Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIKUM AGROFORESTRY

ESTIMASI CADANGAN KARBON DAN NILAI PENDAPATAN


AGROFORESTRY

Oleh :

HASDIYATI DINASYARAH
NIM. M1A117008

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2020
LAPORAN PRAKTIKUM AGROFORESTRY

ESTIMASI CADANGAN KARBON DAN NILAI PENDAPATAN


AGROFORESTRY

Oleh :

HASDIYATI DINASYARAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Meluluskan


Mata Kuliah Agroforestry

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2020

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Estimasi Cadangan Karbon Dan Nilai Pendapatan Agroforestry

Nama : Hasdiyati Dinasyarah

Stambuk : M1A1 17 008

Jurusan : Kehutanan

Fakultas : Kehutanan dan Ilmu Lingkungan

Telah Disetujui Oleh:

1. Ahmad Fausan, S.Hut 1.


2. Triska Amalia Santi, S.Hut 2.
3. Ola Prajab Aso, S.Hut 3.
4. Armin (M1A1 16 148) 4.
5. Ardyan Saputra (M1A1 16 171) 5.
6. Rahmatia (M1A1 16 062) 6.
7. Marselina Complex Tawati (M1A1 17 016) 7.

Mengetahui:
Koordinator Mata Kuliah Agroforestry,

Dr. Ir Sitti Marwah, M.Si


NIP. 19600101 198503 2 003

Tanggal Pengesahan : November 2020

iii
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga Penulis dapat

menyelesaikan laporan praktikum Agroforestry ini. Seiring dengan selesainya

laporan praktikum Agroforestry ini, Penulis mengucapkan terima kasih dan

penghormatan kepada Orang Tua yang telah banyak memberikan arahan,

perhatian beserta doanya kepada Penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada:

1. Ibu Dr. Sitti Marwah, M.Si selaku Dosen mata kuliah Agroforestry yang

telah memberikan Penulis pemahaman terkait Agroforestry.

2. Asisten praktikum kak Ahmad Fausan, S.Hut dan para asisten lainnya

seperti kepada kak Triska Amalia Santi, S.Hut, kak Ola Prajab Aso,

S.Hut, kak Armin, kak Ardyan Saputra, kak Rahmatia dan Marselina

Complex Tawati yang telah membimbing jalanya praktikum mata kuliah

agroforestry memberikan petunjuk, dorongan, saran dan arahan sejak awal

praktikum hingga selesainya penulisan laporan praktikum ini..

3. Saya juga ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada teman kelompok saya

kepada Muhammad Tuafiq H, Haslinda Nasir dan Randa Nata Sagita

yang telah membantu jalannya Praktikum Mata Kuliah Agroforestry dengan

mengumpulkan data dilapangan secara bersama-sama dalam kerja kelompok.

4. Kepada masyarakat Jati bali yang telah memberikan akses untuk mengambil

data dilahan untuk objek praktikum

Kendari, November 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL............................................................................... i
HALAMAN JUDUL.................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................... iv
DAFTAR ISI............................................................................................... v
DAFTAR TABEL....................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. viii

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah............................................................................ 3
3. Tujuan dan Manfaat......................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Agroforestry................................................................................... 5
2.1.1. Pengertian Agroforestry....................................................... 5
2.1.2. Sistem Agroforestry............................................................. 6
2.1.3. Tahapan Pengelolaan Lahan Agroforestry........................... 7
2.1.4. Peran Agroforestry terhadap Tanah..................................... 8
2.1.5. Peran Agroforestry terhadap Iklim....................................... 10
2.2. Teknik Pengukuran Tanaman......................................................... 11
2.2.1. Faktro yang Mempengaruhi Kesalahan Pengukuran........... 11
2.2.2. Alat yang Digunakan dalam Pengukuran............................. 12
2.3. Biomassa dan Karbon..................................................................... 13
2.3.1. Pengertian Biomassa............................................................ 13
2.3.2. Pengertian Karbon................................................................ 15
2.3.3. Kandungan Biomassa dan Karbon Tanaman Pertanian....... 16
2.3.4. Pengaruh Biomassa dan Karbon terhadap Kondisi Iklim.... 17
2.4. Pendapatan Agroforestry................................................................ 18
2.4.1. Pengertian Nilai Pendapatan Ekonomi................................. 18
2.4.2. Cara Menghitung Pendapatan Ekonomi Petani
Agroforestry......................................................................... 19
2.4.3. Manfaat Perhitungan Ekonomi Petani Agroforestry............ 20
2.4.4. Kontribusi Hasil Agroforestry terhadap Pendapatan
Masyarakat............................................................................ 21

III. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1. Waktu dan Tempat......................................................................... 22
3.2. Alat dan Bahan............................................................................... 22
3.3. Prosedur Kerja............................................................................... 22
3.4. Analisis Data.................................................................................. 22

v
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
4.1. Letak dan Batas Wilayah ............................................................... 25
4.2. Iklim............................................................................................... 27
4.3. Jenis Tanah..................................................................................... 31
4.4. Topografi ....................................................................................... 31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1. Hasil .............................................................................................. 33
5.2. Pembahasan.................................................................................... 35

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 36
6.2. Saran ..................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

LAMPIRAN................................................................................................

vi
DAFTAR TABEL

Nomor
Halaman

1. Letak Astronomis Kecamatan Ranomeeto Barat............................. 25


2. Batas wilayah Kecamatan Ranomeeto Barat................................... 26
3. Suhu Udara Minimum, Maksimum Dan Rata-Rata
Menurut Bulan Di Kecamatan Ranomeeto Barat............................. 27
4. Rata-Rata Kecepatan Angin Menurut Tahun dan Bulan di
Kecamatan Ranomeeto Barat........................................................... 28
5. Kelembaban Udara Minimum, Maksimum dan Rata-Rata
Menurut Bulan di Kecamatan Ranomeeto Barat.............................. 28
6. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan menurut
Bulan di Kecamatan Ranomeeto Barat............................................ 29
7. Ketinggian, Keadaan Geografis, dan Topografis
Menurut Desa / Kelurahan di Kecamatan Ranomeeto Barat........... 30
8. Hasil Pengamatan di Desa Jati Bali Kecamatan Ranomeeto........... 33
9. Hasil Pengamatan di Desa Jati Bali Kecamatan Ranomeeto .......... 34
10. Analisis Cadangan Karbon di Desa Jati Bali Kecamatan
Ranomeeto........................................................................................ 34
11. Analisis Cadangan Karbon di Desa Jati Bali Kecamatan
Ranomeeto........................................................................................ 35

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
Halaman

1. Dokumentasi....................................................................................
2. Literatur............................................................................................
3. Riwayat Hidup Penulis.....................................................................

viii
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Hutan merupakan potensi atau kekayaan alam yang apabila

dikelola dengan baik dan bijak akan memberikan manfaat yang besar bagi

hidup dan kehidupan, tidak saja bagi manusia melainkan juga bagi seluruh

kehidupan di alam ini. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan

lahan yang dapat ditawarkan untuk memanfaatkan lahan di bawah tegakan

hutan tanaman yang juga dapat diharapkan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Agroforestri mempunyai fungsi sosial, ekonomi

dan ekologi. Dengan pola agroforestri diharapkan tujuan pemanfaatan

hutan rakyat untuk penanaman kayu penghasil pulp dapat mengakomodir

tujuan utamanya yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

tetap mengindahkan prinsip-prinsip kelestarian hutan.

Sistem bertani secara tradisional pada umumnya menggunakan

kombinasi antara pohon, tanaman pertanian dan ternak, dimana orientasi

hasil adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup. Input dari luar

sistem tersebut dapat dikatakan tidak ada, dengan kata lain bahwa input

berasal dari sistem itu sendiri. Sistem yang demikian itu banyak dikenal

dengan sistem pertanian subsisten. Penggunaan lahan dengan

menggunakan kombinasi pohon dan tanaman pertanian (pertanian

subsisten) telah banyak diusahakan sejak pada zaman dahulu baik di

negara temperate maupun tropik.


