PENDAHULUAN
Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem yang mempunyai arti penting dalam
suatu siklus kehidupan di muka bumi ini. Hutan dinilai terbukti bermanfaat bagi alam
lingkungan sekitarnya. Hutan menjadi agen alami pemasok oksigen yang diperlukan
dalam aktifitas metabolisme biologis, sumber biodiversitas baik flora maupun fauna,
habitat alami berbagai organisme hidup, sebagai sistem penyangga kehidupan serta alat
pemenuh kebutuhan masyarakat sekitar hutan. Keberadaan hutan sangat mempengaruhi
perubahan lingkungan sekitarnya.
Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah salah satu bentuk pengelolaan pemanfaatan
kawasan hutan. HTI ditujukan sebagai upaya optimalisasi kawasan dalam meningkatkan
potensi hutan produksi dalam memenuhi penyediaan bahan baku perkayuaan dan
perluasan lapangan kerja. Sistem silvikultur diberlakukan pada HTI dengan berbagai
kegiatan yang kompleks, mulai dari perencanaan pembangunan hutan, pembukaan
wilayah hutan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan atau pemungutan hasil
hutan.
1
hasil yang optimal, meminimalisir resiko kecelakaan kerja, serta mengurangi dampak
lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut.
1.2 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan HTI didasari oleh perizinan dari Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang tercantum dalam Peraturan Menteri LHK Nomor : P.12/Menlhk-
3
II/2015. Perizinan tersebut selanjutnya disebut IUPHHK – HTI (Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri). Berdasarkan Peraturan
Menteri LHK Nomor P.12 Tahun 2015 tersebut, IUPHHK – HTI adalah izin usaha yang
diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan tanaman pada
hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman,
pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.
HTI adalah harapan masa depan kehutanan Indonesia. Tujuan pembangunan HTI
adalah untuk menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri guna
meningkatkan nilai tambah dan devisa, meningkatkan produktifitas lahan dan kualitas
lingkungan hidup, serta memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha (Untung
Iskandar at all., 2003). Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.12 Tahun 2015,
pembangunan HTI bertujuan untuk memenuhi kesinambungan bahan baku industri
kehutanan, meningkatakan produksi dan diversifikasi hasil hutan, perbaikan aspek
lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan produksi pada hutan tanaman.
2.2 Harvesting
Harvesting atau pemanenan hasil hutan kayu pada hutan tanaman merupakan
serangkaian kegiatan pada hutan tanaman yang dilaksanakan untuk memanfaatkan kayu
yang masih tegak berdiri, mengeluarkannya dari petak tebangan dan mengangkutnya
sampai ke mill untuk diproduksi lebih lanjut. Tahapan kegiatan tersebut meliputi
perencanaan pemanenan, penebangan, penyaradan dan pengangkutan kayu. Adapun
tujuan dari kegiatan pemanenan yang dilakukan di hutan tanaman industri yaitu untuk
mengoptimalkan pasokan kayu industri, meningkatkan nilai tambah dan devisa negara
serta pendapatan daerah (Warsein at all, 2015).
4
2.3 Tata Usaha Kayu
Tata usaha kayu atau Administrasi hasil hutan kayu yang disebut dengan
Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH) adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan
perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, pengukuran dan pengujian,
penandaan, pengangkutan/peredaran, serta pengelolaan hasil hutan kayu. Kebijakan
terhadap Penatausahaan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi
diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :
P.42/Menlhk – Setjen/2015 yang diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2016.
Sistem yang berbasis aplikasi online ini dibentuk oleh Pemerintah dalam rangka
memperbaiki tata kelola Kehutanan di Indonesia dari official assessment secara manual
menjadi self assessment secara elektronik. Self assessment pada intinya adalah memberi
tanggungjawab kepada pemegang izin secara mandiri untuk merencanakan,
5
melaksanakan, melaporkan dan membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
kepada Negara pada kegiatan pemanfaatan hutan.
