SKRIPSI
OLEH :
J1B018111
UNIVERSITAS MATARAM
2023
PENERAPAN IRIGASI TETES TERHADAP TANAMAN SELADA (Lactuca
Sativa L.) DENGAN CARA VERTIKULTUR DI LAHAN SEMPIT
SKRIPSI
OLEH :
J1B018111
UNIVERSITAS MATARAM
2023
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Pangan dan Ketua Program Studi Teknik Pertanian
Agroindustri Universitas Mataram
Tanggal pengesahan:________________
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
v
3.6. Desain Alat Penelitian ............................................................................... 18
3.7.Diagramalir Penelitian ................................................................................ 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 22
4.1. Prinsip Kerja Alat Irigasi Tetes .................................................................. 22
4.2. Pembuatan Penampung Utama Dan Penampung Penghubung................. 23
4.2.1. Bak Penampung Utama ....................................................................... 23
4.2.2. Bak Penghubung .................................................................................. 23
4.3. Pelampung Otomatis ................................................................................... 24
4.4. Keseragaman Tetesan Emitter .................................................................... 25
4.5. Sifat Fisik Media Tanam ............................................................................. 26
4.5.1. Tekstur Tanah ................................................................................... 26
4.5.2. Kapasitas Lapang .............................................................................. 27
4.5.3. Kadar Lengas Tanah ......................................................................... 28
4.5.4. Permeabilitas ..................................................................................... 29
4.6. Tinggi Tekan ............................................................................................. 29
4.7. Penurunan Air Pada Tampungan ............................................................ 30
4.8 Kebutuhan Air Tanamana ............................ Error! Bookmark not defined.
4.9. Suhu........................................................................................................... 31
4.10. Pertumbuhan Tanaman Selada ................................................................ 35
4.10.1. Tinggi Tanaman................................................................................. 35
4.10.2. Jumlah Daun ...................................................................................... 35
4.10.3. Lebar Tajuk ....................................................................................... 36
4.11. Produktivitas tanaman ............................................................................. 37
BAB V KESIMPULAN SARAN ................................................................................... 39
5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 39
5.2. Saran ......................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 40
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pertanian vertikultur (vertical agriculture) merupakan salah satu metode
budidaya tanaman pertanian secara bertingkat/vertikal, sistem vertikultur ini dapat
dimanfaatkan pada daerah-daerah yang memiliki lahan pertanian yang sempit atau
pemukiman yang padat penduduk. Sistem ini dapat menjadi cara alternatif untuk
bercocok tanam bagi penduduk di perkotaan atau di daerah sekitaran industri.
Untuk mendapat hasil bertani yang memuaskan dengan cara vertikultur ini akan
ditekankan pada proses pengolahan tanahnya atau pengolahan media tanamnya
dan dilengkapi dengan teknologi sistem irigasi hemat air atau sering dikenal
dengan irigasi tetes. Irigasi tetes merupakan cara pemberian air pada tanaman
dengan meneteskan air menggunakan penetes (emiter), langsung pada zona
perakaran.
Budidaya selada dengan cara vertikultur di areal lahan sempit masih
banyak kendala yang dihadapi diantaranya hama penyakit, kondisi iklim yang
kurang kondusif, serta budidaya yang kurang intensif, sebelum melakukan
budidaya perlunya mengolah media tanam agar nutrisi yang dibutuhkan tanaman
tersedia dan mengurangi terjadinya gagal panen. Tanaman selada merupakan
tanaman yang sangat sensitif terhadap kelebihan ataupun kekurangan air oleh
karena itu pengaplikasian irigasi tetes ini sangat dianjurkan untuk mencegah
kekurangan dan kelebihan pasokan air ke tanaman. Oleh karena itu perlunya
dilakukan penelitian tentang “Penerapan irigasi tetes terhadap tanaman selada
(Lactuca Sativa L.) dengan cara vartikultur di lahan sempit”.
2
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi akademisi maupun petani dalam
pengaplikasian irigasi tetes (drip irrigation).
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi
peneliti selanjutnya yang memiliki topik yang sama.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Vertikultur
Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara
vertikal atau bertingkat, baik indoor maupun outdoor. Sistem budidaya pertanian
secara vertikal atau bertingkat ini merupakan konsep penghijauan yang cocok
untuk daerah perkotaan dan lahan terbatas. Vertikultur adalah penanaman dilahan
tegak, sangat sesuai diterapkan di perkotaan. Budidaya tanaman vertikal atau
Vertikultur sangat menguntungkan bagi penduduk kota besar yang lahannya
terbatas (Aprinaldi, 2019).
Dimulai dari penyemaian benih dalam polybag, teknik penyiraman benih,
umur bibit yang baik untuk dilakukan pemindahan ke sistem vertikultur, jenis
tanah kompos dan pemeliharaan tanaman sayuran selama masa tanam (Noviana,
2021).
Sistem budidaya pertanian secara pertanian atau bertingkat merupakan
konsep penghijauan yang cocok untuk daerah dengan lahan daerah terbatas, dan
pengalihan Fungsi lahan pekarangan warga yang tidak bernilai ekonomis menjadi
bernilai panenan. Vertikultur organik adalah budidaya tanaman secara vertikal
dengan menggunakan sarana media tanam pupuk dan pestisida, yang berasal dari
bahan organik non kimiawi (Yoga ddk, 2019).
Suatu teknologi bercocok taman di ruang sempit dengan memanfaatkan
bidang vartikel yang dilakukan Secara bertingkat. Diharapkan dengan teknik
vertikultur dapat mengubah perilaku masyarakat. salah satu solusi untuk
mengatasi hal tersebut yaitu dengan bercocok tanam secara vertikultur (Dewi ddk,
2018).
Vertikultur sesuai diterapkan di pekarangan rumah. Tujuannya adalah
untuk budidaya bermacam – macam sayuran guna memenuhi kebutuhan dapur
sendiri maupun untuk dijual. Persyaratan vertikultur adalah kuat dan mudah
dipindahkan. Tanaman yang akan ditanam sebaiknya disesuaikan dengan
kebutuhan dan memiliki nilai ekonomi tinggi, berumur pendek dan berakar
pendek (Noverita, 2005).
4
Beberapa model rak wadah vertikultur yaitu :
1.Talang air
2. Kayu
3. Bambu,
4. Paralon.
Beberapa kelebihan dari sistem pertanian vertikultur. Pertama, efisiensi
penggunaan lahan karena yang ditanam jumlahnya lebih banyak dibandingkan
sistem konvensional dengan luas yang sama. Kedua, penghematan pemakaian
pupuk. Ketiga, Tumbuhnya rumput lebih sedikit. Keempat, dapat dipindahkan
dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu. Kelima, kualitas
produksi lebih baik dan bersih. Keenam, mempermudah pemeliharaan tanaman.
