Anda di halaman 1dari 65

RENCANA PENELITIAN

KARAKTERISTIK FISIKA TANAH PADA TIGA TIPE


LUAPAN LAHAN PASANG SURUT DI KEBUN
LANGSAT DESA PUNGGUR KECIL KABUPATEN
KUBU RAYA

OLEH :

ARMAN NURSYABA
NIM: C1051151047

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan rencana
penelitian yang berjudul “Karakteristik Fisika Tanah Pada Tiga Tipe Luapan Lahan
Pasang Surut Di Kebun Langsat Desa Punggur Kecil Kabupaten Kubu Raya”.

Selama persiapan, pelaksanaan dan pembuatan proposal penelitian penulis


mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu secara khusus penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Denah Suswati, MP selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura.
2. Bapak Dr. Ir. Urai Edi Suryadi, MP selaku Ketua Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Tanjungpura.
3. Ibu Rini Hazriani, SP, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus
sebagai Pembimbing Kedua.
4. Bapak Ir. Junaidi, MP. Selaku Dosen Pembimbing Pertama.
5. Kedua Orang Tua dan seluruh anggota keluarga tercinta, serta teman-teman yang
selalu memberikan dukungan doa, semangat dan materinya.
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penulisan proposal
penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih


belum sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan. Akhirnya semoga proposal penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua, aamiin.

Pontianak, Agustus 2019


Penulis

Arman Nursyaba
C1051151047

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... v

I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 2

B. Masalah Penelitian ............................................................................................ 3


C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
D. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 4
1. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 4
2. Kerangka Konsep ....................................................................................... 24
E. Hipotesis........................................................................................................... 25
II . KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................................... 27

A. Letak Geografi dan Administratif ................................................................. 27


B. Iklim.................................................................................................................. 27
E. Penggunaan Lahan .......................................................................................... 29
F. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian .................................................. 30
III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 32

A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................... 32


B. Alat dan Bahan ................................................................................................ 32
C. Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 32
D. Parameter Pengamatan ................................................................................... 34
E. Analisis Statistik ............................................................................................. 36
F. Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38

ii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Klasifikasi Partikel-partikel atau Fraksi-fraksi Primer Tanah .................. 9
Tabel 2. Kelas Porositas Tanah ............................................................................. 16
Tabel 3. Kriteria Kedalaman Muka Air Tanah ..................................................... 17
Tabel 4. Konduktivitas Hidraulik dan Kelas Permeabilitas Tanah ....................... 20
Tabel 5.Kriteria Nilai Kandungan C-Organik Tanah ............................................ 22
Tabel 6. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah LPT (Lembaga Penelitian
Tanah) ..................................................................................................... 23
Tabel 7. Tipe Iklim Menurut Klasifikasi Schmit & Ferguson (1951) .................. 28
Tabel 8. Klasifikasi Jenis Tanah Desa Punggur Kecil Kabupaten Kubu Raya ..... 29
Tabel 9. Pembagian Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Desa Punggur
Kecil, Kec. Sui. Kakap, Kab. Kubu Raya ............................................... 30

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Tipe Luapan Lahan Pasang Surut.......................................................... 7
Gambar 2. Segitiga Tekstur Tanah.......................................................................... 9
Gambar 3. Formasi air di bawah muka tanah ....................................................... 17
Gambar 4. Rata-rata Curah Hujan Bulanan (mm) Selama 10 Tahun terakhir
(2009-2018) di wilayah Kec. Sui Kakap. ........................................... 28
Gambar 5. Contoh Pengambilan Sampel Tanah Utuh Menggunakan Ring
Sampel ................................................................................................ 48
Gambar 6. Contoh Tanah Agregat Utuh ............................................................... 49

iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta Administrasi Desa Punggur Kecil ............................................ 41
Lampiran 2. Peta Topografi Desa Punggur Kecil ................................................. 42
Lampiran 3. Peta Jenis Tanah ............................................................................... 43
Lampiran 4. Peta Penggunaan Lahan .................................................................... 44
Lampiran 5. Peta Titik Pengamatan ...................................................................... 45
Lampiran 6. Data Curah Hujan Kecamatan Sungai Kakap Tahun 2009-2018 .... 46
Lampiran 7. Prosedur Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan ......................... 47
Lampiran 8. Prosedur Analisis Sifat Fisika Tanah di Laboratorium .................... 51
Lampiran 9. Prosedur Analisis Sifat Kimia Tanah di Laboratorium .................... 56
Lampiran 10. Dokumentasi Lapangan .................................................................. 60

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lahan pasang surut merupakan lahan marginal yang secara umum memiliki
kesuburan yang rendah serta kendala agrofisik yang tinggi dan beragam. Tanah pasang
surut terdiri dari deposit fluvial, sedimen lumpur laut, tanah organik, tanah berkadar
belerang, dengan temperatur yang moderat sepanjang tahun serta berada di bawah
pengaruh iklim tropis yang curah hujan lebih dari 100 mm/bulan pada 7-9 bulan,
dengan curah hujan tahunan antara 1600 – 2900 mm/tahun (Noor, 1996).
Lima jenis tanah yang didenfikasi terdapat di lahan pasang surut yaitu alluvial
tionik, gleisol histik, gleisol eutrik, gleisol tionoik dan organosol saprik. Lahan rawa
pasang surut terletak pada topografi datar, sehingga sering terluapi dan tergenang air
secara periodik. Berdasarkan jangkauan pasang surutnya air, Widjaja-Adhi et. al.
(1992) membagi lahan rawa pasang surut menjadi dua zona, yaitu : (1) zona pasang
surut payau/salin, dan (2) zona pasang surut air tawar. Kedua zona tersebut mempunyai
ciri dan sifat yang berbeda sehingga dalam upaya pemanfaatannya perlu dihubungkan
antara aspek lahan (tipologi lahan) dengan aspek air (tipe luapan) yang mengandung
ciri-ciri yang lebih khas.
Tipologi lahan yang terdapat pada zona pasang surut air payau yaitu tipologi
lahan salin, mempunyai ciri unsur Na tukar yang cukup tinggi >8 me/100g tanah, dan
berada dekat dengan pantai. Lahan tersebut pada umumnya telah dimanfaatkan oleh
petani untuk usahatani padi, juga telah banyak yang mengkombinasikan padi di
tabukan dan tanaman kelapa di surjan atau tukungan.
Pada lahan-lahan yang direklamasi oleh penduduk lokal, umumnya diusahakan
untuk tanaman padi dan kelapa. Sistem usahatani dilakukan secara sederhana dengan
input rendah, dikenal sebagai terbas-tanam-tinggal, dan produktivitas serta mutu
berasnya rendah. Namun demikian dengan nilai ekonomi tanaman kelapa sawit yang
lebih tinggi, saat ini sebagian besar lahan rawa pasang surut yang sudah dibuka telah
dikonversi untuk ekspansi tanaman kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh pendapatan
yang lebih besar dari sawit, disamping itu karena alasan tenaga kerja yang terbatas
untuk mengelola usahatani tanaman pangan.

2
Di Kalimantan, diperkirakan terdapat sekitar 2 juta hektar lahan pasang surut .
Menurut BPS (2006) penggunaan lahan di Provinsi Kalimantan Barat untuk pertanian
mencapai 1.528.033 ha (10,43%), perkebunan negara seluas 1.849.692 ha (12,63%),
lahan tanaman kayu-kayuan 1.414.499 ha (9,66%), dan lahan sementara belum
diusahakan seluas 2.211.335 ha (15,10%) . Kabupaten Kubu Raya memiliki lahan
pasang surut yang terluas di Kalimantan Barat dengan luas 51. 155 ha atau 60 %
dengan 41.583 ha atau 42 % sudah dimanfaatkan dan 9.572 belum dimanfaatkan
sehingga Kabupaten Kubu Raya dapat meningkatkan produksi di bidang pertanian
dengan cara ektensifikasi atau dengan menambah luas lahan untuk pertanian.
Desa Punggur Kecil yang merupakan salah satu Desa di Kecamatan Sungai
Kakap Kabupaten Kubu Raya, yang termasuk kedalam lahan pasang surut. Di desa ini
terdapat tiga tipe luapan lahan pasang surut yaitu B (tergenang saat pasang besar), C (
tidak tergenang tetapi muka air tanah di bawah 50 cm ) dan D tidak tergenang dan
muka air tanah di atas 50 cm ) sedangkan tipe luapan lahan pasang surut A ( tergenang
saat pasang besar maupun pasang kecil ) berada di Desa Punggur Besar, dengan jenis
tanah alluvial yaitu entisol dan inceptisol, serta penggunaan lahan yang lebih dominan
untuk perkebunan milik masyarakat. Salah satunya perkebunan langsat yang memiliki
luasan 20 % atau 2.174,568 ha dari 10.872,84 ha luas lahan di Punggur Kecil, sebelum
terbentuknya perkebunan langsat, lahan yang ada di Desa Punggur Kecil adalah
perkebunan karet dan hutan sekunder. Pengelolaan lahan secara terus menerus, adanya
saluran drainase, dan pengolahan tanah serta adanya perbedaan tipe luapan lahan
pasang surut, mengakibatkan tanah di lahan tersebut memiliki sifat fisik yang berbeda-
beda. Pengelolaan lahan yang berbeda juga dapat mempengaruhi sifat tanah, baik fisik,
kimia dan biologi tanah.
B. Masalah Penelitian
Masyarakat Desa Punggur Kecil melakukan alih fungsi lahan dari hutan
sekunder menjadi perkebunan karet dan berubah kejenis perkebunan langsat.
Perkebunan langsat dibuka pada tahun 1990-an akhir, awalnya lahan tersebut ditanam
dengan tanaman karet. Varietas tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman lokal.
Jarak tanaman pada kebun langsat 120x180 cm. Perawatan yang dilakukan pada
tanaman langsat adalah pemberian pupuk organik dengan cara memberikan pupuk
melingkari batang langsat dengan jarak dari batang 0,5 m dengan dosis 1 kg/pohon
diberikan saat usia tanaman 1 tahun. Setelah pemupukan tersebut tidak dilakukan

3
pemupukan lagi hingga sekarang. Terdapat saluran pada kebun langsat dengan lebar 2
meter yang berfungsi untuk pengaturan muka air pada tanaman langsat, sehingga
apabila terjadi kekeringan pada musim kemarau dilakukan penyedotan air untuk
mengaliri saluran pada kebun langsat.
Sifat fisika yang kurang baik seperti bertekstur liat dapat menyebabkan
perkembangan akar terhambat. Struktur dan bobot isi juga akan menghambat
perkembangan akar tanaman. Apabila bobot isi tanah tinggi berarti tingkat kepadatan
tanah tinggi hal ini mengakibatkan air sulit masuk ke dalam tanah karena tanah terlalu
padat. Porositas juga menghambat perkembangan tanaman, apabila porositas rendah
kemampuan tanah menahan air juga rendah sehingga tanah mengalami kekeringan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya informasi tentang
karakteristik sifat fisika tanah di tiga tipe luapan lahan akibat peralihan penggunaan
lahan dari hutan sekunder menjadi lahan perkebunan di Desa Punggur Kecil
Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman/perbedaan karakteristik
fisika tanah pada tiga tipe luapan lahan pasang surut di kebun langsat Desa Punggur
Kecil Kabupaten Kubu Raya.

