Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem yang mempunyai arti penting dalam
suatu siklus kehidupan di muka bumi ini. Hutan dinilai terbukti bermanfaat bagi alam
lingkungan sekitarnya. Hutan menjadi agen alami pemasok oksigen yang diperlukan
dalam aktifitas metabolisme biologis, sumber biodiversitas baik flora maupun fauna,
habitat alami berbagai organisme hidup, sebagai sistem penyangga kehidupan serta alat
pemenuh kebutuhan masyarakat sekitar hutan. Keberadaan hutan sangat mempengaruhi
perubahan lingkungan sekitarnya.

Hutan menyimpan kekakayaan sumberdaya yang dapat dipergunakan untuk


meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan. Masyarakat sekitar hutan
memanfaatkan hutan secara tradisional dengan tetap menjaga kelestariannya, baik
sebagai tempat permukiman serta untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari –
hari. Dewasa ini, pemanfaataan hutan semakin berkembang dengan berbagai bentuk
pengelolaan untuk meningkatkan hasil hutan.

Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah salah satu bentuk pengelolaan pemanfaatan
kawasan hutan. HTI ditujukan sebagai upaya optimalisasi kawasan dalam meningkatkan
potensi hutan produksi dalam memenuhi penyediaan bahan baku perkayuaan dan
perluasan lapangan kerja. Sistem silvikultur diberlakukan pada HTI dengan berbagai
kegiatan yang kompleks, mulai dari perencanaan pembangunan hutan, pembukaan
wilayah hutan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan atau pemungutan hasil
hutan.

Pemanenan merupakan usaha dalam menyediakan bahan baku perkayuaan dengan


melaksanakan penebangan tanaman pada areal produksi. Kegiatan pelaksaanaan
pemanenan akan sangat menentukan hasil kayu yang diperoleh, serta memiliki resiko
kecelakaan yang tinggi. Oleh karena itu, pemahaman, skill dan pengalaman tentang
prosedur pemanenan sangat diperlukan agar dalam proses eksploitasi dapat memperoleh

1
hasil yang optimal, meminimalisir resiko kecelakaan kerja, serta mengurangi dampak
lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari magang yang dilakukan yaitu :


Untuk mengetahui, dan memahami serta mengukir pengalaman tentang prosedur
dan teknik pemanenan di areal produksi HTI PT. Finnantara Intiga di Kabupaten
Sanggau, Kalimantan Barat, serta membuka wawasan tentang dunia kerja dibidang
kehutanan.

1.3 Manfaat Magang


Adapun manfaat dari magang yang dilakukan yaitu :
1. Menambah pengetahuan, pemahaman dan pengalaman dalam bidang pemanenan
hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri (HTI).
2. Mempelajari langsung proses pemanenan HTI di IUPHHK – HTI PT. Finnantara
Intiga serta mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang telah diterima pada
kelas perkuliahaan dan mengsinkronisasikannya dilapangan kerja bidang
kehutanan.
3. Membentuk dan membina diri dalam berinteraksi dan beradaptasi di tim kerja
dan dunia kerja .
4. Memenuhi syarat perkuliahan di Faklutas Kehutanan Universitas Tanjungpura.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Tanaman Industri

Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan suatu bentuk pengelolaan pemanfaatan


kawasaan hutan yang memiliki fungsi untuk optimalisasi lahan hutan dan produksi kayu
sebagai bahan baku industri perkayuaan. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan
Hutan menjelaskan bahwa HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang
dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas
hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif dalam rangka memenuhi bahan
baku industri hasil hutan.

Pembangunan HTI dilatarbelakangi oleh adanya kondisi kesenjangan antara


tingginya permintaan bahan baku kayu oleh industri perkayuan tahun demi tahun
sedangkan pasokan bahan baku kayu pada saat itu (sebelum adanya HTI) hanya
mengandalkan produksi dari hutan alam. Salah satu industri kehutanan yang bergantung
dengan kayu sebagai bahan baku adalah industri pulp dan kertas, dimana industri ini
semakin berkembang dengan pesat oleh karena produknya menjadi kebutuhan pasti
masyarakat. Perkembangan industri ini menuntut tersedianya bahan baku kayu untuk
menjamin berlangsungnya proses produksi. Faktanya industri – industri kehutanan
tersebut hanya bergantung dengan pasokan kayu dari hutan alam, sedangkan eksplotasi
hutan alam sangat tinggi sehingga ketersediaan jumlah dan jenis kayu yang dibutuhkan
menurun serta mengakibatkan kerusakan pada lahan hutan. Kesenjangan ini akan
menimbulkan suatu ancaman akan adanya kelangkaan bahan baku kayu, yang juga
berarti akan mengancam pertumbuhan dan kelangsungan industri – industri perkayuan.
Kondisi inilah yang menjadi pokok pemikiran lahirnya HTI dengan harapan menjadi
solusi dari segelintir permasalahan akan pasokan bahan baku dan rehabilitasi lahan yang
semula rusak.

