OLEH:
YOLA AFRILLYA
NIM. 2206111049
KELOMPOK 4
DOSEN PEMBIMBING:
1. PEBRIANDI, S.Hut., M.Si
2. ARYA ARISMAYA METANANDA, S.Hut., M.Si
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIKUM PENGENALAN EKOSISTEM HUTAN (PPEH)KAWASAN
LINDUNG PT. SEKATO PRATAMA MAKMUR DI CAGAR BIOSFER GIAM
SIAK KECIL, BUKIT BATU, BENGKALIS
Oleh:
YOLA AFRILLYA
NIM. 2206111049
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Lapangan Dosen Pembimbing Lapangan
Mengetahui,
Ketua Jurusan Kehutanan
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jenis Vegetasi pada Plot 1 .................................................................... 22
2. Jenis Vegetasi pada Plot 2 .................................................................... 23
3. Jenis Vegetasi pada Plot 3 .................................................................... 24
4. Spesies Herbarium .............................................................................. 24
5. Deskripsi Sifat Tanah Lokasi Praktikum .............................................. 25
6. Hasil Bulk Density Tanah Gambut ............................................................ 25
7. Hasil Pengamatan Ekosistem Mangrove ............................................... 25
8. INP Semai ............................................................................................ 26
9. INP Pancang ................................................................................................ 25
10. INP Tiang ..................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Herbarium Geronggang ........................................................................ 22
2. Struktur Organisasi PT. Sekato Pratama Makmur ................................. 22
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Dokumentasi ................................................................................................ 22
2. Herbarium ................................................................................................... 22
1.1 Mengenal Komposisi Jenis, Diameter dan Tinggi Pada Tipe Vegetasi Pada
Hutan Alam
Hutan adalah suatu lapangan pohon-pohon secara keseluruhan yang
merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan yang
ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Hutan merupakan harta kekayaan yang
tidak ternilai, oleh karena itu hasil dari hutan perlu dijaga, dipertahankan dan di
lindungi agar hutan dapat berfungsi dengan baik.
Hutan menurut Dengler adalah sejumlah pepohonan yang tumbuh pada
lapangan yang cukup luas, sehingga suhu, kelembapan, cahaya, angin dan
sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh
tumbuh-tumbuhan/pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup luas
dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertical).
Hutan merupakan ekosistem terrestrial yang penting sebagai penyangga
kehidupan, namun kerusakan hutan terus terjadi akibat aktivitas manusia yang
menimbulkan akibat negatif terhadap ekosistem hutan (Nurhadi, 2010). Hutan
adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang- Undang RI No. 41 Tahun 1999).
Salah satu faktor penyusun hutan alam adalah vegetasi. Vegetasi merupakan
suatu sistem yang terdiri dari sekelompok besar tumbuhan yang tumbuh dan
menghuni suatu wilayah. Vegetasi juga didefinisikan sebagai keseluruhan
tumbuhan dari suatu area yang berfungsi sebagai area penutup lahan, yang terdiri
dari beberapa jenis seperti herba, perdu, pohon, yang hidup bersama-sama pada
suatu tempat dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain, serta
lingkungannya dan memberikan kenampakan luar vegetasi (Maarel, 2005).
Vegetasi selalu dinamis dan selalu berkembang sesuai dengan keadaan
habitatnya. Dengan itulah maka perlu melakukan kegiatan analisis vegetasi.
Kegiatan analisis vegetasi merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui cara
mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi.
Satuan vegetasi yang dipelajari dalam analisis vegetasi berupa komunitas
tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tumbuhan yang
menempati suatu habitat. Hasil analisis vegetasi tumbuhan disajikan secara
deskriptif mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya (Susanto,
2012).
