Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG

TEKNIK KONSERVASI TANAH SECARA MEKANIK UNTUK LAHAN TERDEGRADASI DAN REHABILITASI HUTAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh: Donal Fernando Sinaga NIM A1E006037

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2010

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG


TEKNIK KONSERVASI TANAH SECARA MEKANIK UNTUK LAHAN TERDEGRADASI DAN REHABILITASI HUTAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh: Donal Fernando Sinaga NIM A1E006037

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian/Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2010

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG


TEKNIK KONSERVASI TANAH SECARA MEKANIK UNTUK LAHAN TERDEGRADASI DAN REHABILITASI HUTAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh : Donal Fernando Sinaga NIM A1E006037

Diterima dan disetujui Tanggal:

Mengetahui: Pembantu Dekan I,

Pembimbing,

Dr. Ir. Ponendi Hidayat, MP. NIP 19610920 198803 1 003

Dr. Ir. Ismangil, MS. NIP 19580909 198601 1 001

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktek kerja lapang yang berjudul Teknik Konservasi Tanah Secara Mekanik untuk Lahan Terdegradasi dan Rehabilitasi Hutan Di Kabupaten Gunung Kidul D.I. Yogyakarta. Laporan praktek kerja lapang ini disusun berdasarkan pada tinjauan pustaka dan tinjauan langsung di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunung Kidul. Atas tersusunnya usul praktik kerja lapang ini, penulis mengucapkan terima kasih pada: 1. Pembantu Dekan I Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. 2. Dr. Ir. Ismangil, MS. Selaku dosen pembimbing praktik kerja lapang yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan praktik kerja lapang ini. 3. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunung Kidul yang telah memberikan izin untuk dapat melaksanakan praktik kerja lapang. 4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan usul praktik kerja lapang. Semoga Laporan Praktik Kerja Lapang ini dapat nermanfaat bagi daerah PKL, Pembaca, dan bagi yang membutuhkannya. Purwokerto, Januari 2010

Penulis,

DAFTAR ISI

Halaman PRAKATA .................................................................................................................iv DAFTAR ISI ..............................................................................................................v DAFTAR TABEL ......................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................ix I. PENDAHULUAN ............................................................................................1 A. Latar Belakang...........................................................................................1 B. Tujuan Praktik Kerja Lapang ....................................................................3 C. Manfaat Praktik Kerja Lapang ..................................................................3 II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................5 A. Konservasi Tanah secara Mekanik ............................................................5 B. Lahan Terdegradasi ...................................................................................7 C. Rehabilitasi Hutan .....................................................................................10 III. METODE PRAKTIK KERJA LAPANG .........................................................12 A. Tempat dan Waktu Praktik Kerja Lapang .................................................12 B. Materi Praktik Kerja Lapang .....................................................................12 C. Metode Praktik Kerja Lapang....................................................................12 D. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang ............................................................14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................16 A. Kondisi Umum Daerah Praktik Kerja Lapang ..........................................16 B. Kegiatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul .....22 C. Konservasi Tanah ......................................................................................26 D. Rehabilitasi Hutan .....................................................................................31 V. SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................38 A. Simpulan ....................................................................................................38 B. Saran ..........................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................40 LAMPIRAN ...............................................................................................................

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman I. Jumlah penduduk berdasarkan usia tahun 2007 .......................................18 II. III. Curah hujan bulan pada Gunungkidul .......................................................19 Luas kegiatan konservasi tanah dan air metode vegetatif Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul ........................................................... 27 Kegiatan konservasi tanah dan air metode mekanik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul ..................................................................28 Beberapa status peruntukkan hutan ...........................................................31 Persebaran hutan rakyat Gunungkidul per kecamatan...............................37

IV.

V. VI.

VII. Jenis tanaman dan produksi hutan kabupaten Gunungkidul tahun 2009 ...35

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Bagan Strukur Organisasi Dinas kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul ..........................................................................................................24 2. Terras bangku di tanah terdegradasi Kab. Gunungkidul .......................................29 3. Hutan dengan tanaman jati ....................................................................................36 4. Tanaman akasia dengan ketebalan solum tanah dangkal ......................................36 5. Akar tanaman akasia mampu menembus batuan induk ........................................37

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Topografi Gunungkidul ................................................................................. 2. Peta Jenis Tanah .................................................................................................... 3. Peta Kemiringan Lahan ......................................................................................... 4. Peta Penggunaan Lahan.........................................................................................

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan, baik yang sifatnya sementara maupun tetap. Akibat lanjut dari degradasi lahan adalah timbulnya areal - areal yang tidak produktif atau dikenal sebagai lahan kritis. Kabupaten Gunungkidul adalah satu dari kabupaten yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukota Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul 148.536 ha atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Wonosari terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta (Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), dengan jarak 39 km. Wilayah Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi 18 Kecamatan dan 144 desa. (pemerintahan gunungkidul, 2010). Luas lahan terdegradasi di Gunung kidul terdapat 12.749 ha yang terletak di 17 kecamatan yaitu Kec. Ponjong seluas 241 ha, Kec. Purwosari seluas 1.273 ha, Kec. Patuk seluas 589 ha, Kec. Nglipar seluas 440 ha, Kec. Karangmojo seluas 212 ha, Kec. Wonosari seluas 292 ha, Kec. Rongkop seluas 1.269 ha, Kec. Girisubo seluas 1.611 ha, Kec. Tanjungsari 1.440 ha, Kec. Playen seluas 19 ha, Kec. Panggang seluas 1.142 ha, Kec. Tepus seluas 1.224 ha, Kec. Semin seluas 548 ha, Kec. Ngawen seluas 760 ha, Kec. Gedangsari seluas 18 ha, Kec. Saptosari seluas 1.290 ha, dan Kec. Semanu seluas 381 ha. (Pemerintahan Kabupaten Gunungkidul, 2009)

Menurut Silalahi (2010, komunikasi pribadi), bahwa penyebab degradasi lahan di Gunungkidul karena daerah tersebut merupakan wilayah yang bersolum tanah dangkal sehingga sulit untuk ditanami, lahan bekas pertambangan, dan pemanfaatan potensi potensi yang tidak berorientasi lingkungan. Tanah dangkal di daerah terdegradasi di Gunungkidul terjadi karena daerah tarsebut merupakan daerah perbukitan karst, kondisi tersebut ditambah dengan bentuk topografi yang berbukit menyebabkan sangat rawan terhadap proses erosi tanah. Pertambangan yang ada di Gunungkidul adalah pertambangan kapur di perbukitan karst Gunungkidul (potensial di zona selatan), bahan galian pertambangan batupasir tufan (banyak terdapat di kecamatan gedangsari, semin, nglipar, ngawen, karangmojo, dan ponjong), breksi batuapung (kecamatan gedangsari, patuk, ngawen, semin, karangmojo, dan ponjong), kaolin dan feldspar (kecamatan semin), dan zeolit (terdapat di kecamatan gedangsari dan ngawen). Pemanfaatan potensi potensi yang tidak berorientasi lingkungan adalah pertambangan kapur yang dilakukan secara berlebihan, penebangan hutan secara liar yang dilakukan masyarakat sekitar. Akibat dari degradasi lahan adalah kekeringan karena hilangnya sumber air atau rusaknya sumber air akibat pemanfaatan tanah yang dilakukan tanpa adanya konservasi tanah, potensial menyebabkan semakin rusaknya lahan pertanian sebagai sumber kehidupan penduduk yang tinggal di kawasan terdegradasi di Gunungkidul, dan juga dapat mengakibatkan longsor, tapi karena tanah di Gunungkidul merupakan kawasan batuan sehingga jarang terjadi tanah longsor. Konservasi tanah dan rehabilitasi hutan merupakan usaha yang tepat untuk

menanggulangi lahan terdegradasi. Oleh karena itu dalam Praktik Kerja Lapangan dikaji mengenai teknik konservasi tanah mekanik secara terras dan rehabilitasi hutan di Kabupaten Gunungkidul.