Pembangunan HTI didasari oleh perizinan dari Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang tercantum dalam Peraturan Menteri LHK Nomor : P.12/Menlhk-

3
II/2015. Perizinan tersebut selanjutnya disebut IUPHHK – HTI (Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri). Berdasarkan Peraturan
Menteri LHK Nomor P.12 Tahun 2015 tersebut, IUPHHK – HTI adalah izin usaha yang
diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan tanaman pada
hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman,
pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

HTI adalah harapan masa depan kehutanan Indonesia. Tujuan pembangunan HTI
adalah untuk menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri guna
meningkatkan nilai tambah dan devisa, meningkatkan produktifitas lahan dan kualitas
lingkungan hidup, serta memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha (Untung
Iskandar at all., 2003). Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.12 Tahun 2015,
pembangunan HTI bertujuan untuk memenuhi kesinambungan bahan baku industri
kehutanan, meningkatakan produksi dan diversifikasi hasil hutan, perbaikan aspek
lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan produksi pada hutan tanaman.

2.2 Harvesting

Kegiatan pemanenan merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam pengelolaan


dan pengusahaan hutan. Pemanenan hasil hutan merupakan usaha pemanfaatan kayu
dengan cara mengubah tegakan pohon berdiri menjadi sortimen kayu bulat dan
mengeluarkannya dari hutan untuk dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Tujuan dari
pemanenan hasil hutan yaitu memaksimalkan nilai kayu, mengoptimalkan pasokan kayu
industri, meningkatkan kesempatan kerja serta mengembangkan ekonomi regional
(Mujetahid, 2009).

Harvesting atau pemanenan hasil hutan kayu pada hutan tanaman merupakan
serangkaian kegiatan pada hutan tanaman yang dilaksanakan untuk memanfaatkan kayu
yang masih tegak berdiri, mengeluarkannya dari petak tebangan dan mengangkutnya
sampai ke mill untuk diproduksi lebih lanjut. Tahapan kegiatan tersebut meliputi
perencanaan pemanenan, penebangan, penyaradan dan pengangkutan kayu. Adapun
tujuan dari kegiatan pemanenan yang dilakukan di hutan tanaman industri yaitu untuk
mengoptimalkan pasokan kayu industri, meningkatkan nilai tambah dan devisa negara
serta pendapatan daerah (Warsein at all, 2015).

4
2.3 Tata Usaha Kayu

Tata usaha kayu atau Administrasi hasil hutan kayu yang disebut dengan
Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH) adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan
perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, pengukuran dan pengujian,
penandaan, pengangkutan/peredaran, serta pengelolaan hasil hutan kayu. Kebijakan
terhadap Penatausahaan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi
diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :
P.42/Menlhk – Setjen/2015 yang diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2016.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.42/Menlhk –


Setjen/2015 Pasal 2 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Tanaman Pada
Hutan Produksi dimaksudkan untuk menjamin hak – hak Negara atas semua hasil hutan
kayu yang berasal dari hutan tanaman yang dimanfaatkan berdasarkan izin/hak kelola
sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Adapun ruang lingkup dari peraturan
mengenai penatausahaan hasil hutan kayu dari hutan tanaman, yaitu meliputi seluruh
hasil hutan kayu yang berasal dari hutan tanaman yang dimanfaatkan oleh pengelola
hutan/pemegang izin sah dan dilaksanakan secara self assessment melalui SIPUHH.
Tujuan dari peraturan tentang penatausahaan hasil hutan kayu dari hutan tanaman pada
hutan produksi adalah untuk menjamin legalitas dan ketertiban peredaran hasil hutan
kayu serta ketersediaan data dan informasi.

2.4 Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH)

Sistem informasi penatausahaan hasil hutan (SIPUHH) adalah serangkaian


perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan,
mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan
menyebarkan informasi penatausahaan hasil hutan kayu.