2

Di Eropa bertani tradisional telah ditinggalkan sejak lama dan

terakhir pada beberapa daerah di Jerman pada tahun 1920-an. Akan tetapi

sistem tersebut masih berlangsung sampai saat ini terutama pada daerah

tropik. Di daerah tropika baik di Amerika maupun Asia telah banyak

dilakukan penanaman, dengan menggunakan berbagai jenis tanaman pada

satu bidang lahan yang sama.

Berdasarkan konsep agroforestry secara umum, dimana agroferstry

merupakan pola penggunaan lahan dengan memakai kombinasi tanaman

pohon, pertanian dan atau ternak. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa

praktek dari pada agroforestry telah dilakukan sejak zaman dahulu di

hampir seluruh dunia.

Penerapan agroforestry telah dilakukan pada bidang kehutanan,

khususnya pada saat penanaman yaitu pada tahun 1806 di Myanmar

dengan cara “Taungya” (cara tumpangsari). Di indonesia cara tumpangsari

juga sudah diterapkan mulai tahun 1897. Philosopy dari sistem “Taungya”

adalah membuat tanaman hutan jika mungkin dengan menggunakan

tenaga kerja yang tidak punya lahan dan pengangguran.

Pertambahan penduduk merupakan hal yang tidak dapat dielakkan

dan disisi lain keberadaan lahan tidak mengalami penambahan, sehingga

tekanan terhadap lahan untuk mendukung keperluan manusia semakin

tinggi. Kemajuan pada bidang industri sudah barang tentu akan

mengurangi lahan-lahan pertanian yang relatif subur yaitu dengan

mengubahnya untuk keperluan pendirian pabrik, sarana dan prasarananya.

Oleh karena itu sasaran utama guna mendukung keperluan manusia,


3

disamping intensifikasi lahan pertanian adalah penggunaan lahan hutan

dan lahan marginal untuk menghasilkan produksi pertanian. Pada kondisi

yang demikian itu penerapan sistem agroforestry tidak dapat dihindari.

Sistem agroforestry semakin cepat berkembang dengan didukung

adanya penelitian-penelitian yang dilakukan di banyak negara. Di

indonesia telah berkembang sejak tahun 1960-an, agar supaya arah

penelitian terarah dengan baik maka didirikanlah suatu organisasi

internasional yang mendukung, merencanakan, mengkoordinasikan pada

tingkat internasional tentang penelitian yang berhubungan sistem

penggunaan lahan pertanian dan kehutanan. Organisasi itu adalah the

International Council for Research in Agroforestry (ICRAF) yang

didirikan pada tahun 1977 oleh IDRC.

Keberadaan pohon dalam agroforestri mempunyai dua peranan

utama. Pertama, pohon dapat mempertahankan produksi tanaman pangan

dan memberikan pengaruh positif pada lingkungan fisik, terutama dengan

memperlambat kehilangan hara dan energi, dan menahan daya perusak air

dan angin. Kedua, hasil dari pohon berperan penting dalam ekonomi

rumah tangga petani. Pohon dapat menghasilkan 1) produk yang

digunakan langsung seperti pangan, bahan bakar, bahan bangunan; 2)

input untuk pertanian seperti pakan ternak, mulsa; serta 3) produk atau

kegiatan yang mampu menyediakan lapangan kerja atau penghasilan

kepada anggota rumah tangga. Dengan demikian, pertimbangan sosial

ekonomi dari suatu sistem agroforestri merupakan faktor penting dalam

proses pengadopsian sistem tersebut oleh pengguna lahan maupun


4

pengembangan sistem tersebut baik oleh peneliti, penyuluh, pemerintah,

maupun oleh petani sendiri.

I.2. Rumusan Masalah

1. Pengertian Agroforestry ?

2. Bagaimana Teknik Pengukuran tanaman ?

3. Pengertian Biomassa dan karbon ?

I.3. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari ptaktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian Agroforestry

2. Untuk mengetahui bagaimana Teknik Pengukuran Tanaman

3. Untuk mengetahui pengertian Biomassa dan Karbon

Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah sebgai berikut :

1. Agar kita mengetahui pengertian Agroforestry

2. Agar kita mengetahui bagaimana Teknik Pengukuran Tanaman

3. Agar kita mengetahui pengertian Biomassa dan Karbon


5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agroforestry

2.1.1. Pengertian Agroforestry

Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan (usahatani) yang

mengkombinas ikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk

meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan.

Pada sistem ini, terciptalah keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan

lahan sehingga akan mengurangi risiko kegagalan dan melindungi tanah

dari erosi serta mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun

karena adanya daur-ulang sisa tanaman (Agus,2014).

Agroforestri adalah suatu perpaduan antara usaha pertanian dengan

usaha kehutanan. Jelasnya, mengusahakan tanaman keras yang

menghasilkan kayu, buah, getah dan sebagainya di lahan pertanian; yang

biasanya ditanami dengan tanaman penghasil pangan, seperti jagung,

umbi-umbian, sayuran, palawija dan sebagainya. Seiring dengan semakin

meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk, kebutuhan akan adanya

peningkatan produksi pangan pun meningkat. Konversi hutan menjadi

lahan pertanian pangan juga semakin luas, sehingga mengakibatkan

semakin menurunnya luas hutan yang ada (Wijayanto, 2016).

Konsep dasar dari wanatani adalah dimulai dari usaha pengawetan

tanah dan air dan adanya komponen pohon dalam sistem tersebut.

Wanatani atau agroforestry adalah suatu bentuk pengelolaan sumber daya

yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan


6

dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti

tanaman pertanian (Bidura, 2017).

2.1.2. Sistem Agroforestry

Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di

mana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis

tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi

petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan

pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk

lorong/pagar (Hairiah, 2013).

Sistem agroforestry sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana

pepohonan ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman

semusim. Pepohonan dapat ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan

tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya

berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Jenis-jenis pohon yang

ditanam juga sangat beragam, dapat yang bernilai ekonomi tinggi misalnya

kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka, belinjo, petai, jati dan

mahoni atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan kaliandra.

Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan yaitu padi (gogo),

jagung, kedelai, kacangkacangan, ubi kayu, sayur-mayur dan rerumputan atau

jenis-jenis tanaman lainnya (Widiyanto, 2013).

Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di

mana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis

tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi

petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan
7

pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk

lorong/pagar. Bentuk agroforestri sederhana ini juga bisa dijumpai pada

sistem pertanian tradisional. Pada daerah yang kurang padat penduduknya,

bentuk ini timbul sebagai salah satu upaya petani dalam mengintensifkan

penggunaan lahan karena adanya kendala alam, misalnya tanah rawa.

Sebagai contoh, kelapa ditanam secara tumpangsari dengan padi sawah di

tanah rawa di pantai Sumatera (Hairiah, 2013).

2.1.3. Tahapan Pengelolaan Lahan Agroforestry

Pengelolaan agroforestri secara umum harus bertujuan untuk memelihara

dan meningkatkan keunggulan-keunggulan sistem agroforestri, serta mengurangi

atau meniadakan kelemahan-kelemahannya, sehingga dapat mewujudkan

kelestarian sumber daya alam dan lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan

petani. Agar keunggulannya terwujud dan kelemahannya teratasi, diperlukan

rumusan pengelolaan agroforestri yang berbeda (spesifik) untuk kondisinlahan

dan masyarakat yang berbeda. Jadi tidak mungkin dan tidak boleh ada satu

rumusan pengelolaan agroforestri yang berlaku untuk semua keadaan lahan dan

masyarakat yang berbeda-beda. Namun demikian, perbedaan kondisi lahan dan

kondisi masyarakat perlu dikategorikan dan diklasifikasikan secara tepat dan

akurat, agar ragam rumusan manajemennya tidak juga terlalu banyak, sehingga

sulit pembinaannya. Rumusan pengelolaan agroforestri adalah beragam (lebih dari

satu pilihan), tetapi tetap memenuhi kriteria: (a) campuran jenis tanaman

tahunan/pohon-pohonan (kehutanan) dan tanaman setahun/pangan/pakan ternak

(pertanian), (b) lebih dari satu strata tajuk, (c) mempunyai produktivitas yang

cukup tinggi dan memberi pendapatan yang berarti bagi petani, (d) terjaga
8

kelestarian fungsi ekosistemnya, (e) dapat diadopsi dan dilaksanakan oleh

masyarakat, khususnya oleh petani yang terlibat. Unit terkecil manajemen

agroforestri adalah rumah tangga, yakni pada tingkat pengambilan keputusan

terendah. Namun, agroforestri dapat saja dipraktekkan oleh pengusaha dalam

skala unit yang relatif besar. Perubahan paradigma pengelolaan kehutanan seiring

dengan perubahan kondisi sosial politik di Indonesia yaitu dari pengelolaan hutan

berbasis pohon menjadi berbasis masyarakat, justru memberikan dukungan yang

kondusif untuk pengembangan agroforestri pada skala yang relatif besar. Petani

yang masih saja lebih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan pangan, dapat

ditawari untuk mengkombinasikan tanaman semusim dengan pepohonan.