Ketujuh, menjadi lahan bisnis, baik langsung maupun tidak langsung. Kedelapan,
digunakan sebagai sumber tanaman obat bagi keluarga. Kesembilan, menambah
atau memperbaiki gizi keluarga (Jahro, 2018).
5
2.2. Irigasi
irigasi adalah usaha untuk memperoleh air yang menggunakan bangunan
dan saluran buatan untuk keperluan penunjang produksi pertanian. Irigasi
mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan produktivitas
pertanian di Indonesia (Arjudin, 2021).
Peraturan Pemerintah tahun (2001) dalam Arjudin Tujuan utama irigasi
adalah mewujudkan manfaat air yang menyeluruh terpadu dan berwawasan
lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani.
Ketika penggunaan air ini mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik dalam skala
yang cukup besar, maka hal tersebut disebut irigasi buatan. Tujuan irigasi pada
suatu daerah adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaan dan pengaturan air
dalam menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang
memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
Manfaat sistem irigasi adalah :
1. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah
hujannya kurang atau tidak menentu.
2. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung
lumpur dan zat-zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut,
sehingga tanah menjadi subur.
3. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi
sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun
musim penghujan.
4. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah/rawa dengan
pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi (Rachmad, 2009).
2.3. Irigasi Tetes
Irigasi tetes merupakan pengaliran air secara perlahan dalam bentuk
tetesan menggunakan emitter yang terletak pada titik tumbuh tanaman sepanjang
aliran air. Melalui penerapan irigasi tetes diharapkan dapat menjadi alternatif
pemenuhan kebutuhan sistem irigasi pada lahan kering. Teknik irigasi tetes
bertujuan untuk mengefisiensikan penggunaan air secara tepat, sehingga perlu
dirancang seefektif mungkin agar mendapatkan pertumbuhan tanaman yang
optimal, lokasi tempat percobaan tergolong curah hujan yang rendah dan
6
merupakan lahan kering, sehingga untuk mengoptimalkan budidaya sepanjang
tahun perlu diterapkan teknologi pemberian air yang efektif dan efisien. Teknologi
yang dimaksud salah satunya dengan teknik irigasi tetes. Pemberian air dengan
teknik irigasi tetes dapat diatur secara perlahan dan hanya membasahi areal
perakaran (Muanah, 2021).
Irigasi tetes (Drip Irrigation) merupakan salah satu teknologi mutakhir
dalam bidang irigasi yang telah berkembang di hampir seluruh dunia. Teknologi
ini pertama diperkenalkan di Israel, dan kemudian menyebar hampir ke seluruh
pelosok penjuru dunia. Pada hakikatnya teknologi ini sangat cocok diterapkan
pada kondisi lahan berpasir, air yang sangat terbatas, iklim yang kering dan
komoditas yang diusahakan mempunyai nilai ekonomis tinggi (Pasaribu, 2013).
Irigasi tetes dapat dibedakan menjadi 3 macam yang berdasarkan jenis
cucuran airnya, yaitu (a) Air merembes sepanjang pipa lateral (viaflow), (b) Air
menetes atau memancar melalui alat aplikasi yang dipasang pada pipa lateral, dan
(c) Air menetes atau memancar melalui lubang-lubang pada pipa lateral
(Prastowo, 2010).
Sistem irigasi tetes merupakan sistem pemberian irigasi yang paling
efisien. Efisiensi penggunaan air irigasi tetes dapat mencapai 80% sampai 95%
karena pemberian air secara langsung ke areal perakaran secara teratur dan
perlahan. Keunggulan irigasi tetes yaitu dapat menghemat air, tenaga, biaya
pengelolaan, pemakaian pupuk yang tepat, energi dan dapat mengendalikan
penyakit pada tanaman serta dapat digunakan untuk lahan yang tidak rata dan
sempit (Susila & Poerwanto, 2013).
Irigasi tetes mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode irigasi
lainnya (Phocaides, 2000).yaitu:
a. Meningkatkan nilai guna air
Secara umum, air yang digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit dibandingkan
dengan metode lainnya. Penghematan air dapat terjadi karena pemberian air
yang bersifat lokal dan jumlah yang sedikit sehingga akan menekan evaporasi,
aliran permukaan dan perkolasi. Transpirasi dari gulma juga diperkecil karena
daerah yang dibasahi hanya terbatas di sekitar tanaman.
b. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil
7
Fluktuasi kelembapan tanah yang tinggi dapat dihindari dengan irigasi tetes ini
dan kelembapan tanah dipertahankan pada tingkat yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman.
c. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemberian
Pemberian pupuk atau bahan kimia pada metode ini dicampur dengan air
irigasi, sehingga pupuk atau bahan kimia yang digunakan menjadi lebih sedikit,
frekuensi pemberian lebih tinggi dan distribusinya hanya di sekitar daerah
perakaran.
d. Menekan risiko penumpukan garam
Pemberian air yang terus menerus akan melarutkan dan menjauhkan garam dari
daerah perakaran.
e. Menekan pertumbuhan gulma
Pemberian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar
tanaman,sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan.
f. Menghemat tenaga kerja
Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis,
sehingga tenaga kerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Penghematan
tenaga kerja pada pekerjaan pemupukan, pemberantasan hama dan penyiangan
juga dapat dikurangi.
Sedangkan kelemahan atau kekurangan dari metode irigasi tetes adalah sebagai
berikut :
a. Memerlukan perawatan yang intensif
Penyumbatan pada penetes merupakan masalah yang sering terjadi pada
irigasi tetes, karena akan mempengaruhi debit dan keseragaman pemberian
air. Untuk itu diperlukan perawatan yang intensif dari jaringan irigasi tetes
agar risiko penyumbatan dapat diperkecil.
b. Penumpukan garam
Bila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi dan pada daerah
yang kering, risiko penumpukan garam menjadi tinggi.
c. Membatasi pertumbuhan tanaman
Pemberian air yang terbatas pada irigasi tetes menimbulkan risiko
kekurangan air bila perhitungan kebutuhan air kurang cermat.
8
d. Keterbatasan biaya dan teknik
Sistem irigasi tetes memerlukan investasi yang tinggi dalam
pembangunannya. Selain itu, diperlukan teknik yang tinggi untuk
merancang, mengoperasikan dan memeliharanya.