Sistem yang berbasis aplikasi online ini dibentuk oleh Pemerintah dalam rangka
memperbaiki tata kelola Kehutanan di Indonesia dari official assessment secara manual
menjadi self assessment secara elektronik. Self assessment pada intinya adalah memberi
tanggungjawab kepada pemegang izin secara mandiri untuk merencanakan,

5
melaksanakan, melaporkan dan membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
kepada Negara pada kegiatan pemanfaatan hutan.

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor :


P.18/PHPL – SET/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Informasi Penatausahaan
Hasil Hutan dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi pada Pasal 2 menyatakan bahwa
Hak akses SIPUHH online diberikan kepada administrator, operator Direktur Jenderal,
operator Dinas Provinsi, operator Balai, atau operator Pemegang Izin masing – masing
sesuai dengan kewenangannya.

6
BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Visi dan Misi Perusahaan

3.1.1 Visi PT. Finnantara Intiga

Terwujudnya hutan tanaman yang dibangun dan dikelola dengan prinsip – prinsip
kelestarian produksi, sosial dan ekologi untuk memasok bahan baku serpih secara
berkelanjutan.

3.1.2 Misi PT. Finnantara Intiga

1. Mengelola dan menghasilkan kayu dari hutan tanaman melalui pemilihan


teknik silvikultur dan teknologi pengolahan yang tepat sehingga mempunyai
nilai tambah dan daya saing .
2. Mendorong penguatan kapasitas masyarakat di dalam dan sekitar hutan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan melalui kegiatan pembangunan hutan
tanaman berbasis masyarakat.
3. Merehabilitasi hutan dan lahan tidak produktif, untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya hutan dan lingkungan.

3.2 Sejarah Perusahaan

Sejarah pengelolaan hutan tanaman PT. Finnantara dimulai sejak tahun 1992
dimana PT. Enso Forest Dev. memperoleh IPP dari Menteri Kehutanan seluas 30.000 ha
di Provinsi Kalimantan Barat. Pada tanggal 25 Januari 1995 Menteri Kehutanan
menyetujui usulan pembangunan HTI patungan antara PT. Inhutani III, Gudang Garam
(perusahaan swasta nasional) dan Nordic Forest Dev. (anak perusahaan enso,
perusahaan swasta asing) dan diperkuat dengan persetujuan Mensesneg atas nama
Presiden mengenai keikutsertaan PT. Inhutani III dalam perusahaan patungan, dengan
komposisi saham Inhutani III (40%), Gudang Garam (30%) dan NFDH (30%). Pada
tanggal 15 Juni 1996, PT. Finnantara didirikan dengan akte notaris Paulus Bingadiputra
nomor 83, dan pada tanggal 2 Desember 1996 PT. Finnantara Intiga memperoleh SK

7
HPHTI seluas 299.700 ha di Provinsi Kalimantan Barat selama jangka waktu 43 tahun,
yang kemudian dalam pengembanganya terjadi beberapa kali perubahan kepemilikan
saham.

Sejarah perusahaan PT. Finnantara Intiga secara ringkas disajikan pada Tabel 1.
berikut.

Tabel 1. Sejarah perusahaan PT. Finnantara Intiga

Tahun Uraian

1992 PT. Enso Forest Development memperoleh IPP seluas 30.000 ha di


Provinsi Kalimantan Barat.
1995 Persetujuan Menteri Kehutanan untuk pendirian HTI patungan antara
PT. Inhutani III, Nordic Forest Ltd dan PT. Gudang Garam tanggal 25
Januari 1995.
1996 PT. FIN]NANTARA INTIGA, berdiri tanggal 15 Juni 1996 dengan
akta notaris Paulus Bingadiputra, SH. No. 83 yang merupakan
perusahaan patungan dengan kepemilikan saham Nordic Forest
Development Pte. Ltd (Stora Enso – Finlandia) 30 %, INHUTANI III
40 % dan PT. Gudang Garam 30 %.
1996 Memperoleh SK Menhut No : 750/Kpts – II/1996 tanggal 2 Desember
1996 tentang Izin HPHTI seluas ± 299.700 ha di Provinsi Kalimantan
Barat.
2000 Akuisisi saham PT. Gudang Garam dan sebagian saham PT. Ihutani III
oleh Nordic Forest Development Holdings Pte. Ltd.
2003 Keluar rekomendasi Gubernur Kalimantan Barat No. 522/1871/FP
Bappeda tanggal 26 Juni 2003 seluas 73.000 ha (GIS 89.091 ha)
2004 Saham Nordic Forest Development 67 % dan sisanya dipegang oleh
Inhutani III sebesar 33 %
2011 Nordic Forest Development : 21.814 Lembar Saham
PT. Purinusa Ekapersada : 5 Lembar Saham