D. Kerangka Pemikiran
1. Tinjauan Pustaka
a. Karakteristik Lahan Pasang Surut
Pada banyak sedimen permukaan yang terjadi sepanjang pantai yang
dangkal akan membantu mempercepat terbentuknya lahan rawa pasang surut.
Menurut Kartasapoetra (1989), lahan rawa pasang surut terdiri dari daerah-
daerah berpaya secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, rawa-rawa yang terbentuk karena letak tanahnya yang
lebih rendah dari permukaan air sungai atau air tawar, dan tanah-tanah tinggi
yang selalu digenangi air yang bukan karena pengaruh pasang surut air laut,
tetapi dipengaruhi oleh hujan yang berlangsung lama.
Lahan rawa pasang surut terletak pada topografi datar, sehingga sering
terluapi dan tergenang air secara periodik. Berdasarkan jangkauan pasang
surutnya air, Widjaja-Adhi et al., (1992) membagi lahan rawa pasang surut
menjadi dua zona, yaitu : (1) zona pasang surut payau/salin, dan (2) zona

4
pasang surut air tawar. Kedua zona tersebut mempunyai ciri dan sifat yang
berbeda sehingga dalam upaya pemanfaatannya perlu dihubungkan antara
aspek lahan (tipologi lahan) dengan aspek air (tipe luapan) yang mengandung
ciri-ciri yang lebih khas.
Tipologi lahan yang terdapat pada zona pasang surut air payau yaitu
tipologi lahan salin, mempunyai ciri unsur Na tukar yang cukup tinggi >8
me/100 g tanah, dan berada dekat dengan pantai. Lahan tersebut pada
umumnya telah dimanfaatkan oleh petani untuk usahatani padi, juga telah
banyak yang mengkombinasikan padi di tabukan dan tanaman kelapa di
surjan atau tukungan.
Tipologi lahan yang terdapat pada zona pasang surut air tawar, lebih
banyak disbanding dengan yang terdapat pada zona air payau/salin.
Pengelompokan tipologi lahan pada zona air tawar, berdasarkan pada
kedalaman bahan sulfidik, tingkat oksidasi pirit dan ketebalan gambut. Atas
dasar itu ditemukan delapan tipologi lahan yang terdiri atas : (1) lahan sulfat
masam aktual (SMA), (2) lahan sulfat masam potensial (SMP), (3) lahan
sulfat masam bergambut (SMPG), (4) lahan potensial (P), (5) lahan gambut
dangkal (GDK), (6) lahan gambut sedang (GSD), (7) lahan gambut dalam
(GDL), dan (8) lahan gambut sangat dalam (GSDL) (Abdurachman et
al.,1999).
Tanah-tanah di daerah pasang surut berkembang dari bahan endapan
muda yang berasal dari aktivitas pengendapan dari sungai yang bermuara di
daerah tersebut. Bahan yang terangkut oleh aliran sungai terendapkan dalam
dua macam lingkungan penegndapan yaitu lingkungan pengendapan air tawar
dan lingkunagn pengendapan air payau atau asin. (Soepardi, 1983).
Lahan rawa pasang surut mempunyai sifat fisika yang kurang baik
dicirikan oleh struktur yang pejal sehingga pengolahan tanah yang berat,
sering tergenang air atau drainase yang jelek, warna tanah yang terang dan
pucat, struktur yang belum berkembang, tektur lempung, tata air dan udara
yang tidak seimbang sedangkan sifat kimia dicirikan dengan kemasaman
yang tinggi kadar Al, Fe dan sulfat yang tinggi, keragaman salinitas, kahat
hara makro dan sebagian hara mikro (Noor, 2004).

5
b. Tipe Luapan Pasang Surut
Tipologi lahan dan tipe luapan dapat digunakan sebagai arahan
pemanfaatan dan pegembangan teknologi pengelolaan lahan pasang surut
dengan mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi atas dasar karakteristik
lahannya.
Jangkauan pengaruh pasang surut serta masa penggenangan akan
ditentukan oleh jarak laut dan bentuk wilayah. Menurut Widjaja Adhi, et al.,
(1992), membagi lahan pasang surut ke dalam empat tipologi utama, yaitu :
lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut dan lahan salin dengan
empat tipe luapan, yaitu: A, B, C, dan D. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tipe
A yaitu daerah ysng terluapi air baik pasang besar maupun pasang kecil, tipe
B yaitu daerah yang hanya terluapi pasang besar saja, tipe C yaitu daerah yang
tidak terluapi air pasang tetapi kedalaman air tanahnya <50 cm dan tipe D
sama seperti tipe C tetapi kedalaman air tanahnya >50 cm.
Selain tipologi lahan, tipe luapan air mempunyai arti yang sangat
penting dalam menentukan kesesuaian wilayah untuk usaha pertanian.
Berdasarkan tipe luapan air pasang, lahan rawa pasang surut dapat dibagi
dalam empat kategori, yaitu:
1. Tipe luapan A, yaitu suatu wilayah yang dapat diluapi oleh air pasang
baik oleh pasang besar maupun oleh pasang kecil.
2. Tipe luapan B, yaitu wilayah yang hanya dapat diluapi oleh air pasang
besar saja, sedang pada pasang kecil air tidak dapat meluap ke petak
sawah.
3. Tipe luapan C, yaitu wilayah yang tidak terluapi air pasang, tetapi air
pasang mempengaruhi kedalaman muka air tanah kurang dari 50 cm dari
permukaan tanah.
4. Tipe luapan D, yaitu wilayah yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh air
pasang, namun demikian air pasang mempengaruhi kedalam muka air
tanah pada kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah.
Tipe luapan A dan B, sering juga disebut sebagai pasang surut langsung,
sedangkan tipe C dan D disebut sebagai pasang surut tidak langsung. (Ar-
Riza et al., 2008)

6
Gambar 1. Tipe Luapan Lahan Pasang Surut

Ketinggian pasang surutnya air laut tergantung pada musim, tipe


luapan wilayah, dan posisi dari sungai dan saluran. Seperti tipe A, selisih
tinggi permukaan pasang tunggal antara musim hujan dengan kemarau 30 cm.
Pada wilayah tipe luapan B, selisih tinggi permukaan pasang tunggal antara
musim hujan dan musim kemarau mencapai 40 cm dan selisih pasang ganda
antara musim hujan dan kemarau mencapai 70 cm. Ketinggian permukaan air
pada musim hujan dilahan tipe C dapat menggenang mencapai 65 cm, tetapi
genangan itu bukan karena pasangnya air sungai. Sebaliknya pada musim
kemarau lahan tersebut adakalanya mengalami kekeringan mencapai lebih
dari 70 cm di bawah permukaan tanah ( Aribawa, et al., 1990).
c. Sifat Fisika Tanah
Sifat-sifat fisika tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman. Kondisi fisika tanah menentukan presentasi akar di dalam
tanah, retensi air, drainase, aerasi dan nutrisi tanaman. Sifat fisika tanah juga
mempengaruhi sifat-sifat kimia dan biologi tanah (Hakim, et al., 1986). Sifat-
sifat tanah tergantung pada jumlah, ukuran, bentuk susunan dan komposisi
mineral dari partikel-partikel tanah, macam dan jumlah bahan organik, air dan
udara menempati pori-pori tanah pada kondisi tertentu. Beberapa sifat fisika
tanah yang terpenting adalah tekstur, struktur, kerapatan (density), porositas,
konsistensi, warna dan temperatur (Hardjowigeno, 2003).
1. Warna Tanah
Menurut Hardjowigeno (2015), warna merupakan petunjuk untuk
beberapa sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan

7
tanah umumnya oleh perbedaan kandungan bahan organik. Semakin tinggi
kandungan bahan organik warna tanah semakin gelap. Warna tanah yang
sering kita jumpai adalah warna kuning, cokelat dan hitam.
Menurut Wirjodihardjo, 2010 faktor faktor yang mempengaruhi
intensitas warna (terutama warna dasar) adalah :
a. Kadar lengas dan tingkat hidratasi,
b. Kadar bahan organik,
c. Kadar dan mutu mineral.
Kadar lengas atau tingkat hidratasi sangat berpengaruh terhadap warna
tanah, dalam hal ini apabila lembab hingga basah maka tanah akan tampak
berwarna lebih gelap/kelam. Tingkat hidratasi itu banyak berkaitan dengan
kedudukan terhadap permukaan air tanah , yang ternyata mengarah ke warna
reduksi, yaitu kelabu biru hingga kelabu hijau.
Semakin tinggi kandungan organiknya maka warna tanah akan semakin
kelam. Sebaliknya semakin rendah/kurang kandunga bahan organik tanah itu,
maka warna akan tampak lebih terang. Mineral fieldspar kaolin, kapur, kuarsa
dapat menyebabkan warna putih pada tanah, khusus mengenai fieldspar
ternyata dapat menyebabkan pula warna yang macam-macam, terutama
warna merah.
Warna tanah ditentukan dengan menggunakan warna-warna baku yang
terdapat dalam buku Munsell Soil Colour Chart. Dalam warna baku ini warna
disusun oleh 3 variabel, yaitu: hue, value, dan chroma. Hue adalah warna
spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value
menunjukan gelap terangnya warna, sesuai dengan sinar yang di pantulkan.
Chroma menunjukan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum (hue).
Warna tanah akan berbeda bila tanah basah lembab atau kering, sehingga
dalam menentukan warna tanah perlu dicatat apakah tanah tersebut dalam
keadaan basah, lembab atau kering. Penentuan ini meliputi penentuan warna
dasar atau matrik, warna karatan atau kohesi dan humus. Warna tanah penting
untuk diketahui karena berhubungan dengan kandungan bahan organik yang
terdapat di dalam tanah tersebut, iklim, drainase tanah dan juga mineralogi
tanah (Syamsuddin, 2012).

8
2. Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat fisika tanah yang penting untuk
dideskripsi dan dianalisis, dan merupakan salah satu parameter sifat tanah
yang ukuran partikel mineral dan secara spesifik menyinggung perbandingan
relatif dari berbagai ukuran partikel dalam tanah. Tekstur menunjukan
perbandingan butir-butir pasir (200-50 µ), debu (50-2 µ) dan liat (>2 µ) di
dalam tanah (Hardjowigeno, 2003).
Menurut Syamsuddin (2012), tekstur tanah adalah perbandingan relatif
dari partikel-partikel atau fraksi-fraksi primer tanah, yaitu pasir, debu, liat dan
lempung atau dilapangan dikenal dengan rasa kekasaran atau kehalusan dari
tanah. Jika beberapa contoh tanah ditetapkan atau dianalisa di laboratorium,
maka hasilnya selalu memperlihatkan bahwa tanah itu mengandung partikel-
partikel yang beraneka ragam ukurannya, ada yang berukuran koloid, sangat
halus, halus, kasar dan sangat kasar. Klasifikasi Partikel-partikel atau Fraksi-
fraksi Primer Tanah dapat dilihat pada Tabel 1. sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Partikel-partikel atau Fraksi-fraksi Primer Tanah
Fraksi Ukuran (mm)
Pasir < 2 - 0,05
Debu < 0,05 - 0,002
Liat, liathalus < 0,002/< 2, < 0,2
Bahankoloid < 0,001 mm
Sumber: Syamsuddin (2012)

Gambar 2. Segitiga Tekstur Tanah

9
Tekstur tanah memiliki peran dalam penentuan tata air dalam tanah, yaitu
berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh
tanah. Terjadi tidaknya aliran permukaan, tergantung pada dua sifat yang
dipunyai oleh tanah tersebut, yaitu kapasitas infiltrasi yaitu kemampuan tanah
untuk meresapkan air dan permeabilitas dari lapisan tanah yang berlainan,
yaitu kemampuan tanah untuk meluluskan air atau udara ke lapisan bawah
profil tanah (Hanafiah, 2009).
Kandungan dan ketersediaan air dalam tanah umum bervariasi terutama
tergantung pada tekstur tanah. Hubungan tekstur tanah dengan struktur tanah
pada dasarnya tekstur tanah itu adalah perbandingan antara partikel-partikel
pasir, debu dan liat yang menyusun suatu tanah. Dari partikel tersebut
beragresi (berkumpul) membentuk struktur tanah. Hubungan Tekstur Tanah
dengan Ruang Pori Total tanah dengan tekstur halus mempunyai kisaran
ukuran dan bentuk partikelnya yang luas. Hal ini telah ditekankan bahwa
tanah permukaan yang berpasir mempunyai porositas kecil dari pada tanah
liat. Berarti bahwa tanah pasir mempunyai volume yang lebih sedikit
ditempati oleh ruang pori.
Ruang pori total pada tanah pasir mungkin rendah tetapi mempunyai
proporsi yang besar yang disusun dari pada komposisi pori-pori yang besar
yang sangat efisien dalam pergerakan udara dan airnya. Persentase volume
yang dapat terisi oleh pori-pori kecil pada tanah pasir rendah yang
menyebabkan kapasitas menahan airnya rendah. Sebaliknya tanah-tanah
permukaan dengan tekstur halus memiliki ruang pori total lebih banyak dan
proporsinya relatif besar yang disusun oleh pori kecil. Akibatnya adalah tanah
mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi (Foth, 1994).
3. Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah.
Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat
satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi
dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan
kemantapan (ketahan) yang berbeda-beda. Menurut Hardjowigeno (2015),
bentuk struktur dapat dibedakan menjadi 7 antara lain:

10
a. Bentuk lempeng (platy): sumbu vertikal < sumbu horisontal ditemukan
dihorinson E atau pada lapisan padas liat.
b. Prisma: sumbu vertikal > sumbu horisontal bagian atasnya rata.
Ditemukan dihorison B tanah daerah iklim kering.
c. Tiang: sumbu vertikal > sumbu horisontal, bagian atasnya membulat.
Dihorison B tanah daerah iklim kering.
d. Gumpal bersudut: seperti kubus dengan sudut-sudut tajam. Sumbu
vertikal = sumbu horison. Dihorisontal B tanah daerah iklim basah.
e. Gumpal membulat: seperti kubus dengan sudut-sudut membulat. Sumbu
vertikal = sumbu horisontal. Dihorison B tanah daerah iklim basah.
f. Granuler: bulat-porous. Dihorison A.
g. Remah: bulat sangat porous. Dihorison A.

