Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN EKOSISTEM HUTAN

DI KAWASAN HUTAN LINDUNG PT. SEKATO PRATAMA MAKMUR,


CAGAR BIOSFER GIAM SIAK KECIL, BUKIT BATU, BENGKALIS

OLEH:
YOLA AFRILLYA
NIM. 2206111049

KELOMPOK 4

DOSEN PEMBIMBING:
1. PEBRIANDI, S.Hut., M.Si
2. ARYA ARISMAYA METANANDA, S.Hut., M.Si

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIKUM PENGENALAN EKOSISTEM HUTAN (PPEH)KAWASAN
LINDUNG PT. SEKATO PRATAMA MAKMUR DI CAGAR BIOSFER GIAM
SIAK KECIL, BUKIT BATU, BENGKALIS

Oleh:
YOLA AFRILLYA
NIM. 2206111049

Menyetujui,
Dosen Pembimbing Lapangan Dosen Pembimbing Lapangan

Pebriandi, S.Hut., M.Si Arya Arismaya Metanendra, S.Hut., M.Si


NIP. 199102062019031017 NIP.

Mengetahui,
Ketua Jurusan Kehutanan

Dr. Nurul Qomar, S.Hut., MP


NIP. 1974022819990301004
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) ini dengan baik.
Laporan praktikum ini telah saya susun dan saya kerjakan semaksimal
mungkin dengan bantuan dari beberapa sumber buku dan praktik ke lapangan
secara langsung sehingga pembuatan laporan ini berjalan dengan lancar.
Tak lupa ucapan terima kasih kepada Dosen pembimbing di lapangan,
Asisten praktikum serta teman-teman yang berpartisipasi dalam kegiatan
praktikum ini.
Dalam pembuatan laporan ini, saya menyadari bahwa masih ada kesalahan
dalam penulisan, penyampaian materi serta tata bahasa yang kurang cocok dalam
membuat laporan ini. Oleh karena itu, saya mengaharapkan masukan, kritik dan
saran yang membangun dari pembaca, agar untuk kedepannya saya bisa membuat
laporan dengan maksimal.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih, semoga laporan ini dapat
membantu menambah wawasan para pembaca.

Pekanbaru, Juli 2023

Penulis DAFTAR ISI


Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
I PENGAMATAN DI HUTAN ALAM ............................................ 1
1.1 Mengenal Komposisi Jenis, Diameter dan Tinggi Pada Tipe
Vegetasi Pada Hutan Alam ......................................................... 1
1.2 Komposisi Jenis Pohon Dan Ciri-Ciri Pohon Tersebut Sesuai
Dengan Herbarium Yang Telah Dibuat ....................................... 3 1.3
Mengenal Sifat-Sifat Tanah Dan Iklim Hutan Alam .....................
1.4 Pengamatan Ekosistem Mangrove Dan Restorasi Gambut ...........
1.5 Pembahasan .................................................................................
II PENGAMATAN SATWA DI HUTAN .......................................... 7
2.1 Mengenal Komposisi Jenis, Jumlah Dan Lokasi Ditemukan Pada
Tipe Vegetasi Pada Hutan Terganggu ......................................... 7
2.2 Mengenal Ciri-Ciri Dan Karakteristik Satwa Tersebut ................. 8
2.3 Pembahasan ................................................................................ 10
III PENGELOLAAN LOKASI KAWASAN HUTAN ....................... 18
3.1 Kondisi Lokasi Kawasan Hutan Cagar Biosfer
Giam Siak Kecil .................................................................................
3.2 Aspek Perencanaan, Organisasi, Actuasi dan Control ..................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
LAMPIRAN ...........................................................................................

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Jenis Vegetasi pada Plot 1 .................................................................... 22
2. Jenis Vegetasi pada Plot 2 .................................................................... 23
3. Jenis Vegetasi pada Plot 3 .................................................................... 24
4. Spesies Herbarium .............................................................................. 24
5. Deskripsi Sifat Tanah Lokasi Praktikum .............................................. 25
6. Hasil Bulk Density Tanah Gambut ............................................................ 25
7. Hasil Pengamatan Ekosistem Mangrove ............................................... 25
8. INP Semai ............................................................................................ 26
9. INP Pancang ................................................................................................ 25
10. INP Tiang ..................................................................................................

25 11. INP Pohon..................................................................................................


25
12. Hasil Pengamatan Satwa Liat ................................................................... 13.
Gambaran Letak Geografis dan Batas Areal PT.SPM ............................

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Herbarium Geronggang ........................................................................ 22
2. Struktur Organisasi PT. Sekato Pratama Makmur ................................. 22
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Dokumentasi ................................................................................................ 22

2. Herbarium ................................................................................................... 22

3. Diagram Profil Hutan (menggunakan sexi-fs) .......................................... 22


I PENGAMATAN DI HUTAN ALAM

1.1 Mengenal Komposisi Jenis, Diameter dan Tinggi Pada Tipe Vegetasi Pada
Hutan Alam
Hutan adalah suatu lapangan pohon-pohon secara keseluruhan yang
merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan yang
ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Hutan merupakan harta kekayaan yang
tidak ternilai, oleh karena itu hasil dari hutan perlu dijaga, dipertahankan dan di
lindungi agar hutan dapat berfungsi dengan baik.
Hutan menurut Dengler adalah sejumlah pepohonan yang tumbuh pada
lapangan yang cukup luas, sehingga suhu, kelembapan, cahaya, angin dan
sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh
tumbuh-tumbuhan/pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup luas
dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertical).
Hutan merupakan ekosistem terrestrial yang penting sebagai penyangga
kehidupan, namun kerusakan hutan terus terjadi akibat aktivitas manusia yang
menimbulkan akibat negatif terhadap ekosistem hutan (Nurhadi, 2010). Hutan
adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang- Undang RI No. 41 Tahun 1999).
Salah satu faktor penyusun hutan alam adalah vegetasi. Vegetasi merupakan
suatu sistem yang terdiri dari sekelompok besar tumbuhan yang tumbuh dan
menghuni suatu wilayah. Vegetasi juga didefinisikan sebagai keseluruhan
tumbuhan dari suatu area yang berfungsi sebagai area penutup lahan, yang terdiri
dari beberapa jenis seperti herba, perdu, pohon, yang hidup bersama-sama pada
suatu tempat dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain, serta
lingkungannya dan memberikan kenampakan luar vegetasi (Maarel, 2005).
Vegetasi selalu dinamis dan selalu berkembang sesuai dengan keadaan
habitatnya. Dengan itulah maka perlu melakukan kegiatan analisis vegetasi.
Kegiatan analisis vegetasi merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui cara
mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi.
Satuan vegetasi yang dipelajari dalam analisis vegetasi berupa komunitas
tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tumbuhan yang
menempati suatu habitat. Hasil analisis vegetasi tumbuhan disajikan secara
deskriptif mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya (Susanto,
2012).
Kegiatan analisis vegetasi juga digunakan untuk mengetahui komposisi jenis
vegetasi yang ada di suatu tegakan hutan. Komposisi jenis suatu taksa atau
habitus tumbuhan dapat diketahui dengan melakukkan analisis vegetasi (Locky
and Bayley 2006). Komposisi vegetasi adalah hasil penantaan ruang dari
komponen penyusun tegakan dan bentuk hidup, stratifikasi, dan penutupan
vegetasi yang digambarkan melalui keadaan diameter, tinggi, penyebaran dalam
ruang, keanekaragaman tajuk, serta kesinambungan jenis (Fachrul 2007).
Komposisi vegetasi dapat diartikan sebagai keragaman jenis dalam tegakan hutan
(Oktaviani, et al. 2017).
Berdasarkan hasil pembuatan plot didapatkan hasil berbagai tingkat vegetasi
sebagaimana yang terlampir pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Jenis Vegetasi pada Plot 1