B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan

Tujuan yang dilakukan dalam Praktik Kerja Lapang untuk : a. mengetahui program dan kegiatan teknis Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul, b. engetahui usaha konservasi tanah mekanik secara terras yang dilakukan dalam mencegah dan memperbaiki tanah tergdegradasi di kabupaten Gunungkidul, c. mengetahui manfaat dan kendala penerapan metode mekanik secara terras yang telah dilakukan di kabupaten Gunungkidul, dan d. mengetahui usaha rehabilitasi hutan di kabupaten Gunungkidul.

C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan

Manfaat yang diharapkan dari Praktik Kerja Lapang ini adalah : a. memberikan informasi mengenai program dan kegiatan teknis di Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten Gunungkidul, b. memberikan informasi mengenai usaha konservasi tanah mekanik secara terras yang dilakukan dalam mencegah dan memperbaiki tanah tergdegradasi di kabupaten Gunungkidul,

c. memberikan informasi mengenai manfaat dan kendala penerapan metode konservasi tanah mekanik secara terras bangku yang telah dilakukan di kabupaten Gunungkidul, dan d. memberikan informasi mengenai usaha rehabilitasi hutan di kabupaten Gunungkidul.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konservasi Tanah Secara Mekanik

Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 1989). Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau, hingga untuk menjaga tanah dan air supaya dapat bekerja sesuai dengan kemampuannya maka usaha konservasi harus dilakukan secara tepat (Arsyad, 1989). Masalah konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi, dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan. Berdasarkan hal ini ada tiga azas cara pendekatan dalam konservasi tanah, yaitu (1) menutup tanah dengan tumbuh tumbuhan dan tanaman atau sisa sisa tanaman agar terlindung dari daya perusak butir butir hujan yang jatuh, (2) memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap penghancuran agregat dan terhadap pengangkutan, dan lebih besar dayanya untuk menyerap air di permukaan tanah, dan (3) mengatur air aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi kedalam tanah (Arsyad, 1989). Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan

erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Metode mekanik dalam konservasi tanah dan air mempunyai fungsi (Arsyad, 1989) : (a) memperlambat aliran permukaan, (b) penyediaan air bagi tanaman, (c) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, dan (d) memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah. Tindakan yang termasuk dalam metode mekanik, yaitu (Hakim et al., 1986): Pengolahan tanah minimum, pengolahan tanah menurut kontur, guludan, terras, rorak, dan Jalur-jalur aliran di tempat tertentu. (a) Pengolahan tanah minimum adalah teknik konservasi tanah dimana gangguan mekanis terhadap tanah diupayakan sesedikit mungkin, (b) pada pengolahan tanah menurut kontur pembajakan dilakukan menurut kontur atau memotong lereng, sehingga terbentuk jalur jalur tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng, (c) guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong arah lereng, (d) terras merupakan metode konservasi yang ditujukan untuk mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, serta memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah, (e) rorak merupakan tempat/lobang penampungan atau peresapan air, dibuat dibidang olah atau saluran peresapan, ditujukan untuk memperbesar resapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi, dan (f) jalur jalur aliran adalah pembuatan semacam parit atau saluran drainase untuk menampung dan menyalurkan aliran permukaan dari bagian sebelah atas lereng dengan kecepatan rendah ke saluran yang ditanami rumput (vegetated waterways).

B. Lahan Terdegradasi

Definisi degradasi tanah cukup banyak diungkapkan para pakar tanah, dan kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah apabila dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi. Degradasi tanah menurut FAO (1977) adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa.

1. Proses degradasi tanah Lima proses utama yang terjadi timbulnya tanah terdegradasi, yaitu: (1) menurunnya bahan kandungan bahan organik tanah, (2) perpindahan liat, (3) memburuknya struktur dan pemadatan tanah, (4) erosi tanah, (5) deplesi dan pencucian unsur hara (Lal, 1986). Khusus untuk tanah-tanah tropika basah terdapat tiga proses penting terjadinya degradasi tanah, yaitu: (1) degradasi fisik berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir berlebihan dan erosi dipercepat, (2) degradasi kimia berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S dan unsur lainnya, (3) dan degradasi biologi berhubungan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas bahan organik tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna tanah (Lal, 1986). 2. Faktor faktor penyebab degradasi tanah Faktor degradasi tanah umumnya terbagi 2 jenis yaitu faktor alami dan faktor campur tangan manusia. Faktor alami penyebab degradasi tanah antara lain: areal berlereng curam, tanah mudah rusak, curah hujan intensif, dan lain-lain, sedangkan faktor degradasi tanah akibat campur tangan manusia baik langsung

maupun tidak langsung antara lain: perubahan populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan penduduk, masalah kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial dan ekonomi, masalah kesehatan, dan pengembangan pertanian yang tidak tepat. (Barrow, 1991). Oldeman (1994) menyatakan lima faktor penyebab degradasi tanah akibat campur tangan manusia secara langsung, yaitu: penebangan hutan (deforestasi), penggembalaan ternak yang terlewat batas atau berlebihan (overgrazing), kegiatan pertanian, pembukaan hutan secara berlebihan (eksploitasi), dan kegiatan industri dan bioindustri. 3. Karakteristik lahan terdegradasi Karakteristik tanah terdegradasi umumnya diukur dengan membandingkan dengan tanah non terdegradasi yaitu tanah hutan. Perbandingan tanah hutan sebagai tanah non terdegradasi karena memiliki siklus tertutup artinya semua unsur hara di dalam sistem tanah hutan berputar dan sangat sedikit yang hilang atau keluar dari sistem siklus hutan, sedangkan selain tanah hutan merupakan sistem terbuka dimana siklus hara dapat hilang dari sistem tersebut. Penurunan sifat pada tanah untuk penggunaan non hutan akan menunjukkan memburuknya sifat-sifat dari tanah tersebut (Firmansyah, 2003). 4. Pengolahan lahan terdegradasi Pengolahan tanah untuk perbaikan terhadap degradasi sifat fisik tanah ada tiga strategi dasar yang perlu untuk disarankan adalah (1) eliminasi pengkerakan tanah atas melalui pengolahan dalam secara berkala, (2) meningkatan kandungan bahan organik tanah melalui peningkatan jumlah masukan seresah

