Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

Dosen Pengampu :

Dr. Ir. YANARITA, M.P


Ir. YUSINTHA TANDUH, M.P
RERI YULIANTI S.Hut., M.P
Dr. BELINDA HASTARI, S.Hut., M.P

Oleh :

Kelompok VI

Abdul Rohim CCA 117 021


Emirama Waruwu CCA 117 005
Melina Kristiani CCA 117 007
Mardiani CCA 117015
Lisa Maulidah CCA 116 092

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang sudah
memberikan karuniaNya sehingga laporan praktikum Rehabilitasi Hutan dan
Lahan dapat selesai dengan tepat waktu.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Ir. Yanarita, M.P
selaku dosen mata kuliah Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang telah membimbing
dalam proses perkuliahan berlangsung. Penulis juga mengucapkan terimakasih,
kepada buku-buku serta penulis-penulis yang telah menjadi wadah untuk mencari
informasi tentang materi Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Laporan praktikum Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
untuk perbaikan laporan praktikum ini. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih, semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat dan berguna untuk
menambah wawasan ilmu pengetahuan.

Palangka Raya, Januari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang......................................................................................1
I.2. Tujuan Praktikum..................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1................................................................. Rehabilitasi Hutan dan Lahan
................................................................................................................3
II.2............................................................. Balangeran (shorea balangeran)
.............................................................................................................. 4
II.3................................................................................. Perawatan Tanaman
..............................................................................................................12
III. METODE PRAKTIKUM
III.1..................................................................................Tempat dan Waktu
................................................................................................................7
III.2....................................................................................... Alat dan Bahan
................................................................................................................7
III.3...............................................................................................Cara Kerja
................................................................................................................7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2. Hasil.......................................................................................................8
4.3. Pembahasan.........................................................................................13
V. PENUTUP
V.1..............................................................................................Kesimpulan
..............................................................................................................15

ii
V.2.........................................................................................................Saran
..............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Jalur 1................................................................................................. 8

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Diagram Oval Aspek Ekologi Sistem RHL....................................14

iv
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

I.2 Tujuan
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Rehabilitasi Hutan dan Lahan


Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RHL adalah
upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan
lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung
sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi hutan dan lahan
disosialisasikan sebagai program pemulihan lingkungan hidup yang telah rusak
dan sudah menjadi lahan kritis. Rehabilitasi hutan dan lahan diimplementasikan
pada semua kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional.
Lahan kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan
yang telah menurun fungsinya sebagai unsur produksi pertanian, media pengatur
tata air DAS maupun unsur perlindungan alam dan lingkungannya. Lahan kritis
juga merupakan suatu lahan yang kondisi tanahnya telah mengalami proses
kerusakan fisik, biologi atau kimia yang pada akhirnya bisa membahayakan
fungsi hidrologi, produksi, orologi, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi di
sekelilingnya.
Rehabilitasi diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi dan penghijauan
serta reklamasi hutan, keberhasilannya ditentukan oleh besar kecilnya partisipasi
masyarakat. Rehabiliasi untuk kepentingan pembangunan bersifat strategis atau
menyangkut kepentingan umum yang harus menggunakan kawasan hutan, harus
diimbangi dengan upaya reklamasinya. Menurut peraturan pemerintah, rehabilitasi
dilakukan melalui kegiatan reboisasi, panghijauan, pemeliharaan, pengayaan
tanaman serta penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis,
pada lahan kritis dan tidak produktif. Serta kegiatan reklamasi hutan meliputi
usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dengan vegetasi hutan
yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
Adapun lokasi praktikum yakni Kebun Benih Rakyat Universitas Palangka
Raya ditumbuhi oleh beberapa jenis pohon yakni Galam, Akasia, Balangeran dan
beberapa jenis tumbuhan tingkat bawah. Kegiatan rahabilitasi di kawasan ini
dilakukan dengan menanam pohon jenis Shorea Balangeran.
3

II.2 Balangeran (Shorea Balangeran)