NN Jenis Tanaman Jumlah Tinggi Diameter TBC


O
Tingkatan individu (m) (cm)
Lokal Latin (m)
1. Semai Jangkang Sterculia foetida 8 _ _ _

2. Pancang Bintangur Calophyllum spp 2 _ _ _


3. Pancang Kelat Litsea sp 4 _ _ _
4. Tiang Jangkang Sterculia foetida 1 11 10,8 2,2
5. Tiang Jangkang Sterculia foetida 1 14 13,9 8,1
6. Tiang Punak Tetramerista 1 7 11,7 3,2
glabra
7. Tiang Medang Litsea umbellata 1 15 12,1 8,5
8. Tiang Punak Tetramerista 1 17,6 16,6 9,3
glabra
9. Tiang Suntai Palaquium 1 18,5 15,3 11,2
walsurifolium
10 Tiang Jangkang Sterculia foetida 1 12,3 10,3 7,6
.
11 Tiang Jangkang Sterculia foetida 1 15,4 14,2 8,3
.
12 Tiang Medang Litsea umbellata 1 8,2 10,9 4,6
.
13. Pohon Suntai Palaquium 1 32,5 35,7 29,0
walsurifolium
14. Pohon Medang Litsea umbellata 1 23,2 21,3 19,8
15. Pohon Suntai Palaquium 1 34,5 33,5 28,1
walsurifolium
16. Pohon Punak Tetramerista 1 30 27,4 25,2
glabra
15 Pohon Medang 1 23 21,5 13,1
Litsea umbellata
.
17 Pohon Sunai Palaquium 1 35 57 27
. walsurifolium

Tabel 2. Jenis Vegetasi pada Plot 2

N Jenis Tanaman Jumlah Tinggi Diameter TBC


Tingkatan individu (m) (cm)
O Lokal Latin (m)
1. Semai Suntai Palaquium 7 _ _ _
walsurifolium
2. Semai Mahoni Swietenia 11 _ _ _
macrophylla
3. Pancang Punak Tetramerista 4 _ _ _
glabra
4. Pancang Bintangur Calophyllum spp 5 _ _ _
5. Pancang Kelat Litsea sp 4 _ _ _
6. Tiang Jangkang Sterculia foetida 1 16,4 14 9
7. Tiang Bintangur Calophyllum spp 1 12,4 10,8 7
8. Tiang Punak Tetramerista 1 13,4 12,4 8
glabra
9. Tiang Suntai Palaquium 1 17,1 15,5 8,1
walsurifolium
10 Tiang Bintangur Calophyllum spp 1 12,6 13,3 6,9
.
11 Tiang Punak Tetramerista 1 11 12,2 7,2
. glabra
12 Tiang Suntai Palaquium 1 8,1 10,9 3,9
walsurifolium
.
13. Pohon Punak Tetramerista 1 24,1 25,5 9,4
glabra
14. Pohon Medang Litsea umbellate 1 24,7 22,1 9,7
15. Pohon Suntai Palaquium 1 23,2 26,2 8,4
walsurifolium

Tabel 3. Jenis Vegetasi pada Plot 3


N Jenis Tanaman Jumlah Tinggi Diameter TBC
Tingkatan individu (m) (cm)
O Lokal Latin (m)
1. Semai Suntai Palaquium 11 _ _ _
walsurifolium
2. Pancang Punak Tetramerista 2 _ _ _
glabra
3. Pancang Suntai Palaquium 2 _ _ _
walsurifolium
4. Pancang Medang Litsea umbellate 3 _ _ _
5. Tiang Kelat Litsea sp 1 16,2 15 7,2
6. Tiang Bintangur Calophyllum spp 1 15,4 14 6,6
7. Tiang Bintangur Calophyllum spp 1 11 10,2 5,1
8. Tiang Punak Tetramerista 1 12,6 11,4 5,4
glabra
9. Pohon Suntai Palaquium 1 19,7 21,4 9,1
walsurifolium
10 Pohon Suntai Palaquium 1 21,7 20 8,9
. walsurifolium
11 Pohon Jangkang Sterculia foetida 1 26,5 24,8 9,8
.
12 Pohon Kelat Litsea sp 1 24,7 23 8,3
.

1.2 Komposisi Jenis Pohon Dan Ciri-Ciri Pohon Tersebut Sesuai Dengan
Herbarium Yang Telah Dibuat
Berdasarkan hasil praktek pengenalan ekosistem hutan yang telah
dilaksanakan, diketahui bahwasanya di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bengkalis,
Bukit Batu, Riau memiliki beranekaragam variasi pohon di setiap areanya
(berbeda-beda jenisnya). Keanekaragaman variasi pohon ini dapat dilihat dari
berbagai bermacam jenis tumbuhan yang diambil di kawasan Cagar Biosfer Giam
Siak Kecil untuk dijadikan herbarium.
Herbarium berasal dari kata “hortus dan botanicus”, artinya kebun botani
yang di keringkan, biasanya disusun berdasarkan system klasifikasi. Istilah
herbarium lebih dikenal untuk pengawetan tumbuhan. Herbarium adalah material
tumbuhan yang telah diawetkan (disebut juga spesimen herbarium) (Triharso,
2006). Herbarium juga bisa berarti tempat dimana material-material tumbuhan
yang telah diawetkan disimpan.
Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah
dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu. Herbarium biasanya dilengkapi
dengan data-data mengenai tumbuhan yang diawetkan, baik data taksonomi,
morfologi, ekologi, maupun geografinya. Selain itu dalam herbarium juga
memuat waktu dan nama pengkoleksi. Herbarium juga merupakan salah satu
sumber pembelajaran yang penting dalam ilmu biologi tumbuhan. Herbarium
merupakan koleksi kering yang dibuat berdasarkan prosedur-prosedur tertentu
dan memiliki criteria criteria tersendiri.
Secara umum ada dua jenis herbarium, yaitu herbarium basah dan herbarium
kering. Herbarium yang baik slalu di sertai identitas pengumpul (nama
pengumpul atau kolektor, waktu, tempat dan nomor koleksi).
Herbarium dibuat dari spesimen yang telah dewasa. Tidak terserang hama,
penyakit atau kerusakan fisik lain. Tumbuhan berhabitus pohon dan semak
disertakan ujung batang, daun, bunga dan buah. Sedang tumbuhan berbentuk
herba disertakan seluruh habitus. Herbarium kering diguanakan untuk spesimen
yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar, sedangkan
herbarium basah diguanakan untuk spesimen yang berair dan lembek misalnya
buah (Setyawan, et al. 2004).
Pembuatan herbarium yang kelompok saya lakukan menggunakan 10 jenis
tumbuhan yaitu: Geronggang, Kelat Jambu, Semetik, Punak, Dara-Dara,
Kempurung, Pasir-Pasir, Ara, Medang dan Simpur. Namun pada saat proses
pengeringan herbarium terdapat 3 jenis tanaman yang daunnya rusak/berjamur
dan diganti dengan 3 jenis tanaman lainnya. Tanaman yang rusak tersebut adalah,
Punak, Simpur dan Kempurung dan diganti dengan jenis tanaman yang lain yaitu
Pulai, Balik Angin dan Plajau.
Ciri-ciri salah satu pohon yaitu tanaman Geronggang (Cratoxylon
arborescens BI.) yang sesuai dengan herbarium yang telah dibuat sebagai berikut:

A. Kingdom: Plantae (Tumbuhan)


B. Divisi: Magnoliophyta
C. Kelas: Magnoliopsida
D. Ordo: Malpighiales
E. Famili: Hypericaceae
F. Genus: Cratoxylon
G. Spesies: Cratoxylon arborescens BI.