Mengingat bahwa pengelolaan yang dibiarkan pada masing-masing unit terkecil

akan cenderung menjadikan agroforestri kurang viable dan menjadikan petani

subsisten, maka perlu dikembangkan "jaringan kerjasama" antara petani

agroforestri (Widianto, 2014).

Penyulaman: Penyulaman pohon kakao yang mati biasanya dilakukan

sampai berumur 2 tahun. Namun berdasarkan wawancara responden petani

agroforestri kakao di Kecamatan Anyar, umumnya responden tidak melakukan

penyulaman karena bibit kakao yang ditanam tumbuh hampir 95%. Begitu pula

dengan pohon penaungnya. Sanitasi lingkungan: Sanitasi lingkungan dilakukan

dengan cara penyiangan. Responden umumnya melakukan penyiangan ini hanya

pada tanaman kakao dan pisang mereka saja, sedangkan melinjo tidak. Sanitasi

lingkungan dilakukan satu kali dalam sebulan mulai dari waktu tanam.

Pemangkasan: Kegiatan pemangkasan yang diterapkan oleh petani di Kecamatan

Anyar umumnya hanya dilakukan pada tanaman kakao saja dengan tujuan untuk
9

menjaga/pencegahan serangan hama dan penyakit, membentuk tanaman,

memelihara tanaman, serta untuk memacu produksi. (Wahyuningsih, 2015).

2.1.4. Peran Agroforestry Terhadap Tanah

Degradasi lahan adalah proses penurunan kualitas lahan, baik fisik,

kimia (peningkatan kemasaman tanah, penurunan kandungan unsur hara)

maupun biologi (penurunan aktivitas biologi tanah), salinisasi dan

pencemaran tanah degradasi lahan dicirikan oleh status hara dan kapasitas

menahan air sangat rendah, dan telah mengalami kerusakan serta

kehilangan fungsi hidrologi dan ekonomi. Kesuburan tanah adalah

kemampuan tanah mendukung pertumbuhan tanaman pada kondisi iklim

dan lingkungan yang sesuai. Memelihara dan mempertahankan kesuburan

tanah melalui penggunaan lahan dalam kondisi ekosistem alami akan

mempertahankan produksi tetap lestari. (Suryani, 2012).

Fungsi agroforestri dapat ditinjau dari aspek biofisik-lingkungan,

aspek sosial-budaya dan aspek sosial-ekonomi. Aspek biofisik-lingkungan

meliputi peran agroforestri terhadap sifat fisik tanah, kondisi hidrologi

kawasan, pengurangan gas rumah kaca, mempertahankan cadangan karbon

dan mempertahankan keanekaragaman hayati. Sistem agroforestri mampu

berperan dalam mempertahankan sifat-sifat fisik tanah melalu:1).

menghasilkan seresah sehingga bisa menambahkan bahan organik tanah

2). meningkatkan kegiatan biologi tanah dan perakaran 3).

mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air dalam lapisan

perakaran (Ritabulan, 2011).


10

Pemanfaatan Agroforestri Sebagai Penghasil Bahan

Pangan:Keberhasilan sistem agroforestri yang berlandaskan dari sistem

pertanian-kehutanan dapat dilihat dari adanya keuntungan yang dapat

dihitung langsung melalui peningkatan produksi bahan pangan.

Pemanfaatan Agroforestri Sebagai Penghasil Obat Herbal: Tidak

dipungkiri lagi Indonesia dikenal sebagai penghasil berbagai jenis obat

herbal. Pemanfaatan Agroforestri Sebagai Penghasil Produksi Madu:

Pemanfaatan sistem agroforestri tidak saja berdampak langsung bagi

masyarakat tetapi juga bagi produktivitas lebah madu. Pemanfaatan

Agroforestri Sebagai Penghasil Bahan Bangunan: Pertumbuhan wilayah

pemukiman, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan sangat

membutuhkan bahan bangunan yang memadai ( Rendra 2016).

2.1.5. Peran Agroforestry Terhadap Iklim

Untuk mengetahui tujuan masyarakat dalam pengembangan

agroforestri yang berkaitan dengan isu lingkungan, tiga hal yang menjadi

fokus dalam penelitian ini adalah pengetahuan masyarakat. Untuk

mengetahui tujuan masyarakat dalam pengembangan agroforestri yang

berkaitan dengan isu lingkungan, tiga hal yang menjadi fokus dalam

penelitian ini adalah pengetahuan masyarakat (Lestari, 2014).

Dalam sudut pandang perubahan iklim, hutan dapat berperan baik

sebagai sink (penyerap/penyimpan karbon) maupun source (pengemisi

karbon). Deforestasi dan degradasi meningkatkan source, sedangkan

aforestasi, reforestasi dan kegiatan penanaman lainnya serta konservasi

hutan meningkatkan sink. Agroforestri, sebagai salah satu sistem, yang


11

terdiri dari tumbuhan berkayu (tanaman/pohon), juga ikut berperan dalam

proses adaptasi dan mitigasi perubahan iklim ini. Tulisan ini bertujuan

untuk memaparkan sudut pandang penulis, tentang perananan dan dampak

sistem agroforestri dalam mitigasi perubahan iklim. (Widiyanto, 2016)

Peran agroforestri terhadap adaptasi perubahan iklim dapat dilihat

dari 3 (tiga) pen-dekatan, yaitu : 1) pemindahan/translokasi germaplasma ;

2) adaptasi genetik lokal dan 3) peran plastisitas jenis. Peran agroforestri

dalam mitigasi dapat dilihat dari ketiga strategi di atas yaitu fungsi yang

pertama sebagai penyerapan karbon, melalui penanaman campuran (jenis

kayu pertukangan, pakan ternak, buah-buahan dan lain-lain). Kedua

terhadap fungsi perlindungan stok terlihat pada pengurangan bahaya

kebakaran dan serangan hama penyakit dengan pencampuran berbagai

jenis tanaman dan yang ketiga terhadap fungsi pemanfaatan energi yang

dapat diperbaharui, dengan tanaman jenis penghasil kayu bakar

(Butarbutar, 2011).

2.2. Teknik Pengukuran Tanama

2.2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Kesalahan Pengukuran

Dalam perkembangannya, adanya larangan penebangan/penjualan kayu

dari kawasan mendorong masyarakat untuk mengembangkan jenis tanaman

penghasil HHBK, baik getah maupun buah.Sampai saat ini, praktek agroforestri

tersebut telah dilakukan oleh sejumlah petani padabeberapa lokasi yang menyebar

dengan luasan yang bervariasi. Kondisi tersebut akan berimplikasi terhadap

perbedaan komposisi jenis, struktur dan populasi vegetasi. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi yang terbentuk pada tegakan
12

agroforestri (kebun Campuran) yang dikelola masyarakat pada empat lokasi di

Tahura Wan Abdul Rahman (WAR) (Herdiana, 2015)

Analisis regresi linier berganda dilakukan jika terdapat lebih dari satu

variabel independen (bebas). Pada analisis regresi linier berganda dapat dilihat

pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen (terikat)