Perjalanan pelaksanaan pembangunan hutan tanaman PT. Finnantara Intiga


banyak mengalami hambatan sehingga pencapaian target luas dan sebaran lokasi

8
tanaman tidak berjalan sesuai target awal yang ditetapkan. Kendala utama adalah
ketidak-pastian areal kerja, dimana areal yang ditetapkan dalam SK IUPHHK secara de
facto dikuasai oleh masyarakat setempat, baik secara Adat, kelompok maupun
perorangan.

Penguasaan areal secara de facto oleh masyarakat, memerlukan suatu strategi


khusus dalam pengelolaannya yakni melalui pengembangan pola kerjasama antara
perusahaan dan masyarakat setempat. Pola tersebut di satu sisi memungkinkan kegiatan
penanaman hutan pada lahan yang dikuasai masyarakat dapat berjalan dan mendapat
pengakuan masyarakat. Tetapi di sisi lain perkembangan penanaman hutan baik dalam
hal lokasi, luas maupun waktu penanaman, tidak dapat dikontrol oleh pihak manajemen,
melainkan sangat dipengaruhi oleh aspirasi masyarakat.

Melalui pola kerjasama tersebut secara gradual dapat direalisasikan penanaman


HTI, diawali pada lokasi di Kabupaten Sintang, tahun 1996 realisasi tanam mencapai ±
2.714 ha, tahun 1997 mencapai ± 8.430 ha dan pada tahun 1998 mencapai seluas 5.114
ha. Dapat dikatakan bahwa periode tahun 1997 dan 1998 ini merupakan periode dimana
masyarakat telah mulai dapat menerima kegiatan pembangunan HTI dengan modal
kerjasama yang dikembangkan oleh PT. Finnantara Intiga.

Sampai dengan tahun 2015 PT. Finnantara Intiga telah merealisasikan penanaman
pada areal seluas ± 80.016 ha yang seluruhnya dilaksanakan melalui perjanjian
kerjasama antara perusahaan dengan masyarakat setempat. Jenis tanaman pokok yang
dikembangkan sebagian besar adalah Acacia mangium (95 %) dan sebagian kecil jenis
Acacia crassicarpa, Acacia auriculiformis dan Eucalyptus pellita. Sejak tahun 2002
sebagian hasil tanaman pokok sudah dipanen.

Tabel 2. Sejarah perkembangan penanaman PT. Finnantara Intiga

Luas Penanaman (Ha)


Tahun Eks Keterangan
LOA HTI Rehabilitasi Jumlah
Belukar
1996 2.714 - 2.714  Luas penanaman
1997 8.430 - 8.430

9
1998 5.114 - 5.114 bervariasi tiap tahun,
1999 1.977 - 1.977 karena tergantung
2000 3.221 - 3.221 pada realisasi
2001 4.914 - 4.914 perolehan kesepakatan
2002 6.182 - 6.182 kerjasama dengan
2003 1.588 32 1.620 masyarakat
2004 754 275 1.029
2005 2.075 587 2.662  Pada tahun 2002 telah
2006 3.509 1.054 4.562 mulai dilakukan
2007 9.316 3.861 12.998 pemanenan
2008 7.568 4.129 11.696
2009 1.027 2.200 3.227
2010 1.453 895 2.347
2011 665 1.008 1.673
2012 111 982 1.094
2013 1.664 1.664
2014 1.498 1.498
2015 1.395 1.395
Total 60.437 19.578 - 80.016
Sumber Laporan Realisasi Kegiatan Tahunan PT. Finnantara Intiga, 2016

Sebagai bagian dari tertib pengelolaan IUPHHK – HTI sesuai perundangan yang
berlaku, PT. Finnantara Intiga telah menyusun dokumen rencana pengelolaan kegiatan
jangka panjang yaitu Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(RKUPHHK – HTI) sebagai berikut :

1. RKUPHHK – HTI periode tahun 1996 – 2036 disahkan Menteri Kehutanan


dengan Nomor SK.3755/Menhut – VI/BRPHP/2006 pada tanggal 7 Agustus
2006.
2. RKUPHHK – HTI tahun 2009 – 2018 disahkan Menteri Kehutanan dengan
Nomor SK.208/VI – BPHT/2009 tanggal 9 Desember 2009.
3. Revisi RKUPHHK – HTI periode 2009 – 2018 disahkan Menteri Kehutanan
dengan Nomor SK.144/VI – BUHT/2011 tanggal 26 Oktober 2011. Revisi

10
merupakan penyelarasan tata ruang HTI dengan dokumen AMDAL, hasil
IMHB dan data informasi terbaru.