Secara teoretis efisiensi irigasi tetes relatif lebih tinggi dari irigasi yang
lain, karena sistem irigasi tetes hanya memberikan air pada daerah perakaran,
sehingga mengurangi kehilangan air irigasi pada bagian lahan yang tidak efektif
untuk pertumbuhan tanaman. Namun demikian dalam aplikasinya di lapangan,
nilai efisiensi irigasi tetes relatif lebih tinggi ini dapat tercapai bila memenuhi dua
persyaratan (Prastowo & Liyantono, 2002), yaitu Jaringan irigasi tetes yang
dibangun dapat memberikan air secara seragam. Pengoperasian jaringan irigasi
dilakukan dengan jadwal yang tepat.
2.4. Debit
Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Pada
irigasi debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Umumnya debit rata-
rata dari emitter tersedia dari pemasok. Debit untuk irigasi tetes bergantung dari
jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes yang digunakan adalah 4 liter per jam,
namun ada beberapa pengolahan pertanian menggunakan debit 2, 6, 8 liter per
jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi (Keller &
Bliesner, 1990). Rumus debit dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
V
𝑄= ……………..……………..……………......................................(1)
t
keterangan:
Q = debit (l/detik)
v = volume (liter)
t = waktu (detik) (Sapei, 2003).
2.5. Kebutuhan Air Teoritis
Kebutuhan air tanaman (consumptive use) atau kebutuhan air konsumtif
(evapotranspirasi) adalah gabungan dari 2 (dua) istilah, yaitu evaporasi adalah air
yang menguap dari tanah yang berdekatan, permukaan air, atau dari permukaan
dari permukaan daun-daun tanaman, dan transpirasi adalah air yang memasuki
daerah akar tanaman dan dipergunakan untuk membentuk jaringan tanaman atau
dilepaskan melalui daun-daun tanaman ke atmosfer (Hansen dkk, 1986).
9
Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman
untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi tanaman dalam proses pertumbuhan.
Selain itu, kebutuhan air tanaman juga dapat diartikan sebagai sejumlah air yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk mengganti air yang hilang akibat proses evaporasi
maupun transpirasi. Apabila evaporasi dan transpirasi terjadi secara bersamaan
maka akan menyebabkan terjadinya evapotranspirasi. Dengan demikian, besar
kebutuhan air tanaman adalah sebanding dengan nilai air yang hilang akibat
proses evapotranspirasi. Pengaruh karakteristik tanaman terhadap kebutuhan air
tanaman dinyatakan oleh koefisien tanaman (Kc) yang menyatakan hubungan
antara ETo dan ET tanaman (ET tanaman = Kc.ETo). Nilai-nilai Kc berbeda pada
masing masing tanaman dan juga berbeda pada setiap fase pertumbuhan tanaman,
musim pertumbuhan, dan kondisi cuaca yang ada (Suroso, 2010).
Metode Hargreaves dan Samani (1985) menentukan evapotranspirasi
acuan (ETo) biasanya digunakan di daerah yang memiliki data iklim terbatas.
Metode ini menggunakan basis data radiasi, yang dapat dinyatakan dengan rumus
berikut:
𝐸𝑇𝑜 = 0,0023 × 𝑅𝛼 × √𝑇𝐷 × (𝑇 + 17,8)……………………................(2)
keterangan:
ETo = evapotranspirasi referensi (mm/hari),
Tmean = suhu udara rata-rata harian (ºC),
Rα = radiasi matahari ekstraterestrial (MJ/m2 ),
TD = perbedaan antara suhu maksimum dan minimum (ºC)
10
menurunnya ketersediaan air. Oleh karena itu dibutuhkan upaya pengelolaan air
secara tepat khususnya dalam irigasi. Air yang digunakan untuk irigasi secara
konvensional tidak efsien karena memerlukan banyak air dan tidak sesuai
kebutuhan. Selain itu, irigasi konvensional memerlukan waktu yang tidak sedikit
hanya untuk mengairi tanaman sehingga tidak efektif untuk lahan yang banyak
dan relatif luas. Untuk itu maka diperlukan teknologi yang secara otomatis
melakukan pengairan yang efektif dan efisien (Zulkfli dkk, 2016). Sistem
otomatis yang akan dibangun yaitu dengan melakukan modifikasi pada tiap pipa
yang berada di masing-masing tingkat (Rocky dkk, 2015).
Dengan demikian, sistem ini akan membuat fungsi kran bekerja secara
otomatis. Yaitu, kran sebagai katup saklar akan mengalirkan dan menghentikan
aliran air secara otomatis tanpa ada campur tangan manusia secara langsung untuk
membuka dan menutupnya.
2.7. Penetes Emitter
Emitter (alat penetes) adalah salah satu komponen dalam sistem irigasi
tetes bawah permukaan yang berfungsi sebagai alat yang meneteskan air pada
sistem akar tanaman. Emitter akan meneteskan air selama irigasi. Air yang keluar
melalui emitter menyebar secara vertikal dan horizontal di dalam profil tanah
akibat gaya kapilaritas dan gravitasi. Penyebaran air oleh penetes sangat
dipengaruhi oleh besarnya aliran, jenis tanah, kelengasan tanah dan permeabilitas
tanah, kelengasan tanah dan permeabilitas tanah (Hansen dkk, 1992).
Irigasi tetes sangat dipengaruhi oleh karakteristik tanaman, tanah, iklim dan
praktik budi daya yang biasa digunakan di daerah setempat untuk meningkatkan
produktivitas hasil tanaman. Kedalaman emitter pada irigasi tetes. bawah
permukaan berkisar antara 0,2 – 0,7 m (Camp, 1998). Untuk jenis tanaman
hortikultura berakar dangkal kedalaman penempatan emitter/dripline berkisar
antara 0,05 sampai 0,07 m (Devasirvatham, 2008).
Kedalaman emitter yang relatif terlalu dalam pada sistem perakaran
dangkal akan mengurangi penguapan tanah namun dapat juga menghambat
perkecambahan atau pembentukan tanaman. Penempatan emitter yang lebih dalam
mungkin akan memerlukan banyak air irigasi sebagai tambahan untuk
perkecambahan atau pembentukan tanaman. Hal ini dapat mengurangi efisiensi
11
penggunaan air. Penempatan emitter yang lebih dalam dapat menghambat
ketersediaan nutrisi permukaan dan bahan kimia lainnya (Camp dan Lamm,
2003).