Santoso (2014). Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani dengan

modifikasi rumus sebagai berikut: Yi = a + b1X1i+ b2X2i + b3X3i+ b4X4i +

b5X5i + b6X6i +b7X7i +b8X8i +b9X9i +b1Dpendidkan1i + b1Dpendidkan2i +

b1Dpendidkan3i + b2D2i + b3D3i+ b4D4i + b5D5i + b6D6i + b7D7i+ b8D8i+

b9D9i +b9D9i + e Keterangan: Y = Pendapatan responden petani agroforestri

(Rp/tahun) a = Konstanta b = Angka arah atau koefisien regresi e = Eror X1 =

Umur (Tahun) X2 = Luas kebun ((Ha) X3 = Luas sawah (Ha) X4 = Luas kandang

ternak (M2) X5 = Luas kolam ikan (M2) X6 = Jumlah tenaga kerja (Orang) X7 =

Jarak rumah terhadap lahan agroforestri (Km) X8 = Jumlah jenis tanaman X9 =

Jumlah jenis ternak D1 = Pendidikan formal Pendidikan D pendidikan1, D

pendidikan2, D pendidikan3, SD 0 0 0, SMP 1 0 0, SMA 0 1 0, SARJAN 0 0 1,

D2 = Pendidikan nonformal (1=pernah, 0= tidak pernah) D3 = Suku (1= jawa, 0=

lainnya) D4 = Agama (1= islam, 0=lainnya) D5 = Kemiringan lahan (1= lereng,

0=tidak) D6 = Keanggotaan kelompok tani (1= iya, 0=tidak) D7 = Kepengurusan

kelompok tani (1= iya, 0=tidak) D8 = Pemahaman agroforestri (1= iya, 0= tidak)

D9 = Bantuan kredit (1= iya, 0= tidak) D10 = Peminjaman modal di koperasi (1=

iya, 0= tidak) (Olivi, 2015).


13

Faktor pertama adalah kapasitas petani dalam menerapkan sistem

agroforestry yang diukur oleh indikator kapasitas manajerial, teknis dan

sosial, masih berada pada kategori rendah terutama indikator kapasitas

manajerial petani. Kategorisasi skor total beserta indikator-indikator

penyusun variabel kapa-sitas petani. Rendahnya kapasitas petani dalam

penerapan sistem agroforestry di Kecamatan Lumbung disebabkan oleh

rendahnya kapasitas manajerial yang dimiliki petani, baik dalam

perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi penerapan sistem agroforestry.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Suprayitno (Ruhimat, 2015).

2.2.2. Alat Yang Digunakana Dalam Pengukuran

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner,alat hitung, alat

tulis, tally sheet, tali rafia, christen hypsometer, pita ukur, dan komputer. Metode

pengumpulan data untuk data primer pada penelitian ini adalah observasi, metode

wawancara, dan metode survey. Pengumpulan data sekunder yang dilakukan pada

penelitian ini menggunakan studi pustaka/literatur (Asmi, 2013).

Bahan penelitian yaitu tanaman yang ada di lahan hutan rakyat

yang dikelola melalui sistem hutan rakyat dengan tanaman pokok medang

bambang lanang (MBL). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah seperangkat alat pembuatan petak ukur (PU) yaitu tali tambang,

kompas, pita meter, blangko pengamatan (tally sheet), alat tulis menulis

dan kamera digital (Whardani, 2013).

Alat yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS)

untuk mengambil titik koordinat, aplikasi Google Earth Pro Tahun 2017,

clinometer sunto untuk mengukur kelerengan, seng plat untuk dinding


14

pembatas plot erosi, ember ukuran 100 liter untuk penampung aliran

permukaan dan erosi, corong plastik untuk pengumpulan sampel sedimen

tanah terarosi, pipa air untuk penghubung aliran, timbangan analitik untuk

tempat penimbangan sampel sedimen, kertas saring untuk menyaring

endapan sedimen, oven untuk mengeringkan sampel sedimen, ambrometer

untuk penakar curah hujan, kamera untuk dokumentasi. Bahan yang

digunakan adalah peta Sub-DAS Wuno di DAS Palu, citra Google Earth

Pro Tahun 2017, label gantung untuk mencatat kode sampel pada setiap

petak pengamatan plot erosi (Naharuddin, 2018).

2.3. Biomassa dan Karbon

2.3.1. Pengertian Biomassa

Biomasa adalah total kandungan material organik suatu organisma

hidup pada tempat dan waktu tertentu. biomasa tumbuhan merupakan

material kering dari suatu organisma hidup (tumbuhan) pada waktu,

tempat dan luasan tertentu, sehingga satuan biomasa tumbuhan biasanya

dinyatakan dalam kg/m2 atau ton/ha. Biomasa pohon dalam penelitian ini

dinyatakan dalam berat kering yang merupakan gabungan dari organ

tanaman hidup yang berada di atas tanah (total aboveground biomass)

yang komponen utamanya terdiri dari organ batang, cabang/ranting dan

daun (Purwanto, 2012).

Biomassa merupakan salah satu jenis bahan bakar padat selain

batubara. Biomassa terdiri atas beberapa komponen yaitu kadar air

(moisture content), zat terbang/mudah menguap (volatile matter), karbon

terikat (fixed carbon), dan abu (ash). Proses pengeringan akan


15

menghilangkan moisture, devolatilisasi yang merupakan tahapan pirolisis

akan melepaskan volatile, pembakaran arang melepaskan karbon terikat

dan sisa pembakaran menghasilkan abu (Borman dan Ragland, 1998).

Parameter penting lainnya dalam biomassa adalah kandungan nilai

kalornya. Besarnya nilai kalor sangat tergantung dari komposisi zat-zat di

atas. Semakin tinggi kandungan karbon terikat maka nilai kalornya

semakin tinggi (Syamsiro, 2016).

Biomassa merupakan istilah untuk semua bahan organik yang

berasal dari tanaman (termasuk alga, pohon dan tanaman). Biomassa

diproduksi oleh tanaman hijau yang mengkonversi sinar matahari menjadi

bahan tanaman melalui proses fotosintesis Sumber daya biomassa dapat

dianggap sebagai materi organik, di mana energi sinar matahari yang

disimpan dalam ikatan kimia. Ketika ikatan antar karbon berdekatan,

molekul hidrogen dan oksigen yang rusak oleh pencernaan, pembakaran,

atau dekomposisi, zat ini melepaskan disimpan (Papilo, 2013).

2.3.2. Pengertian Karbon

Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu komponen penting

dalam proses fotosintesis. Karbondioksida yang diserap oleh tegakan akan

menyusun karbohidrat sebagai hasil fotosintesis dan disimpan dalam

bentuk biomasa. Oleh karena itu, besarnya biomasa tegakan dapat

dijadikan dasar dalam menentukan jumlah cadangan karbon atau jumlah

CO2 yang diserap dan disimpan oleh tegakan (Uthbah, 2017).


16

Karbon merupakan komponen utama penyusun biomassa tanaman

melalui proses fotosintesis. Adanya peningkatan karbondioksida di

atmosfer secara global telah menyebabkan timbulnya masalah lingkungan.

Hutan tanaman selain diharapkan mampu menggantikan peran utama

hutan alam dalam menyediakan kebutuhan bahan baku kayu bagi industri

perkayuan di Indonesia, dikarenakan semakin menurunnya potensi kayu

dari hutan alam (Yuniawati, 2014).

Penyerapan emisi karbon di atmosfer dilakukan oleh tumbuhan

melalui mekanisme pembuatan makanan sendiri melalui proses

fotosintesis. Karbon dioksida dan air sebagai substratnya dan dibantu

dengan cahaya matahari diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan

ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya disimpan dalam organ seperti

daun, batang, ranting, bunga dan buah. Pengukuran jumlah karbon yang

disimpan dalam tubuh tumbuhan hidup atau biomassa pada suatu lahan

dapat menggambarkan banyaknya karbon dioksida di atmosfer

(Hikmatyar, 2015).

2.3.3. Kandungan Biomassa dan Karbon Tanaman Pertanian

Biomassa dan kandungan karbon tanaman dipengaruhi oleh beberapa

faktor, diantaranya jenis tanaman dan kualitas lahan Alih fungsi lahan hutan tidak

hanya menyebabkan berkurangnya tutupan lahan hutan, akan tetapi alih fungsi

lahan hutan menjadi pertanian ekstensif dan pertambangan, juga dapat


17

menurunkan kualitas lahan dan pada akhirnya akan menurunkan kemampuan

tanaman dalam menyerap dan menyimpan karbon. Untuk memperbaiki kualitas

lahan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap dan menyimpan

karbon, maka dilakukan kegiatan reklamasi. reklamasi adalah pemulihan

produktivitas pada suatu lahan terdegradasi (Oktavianto, 2015).

