, Persemaian,
Perlindungan Hutan, Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).
3. Bidang Teknologi Hasil Hutan , mencakup beberapa hal antara lain, Hasil
Hutan Kayu, sedangkan Hasil Hutan Bukan Kayu meliputi Budidaya Porang
dan Jambu Mente.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya dari pihak UPT KPHL
Kabupaten Belu mengadakan peralatan pemadaman kebakaran yang lebih
memadai lagi, sehingga apabila terjadi kebakaran tidak lagi kewalahan dalam
memadamkan api.

48
DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2008. Nyamplung (Colophyllum inophyllum). Sumber Energi Biofuel


Yang Potensial. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan.
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
FAO. 1998. Inventarisasi Hutan Jilid 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan. Bogor.
Fiandika. 2006. Persemaian Benih. Universitas Gajah Mada Press: Yogyakarta
Lundgren, B, Raintree, JB. 1993. Sustained Agroforestry. In: Nestel, B (Ed.),
Agricultural Research for Development: Potentials and Challenge in Asia.
ISNAR. The Hague.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.21 tahun 2009 tentang Kriteria Dan Indikator
Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.22/Menhut-II/2012
tentang Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam
Pada Hutan Lindung.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.591-II/2010
tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).
Simon, H. 2007. Metode Inventore Hutan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

49

Anda mungkin juga menyukai