Balangeran merupakan jenis tanaman yang cukup potensial untuk
dikembangkan di hutan rawa gambut. Jenis tersebut termasuk jenis pohon
komersial dimana pada umumnya terdapat secara berkelompok (Martawijata, et
al., 1989). Dalam klasifikasi tumbuhan, balangeran (Shorea balangeran) di
klasifikasikan sbb:
Devisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Species : Shorea balangeran
Pohon Balangeran dapat tumbuh mencapai tinggi pohon 20-25 m,
mempunyai batang bebas cabang 15 m, diameter dapat mencapai 50 cm, biasanya
tidak terdapat banir. Pohon balangeran dewasa mempunyai kulit luar berwarna
merah tua sampai hitam, dengan tebal 1-3 cm, mempunyai alur dangkal, kulit
tidak mengelupas. Jika dilihat dari kayu terasnya berwarna coklat-merah atau
coklat tua, sedangkan kayu gubal berwarna putih kekuningan atau merah muda,
dengan kertebalan 2-5 cm. Tekstur kayunya agak kasar sampai kasar dan merata.
Kayunya mempunyai serat lurus, jika diraba pada permukaan kayunya licin dan
pada beberapa tempat terasa lengket karena adanya damar. Kayu balangeran
tergolong kelas kuat II dan mempunyai berat jenis 0,86. Kayunya tidak
mengalami penyusutan ketika dikeringkan. Kayu balangeran termasuk ke dalam
kelas awet III (I-III) dan tahan terhadap jamur pelapuk. Kegunaan kayu
balangeran antara lain dapat dipakai untuk balok dan papan pada bangunan
perumahan, jembatan, lunas perahu, bantalan dan tiang listrik.
Daerah persebaran jenis balangeran yaitu di Pulau Sumatera dan
Kalimantan. Persebaran di Sumatera terdapat di Sumatera Selatan yaitu Bangka
Belitung, sedangkan di Pulau Kalimatan terdapat di Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah. Nama daerah balangeran di setiap
4

daerah berbeda. Di Kalimantan dikenal dengan nama belangiran, kahoi, kawi dan
di Sumatera dikenal dengan nama belangeran, belangir, melangir.
Balangeran tumbuh tersebar pada hutan primer tropis basah yang seaktu-
waktu tergenang air, di daerah rawa atau di pinggir sungai, pada tanah liat
berpasir, tanah liat dengan tipe curah hujan A-B pada ketingian 0-100 m dpl.
Permudan alam terdapat bersama-sama dengan jenis lain dalam hutan yang
heterogen terutama dengan jenis keruing, tembesu, bintangur, ramin. Balangeran
seringkali tumbuh secara berkelompok. Untuk permudaan buatan dapat dilakukan
dengan menanam bibit yang tingginya 30-50 cm dengan penanaman di dalam
jalur dengan lebar 2-3 m yang telah dibersihkan. Jarak tanam 3 m dengan jarak
antar jalur 5-6 m. Pada tanaman muda memerlukan pemeliharaan selama 4-5
tahun. Ketika dewasa memerlukan kondisi cahaya penuh, sehingga diperlukan
pemeliharaan dengan membuka ruang tumbuh (Hyne, 1987).
Musim berbunga dan berbuah tidak terjadi setiap tahun. Musim berbuah
sangat dipengaruhi oleh keadaan setempat. Biasanya buah masak seringkali
bersamaan dengan famili Dipterocarpaceae yaitu bulan Februari, April sampai
Juni. Buah balangeran tergolong cepat berkecambah, dan hanya dapat disimpan
selama 12 hari di dalam wadah yang diberi arang basah.
Di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah pada kondisi saat ini,
pohon balangeran yang baik dan bisa berbuah sudah mulai sulit ditemukan atau
sudah langka. Musim berbuah balangeran tidak beraturan dan tidak setiap tahun
berbuah. Musim buah jenis balangeran pada tahun 2011 jatuh pada Februari-April
di daerah Kecamatan Mentangai, Kabupaten Kapuas, Propinsi Kalimantan
Tengah. Pohon balangeran di daerah tersebut tumbuh mengelompok secara alami.
Potensi produksi benih balangeran di daerah tersebut diperkirakan mencapai 800 -
1000 kg/ha dari jumlah pohon 99 batang/ha.
Selain potensi produksi benih berupa biji (seeds), benih berupa anakan
alam cukup banyak di daerah Mentangai tersebut. Berdasarkan hasil pendataan
yang telah dilakukan pada November 2012, potensi pemanfaatan anakan alam
balangeran di daerah Mentangai tersebut mencapai 780.000 - 2.410.000 anakan
setiap musimnya. Oleh karena itu, BPK Banjarbaru akan menunjuk daerah
5

