Anda di halaman 1dari 14

CASE STUDY

Wanatani Kompleks berbasis Sengon dengan Sistem


Agrosilvopastura di Wagir, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang.
Disusun oleh : Mila Oktavia M / C (155040200111161)

TANTANGAN Selain itu, alasan Pak Kholid memilih


Harga jagung dan kacang tanah yang cengkeh untuk ditanam adalah cengkeh
tidak menentu membuat Pak Kholid memiliki harga jual yang tinggi.
(40tahun) di Desa Wagir berpikir untuk Berhubung sengon dan cengkeh
menghentikan kegiatan budidaya memerlukan pupuk Pak Kholid
jagung yang sudah ditekuni selama lima berinisiatif untuk memelihara ternak
tahun. Biaya perawatan maupun tenaga dengan harapan kotoran dari ternak
yang diperlukan untuk budidaya jagung dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
terbilang mahal dan rumit. Hasil panen Ternak yang dipelihara Pak Kholid
yang dijual hanya dapat memenuhi meliputi sapi potong, kambing, dan
kebutuhan Pak Kholid dan keluarganya ayam kampung. Hasil kotoran ternak
saja tanpa adanya pemasukan beliau manfaatkan sebagai pupuk
tabungan. Hal tersebut yang membuat kandang yang kemudian diaplikasikan
Pak Kholid memikirkan bagaimana pada sengon dan cengkeh. Dengan
lahan seluas 0,25 ha dapat memenuhi adanya inisiatif tersebut Pak Kholid
kebutuhannya sehari-hari, mendapat merasa dapat memenuhi kebutuhan
pemasukan untuk tabungan serta tidak sehari-hari serta mendapat tambahan
memerlukan biaya yang lebih untuk untuk ditabung.
praktik budidayanya. HASIL
INISIATIF Hasil panen dari agroforestri yang
Pada tahun 2001 Pak Kholid mulai dimiliki Pak Kholid dipasarkan di
menanan sengon dan cengkeh. Pucung. Setiap tahun Pak Kholid
Menurut Pak Kholid pada tahun tersebut memanen cengkeh tetapi hasilnya
sengon masih gencar disosialisasikan belum maksimal hanya 1kg. Harga 1kg
oleh Pemerintah khususnya Perhutani cengkeh adalah Rp. 125.000. Untuk
untuk ditanam karena sengon memiliki hasil panen alpukat dan jambu
harga jual yang tinggi dan berumur lebih tengkulak yang mengambil sendiri. Satu
pendek dibandingkan pohon berkayu pohon apukat dapat panen dua sampai
lainnya seperti jati maupun mahoni. tiga kali dengan total pendapatan Rp
800.000. Sedangkan produktivitas bakar yang mengambil ayam milik
jambu tidak sebaik alpukat, Pak Kholid Bapak Kholid. Satu ayam dengan berat
hanya mendapat uang kurang lebih Rp kurang dari 8ons dihargai Rp 40.000.
500.000. Pohon petai satu kali panen Namun, tidak selalu diambil oleh pemilik
dapat berbuah minimal 20kg dari hasil warung ayam bakar terebut. Untuk
panen pohon petai kira-kira Pak Kholid ayam yang sudah siap potong (umurnya
mendapatkan uang Rp 1.500.000. cukup) dibawa kepasar untuk dijual
Pohon pepaya dan kelapa hanya dengan harga kurang lebih Rp 130.000.
dikonsumsi sendiri begitupun dengan Telur dari ayam kampung juga dijual
sayurang yang ditanam. Sedangkan ditetangga dengan harga Rp 2.000 per
untuk pohon jeruk produktivitasnya buahnya.
belum maksimal karena masih nerumur Pak Kholid juga menjual kayu bakar
3 tahun. Dan tahun ini jeruk sudah mulai yang berasal dari lahannya, selain itu
berbuah banyak. Pak Kholid juga memanfaatka kayu
Ternak Pak Kholid dapat dijual untuk memasak dirumahnya. Satu pick
sewaktu-waktu saat membutuhkan dana up kayu bakar dihargai Rp 200.000
untuk biaya sekolah ataupun biaya apabila diambil sendiri oleh tengkulak
mendadak. Namun, saat musim lebaran dan Rp 300.000 dihargai apabila
sapi dan kambing pasti dijual untuk diantarkan sampai dengan tengkulak.
memenuhi permintaan pasar. Sapi yang Namun, tidak setiap bulan Pak Kholid
berumur 15bulan dengan harga berkisar menjual kayu-kayunya. Saat dirasa
Rp 18.000.000 dan untuk satu ekor sudah cukup untuk kebutuhan kayu
kambing Rp 1.500.000. Untuk ayam bakar di rumah Pak Kholid baru
kampung terdapat pemilik warung ayam menjualnya ke tengkulak.
Komponen Juml Penda Penda
Jenis ah patan / patan/t
Agroforest bulan ahun
ri (Rp) (Rp)
Sapi 3 - 36.000.
Potong 000
Kambing 13 - 19.500.
000
Ayam 55 420.00 4.500.0
Kampung 0 00
Sengon 10 300.00 1.200.0
(kayu 0 00
bakar)
Cengkeh 2 - 250.00
0
Kopi 2 - 150.00
0
Alpukat 3 - 800.00
0
Jambu 3 - 500.00
0
Durian 4 - 1.700.0
00
Petai 2 - 1.500.0
00
Kelapa 6 200.00 1.600.0
0 00
Jumlah Pendapatan
Rp 68.620.000,-