yang bervariasi kualitasnya, dengan cara menanam tanaman penutup tanah atau menanam berbagai jenis pohon, dan (3) peningkatan diversitasi tanaman pohon dalam rangka meningkatkan jumlah dan penyebaran sistem perakaran (Suprayogo et al., 2001). Pengolahan tanah terhadap degradasi sifat kimia dan biologi tanah melalaui perbaikan terhadap lahan yang terdegradasi meliputi penanaman dengan vegetasi asal, penanaman tanaman penutup tanah yang cepat tumbuh, serta dengan penggunaan pupuk organik dan anorganik. Rehabilitasi pada tanah terdegradasi yang dicirikan dengan penurunan sifat kimia dan biologi tanah umumnya tidak terlepas dari penurunan kandungan bahan organik tanah, sehingga amelioran yang umum digunakan berupa bahan organik sebagai agen resiliensi. Pemberian bahan organik jerami atau mucuna sebanyak 10 Mg/ha dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, yaitu meningkatkan aktivitas mikroba, meningkatkan pH H20,

meningkatkan selisih pH, meningkatkan pH NaF (mendorong pembentukan bahan anoganik tanah yang bersifat amorf), meningkatkan pH 8,2 atau KTK variabel yang tergantung pH, menurunkan Aldd dan meningkatkan C-organik tanah. Penurunan Aldd selain disebabkan oleh kenaikan pH dan pengikatan oleh bahanbahan tanah bermuatan negatif, juga disebabkan karena pengkhelatan senyawa humit. Peranan asam fulvik dalam mengkhelat Al jauh lebih tinggi dibandingkan asam humik sekitar tiga kalinya (Widjaja, 2002).

C. Rehabilitasi Hutan

Hutan adalah suatu areal tanah yang di atas permukaan tanahnya ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan dari berbagai ukuran terdiri dari tanaman tinggi dan tanaman rendah sampai rumput-rumputan. Berbagai jenis tumbuhan ini memberikan manfaat bagi manusia sehingga areal tanah dan tetumbuhannya itu merupakan (a) sumber penghasil kayu dan hasil-hasil hutan lainnya, (b) sumber untuk mempengaruhi iklim dan tata air di sekitar lingkungannya (Kartasapoetra, dkk., 2000). Hutan memiliki banyak manfaat dari segi ekonomi, klimatologis, hidrolis, dan ekologis. (1) Manfaat hutan dari segi Ekonomi: Hasil hutan dapat dijual langsung atau diolah menjadi berbagai barang yang bernilai tinggi, membuka lapangan pekerjaan bagi pembalak hutan legal, dan menyumbang devisa negara dari hasil penjualan produk hasil hutan ke luar negeri, (2) Klimatologis: Hutan dapat mengatur iklim dan hutan berfungsi sebagai paru-paru dunia yang menghasilkan oksigen bagi kehidupan. (3) Hidrolis: dapat menampung air hujan di dalam tanah, mencegah intrusi air laut yang asin, dan menjadi pengatur tata air tanah, (4) Ekologis: mencegah erosi dan banjir, menjaga dan mempertahankan kesuburan tanah, dan sebagai wilayah untuk melestarikan keanaekaragaman hayati (Organisasi.Org, 2009). Rehabilitasi hutan adalah upaya untuk memulihkan kembali (recreate) ekosistem hutan aslinya melalui penanaman dengan jenis tanaman asli yang ada pada kawasan atau lahan tersebut sebelumnya, dan tujuannya hanya untuk mengembalikan hutan pada kondisi stabil dan produktif (Prijanto, 2000).

Kaitannya dengan bahasan rehabilitasi maka manfaat rehabilitasi hutan dapat diuraikan sebagai berikut (Brown and Lugo, 1994) : (1) Rehabilitasi merubah dari lahan yang tidak produktif menjadi suatu ekosistem yang lestari, (2) rehabilitasi mencegah kerusakan ekosistem di bagian hilir (downstream), (3) rehabilitasi mencegah tekanan pada hutan primer dengan demikian mengurangi laju deforestasi, dan (4) rehabilitasi dapat memfasilitasi keterlibatan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dalam kegiatan penanaman, penyediaan tenaga kerja dan training (fungsi sosial).

III. METODE PRAKTIK KERJA LAPANG

A. Tempat dan Waktu Praktik Kerja Lapang

Tempat pelaksanaan Praktik Kerja Lapang adalah di Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten Gunungkidul pada bulan Januari sampai Februari 2010.

B. Materi Praktik Kerja Lapang

Materi yang akan dikaji dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapang ini adalah usaha-usaha konservasi tanah secara mekanik pada lahan terdgradasi di kabupaten Gunungkidul. C. Metode Praktik Kerja Lapang

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Praktik kerja lapang ini adalah metode survei berupa pengumpulan data dan informasi dilanjutkan dengan pengamatan langsung, dan studi pustaka di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul. Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder. 1. Data primer Data yang diperoleh dari pengamatan secara langsung di lapang melalui observasi dan praktik secara langsung : a. Data mengenai program dan kegiatan teknis di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul.

b. Data mengenai konservasi tanah mekanik secara terras di kabupaten Gunungkidul, yaitu mengenai jumlah atau luas wilayah yang diterras, kualitas terras, dan jenis terras yang digunakan di kabupaten Gunungkidul. c. Data mengenai manfaat penerapan konservasi tanah mekanik secara terras, yang meliputi : untuk mengurangi panjang lereng, menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, memungkinkan penyerapan air oleh tanah, dan mempermudah pengolahan tanah. Berdasarkan manfaat tersebut yang akan dilihat dalam Praktik Kerja Lapang adalah terras sebagai penampung dan penyalur aliran permukaan dan terras untuk mempermudah pengolahaan tanah. d. Data mengenai kendala penerapan konservasi tanah mekanik secara terras, yaitu meliputi : tidak dapat diterapkan pada semua kondisi lahan, teknik konservasi ini tergolong mahal sehingga sulit diterapkan petani tanpa disertai subsidi dalam pembuatannya, dan sulit dipakai pada usaha pertaian yang menggunakan mesin-mesin besar pertanian. Berdasarkan kendalakendala tersebut yang akan dilihat dalam Praktik Kerja Lapang adalah terras tidak dapat diterapkan pada semua kondisi lahan dan bahwa terras sulit dipakai pada usaha pertanian yang menggunakan mesin-mesin besar pertanin. e. Data mengenai usaha rehabilitasi hutan di kabupaten Gunungkidul, yaitu mengenai luas kawasan hutan di kabupaten Gunungkidul dan jenis pohon yang ditanami untuk rehabilitasi hutan.