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
13
3.4. Parameter Penelitian
Parameter yang diukur dalam penelitian ini antara lain :
3.4.1. Sifat Fisik Media Tanam
Tanah merupakan salah satu media tanaman dalam bidang pertanian
tanah memiliki sifat biologi, kimia dan fisika. Sifat fisik tanah merupakan salah
satu sifat tanah yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan tanaman karena
akan menentukan penetrasi akar di dalam tanah, kempuan menahan air dan
ketersediaan unsur hara. Adapun sifat fisik tanah yang diuji adalah
a. Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan antara fraksi pasir, debu dan liat
sehingga menunjukkan kasar atau halusnya suatu tanah. Tekstur tanah sebagai
parameter penting yang berkaitan antara lain dengan tata udara (air conditioning),
tata air (drainase), kemampuan penyimpanan dan menyediakan air bagi tanaman,
peka (responsive) atau tidaknya bagi pemupukan (Utaya, 2008). Tekstur tanah
menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (diameter 2,00-0,05 mm), debu
(0,005-0,02 mm) dan liat (<0,002mm) di dalam tanah. Kedua faktor ini dijadikan
parameter kesuburan tanah, karena menentukan kemampuan tanah tersebut dalam
menyediakan unsur hara (Tambunan, 2008).
Tabel 1. Proporsi Fraksi Menurut Kelas Tekstur Tanah
No Kelas tekstur tanah Proporsi (%) fraksi tanah
Pasir Debu Liat
1 Pasir >85 <15 <10
2 Pasir berlempung 70-90 <30 <15
3 Lempung berpasir 40-87,5 <50 <20
4 Lempung 22,5-52,5 30-50 10-30
5 Lempung liat berpasir 45-80 <30 20-37,5
6 Lempung liat berdebu <20 40-70 27,5-40
7 Lempung berliat 20-45 15-52,5 27,5-40
8 Lempung berdebu <47,5 50-87,5 <27,5
9 Debu <20 >80 <12,5
10 Liat berpasir 45-62,5 <20 37,5-57,5
11 Liat berdebu <20 40-60 40-60
12 Liat <45 <40 >40
(Hanafiah, 2005).
14
b. Kapasitas Lapang
Kapasitas lapang merupakan keadaan tanah yang cukup lembap yang
menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya
tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap
oleh akar-akar tanaman atau menguap sehingga tanah makin lama semakin kering.
Pada suatu saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air tersebut sehingga
tanaman menjadi layu (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
c. Kadar Lengas Tanah
Kadar lengas tanah merupakan sejumlah kandungan cairan dan uap air yang
terdapat di dalam pori-pori tanah. Satuan untuk menyatakan kadar lengas dapat
berupa persen berat atau persen volume. Kadar lengas tanah digunakan untuk
mengetahui kebutuhan air tanaman yang tersedia di dalam tanah dan untuk
mengetahui kemampuan tanah untuk menyimpan air.
d. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk meloloskan air
atau melewatkan air dalam satuan waktu. Permeabilitas tanah memiliki lapisan
atas dan bawah. Lapisan atas memiliki kemampuan meloloskan air atau udara
antara lambat hingga agak cepat (0,20-9,46 cm/jam), sedangkan lapisan bawah
cenderung agak lambat hingga sedang (1,1-3,62 cm/jam) (Suharta dan Prasetyo,
2008). Laju permeabilitas yang dinyatakan dalam cm/jam merupakan fungsi dari
berbagai sifat fisik tanah, antara lain: Tekstur tanah, struktur tanah, konsistensi
tanah, drainase serta kandungan air tersedia dalam tanah. Berdasarkan hukum
Darcy, permeabilitas dapat dilihat pada tabel berikut;
Tabel 2. Klasifikasi Permeabilitas Tanah Berdasarkan Hukum Darcy
Kelas Satuan (cm/jam)
Sangat lambat <0,125
Lambat 0,125-0,500
Agak lambat 0,500-2,000
Sedang 2,000-6,250
Agak cepat 6,250-12,500
Cepat 12,500-25,000
Sangat cepat >25,000
15
3.4.2. Tinggi Tekan
Perhitungan tinggi tekan dilakukan untuk menentukan besarnya keluaran
yang dihasilkan oleh penetes. Pengukuran tinggi tekan dilakukan dengan
menggunakan selang trasparan yang ditempatkan pada ujung pipa. Pengukuran
tinggi tekan dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau mistar. Pengabilan
data tinggi tekan dilakukan selama 3 kali selama penelitian.
3.4.3. Penurunan Air pada Tampungan
Pengukuran penurunan air pada tampungan dilakukan dengan cara
menghitung penurunan air di dalam bak penampung per 1 cm. Setiap waktu
penurunan diukur dengan menggunakan stopwatch. Pengukuran dilakukan 3 kali
selama penelitian. Adapun untuk mengetahui tingkat penurunan, alat ukur mistar
ditempelkan di dinding bak penampung sehingga mudah untuk dipantau setiap
penurunannya.
3.4.4. Keseragaman Tetesan Emitter
Perhitungan keseragaman emitter dilakukan dengan cara menentukan
nilai dari masing-masing pada tingkat pipa dan keseragaman secara keseluruhan,
pengujian keseraaman ini diuji sebelum diterapkan di lapangan kemudian diambil
nilai rata-ratanya. Perhitungan keseragaman dapat dilakukan dengan persamaan di
bawah ini:
𝑞𝑛
Eu= 𝑞𝑎 𝑥 100 %................................................................................................ (3)
keterangan:
EU = Emission Uniformity (%)
qn = Debit rata-rata seperempat terendah (liter/hari)
qa = Debit rata-rata keseluruhan (liter/hari)
Pengambilan data keseragaman emitter dilakukan sekali di awal saja tanpa
adanya tanaman. Berikut keseragaman emisi (EU) yang disarankan oleh ASAE
dapat dilihat dari Tabel 3 berikut ini:
16
Tabel 3. Emission Uniformity (EU) yang Disarankan ASAE
Tipe emitter Topografi Nilai EU (%)
Point source pada tanaman Seragam c 90-95
a d
permanen Bergelombang 85-90
Point source pada tanaman Seragam 85-90
b
permanen atau semi permanen Bergelombang 80-90
Line source pada tanaman tahunan Seragam 80-90
dalam baris Bergelombang 70-85
keterangan:
ETo = evapotranspirasi referensi (mm/hari),
Tmean = suhu udara rata-rata harian (ºC),
Rα = radiasi matahari ekstraterestrial (MJ/m2 )
TD = perbedaan antara suhu maksimum dan minimum (ºC)
ETc = Kc x ETo ............................................................................................(5)
keterangan:
ETc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Kc = Koefisien tanaman selada
ETo = Evapotranspirasi potensial (mm/hari)
3.4.6. Pertumbuhan Tanaman Selada
Pertumbuhan tanaman diamati untuk mengetahui respons tanaman
terhadap sistem irigasi tetes yang diberikan. Pengamatan dilakukan dalam
waktu tertentu sesuai kebutuhan penelitian. Adapun komponen-komponen yang
diamati antara lain :
17
a) Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur pangkal batang
sampai ujung batang dengan menggunakan penggaris. Pengukuran ini
dilakukan setiap 5 hari sekali.