Kegiatan analisis vegetasi juga digunakan untuk mengetahui komposisi jenis
vegetasi yang ada di suatu tegakan hutan. Komposisi jenis suatu taksa atau
habitus tumbuhan dapat diketahui dengan melakukkan analisis vegetasi (Locky
and Bayley 2006). Komposisi vegetasi adalah hasil penantaan ruang dari
komponen penyusun tegakan dan bentuk hidup, stratifikasi, dan penutupan
vegetasi yang digambarkan melalui keadaan diameter, tinggi, penyebaran dalam
ruang, keanekaragaman tajuk, serta kesinambungan jenis (Fachrul 2007).
Komposisi vegetasi dapat diartikan sebagai keragaman jenis dalam tegakan hutan
(Oktaviani, et al. 2017).
Berdasarkan hasil pembuatan plot didapatkan hasil berbagai tingkat vegetasi
sebagaimana yang terlampir pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Jenis Vegetasi pada Plot 1
1.2 Komposisi Jenis Pohon Dan Ciri-Ciri Pohon Tersebut Sesuai Dengan
Herbarium Yang Telah Dibuat
Berdasarkan hasil praktek pengenalan ekosistem hutan yang telah
dilaksanakan, diketahui bahwasanya di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bengkalis,
Bukit Batu, Riau memiliki beranekaragam variasi pohon di setiap areanya
(berbeda-beda jenisnya). Keanekaragaman variasi pohon ini dapat dilihat dari
berbagai bermacam jenis tumbuhan yang diambil di kawasan Cagar Biosfer Giam
Siak Kecil untuk dijadikan herbarium.
Herbarium berasal dari kata “hortus dan botanicus”, artinya kebun botani
yang di keringkan, biasanya disusun berdasarkan system klasifikasi. Istilah
herbarium lebih dikenal untuk pengawetan tumbuhan. Herbarium adalah material
tumbuhan yang telah diawetkan (disebut juga spesimen herbarium) (Triharso,
2006). Herbarium juga bisa berarti tempat dimana material-material tumbuhan
yang telah diawetkan disimpan.
Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah
dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu. Herbarium biasanya dilengkapi
dengan data-data mengenai tumbuhan yang diawetkan, baik data taksonomi,
morfologi, ekologi, maupun geografinya. Selain itu dalam herbarium juga
memuat waktu dan nama pengkoleksi. Herbarium juga merupakan salah satu
sumber pembelajaran yang penting dalam ilmu biologi tumbuhan. Herbarium
merupakan koleksi kering yang dibuat berdasarkan prosedur-prosedur tertentu
dan memiliki criteria criteria tersendiri.
Secara umum ada dua jenis herbarium, yaitu herbarium basah dan herbarium
kering. Herbarium yang baik slalu di sertai identitas pengumpul (nama
pengumpul atau kolektor, waktu, tempat dan nomor koleksi).
Herbarium dibuat dari spesimen yang telah dewasa. Tidak terserang hama,
penyakit atau kerusakan fisik lain. Tumbuhan berhabitus pohon dan semak
disertakan ujung batang, daun, bunga dan buah. Sedang tumbuhan berbentuk
herba disertakan seluruh habitus. Herbarium kering diguanakan untuk spesimen
yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar, sedangkan
herbarium basah diguanakan untuk spesimen yang berair dan lembek misalnya
buah (Setyawan, et al. 2004).
Pembuatan herbarium yang kelompok saya lakukan menggunakan 10 jenis
tumbuhan yaitu: Geronggang, Kelat Jambu, Semetik, Punak, Dara-Dara,
Kempurung, Pasir-Pasir, Ara, Medang dan Simpur. Namun pada saat proses
pengeringan herbarium terdapat 3 jenis tanaman yang daunnya rusak/berjamur
dan diganti dengan 3 jenis tanaman lainnya. Tanaman yang rusak tersebut adalah,
Punak, Simpur dan Kempurung dan diganti dengan jenis tanaman yang lain yaitu
Pulai, Balik Angin dan Plajau.