6
BAB III
Terwujudnya hutan tanaman yang dibangun dan dikelola dengan prinsip – prinsip
kelestarian produksi, sosial dan ekologi untuk memasok bahan baku serpih secara
berkelanjutan.
Sejarah pengelolaan hutan tanaman PT. Finnantara dimulai sejak tahun 1992
dimana PT. Enso Forest Dev. memperoleh IPP dari Menteri Kehutanan seluas 30.000 ha
di Provinsi Kalimantan Barat. Pada tanggal 25 Januari 1995 Menteri Kehutanan
menyetujui usulan pembangunan HTI patungan antara PT. Inhutani III, Gudang Garam
(perusahaan swasta nasional) dan Nordic Forest Dev. (anak perusahaan enso,
perusahaan swasta asing) dan diperkuat dengan persetujuan Mensesneg atas nama
Presiden mengenai keikutsertaan PT. Inhutani III dalam perusahaan patungan, dengan
komposisi saham Inhutani III (40%), Gudang Garam (30%) dan NFDH (30%). Pada
tanggal 15 Juni 1996, PT. Finnantara didirikan dengan akte notaris Paulus Bingadiputra
nomor 83, dan pada tanggal 2 Desember 1996 PT. Finnantara Intiga memperoleh SK
7
HPHTI seluas 299.700 ha di Provinsi Kalimantan Barat selama jangka waktu 43 tahun,
yang kemudian dalam pengembanganya terjadi beberapa kali perubahan kepemilikan
saham.
Sejarah perusahaan PT. Finnantara Intiga secara ringkas disajikan pada Tabel 1.
berikut.
Tahun Uraian
8
tanaman tidak berjalan sesuai target awal yang ditetapkan. Kendala utama adalah
ketidak-pastian areal kerja, dimana areal yang ditetapkan dalam SK IUPHHK secara de
facto dikuasai oleh masyarakat setempat, baik secara Adat, kelompok maupun
perorangan.
Sampai dengan tahun 2015 PT. Finnantara Intiga telah merealisasikan penanaman
pada areal seluas ± 80.016 ha yang seluruhnya dilaksanakan melalui perjanjian
kerjasama antara perusahaan dengan masyarakat setempat. Jenis tanaman pokok yang
dikembangkan sebagian besar adalah Acacia mangium (95 %) dan sebagian kecil jenis
Acacia crassicarpa, Acacia auriculiformis dan Eucalyptus pellita. Sejak tahun 2002
sebagian hasil tanaman pokok sudah dipanen.
9
1998 5.114 - 5.114 bervariasi tiap tahun,
1999 1.977 - 1.977 karena tergantung
2000 3.221 - 3.221 pada realisasi
2001 4.914 - 4.914 perolehan kesepakatan
2002 6.182 - 6.182 kerjasama dengan
2003 1.588 32 1.620 masyarakat
2004 754 275 1.029
2005 2.075 587 2.662 Pada tahun 2002 telah
2006 3.509 1.054 4.562 mulai dilakukan
2007 9.316 3.861 12.998 pemanenan
2008 7.568 4.129 11.696
2009 1.027 2.200 3.227
2010 1.453 895 2.347
2011 665 1.008 1.673
2012 111 982 1.094
2013 1.664 1.664
2014 1.498 1.498
2015 1.395 1.395
Total 60.437 19.578 - 80.016
Sumber Laporan Realisasi Kegiatan Tahunan PT. Finnantara Intiga, 2016
Sebagai bagian dari tertib pengelolaan IUPHHK – HTI sesuai perundangan yang
berlaku, PT. Finnantara Intiga telah menyusun dokumen rencana pengelolaan kegiatan
jangka panjang yaitu Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(RKUPHHK – HTI) sebagai berikut :
10
merupakan penyelarasan tata ruang HTI dengan dokumen AMDAL, hasil
IMHB dan data informasi terbaru.