Agroforestri Pak Kholid berisi peternakan


(kambing, sapi dan ayam). Serta ladang yang
berisi tanaman sayuran (cabai, tomat, terong,
talas, sawi, kubis) untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Serta kayu bakar yang digunakan
untuk memasak di rumah keluarga Pak
Kholid.

TUGAS TERSTRUKTUR AGROFORESTRI


Dosen Pengampu:
Ir. Didik Suprayogo, M.Sc.,Ph.D
Oleh:
Nama : Mila Oktavia Mardiani
NIM : 155040200111161
Kelas :C

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
Resume Jurnal : “Agroforestry solutions to address food security and climate
change challenges in Africa”
Sebagian tanah di Negara Afrika telah terdegradasi. Degradasi lahan di Afrika
disebabkan karena beberapa faktor, para ahli menduga faktor yang utama adalah
perubahan iklim yang sangat drastis. Afrika merupakan negara beriklim kering yang
berdampak pada kegiatan pertaniannya. Akibat dari iklim yang bervariasi juga
hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan pendapatan perkapita penduduk
khususnya petani
Agroforestri merupakan sistem pertanian yang kuno tapi pengetahuan baru
artinya sistem agroforestri memang sudah dikenal sejak dulu namun kurang
diperhatikan. Seperti yang terjadi di Afrika, karena kekurangan pangan yang terus-
menerus, perubahan iklim yang bervariasi dan naiknya harga input pertanian
(terutama berbahan bakar fosil) dilakukan berbagai macam penelitian mengenai
agroforestri. Agroforestri sebagai sarana yang hemat biaya untuk meningkatkan
ketahanan pangan, adaptasi dan mitigasi, serta memberikan kesuburan bagi tanah.
Agroforestri yang diterapkan di Afrika misalnya agroforestri yang terdapat di
dataran rendah atau sub-lembab, Physiognomy Parkland Faidherbia, dan Taman
Shea Butter di Afrika Barat. Praktek Agroforestri bergantung pada manajemen yang
diterapkan, aset, keadaan ekosistem, dan tujuan dari Agroforestri itu sendiri.
Agroforestri memiliki fungsi pendukung seperti pengatur air, perbaikan kesuburan
tanah sehingga menjadikan opsi bagi petani untuk menangani krisis pangan.
Agroforestri sebagai mitigasi perubahan iklim di Afrika tidak menjadi alasan
utama bagi petani Afrika untuk memilih Agroforestri. Petani Afrika cenderung enggan
untuk mengorbankan sebagian pendapatan petaninya untuk berkontribusi dalam
strategi penggunaan lahan yang menyerap karbon dan harus disubsidi sampai pada
taraf yang membuat setara dengan laba yang hilang dari lahan alternatif yang
mereka pilih yaitu Agroforestri . Proyek-proyek biokarbon yang ditantang untuk
mengatasi karbon (finansial), kelembagaan dan pengurangan dalam skala besar
pada peternakan di Afrika melalui inovasi untukmeningkatkan ketahanan pangan dan
memberikan layanan mitigasi dan sebagainya.
Resume Jurnal: “Below ground microbial diversity as influenced by coffee
agroforestry systems in the Western Ghats, India”
Wilayah di India khususnya Kodangu memiliki 81% lanskap pertaniannya
dibawah naungan dan salah satu daerah di India yang memiliki kawasan hutan yang
lebat. Daerah Kodangu adalah daerah dengan penghasil kopi terbesari di India yang
menghasilkan 38% kopi dengan area produksi di Ghats Barat, tempat yang paling
panas di Dunia.
Pohon naungan memiliki fungsi selain tutupan kanopi yang dapat menjaga iklim
mikro namun juga dapat memberikan nutrisi bagi tanah misalnya legum. Legum
dapat memfiksasi Nitrogen sehingga dapat memperbaiki tanah melalui proser
biologisnya. Fiksasi Nitrogen dapat dibantu oleh bakteri penambat N yang akan
mempercepat proses Fiksasi Nitrogen.
Beberapa mineral dalam tanah seperti fosfor besi dan seng memiliki mobilitas
tang sangat terbatas dan konsentrasi didalam tanah terbilang cukup renah. Oleh
karena itu, dibutuhkan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk membantu
pengambilan dan penggunaan mineral tersebut. Mikroorganisme yang dapat
membantu pengambilan adalah mikoriza. Mikoriza adalah asosiasi simbiotik (jamur)
yang dapat membantu pengambilan mineral atau unsur hara lain yang tidak dapat
diambil oleh akar.
Persentasi dari bakteri fungi di tanaman kopi sangat besar hal ini ditemukan