Gambar 1. Herbarium

Geronggang merupakan pohon yang selalu menghijau sepanjang tahun dan


membutuhkan banyak cahaya, sedangkan permudaannya (fase vegetatif)
membutuhkan naungan yang sedang. Tinggi pohon geronggang dapat mencapai
30 m dengan batang bebas cabang 25 m, diameter batang samapai lebih dari 1 m,
dan ketinggian berbanir sampai 1 m. Kulit luarnya berwarna kemerah-merahan
sampai coklat, beralur, dan mengelupas kecil-kecil. Kayu terasnya berwarna
merah jambu atau merah bata muda jika baru ditebang, yang lambat laun menjadi
merah tua. Kayu gubal berwarna kuning sehingga mudah dibedakan dengan kayu
terasnya, tebalnya sekitar 5 cm. Kayu geronggang dapat digunakan untuk bahan
bangunan dibawah atap, kayu lapis, meubel, peti, dan sebagai bahan cetakan beton
(Martawijaya 1981, Kartasubrata, et al. 1994).
Pohon geronggang tumbuh dikawasan hutan hujan tropis dengan tipe iklim A
dan B, habitatnya di hutan rawa, rawa gambut, dan zona peralihan antara hutan
rawa dan hutan tanah kering sampai ketinggian 100 m di atas permukaan laut (dpl)
(Prawira, 1979). Daerah penyebarannya di Indonesia meliputi Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan , dan Kalimantan Timur (Martawijaya, 1981).

Geronggang (Cratoxylum arborescens) merupakan spesies asli rawa gambut


dan adaptif terhadap rendahnya kesuburan rawa gambut. Menurut Tata &
Pradjadinata (2013), geronggang banyak ditemukan sebagai pohon di areal bekas
tebangan dan terbuka rawa gambut. Dengan demikian, geronggang menjanjikan
sebagai pohon rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi. Persentase
pertumbuhan pohon di bekas rawa gambut bekas terbakar adalah 69% (Indriani, et
al., 2015).

Geronggang merupakan jenis kayu keras biasa untuk campuran kayu kualitas
bagus. Geronggang tumbuh liar di lahan gambut agak kering. Ada dua macam
geronggang yaitu geronggang darat (Cratoxylum galucum) dan gerongang rawa
(Cratoxylum arborescens). Geronggang mempunyai bunga berwarna merah cerah
dengan benang sari yang menonjol keluar dengan bunga tipe malai tersusun
mengelompok dalam inflorescensia apikalis. Buah bertipe kotak dan akan pecah
pada saat masak fisiologis yang dipengaruhi oleh adanya sinar matahari, dimana
pada saat sinar matahari penuh, buah yang tua akan segera pecah. Dalam satu buah
geronggang akan diperoleh benih yang bagus sebanyak 30 benih dengan ukuran
kecil (0,5 cm x 0,1 cm) dan sangat tipis. Dalam setiap 1 kilogram benih
geronggang berisi sebanyak 31.327.315 butir, namun indeks viabilitas benihnya
sangat rendah. Geronggang tumbuh tersebar atau mengelompok pada belukar dan
hutan primer yang tergenang. Meskipun demikian geronggang juga dapat tumbuh
pada tanah berpasir ataupun tanah lempung berpasir. Tumbuhan ini mampu
mencapai tinggi hingga lebih dari 40 meter dengan diameter lebih dari 60
sentimeter. Kayunya memiliki sifat cukup kuat, ringan dan mudah dalam
pengerjaannya. Dalam dunia ilmiah kayu ini termasuk dalam kelas awet IV, kelas
kuat III-IV dengan berat jenis
0,46. Karena sifatnya inilah geronggang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
lokal untuk pembuatan konstruksi ringan, jembatan, kapal, furnitur, flooring,
panel, papan partikel, dan lain-lain.

Dari banyak jenis nya tanaman-tanaman di atas maka dapat dinyatakan


bahwa kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil yang ada di Kabupaten Bengkalis,
Kecamatan Bukit Batu, Provinsi Riau tersebut memiliki komposisi jenis pohon
yang sangat bervariasi.

Tabel 4. Spesies Herbarium


No Nama Lokal Nama Latin Ciri-ciri
1 Geronggang Cratoxylon arborescens BI.

1.3 Mengenal Sifat-Sifat Tanah Dan Iklim Hutan Alam


Definisi tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang
tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan
organik, air, udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman
(Hardjowigeno, 2010).
Kemampuan tanah menyediakan unsur hara, ditentukan oleh kandungan
bahanorganic tanah (BOT) dan kelengasan tanah. Atas dasar kandungan bahan
organik,biasanya dikenal dua kelompok tanah yaitu tanah mineral dan tanah
organik/ gambut (Mustafa, et al. 2012). Keadaan tanah yang diamati di Cagar
Biosfer Giam Siak Kecil, kec. Bukit Batu, Kab. Bengkalis yaitu termasuk tanah
gambut. Secara umum, gambut diartikan sebagai lapisan kerak Bumi yang
sebagian besar tersusun atas material atau bahan organik yang tertimbun alami.
Ciri-ciri tanah gambut antara lain, terbentuk dari bahan induk berupa bahan
organik hutan atau rumput yang telah mengalami pelapukan, berwarna kehitaman
atau gelap, sifatnya sangat asam, minim unsur hara, sehingga tidak subur untuk
lahan pertanian, biasa dijumpai di lingkungan rawa dan payau, bersifat lunak
karena tergenang air.
Tanah Gambut umumnya memiliki kadar pH yang rendah, memiliki
kapasitas tukar kation yang tinggi, kejenuhan basa rendah, memiliki kandungan
unsur N, P,
K, Ca, Mg yang rendah dan juga memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn,
Mn serta B) yang rendah pula (Sasli, 2011). Lahan gambut memiliki karakteristik
sifat kimia yang bervariasi tergantung pada tingkat kesuburan dan
kematangannya, kedalaman lapisan, jenis bahan organik pembentuknya dan jenis
lapisan dibawahnya. Karakteristik ini yang membedakannya dengan tanah
mineral, sehingga membutuhkan penanganan khusus dalam pengelolaannya. Sifat
kimia tanah gambut dapat meningkat seiring terjadinya perombakan bahan
organik (Kurnain, 2010).

Tabel 5. Deskripsi Sifat Tanah Lokasi Praktikum


Ph Tanah
Jenis Kematang Kadar
Titik Tingkat Ph Ph Keterangan
Tanah an Lengas
Meter Stick
1 0 – 20 Gambut Saprik 3,52 4 32,58% Pada kondisi
cm tanah dengan
kedalaman 0-
20 cm
memiliki
kandungan
serat yang
tertinggal
kurang dari
seperenam
bagian dalam
telapak tangan
setelah
dilakukan
pemerasan,me
miliki warna
coklat
kehitaman dan
tektur yang
halus
Pada kondisi
tanah dengan
kedalaman 20-
40 cm
memiliki
kandungan
serat yang
tertinggal
kurang dari
20 – 40 seperenam
Gambut Saprik 3,69 4
cm bagian dalam
telapak tangan
setelah
dilakukan
pemerasan,
memiliki
warna coklat
kehitaman dan
tektur yang
halus

Tabel 6. Bulk Density Tanah Gambut


Ring Jenis
Titik Bulk Density( g/cm3) Keterangan
Sampel Tanah
1 A1 Gambut 0,247 Termasuk kelas bulk
density rendah karena
berkisar antara 0,2 –
0,6 gr/cm³
Termasuk kelas bulk
density rendah karena
A2 Gambut 0,264
berkisar antara 0,2 –
0,6 gr/cm³
Termasuk kelas bulk
density rendah karena
B1 Gambut 0,241
berkisar antara 0,2 –
0,6 gr/cm³
2
Termasuk kelas bulk
density rendah karena
B2 Gambut 0,244
berkisar antara 0,2 –
0,6 gr/cm³