Areal kerja IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. SK.750/Kpts – II/1996 tanggal 2 Desember 1996 adalah seluas
299.700 ha terletak di Kabupaten Sanggau, Sekadau dan Sintang Provinsi Kalimantan
Barat.
Di dalam dan sekitar areal PT. Finnantara Intiga tersebut teridentifikasi sebanyak
52 Desa di dalam areal IUPHHK dan 5 Desa di luar konsesi IUPHHK. Pada 52 Desa di
dalam areal IUPHHK, sebagian besar telah terdapat tanaman HTI hasil realisasi
11
penanaman pola kerjasama masyarakat. Sementara itu dari 5 Desa di luar areal
IUPHHK, teridentifikasi 3 Desa yang telah terdapat tanaman HTI yang merupakan
realisasi kegiatan pemberdayaan.
Tabel 3. Keadaan Hutan pada areal kerja IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga
berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat.
12
HTI
Sumber : Peta Lampiran SK Menteri Kehutanan Nomor SK. 733/Menhut – II/2014
Berdasarkan hasil interpretasi terhadap citra landsat Peta Penafsiran Mozaik Citra
Landsat-8 0LI+ Band 653, Pathn120 Row 60, liputan tanggal 29 Juli 2014 dan Path 121
Row 60 tanggal 7 Juli 2015 skala 1: 100.000, penutupan lahan di areal IUPHHK – HTI
PT. Finnantara Intiga didominasi areal belukar muda dan semak seluas ± 218.650 ha
(72,96 %), selebihnya merupakan hutan tanaman seluas 30.499 ha (10,18%), hutan rawa
sekunder seluas 5.651 ha (1,89 %), belukar tua seluas 4.386 ha (1,46 %), tanah terbuka
seluas 20.857 ha (6,96 %) dan tertutup awan seluas 19.647 ha (6,56 %). Berdasarkan
pengalaman lapangan areal belukar tua dan belukar muda sebagian besar merupakan
areal yang telah dikuasai masyarakat untuk pengembangan lahan masyarakat dengan
penguatan ladang dan kebun karet.
Tabel 4. Penutupan lahan areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga berdasarkan Citra
Landsat.
Pemanfaatan sungai yang berada di wilayah DAS meliputi pemanfaatan air sungai
untuk minum dan memasak, sanitasi, budidaya pertanian dan atau perikanan. Bagi
13
masyarakat desa di sekitar PT. Finanntara Intiga , yang seharusnya tidak mempunyai
fasilatas penyediaan air baku seperti layanan dari PDAM atau sejenisnya, jasa
lingkungan penyediaan air ini mempunyai peranan yang sangat penting.
Dari analisis data FGD, wawancara dan observasi lapangan studi HCV, sumber air
minum bagi masyarakat di 52 desa sampel di sekitar PT. Finnantara Intiga di Kabupaten
Sanggau dan Kabupaten Sintang, sekitar 38 desa (73 %) memenuhi pasokan air minum
mereka dari alam atau sungai, 12 desa (23 %) dari sumur gali atau sumur bor, dan 2 desa
(4 %) dari alam (sungai) dan dari sumur (sumur gali/bor). Sumber air untuk kebutuhan
rumah tangga lainnya dari masyarakat di 52 desa sampel di sekitar PT. Finnantara Intiga
di Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sintang mirip ; 40 desa (77 %) adalah dari alam
(sungai), 8 desa (15 %) dari sumur gali atau sumur bor, dan 4 desa (4 %) dari alam
(sungai) dan sumur (gali/bor).
PT. Finnantara Intiga saat ini bekerja pada areal konsesi yang telah ditetapkan
Pemerintah sesuai dengan SK Menhut No : 750/Kpts – II/1996 tanggal 2 Desember
1996 tentang Izin HPHTI seluas ± 299.700 ha di Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Sekadau dan Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Gambaran umum tentang
keadaan fisik areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga dapat dilihat dari data pada
tabel 5. berikut ini.