b) Jumlah Daun
Jumlah daun merupakan banyak daun yang menempel pada batang tanaman.
perhitungan jumlah daun dilakukan secara manual dengan menghitung
banyaknya jumlah daun dari tanaman selada yang telah terbuka secara
sempurna dan perhitungannya dilakukan setiap 5 hari sekali.
c) Lebar Tajuk
Tajuk merupakan keseluruhan bagian terutama pohon, perdu atau liana, yang
berada di atas permukan tanah dan menempel pada batang utama. Pengukuran
lebar tajuk dilakukan secara manual dengan menggunakan mistar atau pita
diukur setiap 5 hari sekali.
d) Pengukuran Berat Tanaman
Pengukuran berat tanaman dapat dilakuakan setelah melakuakan pemanenan
pada tanaman. Penggukuran berat tanaman dapat diukur dengan cara
melakuakan penimbangan dengan menggunakan timbangan sayuran.
3.5. Analisis Data Penelitian
Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
persamaan matematis dengan perhitungan menggunakan Microsoft Excel.
3.6. Desain Alat Penelitian
Irigasi tetes vertikultur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
beberapa komponen seperti tanki air berkapasitas 20 liter dengan tingggi ranggka
dudukan setinggi 260 cm , terdapat tanki pengontrol yang berkapasitas 5 liter yg
memilki rangka dudukan setingggi 220 cm, polybag dengan ukuran 12x17 cm,
knee L ½ inci, pipa PVC ½ inci, dop ½ inci, klem pipa PVC ½ inci, stop kran,
selang trasparan dengan tinggi 150 cm, selang hitam FE aquarium, drip stick
sebanyak 24 buah, keran otomatis, rak sebanyak 3 rak dengan jarak rak atas, rak
tengah dan rak bawah masing-masing 60 cm dan stop kran, adapun desain
penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
18
150 cm
19
220 cm
260 Cm
Gambar 4. Desain Irigasi Tetes
keterangan :
1. Tangki Air
2. Keran Air
3. Pipa/Paralon
4. Rangka Balok
5. Polybag
6. Rangka Papan
7. Sambungan L Pipa
8. Drip Stick
9. Pompa Air
10. Selang Trasparan
11. Tangki pengontrol
20
3.7. Diagram Alir Penelitian
Mulai
Tidak
Melakukan
percobaan
Iya
21
1
Perlakuan penelitian
Menaikan air ke tanki utama meneruskan air keseluruh Tanaman yang di gunakan
menggunakan selang air ,tanki tanaman melalui pipa aliran tanaman selada siap taman,
utama berkapasitas 20 liter yang dilengkapi selang media tanam yaitu sekam
dan diteruskan ke tanki emitter langsung ke media dan kotoran sapi yang telah
pengontrol berkapasias 5 liter tanam dan diukur
di olah
keseragaman emitter
Pengambilan data :
1. Sifat fisik tanah
2. Tinggi tekan
3. Penurunana air
pada tampungan
4. Keseragaman
tetesan emitter
5. Kebutuhan air
tanaman
6. Pertumbuhan
tanaman selada
Pengolahan data
Hasil penelitian :
1. Sifat fisik media tanam
2. Tinggi tekan
3. Penurunan air pada tampungan
4. Keseragaman teesan emitter
5. Kebuuhan air tanaman
6. Pertumbuhan tanaman
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
5 Cm
10 Cm
22
2.8. Bagian Penampung Utama dan Penampung Penghubung
4.2.1. Bak Penampung Utama
Bak penampung utama merupakan wadah yang berfungsi untuk
menampung air irigasi. Bak penampung utama terbuat dari ember cat bekas
dengan kapasitas 20 liter. Pembuatan bak penampung dilakukan dengan
melubangi bagian bawah ember dengan ukuran ½ inci untuk menghubungkan bak
penampung ke keran otomatis dan bak penghubung. Berikut gambar bak
penampung utama dapat dilihat pada Gambar 6.
23
14 Cm
10 Cm
Gambar 8. Penampang Penghubung
24
4.3. Keseragaman Tetesan Emitter
Sistem irigasi tetes sebelum diaplikasikan di lapangan, dilakukan
pengujian terlebih dahulu. Pengujian dilakukan untuk memastikan sistem irigasi
tetes berjalan dengan baik. Salah satu hal yang diperhatikan dalam pengujian alat
yaitu kinerja keran otomatis. Kinerja pelampung otomatis menjadi penting karena
apabila terjadi error atau disfungsi, maka akan berpengaruh terhadap tinggi tekan
air di dalam pipa lateral sehingga mempengaruhi air yang diberikan melalui
emitter pada masing-masing tanaman. Beberapa perbaikan yang dilakukan saat
pengujian alat yaitu meminimalkan kebocoran pada sambungan pipa dengan
menutup celah-celah sambungan menggunakan lem. Gambar pengujian irigasi
tetes dapat di lihat pada Gambar 10.
25
Gambar 11. Uji Keseragaman Emitter
Pengujian keseragaman alat irigasi tetes dilakukan sebelum diterapkan di
lapangan untuk mengetahui tingkat kelayakan alat. Data hasil pengukuran
keseragaman tetesan kemudian diolah dengan menggunakan persamaan (3) untuk
mendapatkan nilai emission uniformity (EU) dalam bentuk persentase (%).
Berdasarkan data keseragaman emiter nilai EU pada rak atas yaitu 60,86 %,
rak tengah 80,53 % dan rak bawah 76 % pada ketiga rak tersebut keseragaman
tetesan yang berarti cukup baik apabila merujuk pada kriteria menurut ASAE
(Tabel 3). Adapun keseragaman tetesan secara keseluruhan di dapat sebesar
77,474 % nilai ini menujukan tingkat keseragaman tetesan emiter masih rendah.
Pada dasarnya semakin tinggi nilai EU maka semakin baik alat untuk diterapkan
di lapangan dan begitu sebaliknya. Tinggi rendahnya tingkat keseragaman tetesan
emitter dipengaruhi oleh cara pemasangan emitter pada pipa lateral maupun
kinerja dari emitter yang digunakan. Pernyataan ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Keller dan Karmeli (1975), bahwa besarnya keseragaman
tetesan pada sistem dipengaruhi oleh keseragaman produk emitter, pemasangan
emitter pada sistem dan pemeliharaan emitter yang dalam hal ini seperti
meminimalkan terjadinya penyumbatan emitter.