Ciri-ciri salah satu pohon yaitu tanaman Geronggang (Cratoxylon
arborescens BI.) yang sesuai dengan herbarium yang telah dibuat sebagai berikut:
Gambar 1. Herbarium
Geronggang merupakan jenis kayu keras biasa untuk campuran kayu kualitas
bagus. Geronggang tumbuh liar di lahan gambut agak kering. Ada dua macam
geronggang yaitu geronggang darat (Cratoxylum galucum) dan gerongang rawa
(Cratoxylum arborescens). Geronggang mempunyai bunga berwarna merah cerah
dengan benang sari yang menonjol keluar dengan bunga tipe malai tersusun
mengelompok dalam inflorescensia apikalis. Buah bertipe kotak dan akan pecah
pada saat masak fisiologis yang dipengaruhi oleh adanya sinar matahari, dimana
pada saat sinar matahari penuh, buah yang tua akan segera pecah. Dalam satu buah
geronggang akan diperoleh benih yang bagus sebanyak 30 benih dengan ukuran
kecil (0,5 cm x 0,1 cm) dan sangat tipis. Dalam setiap 1 kilogram benih
geronggang berisi sebanyak 31.327.315 butir, namun indeks viabilitas benihnya
sangat rendah. Geronggang tumbuh tersebar atau mengelompok pada belukar dan
hutan primer yang tergenang. Meskipun demikian geronggang juga dapat tumbuh
pada tanah berpasir ataupun tanah lempung berpasir. Tumbuhan ini mampu
mencapai tinggi hingga lebih dari 40 meter dengan diameter lebih dari 60
sentimeter. Kayunya memiliki sifat cukup kuat, ringan dan mudah dalam
pengerjaannya. Dalam dunia ilmiah kayu ini termasuk dalam kelas awet IV, kelas
kuat III-IV dengan berat jenis
0,46. Karena sifatnya inilah geronggang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
lokal untuk pembuatan konstruksi ringan, jembatan, kapal, furnitur, flooring,
panel, papan partikel, dan lain-lain.
128,448 – 100,895
2. A2. BD : = 0,264 g/cm 3
10 4 ,009
127,448 – 102,340
3. B1. BD : = 0,241 g/cm3
10 4 ,009
125,779 – 100,371
4. B2. BD : = 0,244 g/cm 3
10 4 , 009
Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu yang relatif lama dan
meliputi wilayah luas. Proses terjadinya cuaca dan iklim merupakan kombinasi
dari variabel-variabel atmosfir yang sama yang disebut unsur-unsur iklim. Iklim
beserta unsurnya adalah hal penting untuk diperhatikan, dipelajari, diantisipasi
efeknya, karena pengaruhnya sering menimbulkan masalah bagi manusia serta
mahluk hidup lainnya. Iklim di lansekap CB-GSK-BB adalah iklim tropis pantai
Sumatera yang sangat dipengaruhi oleh kondisi dan situasi laut dengan
temperatur berkisar 26°-32°C. Musim hujan biasa terjadi diantara bulan
September hingga Januari dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 809 -
4.078 mm/tahun. Periode kering (musim kemarau) biasanya terjadi diantara bulan
Februari hingga Agustus (Bogor Agricultural University).
Pengukuran suhu dan Suhu menunjukkan derajat panas benda. Dimana
semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara
mikroskopis suhu menunjukkan energy yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap
atom dalam suatu benda masing-masing bergerak baik dalam bentuk perpindahan
maupun gerakkan di tempat berupa getaran. Saat melakukan praktik di lapangan,
dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban dengan menggunakan termometer
bola basah dan bola kering. Adapun suhu pada lokasi pengamatan sebagai
berikut:
a. Termometer Basah
• Suhu pagi: 28°C
• Suhu siang: 26°C
• Kelembaban: 92%
• Rata-rata: 25°C
b. Termometer Kering
• Suhu pagi: 29°C
• Suhu siang: 27°C
• Kelembaban: 92%
• Rata-rata: 26°C
2.1 Mengenal Komposisi Jenis, Jumlah Dan Lokasi Ditemukan Pada Tipe
Vegetasi Pada Hutan Terganggu
Menurut Alikodra Satwa adalah semua binatang yang hidup di darat, air, dan
udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun
dipelihara oleh manusia, satwa juga dapat diartikan binatang yang hidup liar
dialam bebas tanpa campur tangan manusia. Satwa liar adalah binatang yang
hidup di dalam ekosistem alam (Bailey, 1984 dalam Alikodra, 2000). Sedangkan
menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang KSDAHE, satwa liar adalah semua
binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih
mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas ataupun dipelihara oleh
manusia.