Diket : π = 3,14 cm V = 3,14 x (2,6)² x 4,9 = 104, 009 cm 3


r = 2,6 cm
t = 4,9 cm
Bulk Density (BD) = berat tanah kering : volume tanah
124,751 – 98,964
1. A1. BD : = 0,247 g/cm 3
10 4 , 009

128,448 – 100,895
2. A2. BD : = 0,264 g/cm 3
10 4 ,009

127,448 – 102,340
3. B1. BD : = 0,241 g/cm3
10 4 ,009

125,779 – 100,371
4. B2. BD : = 0,244 g/cm 3
10 4 , 009

Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu yang relatif lama dan
meliputi wilayah luas. Proses terjadinya cuaca dan iklim merupakan kombinasi
dari variabel-variabel atmosfir yang sama yang disebut unsur-unsur iklim. Iklim
beserta unsurnya adalah hal penting untuk diperhatikan, dipelajari, diantisipasi
efeknya, karena pengaruhnya sering menimbulkan masalah bagi manusia serta
mahluk hidup lainnya. Iklim di lansekap CB-GSK-BB adalah iklim tropis pantai
Sumatera yang sangat dipengaruhi oleh kondisi dan situasi laut dengan
temperatur berkisar 26°-32°C. Musim hujan biasa terjadi diantara bulan
September hingga Januari dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 809 -
4.078 mm/tahun. Periode kering (musim kemarau) biasanya terjadi diantara bulan
Februari hingga Agustus (Bogor Agricultural University).
Pengukuran suhu dan Suhu menunjukkan derajat panas benda. Dimana
semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara
mikroskopis suhu menunjukkan energy yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap
atom dalam suatu benda masing-masing bergerak baik dalam bentuk perpindahan
maupun gerakkan di tempat berupa getaran. Saat melakukan praktik di lapangan,
dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban dengan menggunakan termometer
bola basah dan bola kering. Adapun suhu pada lokasi pengamatan sebagai
berikut:

a. Termometer Basah
• Suhu pagi: 28°C
• Suhu siang: 26°C
• Kelembaban: 92%
• Rata-rata: 25°C
b. Termometer Kering
• Suhu pagi: 29°C
• Suhu siang: 27°C
• Kelembaban: 92%
• Rata-rata: 26°C

Tabel. Hasil pengamatan iklim hutan

No Lokasi Waktu Termometer Termometer Kelembapan Keterangan


Kering Basah

1 Zona 10.20 29ºC 28ºC 92% Pagi


inti
(core
zone)
2 Zona 12.38 26ºC 26ºC 100% Siang
inti
(core
zone)
3 Zona Sore
inti 14.40
25°C 25°C 100%
(core wib
zone)
Kelembapan rata-rata 97% -

1.4 Pengamatan Ekosistem Mangrove Dan Restorasi Gambut


Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut,
sehingga hutan mangrove dinamakan juga hutan pasang. Hutan mangrove dapat
tumbuh pada pantai karang, yaitu pada karang koral mati yang di atasnya
ditumbuhi selapis tipis pasir atau ditumbuhi lumpur atau pantai berlumpur. Hutan
mangrove terdapat didaerah pantai yang terus menerus atau berurutan terendam
dalam air laut dan dipengaruhi pasang surut, tanahnya terdiri atas lumpur dan
pasir. Secara harafiah, luasan hutan mangrove ini hanya sekitar 3% dari luas
seluruh kawasan hutan dan 25% dari seluruh hutan mangrove didunia (Saparinto,
2007).
Hutan mangrove merupakan komonitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komonitas vegetasi ini
umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan subtidal yang cukup mendapat
aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.
Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang
dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung (Kenish,1990).
Kegiatan pengamatan ekosistem mangrove ini dilakukan di Hutan Mangrove
Tanjung Leban. Kegiatan pengamatan ekosistem hutan mangrove berlangsung
pada sekitar pukul 07.00 WIB, berangkat dari Masjid Al Mujahidin menuju
pantai Tanjung Leban dilakukan saat matahari hampir terbit. Dalam kegiatan ini
dipandu oleh narasumber bernama Bapak Muhammad Nur. Menurut cerita oleh
Bapak Muhammad Nur, sejarah dari penamaan hutan mangrove di pantai
Tanjung Leban dikarenakan terdapat banyak batang leban yang dahulunya dijual
ke Bengkalis dan dipergunakan sebagai bahan pembuatan kapal.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah di lakukan, didapatkan hasil
bahwa Hutan mangrove yang berada di pantai Tanjung Leban memiliki berbagai
jenis vegetasi mangrove dengan beberapa jenis akar tanaman yang biasanya
ditemukan diekosistem mangrove, diantaranya adalah:

Tabel 7. Hasil Pengamatan Ekosistem Mangrove


No Nama Lokal Nama Latin Jenis Akar

1. Bakau Rhizopora sp Akar Tunjang

2. Waru Hibiscus tiliaceus Akar Tunggang

3. Nipah Nypa fruticans Akar Serabut

4. Bintaro Cerbera manghas Akar Tunggang

5. Pandan Laut Pandanus odorifer Akar Tunjang

6. Pedada Sonneratia caseolaris Akar Napas

7. Api-Api Avicenia sp Akar Napas

8. Nyirih Xylocarpus sp Akar Papan

Setelah melakukan kegiatan pengamatan ekosistem mangrove lalu


dilanjutkan dengan perjalanan ke Rumah Runding Restorasi Gambut dan
Mangrove (3 RGM). Restorasi gambut merupakan upaya pemulihan ekosistem
gambut terdegradasi agar kondisi hidrologis, struktur, dan fungsinya berada pada
kondisi pulih. Luas lahan gambut di Indonesia sendiri mencapai 22,5 juta ha,
serta lahan gambut menampung total 30% karbon di dunia. Namun yang menjadi
keprihatinan yaitu sebanyak 44,6% lahan gambut di Indonesia telah terdegradasi.
Berbicara dalam hal tersebut maka perlu adanya solusi untuk mengatasinya.
Rumah Runding ini merupakan pemikiran dari Tim Badan Restorasi Gambut
dan Magrove (BRGM) serta bekerjasama dengan pihak Pemerintah Kecamatan
Bandar Laksamana dan para tokoh masyarakat. Rumah runding ini digunakan
menjadi wahana tempat berunding para pemerhati lingkungan dan riset belajar
restoras gambut dan manggrove oleh berbagai pihak. Selain itu juga akan
dijadikan sebagai Laboratorium Riset Restorasi Gambut (LRRG) berskala
nasional. Ada 3 tujuan dalam pembangunan Rumah Runding Restorasi Gambut
dan Mangrove, diataranya:
1. Fasilitas lapangan untuk mengembangkan kolaborasi sinergi masyarakat
dan berbagai pihak dalam restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove.

2. Mempertemukan beragam peneliti, masyarakat dan berbagai pihak dalam


mencapai cita-cita membangkitkan peradaban maju secara ekonomi, sosial,
kebudayaan dan perlindungan ekosistem gambut dan mangrove.

3. Pengembangan wahana pendidikan, pengabdian masyarakat dan ekowisata


gambut terestorasi dan mangrove terehabilitasi di kawasan pesisir.

Rumah Runding Restorasi Gambut dan Mangrove (3RGM) ini dibangun


pada 09 Oktober 2020 s/d 21 Januari 2021. Pada tahun 2003 disekitan rumah
runding awalnya lahan gambut tersebut ditanami kelapa sawit. Lalu terbakar dan
mulai ditanami tanaman kehutanan yang didapat dari kelompok masyarakat
lestari. Pada awalnya lahan tersebut sangat sering terbakar tapi sudah dapat
teratasi dengan membuat sekat kanal. Dalam kegiatan pengelolaan lahan gambut
ini terdapat 2 jenis kesulitan yaitu tata kelola air dan perawatan tanaman.