oleh Janse (1897) di Pulau Jawa. Di Hutan Alami Ethipia keragaman spora jamur AM
keragamannya lebih tinggi pada kopi dibawah naungan leguminosa dibandingkan
dengan non leguminosa. Peneliti lain juga membandingkan kopi monokultur dengan
kopi sistem tanam agroforestri dan menunjukkan bahwa keragaman spora AM
ditemukan rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan kopi monokultur. Hal ini
disebabkan tutupan kanopi dari naungan (pohon rindang) mendukung populasi yang
lebih tinggi dari organisme. Dari hasil penelitian menunjukkan dari dua jenis kopi,
kopi arabika memiliki lebih banyak jamur AM, bakteri populasi, Nfixers, P solubilizers
dan selulosa serta organisme yang membusuk sementara kopi robusta memiliki
jumlah yang lebih tinggi pada jamur dan actinomycetes.
Resume Jurnal :”Understorey microclimate and crop performance in aGrevillea
robusta-based agroforestry system in semi-arid Kenya”
Simulasi yang tela dirancang menunjukkan prediksi pada Afrika Timur
mengalami peningkatan suhu, peningkatan 5-20% curah hujan antara bulan Juni dan
Agustus. Tanaman teh dan kopi yang biasa ditanam secara monokultur diharapkan
mampu memberikan perubahan atau penurunan iklim sehingga ekologi dapat
berjalan sebagaimana mestinya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
naungan mempengaruhi iklim bawah (iklim mikro).
Penelitian dilakukan di Kenya dengan bahan percobaan jagung dan tanaman
Grivella Robusta, serta data-data sekunder yang mendukung penelitian tersebut
seperti data curah hujan, kelembabam, kepadatan tanaman understorey dan lain-
lain. Dalam penelitian menunjukkan bahwa kanopi pohon akan mengurangi suhu
maksimum didalam jagung antara 2,5 dan 88C. Sedangkan pada Meksiko
penurunan suhu moderasi dalam CTd jagung dengan waktu relatif terhadap naungan
bersih perawatan terjadi karena tinggi pohon dan pengangkatan cabang yang lebih
rendah dari 2m akan meningkatkan aliran udara tumbuhan bawah.
Pengaruh pohon yang terdispersi pada kondisi mikro, pertukaran gas dan
produktivitas jagung (Zea maysL.) Dalam sistem agroforestri berbasis Grevillea yang
berbasis robusta di Kenya yang semi-kering diperiksa untuk diuji hipotesis bahwa
manfaat naungan yang terlihat di ekosistem sabana mungkin lebih besar daripada
persaingan untuk sumber daya di bawah tanah. Suhu meristem, waktu panas
kumulatif, radiasi, distribusi spasial naungan dan pertukaran gas ditentukan untuk
jagung yang ditanam sebagai tanaman tunggal, dalam sistem agroforestri, atau di
bawah naungan jaring yang memberikan pengurangan 25 atau 50% dalam radiasi
insiden membedakan antara efek naungan dan persaingan di bawah tanah. Manfaat
utama dari naungan adalah untuk mengurangi paparan suhu supra-optimal yang
dialami di banyak wilayah tropis, dan yang mana diprediksi menjadi semakin umum
oleh model perubahan iklim. Namun, meski pohon penurunan densitas fotosintesis
foton fluks (PPFD) pada jagung jagung understorey. 30%, imbal hasilnya
pengurangan jauh lebih besar daripada dalam perawatan jaring naungan 25% dalam
empat musim memberikan kontras curah hujan. Hasil jagung tidak terpengaruh oleh
50% naungan buatan pada musim terkering (168 mm) tetapi menurun Dengan
semakin teduh saat curah hujan tinggi (628 mm). Naungan mengurangi suhu
meristem dan tertunda berbunga oleh 5-24 hari tergantung pada pengobatan dan
curah hujan musiman. Waktu termal untuk berbunga dalam sistem agroforestry
meningkat dua kali lipat dari 600 hingga 12008C sehari saat curah hujan menurun.
Fotosintesis dan tingkat transpirasi untuk jagung understorey mirip dengan perlakuan
naungan 25 dan 50% ketika curah hujan tinggi, tetapi wereca. 10% dari mereka
untuk jagung tunggal yang tidak diolah di musim kemarau. PPFD-jenuh laju
fotosintesis pada awalnya sama pada semua perlakuan tetapi menurun tajam dalam
sistem agroforestri sebagai musim berlangsung. Koefisien konversi radiasi tidak
berbeda antara unshaded sole dan jagung understorey. Hasilnya menunjukkan
bahwa pengaruh ameliorative dari naungan pohon lebih rendah