Menurut Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam satwa adalah
segala macam jenis sumber daya alam hewani yang berasal dari hewan yang hidup
di darat, air, dan udara. Satwa lebih dikenal dengan sebutan binatang atau hewan,
contohnya seperti, kucing, anjing, ayam, harimau, dan masih banyak lagi,
mencakup hewan yang memiliki populasi terjaga ataupun sudah punah.
Satwa liar berpengaruh terhadap tanah dan vegetasi dan memegang peran
kunci dalam penyebaran, pertumbuhan tanaman, penyerbukan dan pematangan
biji, penyuburan tanah, penguraian organisme mati menjadi zat organik yang lebih
berguna bagi kehidupan tumbuhan, penyerbukan dan pengubah tumbuh-tumbuhan
dan tanah. Satwa liar juga berperan dalam perekonomian lokal dan nasional.
Berikut adalah tabel hasil pengamatan satwa liar yang dilakukan di Cagar Biosfer
Giam Siak Kecil, Bukit Batu.
1. Siamang 1 Bersuara
2. Belalang Sembah 1 Hidup
3. Kupu-Kupu 1 Terbang
4. Tenggerek 1 Hidup
5. Semut 1 koloni Hidup
6. Burung Kadalan 4 Bersuara
7. Burung gereja 1 Bersuara
8. Tupai 1 Berjalan
9. Lebah 1 sarang Hidup
10. Ular 1 Hidup
Burung Raja Udang atau Alcedo spp merupakan salah satu spesies burun
yang tersebar diseluruh dunia. Raja udang biasanya mendiami wilayah beriklim
tropis dengan habitat berupa hutan kanopi tertutup sampai perairan seperti wilayah
pesisir, rawa bakau, danau, dan sungai. Di seluruh dunia, terdapat kurang lebih 90
spesies burung raja-udang. Semua raja-udang memiliki kepala besar, paruh
runcing, kaki pendek, dan ekor pendek. Sebagian besar spesies memiliki bulu
yang cerah. Rajaudang memakan berbagai macam mangsa yang biasanya
ditangkap dengan cara menukik turun dari tempat bertenggernya. Walaupun raja-
udang biasanya dianggap tinggal di dekat sungai dan memakan ikan, banyak
spesies hidup jauh dari air dan memakan invertebrata kecil. Raja udang
merupakan salah satu satwa yang dilindungi melalui Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa yang diperbaharui dalam Peraturan Pemerintah 106 Tahun 2018.