2. Data sekunder Data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen yang dimiliki dinas serta pustaka yang berkaitan dengan usaha konservasi tanah. Data sekunder yang diambil meliputi: (a) struktur organisasi Dinas Kehutanan dan Perebunan di kabupaten Gunung Kidul, (b) peta topografi, (c) peta jenis tanah, (d) peta kemiringan lereng, (e) peta penggunaan lahan, dan (f) data curah hujan setempat. D. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang Praktik Kerja Lapang akan dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu: 1. Tahap persiapan Kegiatan yang dilakukan adalah penyelesaian administrasi dan melengkapi syarat-syarat pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan, pengumpulan pustaka yang berhubungan dengan masalah yang dikaji serta penyusunan usulan Praktik Kerja Lapangan. 2. Tahap Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan selama satu bulan mengikuti kegiatan instansi di lokasi Praktik Kerja Lapangan dan mengumpulkan datadata yang diperlukan, meliputi data primer dan sekunder. a. Data Primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan secara langsung di lapangan melalui observasi dan praktik secara langsung. b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen yang dimiliki dinas serta pustaka yang berkaitan dengan usaha konservasi tanah.

3. Tahap penyusunan Laporan Kegiatan yang dilakukan adalah membahas data yang diperoleh pada saat pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan dalam penyusunan laporan Praktik Kerja Lapang.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Daerah Praktik Kerja Lapangan

1. Lokasi (geografi) dan Administrasi a. Geografi Letak geografi daerah tanah terdegradasi di Gunungkidul tidak diketahui tetapi berikut adalah letak geografi Kab. Gunungkidul keseluruhan, yaitu antara 110 21' dan 110 50' BT, dan antara 7 46' dan 8 09' LS. Wilayah Kabupaten Gunungkidul di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Sleman (provinsi DIY), sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Sukoharjo (Propinsi Jawa Tengah), sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah), dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. b. Administrasi Tanah terdegradasi di Gunungkidul tersebar di 17 kecamatan dari 18 kecamatan, 144 desa, 1416 dusun, 1583 RW, dan 6844 RT. Kecamatan yang ada di Gunungkidul antara lain : Kecamatan Panggang, Purwosari, Paliyan (merupakan kecamatan yang tidak ada tanah terdegradasinya), Saptosari, Tepus, Tanjungsari, Rongkop, Girisubo, Semanu, Ponjong, Karangmojo, Wonosari, Playen, Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, dan Semin. 141 desa masuk klasifikasi Swadaya dan 3 desa termasuk desa Swasembada, sedangkan jumlah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) tahun 2007 adalah 144, dengan 95 LPMD klasifikasi tumbuh dan 49 LPMD termasuk klasifikasi berkembang.

2. Kependudukan Penduduk Kabupaten Gunungkidul berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000 dan Sensus Penduduk Antar Sensus 2005 tahun 2007 berjumlah 685.210 jiwa yang tersebar di 18 kecamatan dan 144 desa, dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu Kecamatan Wonosari dengan 75.517 jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki, yaitu 349.799 perempuan dan 335.411 laki-laki. Penduduk berdasarkan usia tahun 2007 sesuai dengan sensus penduduk 2000 dan Sensus Penduduk Antar Sensus 2005 adalah pada Tabel 1, yaitu jumlah keseluruhan penduduk Gunungkidul adalah 685.210 jiwa. Pengaruh

kependudukan terhadap degradasi tanah adalah (a) kepadatan penduduk, jika jumlah penduduk setiap tahun semakin bertambah maka akan banyak lahan yang dibutuhkan penduduk sebagai tempat tinggal maupun tempat kerja, dan (b) aktivitas penduduk merupakan penyebab degradasi tanah akibat campur tangan manusia, yaitu deforestasi, overgrazing, kegiatan pertanian, serta kegiatan industri dan bioindustri.

Tabel 1. Jumlah penduduk berdasarkan usia tahun 2007 No. Usia (tahun) Jumlah (jiwa) 0 4 (balita) 41.935 59 46.041 10 14 53.143 15 19 49.730 20 24 32.508 25 29 40.984 30 34 46.246 35 39 52.502 40 44 49.255 45 49 44.409 50 54 44.984 55 59 44.398 60 + 139.075 Total 685.210 Sumber : Sensus Penduduk 2000 - SUPAS2005 & Proporsi Susesnas 2006 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 3. Iklim Schmidt dan Ferguson mengklasifikasikan iklim berdasarkan adanya bulan basah dan bulan kering. Sebagai dasar penggolongan iklim digunakan suatu rasio Q yakni perbandingan antara jumlah rata rata bulan kering dengan rata rata bulan basah. Sistem klasifikasi iklim Oldeman terdapat batasan batasan tertentu dalam menentukan iklim disuatu tempat yang didasarkan pada jumlah bulan basah (tipe utama), bulan lembab, dan bulan kering (subdivisi) secara berturut-turut. Berdasarkan kisaran curah hujan di Kab. Gunungkidul selama 10 tahun dari tahun 1999 sampai dengan 2008 (Tabel 2), menurut sistem Schmidt dan Ferguson wilayah Kab. Gunungkidul termasuk tipe iklim C (agak basah) yaitu dengan nilai Q sebesar 50,2%. Tanaman tahunan yang sesuai dengan tipe iklim C adalah tanaman akasia, jati, sengon, dan sonokeling.

Tabel 1. Curah hujan bulan pada kab. Gunungkidul


Jan Tahun mm 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah Rerata 298 361 278 359 306 198 313 330 136 222 2801 280,1 236 460 120 328 445 251 209 260 308 319 2936 293,6 265 212 24 142 272 238 290 301 288 262 2294 229,4 189 242 141 160 50 36 136 220 207 94 1475 147,5 52 88 65 33 122 94 2.4 100 63 14 633 63,3 4 33 82 0.9 31 13 133 50 0.56 347 34,7 26 0.22 11 220 257 25,7 8 0.17 0.4 2.5 11 1,1 7 9 30 1.7 67.5 0.94 116 11,6 68 107 183 7 56 6 187 52 176 842 84,2 216 160 160 144 247 174 145 34 134 407 1914 191,4 310 89 110 156 457 360 438 279 485 215 2899 28,99 6 6 6 6 6 5 9 5 6 6 61 6,1 1 2 2 1 1 1 1 1 10 1,0 2 3 3 5 4 6 2 1 2 3 31 3,1 Feb Mar Apr Mei Jun jul Agt Sept Okt Nov Des BB BL BK

Sumber : Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul

Menurut sistem klasifikasi Oldeman wilayah kab. Gunungkidul memiliki 4 bulan basah berturut-turut dan 6 bulan kering berturut-turut, maka wilayah kab. Gunungkidul termasuk tipe iklim D3 yang artinya hanya memungkinkan satu kali padi satu kali palawija setahun, tergantung pada adanya persediaan air irigasi, jika tidak ada sistem irigasi yang menjamin ketersediaan air maka pada tipe iklim tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian.