musim hujan, seperti dalam sistem savana, tetapi manfaat potensial itu lebih besar
daripada di bawah tanah kompetisi.
Resume Jurnal :“Agroforestry with N2-fixing trees: sustainable development’s
friend or foe?”
Ketersediaan nitrogen didalam tanah mudah hilang karena prosess
evapotranspirasi, leaching atau pencucian nitrogen. Petani mencari alternatif untuk
penambahan unsur hara N ini yaitu dengan cara pemupukan menggunakan pupuk
sintetis atau pupuk kimia yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman mengingat
fungsi dari unsur hara N adalah untuk pertumbuhan.
Petani di Sub-Sahar Afrika (SSA) menggunakan penambahan unsur hara N
untuk mempebaiki tanah disana. Petani SSA menerapkan peningkatan produksi
pangan dan meningkatkan pendapatan pertanian dengan mengenalkan tanaman
yang dapat menyediakan N. Program tersebut juga dibantu oleh pemerintah maupun
organisasi setempat dengan harapan dapat berkelanjutan jangka panhang. Misalnya
subsidi pupuk di Malawi untuk meningkatkan hasil produksi jagung diseluruh negeri.
Namun, penggunaan pupuk yang berlebih akan mengakibatkan perubahan iklim,
eutrofikasi, penipisan ozon, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Agroforestri berbasis tanaman legum melalui deposisi dan dekomposisis
seresah dapat meningkatkan mineralisasi nitrogen dan akan memperbaiki kesehatan
tanah. Hal itu bergantung pada lingkudangn dan jeni spesies dan mungkin tidak
selalu meningkatkan N. percobaan selama 13 tahun di Malawi dan Zambia
ditemukan bahwa hasil Glroplera sepium-jagung yang ditumpangsari akan
menghasilkan 42% lebih besar dan hasil jagung akan menerima ineral N sebanyak
92kg ha. Selain itu sorgum mengalami pengingkatan hasil panen sebesar 55%.
selain itu di Amerika Latin peningkatan produksi tidak terjadi karena terdapat
tanaman asli yang tidak dibudidayakan dibiarkan. Agroforestri tanaman leguminosa
dpaat mempertahankan fungsi ekosistem yang lebih besar seperti peningkatan
bahan organik didalam tanah, mengurangi pemadatan tanah, dan retensi Nitrogen
yang lebih tinggi.
Resume Jurnal: “Effects of agroforestry on pest, disease and weed
control: A meta-analysis”
Deforestrasi dan intensifikasi pertanian adalah dua kegiatan yang dapat
mengakibatkan kehilangan keanekaragaman hayati dan mengganggu layanan jasa
ekosistem. Di negara berkembang wanatani/agroforestri dapat meningkatkan
ketahanan pangan bagi petani kecil dan dapat meningkatkan kesehatan tanah,
menyediakan bahan kayu bakar dan menjaga layanan jasa lingkungan dan dapat
mengendalikan hama maupun organisme penganggu tanaman. Adanya agroforestri
dapat meningkatkan kompleksitas habitat dan dapar meningkatkan populasi musuh
alami.
Penelitian dijurnal ini menggunakan metode yang berfokus pada literatur yang
diterbitkan hingga Oktober 2013. Literatur yang digunakan mencangkup efek
agroforestri pada hama invertebrata (serangga, tungau dan nematoda), penyakit
tanaman (jamur, bakteri, dan virus). Analisis menggunakan rasio respon (RR) dimana
RR didefinisikan sebagai rasio rata-rata perlakuan terhadap mean kontrol yang
sesuai dengan setiap penelitian. Dalam pengumpulan data, banyaknya musuh alami
berfokuskan dengan tanaman tahunan sementara semua studi melibatkan musuh
alami diatas tanah (gulma) yang berasal dari sistem agroforestri.
Pengaruh dari praktek agroforestri terhadap banyaknya populasi hama dan
kerusakan tanaman tergantung pada jenis tanaman yang dibudidayakan. Populasi
hama yang banyak ditemukan pada agroforestri parennial bukan tanaman tahunan.
Pada tanaman tahunan, terdapat kemungkinan bahwa adanya kanopi sebagai
naungan dapat mengurangi jumlah hama. Pada penemuan oleh seorang ahli jumlah
spesies herbivora pada kakao menurun karena adanya naungan pohon. Sedangkan,
ahli lain menemukan banyaknya populasi penggerek buah kopi (Hypothenemus
hampei) pada naungan yang kerapatannya rendah dibandingkan dengan sistem
naungan yang tinggi. Tidak hanya jenis tanaman yang mempengaruhi agroforestri
terhadap hama dan penyakit tetapi juga identitas hama, iklim mikro, dan prefensi
mikroklimat dari hama.

