Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEANEKARAGAMAN EKOSISTEM

JASA EKOSISTEM PERKEBUNAN TEBU (Saccharum officinarum L.)

DI DESA GONDANGLEGI KULON

Dosen Pengampu:

Dr. Dwi Suheriyanto, S.Si M.P.

Disusun Oleh:

Nama : M. Ramadloni Ilyas

NIM : 200602110161

Kelas : Biologi D

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Pertama, mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kita masih diberi kesehatan dan kesempatan
untuk berpikir kritis dalam menimba ilmu. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah limpahkan kepada baginda kita, Nabi agung Muhammad SAW yang telah
menuntun kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang-benderang yakni
Agama Islam.

Ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat berupa
kesehatan dan kesempatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Jasa Ekosistem Perkebunan Tebu (Saccharum officinarum L.)” dengan
baik. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah “Keanekaragaman
Ekosistem” yang diampu oleh Bapak Dr. Dwi Suheriyanto. S.Si, M.P.

Dengan terbitnya makalah ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber ilmu
pengetahuan dan penambah wawasan bagi para pembaca, maupun terhadap
penulis. Kritik serta saran yang membangun terhadap makalah ini sangat
bermanfaat untuk penyusun sebagai perbaikan makalah kedepannya.

Malang, 20 September 2022

M. Ramadloni Ilyas

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................

1.2
Tujuan...................................................................................................................

1.3
Manfaat.................................................................................................................

BAB II.
PEMBAHASAN..........................................................................................

2.1 Pengertian Jasa


Ekosistem....................................................................................

2.2 Definisi Desa/Pedesaan........................................................................................

2.3 Ciri-ciri Kehidupan


Desa......................................................................................

2.4 Karakteristik Ekosistem


Pedesaan .......................................................................

2.5 Jasa Ekosistem Pedesaan......................................................................................

2.6 Pengelolaan Ekosistem Pedesaan.........................................................................

2.7 Permasalahan Ekosistem


Pedesaan ......................................................................

2.8 Keberlanjutan Ekosistem


Pedesaan ......................................................................

BAB III. KESIMPULAN.........................................................................................

iii
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................................

LAMPIRAN...............................................................................................................

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekosistem merupakan suatu wilayah geografis dimana tumbuhan, hewan,
dan organisme lain, serta cuaca juga lanskap, saling bekerja sama untuk
membentuk gelembung kehidupan. Jasa ekosistem adalah manfaat yang
diperoleh manusia dari ekosistem. Ekosistem yang sehat menyediakan
berbagai jasa ekosistem termasuk air bersih, tanah produktif, dan pengaturan
iklim yang mendukung banyak proses ekonomi, kebutuhan dasar masyarakat,
dan budaya atau spiritual (Jenkins & Schaap, 2018). Konsep jasa ekosistem
atau ecosystem services didefinisikan sebagai manfaat yang diperoleh manusia
sebagai hasil keluaran fungsi dan proses ekologi (de Groot dkk., 2010), baik
secara langsung maupun tidak langsung (Daily, 1997).
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ekosistem alamnya
yang sangat komplek, salah satunya yaitu sawah. Sawah merupakan ekosistem
lahan basah buatan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia sebagai
penghasil bahan pangan. Sawah juga merupakan ekosistem perairan tergenang
yang mendukung kehidupan berbagai jenis hewan dan tumbuhan air.
Ekosistem sawah memiliki keanekaragaman fauna yang tinggi. Berbagai jenis
fauna ini ada yang merupakan penghuni asli habitat sawah dan ada pula yang
sengaja diintroduksi oleh manusia untuk keperluan budidaya. Jenis-jenis fauna
yang biasa ditemukan dalam ekosistem sawah antara lain reptil, ikan, amfibi,
serangga, unggas dan mamalia. Sawah selain memiliki fungsi dan manfaat
sebagai penghasil bahan pangan (khususnya beras), namun juga memiliki
fungsi dan manfaat ekologis dan sosial budaya (Puspita et al., 2005).
Terlepas dari pentingnya ekosistem dalam kehidupan dan pembangunan
sosial ekonomi, jasa ekosistem menurun dengan cepat karena peningkatan
penggundulan hutan, degradasi lahan yang meliputi pembangunan rumah serta
pabrik, dan praktik pengelolaan hutan yang buruk. Kerugian ini
membahayakan pasokan jasa ekosistem, termasuk jumlah bahan bakar kayu,