4. Tanah a. Pegunungan Baturagung Pegunungan baturagung terletak di bagian utara Kabupaten Gunungkidul dengan luas 33.119,8 ha. Jenis tanah yang terbentuk di kawasan pegunungan baturagung adalah Latosol, Litosol dan Renzina. Tanah jenis Latosol merupakan tanah yang masih relatif subur, dengan ketebalan solum tanah yang masih cukup tebal. Jenis tanah Litosol dan Renzina merupakan tanah yang kurang subur,

dengan ketebalan solum tanah cukup tipis, bahkan untuk tanah Litosol masa batuan induk terlihat di permukaan. Tanah terdegradasi pada zona ini adalah seluas 2.355 ha yang terdapat di kecamatan Patuk, Nglipar, Semin, Ngawen, dan Gedangsari (pemerintahan Kab. Gunungkidul, 2009). b. Dataran Wonosari Dataran Wonosari terletak di bagian tengah Kabupaten Gunungkidul dengan luas 76.162,042 ha. Jenis tanah yang terbentuk di wilayah dataran Wonosari adalah Grumosol, Mediteran (Terarosa) dan Renzina (lampiran 2). Grumosol mempunyai struktur tanah gumpal pada waktu kering dan sangat lekat pada waktu basah. Jenis tanah Grumosol akan mengalami retakan tanah yang cukup dalam dan lebar pada waktu musim kemarau. Mediteran mempunyai struktur tanah cukup remah pada waktu kering maupun basah dibanding tanah Grumosol. Tanah Mediteran ini tersebar pada lahan yang berbatasan dengan perbukitan di wilayah pegunungan seribu. Renzina merupakan jenis tanah muda yang berasal dari pelapukan batuan induk yang masih awal sehingga masa batuan masih terlihat jelas. Warna tanah Renzina adalah putih. Tanah terdegradasi di kawasan ini adalah seluas 935 ha yang terdapat di kecematan Wonosari, Ponjong, Karangmojo, Semanu, dan Playen (pemerintahan Kab. Guningkidul, 2009). c. Pegunungan Seribu Pegunungan seribu adalah merupakan deretan pegunungan kapur yang terletak di bagian selatan Kabupaten Gunungkidul dengan luas wilayah 39.254,158 ha. kawasan pegunungan seribu ini merupakan kawasan lahan yang

kering, tidak ditemukan aliran sungai di atas tanah, sistem aliran sungai banyak ditemukan sebagai sebuah sistem aliran sungai bawah tanah. Jenis tanah yang mendominasi pada kawasan pegunungan seribu adalah tanah Mediteran (Terarosa). Jenis tanah yang lain adalah Litosol dan Renzina. Tanah mediteran merupakan tanah yang masih relatif subur. Jenis tanah ini mendominasi pada kawasan aluvial yaitu kawasan lembah perbukitan. Litosol dan Renzina tersebar pada kawasan lahan perbukitan, pada kawasan lahan lereng bukit maupun punggung bukit dengan ketebalan solum tanah yang cukup tipis. Derajat kemiringan pada lahan perbukitan berkisar 30 60, bahkan ada yang mendekati terjal sampai dengan tegak lurus. Tanah terdegradasi pada zona ini adalah seluas 9.249 ha yang terdapat di Kecematan Panggang, Tepus, Rongkop, Girisubo, Tanjungsari, Saptosari, dan Purwosari (pemerintahan Kab. gunungkidul).

B. Kegiatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul

1. Organisasi Wilayah kerja Dinas Kehutana dan Perkebunan Kab. gunungkidul meliputi seluruh wilayah kabupaten. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul memiliki 7 Cabang Dinas Kehutanan (CDK) yang tersebar diseluruh wilayah kabupaten meliputi CDK Playen, Nglipar, Karangmojo, Semanu, Panggang, dan Paliyan. CDK berfungsi membantu kelancaran kegiatan dinas kehutanan dan perkebunan, terutama penyuluhan dibidang kehutanan dan perkebunan.

Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul terletak di pusat kota Wonosari di jalan Brigjen Katamso No. 8, Desa Kepek, kecamatan Wonosari. Lokasi kantor meliputi luas 1200 m2 pada ketinggian 125 m di atas permukaan laut, dilengkapi dengan bangunan, ruang komputer, ruang pertemuan, mushola, gudang, dan tempat parkir. Susunan organisasi dinas ini, terdiri atas kepala dinas, kelompok jabatan, fungsional, dan bagian tata usaha. Kepala dinas secara langsung membawahkan bidang kehutanan, bidang perkebunan, bidang bina usaha, bidang pengendalian dan perkebunan, dan UPT balai pembibitan tanaman hutan dan perkebunan. Secara lengkap struktur Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul, dapat dilihat pada Gambar 1. 2. Program dan Kegiatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul. a) Program pemantapan sumberdaya hutan Kegiatannya adalah Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan produksi, pengembangan hasil hutan non kayu, perencanaan dan pengembangan hukum, pengelolaan dan pemanfaatan hutan, dan pengembangan, pengujian dan pengendalian peredaran hasil hutan. b) Program rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan - kegiatannya adalah sebagai berikut - Pembuatan bibit/benih tanaman kehutanan, - peningkatan peran serta masyarakat dalam RHL, - rehabilitasi hutan lindung,

- peningkatan peran masyarakat dalam gerakan penghijauan sempadan sungai, - peningkatan peran masyarakat dalam gerakan penghijauan sumber mata air, - peningkatan peran masyarakat dalam gerakan penghijauan habitat hewan langka, - peningkatan peran masyarakat dalam gerakan penghijauan sempadan pantai, - pengembangan hutan rakyat, dan - pengembangan hutan tanaman rakyat. c) Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Hutan. Kegiatannya meliputi penyuluhan kesadaran masyarakat

mengenai dampak kerusakan hutan, peningkatan partisipasi masyarakat dalam lomba penghijauan, dan sosialisasi perundang-undangan tentang perlindungan dan konservasi sumber daya alam. d) Program perencanaan dan pengembangan hutan dengan kegiatan pendampingan kelompok perhutanan rakyat. e) Program peningkatan penerapan teknologi pertanian /perkebunan. Kegiatan kegiatannya adalah sebagai berikut. Penelitian dan pengembangan teknologi pertanian/perkebunan tepat guna, pengadaan saran dan prasarana teknologi pertanian/perkebunan tepat guna,

pemeliharaan rutin/berkala sarana dan prasarana teknologi pertanian/ perkebunan, pelatihan dan bimbingan pengoperasian teknologi pertanian dan perkebunan tepat guna, dan

pelatihan penerapan teknologi pertanian/perkebunan modern bercocok tanam.

f) Program peningkatan produksi pertanian/perkebunan. Kegiatannya adalah Penyediaan sarana produksi pertanian/perekbunan dan pengembangan bibit unggul pertanian/perkebunan. Program yang diikuti di lapangan adalah program yang pertama yaitu program rehabilitasi hutan dan lahan beserta kegiatan kegiatannya. Program dan kegiatan yang lainnya tidak dapat diikuti karena praktek kerja lapangan dilaksanakan pada awal tahun 2010 yaitu bulan Januari - Februari, maka masih banyak program dan kegiatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan kab. Gunungkidul yang belum terealisasi. Data di atas didapat dari data tahun 2009 dan merupakan rencana program dan kegiatan yang akan direalisasikan juga ditahun 2010.