No Uraian Keterangan
14
Kecamatan Bonti, Jangkang, Mukok, Sanggau Kapuas,
Parindu (Kab. Sanggau), Sekadau Hilir,
Belitang Hilir, Belitang Hulu (Kab. Sekadau),
Sepauk, Ketungau Hulu, Ketungau Tengah,
Ketungau Hilir, Tempunak (Kab. Sintang)
4 Admintrasi Pemangkuan Hutan
RPH Dinas Kehutanan Prov. Kalimantan Barat
BKPH Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.
Sanggau, Dinas Kehutanan, Perkebunan dan
Pertambangan Kab. Sekadau, dan Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kab. Sintang
KPH -
Dinas Kabupaten/Kota -
Dinas Provinsi Dinas Kehutanan Prov. Kalimantan Barat
5 Keadaan Lahan
Lahan Kering 291.900 Ha
Lahan Basah 7.800 Ha
6 Topografi
Datar (kelerengan 0-8 %) 236.100 Ha
Landai (kelerengan 8-15 %) -
Bergelombang (kelerengan 45.931 Ha
16-25 %)
Agak Curam (kelerengan 12.610 Ha
25-40 %)
Curam (kelerengan >40 %) 5.059 Ha
7 Ketinggian Tempat (dpl) 11 m – 300 m dpl
8 Jenis Tanah
Organosol 12.478 Ha
Aluvial Kelabu 11.198 Ha
Podsolik Merah Kuning 266.210 Ha
Podsolik 9.814 Ha
15
9 Geologi / Jenis Batuan
Batuliat, Batukapur, 28.671 Ha
Batulumpur, Napal
Batuliat, Batukapur, 7.527 Ha
Batupasir, Napal
Batupasir, Batuliat, 459 Ha
Konglomerat
Batupasir 535 Ha
Deposit Aluvium Resen, 225.798 Ha
Batuliat, Batukapur,
Batupasir
Deposit Aluvium Resen, 7.754 Ha
Campuran, Gambut
Genes, Fillit, Kuarsit, 3.280 Ha
Sekles, Andesit, Basait
Granit, Granodionit, Sekies, 22.084 Ha
Andesit, Basait
Sekies, Genes, Kuarsit, 3.589 Ha
Granit
10 Iklim
Tipe Iklim Tipe A
Curah Hujan 2.962 mm/tahun
Bulan tertinggi : November (382 mm)
Bulan terendah : Agustus (120 mm)
Hari Hujan 217 Hari/tahun
Bulan tertinggi : Januari (23 hari)
Bulan terendah : Agustus (11 hari)
11 Hidrologi
Sungai/anak sungai
Belitang 77.040 Ha
Mengkiang 63.760 Ha
16
Sekayam 48.000 Ha
Jungkit 37.640 Ha
Ketungau 31.660 Ha
Kedukul 22.440 Ha
Marabang 7.840 Ha
Malas 5.960 Ha
Ayak 5.280 Ha
Saat ini Saham PT. Finnantara Intiga dipegang oleh Nordic Forest Development
sebanyak 21.814 Lembar Saham dan PT. Purinusa Ekapersada sebanyak 5 Lembar
Saham. Adapun Pengurus perusahaan berdasarkan akta terakhir Linda Herawati, SH
(akta nomor 20 tanggal 08 Desember 2014) adalah sebagai berikut :
Susunan Komisaris :
o Presiden Komisaris : Agus Wahyudi
o Komisaris : Wong Sarfendi Leonopatera
Susunan Direksi :
o Presiden Direktur : Siswantoro
o Direktur : Hoesin
PT. Finnantara Intiga bergerak dalam bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) pada
Hutan Produksi yang bertujuan untuk mengelola dan memanfaatkan hasil hutan kayu
untuk menyediakan pasokan bahan baku serpih industri pulp dan kertas.