v
hasil hutan non-kayu hingga air, udara dan berdampak buruk terhadap mata
pencaharian pedesaan (Kasaro, Phiri, & Nyambe, 2019).
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara agraris yang mana
sektor pertaniannya menjadi penyokong utama perekonomian. Dalam kegiatan
pertanian, tiap-tiap komoditas membutuhkan kondisi lahan yang berbeda-beda
tergantung jenis/varietasnya. Hal ini juga berlaku pada tanaman tebu, yang
merupakan salah satu komoditas pertanian terpenting di Indonesia. Di Jawa
Timur, lahan tebu tercatat seluas 203.566 ha yang terdiri dari perkebunan tebu
rakyat 184.211 ha, perkebunan tebu negara 18.950 ha dan perkebunan swasta
656 ha. Di Kabupaten Malang, rata - rata produktivitas tebu mencapai 90
ton/ha dalam 5 tahun terakhir (2016-2020). Salah satu daerah sentra produksi
tebu di Malang ialah Kecamatan Gondanglegi.
Dari hasil survey BPS Kab. Malang tahun 2020, Desa Gondanglegi Kulon
merupakan dasa yang terletak di ketinggian sekitar 360 mdpl , tepatnya di
daerah Kab. Malang bagian selatan. Hal ini mengakibatkan tanah di desa
tersebut sangat cocok ditanami pohon tebu dikarenakan tanaman tersebut tidak
membutuhkan sistem pengairan yang terus-menerus.

1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah jasa ekosistem pedesaan kali ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian jasa ekosistem pedesaan.
2. Untuk mengetahui ciri kehidupan dan karakteristik ekosistem pedesaan.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan permasalahan serta
keberlanjutan ekosistem perkebunan tebu di Desa Gondanglegi Kulon.

1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami pengertian dari jasa ekosistem pedesaan.
2. Memahami ciri kehidupan dan karakteristik ekosistem pedesaan.
3. Menambah wawasan mengenai bagaiman pengelolaan permasalahan serta
keberlanjutan ekosistem perkebunan tebu di Desa Gondanglegi Kulon.

vi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Jasa Ekosistem
Jasa ekosistem atau sering juga disebut dengan jasa ekosistem terhadap
kehidupan manusia bukanlah hal yang baru. Jika ditelusuri kembali, gagasan
ini setidaknya sudah ada sejak masa Plato (Daily et al., 2009; Echeverri &
Chan, 2010; Gómez-Baggethun et al., 2010a). Istilah “jasa ekosistem” muncul
pada sekitar pergantian abad ke 21 untuk memperluas konservasi biologis
yang mana pengertiannya masih tradisional dan tergantung pada nilai intrinsik
dari alam (Brouwer et al., 2013; Mengist & Soromessa, 2019; Vihervaara et
al., 2010). Arah yang diambil oleh penelitian jasa ekosistem sejak 1990-an
ditandai dengan peningkatan metode penilaian dalam peningkatan moneter
dan penelitian tentang cara memonetisasi jasa ekosistem di pasar (Gómez-
Baggethun et al., 2010).
Jasa ekosistem adalah manfaat yang diperoleh manusia dari ekosistem
(Millennium Ecosystem Assessment, 2005). Jasa ekosistem adalah komponen
dari alam yang dapat dinikmati, dikonsumsi, atau digunakan secara langsung;
unit pengukuran praktis pada jasa ekosistem adalah stok (misalnya, jumlah
lebah), dan layanan eksplisit secara spasial (Costanza et al., 1997). Menurut
Daily et al., (2009), jasa ekosistem adalah manfaat yang diberikan kepada
manusia dalam bentuk aset ekosistem (termasuk tanah, air, tanaman, dan
atmosfer) menjadi aliran barang dan jasa penting, seperti udara bersih, air dan
makanan. Jasa ekosistem juga disebut sebagai fungsi pendukung kehidupan
seperti pembersihan, daur ulang, dan pembaruan, serta manfaat estetika
(Acharya et al., 2019). Jasa ekosistem sangat penting bagi mata pencaharian
maupun kesejahteraan dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi (Reid,
2005). Sejak diterbitkannya laporan penilaian ekosistem milenium di tahun
2003, jasa ekosistem telah banyak ditempatkan secara kuat pada agenda
kebijakan secara global (Ferraro et al., 2012). Konsep jasa ekosistem menjadi
sangat penting dalam praktik dan kebijakan konservasi terutama di negara-
negara berkembang (Kramer, 2012).