C. Konservasi Tanah Usaha usaha yang dilakukan dalam menanggulangi lahan terdegradasi di Kab. Gunungkidul adalah konservasi tanah vegetatif dan mekanik. Konservasi tanah metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan

daya rusak aliran permukaan dan erosi. Konservasi tanah metode vegetatif yang telah dilakukan di Kab. Gunungkidul dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Luas kegiatan konservasi tanah dan air metode vegetatif di lahan terdegradasi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul Jenis Luas (ha) Jml Kegiatan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1. Pengembang 440 400 250 375 280 100 1845 an Hutan Rakyat 2. Penanaman 20 20 40 jenis tanaman konservasi 3. Penghijauan 30 48 20 20 60 20 198 sempadan pantai 4. Penghijauan 21 10 21 70 20 72 DTA telaga 5. Penghijauan 3 2 20 10 10 45 kawasan sekitar sumber air 6. Pembuatan 30 20 50 dan pengelolaan Arboretum Tanaman Langka Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul,2009. No

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa pengembangan hutan rakyat mengalami penurunan tiap tahunnya, hal itu disebabkan karena dinas juga harus membagi waktu untuk merealisasikan jenis kegiatan lainnya. Pemerintahan Kab. Gunungkidul lebih memperhatikan pengembangan hutan rakyat

dibandingkan kegiatan lainnya, dapat dilihat dari jumlah luas kegiatan yang dilaksanakan dari tahun 2003 - 2009 pengembangan hutan rakyat lebih luas

dibanding kegiatan yang lain, yaitu 1845 ha. Ditahun 2007 di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul tidak ada melakukan kegiatan konservasi tanah dan air metode vegetatif, kegiatan yang dilakukan pada tahun 2007 adalah perawatan jenis-jenis konservasi vegetatif yang sudah ada. Konservasi tanah mekanik yang digunakan di lahan terdegradasi adalah gully plug, sumur resapan, dam penahan air, dan terras bangku (Tabel 5) tetapi yang paling banyak digunakan adalah konservasi tanah mekanik secara terras bangku yaitu sejauh ini luas wilayah yang sudah diterras bangku di wilayah lahan terdegradasi adalah 30.000 ha.

Tabel 4. Kegiatan konservasi tanah dan air metode mekanik di lahan terdegradasi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul No Jenis Kegiatan Volume Jml 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1. Pembuatan 25 4 29 Dam penahan 2. Pembuatan 1 6 7 14 gully plug 3. Penguat terras 15 15 30 4. Sumur resapan 5 5 22 2 34 Sumber : dinas kehutanan dan perkebunan kab. gunungkidul

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa kegiatan konservasi mekanik pada lahan terdegradasi Gunungkidul masih relatif sedikit, karena Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul lebih fokus terhadap konservasi secara vegetatif. Dam penahan yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul adalah bendungan yang dibuat dengan menahan beberapa sistem aliran sungai permukaan. Pembutan Dam penahan pada tahun 2003 2005 tidak pernah dilakukan, kemudian di tahun 2006 dibuat 25 satuan Dam penahan di beberapa

kecamatan dan di tahun 2007 dibuat 4 satuan Dam penahan yang tersebar di beberapa kecematan. Data mengenai sebaran lokasi Dam penahan di masing masing kecematan belum diketahui, kualitas Dam penahan dapat dikatakan baik, karena dapat menampung ketersediaan air sehingga pada musim kemarau Dam penahan dapat dimanfaatkan sebagai sumber air untuk keperluan masyarakat setempat. Kualitas terras bangku di Kab. Gunungkidul cukup baik karena dalam pembuatan terras dapat memperluas daerah yang dapat ditanami dan menampung sedimen dari bagian atas sehingga menebalkan solum tanah. Terras bangku di lahan terdegradasi Kab. Gunungkidul sebagian besar dipasang batuan di muka terras yang berfungsi sebagai penguat terras dan di bidang yang bisa ditanami dimanfaatkan dengan tanaman tahunan dan tanaman pangan (Gambar 2). Muka terras

tanaman hutan

Daerah yang dapat ditanami

Tanaman pangan Gambar 2. Terras bangku di tanah terdegradasi Kab. Gunungkidul

Penguat terras adalah tanaman rerumputan atau bebatuan yang dipasangkan pada muka terras. Penguat terras di wilayah terdegradasi

Gunungkidul menggunakan batu kapur yang dipasangkan pada muka terras (Gambar 2). Tahun 2003 penguat terras di buat pada 15 terras yang tersebar di daerah zona selatan, tahun 2004 2007 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul tidak ada kegiatan pembuatan penguat terras, dan ditahun 2008 pembuatan penguat terras dilakukan pada 15 terras yang masih tersebar di zona selatan. Maka terras yang sudah dipasang penguat terras di wilayah terdegradasi Gunungkidul adalah sebanyak 30 terras. Pihak Dinas hanya menghitung jumlah terras yang sudah dipasang penguat terras pada lahan terdegradasi Gunungkidul. Oleh karena itu luas terras yang sudah dipasang penguat terrasnya tidak diketahui karena pihak Dinas tidak melakukan pengukuran terhadap luas terras yang sudah ada penguat terrasnya. Manfaat penerapan metode mekanik terras di lahan terdegradasi Gunungkidul adalah sebagai berikut. Lahan tidak kehilangan lapisan permukaan tanah, sedimentasi tanah dapat ditampung di bidang yang dapat ditanami dan memudahkan pemanfaatan tanah. Selain itu juga pada lereng-lereng yang terjal, kejadian erosi dapat ditekan karena penutupan lahan oleh tanaman tahunan maupun tanaman semusim. Kendala dalam penerapan metode mekanik secara terras di tanah terdegradasi Gunungkidul adalah ketebalan solum tanah yang tipis dan kondisi kemiringan lahan yang sangat terjal, yaitu sebesar 30o ke atas. Data mengenai manfaat dan kendala penerapan metode mekanik terras di wilayah terdegradasi Gunungkidul tidak ada secara spesifik, karena data mengenai manfaat dan kendala penerapan metode mekanik terras di dapat dari hasil wawancara dengan pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul.

D. Rehabilitasi Hutan

Luas total hutan di kabupaten Gunungkidul adalah 43.548,23 ha, yang terdiri atas 13.221 ha hutan negara, 30.000 ha hutan rakyat, dan 327,23 ha hutan tanaman rakyat di tanah AB. Hutan negara adalah wilayah yang dikembangkan pada kawasan lahan milik negara. Di kabupaten Gunungkidul, kawasan hutan negara ini dikelola oleh kesatuan lembaga yang bernama Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Lembaga ini merupakan lembaga pemerintah yang bertugas secara teknis mengelola kawasan hutan negara di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kesatuan Pemangkuan Hutan ini berada di bawah kesatuan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, berdasarkan status keperuntukanya, hutan dibagi kedalam beberapa status peruntukan hutan (Tabel 5).