Berdasarkan informasi yang disampaikan Bapak Muhammad Nur, disekitar


3RGM terdapat sekat kanal yang dibuat dengan tujuan untuk bisa menahan air
agar air tidak langsung masuk ke dalam laut. Dengan demikian, sekat kanal
digunakan untuk proses perairan di lahan gambut. Selain berguna dalam proses
perairan lahan gambut sekat kanal juga berfungsi agar tanah tetap lembab. Dalam
kegiatan menjaga lahan gambut ini, masyarakat Tanjung Leban memiliki 2
komunitas, yang pertama yaitu Masyarakat Peduli Bencana (MPB) dan
Masyarakat Peduli Api (MPA).
1.5 Pembahasan
Tabel 8. INP Semai
Jumlah K KR JPT F FR INP
8 0.00667 21.6216 1 0.33333 25 46.6216
18 0.015 48.6486 2 0.66667 50 98.6486
11 0.00917 29.7297 1 0.33333 25 54.7297
37 0.03083 100 4 1.33333 100 200

Tabel 9. INP Pancang


Jumlah K KR JPT F FR D DR INP
7 0.00583 26.9231 2 0.66667 25 0.19872 33.3333 85.2564
8 0.00667 30.7692 2 0.66667 25 0.19872 33.3333 89.1026
6 0.005 23.0769 2 0.66667 25 0.19872 33.3333 81.4103
2 0.00167 7.69231 1 0.33333 12.5 0.19872 33.3333 53.5256
3 0.0025 11.5385 1 0.33333 12.5 0.19872 33.3333 57.3718
26 0.02167 100 6 2.66667 100 0.59617 100 300

Tabel 10. INP Tiang


Jumlah K KR JPT F FR D DR INP
7 0.00583 26.9231 2 0.66667 25 0.19872 33.3333 85.2564
8 0.00667 30.7692 2 0.66667 25 0.19872 33.3333 89.1026
6 0.005 23.0769 2 0.66667 25 0.19872 33.3333 81.4103
2 0.00167 7.69231 1 0.33333 12.5 0.19872 33.3333 53.5256
3 0.0025 11.5385 1 0.33333 12.5 0.19872 33.3333 57.3718
26 0.02167 100 6 2.66667 100 0.59617 100 300

Tabel 11. INP Pohon


Jumlah K KR JPT F FR D DR INP
46.153 1.1626 7.0729 86.560
6 0.005 8 3 1 33.33333 9 4 1
3 0.0025 23.076 2 0.6666 22.22222 0.6081 3.6995 48.998
9 7 5 1 7
0.0016 15.384 0.6666 1.5556 9.4631
2 7 6 2 7 22.22222 1 7 47.07
0.0008 7.6923 0.3333 8.6473 27.450
1 3 1 1 3 11.11111 1.4215 8 8
0.0008 7.6923 0.3333 11.690 89.920
1 3 1 1 3 11.11111 6 71.117 4
0.0108 16.438
13 3 100 9 3 100 6 100 300
II PENGAMATAN SATWA DI HUTAN

2.1 Mengenal Komposisi Jenis, Jumlah Dan Lokasi Ditemukan Pada Tipe
Vegetasi Pada Hutan Terganggu
Menurut Alikodra Satwa adalah semua binatang yang hidup di darat, air, dan
udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun
dipelihara oleh manusia, satwa juga dapat diartikan binatang yang hidup liar
dialam bebas tanpa campur tangan manusia. Satwa liar adalah binatang yang
hidup di dalam ekosistem alam (Bailey, 1984 dalam Alikodra, 2000). Sedangkan
menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang KSDAHE, satwa liar adalah semua
binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih
mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas ataupun dipelihara oleh
manusia.
Menurut Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam satwa adalah
segala macam jenis sumber daya alam hewani yang berasal dari hewan yang hidup
di darat, air, dan udara. Satwa lebih dikenal dengan sebutan binatang atau hewan,
contohnya seperti, kucing, anjing, ayam, harimau, dan masih banyak lagi,
mencakup hewan yang memiliki populasi terjaga ataupun sudah punah.
Satwa liar berpengaruh terhadap tanah dan vegetasi dan memegang peran
kunci dalam penyebaran, pertumbuhan tanaman, penyerbukan dan pematangan
biji, penyuburan tanah, penguraian organisme mati menjadi zat organik yang lebih
berguna bagi kehidupan tumbuhan, penyerbukan dan pengubah tumbuh-tumbuhan
dan tanah. Satwa liar juga berperan dalam perekonomian lokal dan nasional.
Berikut adalah tabel hasil pengamatan satwa liar yang dilakukan di Cagar Biosfer
Giam Siak Kecil, Bukit Batu.

Tabel 12. Hasil Pengamatan Satwa Liar


No Nama satwa Jumlah Keterangan

1. Siamang 1 Bersuara
2. Belalang Sembah 1 Hidup
3. Kupu-Kupu 1 Terbang
4. Tenggerek 1 Hidup
5. Semut 1 koloni Hidup
6. Burung Kadalan 4 Bersuara
7. Burung gereja 1 Bersuara
8. Tupai 1 Berjalan
9. Lebah 1 sarang Hidup
10. Ular 1 Hidup

2.2 Mengenal Ciri-Ciri Dan Karakteristik Satwa Tersebut


a. Raja udang (Alcedo spp)

Burung Raja Udang atau Alcedo spp merupakan salah satu spesies burun
yang tersebar diseluruh dunia. Raja udang biasanya mendiami wilayah beriklim
tropis dengan habitat berupa hutan kanopi tertutup sampai perairan seperti wilayah
pesisir, rawa bakau, danau, dan sungai. Di seluruh dunia, terdapat kurang lebih 90
spesies burung raja-udang. Semua raja-udang memiliki kepala besar, paruh
runcing, kaki pendek, dan ekor pendek. Sebagian besar spesies memiliki bulu
yang cerah. Rajaudang memakan berbagai macam mangsa yang biasanya
ditangkap dengan cara menukik turun dari tempat bertenggernya. Walaupun raja-
udang biasanya dianggap tinggal di dekat sungai dan memakan ikan, banyak
spesies hidup jauh dari air dan memakan invertebrata kecil. Raja udang
merupakan salah satu satwa yang dilindungi melalui Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa yang diperbaharui dalam Peraturan Pemerintah 106 Tahun 2018.

b. Owa Ungko (Hylobates agilis)

Owa Ungko atau Hylobates agilis dalah sejenis kera arboreal yang termasuk
ke dalam suku Hylobatidae. Secara lokal dikenal dengan nama ungko atau
wauwau. Owa ungko termasuk jenis owa yang terkecil ukurannya. Berat rata-rata
hewan jantan sekitar 5,8 kg, sementara betinanya sekitar 5,4 kg. Warna rambut di
tubuh ungko bervariasi mulai dari bungalan (cokelat kekuningan pucat), jingga
kemerahan, cokelat kemerahan, cokelat, atau kehitaman. Sebagaimana halnya owa
kalimantan, owa ungko memiliki alis dan berewok (cambang/rambut pipi dan
jenggot) berwarna keputihan. Pada beberapa kondisi, betina owa ungko dapat
kehilangan atau berkurang warna putih di alis dan pipinya. Owa Ungko
merupakan salah satu jenis satwa dilindungi dan masuk dalam daftar The
International Union for Conservation of Nature (IUCN) spesies terancam punah
dengan status Endangered karena penghancuran habitat serta perburuan liar untuk
diperdagangkan. Owa ungko memiliki lengkingan suara yang bisa mencapai 1
killo herzt dan itu dijadikannya sebagai tanda keberadaan dan peringatan pada
pasangan Owa ungko lainnya. Biasanya hal tersebut langsung ditandai juga oleh
pasangan lainnya dengan sahutan suara yang sama, sehingga akan terjadi
keributan sahutan suara disana. Apabila ada benturan batas teritorial, mereka akan
saling mengusir menggunakan suara tersebut atau bahkan saling mengejar.