Struktur tanah merupakan salah satu sifat yang penting bagi tanah, karena
dapat berpengaruh tidak hanya terhadap keadaan fisika, misalnya aerasi
(pengudaraan), tetapi juga terhadap ketersediaan zat-zat hara bagi tanaman,
sifat ketembusan oleh akar tanaman, perombakan bahan organik tanah, dan
semua kegiatan mikrobiologis dalam tanah
Menurut Hadi (1982), ada pun faktor yang mempengaruhi pembentukan
agregat sebagai berikut:
a. Bahan Induk
Variasi penyusun tanah tersebut mempengaruhi pembentukan agregat-
agregat tanah serta kemantapan yang terbentuk. Kandungan liat menentukan
dalam pembentukan agregat, karena liat berfungsi sebagai pengikat yang
diabsorbsi pada permukaan butiran pasir dan setelah dihidrasi tingkat
reversiblenya sangat lambat. Kandungan liat > 30% akan berpengaruh
terhadap agregasi, sedangakan kandungan liat < 30% tidak berpengaruh
terhadap agregasi.
b. Bahan organik tanah
Bahan organik tanah merupakan bahan pengikat setelah mengalami
pencucian. Pencucian tersebut dipercepat dengan adanya organisme tanah.
Sehingga bahan organik dan organisme di dalam tanah saling berhubungan
erat.

11
c. Tanaman
Tanaman pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan agregat
yang mantap. Akar tanaman dapat menembus tanah dan membentuk celah-
celah. Disamping itu dengan adanya tekanan akar, maka butir-butir tanah
semakin melekat dan padat. Selain itu celah-celah tersebut dapat terbentuk
dari air yang diserap oleh tanaman tesebut.
d. Organisme tanah
Organisme tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat. Selain itu
juga mampu berperan langsung dengan membuat lubang dan
menggemburkna tanaman. Secara tidak langsung merombak sisa-sisa
tanaman yang setelah dipergunakan akan dikeluarlan lagi menjadi bahan
pengikat tanah.
e. Waktu
Waktu menentukan semua faktor pembentuk tanah berjalan. Semakin
lama waktu berjalan, maka agregat yang terbentuk pada tanah tersebut
semakin mantap.
f. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses pengeringan, pembasahan,
pembekuan, pencairan. Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap pembentukan agregat tanah.

4. Bobot Isi
Hanafiah (2005) menyatakan bahwa bobot isi tanah merupakan
kerapatan tanah persatuan volume yang dinyatakan dalam dua batasan bobot
isi sebagai berikut:
a. Kerapatan partikel (bobot partikel = BP) adalah bobot massa partikel
padat persatuan volume tanah, biasanya tanah mempunyai kerapatan
partikel 2,6 gram/cm3.
b. Kerapatan massa (boobot isi = BI) adalah bobot massa tanah kondisi
lapangan yang dikering ovenkan persatuan volume. Nilai bobot isi (bulk
density) tanah mineral berkisar 0,7 – 1 gram/cm3, sedangkan tanah
organik umumnya memiliki nilai bobot isi antara 0,1 – 0,3 gram/cm3.

12
Besarnya bobot isi ini berbanding terbalik dengan porositas tanah.
Semakin rendah nilai bobot isi tanah, maka porositas tanah semakin besar.
Bobot isi merupakan suatu hal yang penting dalam menganalisis sifat fisik
tanah karena akan mempengaruhi porositas tanah, pergerakan air, peredaran
udara dan pergerakan akar tanaman (Puja, 2008).
Nilai bobot isi dapat menggambarkan adanya lapisan pada tanah,
pengolahan tanahnya, kandungan bahan organik dan mineral, porositas, daya
memegang air, sifat drainase dan kemudahan tanah ditembus akar. Bobot isi
dipengaruhi oleh tekstur, sturktur dan kandungan bahan organik, bobot isi
dapat cepat berubah karena pengolahan tanah dan praktek budidaya
(Hardjowigeno, 2003).
Bobot isi tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang paling sering
ditentukan, karena keterkaitannya yang erat dengan kemudahan penetrasi
akar di dalam tanah, drainase dan aerasi tanah, serta sifat fisik tanah lainnya.
Seperti sifat tanah yang lainnya, bobot is mempunyai variabilitas spasial
(ruang) dan temporal (waktu). Nilai bobot isi bervariasi antara satu titik
dengan titik yang lain disebabkan oleh variasi kandungan bahan organik,
tekstur tanah, kedalaman perakaran, struktur tanah, jenis fauna, dan lain-lain.
Nilai bobot isi sangat dipengaruhi oleh pengelolaan yang dilakukan terhadap
tanah. Nilai bobot isi terendah biasanya didapatkan di permukaan tanah
sesudah pengolahan tanah. Bagian tanah yang berada di bawah lintasan
traktor akan jauh lebih tinggi berat volumenya dibandingkan dengan bagian
tanah lainnya.
Tanah dengan bahan organik yang tinggi mempunyai bobot isi relatif
rendah. Tanah dengan ruang pori total tinggi, seperti tanah liat, cenderung
mempunyai bobot isi lebih rendah. Sebaliknya, tanah dengan tekstur kasar,
walaupun ukuran porinya lebih besar, namun total ruang porinya lebih kecil,
mempunyai bobot isi yang lebih tinggi. Komposisi mineral tanah, seperti
dominannya mineral dengan berat jenis partikel tinggi di dalam tanah,
menyebabkan bobot isi tanah menjadi lebih tinggi pula (Grossman dan
Reinsch, 2002).

13
Berat volume tanah mineral berkisar antara 0,6 - 1,4 g cm-3. Tanah
Andisols mempunyai berat volume yang rendah (0,6 - 0,9 g cm-3), sedangkan
tanah mineral lainnya mempunyai berat volume antara 0,8 - 1,4 g cm-3. Tanah
gambut mempunyai berat volume yang rendah (0,4 - 0,6 g cm-3). Nilai bobot
isi yang umum untuk tanah pasir adalah sekitar 1,4 - 1,7 g cm-3 sedangkan
untuk tanah liat adalah antara 0,95 - 1,2 g cm-3.
5. Kadar Air Tanah
Kadar air tanah dinyatakan dalam bentuk persen volume yaitu presentase
volume air terhadap volume tanah. Menurut Asadi, et al., (2004) air tanah
berada dalam pori, baik makro maupun mikro dan sifat-sifatnya sangat
dipengaruhi oleh tanah yang bersangkutan. Tanah yang mempunyai tekstur
halus dengan luas permukaan persatuan berat lebih besar, akan mampu
menahan air lebih banyak dan lebih kuat dibanding dengan tanah bertekstur
kasar. Hal ini dapat terjadi karena tanah bertekstur halus mengandung lebih
banyak partikel yang berukuran koloid.
Menurut indranada 1994, factor factor yang mempengaruhi kadar air
tanah terdiri dari:
a. Kadar Bahan Organik
Kadar bahan organik tanah mempunyai pori pori yang jauh lebih banyak
dari pada partikel mineral tanah yang berarti luas permukaan penyerapan juga
lebih banyak sehingga makin tinggi kadar bahan organik tanah makin tinggi
kadar dan ketersediaan air tanah.
b. Kedalaman Solum
Kedalaman solum atau lapisan tanah menentukan volume simpan air
tanah, semakin dalam maka ketersediaan kadar air juga akan semakin banyak.
c. Iklim dan Tumbuhan
Iklim dan tumbuhan mempunyai pengaruh yang penting bagi
ketersediaan air yang dapat yang dapat diabsorbsi dengan efisiensi tumbuhan
dalam tanah. Temperatur dan perubahan udara merupakan perubahan iklim
dan berpengaruh pada efisiensi penggunaan air tanah dan penentuan air yang
dapat hilang melalui saluran evaporasi permukaan tanah. Kelakuan akan

14
ketahanan pada kekeringan keadaan dan tingkat pertumbuhan adalah faktor
pertumbuhan yang berarti.
d. Senyawa Kimiawi
Senyawa kimiawi garam garam dan senyawa pupuk baik alamiah
maupun non alamiah mempunyai gaya asmotik yang dapat menarik dan
menghidrolisis air sehingga koefisien laju meningkat.
e. Tekstur Tanah
Tekstur tanah berpengaruh bahwa dengan adanya perbedaan jenis tekstur
tanah dapat menggambarkan tingkat kemampuan tanah untuk mengikat air.
f. Strukrur Tanah, Permeabilitas, Serta Pori Tanah
Strukrur Tanah, permeabilitas tanah serta pori tanah merupakan hal yang
penting bagi faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air didalam tanah.
Tanah yang mempunyai ruang pori yang lebih banyak akan mampu
menyimpan air lebih banyak. Tanah yang lebih baik untuk proses
pertumbuhan tanaman adalah jenis tanah inseptisol, karena jenis tanah
inseptisol cukup subur karena mempunyai bahan organik yang cukup tinggi.

Air terdapat di dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah,
tertahan oleh lapisan kedap air atau karena keadaan drainase yang kurang
baik (Sarwono, 2010).
Kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang
menunjukan air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik
gravitasi. Air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap
oleh akar tanaman atau menguap sehingga tanah makin lama makin
mengering. Pada suatu saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air
tersebut sehingga tanaman menjadi layu (titik layu permanen).
Kandungan air tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen
disebut total air tanah tersedia (TAW, Total Available Water). Titik kritis
adalah batas minimum air tersedia yang dipertahankan agar tidak habis
mengering diserap tanaman hingga mencapai titik layu permanen.
Titik kritis ini berbeda untuk berbagai jenis tanaman, tanah, iklim serta
diperoleh berdasarkan penelitian di lapangan (Benami dan Offen, 1984
dalam Yanwar, 2003).

15
Air tersedia biasanya dinyatakan sebagai air yang terikat antara kapasitas
lapangan dan koefisien layu. Kadar air yang diperlukan untuk tanaman juga
bergantung pada pertumbuhan tanaman dan beberapa bagian profil tanah
yang dapat digunakan oleh akar tanaman. Tetapi untuk kebanyakan
mendekati titik layunya, absorpsi air oleh tanaman kurang begitu cepat, dapat
mempertahankan pertumbuhan tanaman. Penyesuaian untuk menjaga
kehilangan air di atas titik layunya telah ditunjukkan dengan baik (Buckman
and Brady, 1982).