tersebut sebagai sumber benih balangeran dan akan diusulkan untuk disertifikasi
ke Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Wilayah Kalimantan, sebagai
tegakan benih pada level Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT), bekerjasama
dengan pemilik lahan Bapak Rakhman Aspar. Kondisi tegakan balangeran sebagai
sumber benih di daerah Mentangai disampaikan dalam gambar berikut.
Benih balangeran bersifat rekalsitran sehingga benihnya (bijinya) tidak
bisa disimpan dalam waktu lama seperti halnya benih-benih dari famili
leguminocaea yang bersifat ortodok. Oleh karena itu, jika memperoleh benih
balangeran sebaiknya benih langsung disemai pada bedengan atau polibag dan
disimpan dalam bentuk bibit, bukan disimpan dalam bentuk benih (seeds).

II.3 Perawatan Tanaman


Perawatan tanaman merupakan suatu bentuk tindakan rutin yang menjadi
konsekuensi dari arti memelihara tanaman. Pemeliharaan tanaman merupakan
serangkaian tindakan penyiangan, pendangiran, penjarangan, penyulaman dan
pencegahan gangguan hama dan penyakit pada tanaman muda.
1. Penyiangan Tanaman

Penyiangan tanaman adalah pengendalian gulma yang bertujuan


untuk mengurangi jumlah gulma sehingga populasinya berada di bawah
ambang ekologis. Penyiangan tanaman adalah pengendalian gulma
yang bertujuan untuk mengurangi jumlah gulma sehingga populasinya
berada di bawah ambang ekologis. Gulma yang diprioritaskan seperti
alang-alang, rumput-rumputan dan liana. Penyiangan bertujuan untuk
memberi ruang tumbuh yang lebih baik bagi tanaman pokok dengan cara
memberantas tanaman pengganggu. Tanaman perlu disiangi jika 40-50%
tanaman tertutup oleh gulma atau tumbuhan liar. Penyiangan dilakukan
pada waktu musim hujan atau musim kemarau. Penyiangan dilaksanakan
minimal 3-4 bulan sekali dalam satu tahun sampai tanaman berumur 3
tahun tergantung pada kondisi gulma. Penyiangan dihentikan jika tanaman
pokok sudah mampu bersaing dengan tanaman liar dalam memperoleh
cahaya matahari (over-topping). Penyiangan dapat dilakukan secara
6

manual dengan membersihkan gulma disekitar tanaman. Penyiangan


dilakukan manual dengan sistim piringan berdiameter 1-2 meter dimana
batang tanaman sebagai porosnya. Penyiangan dilakukan dengan parang
atau arit dengan cara menebas total semua tumbuhan pengganggu yang
ada disekitar tanaman selebar piringan (2 meter), tinggi penebasan gulma
adalah 5 cm dari permukan tanah. Hasil tebasan/babadan dapat dijadikan
sebagai mulsa yang ditumpuk di sekeliling tanaman (Arifin dan Nurhayati,
2000).

2. Pendangiran
Pendangiran adalah kegiatan penggemburan tanah disekitar tanaman
pokok yang bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah (aerasi tanah) sebagai
upaya memacu pertumbuhan tanaman. Waktu pendangiran dilakukan pada musim
kemarau menjelang musim hujan tiba. Pendangiran dilakukan pada tanaman
berumur 1-4 tahun dan diutamakan pada tanaman yang mengalami stagnasi
pertumbuhan atau tempat tumbuhnya bertekstur berat dan lahan tidak melalui
pengolahan tanah. Pendangiran dilakukan 1-2 kali dalam satu tahun, tergantung
pada tekstur tanahnya, makin berat teksturnya maka makin sering dilakukan
pendangiran. Pendangiran dilakukan pada radius 50 cm dari batang tanaman,
namun tergantung pada jarak tanamnya. Cara pendangiran dilakukan dengan
menggunakan cangkul. Dihindari cara pencangkulan yang terlalu dalam karena
dapat merusak perakaran (Arifin dan Nurhayati, 2000).
3. Penyulaman
Penyulaman tanaman merupakan tindakan pemeliharaan untuk
meningkatkan presentase tanaman hidup dengan cara menanami kembali pada
lubang tanam yang tanamannya mati. Penyulaman dilakukan apabila presentase
hidup tanaman kurang dari 80%. Penyulaman pertama dilakukan pada umur satu
bulan setelah penanaman. Penyulaman kedua dilakukan pada umur satu tahun
setelah penanaman. Penyulaman tanaman harus dilakukan pada waktu musim
penghujan sebagaimana waktu layak untuk penanaman (Arifin dan Nurhayati,
2000).
7
4. METODOLOGI