Resume Jurnal :”Factors affecting soil loss at plot scale and sediment yield at
catchment scale in a tropical volcanic agroforestry landscape”
Wilayah pegunungan tropis sangat rentan terhadap erosi tanah karena
topografinya yang tinggi dan iklim yang memiliki curah hujan tinggi. Khususnya di
Jawa sebagian besar lahan pertanian di dataran tinggi dibuat bertingkat, tetapi
masalah sedimentasi belum teratasi secara sempurna. Hal ini yang mendasari
penelitian dalam jurnal untuk mengukur sedimentasi pada daerah volkan.
Kerusakan tanah akibat erosi lembaran diukur pada skala petak oleh Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat Nasional (CSAR) dari Indonesia dan Departemen
Ilmu Tanah Universitas Brawijaya antara tahun 2001 dan 2006 di Way Ringkih (WR)
dan Way Tebu (WT). ukuran plot 4x10m di tangkapan Way Ringkih dan terdiri dari
pengukuran kehilangan tanah dibawah kelas 5 dengan umur kopi monokultur 1,3,5,7
dan 20 tahun setelah penanaman kopi pada tahun 2000/2001. Pengukuran
kehilangan tanah dibawah 5 jenis penggunaan lahan kopi monokultur tanpa naungan
(SC), kopi naungan sederhana dengan Gliricidia, Kopi naungan sederhana dengan
Paraserianthes falcataria, kopi multistrata dengan buah dan pohon kayu serta pohon
penambat N (Erythrinasp. dan Gliricidia sepium) dan hutan tropis tua.
Hasil dari penelitian menunjukkan data kehilangan tanah untuk plot erosi di DAS
Way Ringkih agak tinggi yaitu berkisar antara 33 hingga 37 Mg ha -1.. Skala
tangkapan SY, per satuan luas melebihi kehilangan tanah skala petak dala hal ini
studi kasus berhubungan dengan faktor 3 hingga 10. Tanah longsor, erosi tebing
sungai dan aliran erosi dari jalan setapak kecil adalah proses erosi yang dominan
yang menjelaskan perbedaan kehilangan tanah pada skala petan dan SY di
tangkapan skala.
Koefisien run off pada bawah kopi monokultur memiliki rerata yang secara
signifikan lebih tinggi (10–15%) dari pada hutan (4%) atau di bawah naungan sistem
kopi (4-7%). Di daerah yang stabil secara litologi kehilangan tanah tetap di bawah
1,8 Mg ha−1 thn −1
dan koefisien limpasan di bawah 2,5% di bawah semua tipe
penggunaan lahan dan juga plot tanah kosong atau kebun kopi monokultur. Kurang
dari 20% dari daerah tangkapan menghasilkan hampir 60% dari hasil sedimen. Hal
itu dapat menurangi efek negatif di luar situs misalnya waktu penyimpanan waduk
akan sangat bermanfaat dari peningkatan penilaian litologipada lanskap gunung
berapi dan sumber sedimen potensial. Di daerah-daerah yang sensitif secara litologi
yaitu pergeseran dari sistem-sistem kopi tanpa naungan dapat menghasilkan
pengurangan limpasan permukaan dan hilangnya tanah, meskipun erosi air pada
skala petak bukan merupakan penyumbang utama bagi hasil sedimen di daerah
tangkapan air. Kuantifikasi efek penggunaan lahan pada proses erosi yang dominan