17
BAB IV
PELAKSANAAN MAGANG
Pelaksaanan magang dilakukan pada areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga
di Distrik Sanggau Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Penempatan pada
Distrik Sanggau berlokasi di Mess Mengkiang. Sistem kegiatan magang di areal konsesi
pada Distrik Sanggau dilaksanakan dengan mengikuti schedule yang telah ditetapkan
dan disetujui oleh Distrik Manajer. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan
dilapangan yaitu :
Data Primer
Data primer diperoleh dengan mengikuti dan mengamati langsung beberapa
kegiatan yang ada dilapangan dan kemudian mencatat data – data tersebut
disertai dengan mengambil dokumentasi.
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan melakukan wawancara dengan beberapa
karyawaan, informasi dari buku – buku terkait yang ada di perusahaan serta
data – data yang ada yang mendukung kelengkapan informasi yang
diperlukan.
18
loading to truck, hauling atau pengangkutan kayu dari TPn sampai ke TPK Antara
Sungai Batu.
Selama praktek magang di areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga di Distrik
Sanggau, Desa Mengkiang, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Penulis banyak
sekali mendapatkan pengalaman dan pembelajaran positif yang mungkin belum pernah
didapat selama dibangku perkuliahaan, diantaranya yaitu :
Semua hal positif yang diperoleh selama magang merupakan ilmu dan
pengalaman yang sangat berharga yang didapat Penulis dan sangat bermanfaat sebagai
modal suatu ketika terjun kedalam dunia kerja, terlebih khusus dalam bidang
Kehutanan.
Pada praktek magang yang dilakukan Penulis beserta rekan – rekan se – tim
selama satu bulan (Juli – Agustus 2018) di areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga,
19
di Distrik Sanggau, Penulis mengalami beberapa tantangan di lapangan diantaranya
yaitu :
1. Schedule harian magang yang harus dirombak berulang kali karena harus
menyesuaikan kondisi dan aktivitas pekerjaan lapangan yang cukup padat,
sedangkan waktu pelaksanaan magang cukup singkat.
2. Realisasi schedule harian yang telah ditetapkan kurang terlaksana dengan baik,
karena tidak jarang schedule harian yang telah ditetapkan Penulis harus
menyesuaikan pekerjaan Harvesting yang berjalan dilapangan.
3. Kurangnya arahan dari supervisor untuk kegiatan harian sehingga Penulis
merasa kurang memahami untuk pekerjaan harian dan pengumpulan data
dilapangan.
4. Waktu magang yang cukup singkat sehingga kurang memahami secara tuntas
dan mendalam setiap kegiatan Harvesting di Hutan Tanaman Industri.
20
BAB V
Harvesting
Sosialisasi
Felling Tata Usaha
Masyarakat
Cut to Lenght
Stacking TPn
21
5.2 Pre – Harvesting
22
5.2.2 Micro planning
Micro planning berasal dari kata micro yang berarti kecil, dan planning yang
berarti rencana. Micro planning merupakan sebuah rencana kecil sebelum penebangan
yang bersifat mendetail. Rencana mendetail ini dituangkan diatas peta berdasarkan data
yang diperoleh dari lapangan oleh departemen Planning Survey. Peta tersebut kemudian
direaliasikan dilapangan.
Kegiatan micro planning pada Divisi Harvesting PT. Finnantara Intiga meliputi
penandaan batas areal petak tebangan, penandaan rute atau jalur penyaradaan, dan
penandaan titik TPn.
23
apapun. Jalur penyaradaan dibuat setiap 15 meter diantara jarak tanam atau
setiap 5 titik jalur tanam (jarak tanam 3 x 3).
24
5.2.3 Imas
25
4. Meminimalkan tunggak atau tunggul tanaman yang tersisa dari proses
penebangan
5. Membuat jalur penyelamatan untuk melarikan diri ketika situasi pohon yang
tumbang mengancam atau berusaha membahayakan keselamatan operator
chainsaw atau pekerja yang ada diareal tanaman yang ditebang tersebut.
Ketika tanaman sudah dalam keadaan bebas gulma, liana atau tanaman
pengganggu lainnya baik yang ada disekitar ataupun yang merambat pada tanaman
tersebut, maka langkah berikutnya adalah mempersiapkan pekerjaan felling.