c. Burung Pelatuk (Picus)

Burung pelatuk atau sering dibilang dikenal woodpecker adalah anggota


keluarga picidae, yang juga termasuk pikulet, wryneck, dan sapsuckers. Spesies
burung pelatuk mencari mangsa serangga di batang dan dahan pohon. Pelatuk
ialah burung dari ordo Piciformes. Beberapa burung pelatuk dalam ordo
Piciformes memiliki kaki zigodaktil, dengan 2 jari kaki mengarah ke depan, dan 2
lainnya ke belakang. Kaki-kaki itu, meski beradaptasi untuk berpegangan di
permukaan vertikal, bisa digunakan untuk menggenggam atau bertengger.
Beberapa spesies hanya memiliki 3 jari kaki. Lidah panjang yang ditemukan pada
beberapa burung pelatuk dapat dijulurkan keluar untuk menangkap serangga.
Burung pelatuk mendapatkan namanya dari kebiasaan beberapa speiesnya
menyadap dan mematuk batang pohon dengan paruhnya. Ini adalah alat
komunikasi kepemilikan daerah melalui sinyal kepada saingan-saingannya, dan
cara mencari dan menemukan larva serangga di bawah kulit kayu atau terowongan
berliku nan panjang di pohon.

d. Bajing (Sciuridae)

Bajing merupakan kelompok mamalia pengerat dari famili Sciuridae. Bajing


memiliki bentuk mirip seperti tupai. Bajing identik dengan bulu ekor yang lebat,
panjang, dan condong ke atas. Sementara, tupai memiliki ekor yang kecil dan
lurus.
Bajing merupakan jenis pengerat yang umum dijumpai tetapi, terdapat jenis bajing
yang dilindungi yaitu Bajing tanah bergaris empat atau Lariscus hosei termasuk
hewan yang dilindungi. Hewan ini dilindungi karena keberadaannya sudah langka.

e. Burung Kadalan Birah (Phaenicophaeus curvirostris)

Kadalan birah adalah spesies burung dari keluarga Cuculidae, dari genus
Phaenicophaeus. Burung ini merupakan jenis burung pemakan ulat bulu, semut,
serangga besar, kepiting, kadal, anak burung yang memiliki habitat di hutan,
semak belukar, padang ilalang. Burung kadalan birah merupakan salah satu
burung lokal yang ada di Indonesia, dengan wilayah persebaran di Sumatera,
Kalimantan, Jawa, dan Bali. Burung kadalan birah sering disebut burung lontrok,
yang memiliki nama latin Phaenicophaeus curvirostris, termasuk salah satu
burung yang berukuran besar dan setara dengan jenis burung predator pada
umumnya, seperti burung hantu. Burung kadalan birah memiliki ciri yaitu tubuh di
bagian bawah dada berwarna merah karat, dan jika bertengger biasanya burung ini
akan bertengger cukup lama dan akan berpindah tempat secara perlahan maka
tidak heran burung kadalan birah susah untuk ditemui.

f. Siamang (Symphalangus syndactylus)

Owa Siamang (Symphalangus syndactylus) adalah kera hitam yang berlengan


panjang, dan hidup pada pohon-pohon. Pada umumnya, siamah sangat tangkas
saat bergerak di atas pohon, sehingga tidak ada predator yang bisa menangkap
mereka. Siamang merupakan spesies terancam, karena deforestasi habitatnya
cepat. Siamah tidak memliki ekor dan memiliki postur tubuh yang kurang tegak.
Siamang juga memiliki perkembangan otak yang tinggi. Siamang berwarna hitam
agak cokelat kemerahan. Kera ini memiliki anyaman antara jari kedua dan ketiga.
Di Indonesia Siamang hanya dapat dijumpai di pulai Sumatera dan merupakan
hewan yang dilindungi karena berkurangnya populasi hewan tersebut yang
disebabkan oleh hilangnya habitat hidupnya.

g. Ular Cokelat timur (Pseudonaja textilis)

Ular-cokelat timur (Pseudonaja textilis) atau juga disebut ular bisa cokelat,
atau dalam bahasa Inggris disebut eastern brownsnake atau common brownsnake,
adalah spesies ular cokelat berbisa yang tersebar di Australia bagian timur dan
tengah, dan di Pulau Papua bagian selatan. Ular ini adalah ular darat yang paling
mematikan kedua di dunia setelah Taipan pedalaman (Oxyuranus microlepidotus)
berdasarkan analisis LD50 terhadap tikus, dan disebut-sebut sebagai penyebab
60% kematian akibat gigitan ular di Australia.

h. Katak pohon (Rhacophoridae)

Rhacophoridae adalah keluarga katak yang hidup di Afrika sub-Sahara


tropis, India Selatan dan Sri Lanka, Jepang, India timur laut hingga Cina timur dan
Taiwan, selatan melalui Filipina dan Sunda Besar, dan Sulawesi. Mereka
umumnya dikenal sebagai katak semak, atau lebih ambigu sebagai "katak lumut"
atau "katak semak".

i. Burung Rangkong papan (Buceros bicornis)

Rangkong papan atau dalam nama ilmiahnya Buceros bicornis adalah spesies
terbesar dalam suku burung Bucerotidae. Burung dewasa berukuran sangat besar,
dengan panjang mencapai 160cm. Burung ini memiliki bulu berwarna hitam, dan
tanduk kuning-hitam di atas paruh besar berwarna kuning. Kulit mukanya
berwarna hitam dengan bulu leher berwarna kuning kecoklatan. Bulu ekor
berwarna putih dengan garis hitam tebal di tengah. Tanduk burung Rangkong
Papan berongga dan tidak padat. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung
jantan. Jantan dan betina dapat dibedakan dengan mudah dari matanya. Mata
burung betina berwarna biru, sedangkan burung jantan bermata merah. Populasi
Rangkong papan tersebar di hutan tropis di India, Republik Rakyat Tiongkok,
Indocina, Nepal, Bhutan, Semenanjung Malaysia dan pulau Sumatra, Indonesia.
Pakan burung Rangkong Papan terdiri dari aneka buah-buahan, hewan berukuran
kecil, burung, serangga dan reptil. Burung Rangkong bersifat monogami, hanya
berpasangan dengan seekor lawan jenis.

j. Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus)

Bangau tongtong, (Leptoptilos javanicus) adalah spesies burung dari familia


bangau atau Ciconiidae. Tersebar di selatan Asia mulai dari India timur sampai
Pulau Jawa. Tingginya sekitar 110-120 cm, berat 5 kg dan rentang sayap 210 cm.
Spesies ini adalah yang terkecil dalam genus Leptoptilos. Bagian atas tubuhnya
dan sayapnya berwarna hitam, namun perut, kalung leher dan bagian bawah ekor
berwarna putih. Kepala dan lehernya botak, dengan bulu kapas putih halus pada
mahkota. Paruhnya berwarna pucat, panjang, dan tebal. Burung muda warnanya
lebih kusam daripada burung dewasa. Bangau ini, seperti jenis-jenis bangau
lainnya, memangsa ikan, kodok, kadal, serangga besar, dan invertebrata lainnya

2.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, didapatkan 10 jenis satwa
diwilayah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil yang dimana didominasi oleh burung
(aves). Pengamatan satwa ini dilakukan di bagian zona penyangga Cagar Biosfer
Giam Siak Kecil saja. Satwa-sata tersebut banyak ditemukan pada didalam hutan,
area camp dan sekitaran kanal. Dari 10 satwa tersebu sebagian besar
diidentifikasi/dilihat secara langsung namun ada 3 jenis satwa yang diidentifikasi
secara tidak langsung yaitu dengan cara mendengarkan suara-suara dari satwa
tersebut.
Yang terlihat secara langsung yaitu Burung Pelatuk didalam hutan, Bajing
diarea camp, Burung Kadalan Birah didalam hutan, Ular Cokelat Timur diarea
camp, Katak Pohon didalam hutan, Burung Rangkong Papan didalam hutan dan
Bangau Tongtong diarea kanal. Untuk 3 jenis satwa lainnya yaitu Raja Udang,
Owa Ungko dan Siamang yang diidentifikasi secara tidak langsung (melalui suara)
terdapat didalam hutan.