seperti tebing sungai dan erosi dasar sungai, tanah longsor dan erosi aliran
terkonsentrasi pada jalan setapak dan jalan dapat berkontribusi untuk upaya yang
lebih bertarget dan insentif yang relevan untuk mengurangi sedimentasi di sungai.
Resume Jurnal: “Transition to agroforestry significantly improves soil quality:
A case study in the central mid-hills of Nepal”
Sebagian penduduk Nepal bergantung pada sektor pertanian untuk memenuhi
kebutuhannya. Hampir 72% penduduk Nepal bermata pencaharian petani. Namun,
perkembangan dalam sektor pertanian belum dijalankan secara optimal oleh
Pemerintah maupun pihak tertentu. Program pengembangan pertanian telah
dikenalkan sejak abad 20 untuk mengembangkan pertanian. Antara tahun 1960-
1990an produktivitas sereal telah mengalami puncak kejayaan dibandingkan dengan
negara lain produksi sereal perkapita akhirnya menurun karen fasilitas irigasi yang
buruk, dan kurangnya infrastruktur yang mendukung.
Penelitian secara acak menggunakan 8 teras berukuran sedang pada masing-
masing agroekosistem. Pada 24 teras diambil 4 sampel tanah komposit yang diambil
pada setiap tanah. Semua sampel diambil pada akhir periode panen utama dan
musim hujan antara pertengahan September dan pertengahan Oktober 2010,
sampel tanah dikeringkan pada suhu sebesar 40oC dan dianalisis dengan standar
metode analitik di Laboraturium Departemen Geografi.
Tiga agrosistem dibandingkan dengan dengan dasar kesuburan tanah: yang
matang artinya memiliki banyak bahan organik, sepenuhnya berkembang sistem
agroforestry (AF); sistem konvensional dominan (CS) yang dicirikan oleh
monocropping; dan sistem yang telah dalam transisi ke AF selama dua tahun (TS).
Hasilnya menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pH tanah, kandungan
aluminium, saturasi basa, konduktivitas listrik, organik materi dan kandungan
nitrogen, dan kapasitas pertukaran kation antara tanah AF dan CS, menunjukkan
lebih tinggi kualitas tanah dan kondisi tanah yang lebih subur di tanah AF. Kualitas
tanah yang kontras harus sebagian besar dikaitkan dengan praktik pengelolaan
lahan yang berbeda. Setelah dua tahun transisi, data tanah TS sudah menunjukkan
konvergensi menuju nilai AF dalam beberapa parameter. Penelitian ini memberikan
kuantitatif bukti bahwa sistem wanatani memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas
tanah dan jangka panjang secara signifikan produktivitas tanah, dengan efek positif
yang muncul sesaat setelah konversi dari konvensional sistem monocropping.
Resume Jurnal:” Earthworms, soil fertility and aggregate-associated soil
organic matter dynamics in the Quesungual agroforestry system”
Pertanian tradisional di Amerika Laatin yang masih menerapkan sistem ladang
berpindah. Hal itu mengakibatkan tanah yang mudah tererosi dan membutuhkan
periode yang panjang untuk memulihkan kesuburan tanah dengan periode panjang
