OLEH :
ABDURROHMAN
NIM. 1906113665
KELOMPOK 8
Dosen Pembimbing
SONIA SOMADONA, S.Hut., M.S., M.Si
PEBRIANDI, S.Hut., M.Si
DEFRI YOZA, S.Hut., M.Si
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN
Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan dan Inventarisasi Flora dan Fauna
Serta Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan
Oleh:
ABDURROHMAN
NIM. 1906113665
Menyetujui
Mengetahui
Ketua Jurusan Kehutanan
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan
(PPEH) ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan laporan ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini, supaya
nantinya dapat menjadi yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada laporan ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah
membimbing dalam menulis laporan ini. Demikian, semoga laporan ini dapat
bermanfaat, terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL................................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ v
I. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
I.1. Latar Belakang........................................................................................ 1
I.2. Tujuan Praktikum.................................................................................... 2
III. METODOLOGI............................................................................................. 6
3.1. Waktu dan Tempat.................................................................................. 6
3.1 Alat dan Bahan....................................................................................... 6
3.2 Prosedur Kerja........................................................................................ 6
iii
4.2.3 Pembahasan.................................................................................. 10
4.3 Pengamatan Kondisi Masyarakat sekitar Hutan..................................... 20
4.3.1 Karakteristik Masyarakat Sekitar Hutan...................................... 10
4.3.2 Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat................................. 10
4.3.3 Pembahasan.................................................................................. 10
4.4 Pengelolaan Lokasi Kawasan Hutan PPEH........................................... 22
4.4.1 Kondisi Lokasi Kawasan Hutan PPEH........................................ 10
4.4.2 Aspek Perencanaan, Organisasi, Actuasi, Control....................... 10
4.4.3 Pembahasan.................................................................................. 10
V. PENUTUP....................................................................................................... 24
5.1 Kesimpulan............................................................................................. 24
5.2 Saran....................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
LAMPIRAN......................................................................................................... 23
iv
Daftar Tabel
1. tabel 1. Pengamatan plot1.............................................................................. 10
2. tabel 2. Pengamatan plot 2............................................................................. 11
3. tabel 3. Pengamatan plot 3............................................................................. 12
4. tabel 4. Pengamatan plot 4............................................................................. 14
5. tabel 5. Pengamatan plot 5............................................................................. 15
6. tabel 6. Pengamatan hasil Satwa di Hutan .................................................... 16
7. tabel 7. Pengamatan hasil Pengukuran Suhu................................................. 18
8. tabel 8. Pengamatan HHBK........................................................................... 19
9. tabel 9. Nursery Alam (heterogen)................................................................. 20
10. tabel 10. Nursery HTI (homogeny)............................................................... 20
v
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran Perhitungan.................................................................................... 26
2. Lampiran Gamabar........................................................................................ 38
vi
I. Pendahuluan
1
kehutanan saat ini. Selain itu, terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.41/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan
Kawasan Suaka Alam dan KPA, kondisi tersebut menyebabkan RPTN TNBT
(1997-2021) perlunya dilakukan perbaikan dan direvisi menjadi Rencana
Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) TNBT (2015-2024).
1.2 Tujuan
Tujuan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan ini adalah untuk mengetahui
dan mengenal kondisi kawaasan hutan secara umum meliputi kondisi biofisik
kawasan dan sosial ekonomi masyarakat, serta mengamati praktik pengelolaan
hutan di lapangan dalam meningkatkan fungsi hutan tersebut.
2
II. Tinjauan Pustaka
3
Sebagai paru-paru dunia
Paru-paru yang kita miliki adalah organ yang mengatur Pertukaran gas
yang akan masuk dan yang akan keluar dari tubuh kita. Manusia bernafas
untuk memperoleh oksigen. Di dalam paru-paru, Terjadi pertukaran antara
oksigen dan karbon dioksida melalui dinding-dinding pembuluh darah.
Dengan cara ini, karbon dioksida tidak diolah Ulang di alam. Melalui
fotosintesis, berbagai jenis pohon perlu bahkan herba akan menyerap gas
karbon dioksida dan kemudian akan menghasilkan oksigen.
Hutan sebagai penampung air
Di dalam tanah, akar-akar pohon akan menembus kedalaman tertentu
sehingga berikatan erat dengan butiran-butiran tanah. Hal inilah yang
menyebabkan proses pengikatan air menjadi lebih mudah sehingga hutan
dapat berperan sebagai penampung air.
Hutan sebagai habitat
Semua mikro organisme, tumbuhan, dan hewan telah menjadikan
hutan sebagai rumahnya.
Hutan sebagai sumber obat-obatan
Sebagai sumber obat-obatan, fungsi hutan sebagai habitat tetap harus
dipertahankan. Jika hal ini dibiarkan, lambat laun akan berdampak pula bagi
kehidupan manusia.