vii
2.2 Definisi Desa/ Pedesaan
Desa/ pedesaan dalam kehidupan sehari-hari sering diistilahkan dengan sebutan
kampung, yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari keramaian kota dan dihuni oleh
sekelompok masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya dalam sektor
pertanian. Hal ini sejalan dengan pengertian desa menurut Daldjoeni (2003),
mengatakan bahwa desa merupakan pemukiman manusia yang letaknya di luar kota
dan penduduknya berpangupajiwa agraris. Desa dengan berbagai karakteristik fisik
maupun sosial, memperlihatkan adanya kesatuan di antara unsur-unsurnya.
Dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa Desa adalah
desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana menurut R. Bintarto (1977)
bahwa wilayah perdesaan merupakan suatu perwujudan geografis yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomis, politis dan kultural
yang terdapat disitu dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan
daerah-daerah lainnya. Adapun secara administratif, desa adalah daerah yang
teridir atas satu atau lebih dukuh atau dusun yang digabungkan, sehingga
menjadi suatu daerah yang berdiri sendiri dan berhak mengatur rumah
tangganya sendiri (otonomi).
Suatu daerah dikatakan sebagai desa/ pedesaan, dikarenakan memiliki
beberapa ciri khas yang dapat dibedakan dengan daerah lain di sekitaranya.
Berdasarkan pengertian Dirjen Pembangunan Desa (Dirjen Bangdes), ciri-ciri
desa yaitu sebagai berikut :
a. Perbandingan lahan dengan manusia (man land ratio) cukup besar
b. Lapangan kerja yang dominan ialah sektor pertanian (agraris)
c. Hubungan antarwarga desa masih sangat akrab
d. Sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku
dan masih banyak ciri-ciri lainnya.

viii
Sebagai daerah otonom, desa memiliki tiga unsur penting yang satu sama
lain merupakan satu kesatuan. Adapun unsur-unsur tersebut menurut R.
Bintarto (1977) antara lain :
a. Daerah, terdiri atas tanah-tanah produktif dan non produktif serta
penggunaanya, lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan
geografi setempat.
b. Penduduk, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran dan
mata pencaharian penduduk.
c. Tata kehidupan, meliputi pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan
pergaulan warga desa.
Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan hidup (living unit), karena
daerah yang menyediakan kemungkinan hidup. Penduduk dapat menggunakan
kemungkinan tersebut untuk mempertahankan hidupnya. Tata kehidupan,
dalam artian yang baik, memberikan jaminan akan ketentraman dan keserasian
hidup bersama di pedesaan.

2.3 Ciri-ciri Kehidupan Desa


Dalam kamus sosiologi kata tradisional berasal dari bahasa inggris yaitu
“tradition” yang artinya adat istiadat atau kepercayaan yang turun temurun
dipelihara. Pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling
berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih
dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan
kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong
royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat, kesenian kehidupan
moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri khas jelas.
Menurut Talcott Person (1995), ciri-ciri kehidupan desa dapat dilihat dari
5 sisi, yaitu sebagai berikut :
a. Afektivitas
Ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan, dan
kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong,

ix
menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain  dan
menolongnya tanpa pamrih.
b. Orientasi Kolektif
Sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka
mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka
akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan
keseragaman persamaan.
c. Partikularisme
Pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan
keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan
subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk
kelompok tertentu saja.
d. Askripsi
Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa
ketegasan yang dinyatakan eksplisit (tidak to the point). Masyarakat desa
menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu.Dari
uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa
yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
e. Kekaburan (diffuseness)
Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa
ketegasan yang dinyatakan eksplisit (tidak to the point). Masyarakat desa
menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari
uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa
yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.