6. Porositas Tanah
Ruang pori tanah adalah bagian tanah yang diisi oleh udara dan air
(Buckman dan Brady, 1982). Dalam kondisi kering, tanah berpasir memiliki
ruang pori-pori total lebih rendah, sehingga kapasitas memegang air rendah.
Sedangkan top soil bertekstur halus memiliki lebih banyak ruang pori total
yang sebagian besar terdiri dari pori kecil, sehingga kapasitas memegang air
besar (Hakim, et al., 1986).
Ruang pori ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : kedalaman tanah,
cara pengolahan tanah dan ukuran pori. Pori tanah dapat dibedakan menjadi
pori kasar (macro pore) dan pori halus (micro pore). Pori kasar berisi udara
atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedang pori
halus berisi air kapiler dan udara serta porositas dapat dipengaruhi oleh
kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah (Hardjowigeno,
2015).
Tabel 2. Kelas Porositas Tanah
Porositas (%) Kelas
100 Sangat porous
80-60 Porous
60-50 Baik
50-40 Kurang Baik
40-30 Buruk
<30 Sangat Buruk
Sumber: Arsyad, 2010

7. Kedalaman Muka Air Tanah


Dalam Bahasa Inggris ada istilah groundwater dan soil water yang
terjemahan keduanya dalam Bahasa Indonesia adalah air tanah. Menurut

16
Driscoll (1987), secara umum fenomena keberadaan air tanah dibagi dalam
dua tipe, yaitu air pada vadose zone dan air pada phreatic zone. Pada vadose
zone, dibagi menjadi tiga tipe air: air tanah (soil water), intermediate vadose
water, dan air kapiler. Pada phreatic zone atau saturated zone (zona jenuh air)
terdapat air tanah (groundwater).

Sumber : (Davis & DeWiest, 1966; Driscoll, 1987; Skipp, 1994; Tot, 1990;
Kodoatie, 1996; Todd & May, 2005).
Gambar 3. Formasi air di bawah muka tanah
Daerah air tanah (soil water) sebagian besar digunakan untuk keperluan
pertanian. Daerah ini juga merupakan sumber air untuk tanaman. Air akan
hilang dari zona ini karena adanya transpirasi dari tanaman, evaporasi, dan
perkolasi ketika air terlalu jenuh. Kedalaman zona air tanah antara 3–30 ft
(0,91–9,1m) tergantung tipe tanah dan vegetasinya (Driscoll, 1987).
Tabel 3. Kriteria Kedalaman Muka Air Tanah
Kedalaman (cm) Kriteria
<25 Sangat Dangkal
25-50 Dangkal
50-100 Agak Dalam
100-150 Dalam
>150 Sangat Dalam
Sumber:Rayes, 2006

17
Zona di bawah zona soil water adalah zona tengah (intermediate vadose
zone). Meskipun sebagian besar pada zona ini bergerak ke bawah, namun
sebagian ada yang tertahan tetapi tidak dapat diambil. Pada daerah lembah
(daerah basah), zona ini sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Kemungkinan
kecil air mengalir semuanya melewati zona tengah pada daerah kering dan
sebagian kecil air mencapai muka air tanah (groundwater) karena perkolasi
aliran dari soil water.
Muka air tanah (water table) merupakan pemisah antara zona air tanah
atau phreatic water dengan pipa kapiler. Muka air tanah (water table) secara
teoritis merupakan perkiraan elevasi air permukaan pada sumur yang hanya
merembes pada jarak yang pendek ke zona jenuh air. Jika air tanah mengalir
horisontal, elevasi muka air pada sumur sangat berhubungan dengan muka air
tanah. Dengan adanya sumur akan mengubah bentuk aliran dan elevasi muka
air pada sumur (Davis dan De Wiest, 1966).
Kedalam muka air tanah merupakan selisih masukan air dari presipitasi
(meliputi hujan, salju, kabut) yang menginfiltrasi tanah ditambah hasil
kondensasi (oleh tanaman dan tanah) dan absorsi (oleh tanah) dikurangi air
yang hilang lewat evapotranspirasi, aliran permukaan, perkolasi dan
rembesan lateral yang secara umum disebut persamaan air tanah : kandungan
air tanah = masukan air-kehilangan air. Oleh karena itu fluktuasi kadar air
tanah periodikal tergantung pada keseimbangan masukan dan kehilangan air
tersebut (Hanafiah, 2010).
8. Konduktivitas Hidraulik
Kemampuan tanah untuk meloloskan atau melewatkan air disebut
dengan permeabilitas ( Klute dan Dirksen, 1986 ). Nilai konduktivitas
hidraulik tanah dinyatakan dengan kelas permeabilitas untuk mengetahui
pergerakan air di dalam pori tanah. Permeabilitas tanah secara kuantitatif
diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media
berpori dalam keadaan jenuh, yang dalam hal ini sebagai cairan adalah air dan
sebagai media berpori adalah tanah.
Permeabilitas menujukan kemampuan tanah untuk meloloskan air,
struktur dan tekstur serta unsur organik lainnya juga ikut ambil bagian dalam

18
menaikan laju inflasi dan menurukan laju air. Tekstur tanah merupakan salah
satu sifat fisik tanah, begitu juga dengan permeabilitas (Rohmat, 2009).
Permeabilitas dapat mempengaruhi kesuburan tanah. Permeabilitas
berbeda dengan drainase yang lebih mengacu pada proses pengaliran air saja,
permeabilitas dapat mencakup bagaimana air, bahan organik, bahan mineral,
udara dan partikel – partikel lainnya yang terbawa bersama air yang akan
diserap masuk kedalam tanah (Rohmat, 2009).
Faktor – faktor yang mempengaruhi permeabilitas menurut Hanafiah,
(2007). antara lain sebagai berikut:
a. Tekstur
Tekstur sangat mempengaruhi permeabilitas tanah. Hal ini dikarenakan
permeabilitas itu adalah melewati tekstur tanah. Misalnya tanah yang
bertekstur pasir akan mudah melewatkan air dalam tanah. Hal ini terkait
dengan pengaruh tekstur terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori dan
luas permukaan adsorptive, yang semakin halus teksturnya akan makin
banyak, sehingga makin besar kapasitas simpan airnya, hasilnya berupa
peningkatan kadar dan ketersediaan air tanah.
b. Struktur
Struktur juga mempengaruhi permeabilitas. Semakin banyak ruang antar
struktur, maka semakin cepat juga permeabilitas dalam tanah tersebut.
Misalnya tanah yang berstruktur lempeng akan sulit di tembus oleh air dari
pada berstruktur remah.
c. Porositas
Porositas atau ruang pori adalah rongga antar tanah yang biasanya diisi
air atau udara. Pori sangat menentukan sekali dalam permeabilitas tanah,
semakin besar pori dalam tanah tersebut, maka semakin cepat pula
permeabilitas tanah tersebut.
d. Viskositas
Viskositas sama juga dengan kekentalan air, semakin kental air tersebut,
maka semakin sulit juga air untuk menembus tanah tersebut.

19
e. Gravitasi
Gaya gravitasi atau gaya tarik bumi juga sangat menentukan
permeabilitas tanah, karena permeabilitas adalah gaya yang masuk ke tanah
menurut gaya gravitasi.
Tabel 4. Konduktivitas Hidraulik dan Kelas Permeabilitas Tanah
Kelas Permeabilitas Konduktivitas Hidraulik (cm/jam)
Sangat Cepat >25,0
Cepat 12,5-25,0
Agak Cepat 6,5-12,5
Sedang 2,0-6,5
Agak Lambat 0,5-2,0
Lambat 0,1-0,5
Sangat Lambat <0,1
Sumber: Hardjowigeno, 2003

d. Sifat Kimia Tanah


Seperti halnya dengan sifat fisika tanah, komponen kimia tanah juga
berperan besar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan
kesuburan tanah pada khususnya. Sifat kimia tanah merupakan sifat-sifat dari
tanah yang ditinjau secara kimiawi seperti kemasaman tanah, kejenuhan basa,
unsur-unsur hara dalam tanah dan lain lain (Sutanto, 2005).
1. Reaksi Tanah
Reaksi tanah (pH tanah) menunjukan sifat kemasaman atau alkalinitas
tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukan banyaknya
konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi ion H+ di dalam
tanah, semakin masam tanah tersebut dan jumlah ion OH- di dalam tanah
berbanding terbalik dengan jumlah ion H+. Pada tanah-tanah masam jumlah
ion H+ labih tinggi dari pada jumlah ion OH-, sedang pada tanah alkalis
sebaliknya. Bila kandungannya sama maka tanah bereaksi netral, yaitu
mempunyai pH = 7 (Hardjowigeno, 2003).
Menurut Hakim (2006), penggunaan bahan organik yang belum selesai
melapuk juga akan menurunkan pH tanah untuk sementara. Apabila
pelapukan telah selesai, maka bahan organik akan menaikan pH tanah
kembali.

20
2. N-Total
Nitrogen tanah merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar
1,5% bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein
(Hanafiah, 2010). Menurut Hardjowigeno (2003) nitrogen dalam tanah
berasal dari bahan organik tanah baik bahan organik halus maupun bahan
organik kasar, pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk, dan air
hujan. Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer dan lainnya
berasal dari aktivitas di dalam tanah sebagai sumber sekunder.
N-total di dalam tanah merupakan hasil dari pelepasan hara akibat terjadi
dekomposisi bahan organik tanah. Tingginya N-total disebabkan oleh adanya
bahan organik yang memberikan sumbangan ke dalam tanah. Penurunan
jumlah nitrogen juga dipengaruhi oleh jumlah bahan organik mikroorganisme
tanah. Karena di dalam susunan jaringan bahan organik terkandung unsur
nitrogen organik yang didekomposisi oleh mikroorganisme tanah menjadi
nitrogen tersedia bagi tanaman (Rahmah, et al., 2014).
3. C-Organik
Bahan organik adalah segala bahan-bahan atau sisa-sisa yang berasal dari
tanaman, hewan, dan manusia yang terdapat di permukaan atau di dalam
tanah dengan tingkat pelapukan yang berbeda (Hasibuan, 2006).
C-organik tanah menunjukkan kadar bahan organik yang terkandung di
dalam tanah. Tanah-tanah gambut biasanya mempunyai tingkat kadar C-
organik yang lebih tinggi dibandingkan tanah mineral. Kadar C-organik
mengindifikasi tingkat kematangan gambut. Gambut dari jenis fibrik tingkat
kadar C-organiknya akan lebih tinggi dibandingkan dengan saprik dan hemis
(Soewandita, 2008).
Kandungan bahan organik tanah berperan dalam mengendalikan kualitas
tanah baik secara fisika, kimia, maupun biologi. Bahan organik mampu
memperbaiki sifat fisik tanah seperti menurunkan berat volume tanah,
meningkatkan permeabilitas, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi
tanah, meningkatkan stabilitas agregat, meningkatkan kemampuan tanah
memegang air, menjaga kelembaban dan suhu tanah, mengurangi energi

21
kinetik langsung air hujan, mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah
(Rahmah, et al., 2014).
Kriteria nilai kandungan C-organik tanah dapat dilihat pada Tabel 5.
sebagai berikut:
Tabel 5.Kriteria Nilai Kandungan C-Organik Tanah
No Nilai C-Organik (%) Kategori

1 <1 Sangat Rendah


2 1–2 Rendah
3 2–3 Sedang
4 3–5 Tinggi
5 >5 Sangat Tinggi
Sumber : Pusat Penelitian Tanah ( 1983 )
4. C/N rasio
Rasio Karbon dan Nitrogen (C/N rasio) merupakan salah satu parameter
penting untuk menentukan bahan organik telah matang atau belum. C/N rasio
sangat penting untuk memasok hara yang diperlukan mikroorganisme selama
proses dekomposisi bahan organik berlangsung. Karbon diperlukan oleh
mikroorganisme sebagai sumber energi dan nitrogen diperlukan untuk
membentuk protein (Syafira, 2012).
Kecepatan dekomposisi bahan organik ditunjukkan oleh perubahan
imbangan C/N. Selama proses mineralisasi, imbangan C/N bahan-bahan yang
banyak mengandung N akan berkurang menurut waktu. Kecepatan
kehilangan C lebih besar dari pada N, sehingga diperoleh imbangan C/N yang
lebih rendah (10 - 20). Apabila kandungan C/N sudah mencapai angka
tersebut, artinya proses dekomposisi sudah mencapai tingkat akhir. Nisbah
C/N yang baik antara 15 - 20 dan akan stabil pada saat mencapai
perbandingan 15. Nisbah C/N yang terlalu tinggi mengakibatkan proses
berjalan lambat karena kandungan nitrogen yang rendah. C/N rasio akan
mencapai kestabilan saat proses dekomposisi berjalan sempurna. (Badan
penelitian dan pengembangan penelitian, 2011).
Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah LPT (Lembaga Penelitian Tanah)
dapat dilihat pada Tabel 6. sebagai berikut:

22
Tabel 6. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah LPT (Lembaga Penelitian Tanah)
Sifat Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi Satuan
Tanah Rendah Tinggi
<4.5 7.6-8.5
4.5-5.5 > 8.5 Rasio
pH H2O Sangat 5.5-5.6 Agak
Masam Alkalis 1:1
Masam Alkalis
C-org < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.00 %
N-total < 0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 > 0.75 %
C/N <5 5-10 11-15 16-25 > 25 .....
Sumber: Lembaga Penelitian Tanah, 1983
e. Tanaman Langsat
Tanaman langsat (Lansium domesticum) termasuk dalam family
Meliaceae dan penyebaran tumbuhan ini berasal dari Peninsula, Thailand
sampai Borneo dalam jumlah besar. Pada jumlah kecil, L. domesticum L.
ditanam di Vietnam, Myanmar, India, Srilanka, Hawaii, Australia, Suriname,
dan Puerto Rico. Tumbuhan ini tumbuh subur di daerah tropis dengan
ketinggian 800 m diatas permukaan laut, tanah dengan drainase yang baik dan
pH tanah sedikit asam sampai netral sekitar 5.5-6.6, curah hujan yang cukup
sekitar 2000-3000 mm per tahun dan suhu 25-35 oC.
Langsat merupakan tanaman buah musiman yang cukup dikenal di
Indonesia. Langsat termasuk dalam spesies L. domesticum. Spesies ini terdiri
dari beberapa varietas yang sangat bervariasi dalam sifat-sifat pohon dan
buahnya, sehingga ada para ahli yang memisahkannya kedalam kelompok
yang berlainan. Pada garis besarnya, ada dua kelompok besar buah ini, yakni
yang dikenal dengan duku dan yang dinamakan langsat. Kemudian ada
kelompok campuran duku langsat, serta kelompok terakhir yang di Indonesia
dikenal sebagai kokosan (Muhammad, 2010). Kelompok duku dicirikan
dengan butiran buahnya agak besar, cenderung bulat, berkulit agak tebal
namun cenderung tidak bergetah bila masak. Kelompok langsat dicirikan
dengan bentuk buah yang berbentuk bulat telur, berkulit tipis dan bergetah
(putih) sekalipun telah masak (Ashari, 2006).
Ada pun Klasifikasi Botani Tanaman Langsat adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Tanaman (Simbala, 2004)
 Regnum : Plantae
 Sub regnum : Tracheobionta

23
 Super divisi : Spermatophyta
 Divisi : Magnoliophyta
 Class : Magnoliopsida
 Sub class : Rosidae
 Ordo : Sapindales
 Familia : Maliaceae
 Genus : Lansium
 Spesies : Lansium domesticum L
Menurut Annisa, (2009) Lansium domesticum L berasal dari tanaman
berkayu yang hidup menahun. Tanaman langsat adalah buah yang cukup
dikenal di Indonesia. Langsat dapat tumbuh didaerah beriklim basah dengan
curah hujan tinggi, tanaman ini termasuk jenis pohon buah musiman yang
hanya berbuah setahun sekali, biasanya bunga akan bermunculan diawal
musim. Buah langsat mentah berwarna hijau, bergetah dan sangat asam, seiring
matangnya buah, kulit akan berubah kekuningan dan daging buahnya berasa
manis.
Tanaman ini berhabitus pohon dengan tinggi sekitar 15-20 meter.
Berakar tunggang, batang berkayu, bulat, bercabang dan putih kotor. Daun
majemuk, bulat telur, ujung meruncing, pangkal runcing, panjang sekitar 20
cm, lebar 10 cm, bertangkai dan berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk
tandang pada batang dan cabang, menggantung dengan panjang sekitar 10-30
cm. Buah buni, bulat berdiameter 2-4 cm dan beruang lima. (Simbala, 2004).

2. Kerangka Konsep
Sektor perkebunan diharapkan dapat berperan dalam menyediakan buah
yang cukup bagi penduduk, mendorong pertumbuhan ekonomi, dapat
meningkatkan kesejahteraan petani melalui penyediaan lapangan pekerjaan
sehingga dapat mengurangi dampak pengangguran dan dapat memberikan
sumbangan untuk pengembangan wilayah melalui sektor perkebunan meskipun
dengan jumlah yang tidak signifikan.
Tujuan dari pengembangan sektor perkebunan ini adalah untuk
menghasilkan kebutuhan pangan yang cukup dan berkualitas untuk semua

24
penduduk sehingga dapat memenuhi kebutuhan buah lokal pada umumnya dan
buah nasional pada khususnya.
Satu diantara sumber daya yang potensial untuk dikembangkan adalah
lahan pertanian tanaman langsat karena lahan pertanian di Desa Punggur Kecil
cukup luas yaitu 8.969,805 ha dari 10.872,84 atau 82,5 % sehingga memberikan
kontribusi terhadap masyarakat luas.
Produktivitas suatu tanaman dapat ditentukan oleh suatu keadaan fisika,
kimia dan biologi dari lingkungan tanah tersebut sehingga apabila ketiga faktor
tersebut sudah sesuai untuk pertumbuhan tanaman maka dapat meningkatkan
produksi tanaman yang diusahakan melalui penanganan yang sesuai.
Pada lokasi penelitian memiliki tiga tipe luapan lahan pasang surut yaitu
B (tergenang saat pasang besar), C ( tidak tergenang tetapi muka air tanah di
bawah 50 cm ) dan D ( tidak tergenang dan muka air tanah di atas 50 cm ) sehingga
produksi tanaman langsat yang berbeda untuk setiap lokasi, kemungkinan terjadi
perubahan sifat fisika akibat perbedaan tipe luapan lahan pasang surut, pada lokasi
penelitian A dengan tipe luapan lahan pasang surut B, pada lokasi penelitian B
dengan tipe luapan lahan pasang surut C, dan lokasi penelitian C dengan tipe
luapan lahan pasang surut D.
E. Hipotesis
Diduga terdapat adanya perbedaan karakteristik fisika pada tiga tipe luapan
lahan pasang surut yaitu tipe luapan lahan pasang surut B, C, dan D di Desa Punggur
Kecil Kabupaten Kubu Raya.

25
BAB II
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografi dan Administratif


Daerah penelitian terletak di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap
Kabupaten Kubu Raya memiliki ketinggian tempat ± 10 m di atas permukaan laut
dengan letak geografis 109012’30” BT - 109021’30” BT dan 0012’0” LS -005’0” LS.
Luas wilayah Desa Punggur Kecil ± 10.872,84 Ha. Lokasi Penelitian dapat ditempuh
dengan menggunakan sepeda motor selama ± 45 menit dengan jarak tempuh 40 km.
Secara administratif Desa Punggur Kecil memiliki batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pal IX dan Kota Pontianak,
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Rasau Jaya dan Desa Pematang
Tujuh,
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sungai Raya Dalam dan Desa Teluk
Kapuas,
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kalimas
(Profil Desa Punggur Kecil, 2011)
B. Iklim
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor badan meteorologi klimatologi
dan geofisika stasiun klimatologi kelas II mempawah selama 10 Tahun (2009-2018)
pada Lampiran 6. Jumlah curah hujan tahunan rata-rata 10 tahun yaitu 2688.3
mm/tahun dan bulanan rata-rata selama 10 tahun yaitu 224,025 mm/bulan. Rata-rata
curah hujan tertinggi pada bulan Desember (327,5 mm/bulan) dan rata-rata curah hujan
bulanan yang terkecil pada bulan Februari (149,1 mm/bulan). Data curah hujan di
Kecamatan Sungai Kakap selama periode 10 tahun dapat dilihat pada Gambar 4.
berikut:

27
350 327.5
308
284.5
300 265.2

250 226.6
200.9 210.3
188.6 195.3
200 175
149.1 157.3
150

100

50

Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Kelas II Mempawah, 2019.


Gambar 4. Rata-rata Curah Hujan Bulanan (mm) Selama 10 Tahun terakhir (2009-
2018) di wilayah Kec. Sui Kakap.
Tabel 7. Tipe Iklim Menurut Klasifikasi Schmit & Ferguson (1951)

Menurut klasifikasi Schmit & Ferguson (1951), kriteria bulan basah


dimaksudkan sebagai bulan dengan curah hujan bulanan lebih besar dari 100 mm,
sedangkan bulan kering dimaksudkan sebagai bulan dengan curah hujan kurang dari
60 mm. Iklim di daerah penelitian mempunyai bulan basah 98 bulan dengan curah
hujan lebih dari seratus mm (>100 mm) dan bulan kering dengan curah hujan kurang
dari seratus (<60 mm) 11 bulan dan mandapatkan nilai Q=
Jumlah Rata−Rata Bulan Kering 11/120 0,91667
= Q = 98/120 = Q = 0,81667 = Q = 0,11224. Berdasarkan
Jumlah Rata−Rata Bulan Basah

klasifikasi tersebut, maka wilayah Kubu Raya termasuk kedalam tipe iklim A Sangat
Basah.

28
C. Jenis Tanah
Berdasarkan Peta Jenis Tanah di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai
Kakap Kabupaten Kubu Raya (Lampiran 3) terdapat dua jenis tanah seperti pada
Tabel 8. berikut ini.
Tabel 8. Klasifikasi Jenis Tanah Desa Punggur Kecil Kabupaten Kubu Raya
No Jenis Tanah Luas (Ha) Luas (%)
1 Dystrudepts 5766, 61 53,04
2 Tropohemists 5106,23 46,96
Total 10872,84 100
Sumber: Laboratorium Survei Dan Evaluasi Lahan Fakultas Pertanian Universitas
Tanjungpura, 2019.

D. Lereng
Berdasarkan Peta Topografi di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap
Kabupaten Kubu Raya, Desa Punggur Kecil merupakan daerah dataran redah dengan
kelerengan tanah 0 - 3 % dan memiliki ketinggian tempat ± 10 m di atas permukaan
laut (Lampiran 2).

E. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Desa Punggur Kecil diusahakan untuk pertanian tanaman
pangan padi, usaha pertanian perkebunan dan ladang, sebagian lagi digunakan sebagai
pemukiman, prasarana umum dan lain-lain.
Tanaman pertanian kebun yang menempati urutan pertama yang paling banyak
dibudidayakan adalah kebun campuran selain itu juga dijumpai, durian, rambutan dan
pisang yang berada pada daerah tersebut. Kebun langsat menempati urutan kedua.
Tidak hanya tanaman perkebunan, tanaman pangan juga merupakan penggunaan lahan
pada urutan ketiga dan yang keempat sangat penting.
Berdasarkan Peta Jenis Penggunaan Lahan di Desa Punggur Kecil Kecamatan
Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya (Lampiran 4.) Penggunaan lahan di Desa
Punggur Kecil untuk pertanian umumnya Kebun Campuran, Ladang/Telagan dengan
palawija dan sawah. Penggunaan lahan yang lainnya dapat dilihat pada Tabel berikut
ini:

29
Tabel 9. Pembagian Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Desa Punggur Kecil,
Kec. Sui. Kakap, Kab. Kubu Raya
No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Luas (%)
1 Kebun Campuran 2400,723 22,08
2 Kebun Langsat 2174,568 20
3 Ladang/Telagan dengan Palawija 2037,29 18,74
4 Sawah 1956,024 17,99
5 Semak Belukar 1348,23 12,40
6 Pemukiman 366,96 3,37
7 Perkebunan Kelapa Sawit 244,64 2,25
8 Lahan Terbuka lain 183,75 1,69
9 Perkebunan Kelapa 156,56 1,44
10 Sungai 3,26 0,03
11 Kolam Air Tawar Lain 1,08 0,01
Total 10.872,84 100
Sumber: Laboratorium Survei dan Evaluasi Lahan, Fakultas Pertanian Universitas
Tanjungpura, 2019.
F. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
Penduduk Desa Punggur Kecil berjumlah 14.276 jiwa yang terdiri dari laki-
laki sebanyak 7.244 jiwa dan perempuan 7.032 jiwa, sejumlah etnis dari etnis Madura,
Bugis, Melayu dan lain-lain. Mata pencarian penduduk di sekitar lokasi penelitian
umumnya bekerja dibidang pertanian yaitu petani yang mempunyai lahan sendiri.
Sebagian kecil bekerja dibidang sektor perdagangan dan jasa. Usaha pertanian
mencakup pertanian tanaman pangan, perkebunan, ladang dan perikanan. Usaha
pertanian tanaman pangan pada umumnya di lahan basah (sawah) dan diikuti dengan
usaha perkebunan (Profil Desa Punggur Kecil, 2011).