3.3 Lokasi Perusahaan

Areal kerja IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. SK.750/Kpts – II/1996 tanggal 2 Desember 1996 adalah seluas
299.700 ha terletak di Kabupaten Sanggau, Sekadau dan Sintang Provinsi Kalimantan
Barat.

Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, areal kerja IUPHHK – HTI PT.


Finnantara Intiga termasuk kedalam wilayah 3 (tiga) Kabupaten yang meliputi 15 (lima
belas) Kecamatan yaitu :

1. Kabupaten Sanggau mencakup 5 Kecamatan :


 Kecamatan Kapuas,
 Kecamatan Jangkang,
 Kecamatan Mukok,
 Kecamatan Bonti, dan
 Kecamatan Parindu.
2. Kabupaten Sekadau mencakup 3 Kecamatan :
 Kecamatan Sekadau Hilir,
 Kecamatan Belitang Hilir, dan
 Kecamatan Belitang Hulu
3. Kabupaten Sintang mencakup 5 Kecamatan :
 Kecamatan Sepauk,
 Kecamatan Ketungau Hulu,
 Kecamatan Ketungau Tengah,
 Kecamatan Ketungau Hilir, dan
 Kecamatan Tempunak.

Di dalam dan sekitar areal PT. Finnantara Intiga tersebut teridentifikasi sebanyak
52 Desa di dalam areal IUPHHK dan 5 Desa di luar konsesi IUPHHK. Pada 52 Desa di
dalam areal IUPHHK, sebagian besar telah terdapat tanaman HTI hasil realisasi

11
penanaman pola kerjasama masyarakat. Sementara itu dari 5 Desa di luar areal
IUPHHK, teridentifikasi 3 Desa yang telah terdapat tanaman HTI yang merupakan
realisasi kegiatan pemberdayaan.

3.4 Status Peruntukan Kawasan

Peruntukan areal berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan


Provinsi Kalimantan Barat Lampiran SK Menteri Kehutanan Nomor SK.733/Menhut –
II/2014 skala 1 : 250.000, areal kerja PT. Finnantara Intiga terdapat kawasan Hutan
Lindung seluas 80 Ha dan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 70.351 Ha, secara rinci
disajikan pada Tabel 3. berikut ini.

Tabel 3. Keadaan Hutan pada areal kerja IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga
berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat.

Perkembangan Fungsi Hutan (ha)


APL
No areal IUPHHK Keterangan
HP HPT HPK HL (ha)
pada hutan tanaman
1 Posisi Awal SK. HPHTI No.
(Keputusan 245.457 - - 65 54.178 750/Kpts – II/1996
IUPHHK)
2 Mutasi
Penambahan
(Addendum - - - - -
Keputusan
IUPHHK)
3 Mutasi Surat Gubernur No.
Penambahan 114.000 - - - 73.000 552/1871/FP/Bappeda
(Rekom Gubernur) 25 Juni 2003
4 Penambahan (Surat
- - - - -
Menteri Kehutanan)
5 Posisi sekarang KHP 2014, proporsi
229.269 - - 80 70.351
luas SK. IUPHHk –

12
HTI
Sumber : Peta Lampiran SK Menteri Kehutanan Nomor SK. 733/Menhut – II/2014

3.5 Tutupan Lahan

Berdasarkan hasil interpretasi terhadap citra landsat Peta Penafsiran Mozaik Citra
Landsat-8 0LI+ Band 653, Pathn120 Row 60, liputan tanggal 29 Juli 2014 dan Path 121
Row 60 tanggal 7 Juli 2015 skala 1: 100.000, penutupan lahan di areal IUPHHK – HTI
PT. Finnantara Intiga didominasi areal belukar muda dan semak seluas ± 218.650 ha
(72,96 %), selebihnya merupakan hutan tanaman seluas 30.499 ha (10,18%), hutan rawa
sekunder seluas 5.651 ha (1,89 %), belukar tua seluas 4.386 ha (1,46 %), tanah terbuka
seluas 20.857 ha (6,96 %) dan tertutup awan seluas 19.647 ha (6,56 %). Berdasarkan
pengalaman lapangan areal belukar tua dan belukar muda sebagian besar merupakan
areal yang telah dikuasai masyarakat untuk pengembangan lahan masyarakat dengan
penguatan ladang dan kebun karet.