Hutan sebagai sumber pangan
Begitu besarnya kebutuhan pangan manusia sehingga akhirnya banyak
peneliti yang menggunakan teknik rekayasa genetik untuk memperbaiki
kualitas sumber pangan berupa buah-buahan agar semakin berkualitas dan
bergizi tinggi
Hutan sebagai sarana rekreasi
Hutan hujan tropis merupakan jenis hutan yang banyak diminati oleh
para turis, baik domestik maupun internasional. Keindahan alamnya yang unik
memang menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa saja yang ingin berpetualang.
4
Hutan sebagai suatu ekosistem yang tidak hanya menyimpan sumberdaya
alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil
manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan
hutan. Sebagai fungsi ekosistem, hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti
penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan
peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global
(Soerianegara & Indrawan, 1982). Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan,
hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan
hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman. Beberapa tipe hutan yang
terdapat di Indonesia seperti dijelaskan berikut.
a. Hutan Bakau
Hutan bakau tumbuh di pantai-pantai landai dan berlumpur yang terkena
pasang surut. Hutan bakau sangat penting karena menjadi tempat bagi berbagai
jenis ikan dan udang (Dewi, 2010). Jenis pohon yang tumbuh pada hutan bakau
biasanya Terdiri dari, api-api (Avicenia sp.), pedada (Sonneratia sp.), bakau
(Rhizophora sp.), Lacang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), atau nipah
(Nypa sp.) Kondisi tanah Hutan bakau berlumpur, tanah liat, bahkan ada pula
hutan bakau yang tumbuh di atas Tanah bergambut. Perairan hutan bakau dengan
salinitas berkisar antara 0,5 – 35 ppt (Wafiroh, 2011). Keberadaan hutan bakau
dapat melindungi daratan dari pengaruh Abrasi dan dapat menjadi penampung
banjir dari pedalaman daratan. Hutan bakau dapat ditemui diantaranya pada pantai
Papua, Sumatra bagian timur, dan sepanjang Pesisir Kalimantan.
b. Hutan Rawa
Hutan rawa meliputi daerah rawa-rawa dengan berbagai jenis tumbuhan
seperti beluntas, pandan, dan ketapang (Indriyanto, 2006). Tumbuhan yang sering
ditemukan mendominasi hutan rawa ini antara lain, Palaquium leiocarpum,
Eucalyptus degulpta, Shorea uliginosa, Gareinia spp, Campnosperma
macrophylla, Canarium spp., Eugenia spp., Calophyllum spp., Koompassia spp.,
Xylopia spp (Kusmana & Istomo, 1995). Pada umumnya spesies yang tumbuhan
didalam Ekosistem hutan rawa cenderung berkelompok dan membentuk
komunitas tumbuhan yang miskin spesies. Dengan kata lain, penyebaran spesies
tumbuhan yang ada di ekosistem hutan rawa itu tidak merata. Secara periodik
5
hutan rawa juga terbentuk pada daerah yang terletak di dekat aliran sungai serta
tempat-tempat yang selalu tergenang air bila terjadi hujan. Jenis hutan ini banyak
terdapat di pantai timur Sumatra, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
c. Hutan Hujan Tropis
Menurut Ewusie (1990), hutan hujan tropika merupakan jenis nabatah
yang paling subur. Hutan jenis ini terdapat di wilayah tropika atau di dekat
wilayah tropika bumi yang menerima curah hujan berlimpah sekitar 2000-4000
mm setahunnya. Suhunya tinggi mencapai 25 - 26 oC dan seragam dengan
kelembaban rata-rata sekitar 80 %. Komponen dasar hutan adalah pohon tinggi
dengan tinggi rata-rata sekitar 30 m. Tajuk pepohonan ini sering dapat dikenali
karena terdiri dari tiga lapis yaitu pohon, pole, dan tumbuhan bawah. Pepohonan
itu tergabung dengan tumbuhan terna, merambat, epifit, pencekik, saprofit, dan
parasit. Berbunga, berbuah, dan luruhnya daun serta bergantinya daun sering
berlangsung bersinambung sepanjang tahun, dengan spesies berlainan yang
terlibat pada waktu yang berbeda-beda (Ewusie, 1990). Hutan hujan tropis
memiliki keragaman hayati yang melimpah, dan menjadikannya paru-paru dunia
yang utama sekaligus tempat hidup berbagai spesies hewan dan tumbuhan.