4.4. Sifat Fisik Media Tanam
4.4.1. Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang dapat ditentukan
dengan melakukan pengujian di laboratorium. Tekstur tanah menunjukkan
komposisi partikel penyusun tanah yang dinyatakan sebagai perbandingan fraksi
antara pasir, debu dan tanah liat (Hanafiah, 2005). Tekstur tanah merupakan
parameter penting yang berkaitan dengan tata udara (air conditioning), tata
26
air(drainase), kemampuan penyimpanan dan menyediakan air bagi tanaman, peka
(responsive) atau tidaknya bagi pemupukan (Utaya, 2008).
Pengukuran tekstur tanah mengabaikan fraksi organik yang terkandung di
dalam tanah. Ketika menentukan jenis tekstur tanah, bahan organik tanah terlebih
dahulu didestruksi dengan menggunakan larutan hidrogen peroksida (H2O2).
Tekstur tanah berperan penting dalam proses infiltrasi serta kemampuan tanah
untuk mengikat maupun meloloskan air. Hasil analisis tekstur tanah di lokasi
penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Tekstur Tanah
Fraksi
Pasir Debu Liat Kelas tekstur
27
di lokasi penelitian termasuk sedang. Nilai kapasitas yang sedang membutuhkan
sistem irigasi yang efektif untuk mempertahankan supply air yang optimal pada
tanaman. Penggunaan sistem irigasi yang pas dapat menyeimbangkan jumlah air
yang tersedia dengan yang digunakan oleh tanaman. Sejalan dengan pernyataan
tersebut, (Permanasari, 2013) mengatakan bahwa pertumbuhan tanaman dengan
ketersediaan air yang cukup lebih baik apabila dibandingkan dengan tanaman
yang kekurangan air. Hal ini dikarenakan ketersediaan air yang kurang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman.
28
4.4.4. Permeabilitas
Tabel 5. Data Permeabilitas Tanah di Lokasi Penelitian
Kode Sampel Nilai Permeabilitas (cm/jam) Kelas
Ampenan, Kota 4,9 Sedang
Mataran 5,1 Sedang
4,9 Sedang
Sumber: Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil uji laboratorium laju permeabilitas tanah di daerah
Ampenan, kota mataran masuk dalam kelas sedang. Hasil tersebut sesuai dengan
hukum Darcy yang menyatakan kelas sedang berada pada kisaran permeabilitas
sekitar 2,000-6,250 cm/jam. Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada
ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk
partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin
kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya.
29
160
30
debit berpengaruh terhadap tingkat pemberian air pada tanaman. Berikut nilai
hasil pengukuran penurunan debit air penampung dapat dilihat pada Gambar 12.
Waktu (Detik)
0 100 200 300 400 500
0
5
Penurunan Air (Cm)
Hari ke- 1
10 Hari ke-2
Hari ke-3
15
20
25
31
yaitu seperti topografi wilayah, siklus hidrologi, klimatologi dan tekstur tanah.
Pada dasarnya, setiap tumbuhan membutuhkan air dalam proses pertumbuhannya.
Akan tetapi, perlu diperhatikan jumlah air irigasi yang diberikan harus sesuai
dengan kebutuhan tanaman dan kondisi lahan di lapangan. Menurut Parent.
(2008), keadaan kelebihan air hingga tergenang dapat menyebabkan berkurangnya
jumlah stomata pada tanaman. Begitu juga sebaliknya apabila tanaman
kekurangan air maka akan menyebabkan tanaman kerdil dan pertumbuhannya
abnormal (Dwidjoseputro, 1984).
Kebutuhan air irigasi diasumsikan sebagai total kebutuhan air untuk
mengganti air yang hilang akibat proses evapotranspirasi tanaman (ETc) atau
disebut juga consumptive use of water, dipengaruhi oleh faktor umur, jenis
tanaman serta pola tanam yang biasa digunakan (Purba, 2011).
Tabel 6. Kebutuhan Air Tanaman
Umur Et0 Etc Total
Tanaman ( mm/hari) (mm/hari) Penggunan
Priode Kc
air (L/hari)
Awal 0-9 0,35 3,273 1,145 5,19
32
6
5
33
dan di priode akhir kebutuhan air mulai naik karena peroses pematangan organ
pada tanaman selada.
4.8. Suhu
Adapun faktor-faktor lain dalam pemenuhan kebutuhan air tanaman juga
penting untuk dipertimbangkan seperti radiasi matahari, temperatur udara,
kelembapan udara, dan kecepatan angin sangat memengaruhi tingkat
evapotranspirasi. Suhu merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi
tingkat evapotranspirasi di lapangan. Semakin tinggi suhu, maka akan
meningkatkan nilai evapotranspirasi di lapangan. Hal ini terjadi karena suhu tinggi
menyebabkan penguapan air ke atmosfer semakin tinggi. Adapun data
pengamatan suhu dilokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 15.
SUHU
30
29
28
suhu (oc)
27
26
25
24
23
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930
Hari Ke-
34
4.9. Pertumbuhan Tanaman Selada
4.9.1. Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur pangkal batang
sampai ujung batang dengan menggunakan mistar (penggaris). Pengukuran ini
dilakukan setiap 5 hari sekali dalam penelitian.
35
Tinggi Tanaman (Cm) 30
25
20
15
10
5
0
5 10 15 20 25 30
Hari ke-
35
14
36
16
14
12
37
Tabel 7. Produktivitas Tanaman
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa:
1. Sistem irigasi tetes dalam penelitian ini berhasil dirancang dan diterapkan di
lapangan dengan nilai keseragaman tetesan emitter pada rak atas sebesar 65,
215%, rak tengah 81,355% dan rak bawah 77,670% sedangankan pada rak
keseluruhan sebesar 68,87%. Nilai keseragaman tetesan emitter yang
diperoleh dari rak atas, rak tengah dan rak bawah menunjukkan nilai
keseragaman cukup baik
2. Penerapan sistem irigasi tetes dengan cara vertikultur terhadap tanaman selada
(latuca sativa L.) yang diaplikasikan mulai hari pertama hingga hari terakhir
tidak memberikan perbedaan yang signifikan, seperti data penurunan air yang
diamati pada rak atas, rak tengah dan rak bawah penurunan air melambat di
hari ke-10 dan hari ke-19. Data tinggi tekan yang didapat paling tinggi 135
cm.
3. Tanaman menunjukkan respons yang baik terhadap rancang sistem irigasi
tetes yang diterapkan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan tanaman
seperti tinggi tanaman, lebar tajuk dan jumlah daun mulai hari pertama hingga
hari terakhir mengalami peningkatan. Tinggi rata-rata tanaman pada rak rak
hari terakhir sebanyak 25,63 cm. Data jumlah daun rata-rata pada rak atas, rak
tengah dan rak bawah hari terakhir pengamatan sebanyak 10 helai, data lebar
tajuk rata-rata pada hari terakhir dengan nilai 15,16 cm.