a. Tempat dan Waktu


Praktikum Rehabilitasi Hutan dan Lahan dilaksanakan di Kebun Bibit
Rakyat (KBR) Jln. G.obos XIII Gang Depung jurusan Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Palangka Raya yang di laksanakan pada tanggal 14 - 21
Desember 2019.

b. Alat dan Bahan


Praktikum Rehabilitasi Hutan dan Lahan menggunakan alat dan bahan,
sebagai berikut :
1. Alat
a. Parang
b. Tally Sheet
c. Caliper
d. Pita meter
e. Alat tulis menulis
f. Tali raffia
g. Buku pengenal jenis gulma
2. Bahan
a. Tanaman belangeran di areal Hutan Kampus UPR
b. Gulma di sekitar tanaman belangeran
c. Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam praktikum ini, yaitu sebagai berikut :
1. Pembersihan jalur tanaman
a. Membersihkan jalur tanaman menggunakan parang dengan hati-hati agar
tidak terkena tanaman pokok yang menjadi obyek pemeliharaan
b. Jalur tanaman yang dibersihkan lebar 1,5 – 2 m
c. Memperbaiki aerasi tanah di sekeliling tanaman belangeran dengan
memggemburkan dan membuat gundukan tanah.
2. Pengukuran dan Pengamatan
9

a. Mengukur diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi sampai tajuk


belangeran.
b. Mencatat jenis gulma yang ada di sekitar tanaman
c. Memberi keterangan pada setiap kondisi sekitar tanaman, seperti ada atau
tidak adanya naungan tegakan.
d. Bila ada naungan tegakan, dicatat jenis tegakan naungan tersebut.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah berupa tabel, sebagai berikut:
Tabel 1. Jalur satu (1)
Diameter Tinggi (m) Gulma Naungan
No.
Pohon Jumla Jarak
(cm) BC TJ Jenis Jenis
h (m)
Paku-
1 1,87 0,583 2,6 25 Akasia 2
Pakuan
        Ilalang 23 Akasia 2,3
Paku-
2 1,7 0,92 2,6 30 Akasia 2,5
Pakuan
Paku-
3 1,61 0,826 2,8 17 Akasia 2
Pakuan
Karamuntin
        10 Galam 2
g
        Ilalang 15 Akasia 2
Paku-
4 1,31 0,4 2,5 5 Akasia 3
Pakuan
        Ilalang 10 Akasia 2
Karamuntin
5 1,39 0,77 2,6 2 Akasia 2
g
6 2,86 0,6 4 Ilalang 10 Akasia 3
7 2,11 0,076 2,9 Ilalang 15 Galam 2
Paku-
8 3,24 0,87 4 10 Galam 2
Pakuan
Paku-
9 1,04 0,27 1,8 12 Galam 3
Pakuan
Paku-
10 0,48 0 1,04 14 Galam 2,3
Pakuan
Paku-
11 0,36 0 0,64 25 Galam 2,4
Pakuan
Paku-
12 0,86 0,23 1,5 20 Galam 2
Pakuan
Paku-
13 0,68 0,725 1,3 21 Galam 2
Pakuan
Paku-
14 0,81 0,83 0,975 21 Galam 2
Pakuan
Karamuntin
15 0,93 0,04 1,8 25 Galam 2
g
11