G. Pengelolaan Lahan
Salah satu pemilik perkebunan langsat yaitu pak madon (tipe luapan D)
membuka lahan untuk perkebunan lagsat pada akhir tahun 1990-an, awalnya lahan
tersebut ditanam dengan tanaman karet dengan jenis tanah inceptisols dan entisols.
Varietas tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman lokal. Jarak tanaman pada
kebun langsat 1,2 x 1,8 m. Perawatan yang dilakukan pada tanaman langsat adalah
pemberian pupuk organik dengan cara memberikan pupuk melingkari batang langsat

30
dengan jarak dari batang 0,5 m dengan dosis 1 kg/pohon diberikan saat usia tanaman
1 tahun. Setelah pemupukan tersebut tidak dilakukan pemupukan lagi hingga
sekarang.
Perawatan yang dilakukan yaitu pembersihan kebun langsat dengan
penyemprotan gulma pada lahan tersebut yang menggunakan herbisida lindomin 865
SL pemberian dosis disesuaikan dengan anjuran pada label botol herbisida. Terdapat
saluran pada kebun langsat dengan ukuran 150 cm yang berfungsi untuk pengaturan
muka air pada tanaman langsat, sehingga apabila terjadi kekeringan pada musim
kemarau dilakukan penyedotan air untuk mengaliri saluran pada kebun langsat. Dalam
satu tahun hanya dilakukan satu kali pemanenan dengan hasil produksi langsat dalam
1 pohon mencapai ± 70 kg, umumnya masyarakat setempat menjualnya di kota
Pontianak dan sekitarnya.

31
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada lahan pasang surut di Desa Punggur Kecil
Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya dengan tiga tipe luapan lahan yaitu,
Tipe luapan lahan B, Tipe luapan lahan.C, dan Tipe luapan lahan D. Analisis tanah
dilakukan di laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah serta laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah Fakutas Pertanian Universitas Tanjungpura. Penelitian dilakukan
selama ± 4 bulan dimulai dari tahap persiapan sampai hasil.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : bor tanah (belgi),
cangkul, kantong plastik, ring sample, meteran, pisau, Munsell soil colour chart,
kamera, GPS, kertas label, alat tulis, dan peralatan analisis laboratorium.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : Sampel tanah utuh
dan terganggu, Peta administrasi skala 1:100.000, Peta Topografi skala 1:55.000,
Peta jenis tanah skala 1:55.000, Peta penggunaan lahan 1:55.000, Peta titik
pengamatan skala 1:55.000, aquades, alkohol.
C. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Survei Tanah
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan kerja mulai dari mempersiapkan
bahan dan alat penelitian, mempersiapkan peta rencana kerja, surat izin
penelitian dll, penentuan lokasi penelitian, penentuan titik pengamatan,
pembuatan profil tanah, pengambilan sampel tanah, analisis sampel tanah di
laboratorium, dan penyusunan laporan hasil penelitian.
2. Survei Pendahuluan
Kegiatan ini meliputi penentuan lokasi penelitian dan titik pengamatan yang
digunakan sebagai lokasi pengambilan sampel tanah, identifikasi jenis tanah,
dan penentuan titik pengamatan yaitu pada Tipe luapan lahan B, Tipe

32
luapan lahan.C, dan Tipe luapan lahan D. Setelah dilakukan survei pendahuluan
maka ditetapkan bahwa lokasi penelitian berada di areal perkebunan langsat
yang berada di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap, luas lokasi
penelitian pada tiga tipe luapan lahan pasang surut lebih kurang 1 hektar.
3. Pembuatan Profil Tanah
Pembuatan profil tanah sebanyak 3 profil yang mewakili setiap tipe luapan
(B, C, dan D).
4. Pengambilan Sampel Tanah
 Pengambilan sampel tanah di lakukan pada masing-masing tipe luapan
lahan pasang surut, Setiap tipe luapan lahan pasang surut diambil 5
sampel tanah dengan jarak antara titik pengamatan 100 m menggunakan
metode diagonal. Sampel tanah diambil pada 2 kedalaman yaitu
kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm sehingga jumlah total pada tanah yang
diambil ada 30 meliputi 10 sampel tipe luapan lahan pasang surut B, 10
sampel tipe luapan lahan pasang surut C dan 10 sampel pada tipe luapan
lahan pasang surut D.
 Sampel tanah yang diambil sampel tanah terganggu dan dikompositkan
dari 5 titik pengamatan untuk pengamatan tekstur tanah, N-Total, C-
Organik, C/N Ratio, sampel bongkahan tanah utuh untuk analisis struktur
tanah,
 Sampel tanah utuh pada ring sampel untuk analisis bobot isi, porositas
total, kadar air kapasitas lapang dan permeabilitas tanah.
5. Penanganan Sampel Tanah
Setelah sampel tanah diambil dilakukan pengecekan tanah di atas dan bawah
ring sampel, kemudian tanah yang berlebih di atas dan bawah ring sampel
dipotong/bersihkan sampai rata. Selanjutnya ring sampel ditutup dengan
penutup ring sampel dan diberi kode titik pengamatan dan kedalaman tanah
kemudian disimpan dan dibawa ke laboratorium.
6. Analisis Sampel Tanah
Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Sampel tanah
utuh dianalisis di laboratorium Fisika Tanah dan Konservasi Tanah, sedangkan

33
tanah terganggu dianalisis di laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Tanjungpura.
D. Parameter Pengamatan
1. Pengamatan di Lapangan
a. Profil
Pengamatan profil dilakukan di lapangan dengan cara menggali tanah
dengan ukuran 100 x 100 cm dengan kedalaman 120 cm, kemudian diamati
lapisan horizon tanah pada tiap penggunaan lahan dan disesuaikan dengan
buku (Munsell Soil Colour Chart).
b. Warna Tanah
Pengamatan warna tanah dilakukan di lapangan dengan menggunakan
(Munsell Soil Colour Chart).

c. Struktur Tanah
Pengamatan struktur tanah dilakukan di lapangan dengan mengambil
segumpal tanah, kemudian dipecahkan dengan menggunakan jari tangan
dan diamati bentuk struktur gumpalan dengan menggunakan kaca
pembesar. Bentuk struktur tanah dapat berupa lempeng, tiang, gumpal
membulat, gumpal bersudut, prisma, granular, atau remah.

d. Jarak Titik Terhadap Sungai


Pengukuran jarak anatara titik terhadap sungai terdekat dilakukan
dilapangan dengan menggunakan meteran/alat ukur lain yang dapat
menjangkau antara titik terhadap sungai.
e. Kedalaman Muka Air Tanah
Pengukuran muka air tanah atau tinggi genangan dilakukan di lapangan
dengan mengukur tinggi atau kedalaman muka air terhadap permukaan
tanah dengan menggunakan meteran.
f. Drainase
Pengukuran drainase meliputi dimensi yaitu lebar dan dalam saluran,
keberadaan dan kondisi pintu-pintu air.

34
2. Analisis Sifat Fisika di Laboratorium
a. Tekstur
Penetapan tekstur dilakukan di laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah dengan menggunakan metode hydrometer. Prosedur analisis tekstur
dapat dilihat pada lampiran 8.

b. Bobot Isi (g/cm3)


Bobot isi tanah diukur dari sampel tanah utuh dan ditentukan dengan
metode silinder. Prosedur analisis bobot isi dapat dilihat pada lampiran 8.
c. Kadar Air Kapasitas Lapangan (%Vol)
Penentuan kadar air tanah kapasitas lapangan dilakukan dengan metode
silinder dalam satuan % volumetrik. Prosedur analisis kadar air kapasitas
lapangan dapat dilihat pada lampiran 8.

d. Porositas Total Tanah (%)


Penentuan porositas tanah dengan menggunakan metode silinder
dinyatakan dalam persen (%) yang dapat dihitung dari kerapatan
perbandingan bobot isi tanah terhadap jenis pertikel. Prosedur analisis
porositas total tanah dapat dilihat pada lampiran 8.
e. Permeabilitas
Permeabilitas ditentukan dengan metode (Constant Head
Permeameter). Prosedur analisis permeabilitas dapat dilihat pada lampiran
8.

3. Analisis Sifat Kimia di Laboratorium


a. Reaksi Tanah (pH Tanah)
Pengukuran reaksi tanah menggunakan pelarut aquadest dan KCl 1 N
dengan perbandingan 1 : 2,5. Prosedur analisis reaksi tanah dapat dilihat
pada lampiran 9.

b. Kandungan C–Organik (%)


Pengukuran C–organik dilakukan dengan metode (Walkley and Black).
Prosedur analisis kandungan C-Organik dapat dilihat pada lampiran 9.

35
c. N–Total (%)
Penetapan N-total dapat dilakukan dengan menggunakan Metode
Kjeldhal dengan menggunakan pereaksi asam sulfat. Prosedur analisis N-
total dapat dilihat pada lampiran 9.

d. C/N Ratio
C/N ratio menentukan reaksi dalam tanah serta menetukan keberadaan
mikroba. Prosedur analisis C/N ratio dapat dilihat pada lampiran 9.

E. Analisis Statistik
Untuk mengetahui perbedaan karakteristik fisika tanah dari tiga tipe
penggunaan lahan dilakukan Uji T yaitu dengan membandingkan antara tipe luapan:
B dengan C, B dengan D, C dengan D dan menggunakan program Microsoft Exel.
Sedangkan hasil analisis terhadap sifat kimia tanah secara komposit/bernilai kualitatif
disajikan secara diskriptif.
Adapun rumus dari Uji T sebagai berikut:
∑𝑋1 2
 SX1 = ∑𝑋12 – ( )
𝑛

∑𝑋2 2
 SX2 = ∑𝑋22 – ( )
𝑛

𝑆𝑋1 +𝑆𝑋2 1 1
 SX1.X2 = √
(𝑛1 + 𝑛2 )−2
x( + )
𝑛1 𝑛2

̅̅̅̅
𝑋1 − ̅̅̅̅
𝑋2
 T hitung = | |
𝑆𝑋1 .𝑋2

Keterangan :
X1 : Rata-rata Sampel Pertama
X2 : Rata-rata Sampel Kedua
n1 dan n2 : Jumlah Sampel
SX1 : Varian Sampel Pertama
SX2 : Varian Sampel Kedua
Dari analisis Uji T akan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Bila t hitung > t tabel 0.005 maka berbeda nyata
2. Bila t hitung < t tabel 0.005 maka berbeda tidak nyata

36
F. Jadwal Kegiatan Penelitian
Bulan Ke-
No. Kegiatan
1 2 3 4
1. Persiapan
2. Survei pendahuluan
3. Penentuan lokasi penelitian
4. Penetuan titik pengamatan
5. Pengambilan contoh tanah
6. Analisis contoh tanah
7. Pengolahan data dan penyajian hasil

37
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., A. Bambang, K. Sudarman, dan D.A. Suriadikarta. 1999. Perspektif


pengembangan pertanian di lahan rawa. Hlm. 42-51. Dalam Prosiding Temu
Pakar dan Lokakarya Nasional Diseminasi dan Optimasi Pemanfaatan
Sumber Daya Lahan Rawa. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Agus. F, Yustika. R.D, Haryati. U, 2006, Penetapan berat volume tanah. In: Kurnia
U, F Agus, A Adimihardja and A Dariah (eds). Sifat Fisik Tanah and Metode
Analisisnya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Deptan, pp.
25-34.
Ali Kemas Hanafiah, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Aribawa, I.B. Suping, S., Widjaja Adhi, IPG., dan. Konstent. JMC. 1990. Relation
between hydrology and redox status of acid sulphate soils in Pulau Petak,
Indonesia. In AARD-LAWOO.
Ashari S. 2006. Meningkatkan keunggulan Bebuahan tropis Indonesia. Yogyakarta:
Andi Offset
Badan penelitian dan pengembangan pertanian, 2011. Ragam Inovasi Pendukung
Pertanian Daerah
Buckman, Hary dan Nyle. C, Brady, 1982, Ilmu Tanah, Terjemahan Soegiman, PT.
Bahatara Karya : Jakarta.
Buckman, Harry O., dan Nyle C. Brandy. 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara :
Jakarta.
Davis, S.N and R.J.M De Wiest, 1966. Hydrogeology. John Willey & Sons. New York.
Driscoll, F. G. (1987). Groundwater and Wells. St. Paul, Minnesota: Johnson Division.
Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Press.
Grossman, R. B., T. G., and Reinsch. 2002. The solid phase. p. 201-228. In J. H. Dane
and G. C. Topp (Eds.). Methods of Soil Analysis, Part 4-Physical Methods.
Soil Sci. Soc. Amer., Inc. Madison, Wisconsin.
Hakim. N. 2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah Masam dengan Teknologi
Pengapuran Terpadu. Padang. Analisis University Press.
Hakim, N., Y. Nyakpa, A.M.Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, G.B. Hong
& H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar ilmu tanah (TNH). Bandar Lampung:
Penerbit Universitas Lampung.
Hanafiah. 2007. Dasar – Dasar ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hanafiah, Ali Kemas. 2010. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.