Kandungan biomassa setiap tahunnya bervariasi hal ini bisa

disebabkan karena sistem Silvikultur yang diterapkan, kerapatan tananam,

komposisi umur tegakan, diameter, tinggi, kesuburan tanah kemudian di

sebabkan juga karena faktor hutan bekas tebangan 1 tahun sebelum

penanman sehingga serasah-serasah yang belum terdekomposisi

menyebabkan biomassa serasah menjadi lebih besar (Rositah, 2012).

Kandungan biomassa pohon merupakan penjumlahan dari

kandungan biomassa tiap organ pohon yang merupakan gambaran total

material organik hasil dari fotosintetis. Berdasarkan bagian pohon yang

ditebang, dapat diketahui bahwa yang memiliki potensi biomassa paling

besar adalah pada bagian batang berkisar antara 68,09-82,28% dari

biomassa totalnya, kemudian diikuti bagian daun sebesar 4,17-14,44%,

bagian ranting sebesar 6,16- 10,32% dan terkecil pada bagian cabang

sebesar 7,15- 7,45% dari biomassa. Total biomassa diatas permukaan

tanah (Tuah, 2017).

2.3.4. Pengaruh Biomassa dan Karbon Terhadap Kondisi Iklim

Sistem agroforestri lebih menguntungkan daripada sistem pertanian

berbasis tanaman musiman bila ditinjau dari cadangan karbon. Hal ini disebabkan
18

oleh adanya pepohonan yang memiliki biomassa tinggi dan masukan serasah yang

bermacam-macam kualitasnya serta terjadi secara terus-menerus. Walaupun peran

agroforestri dalam mempertahankan cadangan karbon di daratan masih lebih

rendah dibandingkan dengan hutan alam, tetapi sistem ini dapat merupakan suatau

tawaran yang dapat memberikan harapan besar dalam meningkatkan cadangan

karbon pada lahan-lahan terdegradasi (Malau, 2011).

Karbon merupakan suatu unsur yang diserap dari atmosfer melalui proses

fotosintesis dan disimpan dalam bentuk biomassa. Tingkat penyerapan karbon di

hutan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antaralain iklim, topografi, karakteristik

lahan, umur dan kerapatan vegetasi, komposisi jenis serta kualitas tempat

tumbuh.Tempat penyimpanan utama karbon adalah terdapat dalam biomassanya

(termasuk bagian atas yang meliputi batang, cabang, ranting, daun, bunga, dan

buah serta bagian bawah yang meliputi akar), bahan organik mati, tanah dan yang

tersimpan dalam produk kayu yang nantinya dapat diemisikan untuk produk

jangka panjang (Manafe, 2016).

Hutan merupakan komponen penting dalam hal penyerapan

karbondioksida (CO2) yang ada di atmosfer. Dengan komposisi yang ada

di dalamnya, baik itu pohon, pancang, tiang, semai dan tumbuhan bawah

dan bahkan bagian yang sudah mati sekalipun berperan dalam menyerap

karbon. Karbon yang diserap oleh pohon, serasah dan bagian yang sudah

mati itu akan disimpan dalam bentuk biomassa. Dengan demikian dapat

diartikan bahwasanya semakin besar kuantitas hutan, maka karbon yang

diserap juga akan semakin banyak, dan sebaliknya, semakin banyaknya

deforestasi dan pembakaran hutan, karbon yang ada di atmosfer juga akan
19

semakin meningkat dan dalam kondisi tertentu karbon dapat berubah

menjadi molekul berbahaya (CO2, CH4, N2O) di atmosfer dalam bentuk

gas rumah kaca (GRK) yang akhirnya akan menimbulkan pemanasan

global (Farmen,2014).

2.4. Pendapatan Agroforestry

2.4.1. Pengertian Nilai Pendapatan Ekonomi

Pengertian nilai pendapatan ekonomi responden yang telah melakukan

diversifikasi usaha dengan melakukan kegiatan beternak kambing banyak terdapat

pada kelompok Rigis Jaya II yaitu 22 responden (81 %). Kegiatan non

agroforestri yang memberikan hasil lebih tinggi dari jenis kegiatan lainnya adalah

kegiatan berkebun di luar areal HKm yaitu sebesar Rp 20.281.251/kk/tahun, ini

disebabkan karena kegiatan berkebun di luar areal HKm dilakukan responden

pada lahan milik pribadi. Seperti penelitian Winarni (2016) yang menyatakan

bahwa berladang/berkebun di lahan milik pribadi, dengan jumlah tanaman lebih

banyak dan tanaman berkayu dapat ditebang untuk diperjualbelikan dapat

memberikan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kegiatan non

agroforestri lainnya (Puspasari, 2017).

Pendapatan agroforestri adalah yang meliputi sumber-sumber pendapatan

dan pengeluaran responden baik dari hasil agroforestri dan diluar agroforestri.

Informasi selanjutnya dikelompokkan dan dilakukan perhitungan untuk kemudian

disajikan dalam bentuk tabulasi angka dan tabel sesuai dengan hasil yang

diperoleh (Rajagukguk, 2015)

Sistem agroforestri diharapkan dapat mengoptimalkan produktivitas lahan

sehingga masyarakat dapat memanen hasilnya secara kontinyu; tergantung


20

seberapa banyak variasi jenis yang dikombinasikan dalam satu lahan dan sistem

pengelolaannya. Pemilihan komposisi jenis tanaman dan cara pengelolaannya

menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan sistem

agroforestri ini (Banuwa, 2017).

2.4.2. Cara Menghitung Pendapatan Ekonomi Petani Agroforestry

Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, syarat yang harus

dipenuhi adalah diferensiasi pertama π terhadap x harus sama dengan nol,

sehingga:

P. dn/dX – v = 0, dan P. dn/Dx = v, Untuk nilai produk marginal dan penggunaan

input x sama dengan harga input x. Dengan menyatakan v* = v/p sebagai harga

input yang di normalkan maka persamaan 5 dapat di tulis dY / Dx = v (Rohmah,

2014).

Analisis penerimaan dan pendapatan usaha tani dinyatakan dengan rumus

sebagai berikut: TR = P x Q n(phi) = TR – TC Keterangan : n(phi) = pendapatan

(rp/musim tanam), TR = total penerimaan (rp/musim tanam), TC = total biaya

(rp/musim tanam), Q = produksi yang di peroleh dalam suatu usahatani (rp)

(Pebriantari, 2016).

Pendapatan bersih diperoleh dari selisih penerimaan dengan total biaya

produksi. Rumus sebagai berikut : II = TR – TC . Keterangan: II :Pendapatan

bersih (Rp/luas garapan), TR :Penerimaan (Rp/luas garapan), TC :Total biaya

(Rp/luas garapan) (Nurafni, 2014).

2.4.3. Manfaat Perhitungan Ekonomi Petani Agroforestry

New Institutional Economic, suatu kelembagaan bertujuan untuk

menurunkan biaya transaksi melalui pengendalian perilaku oportunistik para


21

pelaku pada pasar pertukaran. Kelembagaan sangat penting pada proses

pertukaran karena sebagai aturan main (rule of the game) yang berkaitan dengan

kerjasama dalam suatu sistem tata kelola (governance). Kerjasama juga memicu

munculnya biaya transaksi karena kelembagaan memerlukan perlakuan khusus

pada proses peningkatkan nilai tambah. Biaya transaksi muncul terutama pada

mekanisme dan koordinasi antar pihak yang terlibat didalamnya (Fadhiela, 2018).