Tabel 5. Beberapa status peruntukkan hutan No Jenis pemanfaatan Luas (ha) . 1 Suaka Margasatwa Sodong 434,6 2 Tahura Bunder 634,1 3 Hutan pendidikan Wanagamma 600,0 I 4 Penangkaran Rusa 10,0 5 Hutan Kemasyarakatan 1.087,6 6 7 8 Hutan Produksi Hutan rakyat 10.454,7 30.000

Keterangan Perlindungan satwa Konsrvasi/wisata Diklat dan riset Perlindungan rusa Hutan produksi masyarakat Hutan produksi Negara Hutan dikembangkan masyarakat Hutan yang dikelola masyarakat

Hutan tanaman rakyat tanah 327,22 (AB) Total 43.548,23 Sumber : dinas kehutanan dan perkebunan Kab. Gunungkidul

Berdasarkan Tabel 5 beberapa pemanfaatan hutan negara, yaitu sebagai suaka margasatwa yang terdapat di kecamatan Semanu seluas 434,6 ha, di manfaatkan untuk perlindungan satwa, tahura bunder seluas 634,1 ha yang dimanfaatkan sebagai konservasi dan tempat wisata, hutan pendidikan wanagama adalah hutan yang dikelola oleh Universitas Gajah Mada dengan luas 600 ha, penangkaran rusa seluas 10 ha adalah hutan yang dimanfaatkan untuk perlindungan rusa, hutan kemasyarakatan 1087,6 ha adalah hutan negara yang dikelola oleh masyarakat, dan hutan produksi adalah hutan yang produksi sepenuhnya milik negara yaitu seluas 10.454,7 ha. Suaka margasatwa sodong, tahura bunder, hutan pendidikan wanagama I, penangkaran rusa, hutan kemasyarakatan, dan hutan produksi merupakan wilayah hutan negara. Hutan rakyat adalah hutan yang dikembangkan oleh masyarakat secara luas di lahan yang berstatus lahan milik. Pola pengembangan hutan rakyat dilakukan dengan sistem monokultur maupun tumpangsari. Pola monokultur banyak dilakukan pada kawasan pegunungan kritis maupun pada lahan tidak produktif lainya, sedangkan pola tumpangsari banyak dilakukan oleh masyarakat pada lahan-lahan yang masih relatif produktif. Lahan tidak produktif di Gunungkidul adalah lahan yang terletak di kawasan pegunungan karst, sedangkan lahan produktif terdapat di daerah-daerah dataran yang memiliki solum tanah mampu untuk ditembus akar tanaman. Sebaran hutan rakyat di kab. Gunungkidul di seluruh kecamatan, yaitu 2.317 ha di kec. Ponjong, 1.814 ha di kec. Purwosari, 2.688 ha di kec. Patuk, 2.094 ha di kec. Nglipar, 545 ha di kec. Karangmojo, 860,5 ha di kec. Wonosari,

2.400 ha di kec. Rongkop, 2.849 ha di kec. Girisubo, 1.894 ha di kec. Tanjungsari, 1.576 ha di kec. Playen, 653 ha di kec. Paliyan, 2.230 ha di kec. Panggang, 1.985 di kec. Tepus, 2.000 ha di kec. Semin, 824 ha di kec. Ngawen, 2.447 ha di kec. Gedangsari, 2.149 ha di kec. Saptosari, dan 2.674 di kec. Semanu. Total keseluruha hutan rakyat adalah 30.000 ha (Tabel 6).

Tabel 6. Persebaran hutan rakyat Gunungkidul per kecamatan No. Kecamatan Luas (ha) 1 Ponjong 2.317 2 Purwosari 1.814 3 Patuk 2.688 4 Nglipar 2.094 5 Karangmojo 545 6 Wonosari 860,5 7 Rongkop 2.400 8 Girisubo 2.849 9 Tanjungsari 1.894 10 Playen 1.576 11 Paliyan 653 12 Panggang 2.230 13 Tepus 1.985 14 Semin 2.000 15 Ngawen 824 16 Gedangsai 2.447 17 Saptosari 2.149 18 Semanu 2.674 Total 30.000 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul

Hutan tanaman rakyat (HTR) adalah luncuran program dari kementrian Kehutan. Konsep dasar pengembangan HTR ini adalah memberikan ijin kepada masyarakat sekitar kawasan hutan negara selama 60 tahun untuk mengembangkan tanaman komoditas kehutanan. Di kabupaten Gunungkidul, HTR dialokasikan pada lahan yang berstatus lahan negara yang bernama tanah AB. Tanah AB ini pada dasarnya adalah bagian dari lahan hutan negara yang dikeluarkan dari

kesatuan pengelolaan hutan yang ada. Hutan tanaman rakyat seluruhnya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai hutan produksi. Produksi dari hutan tanaman rakyat adalah tanaman tanaman pertanian antara lain padi, jagung, ketela, cabai, dan lain-lain. Data mengenai produksi hutan tanaman rakyat didapat melalui wawancara dengan petani setempat, oleh karena itu tidak ada data yang menjelaskan jumlah produksi yang dihasilkan oleh para petani. Berdasarkan amanat Undang-Undang Pokok Kehutanan nomor: 41 tahun 1999, bahwa setiap wilayah harus mempunyai zona bervegetasi hutan minimum 30% dari luas total wilayah, maka Kabupaten Gunungkidul minimal harus memiliki kawasan hutan seluas 50.000 ha. Berdsarkan kondisi hutan di Gunungkidul saat ini, yaitu seluas 43.548,23 ha, maka untuk mencapai luas minimum, masih memerlukan penambahan kawasan hutan minimal 6451,77 ha. Lahan yang potensi untuk pengembangan hutan adalah lahan terdegradasi. Pemanfaatan lahan terdegradasi ini selain menambah luasan penutupan vegetasi, juga dapat merahabilitasi lahan lahan terdegradasi. Pola tanaman keras intensif diterapkan pada lahan yang terjal dan puncak perbukitan. Jenis tanaman yang ditanami untuk rehabilitasi di hutan Gunungkidul adalah tanamn jati, mahoni, akasia, sonokeling, dan bambu (Tabel 7). Kondisi hutan di Kab. Gunungkidul secara ekologis mengemban dua misi utama, yaitu peningkatan kualitas lingkungan hidup dan rehabilitasi lahan kritis. Berdasarkan konteks peningkatan kualitas lingkungan hidup, syarat minimum luas penutupan lahan berupa kawasan hutan yang harus dicapai pada suatu wilayah, berdasarkan Undang-Undang Pokok Kehutanan Nomor : 41