III PENGELOLAAN LOKASI KAWASAN HUTAN PPEH

3.1 Kondisi Lokasi Kawasan Hutan PPEH


PT. Sekato Pratama Makmur merupakan perusahaan patungan antara PT.
Mapala Rabda dengan Koperasi Tani Hutan Tuah Sekato, didirikan di Pekanbaru
di hadapan Notaris Darmansyah, SH, dengan Akta No. 33 tanggal 22 Maret 2002,
tentang Pendirian Perusahaan Perseroan Terbatas PT. Sekato Pratama Makmur.
PT. SPM memiliki 2 blok dalam pengelolaan kawasan hutannya yaitu ada blok
humus dan blok hampar. PT Sekato Pratama Makmur, sebagai perusahaan hutan
tanaman yang memasok bahan baku kayu pada industri pulp dan kertas lingkup
APP, berkomitmen menghasilkan dan menyediakan bahan baku kayu secara
berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip Pengelolaan Hutan Lestari (PHL).

Tabel 13. Gambaran Letak Geografis, Administrasi Pemerintahan, Administrasi


Pemangkuan Hutan, dan Batas Areal PT. SPM.

Sumber : PT. Sekato Pratama Makmur, 2021

Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu (GSKBB) merupakan cagar
biosfer ke-7 yang dideklarasikan pada tahun 2009. Sesuai dengan Strategi Seville
1995, cagar biosfer mempunyai tiga fungsi yang saling menunjang, yaitu
konservasi keanekaragaman hayati, pembangunan berkelanjutan, dan dukungan
logistik. dan Cagar Biosfer GSKBB juga merupakan suatu tempat yang dapat
dijadikan untuk penelitian, terutama penelitian terhadap lahan yang ada di cagar
biosfer tersebut yang mana lahan atau tanah di cagar biosfer tersebut yang dikelola
oleh PT. SPM merupakan lahan hutan tanaman industri yang tanah nya merupakan
hasil penumpukan seresah atau sisa dari tanaman yang telah mengalami pelapukan
yaitu tanah gambut.

Salah satu kawasan hutan gambut tersisa dan relatif masih kondisi baik di
Riau adalah kawasan Giam Siak Kecil dan hutan gambut konservasi Bukit Batu.
Hutan gambut Giam Siak Kecil adalah kawasan hutan konservasi yang berstatus
suaka marga satwa berdasarkan SK Menhut 173/KPTS/II/1986, dengan luas
84.967 ha. Sedangkan hutan gambut Bukit Batu merupakan hutan konservasi yang
dikelola oleh PT Arara Abadi dengan luasan kawasan ± 21.500 ha (MAB 2011).
Untuk kondisi umum hutan gambut di Bukit Batu (PT Arara Abadi) masih cukup
baik terutama pada kilometer 50-an. Tegakan pohon-pohon berdiameter besar
masih berdiri kokoh dan mencerminkan hutan primer alami yang masih baik.
Secara administrasi termasuk Desa Sukajadi, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten
Bengkalis.

Cagar Biosfer GSKBB telah berfungsi untuk mendukung pengembangan


ilmu pengetahuan dengan menyediakan objek penelitian tetapi jumlah penelitian
terapan untuk mendukung implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB masih v
sangat terbatas, yakni hanya 2% dari jumlah penelitian pada periode 2008-2015
yang terkait dengan isu sosial dan manajemen cagar biosfer

3.2 Aspek Perencanaan, Organisasi, Actuasi dan Control


Dalam aspek perencanaan sebagai dasar kegiatan operasional, PT. SPM
telah menyusun Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada
Hutan Tanaman (RKUPHHK-HT), yang merupakan rencana pengusahaan jangka
panjang. Secara dinamis, dokumen RKUPHHK-HT menjadi acuan dalam
penyusunan Rencana Kerja Tahunan (RKT) perusahaan. RKT selanjutnya
menjadi dasar legal di dalam melaksanakan seluruh kegiatan operasional hutan
tanaman. Dan juga pada pengelolaan yang dilaksanakan oleh PT. SPM memiliki
bidang yang bergerak dalam keselamatan kerja atau yang lebih di kenal dengan
K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) yang mana PT. SPM melakukan sosialisasi
dan pelatihan terkait K3 tersebut,serta beberapa inspeksi K3 yang dilakukan
kepada kontraktor, karyawan dll, serta rutin melakukan cek kesehatan tenaga
kerja yang bekerja di perusahaan tersebut.
Pengelolaan hutan yang dilakukan oleh PT. SPM tak hanya dalam
pengelolaan kawasan hutan saja, ada beberapa potensi bahaya akan kebakaran
hutan di areal kerja tergolong cukup mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan oleh
faktor iklim, kondisi lahan, dan faktor sosial. Dari faktor iklim dan kondisi lahan,
walaupun secara makro areal kerja beriklim sangat basah, namun secara mikro
(harian) memungkinkan kondisi kering yang beturut-turut selama beberapa hari.
Maka dari itu dari Pihan perusahaan terus memantau hotspot (titik panas) yang
berkemungkinan dapat terjadi nya kebakaran lahan gambut tersebut. Hal ini
cukup untuk membuat serasah dan gambut bagian atas untuk kering dan mudah
terbakar. Hal ini didukung oleh tipologi dari serasah tanaman akasia yang
menumpuk. Pengadaan bibit dilakukan melalui persemaian permanen (permanent
nursery) yang dibangun oleh PT. Sekato Pratama Makmur seluas 15 Ha.
Perusahaan merencanakan untuk menanam jenis Acacia crassicarpa. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian R&D Sinarmas Forestry yang menyatakan bahwa
jenis yang paling cocok pada saat ini adalah Acacia crassicarpa. Namun
demikian, tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan untuk menanam jenis
lain apabila suatu saat nanti ditemukan jenis yang lebih unggul. Gambar 2.
Struktur Organisasi PT. Sekato Pratama Makmur