Owa Ungko atau Hylobates agilis dalah sejenis kera arboreal yang termasuk
ke dalam suku Hylobatidae. Secara lokal dikenal dengan nama ungko atau
wauwau. Owa ungko termasuk jenis owa yang terkecil ukurannya. Berat rata-rata
hewan jantan sekitar 5,8 kg, sementara betinanya sekitar 5,4 kg. Warna rambut di
tubuh ungko bervariasi mulai dari bungalan (cokelat kekuningan pucat), jingga
kemerahan, cokelat kemerahan, cokelat, atau kehitaman. Sebagaimana halnya owa
kalimantan, owa ungko memiliki alis dan berewok (cambang/rambut pipi dan
jenggot) berwarna keputihan. Pada beberapa kondisi, betina owa ungko dapat
kehilangan atau berkurang warna putih di alis dan pipinya. Owa Ungko
merupakan salah satu jenis satwa dilindungi dan masuk dalam daftar The
International Union for Conservation of Nature (IUCN) spesies terancam punah
dengan status Endangered karena penghancuran habitat serta perburuan liar untuk
diperdagangkan. Owa ungko memiliki lengkingan suara yang bisa mencapai 1
killo herzt dan itu dijadikannya sebagai tanda keberadaan dan peringatan pada
pasangan Owa ungko lainnya. Biasanya hal tersebut langsung ditandai juga oleh
pasangan lainnya dengan sahutan suara yang sama, sehingga akan terjadi
keributan sahutan suara disana. Apabila ada benturan batas teritorial, mereka akan
saling mengusir menggunakan suara tersebut atau bahkan saling mengejar.
d. Bajing (Sciuridae)
Kadalan birah adalah spesies burung dari keluarga Cuculidae, dari genus
Phaenicophaeus. Burung ini merupakan jenis burung pemakan ulat bulu, semut,
serangga besar, kepiting, kadal, anak burung yang memiliki habitat di hutan,
semak belukar, padang ilalang. Burung kadalan birah merupakan salah satu
burung lokal yang ada di Indonesia, dengan wilayah persebaran di Sumatera,
Kalimantan, Jawa, dan Bali. Burung kadalan birah sering disebut burung lontrok,
yang memiliki nama latin Phaenicophaeus curvirostris, termasuk salah satu
burung yang berukuran besar dan setara dengan jenis burung predator pada
umumnya, seperti burung hantu. Burung kadalan birah memiliki ciri yaitu tubuh di
bagian bawah dada berwarna merah karat, dan jika bertengger biasanya burung ini
akan bertengger cukup lama dan akan berpindah tempat secara perlahan maka
tidak heran burung kadalan birah susah untuk ditemui.
Ular-cokelat timur (Pseudonaja textilis) atau juga disebut ular bisa cokelat,
atau dalam bahasa Inggris disebut eastern brownsnake atau common brownsnake,
adalah spesies ular cokelat berbisa yang tersebar di Australia bagian timur dan
tengah, dan di Pulau Papua bagian selatan. Ular ini adalah ular darat yang paling
mematikan kedua di dunia setelah Taipan pedalaman (Oxyuranus microlepidotus)
berdasarkan analisis LD50 terhadap tikus, dan disebut-sebut sebagai penyebab
60% kematian akibat gigitan ular di Australia.
Rangkong papan atau dalam nama ilmiahnya Buceros bicornis adalah spesies
terbesar dalam suku burung Bucerotidae. Burung dewasa berukuran sangat besar,
dengan panjang mencapai 160cm. Burung ini memiliki bulu berwarna hitam, dan
tanduk kuning-hitam di atas paruh besar berwarna kuning. Kulit mukanya
berwarna hitam dengan bulu leher berwarna kuning kecoklatan. Bulu ekor
berwarna putih dengan garis hitam tebal di tengah. Tanduk burung Rangkong
Papan berongga dan tidak padat. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung
jantan. Jantan dan betina dapat dibedakan dengan mudah dari matanya. Mata
burung betina berwarna biru, sedangkan burung jantan bermata merah. Populasi
Rangkong papan tersebar di hutan tropis di India, Republik Rakyat Tiongkok,
Indocina, Nepal, Bhutan, Semenanjung Malaysia dan pulau Sumatra, Indonesia.
Pakan burung Rangkong Papan terdiri dari aneka buah-buahan, hewan berukuran
kecil, burung, serangga dan reptil. Burung Rangkong bersifat monogami, hanya
berpasangan dengan seekor lawan jenis.