5.2. Saran
Pada saat penelitian terdapat kendala pada bagian pemasangan rangka rak
untuk irigasi tetes harus menyesuaikan dengan kondisi lahan,dan pemasangan
emitter. Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk lebih memperhatikan ukuran
rak dan penyesuainya di lahan sempit dan pemilihan emitter agar mendapatkan
hasil yang di inginkan saat diterapkan di lapangan.
39
DAFTAR PUSTAKA
Hansen, V. E., Israelsen, O.W., & Stringham, G. E. 1992. Dasar Dasar dan
Praktek Irigasi. Jakarta: Erlangga.
Hansen, V. E.1986. Dasar-Dasar Dan Praktek Irigasi. Jakarta:Erlangga:
Diterjemahkan Oleh Endang P. Tachyan.
Haryanto, E. S.1945. Sawi Dan Selada (Vol. 117 Hlm). Jakarta: Penebar
Swadaya.
40
Keller, J. A.1990. Sprinkle And Trickle Irrigation. New York: Van Nostrand
Reinhold.
Keller, J., dan Karmeli, D. 1975. Trickle Irrigation Design. Rain Bird
SprinklerManufacturing Corporation Glendora, California, U.S.A, pp 1-5,
17-18:46- 49.
Pertanian, B.2015. Sumberdaya Lahan Pertanian Indonesia (Vol. 100 Hlm). Luas
Penyebaran Dan Potensi Ketersediaan: Iaard Press.
Prastowo. 2010. Teknologi Irigasi Tetesr. Bogor: Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Prabowo, A., Prabowo, A., dan Hendriadi, A. 2004. Pengelolaan Irigasi Hemat
Airdi Lahan Kering Aplikasi Irigasi Tetes dan Curah. Balai
BesarPengembangan Mekanisasi. Serpong.
41
Rachmad, N.2009. Irigasi Dan Tata Guna Lahan. Jakarta: Pt.Gramedia.
Ranchman, A. S.2009. Influence Of Long Term Crooping. Soil Sci. Am. J, 637-
644.
Sasmita, R. 2012. Analisis Kehilangan Air pada Saluran Sekunder, Studi Kasus di
Kemumu, Bengkulu Utara. Skripsi. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Bengkulu.
Suharta, N., dan Prasetyo, B. H. 2008. Susunan Mineral Dan Sifat Fisiko-Kimia
Tanah Bervegetasi Hutan Dari Batuan Sedimen Masam di Provinsi Riau.
Jurnal tanah dan iklim, 28: 1-14.
Walker, J.P., dan Houser, P.R. 2002. Evaluation of the OhmMapper Instrument
for Soil Measurement. Soil Science Society of America Journal. 66(3):
728-734.
Yogi Pasca Pratama, B. R.2019. Sekema Model Vertikulur dan Implikasinya Bagi
Pemberdayaan masyarakat Studi Kasus: Desasalam karang Pandan Dan
Sukarjo. Jurnal Pengembangan Masyarakat, 2, 21-36.
42
LAMPIRAN
43
Tabel 3. Keseragaman Tetesan Emiter Rak Bawah
Nilai Tampungan Tiap Ulangan (ml) Rata-rata
Emitter
1 2 3
C1 30 30 40
C2 40 40 40
C3 30 30 40
C4 40 30 30
C5 50 50 50
C6 40 50 40
C7 40 50 50
C8 50 80 60
Qn 30 30 35 95 ml
Qa 40 45 40 125 ml
Eu 76 %
44
RUMUS
EU = 100% × (qn/qa)
keterangan:
EU = Emission Uniformity (%)
Qn = Debit rata-rata seperempat terendah (liter/detik)
Qa = Debit rata-rata keseluruhan (liter/detik)
Diketahui:
Rak Atas
Qn =15+35+30= 70
Qa =30+42,5+43,5= 115
Eu = 100% × (70/115)
= 60,86 %
Rak Tengah
Qn =35+40+45= 120
Qa =50+45,25+53,75= 149
Eu =100% × (120/149)
= 80,53%
Rak Bawah
Qn =30+30+35= 95
Qa =40+45+40= 125
Eu =100% × (95 /125)
= 76 %
Hitungan Rak Ke Seluruhan
Qn =26,666+28,333+35= 89,999
Qa=24,5+46,25+45,416= 116.166
EU = 100% × (89,999/116.166)
= 77,474%
45
Lampiran 2. Data ETo Metode Hargreaves
46
Lampiran 3. Pertumbuhan Tanaman
Tinggi TANAMAN
HARI
RAK RATA-RATA
RATA-RATA RATA RATA
KE- 1 2 3 4 5 6 7 8 /RAK TOTAL
A 8 7,5 6,5 7 6 9,5 9 8 7,6875
5 B 9 8 9 9,1 9,5 9,5 4 9,5 8,45 8,4
C 9 9,5 9 10 9 10 8 8 9,0625
A 12,5 9,9 9 11 13 11 16,5 12 11,8625
10 B 15 11,5 15,5 11 18 13,5 7 12,5 13 12,5375
C 10 13 13,5 16,3 10 13,2 11,5 14,5 12,75
A 12,5 16 12 13,8 11,5 14 13,5 13,1 13,3
15 B 17 13,2 15 13,5 18 14,5 12 16,5 14,9625 14,975
C 16 17,3 17,5 21 15 14 17,5 15 16,6625
A 17,9 14 13 17,5 14,5 15 20 15 15,8625
16,44581887
20 B 19,5 14,2 19 17 20 16 17 17 17,4625 17,40833333
C 19,5 14,2 19 21,5 20 19,5 19 18,5 18,9
A 18 20 16 18,4 16 20 19 19,9 18,4125
25 B 19,5 17,5 24,3 18,5 22 17,5 17,2 19.09 17,1622396 19,66657986
C 20 24 24 23,5 28,9 24 23 20 23,425
A 19,5 24,5 24,5 22 22 24 22,5 24,2 22,9
30 B 23 23,5 33,2 23,9 26 17,9 24,2 23,6 24,4125 25,6875
C 25,5 27,2 30 34,2 32,5 29 32,6 27 29,75
47
Lebar Tajuk TANAMAN
HARI RATA- RATA-RATA RATA RATA
RAK
KE- 1 2 3 4 5 6 7 8 RATA /RAK TOTAL
A 3,6 2,5 3,9 3,5 3,3 2,6 4,1 3,4 3,3625