bera (tanah dibiarkan/diistirahatkan). Berhubungan dengan hutan utuh, ladang
berpindah dapat mengurangi C stock dengan input bahan organik (SOM) yang
sangat penting untuk produktivitasdalam jangka panjang.
Penelitian didalam jurnal dilakukan di Lapangan Lempira Departemen Honduras
Barat. Wilayah dengan pegunungan yang ditutupi dengan hutan tropis sub lembab
diselingi dengan tanaman tahunan dan rumput. Tanah disana cenderung dangkal
dan berbatu dengan tanah yang terdiri dari jenis Entisols paling mendominasi. Plot
penelitian memiliki kemiringan antara 20 dan 65% terksturnya lempung berliat. Suhu
bervariasi antara 22 hingga 27oC. Curah hujan rata-rata 1400mm tahun-1 dengan
musim kering yang berbeda dari bulan November hingga akhir April. Komoditas
jagung ditanam pada awal Mei dan dipanen pada bulan Oktober. Penelitian awal
pada sistem Quesungual oleh Pusat Internasional untuk Pertanian Tropis (CIAT)
berusaha untuk mengevaluasi sistem dengan membuat plot percobaan untuk
memonitor perubahan sifat tanah dan produksi tanaman dari waktu ke waktu. Plot-
plot ini adalah dipasang pada tahun 2003 dengan membersihkan lahan yang tidak
digarap (hutan) yang terletak di Jl tiga peternakan dengan tipe tanah, lereng, dan
sejarah manajemen yang serupa (> 10 tahun bera).
Sampel tanah (0–15 cm) dikumpulkan sebelum pembukaan hutan dan
pembentukan petak QSMAS pada tahun 2003 dan di plot SB dan SF pada tahun
2005 untuk menentukan konsentrasi tanah awal C dan N. Tanah diambil sampelnya
pada tahun 2006 dan 2007 untuk ketersediaan C dan N dan P dalam tanah, serta
untuk fraksinasi dan penentuan agregat C dan N dalam fraksi ukuran agregat yang
berbeda. Populasi cacing tanah dinilai dalam Juli 2007. Jumlah dan biomassa cacing
tanah lebih tinggi di bawah QSMAS daripada di bawah SB (13,4 vs 0,8 g segar
biomassa m−2; masing-masing). Interaksi yang signifikan antara sistem tanam dan
pemupukan menunjukkan hal itu QSMAS meningkatkan ketersediaan tambahan P
anorganik, 3 kali lebih banyak di bawah QSMAS daripada untuk SB. Perbandingan
dengan SF, menunjukkan bahwa kedua sistem tanam menghasilkan kerugian
dramatis C (rata-rata 5 g C kg−1 tanah) sejak pelaksanaan pengobatan, dan bahwa
kehilangan ini terutama terkait dengan gangguan C kaya besar macroaggregates (>
2000 µm). Setelah memperhitungkan perbedaan C tanah dasar antara plot, tidak ada
yang utama perbedaan dalam total kerugian SOM ditemukan antara QSMAS dan
manajemen SB. Namun, sebelumnya pembentukan petak QSMAS menunjukkan
bahwa tingkat keseluruhan kerugian C sejak pembentukan perawatan adalah lebih
rendah untuk QSMAS daripada SB. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
sistem agroforestri Quesungual menawarkan potensi besar untuk meningkatkan
kesuburan tanah dan kesehatan biologis di wilayah ini relatif terhadap pertanian
tebas-dan-bakar tradisional.

---0---

Anda mungkin juga menyukai