2.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, didapatkan 10 jenis satwa
diwilayah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil yang dimana didominasi oleh burung
(aves). Pengamatan satwa ini dilakukan di bagian zona penyangga Cagar Biosfer
Giam Siak Kecil saja. Satwa-sata tersebut banyak ditemukan pada didalam hutan,
area camp dan sekitaran kanal. Dari 10 satwa tersebu sebagian besar
diidentifikasi/dilihat secara langsung namun ada 3 jenis satwa yang diidentifikasi
secara tidak langsung yaitu dengan cara mendengarkan suara-suara dari satwa
tersebut.
Yang terlihat secara langsung yaitu Burung Pelatuk didalam hutan, Bajing
diarea camp, Burung Kadalan Birah didalam hutan, Ular Cokelat Timur diarea
camp, Katak Pohon didalam hutan, Burung Rangkong Papan didalam hutan dan
Bangau Tongtong diarea kanal. Untuk 3 jenis satwa lainnya yaitu Raja Udang,
Owa Ungko dan Siamang yang diidentifikasi secara tidak langsung (melalui suara)
terdapat didalam hutan.
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu (GSKBB) merupakan cagar
biosfer ke-7 yang dideklarasikan pada tahun 2009. Sesuai dengan Strategi Seville
1995, cagar biosfer mempunyai tiga fungsi yang saling menunjang, yaitu
konservasi keanekaragaman hayati, pembangunan berkelanjutan, dan dukungan
logistik. dan Cagar Biosfer GSKBB juga merupakan suatu tempat yang dapat
dijadikan untuk penelitian, terutama penelitian terhadap lahan yang ada di cagar
biosfer tersebut yang mana lahan atau tanah di cagar biosfer tersebut yang dikelola
oleh PT. SPM merupakan lahan hutan tanaman industri yang tanah nya merupakan
hasil penumpukan seresah atau sisa dari tanaman yang telah mengalami pelapukan
yaitu tanah gambut.
Salah satu kawasan hutan gambut tersisa dan relatif masih kondisi baik di
Riau adalah kawasan Giam Siak Kecil dan hutan gambut konservasi Bukit Batu.
Hutan gambut Giam Siak Kecil adalah kawasan hutan konservasi yang berstatus
suaka marga satwa berdasarkan SK Menhut 173/KPTS/II/1986, dengan luas
84.967 ha. Sedangkan hutan gambut Bukit Batu merupakan hutan konservasi yang
dikelola oleh PT Arara Abadi dengan luasan kawasan ± 21.500 ha (MAB 2011).
Untuk kondisi umum hutan gambut di Bukit Batu (PT Arara Abadi) masih cukup
baik terutama pada kilometer 50-an. Tegakan pohon-pohon berdiameter besar
masih berdiri kokoh dan mencerminkan hutan primer alami yang masih baik.
Secara administrasi termasuk Desa Sukajadi, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten
Bengkalis.
Locky DA, Bayley SE. 2006. Plant diversity, composition, and rarity in the
southern boreal peatlands of Manitoba, Canada. Can J bot. 84:940-955.
Fachrul MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Kartasubrata, J., A. Martawijaya, R.B. Miller, G. Dos Santos, and M.S.M. Sosef.
1994. Cratoxylon Blume. In Soerianegara, I. and R.H.M.J. Lemmens
(Eds.). Timber Trees: Major Commercial Timbers. PROSEA. 5(1).
Prawira, R.S.A. 1979. Pengenalan Jenis-jenis Kayu Ekspor. Seri IX. Bagian
Botani Hutan, Lembaga Penelitian Hutan. Bogor.
Indriani, D., Gunawan, H., & Sofiyanti, N. 2015. Survival Rate dan Total
Akumulasi Biomassa Permukaan dari Lima Jenis Pohon yang Digunakan
dalam Eksperimen Restorasi Pada Lahan Gambut Bekas Terbakar di Area
Transisi Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu Desa Tanjung Leban,
Bengkalis, Riau. JOM FMIPA. 2(1): 64-71.
Bailey, J. A. 1984. Principle of wildlife management. John Wiley and Sons Inc.
Canada.