5 B 2,8 4,2 3,4 3 3,9 4,5 2,2 4,9 3,6125 3,645833333
C 3,5 4 2,7 4,9 3,8 4,5 3,6 4,7 3,9625
A 11,2 8 7,5 8,4 9,5 8,3 11,7 9,1 9,2125
10 B 9,9 9,5 11,5 11 12,1 11,4 7,3 10 10,3375 9,720833333
C 8,8 7,9 11,5 10,5 9,5 10,5 8,7 9,5 9,6125
A 11,5 9,5 8,3 12,9 12 11 14,3 11,5 11,375
15 B 11,5 9,9 15,5 13,3 12,5 13,3 11,2 10,5 12,2125 11,89166667
C 13,1 12 14 12,1 10,5 12 11 12 12,0875
11,41736111
A 12 12,5 12 13 12 15 14 13 12,9375
20 B 13 10 15,5 13 16,9 14 14 12,9 13,6625 13,40833333
C 15 14,5 15 12,5 12 15 12 13 13,625
A 12,4 13,4 12 15 14 16 14,5 14 13,9125
25 B 13 10,5 16,5 14,2 15,2 14,1 14,9 13 13,925 14,67083333
C 16,5 16,9 16,5 15 16,5 17 15,5 15,5 16,175
A 13,5 14,1 14 15,9 14,9 17,2 15,9 14,3 14,975
30 B 13 10,3 17 14,5 16,3 14,5 15,2 15,3 14,5125 15,16666667
C 16,1 16,2 16,4 16,3 16,4 16,2 14,5 16 16,0125
Ra =
ET0 =
37.6 dr
0.0009
[ωs sin
39(Trat
(φ) sin
a-rata +
(δ) + KC ETC ΣETc
No Tanggal 17.8)
cos (φ)
(Tmaks–
cos (δ)
Tmin)0.5
sin
Ra
(ωs)]
48
9 49,49717 3,273887 0,35 1,14586 12,13793
12/09/2022
10 49,45785 3,030853 0,95 2,87931 15,01724
13/09/2022
11 49,41846 2,292567 0,95 2,177938 17,19518
14/09/2022
12 49,37902 2,250103 0,95 2,137598 19,33278
15/09/2022
13 49,33954 3,130202 0,95 2,973691 22,30647
16/09/2022
49,30002 3,806323 0,95 3,616007 25,92247
14 17/09/2022
49,26048 2,053748 0,95 1,951061 27,87353
15 18/09/2022
16 49,22092 2,624954 0,95 2,493706 30,36724
19/09/2022
17 49,57559 2,728272 0,95 2,591858 32,9591
20/09/2022
18 49,1418 4,283985 0,95 4,069786 37,02888
21/09/2022
49,10226 3,637313 0,9 3,273582 40,30247
19 22/09/2022
20 49,06274 5,467568 0,9 4,920811 45,22328
23/09/2022
49,02326 2,988102 0,9 2,689292 47,91257
21 24/09/2022
48,98382 2,635581 0,9 2,372023 50,28459
22
25/09/2022
23 48,90512 3,006879 0,9 2,706191 52,99078
26/09/2022
48,86587 2,745632 0,9 2,471069 55,46185
24 27/09/2022
48,82671 3,76671 0,9 3,390039 58,85189
25
28/09/2022
26 49,18136 1,638352 0,9 1,474517 60,32641
29/09/2022
27 48,74868 2,091918 0,9 1,882726 62,20913
30/09/2022
28 48,70984 2,891377 0,9 2,60224 64,81137
01/10/2022
29 48,67111 2,882072 0,9 2,593865 67,40524
02/10/2022
30 48,63253 3,332107 0,9 2,998896 70,40414
03/10/2022
Etc = Kc x Eto
keterangan:
Kc : Koefisien tanaman
49
ET0 = 0.000939(Tevrata-rata + 17.8) (Tmaks – Tmin)0,5 Ra
Ra = 37.6dr [ωs sin (φ) sin (δ) + cos (φ) cos (δ) sin (ω s)
φ = ᴫL/180
keterangan:
L = posisi lintang (lintang utara diberi tanda positif dan lintang selatan diberi
tanda negatif).
= 2.715,36 cm2
50
Maka dari hasil perhitungan tersebut di rubah dari Cm ke M2 jadi setelah di
ubah dari cm ke m2 maka di dapatkan hasil= 0,2715,36
= 0,00021674314655 m3/hari
=5,2018355172 liter/hari
= 0,0003257651729 m3/hari
=7,818364151976 L/hari
51
3. Kebutuhan air tanaman untuk Kc 0,9
ETc = Kc × Eto
= 0,9 × 3,637313 mm/hari
= 3,2735817 mm/hari
= 0,000370373033538 m3/hari
=8,888952804912 L/hari
52
Lampiran 5. Penurunan Air dalam Tampungan
53
7 46 7 2767 11037 183,95
8 34 16 2056 13093 218,2166667
9 30 25 1825 14918 248,6333333
10 40 30 2430 17348 289,1333333
11 36 22 2182 19530 325,5
12 50 59 3059 22589 376,4833333
13 45 59 2759 25348 422,4666667
54
Rata- Nilai
Nilai Total
Emitter rata Nilai Minimal Maksimal
A1 56
A2 72
A3 43
A4 73
A5 60
A6 80
A7 70
A8 58
B1 37
B2 27
B3 78
B4 49
1315 54,792 27 81
B5 81
B6 37
B7 56
B8 47
C1 40
C2 44
C3 41
C4 57
C5 54
C6 65
C7 45
C8 45
Tekstur
NO Kode
Pasir Debu Liat
1 A1 43,33 30,00 26,67
2 A2 40,00 30,33 26,67
3 A3 41,17 32,17 26,66
Kelas
Tekstur Kapasitas Kadaar Permeabilitas Kelas
Lapang (%) Lengas
Lempung
(Loam) 70,77 38,25 4,9 Sedang
Lempung
(Loam) 70,28 37,80 5,1 Sedang
Lempung
(Loam) 73,61 37,67 4,9 Sedang
55
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
56
7. Pengisiantanah tanah kepolibg 8. Pengukuran suhu
13.
14.
15.
16.
57
17. 13. Pencampuran tanah 14. Pengujian kapasitas lapang
15. Tanaman selada hari ke-1 16. Tanaman selada hari ke-15
17. Tanaman selada hari ke- 18. Tanaman selada hari ke-30
25
58
19. Pemanenan 20. Penimbangan
59
25. Pupuk kandang 26. Arang sekam
60
31. Perakitan alat rak 32. Pengujian alat irigasi tetes
61