16 0,68 0,17 0,92 Ilalang 21 Akasia 2


17 1,35 0,51 1,9 Ilalang 35 Akasia 1,4
18 1,85 0,92 2,1 Ilalang 54 Akasia 2
19 1,82 1,1 2,3 Ilalang 12 Akasia 1,5
Paku-
20 2,37 0,5 3 23 Akasia 2
Pakuan
Paku-
21 2,91 0,92 3,2 12 Galam 2
Pakuan
Paku-
22 2,05 0,62 2,9 23 Galam 2
Pakuan
Paku-
23 0,4 0 0,87 22 Galam 2
Pakuan
24 1,98 0,9 2,4 Ilalang 42 Galam 2
25 0,93 0,98 1,6 Ilalang 21 Galam 2
26 1,42 0,82 1,8 Ilalang 23 Galam 1
Paku-
27 1,74 0,62 1,7 25 Galam 2,1
Pakuan
Paku-
28 1,03 0,84 2 33 Galam 2,2
Pakuan
Paku-
29 0,87 0,5 0,91 22 Akasia 2,4
Pakuan
Paku-
30 0,76 0,76 1,5 11 Akasia 2
Pakuan
31 3,36 0,58 3 Ilalang 56 Akasia 2
32 1,47 1,1 1,7 Ilalang 5 Galam 2
33 1,35 1,01 1,9 Ilalang 4 Akasia 2
34 0,53 0,67 0,9 Ilalang 43 Akasia 2
Paku-
35 7,2 0,685 3,2 33 Galam 2
Pakuan
Paku-
36 1,32 0,545 1,6 22 Akasia 3
Pakuan
Paku-
37 2,24 0,71 2,1 11 Akasia 2,4
Pakuan
Paku-
38 2,46 0,8 2,2 67 Akasia 2
Pakuan
Paku-
39 3,55 0,75 3,1 55 Akasia 2,1
Pakuan
Paku-
40 2,36 0,597 1,6 77 Galam 2
Pakuan
41 2,08 0,85 2,9 Ilalang 98 Galam 2
Paku-
42 2,29 0,78 2 96 Galam 3,1
Pakuan
43 3,22 0,16 3,2 Ilalang 45 Galam 2
44 1,06 0,31 1,7 Paku- 32 Akasia 2
12

Pakuan
45 1,15 0,108 1,8 Ilalang 12 Akasia 2
Paku-
46 0,8 0,375 1,6 23 Akasia 2
Pakuan
47 2,8 0,8 3,5 Ilalang 32 Akasia 2
Paku-
48 0,66 0,13 1,6 45 Akasia 2
Pakuan
49 1,5 0,8 1,9 Ilalang 56 Galam 2
Paku-
50 2,44 0,8 2 67 Galam 2
Pakuan
51 0,59 0 1,4 Ilalang 76 Galam 2
Paku-
52 0,28 0,5 0,88 55 Galam 3
Pakuan
53 1,7 0,85 2,5 Ilalang 43 Akasia 3
Paku-
54 2,5 0,113 2,5 54 Akasia 3
Pakuan
55 2,77 1,065 3,5 Ilalang 32 Akasia 3
Paku-
56 2,09 0,94 3 21 Akasia 2
Pakuan
57 1,41 24 2 Ilalang 12 Galam 3
Paku-
58 1,08 0,61 1,5 23 Galam 3
Pakuan
59 1,02 0,84 1,6 Ilalang 45 Akasia 2
Paku-
60 1,94 0,74 3,2 32 Akasia 2
Pakuan
61 1,48 0,95 2,8 Ilalang 34 Galam 2
Paku-
62 1,71 0,78 1,8 56 Akasia 3
Pakuan
63 3,01 0,88 4,3 Ilalang 87 Galam 2,2
Paku-
64 2,33 0,137 4,2 67 Galam 2
Pakuan
65 0,4 0,84 4 Ilalang 47 Akasia 2
Paku-
66 2,27 0,675 3,5 28 Akasia 3
Pakuan
67 0,1 0,109 1,85 Ilalang 36 Akasia 3
Paku-
68 0,95 0,825 1,5 34 Galam 3
Pakuan
69 1,36 0,85 1,7 Ilalang 56 Galam 3
Paku-
70 1,59 0,73 1,7 22 Galam 2
Pakuan
71 1,98 0,582 2 Ilalang 87 Akasia 2
Paku-
72 2,55 0,56 2,5 65 Akasia 2
Pakuan
13