2.4 Karakteristik Ekosistem Pedesaan


Pada umumnya, karakteristik ekosistem pedesaan dengan pegunungan,
yakni memiliki udara yang sejuk, kaya akan potensi alam, keadaan tanah yang
berlereng, perbandingan luas tanah dengan jumlah manusia relatif besar,
lapangan kerja agraris. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan, maka
terdapat desa di tengah pulau, desa di tepi pantai, juga desa yang meliputi

x
pulau kecil. Selain itu, karena permukaan bumi tidak sama, terdapat desa di
dataran, desa di lembah, desa di perbukitan, dan desa di pegunungan (Anonim,
2017).
Desa yang berada di tengah pulau atau desa pedalaman, umumnya memiliki
pemukiman terpusat yang dikelilingi oleh tanah untuk kegiatan ekonominya,
seperti sawah, ladang, hutan, dan sebagainya. Sedangkan, desa di tepi sungai
ialah pemukiman yang linear dengan tempat kegiatan ekonominya. Sementara
itu, desa di perbukitan sering kali memiliki pola pemukiman tersebar
(Anonim, 2017).
Perumahan di desa dibangun sesuai dengan kondisi alam desa tersebut,
dimana perumahan tersebut memiliki kaitan dengan aspek budaya masyarakat
setempat. Umumnya, kurang memenuhi persyaratan konstruksi, karena
pembangunannya tergesa-gesa. Secara singkat, bentuk fisik dari lingkungan
pedesaan mencerminkan pola kehidupan dan budaya masyarakat setempat.
Selain itu, tidak ada pemisah antara lalu lintas kendaaran dengan pejalan kaki
pada jalan masuk lingkungan pedesaan (Anonim, 2017).

2.5 Jasa Ekosistem Pedesaan


Konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dapat diukur
dengan pendekatan jasa ekosistem. Jasa ekosistem dapat dikelompokkan ke
dalam empat macam manfaat yaitu manfaat penyediaan, pengaturan, budaya,
dan pendukung (Riyadi, 2020). Salah satu dari manfaat jasa ekosistem yaitu
sebagai penyedia. Penyediaan mencakup sumber daya alam yang digunakan
untuk aktivitas ekonomi. Adapun kontribusi dari SDA sendiri terhadap tingkat
kesejahteraan tergantung pada tingkat penggunaan harvest rate dari alam.
Penyediaan jasa ekosistem di pedesaan yang dapat dirasakan yaitu adanya
kelimpahan lahan persawahan yang menjadi sumber komponen alam buatan
yang dapat dinikmati, dikonsumsi, atau digunakan sebagai sumber mata
pencaharian untuk menghasilkan kesejahteraan masyarakat desa. Jasa
ekosistem yang ada di pedesaan memiliki peranan penting dalam penyediaan
bahan pangan dan air tawar bersih.

xi
2.6 Pengelolaan Ekosistem Perkebunan Tebu Di Desa Gondanglegi Kulon
Sistem produksi pertanian meliputi kegiatan pra-panen di lahan tanam (on
farm) dan pasca panen di gudang (off farm). Pengelolaan ekosistem pertanian
merupakan kegiatan budidaya tanaman berdasarkan konsep Good Agricultural
Practices (GAP) yaitu budidaya tanaman sehat. Benih yang unggul dan sehat.
Media tanam yang baik. Saat tanam yang tepat. Pola tanam yang baik;
monokultur, tumpangsari, atau tumpang gilir. Cara tanam yang baik termasuk
jarak tanam yang tepat, di tempat terbuka atau terlindung. Pengairan cukup.
Pemupukan berimbang. Monitoring intensif OPT dan kondisi lahan.
Perawatan tanaman intensif temasuk melindungi tanaman dari acaman
serangan OPT, pembentukan pohon, pruning, weeding. Panen dilakukan pada
saat dan umur tanaman yang tepat serta cara yang baik untuk mencegah
kehilangan pasca panen. Hasil panen diolah dan sebelum dikonsumsi atau
dijual lalu disimpan di gudang dengan cara yang benar agar awet baik
kuantitas maupun kualitasnya.
Secara umum petani kecil ditengarai sebagai komunitas yang lebih rentan
terhadap tekanan ekonomi yang kerap ditunjukkan melalui ekploitasi
lingkungan berlebihan (Carolina dan Novianthi, 2016). Pengelolaan ekosistem
memang sangat kompleks dalam sebuah wilayah. Kondisi penampakan
topografi wilayah Malang Selatan yaitu dataran tinggi yang banyak dikelilingi
pegunungan, sehingga dalam hal ini rata-rata penduduk Kabupaten Malang
bekerja sebagai petani tebu. Lahan di daerah ini sebagian besar dimiliki oleh
rakyat. Dalam hal mengelola hasil produksi tebunya, petani juga bergantung
pada pabrik gula di sekitar daerahnya. Salah satu Pabrik Gula (PG) di
Kabupaten Malang yang memproduksi gula dari bahan baku tebu yaitu Pabrik
Gula (PG) Kebon Agung yang berada di Kecamatan Pakisaji. Dalam hal ini
dapat dilihat adanya ketergantungan saling membutuhkan antara petani tebu
dengan pabrik gula yang menimbulkan suatu kerjasama dalam bentuk
hubungan kemitraan. Pengelolaan ekosistem perkebunan tebu yang tidak
benar tentunya akan mengakibatkan banyak hal yang tidak diinginkan, seperti