5.3 Harvesting
Pekerjaan pada tahap harvesting di PT. Finnantara Intiga ini meliputi felling
(penebangan), pre bunching, extraction (penyaradan), delimbing dan cut to length, serta
stacking TPn.
5.3.1 Felling
26
bahan bakar pada chain saw dan menyiapkan bahan bakar sebagai cadangan
untuk dibawa ke lapangan.
27
2. Membuat Takik Rebah dan Takik Balas
Pertama, membuat takik rebah. Untuk meminimalkan tunggak, takik
rebah di buat menggunakan chain saw setinggi ± 5 cm dari tanah. Takik rebah
terdiri dari dua bagian, alas takik dan atap takik. Alas takik rebah ditentukan
setinggi ± 5 cm dari muka tanah dengan potongan mendatar horizontal batang
sedalam ± 1/3 diameter batang (tidak boleh sampai putus karena selain arah
rebah yang tidak sesuai dengan yang diinginkan juga akan membahayakan
operator chain saw). Atap takik rebah dibuat dengan potongan miring ± 45
hingga bertemu dengan potongan alas takik.
28
Gambar 9. Penebangan kayu atau felling oleh operator chain saw
Pre – bunching merupakan kegiatan pengumpulan kayu – kayu yang rebah tak
beraturan setelah kegiatan felling dalam petak tebangan. Kegiatan pre bunching di PT.
Finnantara Intiga dikerjakan menggunakan excavator grapple pada jalur extraction
dengan pangkal kayu menghadap TPn. Bunching kayu bertujuan untuk merapikan kayu
– kayu yang rebah dan mengumpulkannya dalam tumpukan – tumpukan disekitar jalur
extraction supaya mengefisienkan proses extraction kayu.
29
5.3.3 Extraction
a b
Gambar 11. Kegiatan penyaradan kayu atau extraction. a) sistem tarik panjang,
b) sistem tarik menggunakan sampan darat
30
Gambar 12. Penyerakan kayu di sisi TPn
Pada PT. Finnantara Intiga Distrik Sanggau pengerjaan delimbing dan cut to
length dilakukan dengan alat chain saw dan berlangsung ditepi TPn pada petak
tebangan karena sistem tarik panjang pada proses extraction. Delimbing merupakan
proses pembersihan batang dari ranting, cabang dan ujung pohon yang tidak masuk
dalam kriteria BBS (Toping). Sedangkan Cut to length merupakan pembagian batang
menjadi potongan – potongan tertentu sesuai dengan standar panjang yang telah
ditetapkan perusahaan. Pada PT. Finnantara Intiga panjang potongan kayu adalah 4 m
karena menyesuaikan panjang truck hauling. Pemotongan batang dimulai dari pangkal
agar ukuran lebih maksimal.
31
Gambar 13. Pembagian batang kayu
Gambar 14. Pengukuran panjang dan penandaan batang kayu sebelum dipotong
32
Gambar 15. Penumpukan kayu pada TPn atau stacking TPn
Pada tahap ini dilakukan pengukuran volume TPn sebagai data untuk menerbitkan
LHP (Laporan Hasil Produksi) yang diperlukan untuk pelunasan PSDH (Provisi Sumber
Daya Hutan). Pelunasan PSDH adalah syarat untuk dapat melaksanakan pengangkutan
kayu. Perusahaan dapat melakukan pengangkutan kayu dari TPn yang ada pada areal
IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga menuju TPK Antara hingga ke mill ketika PSDH
sudah dinyatakan lunas. Mekanisme chain of custody (CoC) pada areal IUPHHK – HTI
PT. Finnantara Intiga Distrik Sanggau sebagai berikut :
33
Gambar 16. Rumus perhitungan Volume SM dan 𝑚3 TPn
34
Gambar 18. Pengisian plastik label pada TPn
35
Gambar 19. Pencatatan data hasil pengukuran pada Buku Ukur Kayu
Loading to truck adalah proses dimana kayu yang ada pada tumpukan TPn dimuat
kedalam logging truck menggunkan excavator grapple. Pada kegiatan ini tumpukan
TPn yang telah dinyatakan lunas PSDH nya dimuat kedalam truck untuk diangkut
menuju TPK Antara Sungai Batu, kerapian muatan mesti diperhatikan dan muatan truck
diikat supaya kayu tidak jatuh saat diperjalanan.