Menurut Haeruman (1980), hutan alam tropis yang masih utuh mempunyai
jumlah jenis tumbuhan yang sangat banyak. Hutan di Kalimantan mempunyai
lebih dari 40.000 jenis tumbuhan, dan merupakan hutan yang paling kaya
spesiesnya di dunia. Jenis tumbuhan termasuk pepohonan besar dan penting
dengan jumlah kurang lebih 4.000 jenis, merupakan bagian dari 40.000 jenis
tumbuhan di hutan Kalimantan. Hutan tropis memiliki sedikitnya 320 pohon
dengan ukuran garis tengah lebih dari 10 cm. Hutan hujan tropis Indonesia
memiliki ratusan jenis rotan, berbagai jenis anggrek seperti anggrek hutan, dan
beberapa jenis umbi-umbian sebagai sumber makanan dan obat-obatan. Menurut
Vickery (1984), tegakan hutan hujan tropis didominasi oleh pepohonan.
Keanekaragaman spesies pohon di hutan hujan tropis sangat tinggi dibandingkan
di ekosistem lain. Hal ini dapat dilihat saat terjadi kenaikan ketinggian 100 meter,
sehingga dapat terlihat vegetasi yang berada di kawasan hutan mengalami
perubahan.
6
Hutan tanah gambut adalah jenis hutan yang terbentuk dari akumulasi sisa-
sisa tumbuhan yang setengah membusuk. Hutan gambut tumbuh diatas kawasan
yang digenangi air dalam keadaan asam dengan pH 3,5 - 4,0 dan tentunya
fenomena ini menjadikan tanah sangat miskin hara (Agus & Subiksa, 2008).
Menurut Indriyanto (2005), hutan gambut didefinisikan sebagai hutan yang
terdapat pada daerah bergambut ialah daerah yang digenangi air tawar dalam
keadaan asam dan di dalamnya terdapat penumpukan sisa tanaman yang telah
mati. Lahan gambut memiliki ciri-ciri berwarna hitam pekat, warna hitam ini
dikarenakan lahan gambut menyimpan karbon ( C ) dalam jumlah yang besar. Hal
tersebut sangat bermanfaat bagi tanaman atau hutan yang ada di atasnya. Adapun
fakta-fakta tentang lahan gambut secara global, yaitu lahan gambut menyimpan
528.000 Mt karbon, setara dengan 75% dari semua karbon dalam atmoshphere
atau 70 kali saat ini emisi global tahunan dari pembakaran bahan bakar fosil.
Namun, stok karbon mereka adalah sekitar 75% dari semua karbon yang
tersimpan di dunia yang luas (Agus & Subiksa, 2008).
Sekitar 83% lahan gambut di Asia Tenggara termasuk dalam wilayah
Indonesia yang sebagian besar tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan
Papua. Lahan gambut di Indonesia mempunyai ketebalan satu hingga dua belas
meter, bahkan di tempat tertentu bisa mencapai dua puluh meter (Wahyunto, dkk,
2012). Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan mencapai 18,8 juta hektar
atau sekitar 10,8% dari luas daratan di Indonesia. Lahan gambut paling luas
terdapat di pulau Sumatera, yaitu sekitar 7,2 juta hektar atau 35% dari seluruh luas
tanah gambut di Indonesia.
7
III. Metodologi
1. Mengamati jenis-jenis pohon yang ada dan gambarkan bagian pohon yang
mencirikan kondisi tempat tumbuh.
2. Membuat petak pengamatan (metode jalur) dengan ukuran 20 x 20
masing-masing kelompok 5 plo
3. Jarak antar kelompok berjauhan dengan memperhatikan protokol
pencegahan Covid 19.
4. Mengamati kondisi hidup pohon antara lain jenis, jumlah, tinggi dan
diameter setinggi dada pada tingkat pohon, jumlah dan tinggi permudaan
8
5. Gambarkan letak pohon, jarak antar pohon
6. Mengamati kondisi tumbuhan bawah atau tutupan tanah jenis dan
persentasi tutupan.
7. Catatlah bentangan lahan (datar, landai, bergelombang, berbukit,
bergunung), jenis tanah (gambut/mineral), suhu dan kelembaban
8. Catatlah data pengamatan dalam bentuk tabel yang sistematis.
9. Mengamati satwa-satwa yang hidup diantara pepohonan.
10. Mencatat satwa-satwa yang mungkin terlihat pada saat pengamatan
berlangsung
11. Pilih salah satu jenis tumbuhan yang akan dijadikan untuk pembuatan
herbarium. Cara pembuatan herbarium dapat dilihat di link berikut ini
https://www.youtube.com/watch?v=Bw-LNhK3DYA
12. Dokumentasikan setiap kegiatan dan objek yang diamati untuk keperluan
pembuatan video dokumenter.