xii
adanya ketidak seimbangan antara predator dengan hama yang ada di
ekosistem tersebut.

2.7 Permasalahan Ekosistem Perkebunan Tebu Di Desa Gondanglegi Kulon


Ekosistem merupakan interaksi antara makhluk hidup atau organisme
dalam suatu lingkungan tertentu. Adapun komponen dalam ekosistem pada
dasarnya ada dua, yaitu komponen abiotik (tidak hidup), serta komponen
biotik yang terdiri dari makhluk hidup. Interaksi tersebut akan terjalin dalam
satu kesatuan ekosistem, yang salah satunya yakni ekosistem pedesaan
perkebunan. Komuditas perkebunan tebu mendominansi lahan yang ada di
desa Gondanglegi Kulon. Namun, sebagian banyak dari petani tebu mengeluh
atas beberapa masalah ekosistem yang menghambat produksi tebu di desa
tersebut, salah satunya yaitu lahan pertanian yang semakin sempit.
Penurunan produktivitas tebu perhektar mengidentikasikan terjadinya
inefisiensi di tingkat usaha tani tebu. Dalam pembudidayaan tebu, biasanya
petani mengalami beberapa masalah, salah satunya adalah keterbaasan lahan.
Kesuburan lahan dapat mempengaruhi pertumbuhan komoditas yang
diusahakan, lahan yang subur dan sesuai dengan pengembangan berbagai
komoditas semakin tahunnya semakin berkurang dikarenakan persaingan
lahan diberbagai sektor, yaitu alih fungsi lahan pertanian ke industri lainnya.
Karena hal-hal tersebut, di Indonesia lebih banyak memanfaatkan lahan
sebagai lahan pertanian kering (Asyarif dan Nuhfil, 2018).
Menurut Wulandari (2014) permasalah yang lain dalam budidaya tanaman
tebu yaitu upaya peningkatan produktivitas tanaman tebu sering terkendala
oleh serangan hama. Hama pada tanaman tebu menyebabkan penurunan
produksi gula sekitar 10%. Hama penting pada tanaman tebu ialah penggerek
pucuk dan tiga jenis penggerek batang. Langkah utama dalam pengendalian
hama melalui pengelolaan lahan ialah mengembalikan residu tanaman yang
meliputi daun dan pucuk tanaman tebu. Pengendalian lain yang dapat
dilakukan melalui beberapa cara meliputi : pengelolaan lahan, menanam benih
bebas hama dan menggunakan varietas toleran, memantau dinamika

xiii
populasihama di lapangan, pengendalian hayati, pengendalian secara makanis,
pengendalian secara kimiawi merupakan alternatif terakhir.

2.8 Keberlanjutan Ekosistem Perkebunan Tebu Di Desa Gondanglegi Kulon


Tanaman tebu termasuk tanaman yang jarang terjadi ledakan serangan
hama, karena pada suatu ekosistem lahan tanaman tebu memiliki faktor
keseimbangan ekosistem serangga dan tanaman tebu memiliki populasi
spesies serangga parasitoid dan predator alami lebih tinggi pada lahan
budidaya sehingga upaya pencegahan dari serangan hama terjadi secara alami
dapat mencegah terjadinya ledakan serangan hama yang tinggi, berada dibawa
ambang batas ekonomi tanpa menggunakan pestisida kimia. Maka pada lahan
tersebut terjadi keanekaragamn serangga. Keberadaan serangga yang sangat
mendominasi menjadikan serangga dapat ditemukan hampir di semua habitat
tidak terkecuali pada kawasan perkebunan. Perkebunan tebu juga salah satu
bentuk ekosistem buatan yang kondisi lingkunganya sengaja dibentuk oleh
manusia untuk keberlangsungan hidup.

xiv
BAB III

KESIMPULAN

Jasa ekosistem adalah manfaat yang diberikan kepada manusia dalam


bentuk aset ekosistem (termasuk tanah, air, tanaman, dan atmosfer) menjadi aliran
barang dan jasa penting, seperti udara bersih, air dan makanan. Jasa ekosistem
juga disebut sebagai fungsi pendukung kehidupan seperti pembersihan, daur
ulang, dan pembaruan, serta manfaat estetika. Jasa ekosistem menjadi sangat
penting bagi mata pencaharian maupun kesejahteraan dan mempertahankan
pertumbuhan ekonomi.