38
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah Dan Pedogenesis. Jakarta: Akademi
Pressindo.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademik Presindo. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Akamedia Pressindo. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2015. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta.
Hasibuan B A. 2006. Ilmu Tanah. Universitas Sumatra Utara, Fakultas Pertanian
Medan.
Indranada, H.K. 1994. Pengelolaan Kesuburan Tanah.Bumi Aksara Jakarta. Jakarta.
90 hal.
Kartasapoetra. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk Untik
Merehabilitasinya. Jakarta Bumi Aksara.
Khairuzzaman, Annisa, 2009, menggungkap rahasia 63 buah berkhasiat istimewa,
bandung.
Klute, A., dan Diksen. 1986 Hidraulic conductivity and diffusivity: Laboratory
method. Method of Soil Analysis Par 1. Physical and Mineralogical Methodes
2 and edition.
Noor, M., 1996. Padi Lahan Marjainal. Penebar Swadaya. Jakarta.
Noor, M., 2004. Lahan Rawa: Sifat Dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat
Masam. PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Profil Desa Punggur Kecil, 2011. Dikeluarkan oleh Kantor Desa Punggur Kecil, Kec.
Sui. Kakap pada tanggal
Puja, I Nyoman. 2008. Penetapan Porositas Tanah dan Kadar air tanah. Penuntun
Praktikum Fisika Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian. Bali : Universitas
Udayana.
Pusat Penelitian Tanah, 1983. Kriteria Penilaian Data Sifat Analisis Kimia Tanah.
Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Rahmah, S., Yusran, dan Husain, U. 2014. Sifat Kimia Tanah Pada Berbagai Tipe
Penggunaan Lahan Di Desa Bobo Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Warta
Rimba Vol: (1).
Rahim, S.E. 2006. Pengendalian Erosi Tabah. Bumi Aksara. Jakarta.
Rohmat, 2009. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Erlangga. Jakarta.
Saleh, M. 2010. Identifikasi keragaman buah langsat (duku) di Kalimantan Selatan.
Agroscientiae.
Schmidt FH, Ferguson JHA. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period
Ratios for Indonesia with Western New Guinee. Verhandelingen No. 42.
Kementrian Perhubungan, Jawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
Simbala, EI,. Rondonuo SJ, 2004, Pemberdayaan Keragaman Hayati Tumbuhan
Obat, Kementrian Riset dan tehnologi.

39
Sulaeman, Suparto, dan Eviati, Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman dan
Pupuk, Balai Penelitian Tanah, 2005
Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri Tanah. IPB. Bogor.
Soewandita, H. 2008. Studi Kesuburan Tanah dan Analisis Kesesuaian Lahan Untuk
Komoditas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Bengkalis. Jurnal Sains dan
Teknologi Indonesia Vol. 10 (2).
Stasiun Klimatologi Mempawah Kalimantan Barat 2018
Susanto. R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Kanisius.
Yogyakarta.
Susanto. R (2005). Dasar-dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta. Penerbit Kanisius.
Syafira. 2012. Pembuatan Pupuk Bokasih dari Limbah Organik dan Analisis
Kandungan Unsur Nitrogen, Karbon, Fosfor dan Kalium. Jurnal Penelitian.
Tim Dosen Fisika Tanah. 2014. Penuntun Pratikum Fisika Tanah, Jurusan/Prodi Ilmu
Tanah, Fakultas Pertanian, UNTAN, Pontianak.
Utomo, W. H. 1982. Dasar-Dasr Fisika Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya: Malang
Widjaja Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D.S. Ardi dan S. Karama. 1992. Sumberdaya lahan
rawa: potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Dalam ; S. Partoharjono dan
M. Syam. (Eds.) Pengembangan terpadu lahan rawa pasang surut dan lebak.
SWAMPS II. Puslitbangtan. Bogor.
Yanwar, Aurosa. 2003, Perbandingan profil distribusi vertikal 137cs di lapisan tanah
hasil pengukuran terhadap simulasi. Jurnal Pusat Aplikasi Teknologi Isotop
dan Radiasi, Batan, Jakarta 12070, Indonesia. Makara, Sains, vol. 10, no. 2,
November 2003.

40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Administrasi Desa Punggur Kecil

41
Lampiran 2. Peta Topografi Desa Punggur Kecil

42
Lampiran 3. Peta Jenis Tanah

43
Lampiran 4. Peta Penggunaan Lahan

44
Lampiran 5. Peta Titik Pengamatan

45
Lampiran 6. Data Curah Hujan Kecamatan Sungai Kakap Tahun 2009-2018

Bulan
Tahun Jumlah Rata-Rata
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2009 198 16 116 458 51 73 114 238 155 312 528 432 2691 224.25
2010 251 274 447 67 138 227 367 207 323 260 270 321 3152 262.6667
2011 202 60 55 179 183 108 227 274 149 398 327 368 2530 210.8333
2012 148 109 90 233 250 118 251 70 67 301 296 475 2408 200.6667
2013 20 259 164 371 380 137 502 117 207 225 387 207 2976 248
2014 60 2 86 68 179 129 33 279 94 253 235 236 1654 137.8333
2015 156 145 163 310 441 364 114 146 7 171 295 262 2574 214.5
2016 453 227 195 39 335 211 235 52 179 270 171 385 2752 229.3333
2017 202 342 196 104 304 163 360 314 147 177 315 168 2792 232.6667
2018 319 57 374 274 584 423 63 53 245 285 256 421 3354 279.5
Jumlah 2009 1491 1886 2103 2845 1953 2266 1750 1573 2652 3080 3275 26883 2240.25
Rata-Rata 200.9 149.1 188.6 210.3 284.5 195.3 226.6 175 157.3 265.2 308 327.5 2688.3 224.025
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Mempawah Kalimantan Barat 2018.

46
Lampiran 7. Prosedur Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan

(Tim Dosen Fisika Tanah, Penuntun Praktikum Fisika Tanah Universitas


Tanjungpura 2014)

a. Contoh Tanah Utuh Dengan Menggunakan Ring Sampel Kecil


 Alat
1. Silinder atau ring sampel, yaitu suatu alat yang terbuat dari besi tahan karat
(stainles steel) berbentuk silinder. Karena ada beberapa ukuran yang berbeda-
beda, maka disarankan untuk mengukur tinggi dan diameter masing-masing
silinder setiap kali pemakaian. Tabel silinder harus memenuhi syarat nisbah
luas “areal ratio” (AR) < 0,1 untuk mencegah terjadinya tekanan mendatar.
Nisbah luas adalah :
AR = D12 – Dd2 / Dd2.
Dimana :
D1 adalah diameter luar
Dd adalah diameter dalam
Berat tabung sudah diketahui. Tiap tabung silinder dilengkapi dengan
sepasang tutup plastik. Tempat menyimpan tabung silinder ini adalah peti
khusus dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran dan banyaknya
tabung.
2. Sekop/cangkul.
3. Pisau tajam dan tipis.
 Cara Kerja
1. Ratakan dan bersihkan lapisan permukaan tanah yang akan diambil,
kemudian letakkan silinder tegak lurus pada lapisan tersebut.
2. Gali tanah di sekeliling silinder dengan sekop.
3. Kerat tanah di sekeliling silinder dengan pisau sampai mendekati permukaan.
4. Tekan silinder sampai sampai tiga perempat bagiannya masuk kedalam tanah

47
5. Letakkan silinder lain tepat diatas tabung pertama, kemudian tekan lagi
sampai bagian bawah silinder yang kedua ini masuk kedalam tanah kira-kira
1 cm.
6. Silinder beserta tanah didalamnya digali dengan sekop atau pisau.
7. Pisahkan silinder pertama dan kedua dengan hati-hati, kemudian potonglah
tanah kelebihan yang ada pada bagian atas dan bawah tabung sampai rata.
8. Tutuplah tabung beserta tanahnya dengan tutup plastik untuk mencegah
penguapan.

Catatan :
Pengambilan contoh tanah utuh yang paling baik adalah sewaktu tanah
dalam keadaan kandungan air disekitar kapasitas lapang atau keadaan lembab.
Kalau tanah terlalu kering dianjurkan untuk menyiram tanah dengan air satu hari
sebelum pengambilan contoh tanah.
Apabila tanahnya keras maka memasukkan tabung kedalam tanah dapat
dipukul perlahan-lahan dan atas tabung harus memakai bantal kayu. Masukkan
tabung kedalam tanah harus tetap tegak lurus dan jangan bergoncang.

Gambar 5. Contoh Pengambilan Sampel Tanah Utuh Menggunakan Ring Sampel

b. Pengambilan Contoh Tanah Komposit


 Alat
- Cangkul
- Kantong plastik
 Cara Kerja
1. Gali tanah sampai kedalaman sesuai kebutuhan
2. Ambil tanah pada setiap titik pengamatan
3. Campurkan tanah dari seluruh titik pengamatan sesuai dengan kedalamannya.
4. Masukkan kedalam kantong plastik.

48
c. Pengambilan Contoh Tanah Agregat Utuh
 Alat
- Cangkul
- Kantong plastik atau kotak kayu
 Cara Kerja
1. Gali tanah sampa pada kedalaman yang diinginkan. Tetapi pada umumnya
untuk penetapan stabilitas agregat cukup dengan mengambil lapisan yang
sesuai dengan dalamnya perakaran.
2. Ambil gumpalan-gumpalan tanah yang dibatasi dengan bidang belahan alami
(agregat utuh), masukkan kedalam kotak. Apabila kotak semacam ini tidak
ada dapat juga digunakan tempat lain asal dijaga agar agregat-agregat tanah
tetap utuh selama pengangkutan.

Catatan :
Jika tidak akan dilakukan penetapan stabilitas agregat maka contoh tanah
dapat dimasukkan kedalam kantong plastik.

Gambar 6. Contoh Tanah Agregat Utuh

49
d. Pengamatan Kedalaman Muka Air Tanah
 Alat
- Besi atau kayu
- Meteran
 Cara Kerja

3. Membuat 1 lubang dengan kedalaman 1,5 m dan diameter 5 cm pada setiap


luapan lahan (B, C, dan D),
4. Masukan besi atau kayu kedalam lubang sampai mengenai air di dalam
lubang kemudian diangkat,
5. Beri tanda batas permukaan tanah pada besi atau kayu,
6. Ukur besi atau kayu menggunakan meteran.
7. Pengamatan kedalaman muka air tanah dilakukan antara pukul 08.00 - 09.00
WIB.