Hasil yang diharapkan :
9
1. Mengetahui kondisi masyarakat terkait aspek bidang sosial, budaya dan
tingkat perekonomian
2. Mengetahui peran keberadaan hutan bagi perekonomian masyarakat.
10
IV. Hasil dan Pembahasan
11
Bentuk Plot yang dipakai untuk melakukan pengukuran analisis vegetasi
adalah persegi panjang, dengan ukuran 100m x 20m, dengan sub plot ukuran 20m
x 20m kemudian di buat plot plot Kecil untuk semai, panjang, tiang dan pohon.
Dengan ukuran yang telah ditentukan.
Gbr. Plot
4.1.1 Mengenal Komposisi Jenis, diameter dan tinggi pada Tipe Vegetasi
pada Hutan Alam
Jenis
Tingkat Nama Nama Latin Diameter T.total T.bc Jumlah
Lokal (m) (m) (m)
Semai Meranti Shorea Peltata 5
2x2 m Putat Planchonia 25
valida
Meranti Shorea Peltata 7,32 12
Pancang Tulang 7,96 15
5x5 m Meranti Shorea Peltata 3,18 3
Meranti Shorea Peltata 3,18 3,5
Meranti Shorea Peltata 3,18 4
Putat Planchonia 11,46 12
valida
Tiang Meranti Shorea Peltata 15,92 20
10x10 m Medang Phoebe 11,14 14
hunanensis
Tulang 10,5 13
12
Parashorea 10,82 13
medang Phoebe 15,6 18
hunanensis
Tempanai 33.12 22 17
Marsawa Anisoptera 99,36 28 18,4
Pohon marginata
20x 20m Terap Artocarpus 53,82 27 12
odoratissimus
Tempanai 42,35 26 15
Medang Phoebe 30,89 21 16
hunanensis
Medang Phoebe 26,43 22 16
hunanensis
Jenis
Tingkat Nama Nama Latin Diameter T.total T.bc Jumlah
Lokal (m) (m) (m)
Semai Meranti Shorea 8
2x2 m Peltata
Meranti Shorea 8,28 12
Pancang Peltata
5x5 m Meranti Shorea 7,96 11
Peltata
Medang Phoebe 7,32 8
hunanensis
Medang Phoebe 5.09 8
hunanensis
Bintanur Calophyllum 8,28 15
inophyllum
Tiang Meranti Shorea 11,14 17
13
10x10 m Peltata
Meranti Shorea 58,28 26 18
Peltata
Meranti Shorea 44,26 26 14
Pohon Peltata
20x 20m
Marsawa Anisoptera 92,35 35 24
marginata
Tulang 21,33 16 5
Meranti Shorea 31,52 25 18
Peltata
Medang Phoebe 37,57 17 9
hunanensis
Meranti Shorea 33,43 16 11
Peltata
Kedondong Spondias 37,89 20 9
Hutan pinnata
Jenis
Tingkat Nama Nama Diameter T.total T.bc Jumlah
Lokal Latin (m) (m) (m)
Meranti Shorea 12
Semai Peltata
2x2 m Medang Phoebe 3
hunanensis
Unknown 3
Pancang Unknown 3,82 3,3
5x5 m Unknown 3,5 4
Unknown 4,14 6
Unknown 8,28 10
Tiang Meranti Shorea 10,19 17,5
14
10x10 m Peltata
Medang Phoebe 13,37 11
hunanensis
Unknown 41,4 26 17
Seminai 38,21 26 17
Pohon Balau 91,4 34 28
20x 20m Medang Phoebe 27,07 25 17
hunanensis
Medang Phoebe 24,52 25 20
hunanensis
Jenis
Tingkat Nama Nama Latin Diameter T.total T.bc Jumlah
Lokal (m) (m) (m)
Semai Meranti Shorea 9
2x2 m Peltata
Medang Phoebe 3,18 3
Pancang hunanensis
5x5 m Parashorea 5.09 5
Medang Phoebe 3,82 7
hunanensis
Medang Phoebe 1,59 2,5
hunanensis
Tempanai 10,5 25
Tiang Meranti Shorea 10,19 17
10x10 m Peltata
Manggis Garcinia 14,33 16
Hutan mangostana
L
Masrsawa Anisoptera 146,49 35 24
15
marginata
Tempanai 22,29 22 20
Medang Phoebe 39,49 20 6
Pohon
hunanensis
20x 20m
Tembulun 53,5 26 17
Tempanai 58,91 28 18
Tempanai 20,7 24 15
Rengas Gluta 27,38 23 16
renghas
Batu 30,57 28 20
Meranti Shorea 35,35 24 19
Peltata
Putat Planchonia 51,91 26 20
valida
Jenis
Tingkat Nama Nama Diameter T.total T.bc Jumlah
Lokal Latin (m) (m) (m)
Semai Meranti Shorea 34
2x2 m Peltata
Meranti Shorea 5,73 4
Pancang Peltata
5x5 m Meranti Shorea 6,05 6
Peltata
Meranti Shorea 4,93 7
Peltata
Meranti Shorea 3,5 6
Peltata
Tiang Medang Phoebe 10,82 20
10x10 m hunanensis
16
Meranti Shorea 13,69 10
Peltata
Balau 100,63 36 28
Pohon Meranti Shorea 32,8 22 12
20x 20m Peltata
Meranti Shorea 44,58 26 18
Peltata
Unknown 46,81 22 8
4.1.2 Komposisi jenis pohon dan ciri-ciri pohon tersebut sesuai dengan
herbarium yang telah dibuat
17
bagian ujung
terdapat buah
dengan bentuk oval
dan panjang kira-
kira 3cm sd 5cm.