Ciri-ciri kehidupan desa dapat dilihat dari 5 sisi, yaitu sebagai berikut :
efektivitas, orientasi kolektif, partikularisme, askripsi, kekaburan (diffuseness).
Karakteristik ekosistem pedesaan dengan pegunungan, yakni memiliki udara yang
sejuk, kaya akan potensi alam, keadaan tanah yang berlereng, perbandingan luas
tanah dengan jumlah manusia relatif besar, lapangan kerja agraris. Karena
Indonesia merupakan negara kepulauan, maka terdapat desa di tengah pulau, desa
di tepi pantai, juga desa yang meliputi pulau kecil. Selain itu, karena permukaan
bumi tidak sama, terdapat desa di dataran, desa di lembah, desa di perbukitan, dan
desa di pegunungan.

Komuditas perkebunan tebu mendominansi lahan yang ada di desa


Gondanglegi Kulon. Namun, sebagian banyak dari petani tebu mengeluh atas
beberapa masalah ekosistem yang menghambat produksi tebu di desa tersebut,
salah satunya yaitu lahan pertanian yang semakin sempit. Lahan pertanian
semakin sempit dikarenakan alih fungsi lahan.

xv
DAFTAR PUSTAKA

Ariyenti, D. W. 2019. Analisis Potensi Dampak Lingkungan Dari Budidaya Tebu


Menggunakan Pendekatan Life Cycle Assesment (LCA). Jurnal
Litbang. 17 (1) : 51-64.

Asyarif, M.I., dan Nuhfil H. 2018. Analasis Efisiensi Teknis Usaha Tani Tebu
Lahan Kering di Kabupaen Jombang. Jurnal Ekonomi Pertanian dan
Agribisnis. 2(2): 159-167.

Bakar, Abu S. 2011. Penurunan Jasa (servis) Ekosistem Sebagai Pemicu


Meningkatnya Perubahan Iklim Global. Jurnal Ilmiah. 10 (2).

Carolina dan Novianti, Fithria. 2016. Koadaptasi Petani Dalam Pengelolaan


Ekosistem Pertanian Pada Budidaya Ubi Kayu Di Desa
Rancamanggung Kabupaten Subang. Jurnal Manusia dan Lingkungan.
23 (2) : 241-248.

Daily, G., Alexander, S., & Ehrlich, P. (1997). … Services: Benefits Supplied To
Human Societies By Natural Ecosystems. Issues in …, 2(May 2016).
http://www.sierraforestlegacy.org/Resources/Conservation/ .

Gómez-Baggethun, E., de Groot, R., Lomas, P. L., & Montes, C. (2010). The
history of ecosystem services in economic theory and practice: From
early notions to markets and payment schemes. Ecological
Economics, 69(6), 1209–1218. https://doi.org/10.1016/j.
ecolecon.2009.11.007.

Jenkins, M., & Schaap, B. (2018). Untapped Potential: Forest Ecosystem Services
for Achieving SDG 15 UNFF13 Background Analytical Study. Dalam
M. Jenkins, & B. Schaap, Forest Ecosystem Services (hal. 5). United
Nations Forum on Forest.

Riyadi, M. 2020. Analisis Ekonomi Dalam Pengelolaan Jasa Ekosistem


Penyediaan Air di Subdas Tapung Kiri. Jurnal Inovasi Penelitian. 1
(5) : 1033-1042.

xvi
Talcott Person. 1995. Sosial classes and class conflict in the light of recent
sociological theory. The American Economic Review.

Wulandari, S. 2014. Analisis Kelayakan Usaha Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu
Ekosistem Magrove di Desa Margasari Lampung Timur. Jurnal Sylva
Lestari. 2 (2).

xvii
LAMPIRAN

xviii
xix
xx
xxi
xxii
xxiii
xxiv
xxv

Anda mungkin juga menyukai