1.2 Pembahasan
Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) bertujuan pulihnya kondisi
hutan dan lahan sehingga dapat berfungsi kembali secara normal dan lestari
sebagai sistem penyangga kehidupan. Menurut Peraturan Pemerintah No 76
Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, rehabilitasi hutan dan
lahan bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi
hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam
mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (Jatmiko et al, 2012)
Rehabilitasi hutan dan lahan merupakan program yang kompleks, karena
menyangkut berbagai aspek, memerlukan jangka waktu yang lama (multiyears),
melibatkan berbagai pihak, serta menggunakan sumber daya yang tidak sedikit.
Konsekuensi dari kompleksitas tersebut adalah rumitnya manajerial serta
tingginya risiko kegagalan pencapaian tujuan RHL. Dalam upaya mengetahui
tingkat keberhasilan RHL, menekan risiko kegagalan atau meningkatkan tingkat
keberhasilan, maka diperlukan berbagai proses tindakan manajemen salah satunya
adalah evaluasi RHL (Jatmiko et al, 2012)
Pada lahan KBR, aspek ekologi memiliki elemen yang penting yaitu
konservasi lahan. Konservasi lahan turut serta mempengaruhi produktivitas lahan
yang merupakan bagian dari subsistem produksi. Konservasi lahan dipengaruhi
oleh elemen dinamika tanaman semusim dan struktur tegakan. Hal tersebut berarti
bahwa konservasi lahan bisa dilakukan melalui konservasi vegetatif. Konservasi
vegetatif dilakukan dengan melakukan penanaman bibit balangeran (Shorea
balangeran) yang merupakan salah satu tanaman endemik. Bentuk konservasi
yang lain selain konservasi vegetatif adalah konservasi mekanis yang tentu
berkaitan langsung dengan masalah pendanaan.
V. PENUTUP

V.1. Kesimpulan

V.2. Saran
Dalam melakukan praktek pada lahan KBR, hal yang perlu diperhatikan
adalah keselamatan kerja. Hal ini dikarenakan kondisi lahan KBR banyak
dipenuhi semak dan belukar dengan kemungkinan besar banyak binatang seperti
ular dan tawon yang bersarang disana. Oleh karena itu, safety first perlu
diperhatikan. Selain itu, untuk perawatan tanaman dilakukan dengan cara
pembersihan lahan dari gulma setiap sebulan sekali agar tujuan dari rehabilitasi
hutan dan lahan untuk KBR dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin HS dan Nurhayati. 2000. Pemeliharaan Taman. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hyne, K., 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan

Jatmiko, A., Sadono, R., & Faida, L. R. W. (2012). Evaluasi Kegiatan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan Menggunakan Analisa Multikriteria (Studi Kasus Di
Desa Butuh Kidul Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa
Tengah. Jurnal Ilmu Kehutanan, 6(1), 30-44.

Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K., dan S.A. Prawira, 1989. Atlas Kayu
Indonesia . Jilid II. P 20-24

Suryanto, dkk., 2012. Budidaya Shorea Balangeran Di Lahan Gambut. Balai


Penelitian Kehutanan Banjarbaru, Banjarbaru.

Rusmana, 2007. Teknik pembuatan bibit beberapa jenis hutan rawa gambut.
Materi Pelatihan Agroforestry Kerjasama antara BPK Banjarbaru dengan
CARE Kalimantan Tengah.

Rusmana, 2008. Teknik Pembuatan bibit beberapa jenis hutan rawa gambut.
Materi Pelatihan Petani Wilayah Kalimantan Tengah. Dinas Kehutanan
Propinsi Kalimantan Tengah.

Rusmana 2011. Teknik pembiakan vegetatif jenis balangeran untuk material


tegakan. Galam. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru

Sakai, Ch. dan subiakto, A. 2005. Teknik Propagasi massal Dipterokarpaceae


dengan KOFFCO system. Materi Alih Teknologi Persemaian Sistem
KOFF CO. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.

Anda mungkin juga menyukai