Buahnya berwarna
kemerahan terdapat
bulu halus pada
permukaannya.
Pohon gaharu
berkualitas terlihat
pada bagian
gubalnya yang
berwarna hitam
pekat merata
memiliki aroma
khas saat dipotong.
4 Bintangur Calophyllum Daunnya besar dan
inophyllum berbentuk oval
dengan warna hijau
gelap pada daun
yang tua dan hijau
cerah di daun yang
masih muda.
Bunganya berukuran
sekirar 25 mm dan
muncul di
perbungaan
racemose atau panik
yang terdiri dari
empat sampai 15
bunga. Buahnya
18
berbentuk bulat,
berbiji hijau dengan
diameter 2-4 cm dan
memiliki satu biji
besar
5 Tembesu Fagraea fragrans Daunnya berwarna
hijau muda dan
bentuknya lonjong.
Buah pohon
tembesu merupakan
buah beri dan
rasanya pahit. Pohon
tembesu memiliki
bentuk tidak teratur,
dihabitatnya ia dapat
tumbuh mencapai
ketinggian 10
hingga 35 meter.
Batangnya berwarna
coklat gelap, dengan
kulit batang pecah-
pecah kasar.
19
Tabel 8. Kondisi Iklim di lokasi praktik
4.1.4 Pembahasan
Iklim
TNBT berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson termasuk Tipe
iklim A dengan ciri-ciri hujannya tinggi (sangat basah), vegetasi hutan hujan
tropis, curah hujan rata-rata 2.577 mm/tahun dengan kelembaban relatifnya antara
50 % dan 90 %. Sementara menurut klasifikasi Koppen, TNBT termasuk iklim
basah (AF) dengan ciri-ciri iklim tropika, rata-rata suhu dari bulan terdingin lebih
dari 18 °C, panas sepanjang tahun dan basah sepanjang tahun, serta curah hujan
bulanannya lebih dari 60 mm.
20
4.2 Pengamatan satwa di Hutan
Menurut Pasal 1 ayat 5 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Satwa adalah semua jenis sumber daya
alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara. Sedangkan
yang dimaksud dengan Satwa liar dalam pasal 1 ayat 7UU No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah semua
binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih
mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh
manusia, selain itu juga satwa liar dapat diartikan semua binatang yang hidup di
darat dan di air yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun
yang dipelihara oleh manusia.Satwa migransatwa yang berpindah tempat secara
teratur dalam waktu dan ruang tertentu1, Satwa yang boleh diburu adalah satwa
yang menurut undang-undang atau peraturan telah ditetapkan untuk dapat
diburu.Sedangkan Satwa langka adalah binatang yang tinggal sedikit jumlahnya
dan perlu dilindungi
Pasal 21 ayat (2) huruf d UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi ”
Pengertian satwa liar lainnya antara lain dirangkum dalam Pasal 1 butir 7 undang-
undang tersebut yaitu ”Satwa liar adalah semua binatang yang hidup didarat,
dan/atau di air dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang
hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia” Pembatasan dalam
penggolongan atau pengkategorian lainnya terhadap satwa liar tersebut juga
termuat dalam penjelasan Pasal 1 butir 7 yaitu sebagai berikut: “Ikan dan ternak
tidak termasuk dalam pengertian satwa liar tetapi termasuk dalam pengertian
satwa” Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
4.2.1 Mengenal Komposisi Jenis, jumlah dan lokasi ditemukan pada Tipe
Vegetasi pada Hutan Terganggu
21
2 Biawak 1 Hutan
Tak
3 Semut Hutan
terhingga
4 Kadal rumput 1 Hutan
Tabel 10. Data hasil studi literatur. Sumber : RPJP TNBT 2015-2024
22
4.2.2 Mengenal ciri-ciri dan karakteristik satwa tersebut
Nama Satwa
No Ciri ciri
Nama Lokal Nama Ilmiah
Bentuk Paruh
yang besar dan
panjang, memiliki
suara yang khas,
memiliki tanduk
1 Burung rangkong
atau jambul di atas
kepalanya, warna
badan hitam, dan
putih pada
ekornya
Memiliki lidah
yang panjang,
2 Biawak warna badan
coklat kehitaman,
memiliki 4 kaki
Hidup secara
koloni, memiliki
bau khusus,
memiliki antena,
3 Semut memiliki mata
majemuk,
memiliki 3 bagian
tubuh, kepala,
dada, perut.