Tujuan pembangunan pertanian untuk meningkatkan taraf hidup petani

dan nelayan, memperluas lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha,

memenuhi permintaan dan memperluas pasar melalui pertanian yang maju dan

tangguh. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia masih akan lama

menghadapi masalah-masalah pertanian, khususnya masalah pangan, bahkan

rasanya pada saat krisis ekonomi saat ini masalahnya bertambahberat, sementara

meningkatnya permintaan bahan pangan akhir-akhir ini tidak seimbang dengan

pertambahan penduduk, hal ini menyebabkan pemerintah memberikan perhatian

yang sungguh-sungguh terhadap peningkatan produksi pangan, khususnya padi

karena arti dan peranannya sangat penting dalam menunjang kehidupan dan

kesejahteraan masyarakat ( Wasdiyanta, 2017).

Pengelompok petani agroforestri memberikan informasi karakteristik

pengusahaan agroforestri yang bertujuan untuk meminimalkan variasi dalam satu

kelompok dan memaksimalkan variasi antar kelompok sehingga dapat membantu

memudahkan stakeholder dalam pengalokasian bantuan agar tepat sasaran

berdasarkan skala prioritas yang berdampak pada pengelolaan agroforestri yang

lebih baik dan berkelanjutan (Kholifah, 2017).

2.4.4. Kontribusi Hasil Agroforstry Terhadap Pendapatan Masyarakat


22

Kontribusi agroforestri memperlihatkan bahwa pendapatan petani dari

agroforestri berkontribusi lebih besar dibandingkan dengan non agroforestri

Namun, pendapatan pada beberapa komposisi tanaman agroforestri yang berbeda,

yang diterapkan di Desa Sidodadi belum diketahui komposisi tanaman yang mana

yang dapat memberikan pendapatan tertinggi bagi petani agroforestri. Oleh sebab

itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis komposisi yang terbaik

dari tanaman agroforestri dengan pendapatan dan kesejahteraan tertinggi

(Wanderi, 2019).

Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang harus dimiliki oleh

seorang petani, karena dari lahan yang dimiliki inilah petani dapat memperoleh

pendapatan yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pada

umumnya lahan yang dimiliki oleh petani berasal dari tiga sumber yaitu warisan,

membeli, dan sewa (garapan), baik itu di lahan desa maupun di lahan Perhutani

(Diniyati, 2015).

Pendapatan dari agroforestri cukup besar kontribusinya dalam menopang

kehidupan keluarga petani. Pengelolaan agroforestri memberikan kontribusi

sebesar 36% dari seluruh pendapatan petani (Jumlah ini cukup besar mengingat

hasil agroforestri seringkali hanya menjadi pendapatan sampingan. hutan rakyat

agroforestri merupakan pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan

kisaran tidak lebih dari 10% dari total pendapatan (Madyanto, 2015).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Lokasi dan Waktu Praktikum

Praktikum Agrofrestri di laksanakan di Desa Jati Bali Kecamatan

Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan pada Tanggal 1 sampai 8 Bulan

November Tahun 2020.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut

yaitu : Pita meter, Meteran Rol, Haga meter, Alat Tulis, Kamera Digital

dan Global Positioning Sistem (GPS)

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebgai berikut

yaitu : Tally sheet, Tali Rafia, Buku Tulis

3.3. Prosedur Penelitian

a. Nilai karbon pada lahan agroforestri

Prosedur yang digunakan pada praktikum ini yaitu:

1) Membuat plot dengan ukuran 20 x 20 meter

2) Mengidentifikasi jenis pohon dan tumbuhan pertanian

3) Mengukur keliling dan tinggi pohon

4) Nilai keliling pohon kemudian dimasukan dalam tallysheet yang telah dibuat

5) Pengambilan titik koordinatnya pada pohon yang telah diukur kelilingnya.

b. Nilai pendapatan dari hasil agroforestri

Prosedur yang digunakan pada praktikum ini yaitu:


23

1) Observasi meliputi pengamatan jenis tanaman serta pola dan pengelolaan yang

dilakukan oleh petani agroforestri.

2) Wawancara menggunakan kuisioner meliputi data mengenai karakteristik

responden, jenis komoditi hasil produksi, luas lahan garapan, harga jual jenis

produk, biaya pengelolaan lahan dan penerimaan petani.

3.4. Analisis Data

a. Intensitas Sampling

IS=(n ×LPU)/LH×100%

4%=(n ×(20 m×20 m))/(1 Ha )×100%

4%=(n ×400 m^2)/(10.000 m^2 )×100%

(n ×400 m^2)/(10.000 m^2 )=(4%)/(100%)

n=4/(100 )×10.000/400

n=40.000/40.000

n=1 Petak Ukur

b. Diameter (d)

d=k/π

d=(125 cm)/3,14

d=39,81 cm

c. Tinggi Pohon (t)

t = Tan α × r + TMP

t = Tan 37˚ × 10 m + 1,5 m

t = 0,75 × 10 m + 1,5 m t = 9 meter

d. Biomassa (BK)
24

BK = 0,11 ρ D2,62

BK = 0,11 × 0,7 g/cm3 ×39,812,62cm

BK = 0,077 g/cm3× 15558.92 cm

BK = 1197,95 g/cm2

c. Cadangan Karbon (C)

C = BK × 0,47

C = 1197,95 g/cm2× 0,47

C = 563,037 g/cm
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV.1. Letak dan Batas Wilayah

Secara astronomis, letak Kecamatan Ranomeeto Barat terletak

pada titik koordinat 04°52.20’’ Lintang Selatan dan 122°45’26’’ Bujur

Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Kecamatan Ranomeeto Barat

memiliki batas – batas wilayah yaitu: Disebelah utara berbatasan dengan

Kabupaten Konawe, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan

Ranomeeto, di sebelah selatan Berbatasan Desa Boro – Boro Lameuru dan

disebalah barat berbatasan dengan Kecamatan Landono.

Tabel 1. Letak Astronomis Kecamatan Ranomeeto barat

Kecamatan/desa Lintang Selatan Bujur timur

Amokuni 04°73’90” 122°34’92”

Sidang Kasih 04°88’77” 122°37’96”

Jati Bali 04°73’90” 122°34’92”

Abeko 04°59’43” 122°39’94”

Lameuru 04°46’63” 122°38’34”

Opaasi 04°35’32” 122°37’06”

Boro – Boro Lameuru 04°23’12” 122°35’80”

Tunduno 04°27’18” 122°35’43”

Laikandonga 04°27’78” 122°34’96”

Suber : BPS Ranomeeto Barat, 2019

Kecamatan Ranomeeto Barat adalah salah satu kecamatan yang

berada di Kabupaten Konawe Selatan yang memiliki 9 Kelurahan. Ke 9


26

Kelurahan tersebut diantaranya adalah amokuni, sidang kasih, jati bali,

abeko, lameuru, opaasi, boro – boro lameuru, tunduno, laikandonga. Desa

jati bali adalah kelurahan yang memiliki letak astronomis 04°73’90”

Lintang selatan dan 122°34’92” bujur timur.

Tabel 2. Batas wilayah Kecamatan Ranomeeto Barat


Sebelah

kelurahan Sebelah utara Sebelah selatan timur Sevelah barat

Desa Kec. Desa Kec.


Amokuni
laikandonga Ranomeeto Lameuru Lnadono
Sidang Desa Kec. Desa Jati Kec.
Kasih Lameuru Ranomeeto Bali Ranomeeto
Kec. Kec. Desa Sidang
Jati Bali Desa Abeko
Ranomeeto Ranomeeto Kasih
Desa Kec. Kec. Desa Jati
Abeko
Lameuru Ranomeeto Ranomeeto Bali
Kab. Kec.
Lameuru Desa Abeko Desa Opaasi
Konawe Ranomeeto
Desa Boro –
Kab. Desa
Opaasi Desa Lameuru Boro
Konawe Lameuru
Lameuru

Boro – Boro Desa


Desa Tunduo Desa Opaasi Desa Opaasi
Lameuru Laikandonga

Kab. Desa Boro –


Tunduno Desa Opaasi Kab. Konawe
Konawe Boro Lameuru
Desa Boro –
Laikandong Kab. Kec.
Desa Amokuni Boro
a Konawe Lnadono
lameuru

Suber : BPS Ranomeeto Barat, 2019


27

Kecamatan Ranomeeto Barat adalah kecamatan yang memiliki 9

kelurahan, salah satunya adalah Kelurahan Jatih Bali. Kelurahan Jati Bali

adalah Kelurahan dimana lokasi praktikum ini berada. Kelurahan ini

memiliki batas wilayah sebagai berikut: batas utara adalah Desa Abeko,

batas selatan adalah Kec. Ranomeeto, sebelah timur adalah Kec.