Struktur organisasi PT. SPM disusun secara dinamis disesuaikan dengan


perkembangan kegiatan perusahaan. Stuktur organisasi PT. SPM dimulai dari
tingkat atas (Komisaris dan Direksi) sampai organisasi pada tingkat pelaksana
untuk memberdayakan pihak mitra yaitu Tuah Sekato, maka dalam stuktur
Dewan Komisaris dan Dewan Direksi terdapat personal dari unsur Tuah Sekato.
Untuk mendukung kegiatan operasional di lapangan, maka Komisaris dan
Direksi dibantu oleh 1 orang Kepala Unit HTI yang dibantu beberapa kepala
seksi. PT. SPM Distrik Humus ada beberapa seksi atau bagian yaitu P&P
(Plantation and
Production), TUK (Tata Usaha Kayu), , RPK (Regu Pemadam Kebakaran),
Admin Head, GA (General Affair), Logistic, dan Environment (Bagian
Lingkungan), setiap seksi atau bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi dan
tugasnya masingmasing tetapi kegiatan tersebut saling berhubungan antara satu
dengan yang lainnya.
Untuk mendukung kegiatan operasional di lapangan, maka Komisaris dan
Direksi dibantu oleh 1 orang Kepala Unit HTI yang dibantu beberapa kepala
seksi.PT. SPM Distrik Humus beralamat di Jalan Lintas Sei. Pakning-Dumai
Desa Sukajadi Kecamatan Bukit Batu.
Dalam Pengelolaan dan Pemantauan kawasan lindung, PT.SPM melakukan
actuasi terkait kawasan hutan tersebut yaitu Pendataan batas kawasan lindung
sesuai aturan, Patroli bersama pengamanan. Penanaman, pengayuan dan
rehabilitasi, Pemantauan flora dan fauna, serta high Carbon Stock (HCS),
Verifikasi tutupan lahan dan Mc Donald Detwille assolution. Tak hanya dalam
pengelolaan dan pemantauan kawasan hutan lindung saja PT SPM juga
melakukan pemantauan serta pengawasan pada lingkungan berikut diantaranya :
Pengelolaan dampak terhadap tanaman dan air, Pemantauan perairan,
Pengendalian pencemaran (Penanganan limbah, penanganan domistic limbah
kamp-kantor, Penyiraman jalan untuk mengurangi debu, Pemantauan kualitas air
dan udara satu tahun sekali).
PT. SPM tidak hanya dalam mengelola hutan tetapi juga melakukan tata
kelola air, fungsi tata kelola air di lahan gambut yaitu untuk mengatur tata kelola
air sesuai dengan umur tanaman. Fungsi lain water management adalah
meminimalisir dampak kebakaran pada lahan gambut. Karena kebakaran pada
lahan gambut merupakan ground fire. Dalam tata kelola air tersebut ada
dilakukan pengukuran terhadap ketinggian muka air pada kawasan hutan gambut
tersebut terbagi atas dua yaitu Water table adalah ketinggian air di permukaan
lahan. Dan Pengukuran water level ialah pengukuran ketinggian muka air dalam
kanal. Alat ukur Pengelolaan air menggunakan zonasi, disebut kanal
blocking/sekat kanal agar musim kemarau air tidak habis dan hujan air tidak
melimpah. Pengukuran perbedaan tinggi lahan lebih dahulu dilakukan sebelum
membuat kanal.
PT. SPM juga melakukan pengadaan bibit melalui persemaian. Persemaian
yang diberi dengan nama Nursery Humus PT. SPM, persemaian yang dibuat
khusus untuk menanam jenis Acacia crassiacarpa, sesuai dengan hasil penelitian
R&D Sinarmas Forestry. Kegiatan pemeliharaan tanaman mengacu pada
Standard Operating Procedure meliputi kegiatan pemupukan, penyulaman,
pemangkasan cabang (singling), dan penyiangan (weeding). Jadwal pelaksanaan
pemeliharaan tanaman (luas dan waktunya) mengikuti jadwal penanaman dan
jadwal teknis silvikultur HTI. Akasia mangium tidak lagi di produksi karena
mudah terkena penyakit. Akasia crassicarpa biasa di tanam pada lahan gambut.
Kepala Nursery Humus PT. SPM, Pak Sovan menjelaskan bahwa media yang
digunakan adalah cocopeat (sabut kelapa). Pada nursery ini ada 5 tempat yang
diamati diantaranya, Halling area, green house, seadling area, open area 1, open
area 2. Pada open area 2, ini yang ditempatkan untuk BST (Bibit Siap Tanam)
atau dijual.
PT. SPM juga melakukan konservasi dan sertifikasi pada kawasan hutan.
Luas Kawasan lindung minimal 15-20% dari luas kawasan perusahaan total,
fungsinya sebagai kontrol pengelolaan hutan lestari (pengelolaan dgn
memperhatikan aspek lingkungan dan sosial) dalam hal ini juga melakukan
analisis dampak lingkungan yang dijalankan oleh PT.SPM. PT.SPM memiliki
RPK (Regu Pemadam Kebakaran), dimana pos utama yang dibangun oleh orang
berkebangsaan Swedia bernama ‘Ole’, terdapat 5 pos gedung RPK yang tersebar
diantaranya: 13 Humus, Tembuyut, Blok H, Hampar, dan Hampar 31. Dalam
gedung terdapat ruang simpan untuk alat-alat pemadam kebakaran dan ruang
pemantauan titik panas yang dan titik api yang memicu terjadinya kebakaran
hutan. Tidak hanya itu, RPK juga dilengkapi alat yang mendukung proses
prosedurnya, antara lain Radioric digunakan untuk sinyal penyampaian
komunikasi, dan alat khusus yang dapat mengukur suhu, kelembaban, cuaca, dan
arah angin, yang dimana datanya akan terhubung langsung ke ruangan monitoring
hotspot dan CCTV yang ada di gedung RPK PT. SPM.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhadi dan Nursyahra. 2010. Komposisi Vegetasi Dasar di


KawasanPenambangan di Kecamatan Talawi Sawahlunto. Jurnal Ilmiah
Ekotrans Universitas Ekasakti Padang, Vol. 10 No. 1.

Maarel, E. V. D. 2005. Vegetation Ecology. Victoria: Blackwell Publish-ing.


Susanto, W. 2012. Analisis Vegetasi pada Ekosistem Hutan Hujan Tropis untuk
Pengelolaan Kawasan Taman Hutan.

Locky DA, Bayley SE. 2006. Plant diversity, composition, and rarity in the
southern boreal peatlands of Manitoba, Canada. Can J bot. 84:940-955.
Fachrul MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Oktaviani SI, Hanum L, Negara Z. 2017. Analisis vegetasi di Kawasan Terbuka


Hijau Industri Gasing. Jurnal Penelitian Sains. 19(3):124–131.

Triharso, 2006. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman, Yogyakarata, UGM Press.

Setyawan, A. D, Indrowuryanto, Wiryanto, Winarni, K dan Susilowati, A.2005.


Tumbuhan Mangrove Pesisir Jawa Tengah. Jurusan Biologi FMIPA,
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Kartasubrata, J., A. Martawijaya, R.B. Miller, G. Dos Santos, and M.S.M. Sosef.
1994. Cratoxylon Blume. In Soerianegara, I. and R.H.M.J. Lemmens
(Eds.). Timber Trees: Major Commercial Timbers. PROSEA. 5(1).

Martawijaya, A. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor.

Prawira, R.S.A. 1979. Pengenalan Jenis-jenis Kayu Ekspor. Seri IX. Bagian
Botani Hutan, Lembaga Penelitian Hutan. Bogor.

Indriani, D., Gunawan, H., & Sofiyanti, N. 2015. Survival Rate dan Total
Akumulasi Biomassa Permukaan dari Lima Jenis Pohon yang Digunakan
dalam Eksperimen Restorasi Pada Lahan Gambut Bekas Terbakar di Area
Transisi Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu Desa Tanjung Leban,
Bengkalis, Riau. JOM FMIPA. 2(1): 64-71.

Harjdowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.

Mustafa, Ahmad, Syafiuddin, & Ansar. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.


Makassar:
Universitas Hasanuddin.
Sasli, I. 2011. Karakterisasi Gambut dengan Berbagai Bahan Amelioran dan
Pengaruhnya terhadap Sifat Fisik dan Kimia Guna Mendukung
Produktivitas Lahan Gambut. Jurnal agrovigor. 4(1): 42-50.

Kurnain, A. 2010. Klasifikasi Kematangan Gambut Tropis Berdasarkan Sifat Rapat


Optik. Prosiding Standarisasi. Jakarta.
Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaa Satwa Liar, Jilid 1. Fakultas Kehutanan, IPB.
Bogor.

Bailey, J. A. 1984. Principle of wildlife management. John Wiley and Sons Inc.
Canada.

Anda mungkin juga menyukai