50
Lampiran 8. Prosedur Analisis Sifat Fisika Tanah di Laboratorium
(Tim Dosen Fisika Tanah, Penuntun Praktikum FisikaTanah, 2014)

a. Tekstur
 Peralatan
- Neraca analitik
- Mesin pengaduk khusus dengan piala logam
- Silinder sedimentasi atau gela sukur 500 ml
- Pengaduk khusus untuk suspensi
- Alat hidrometer tanah tipe 152 H
- Timer atau stopwatch.
 Pereaksi
Larutan pendispersi natrium pirofosfat 4%
- Larutkan 40,00 g Na4P2O7.10 H2O dengan air bebas ion dan diimpitkan
hingga1l.
 Cara Kerja
Dalam piala gelas 100 ml ditimbang 25,00 g contoh tanah halus < 2 mm
ditambahkan 10 ml larutan pendispersi natrium pirofosfat. Dipindahkan ke
dalam piala logam dan diencerkan dengan air bebas ion sampai isi 200 ml.
Diaduk dengan mesin pengaduk kecepatan tinggi selama 5 menit. Setelah itu
semuanya dipindahkan ke dalam gelas ukur 500 ml (lakukan pembilasan),
diencerkan dengan air bebas ion sampai isi 500 ml, diaduk dengan pengaduk
khusus dan dibiarkan semalam. Dengan cara yang sama, tetapi tanpa contoh,
dibuat penetapan blanko.
- Pengukuran fraksi campuran debu+liat
Keesokan harinya setiap suspensi tanah dalam gelas ukur diaduk
selama 30 detik dengan pengaduk. Setelah itu stopwatch disiapkan untuk
pengukuran fraksi campuran debu dan liat. Suspensi dikocok homogen
dengan pengaduk (cukup 20 detik) setelah itu hidrometer tanah segera
dimasukkan ke dalam suspensi dengan perlahan dan hati-hati. Tepat 40 detik
setelah pengocokan, angka skala hidrometer yang berimpit dengan
permukaan suspensi dicatat (Pembacaan 1). Angka tersebut menunjukkan

51
jumlah g fraksi campuran debu+liat per liter suspensi. Larutan blanko juga
diukur untuk koreksi suhu fraksi debu+liat.
- Pengukuran fraksi liat
Suspensi tersebut dibiarkan selama 2 jam agar diperoleh suspensi liat
dan segera diukur dengan alat hidrometer. Angka skala hidrometer yang
berimpit dengan permukaan suspensi dicatat (Pembacaan 2). Angka tersebut
adalah jumlah g fraksi liat dalam 1 l suspensi. Larutan blanko juga diukur
untuk koreksi suhu fraksi liat.
 Perhitungan
Persentase fraksi pasir, liat, dan debu dilakukan dengan menggunakan
rumus :
% Pasir = [{(25fk-1)-(25C100-1)-(A-a)/2g}/{(25fk-1) - (25C100-1)g}]x100
% Debu = [{(A-a)/2-(B-b)2g}/{(25/fk)–(25C/100)g}]x100
% Liat = [(B-b)g/{(25fk-1)–(25C100-1)g}]x100
Keterangan:
A = Fraksi campuran debu–liat (g1-1)
a = Blanko pada Pembacaan1
B = Fraksiliat(g1-1)
b = Blanko pada Pembacaan 2
C = Persen bahan organik (% C-organik x1,724)
fk = Faktor koreksi kadar air= 100/(100–%kadar air)
2 = Konversi kadar suspensi dari g 1 -1keg 500 ml-1
100 = Konversike%

b. Bobot Isi
 Peralatan
- Tabung silinder
- Timbangan analitik
 Bahan
- Contoh tanah utuh
 Cara Kerja
- Ambil contoh tanah utuh dilapangan dengan menggunakan tabung
silinder/ring sampel

52
- Timbang tabung silinder kosong (Y gram)
- Timbang contoh tanah dengan tabung silindernya (X gram)
- Sampel tanah utuh dan silindernya dioven selama 24 jam dengan temperatur
1050C
- Tetapkan kadar air tanah (M %)
- Hitung dengan rumus.
 Perhitungan
Selanjutnya bobot isi dihitung dengan rumus :
BI=100(X-Y)/(100+M)
V
Dimana: BI = bobot isi (g/cm3)
X = sampel tanah dengan ring sampelnya (g)
Y = Ring sampel kosong (g)
M = Kadar air tanah (%)
V = Volume tanah (cm3)

c. Porositas Total
 Perhitungan
Porositas total diukur dengan rumus :
N = [{1-(BI/BJP)}x 100%]
Dimana: N = Porositas tanah (%)
BI = Bobot isi tanah (g/cm3)
BJP = Bobot jenis partikel ( gr/cm3)

d. Kadar Air Kapasitas Lapangan


 Alat dan Bahan
- Sand box
- Timbangan
- Oven
- Contoh tanah utuh.
 Cara Kerja
- Jenuhkan sampel tanah dengan air selama 24 jam.
- Sampel tanah dimasukkan dalam sand box pF 2,54.

53
- Oven selama 24 jam pada temperatur 1050 dan ditimbang kembali.
- Setelah berat basah (BB) dan berat kering oven (BKO) diketahui.
- Ukur kadar air berdasarkan kadar air grafimetrik.
 Perhitungan
Hitung menggunakan rumus kadar air kapasitas lapangan volumetrik.
Perhitunganya adalah sebagai berikut:
KA gravimetrik = (BB- BKO/ BKO) x 100% = …………… % berat
KA volumetrik = KA gravimetrik x BI = …………… % vol
Dimana : BB = berat tanah basah (g)
BKO = berat tanah kering oven (g)
BI = Bobot isi (g)

e. Permeabilitas
 Alat dan bahan
- Permeablemeter
- Sampel tanah
- Gelas ukur
- Penggaris
- Stopwatch
- Alat tulis
 Cara Kerja
- Ambil sampel tanah yang akandianalisis
- Ambil alat ukur permeablemeter dan buka tutup tabung (tempat penampung
tanah), kemudian masukan sampel tanah yang diamati kedalam tabung dan
tutup kembali penutup tabung seperti semula.
- Masukkan air kedalam pemeablemeter melalui corong sebanyak 100 ml
secara perlahan–lahan kemudian diamatimenggunakan stopwatch.
- Setelah itu tampung air yang telah diloloskan air melalui saluran pembuangan
menggunakan gelas ukur 100 ml untuk mengetahui kemampuan tanah dalam
meloloskan air.
- Kemudian gunakan mistar untuk mengukur tinggi air yang diloloskan oleh
tanah pada gelas ukur.

54
- Data hasil pengamatan dimasukan kedalam tabel untuk mengetahui
permeabilitas tanah.
- Pelaksanaan dilakukan secara berulang sampai semua sampel tanah yang
diuji permeabilitas terpakai dan data direkap dan selanjutnya dianalisis.
 Perhitungan
Dalam menghitung pemindahan air melalui tanah pada kondisi jenuh
dikenal hukum Darcy yang biasa digunakan dalam menghitung permeabilitas
(Israelsen danHansen, 1962). Hukum Darcy merupakan satu ukuran pengaliran
air pada tanah jenuh dan dirumuskan sebagai berikut:
𝑄.𝐿
k=
ℎ.𝐴.𝑡
dimana:
k = koefisien permeabilitas (cm/jam)
Q = debit air (cm3/jam)
A = luas permukaan tanah (cm2)
hL = tinggi muka air dan tebal tanah (cm)
L = tebal/kedalaman tanah (cm)

55
Lampiran 9. Prosedur Analisis Sifat Kimia Tanah di Laboratorium
(Sulaeman et al.,, Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman dan Pupuk, Balai
Penelitian Tanah, 2005)

a. Reaksi Tanah (pH)


 Peralatan
- Neraca analitik
- Botol kocok 100 ml
- Dispenser 50 ml gelas ukur-1
- Mesin pengocok
- Labu semprot 500 ml
- pH meter
 Pereaksi
- Air bebas ion
- Larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0
- KCl 1M
- Larutkan 74,5 g KCl p.a. dengan air bebas ion hingga 1:1.
 Cara Kerja
Timbang 10,00 g contoh tanah sebanyak dua kali, masing-masing
dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 50 ml air bebas ion ke botol yang
satu (pHH2O) dan 50 ml KCl 1M kedalam botol lainnya (pHKCl). Kocok dengan
mesin pengocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan pH meter yang
telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0. Lapor kan nilai
pH dalam 1 desimal.

b. Kandungan C-Organik
 Peralatan
- Neraca analitik
- Spektrofotometer
- Labu ukur 100 ml
- Dispenser 10 ml
- Pipet volume 5 m

56
 Pereaksi
- Asam sulfat pekat
- Kalium dikromat 1 N
Larutkan 98,1 g kalium dikromat dengan 600 ml air bebas ion dalam
piala gelas, tambahkan 100 ml asam sulfat pekat, panaskan hingga larut
sempurna, setelah dingin diencerkan dalam labu ukur 1 l dengan air bebas ion
sampai tanda garis.
- Larutan standar 5.000 ppm C
Larutkan 12,510 g glukosa p.a. dengan air suling di dalam labu ukur
1 l dan diimpitkan.
 Cara Kerja
Timbang 0,500 g contoh tanah ukuran <0,5 mm, dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N, lalu dikocok. Tambahkan 7,5
ml H2SO4 pekat, dikocok lalu diamkan selama 30 menit. Diencerkan dengan air
bebas ion, biarkan dingin dan diimpitkan. Keesokan harinya diukur absorbansi
larutan jernih dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm.
Sebagai pembanding dibuat standar 0 dan 250 ppm, dengan memipet 0 dan 5 ml
larutan standar 5.000 ppm ke dalam labu ukur 100 ml dengan perlakuan yang
sama dengan pengerjaan contoh.
 Perhitungan
Dihitung dengan menggunakan metode Walkley and Black dengan rumus
sebagai berikut:
1 100+𝐾𝐴
Corganik (%) = (b-t) x N FeSO4 x 0.3896 x 𝑤 𝑥 100
100
B.O = Corganik 𝑥 58

Dimana :
Corganik : Karbon Organik (%)
B : ml FeSO4 titar blanko (ml)
t : ml FeSO4 titar contoh (ml)
N : Normalitas FeSO4
w : Bobot contoh tanah (gram)
KA : Kadar Air (%)
B.O : Bahan Organik (gram).

57
c. N – Total
Penetapan N-total dilakukan dengan metode kjeldahl, adapun prosedur
kerjanya adalah sebagai berikut :
 Alat dan Bahan
- Labu kjeldahl
- Alat destruksi
- Erlenmeyer 125 ml
- Buret mikro
- Pengaduk (stirer)
- Sampel tanah tanah terganggu.
 Cara Kerja
- Timbang 0,5 g contoh tanah ukuran 0,5 mm, masukkan kedalam labu
kjeldahl.
- Tambahkan 1 g campuran selenium dan 5 ml H2SO4 pekat, kemudian
destruksi pada suhu 300oC.
- Setelah sempurna dinginkan lalu encerkan dengan 50 ml H2O murni.
- Encerkan hasil destruksi menjadi ± 100 ml dan tambahkan 20 ml NaOH 40%
lalu suling dengan segera.
- Tampung sulingan dengan asam borat penunjuk sebanyak 20 ml, sampai
warna berubah dari jingga menjadi hijau dan volumenya kurang lebih 50 ml.
- Titrasi sampai titik akhir dengan larutan H2SO4 0,01 N.
 Perhitungan
Kandungan N-total tanah dapat ditetapkan dengan rumus:
T1 − T2 x N x 0,014 x 100
N − Total (%) =
gram sampel
Keterangan :
T1 = H2SO4 yang terpakai untuk titrasi blanko (ml)
T2 = H2SO4 yang terpakai untuk titrasi sampel (ml)
N = Normalitas H2SO4 (0,05)

d. C/N Ratio
Perhitungan untuk menetukan rasio C/N adalah:
𝐶−𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘
C/N Ratio = 𝑁−𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

58
Lampiran 10. Dokumentasi Lapangan
Kebun Langsat Dengan Tipe Luapan Lahan Pasang Surut B

60
Kebun Langsat Dengan Tipe Luapan Lahan Pasang Surut C

61
Kebun Langsat Dengan Tipe Luapan Lahan Pasang Surut D

62

Anda mungkin juga menyukai