4 Kadal rumput Memiliki warna
hijau, ekor
23
panjang, bentuk
tubuh yang kecil,
hidup di semak
belukar atau
pepohonan
Merupakan jenis
kera dari family
Hylobatidae.
5 Ungko Anthophila
Memiliki alis
brewok, jenggot
berwarna putih
4.2.3 Pembahasan
24
berada di luar kawasan konservasi diperkirakan sekitar 100 ekor (Soehartono et al.
2007).
25
Menurut Haryono (2011) rata-rata pertambahan penduduk di desa sekitar
TNBT wilayah Propinsi Riau dari tahun 2002 sampai tahun 2006 sebesar 241
jiwa, sedangkan desa di wilayah Propinsi Jambi sebesar 232 jiwa. Pertambahan
jumlah penduduk yang relatif tinggi di desa sekitar TNBT wilayah Propinsi Riau
terjadi di desa-desa sepanjang jalan Lintas Timur Sumatera, yaitu: Desa Talang
Lakat, Desa Sungai Akar, Desa Keritang, Desa Batu Ampar, dan Desa Selensen.
Sedangkan rata-rata pertumbuhan jumlah penduduk di wilayah Propinsi Jambi
yang relatif tinggi terjadi di Desa Lubuk Mandarsah. Relatif tingginya
pertambahan penduduk di desa-desa tersebut disebabkan oleh adanya arus
pendatang dari daerah lain, terutama dari Propinsi Sumatera Utara dan Aceh.
Tabel 12. Data hasil studi literatur. Sumber : RPJP TNBT 2015-2024
26
4.3.1 Karakteristik Masyarakat Sekitar Hutan
27
Sosial-Ekonomi
a. Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama masyarakat di daerah penyangga TNBT wilayah
Kabupaten Indragiri Hulu ialah bertani (82%). Sedangkan mata pencaharian
utama masyarakat di daerah penyangga TNBT wilayah Kabupaten Indragiri Hilir
adalah berkebun sawit. Aktivitas pertanian penduduk asli di daerah penyangga
wilayah Kabupaten Indragiri Hulu ialah berkebun karet dengan membuka hutan
eks HPH. Sementara masyarakat pendatang yang memiliki modal lebih memilih
berkebun sawit.
b. Pendidikan
Anak-anak yang tinggal di daerah penyangga TNBT rata-rata hanya
bersekolah sampai jenjang sekolah dasar dan sedikit yang melanjutkan ke jenjang
yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan terbatasnya sarana pendidikan dan kondisi
ekonomi keluarga. Umumnya, sarana pendidikan yang tersedia di desa-desa
sekitar TNBT hanya SD dan Madrasah Tsanawiyah. Namun, kondisi tersebut
secara perlahan membuat generasi muda di daerah penyangga TNBT tidak buta
huruf (Haryono 2011).
c. Agama
Penduduk yang tinggal di daerah penyangga TNBT sebagian besar
menganut agama islam (87%), sementara yang menganut agama kristen
sekitar 10%. Masyarakat pendatang dari Sumatera Utara umumnya beragama
kristen, sedangkan sisanya (3%) merupakan masyarakatTalang Mamak masih
yang memegang agama adat (Haryono 2011).
d. Budaya
Masyarakat Melayu dan Talang Mamak masih memegang teguh adat, hal
ini dinyatakan dengan pepatah “biar mati anak asal jangan mati adat”. Pepatah
tersebut menunjukan masyarakat mengagungkan adat di atas kepentingan lainnya.
Salah satu bentuk masih dipegang-teguhnya adat ialah adanya hutan keramat yang
dijaga. Konsepsi hutan penting bagi masyarakat Melayu dan Talang Mamak,
karena hutan merupakan bagian kosmologi dalam kehidupan nyata dan gaib
(Haryono 2011).
28
Potensi tumbuhan obat yang terdapat di TNBT sangat melimpah, terdapat
110 jenis tanaman telah dimanfaatkan oleh Suku Talang Mamak untuk mengobati
56 macam penyakit, dan 22 jenis cendawan untuk mengobati 18 macam penyakit,
serta 182 jenis tanaman digunakan Suku Melayu untuk mengobati 45 macam
penyakit, dan 8 jenis cendawan untuk mengobati 8 macam penyakit. Dari data
tersebut, 51 tumbuhan obat, 8 cendawan obat dan 2 binatang obat yang memiliki
prospek untuk diteliti dan dikembangkan (Ekspedisi Bio-Medika 1998).