Tahun 1999 adalah sebesar 30% dari luas total suatu wilayah, sedangkan dalam konteks rehabilitasi lahan kritis, luas minimal pengembangan vegetasi penutup lahan sebagai sebuah pendekatan teknis secara vegetatif adalah seluas lahan kritis yang ada. Tabel 7. Jenis tanaman dan produksi hutan kabupaten Gunungkidul tahun 2009 No. Kecamatan Produksi Jati Mahoni Akasia Sono Bambu 3 3 3 3 (m ) (m ) (m ) (m ) (bt) 9.676,690 980,420 8,230 167,940 87.155 1 Ponjong 6.076,670 249,669 0,000 0,000 3.661 2 Purwosari 2.843,850 1.589,330 1.671,090 1.288,910 12.300 3 Patuk 6.654,770 874,160 0,000 3,860 6.600 4 Nglipar 168,360 0,000 0,000 3.350 5 Karangmojo 1.265,171 11.018,280 206,030 0,000 0,000 25.754 6 Wonosari 2.371,229 56,900 0,000 45,001 76.135 7 Rongkop 2.162,396 0,450 0,000 0,000 43.608 8 Girisubo 50,560 0,000 220,560 2.150 9 Tanjungsari 2.557,882 13.529,270 521,092 4,450 4,320 2.985 10 Playen 1000,345 153,240 0,000 3,860 1.247 11 Paliyan 906,601 232,745 255,540 0,000 1.135 12 Panggang 3.632,500 112,020 115,120 330,840 1.224 13 Tepus 3.883,540 259,904 202,920 215,590 3.813 14 Semin 4.003,240 167,240 0,000 0,000 1.360 15 Ngawen 3.355,400 339,380 4,270 11,080 5.116 16 Gedangsai 3.362,960 11,980 0,000 0,000 450 17 Saptosari 5.308,080 89,861 18,030 0,000 0 18 Semanu 83.608,874 6.063,341 2.279,650 2.291,961 278.043 Jumlah Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul, 2009 Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat jumlah keseluruhan produksi hutan kab. Gunungkidul yang tersebar diseluruh kecmatan, yaitu 83.608,874/ m3 kayu jati, 6.063,341/ m3 mahoni, 2.291,961/ m3 kayu akasia, 2.291,961/ m3 kayu sono,dan 278.043 batang bambu. Kayu jati di kab. Gunungkidul merupakan tanaman yang produksinya paling tinggi. Kondisi hutan kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4 yang memperlihatkan jenis tanaman jati dan akasia. Alasan Dinas

Kehutanan dan Perkebunan kab. Gunungkidul menggunakan tanaman tersebut di atas adalah karena tanaman jati, mahoni, akasia, dan sono merupakan tanaman yang toleran terhadap lahan kering dan sesuai dengan kondisi iklim di Gunungkidul.

Tanaman jati

Gambar 3. Hutan dengan tanaman jati

tanaman akasia batuan induk

Gambar 4. Tanaman Akasia dengan ketebalan solum tanah dangkal Tanaman akasia mampu tumbuh dengan baik di areal lahan yang kurang subur dengan ketebalan solum tanah yang dangkal (Gambar 4). Tingginya tingkat kemampuan tanaman ini untuk tumbuh ditanah yang marginal dilatar belakangi oleh beberapa faktor antara lain sistem perakaran yang dangkal atau mendatar

yang menyebabkan tanaman ini mampu tumbuh pada lahan dengan solum tanah tipis, sistem perakaran mampu menembus lapisan batuan induk (Gambar 5).

Akar tanaman akasia Batuan induk

Gambar 5. Akar tanaman akasia mampu menembus batuan induk

Akar

tanaman

akasia

terlihat

mampu

menembus

batuan

dan

menghancurkan batuan induk menjadi serbuk batuan yang kemudian terus melapuk bersama bahan organik yang dihasilkan menjadii tanah yang cukup subur. Sistem perakaran bersimbiosis dengan bakteri akar (rizobium) yang mampu membantu tanaman ini untuk mengikat unsur nitrogen dari udara, sehingga tanaman ini mampu menyediakan kebutuhan unsur nitrogen secara mandiri.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Program dan kegiatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul adalah pemantapan sumber hutan potensi, meliputi pemantapan potensi sumber daya hutan, Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), perlindungan dan konservasi sumber daya hutan, perencanaan dan pengembangan hutan, dan peningkatan produksi pertanian/perkebunan. 2. Usaha konservasi tanah mekanik secara terras pada lahan terdegradasi di Kab. Gunungkidul adalah konservasi tanah mekanik secara terras bangku, terras gulud, gully plug, dam pengendali air, dan dam penahan air. Kualitas terras bangku di Kab. Gunungkidul cukup baik, karena dalam pembuatan terras dapat memperluas daerah yang dapat ditanami dan menampung sedimen dari bagian atas sehingga menebalkan solum tanah. 3. Manfaat penerapan metode mekanik di wilayah lahan terdegrasi Gunungkidul adalah lahan tidak kehilangan lapisan permukaan tanah, sedimentasi tanah dapat ditampung di bidang yang dapat ditanami dan memudahkan pemanfaatan tanah. Selain itu juga pada lereng-lereng yang terjal, kejadian erosi dapat ditekan karena penutupan lahan oleh tanaman keras maupun tanaman semusim. 4. Kendala dalam penerapan usaha konservasi tanah mekanik di wilayah terdegradasi Gunungkidul adalah ketebalan solum tanah yang tipis dan kondisi kemiringan lahan yang sangat terjal, yaitu sebesar 30o ke atas.

5. Rehabilitasi hutan yang dilakukan di Kabupaten Gunungkidul adalah dengan penghijauan atau menanami tanaman kayu guna memperluas kawasan. Luas total hutan di kabupaten Gunungkidul adalah 43.548,23 ha, yang terdiri atas 13.221 ha hutan negara, 30.000 ha hutan rakyat, dan 327,23 ha hutan tanaman rakyat di tanah AB. Jenis tanaman yang ditanami di kawasan hutan Gunungkidul adalah tanaman jati, mahoni, akasia, dan tanaman sengon.

B. Saran

1. Upaya rehabilitasi lahan terdegradasi dan pengembangan tanaman sebaiknya diaplikasikan secara heterogen dengan mengembangkan berbagai tanaman keras. 2. Kegiatan konservasi tanah dan air dan rehabilitasi hutan sebaiknya dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan agar tercipta kelestarian sumberdaya alam. 3. Pola tanaman keras intensif harus diterapkan pada lahan yang terjal dan perbukitan, agar kawasan perbukitan tidak gundul dan tidak menyebabkan erosi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahn, P. M. 1993. Tropical soils and fertilizer use. Technical. 263p.

Longman Science &

Arsyad, S . 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB, Bogor. Barrow, C. J. 1991. Land degradation. Cambridge University Press. 295p. FAO. 1977. FAO soil bulletin: assesing soil degradation. UN. Rome. 83p. Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, A. Diha, G. B. Hong dan H. Bailey . 1986 . Dasar-Dasar Ilmu Tanah . Penerbit Universitas Lampung, Lampung. Hamilton, L. S. dan P. N.King, 1997. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika (Tropical Forested Watersheds). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. . 1994. Dasar-dasar Klimatologi. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Lakitan, Benyamin Lal, R. 1986. Soil surface management in the tropics for intensive land use and high and sustained production. Stewart, B.A.(editor). Advances in soil science volume 5. Springer-Verlag New York Inc. p:1-110. Oldeman, L. R. 1994. The global extent of soil degradation. Greenland,D.J. and I. Szabolcs (editor). Soil resilience and sustainable land use. CAB International. p: 99-118. Rachman, E. 2005. Perencanaa Penanaman untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi. Dinas Kehutanan Jabar. Rahim, S., E . 2003 . Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup . Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Taufik, M., J. P. Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya. science. (In Press). Taufik, M., J. P. Upaya Terpadu Penanganan Lahan Kritis. secience. (In Press). Forum Komunikasi Online Gunungkidul. 25 Oktober 2008. Lahan Kritis Di Wonosari. (On-Line), http://www.wonosari.com/html. diakses 19 Februari 2010.

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.21 Maret 2009. Kondisi Umum. (On-Line), http://www.gunungkidulkab.go.id/home.php diakses 26 Maret 2010.

Anda mungkin juga menyukai