Tabel 4. Penutupan lahan areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga berdasarkan Citra
Landsat.

No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persen (%)

1 Hutan Rawa Sekunder 5.651 1,89


2 Hutan Tanaman 30.499 10,18
3 Belukar Tua 4.386 1,46
4 Belukar Muda dan Semak 218.650 72,96
5 Tanah Terbuka 20.857 6,96
6 Tertutup Awan 19.647 6.56
Jumlah 299.700 100.00
Sumber : Peta Penafsiran Mozaik Citra Landsat-8 OLI+ Band 653, Path 120 Row 60, liputan
tanggal 29 Juli 2014 dan Path 121 Row 60 tanggal 7 Juli 2015.

3.6 Pemanfaatan Badan Air

Pemanfaatan sungai yang berada di wilayah DAS meliputi pemanfaatan air sungai
untuk minum dan memasak, sanitasi, budidaya pertanian dan atau perikanan. Bagi

13
masyarakat desa di sekitar PT. Finanntara Intiga , yang seharusnya tidak mempunyai
fasilatas penyediaan air baku seperti layanan dari PDAM atau sejenisnya, jasa
lingkungan penyediaan air ini mempunyai peranan yang sangat penting.

Dari analisis data FGD, wawancara dan observasi lapangan studi HCV, sumber air
minum bagi masyarakat di 52 desa sampel di sekitar PT. Finnantara Intiga di Kabupaten
Sanggau dan Kabupaten Sintang, sekitar 38 desa (73 %) memenuhi pasokan air minum
mereka dari alam atau sungai, 12 desa (23 %) dari sumur gali atau sumur bor, dan 2 desa
(4 %) dari alam (sungai) dan dari sumur (sumur gali/bor). Sumber air untuk kebutuhan
rumah tangga lainnya dari masyarakat di 52 desa sampel di sekitar PT. Finnantara Intiga
di Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sintang mirip ; 40 desa (77 %) adalah dari alam
(sungai), 8 desa (15 %) dari sumur gali atau sumur bor, dan 4 desa (4 %) dari alam
(sungai) dan sumur (gali/bor).

3.7 Data Fisik Lapangan

PT. Finnantara Intiga saat ini bekerja pada areal konsesi yang telah ditetapkan
Pemerintah sesuai dengan SK Menhut No : 750/Kpts – II/1996 tanggal 2 Desember
1996 tentang Izin HPHTI seluas ± 299.700 ha di Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Sekadau dan Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Gambaran umum tentang
keadaan fisik areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga dapat dilihat dari data pada
tabel 5. berikut ini.

Tabel 5. Data fisik areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga

No Uraian Keterangan

1 Letak Geografis 0° 00° LU - 0° 50° LU


110° 30° BT - 111° 40° BT
2 Kelompok Hutan Sungai Mengkiang, Sungai Sekayam, Sungai
Belitang dan Sungai Ketungau
3 Admintrasi Pemerintahan
 Provinsi Kalimantan Barat
 Kabupaten Sanggau, Sekadau, Sintang

14
 Kecamatan Bonti, Jangkang, Mukok, Sanggau Kapuas,
Parindu (Kab. Sanggau), Sekadau Hilir,
Belitang Hilir, Belitang Hulu (Kab. Sekadau),
Sepauk, Ketungau Hulu, Ketungau Tengah,
Ketungau Hilir, Tempunak (Kab. Sintang)
4 Admintrasi Pemangkuan Hutan
 RPH Dinas Kehutanan Prov. Kalimantan Barat
 BKPH Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.
Sanggau, Dinas Kehutanan, Perkebunan dan
Pertambangan Kab. Sekadau, dan Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kab. Sintang
 KPH -
 Dinas Kabupaten/Kota -
 Dinas Provinsi Dinas Kehutanan Prov. Kalimantan Barat
5 Keadaan Lahan
 Lahan Kering 291.900 Ha
 Lahan Basah 7.800 Ha
6 Topografi
 Datar (kelerengan 0-8 %) 236.100 Ha
 Landai (kelerengan 8-15 %) -
 Bergelombang (kelerengan 45.931 Ha
16-25 %)
 Agak Curam (kelerengan 12.610 Ha
25-40 %)
 Curam (kelerengan >40 %) 5.059 Ha
7 Ketinggian Tempat (dpl) 11 m – 300 m dpl
8 Jenis Tanah
 Organosol 12.478 Ha
 Aluvial Kelabu 11.198 Ha
 Podsolik Merah Kuning 266.210 Ha
 Podsolik 9.814 Ha