Masyarakat sekitar TNBT telah memanfaatkan tumbuhan sebagai sumber
tanaman hias, bumbu masak, karbohidrat, penghasil lateks, dan resin, ritual/magis,
sumber tali-temali, dan pewarna alami. Terdapat 158 jenis tumbuhan hutan yang
dibudidayakan dan 486 jenis tumbuhan hutan yang telah dimanfaatkan. Dari 660
jenis tumbuhan yang dipergunakan oleh masyarakat lokal, diperkirakan 20%
diantaranya diperoleh dari hutan primer, sekitar 11 % areal bekas tebangan, 29%
dari hutan sekunder, 15% dari hutan karet, 5% dari areal ladang, dan 19% dari
lahan pekarangan (Schumacer 1994). Melihat besarnya proposi penggunaan jenis
tanaman pada hutan primer dan areal hutan sekunder, maka dapat disimpulkan
bahwa masyarakat sekitar hutan sangat tergantung pada keberadaan hutan dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari.TNBT memiliki potensi satwa yang bernilai
ekonomi tinggi untuk dimanfaatkan, antara lain: rusa, kijang, burung, kupu-kupu,
dan lebah madu. Saat ini peluang penangkaran/ budidaya satwa liar tersebut
belum dapat dilakukan, sehingga manfaatnya belum dapat dinikmati secara luas.
Masyarakat masih cenderung melakukan perburuan liar atau mengambil langsung
hasilnya dari alam terhadap satwa liar maupun produk dari satwa liar tersebut.
Berdasasarkan Ekspedisi Bio-Medika (1998), selain memanfaatkan kekayaan
fauna untuk pangan, masyarakat Suku Anak Dalam memanfaatkan satwa untuk
pengobatan (Etnozoologi), ditemukan 9 jenis yang dimanfaatkan untuk mengobati
54 jenis penyakit.
4.3.3 Pembahasan
Berdasarkan penuturan dari Pak Kayau, salah satu warga asli suku Talang
Mamak yang tinggal di desa Talang Lakat yang kami wawancara mengatakan,
masyarakat banyak memanfaatkan hasil hutan seperti jernang, kelukup, damar,
durian, jengkol, dan tanaman lainnya untuk kebutuhan hidup ataupun untuk dijual,
29
kayu untuk membuat rumah. Selain itu masyarakat juga memanfaatkan hewan
yang diperbolehkan untuk kebutuhan hidup.
30
Berdasarkan hasil analisis proyeksi 10 (sepuluh) tahun ke depan dan
analisis kondisi internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pengelolaan
TNBT, maka BTNBT menyusun rencana kegiatan pengelolaan untuk periode
2015-2024. Rencana kegiatan tersebut meliputi sasaran/output, waktu
pelaksanaan, dan pihak yang terlibat. Informasi lebih lengkap terkait rencana
kegiatan dapat dilihat pada Tabel 14.
31
32
33
4.4.1 Kondisi Lokasi Kawasan Hutan PPEH
34
Kondisi fisik TNBT dan sekitarnya umumnya memiliki topografi curam
dan kemiringan lereng rata-rata di atas 40% (18°). Kawasan ini juga merupakan
daerah tangkapan air untuk empat DAS utama, yaitu: 1) Batanghari, 2)
Pengabuan, 3) DAS Reteh, dan 4) Indragiri. Kawasan Bukit Tiga puluh
dianjurkan untuk tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan/kawasan lindung
sesuai dengan Keppres. 32/1990 tentang pengelolaan kawasan lindung.
35
Kehutanan, Pengendali Ekosistem Hutan, Penyuluh Kehutanan). Struktur
Organisasi BTNBT dapat dilihat pada Gambar.
36
4.4.3 Pembahasan
a. Kebutuhan lahan untuk areal budidaya dan kebutuhan kayu untuk alasan
pembangunan sarana dan prasarana yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan
perambahan dan penebangan liar;
b. Batas kawasan tidak jelas karena berbagai sebab sehingga seringkali dijadikan
justifikasi untuk melakukan kegiatan ilegal dalam kawasan;
d. TNBT dikesankan lebih luas dari kawasan budidaya dan dipersepsikan sebagai
lahan produktif bukan sebagai wilayah penyangga kehidupan;
37
e. Masyarakat di sekitar TNBT sebagian besar masih tergolong miskin;
f. Potensi sumber daya alam TNBT belum terasa manfaatnya secara langsung oleh
masyarakat setempat.