36
Gambar 20. Proses pemuatan kayu pada truck menggunakan excavator grapple
Gambar 21. Pengikatan tumpukan kayu pada truck menggunakan tali pengaman
Hauling adalah pengangkutan kayu dari simpul hutan di TPn menuju TPK Antara.
Pengangkutan hanya dapat dilakukan ketika PSDH sudah dinyatakan lunas. Pada
IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga Distrik Sanggau proses hauling menggunakan
truck/tronton dan ponton yang akan melewati tiga (3) simpul hutan dengan setiap
dokumen yang menyertai pada masing – masing simpul.
37
sisi truck/kanan – kiri). Data pengukuran kemudian dicatat dalam lembaran Surat
Pengantar Angkutan – Kayu Bulat Kecil (SPA – KBK) sebagai dokumen yang
menyertai truck hauling menuju simpul berikutnya yaitu TPK Hutan atau Pos
Faktur. Proses pengukuran dan pengisian dokumen SPA – KBK oleh pengawas
hauling dilapangan yang juga ditanda tangan oleh sopir truck. (lembaran SPA –
KBK terlampir)
a b
38
Gambar 23. Penerbitan dokumen SK – SHHK di simpul hutan Pos Faktur Serayap
39
Gambar 24. Ponton TPK Antara Sungai Batu
Gambar 25. Kegiatan bongkar – muat di Ponton TPK Antara Sungai Batu
40
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan magang yang telah dilaksanakan di areal kerja IUPHHK – HTI PT.
Finnantara Intiga Distrik Sanggau Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat pada Divisi
Harvesting, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. PT. Finnantara Intiga merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi Hutan
Tanaman Industri sebagai bahan baku serpih pembuatan pulp dan kertas.
2. Sistem penebangan yang diterapkan oleh PT. Finnantara Intiga adalah sistem
tebang habis dengan jenis tanaman Acacia sp. dan Eucalpytus pellita.
3. Proses pemanenan di areal kerja IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga
Distrik Sanggau dimulai dari sosialisasi masyarakat, micro planning, dan
Imas (Pre – Harvesting), felling, pre – bunching, extraction, delimbing dan
cut to length, stacking TPn (Harvesting), tata usaha kayu, loading to truck
dan hauling TPn to TPK Antara Sungai Batu (Post – Harvesting).
4. Pekerajan pemanenan di PT. Finnantara Intiga melibatkan kerja alat (chain
saw, excavator grapple dan excavator grapple rotary, logging truck, ponton)
beserta operatornya.
6.2 Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.
Hartati R. 2016. Kegiatan magang di areal IUPHHK – HTI PT. Kalimantan Subur
Permai Kecamatan Ambawang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan
Barat. Laporan Magang. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak.
Pontianak
Mujetahid A. 2009. Analisis Biaya Penebangan Pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten
Bone. Jurnal Parenial, 6(2) : 108 – 115
Warsein R.M. Sihotang, Muhdi, Y. Afifuddin. 2014. Analisis Biaya dan Produktivitas
Produksi Kayu Pada Hutan Tanaman Industri (Studi Kasus : PT. Sumatera
Riang Lestari-Blok I Sei Kebaro Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten
Padang Lawas Utara). Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Rizky P. 2017. Kegiatan Tata Usaha Kayu (TUK) di Areal IUPHHK – HTI PT. Muara
Sungai Landak Kecamatan Siantan Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat.
Laporan Magang. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak.
Pontianak
42
43