Ranomeeto dan sebelah barat adalah Desa Sidang Kasih.

IV.2. Iklim

Secara administratif, Ibukota Kecamatan Mandonga adalah Kelurahan

Wawombalata. Seperti wilayah lainnya, Kecamatan Mandonga memiliki iklim

tropis dengan 2 musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan.

Tabel 3.Suhu Udara Minimum, Maksimum dan Rata-Rata menurut Bulan di


Kecamatan Ranomeeto Barat
Suhu Udara (°c)
No Bulan
minimum maksimum Rata – Rata

1 Januari 23,5 33,5 28,4

2 Pebruari 23,9 33,8 28,9

3 Maret 23,5 33,3 28,2

4 April 23,4 32,4 27,9

5 Mei 23,6 30,7 26,8

6 Juni 22,7 30,7 26,5

7 Juli 22,0 30,6 26,3

8 Agustus 21,6 31,5 27,0


28

9 September 20,4 32,4 27,7

10 Oktober 23,0 35,4 29,8

11 Nopember 22,8 34,4 29,4

12 Desember 23,5 33,2 28,2

Rata – Rata 22,8 32,7 27,9

Suber : BPS Ranomeeto Barat, 2019

Kecamatan Ranomeeto Barat adalah salah satu kecamatan yang ada di

Kabupaten Konawe Selatan yang berbatasan langsung dengan keluarahan Jati

Bali. Lokasi praktikum ini lebih spesifik di Kelurahan Jati Bali dalam lingkup

luasnya adalah Kecamatan Ranomeeto Barat, dimana memiliki suhu minimal

yaitu 22,80C, suhu maksimal adalah 32,70C dan suhu rata-ratanya adalah 27,90C.

Suhu paling rendah terjadi pada bulan September yaitu 20,40C dan suhu paling

tinggi pada bulan Oktober yaitu 35,40C.

Table 4. Rata-Rata Kecepatan Angin Menurut Tahun dan Bulan di Kecamatan


Ranomeeto Barat
No bulan 2014 2015 2016 2017 2018
1 Januari 3 3 4 4 6
2 Februari 3 3 3 4 6
3 Maret 3 3 4 4 5
4 April 4 3 3 3 4
5 Mei 3 6 4 3 5
6 Juni 3 4 3 3 4
7 Juli 3 4 4 3 5
8 Agustus 3 4 3 3 5
9 September 3 5 4 4 6
10 Oktober 3 3 3 4 6
11 Nopember 3 3 3 5 6
12 Desember 3 3 4 6 5
29

Rata - Rata 3 4 3 4 5
Sumber : BPS Kecamatan Ranomeeto Barat 2019
Kecamatan Ranomeeto Barat adalah Kecamatan yang memiliki kecepatan

angina yang paling tinggi di tahun 2018 bulan januari dengan kecepatan 6 Knot

dan yang paling renda yaitu pada tahun 2018 bulan juni dengan kecepatan 4

Knot, dengan kecepatan rata – rata di tahun 2018 adalah 5 Knot.

Table 5. Kelembaban Udara Minimum, Maksimum dan Rata-Rata menurut Bulan


di Kecamatan Ranomeeto Barat
No Kelembaban Udara (%)
Bulan
minimum maksimum Rata – Rata
1 Januari 60 87 75
2 Februari 58 86 73
3 Maret 66 90 76
4 April 64 96 79
5 Mei 68 98 86
6 Juni 70 99 85
7 Juli 71 98 82
8 Agustus 65 87 77
9 September 59 91 69
10 Oktober 68 89 77
11 Nopember 62 85 71
12 Desember 66 90 78
Rata – Rata 65 91 77
Sumber : BPS Kecamatan Ranomeeto Barat 2019
Kecamatan Ranomeeto Barat adalah Kecamatan yang memiliki

kelembaban udara relatif tinggi. Kelembaban udara minimal yang paling

rendah yaitu pada bulan Februari yaitu sebesar 58 % dengan rata-rata 65

%. Kemudian kelembaban udara maksimal terjadi pada bulan Juni yaitu

sebesar 99 % dengan rata-rata 99%. Selanjutnya kelembaban rata-rata di

Kecamatan Mandonga adalah 77 %, dimana kelembaban rata-rata yang

paling rendah yaitu pada bulan Nopember sebesar 71 %.


30

Tabel 6. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan menurut Bulan di Kecamatan


Ranomeeto Barat

No bulan Curah Hujan (mm) Banyaknya Hari Hujan

1 Januari 154,2 17

2 Februari 117,5 15

3 Maret 158,7 14

4 April 157,4 17

5 Mei 519,6 29

6 Juni 644,6 23

7 Juli 395,0 19

8 Agustus 142,9 17

9 September 40,5 7
1
0 Oktober 0,4 1
1
1 Nopember 280,0 11
1
2 Desember 578,9 24

Jumlah 3189,7 194


Sumber : BPS Kecamatan Ranomeeto Barat 2019
Banyaknya hari hujan dan besarnya curah hujan Kecamatan

Ranomeeto Barat adalah 194 jumlah hari hujan dan 3189,7 mm3 untuk

jumlah curah hujan. Hari hujan yang paling sedikit terjadi yaitu pada bulan

Oktober selama 1 hari, hal ini terjadi karena pada bulan ini adalah

puncaknya musim panas. Kemudian hari hujan yang paling banyak yaitu
31

terjadi pada bulan Mei selama 29 hari, hal ini terjadi pas puncaknya

musim hujan dimana biasa area di Kecamatan Mandonga ada yang

terendam banjir.

IV.3. Jenis Tanah

Kecamatan Ranomeeto Barat memiliki jenis tanah pedzolik, yang

mana jenis tanah ini peka terhadap erosi dan umumnya terdapat pada hutan

produksi terbatas (Hardianti dan Harudu, 2019). Sedangkan jenis tanah di

Kecamatan Mangkutana lebih umumnya di Kabupaten Luwu Timur adalah

Aluvial hidromorf, podsolik, mediteran merah kuning, latosol, andosol,

litosol, grumusol, alluvial, rendsina dan organosol (RPI2JM, 2016).

IV.4. Topografi

Desa Jati Bali adalah Desa bukan pesisir yang memiliki topografi

dataran dengan ketinggian tempat sekitar 108 mdpl (BPS Kecamatan

Ranomeeto Barat, 2019).

Tabel 7. Ketinggian, Keadaan Geografis, dan Topografis Menurut Desa /


Kelurahan di Kecamatan Ranomeetto Barat
Ketinggian
Desa Atau Keluraha Topografi Geografi
No
(DPL)

Amokuni 114 Dataran Bukan Pasir


1

Sidang Kasih 109


2 Dataran Bukan Pasir

Jati Bali 108


3 Dataran Bukan Pasir

Abeko 115
4 Dataran Bukan Pasir

Lameuru 110
5 Dataran Bukan Pasir
6 Opaasi 112 Dataran Bukan Pasir
32

Boro – Boro Lameuru 115


7 Dataran Bukan Pasir

Tunduno 112
8 Dataran Bukan Pasir

Laikandonga 120
9 Dataran Bukan Pasir
Sumber : BPS Kecamatan Ranomeeto Barat 2019
Ketinggian Kecamatan Ranomeeto Barat desa atau Kelurahan yang

memiliki ke tinggian yang paling tinggi adalah Desa Laikadonga dengan

ke tinggian 120 mdpl serta topografi dataran dan bergeografis berpasir.

Desa yang memiliki ke tinggian paling rendah adalah Desa Jati bali di

mana pelaksanaan praktikum dilakukan, Desa Jati bali memiliki

ketinggian 108 mdpl serta topografi dataran dan bergeografis berpasir.


33
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1.Hasil

Hasil dari praktikum tentang estimasi cadangan karbon dan

pendapatan lahan agroforestri di Desa Jati Bali Kecamatan Ranomeeto

Barat Kabupaten Konawe Selatan adalah sebagai berikut.