15
9 Geologi / Jenis Batuan
 Batuliat, Batukapur, 28.671 Ha
Batulumpur, Napal
 Batuliat, Batukapur, 7.527 Ha
Batupasir, Napal
 Batupasir, Batuliat, 459 Ha
Konglomerat
 Batupasir 535 Ha
 Deposit Aluvium Resen, 225.798 Ha
Batuliat, Batukapur,
Batupasir
 Deposit Aluvium Resen, 7.754 Ha
Campuran, Gambut
 Genes, Fillit, Kuarsit, 3.280 Ha
Sekles, Andesit, Basait
 Granit, Granodionit, Sekies, 22.084 Ha
Andesit, Basait
 Sekies, Genes, Kuarsit, 3.589 Ha
Granit
10 Iklim
 Tipe Iklim Tipe A
 Curah Hujan 2.962 mm/tahun
 Bulan tertinggi : November (382 mm)
 Bulan terendah : Agustus (120 mm)
 Hari Hujan 217 Hari/tahun
 Bulan tertinggi : Januari (23 hari)
 Bulan terendah : Agustus (11 hari)
11 Hidrologi
 Sungai/anak sungai
 Belitang 77.040 Ha
 Mengkiang 63.760 Ha

16
 Sekayam 48.000 Ha
 Jungkit 37.640 Ha
 Ketungau 31.660 Ha
 Kedukul 22.440 Ha
 Marabang 7.840 Ha
 Malas 5.960 Ha
 Ayak 5.280 Ha

3.8 Struktur Organisasi

Saat ini Saham PT. Finnantara Intiga dipegang oleh Nordic Forest Development
sebanyak 21.814 Lembar Saham dan PT. Purinusa Ekapersada sebanyak 5 Lembar
Saham. Adapun Pengurus perusahaan berdasarkan akta terakhir Linda Herawati, SH
(akta nomor 20 tanggal 08 Desember 2014) adalah sebagai berikut :

 Susunan Komisaris :
o Presiden Komisaris : Agus Wahyudi
o Komisaris : Wong Sarfendi Leonopatera

 Susunan Direksi :
o Presiden Direktur : Siswantoro
o Direktur : Hoesin

3.9 Bidang Usaha/Bagian

PT. Finnantara Intiga bergerak dalam bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) pada
Hutan Produksi yang bertujuan untuk mengelola dan memanfaatkan hasil hutan kayu
untuk menyediakan pasokan bahan baku serpih industri pulp dan kertas.

17
BAB IV

PELAKSANAAN MAGANG

4.1 Sistem Magang

Pelaksaanan magang dilakukan pada areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga
di Distrik Sanggau Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Penempatan pada
Distrik Sanggau berlokasi di Mess Mengkiang. Sistem kegiatan magang di areal konsesi
pada Distrik Sanggau dilaksanakan dengan mengikuti schedule yang telah ditetapkan
dan disetujui oleh Distrik Manajer. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan
dilapangan yaitu :

 Data Primer
Data primer diperoleh dengan mengikuti dan mengamati langsung beberapa
kegiatan yang ada dilapangan dan kemudian mencatat data – data tersebut
disertai dengan mengambil dokumentasi.
 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan melakukan wawancara dengan beberapa
karyawaan, informasi dari buku – buku terkait yang ada di perusahaan serta
data – data yang ada yang mendukung kelengkapan informasi yang
diperlukan.