38
V. Penutup
4.5 KESIMPULAN
1. Persemaian (Nursery) adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses
benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap
ditanam di lapangan
2. Lahan rawa gambut adalah lahan rawa yang didominasi oleh tanah
gambut. Lahan ini mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi
kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya
sehingga harus dilindungi dan dilestarikan
3. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup didarat, dan/atau di air
dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup
bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
4. Sebagian masyrakat memanfaatkan hasil hutan kayu dan hasil hutan non
kayu.
5. Pohon yang banyak kami temui adalah ramin, pasir-pasir
4.6 SARAN
39
Daftar Pustaka
Dyah K.S, 2010. Persemaian. bahan bacaan mata ajaran pengelolaan hutan
lanjutan program pascasarjana IPB, Bogor: Institut Pertanian Bogor.
40
Lampiran
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Plot 1
PANCANG
D=( )
5+5 5+5
+( ):2
2 2
D=(5+5): 2=10 :2=5
TIANG
41
12000
Tinggit= :100
t
12000 1000
t= :100 t= =10 m
12 100
42
12000
Tinggit= :100
t
12000 1200
t= :100 t= =12 m
10 100
1200
t= =12
100
POHON
43
12000
Tinggit= :100
t
12000 666,66
t= :100 t= =6,66 m
18 100
Pohon
sisi depan sisi belakang
(SP1) D= + :2
2 2
sisi kiri+ sisi kanan sisi kiri+ sisi kanan
D¿ + :2
2 2
25+30 25+25
D= + :2
2 2
D=27,5+ 25: 2=2,5 :2=26,25
12000
Tinggit= :100
t
12000 387,09
t= :100 t = =3,87 m
31 100
44
D=17,5+ 22,5:2=40 :2=20
12000
Tinggit= :100
t
12000 433,21
t= :100 t = =4,33 m
27,7 100
45
12000
Tinggit= :100
t
12000 377,35
t= :100 t = =3,77 m
31,8 100
Plot 3
TIANG
46
5+5 5+10
D= + :2
2 2
D=5+ 7,5:2=12,5: 2=6,25
12000
Tinggit= :100
t
12000 1200
t= :100 t= =12 m
10 100
PLOT 4
tiang
47
sisi kiri+ sisi kanan sisi kiri+ sisi kanan
D¿ + :2
2 2
10+10 10+ 10
D= + :2
2 2
D=10+ 10:2=20 :2=10
12000
Tinggit= :100
t
12000 923,07
t= :100 t= =9,23 m
13 100
Pohon
48
sisi kiri+ sisi kanan sisi kiri+ sisi kanan
D¿ + :2
2 2
20+20 25+15
D= + :2
2 2
D=20+20 :2=40 :2=20
12000
Tinggit= :100
t
12000
t= :100 t=540,54=5,40 m
22,2
49
20+15 20+20
D= + :2
2 2
D=17,5+ 20:2=37,5 :2=18,5
12000
Tinggit= :100
t
12000 480
t= :100 t= =4,8 m
25 100
1200
t= =12m
100
1000
t= =10 m
100
50
25+25 25+30
D= + :2
2 2
D=25+27,5: 2=52,5 :2=26,25
12000
Tinggit= :100
t
12000 480
t= :100 t= =4,8 m
25 100
PLOT 5
PANCANG
sisi depan sisi belakang
(SP1) D= + :2
2 2
sisi kiri+ sisi kanan sisi kiri+ sisi kanan
D¿ + :2
2 2
5+5 5+5
D= + :2
2 2
D=5+ 5:2=10 :2=5
12000
Tinggit= :100
t
12000 2000
t= :100 t= =20 m
6 100
TIANG
sisi depan sisi belakang
(SP1) D= + :2
2 2
sisi kiri+ sisi kanan sisi kiri+ sisi kanan
D¿ + :2
2 2
5+5 5+5
D= + :2
2 2
D=5+ 5:2=10 :2=5
12000
Tinggit= :100
t
12000 1500
t= :100 t= =15 m
8 100
51
POHON
sisi depan sisi belakang
(SP1) D= + :2
2 2
sisi kiri+ sisi kanan sisi kiri+ sisi kanan
D¿ + :2
2 2
20+15 15+15
D= + :2
2 2
D=17,5+ 15:2=32,5: 2=16,25
12000
Tinggit= :100
t
12000 515,02
t= :100 t= =5,15 m
23,3 100
52
sisi depan sisi belakang
(SP4) D= + :2
2 2
sisi kiri+ sisi kanan sisi kiri +sisi kanan
D ¿( )+( ) :2
2 2
15+15 15+ 10
D= + :2
2 2
D=15+ 12,5:2=27,5 :2=13,75
12000
Tinggit= :100
t
12000 545,45
t= :100 t = =5,45 m
22 100
53
LAMPIRAN GAMBAR
54