Tabel 8. Data Pengamatan Lahan 1

Jenis Jarak Koordinate


No Keliling Diameter Sudut Tinggi
tanaman pengukur X Y
1 Manggis 23 7,32 35,00 10,00 8,5 432442 9548507
2 Jati 20 6,37 30,00 10,00 7,2 432444 9548516
3 Jati mati 22 7,01 20,00 10,00 5,1 432446 9548520
4 Jati 22 7,01 36,00 10,00 8,7 432449 9548518
5 Jati 26 8,28 39,00 10,00 9,5 432447 9548514
6 Rambutan 20 6,37 25,00 10,00 6,1 432445 9548505
7 Manggis 20 6,37 29,00 10,00 7 432453 9548515
8 Jati 20 6,37 34,00 10,00 8,2 432445 9548510
9 Manggis 23 7,32 30,00 10,00 7,2 432447 9548508
10 Rambutan 20 6,37 27,00 10,00 6,5 432442 9548502
11 Manggis 20 6,37 31,00 10,00 7,5 432453 9548510
12 Rambutan 21 6,69 27,00 10,00 6,5 432448 9548502

Hasil dari praktikum tentang estimasi cadangan karbon dan

pendapatan lahan agroforestri di Desa Jati Bali Kecamatan Ranomeeto

Barat Kabupaten Konawe Selatan adalah sebagai berikut.

Tabel 9. Data Pengamatan Lahan 2


34

Jenis Jarak Koordinat


No Keliling Diameter Sudut Tinggi
tanaman pengukur X Y

1 Mente 20 6,37 30,00 10,00 7,2 432850 9550437


2 Mente 21 6,69 27,00 10,00 6,5 432850 9550431
3 Sengon 20 6,37 34,00 10,00 8,2 432844 9550441
4 Sengon 20 6,37 34,00 10,00 8,2 432844 9550433
5 Mangga 26 8,28 39,00 10,00 9,5 432839 9550429
6 Sengon 21 6,69 27,00 10,00 6,5 432832 9550430
7 Sengon 20 6,37 31,00 10,00 7,5 432832 9550436
8 Sengon 22 7,01 36,00 10,00 8,7 432832 9550442

Analisi Perhitungan Cadangan Karbon

Berat
Keliling π Diameter ρ Fraksi Kandungan
No Tanaman Kering
(cm) (cm) Karbon Karbon
(gr)
1 Mangga 23 3.14 7.32 0.7 14.175 0.47 6.662045822
2 Jati 20 3.14 6.37 0.7 9.848 0.47 4.628432088
3 Jati Mati 22 3.14 7.01 0.7 12.655 0.47 5.94798398
4 Jati 22 3.14 7.01 0.7 12.655 0.47 5.94798398
5 Jati 26 3.14 8.28 0.7 19.576 0.47 9.200852435
6 Rambutan 20 3.14 6.37 0.7 9.848 0.47 4.628432088
7 Manggis 20 3.14 6.37 0.7 9.848 0.47 4.628432088
8 Jati 20 3.14 6.37 0.7 9.848 0.47 4.628432088
9 Manggis 23 3.14 7.32 0.7 14.175 0.47 6.662045822
10 Rambutan 20 3.14 6.37 0.7 9.848 0.47 4.628432088
11 Manggis 20 3.14 6.37 0.7 9.848 0.47 4.628432088
12 Rambutan 21 3.14 6.69 0.7 11.197 0.47 5.26265635
Total 143.519 67.4541609206945
35

Berat Kandung
Keliling π Diameter ρ Fraksi
No Tanaman Kering an
(cm) (cm) Karbon
(gr) Karbon
1 Mente 20 3.14 6.37 0.7 9.848 0.47 4.628
2 Mente 21 3.14 6.69 0.7 11.197 0.47 5.263
3 Sengon 20 3.14 6.37 0.7 9.848 0.47 4.628
4 Sengon 20 3.14 6.37 0.7 9.848 0.47 4.628
5 Mangga 26 3.14 8.28 0.7 19.576 0.47 9.201
6 Sengon 21 3.14 6.69 0.7 11.197 0.47 5.263
7 Sengon 20 3.14 6.37 0.7 9.848 0.47 4.628
8 Sengon 22 3.14 7.01 0.7 12.655 0.47 5.948
Total 94.017 44.188

V.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil Tabel 1 di atas memberikan informasi terkait

lahan agroforestri tersebut milik ibu Nyoman sutati di Desa Jati Bali yang

memiliki umur 61 tahun. Bapak tersebut memiliki luas lahan kurang lebih

1 ha, di dalamnya terdapat tanaman jati lokal, manggis, rambutan jati lokal

ditanam hanya untuk keperluan rumah, untuk penghasilan sendiri yaitu

belum menghasilkan karena masih baru . Kemudian buah manggis hanya

untuk di konsumsi sendiri sama halnya dengan rambutan terkadang

dikomsumsi sendiri maupun dijual. Tanaman agroforestri tesebut cukup

untuk membantu perekonomian keluarga. Sedangkan untuk Tabel 2 di atas

memberikan informasi bahwa lahan tersebut merupakan salah satu jenis

agroforestri di mana di dalamnya termasuk jenis agrosilvopastoral yang di

dalamnya terdapat mente, sengon, mangga. Lahan tersebut milik Bapak

Made widya. Lahan tersebut di tanami dengan Pohon sengon, mangga dan

mente, yang pemanfaatannya hanya untuk keperluan sendiri, selain itu ada

juga ternak sapi, Lahan tersebut tidak begitu luar berkisar kurang lebih 1
36

Ha dengan dominasi pohon sengon, di mana tanaman pepohonan lainnya

dapat membantu perekonomian.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan seperti

berikut:

1. Agroforestry merupakan suatu pengelolaan lahan yang memanfaatkan dua jenis

atau lebih tanaman yang ditanam untuk mendapatkan manfaat dari segi

ekonomi ekologi. Agroforestry adalah suatu sistem pengelolaan lahan yang

merupakan kombinasi antara tanaman pertanian kehutanan serta pakan ternak

atau ternaknya.

2. Data yang tepat dan akurat maka perlunya kesiapatan dalam melakukan

invnetarisasi hutan untuk mengumpulkan dimensi pohon dilakukan dengan

terencana dan terukur. Tetapi dalam melakukan kegiatan inventarisasi hutan

dalam mengukur dimensi pohon biasa terdapat kendala yaitu berupa cuaca

yang menggangu kegiatan inventarisasi hutan tersebut.

3. Biomassa adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut semua

senyawa organik. Pengelompokan biomassa terbagi menjadi biomassa kayu,

biomassa bukan kayu, dan biomassa sekunder. Biomassa juga dapat

dikategorikan menjadi limbah pertanian, limbah kehutanan, tanaman kebun

energi, dan limbah organik. Sifat kimia, sifat fisik, kadar air, dan kekuatan

mekanis pada berbagai biomassa sangat beragam dan berbeda-beda.

6.2. Saran

Sistem agroforestry merupakan suatu pengelolahan lahan yang memiliki

nilai fungsi ekonomi dan ekologi selepas dari pembuatan laporan ini semoga
37

praktikan dapat menerapkan sistem agroforestry berdasrakan pengembangan yang

ada melalui kritikan atau saran dalam laporan ini bisa mewujudkan perpaduan

tanaman kehutanan dan pertanian yang berkelanjutan secara signifikan.


DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap HASDIYATI DINASYARAH

(M1A117008), dengan nama panggilan Dina. Dilahirkan di

Kendari, pada tanggal 12 Maret 1999. Penulis merupakan anak

Pertama dari empat bersaudara, anak dari pasangan Bapak Alm

EDY SUL HASID dan Ibu MARNI DEWI. Sejak tahun 2006 penulis

menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 12 Mandonga, kemudian

melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 8 Kendari, dan lulus

pada tahun 2014. Setelah lulus pada tahun 2014 penulis melanjutkan ke Sekolah

Menengah Atas di SMA Negeri 7 Kendari dan lulus pada tahun 2017. Pada

tahun 2017, penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi Universitas Halu

Oleo melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri)

di Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universutas

Halu Oleo, Kendari.

Anda mungkin juga menyukai