4.2 Kegiatan Magang

Praktek Magang dilaksanakan Juli – Agustus 2018 di Distrik Sanggau areal


IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga. Spesifikasi divisi yang diambil adalah
Harvesting, yaitu mengenai serangkaian kegiatan pemanenan kayu pada petak tebangan.
Adapun kegiatan – kegiatan yang dilakukan selama magang pada divisi Harvesting
yaitu implementasi micro-planning pada petak tebangan, Imas atau pengimasan, felling
atau penebangan, bunching, extraction atau penyaradan ke TPn, De – Limbing dan Cut
to Length, stacking TPn, kemudian berlanjut pada skema Tata Usaha Kayu di lapangan
yang meliputi pengukuran volume TPn, pembuatan Buku Ukur Kayu, pembuatan LHP,

18
loading to truck, hauling atau pengangkutan kayu dari TPn sampai ke TPK Antara
Sungai Batu.

4.3 Pengalaman Positif yang Diperoleh Selama Magang

Selama praktek magang di areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga di Distrik
Sanggau, Desa Mengkiang, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Penulis banyak
sekali mendapatkan pengalaman dan pembelajaran positif yang mungkin belum pernah
didapat selama dibangku perkuliahaan, diantaranya yaitu :

1. Memperoleh pandangan dan pemahaman yang real tentang Hutan Tanaman


Industri sebagai badan usaha dibidang Kehutanan yang bergerak dalam
mengelola dan memanfaatkan hasil hutan kayu.
2. Mengetahui dan mendapat pengalaman tentang serangkaian kegiatan yang ada
pada divisi Harvesting.
3. Mengetahui banyak sekali istilah – istilah yang umum dipakai di divisi
Harvesting atau pemanenan.
4. Dapat memahami antara teori yang diperoleh diperkuliahan dan realita
pekerjaan dilapangan.
5. Mendapat pembelajaran tentang etika sopan santun, integritas dan menambah
serta membangun kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi di
lingkungan dunia kerja.
6. Membangun dan melatih diri untuk bisa bekerja didalam tim.

Semua hal positif yang diperoleh selama magang merupakan ilmu dan
pengalaman yang sangat berharga yang didapat Penulis dan sangat bermanfaat sebagai
modal suatu ketika terjun kedalam dunia kerja, terlebih khusus dalam bidang
Kehutanan.

4.4 Tantangan Selama Magang

Pada praktek magang yang dilakukan Penulis beserta rekan – rekan se – tim
selama satu bulan (Juli – Agustus 2018) di areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga,

19
di Distrik Sanggau, Penulis mengalami beberapa tantangan di lapangan diantaranya
yaitu :

1. Schedule harian magang yang harus dirombak berulang kali karena harus
menyesuaikan kondisi dan aktivitas pekerjaan lapangan yang cukup padat,
sedangkan waktu pelaksanaan magang cukup singkat.
2. Realisasi schedule harian yang telah ditetapkan kurang terlaksana dengan baik,
karena tidak jarang schedule harian yang telah ditetapkan Penulis harus
menyesuaikan pekerjaan Harvesting yang berjalan dilapangan.
3. Kurangnya arahan dari supervisor untuk kegiatan harian sehingga Penulis
merasa kurang memahami untuk pekerjaan harian dan pengumpulan data
dilapangan.
4. Waktu magang yang cukup singkat sehingga kurang memahami secara tuntas
dan mendalam setiap kegiatan Harvesting di Hutan Tanaman Industri.

20
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kegiatan Pemanenan

Pemanenan atau Harvesting merupakan serangkaian kegiatan produksi yang


meliputi usaha mengambil manfaat hasil hutan berupa kayu yang masih tegak berdiri
dalam petak tebangan, mengeluarkannya dari petak, hingga bisa mengangkut kayu
tersebut dalam bentuk log menuju mill untuk diolah menjadi produk lanjutan.
Pemanenan di PT. Finnantara Intiga Sanggau dilaksanakan dengan sistem tebang habis
pada lahan dryland, dimana tanaman yang telah mencapai usia masak tebang dan
terdaftar dalam RKT (Rencana Kerja Tahunan), seluruh tanaman akan ditebang.
Kegiatan pemanenan mulai dari penebangan hingga pengangkutan kayu menuju TPK
Antara melibatkan kerja alat diantaranya chain saw, excavator grapple, truck hauling
dan poonton. Harvesting pada PT. Finnantara Intiga dibagi menjadi tiga pekerjaan besar
yaitu Pre – Harvesting, Harvesting dan Post – Harvesting. Pada tiga (3) pekerjaan
besar Harvesting tersebut masing – masing terkoordinir sejumlah kegiatan didalamnya.
Flow chart nya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Harvesting

Pre – Harvesting Harvesting Post - Harvesting

Sosialisasi
Felling Tata Usaha
Masyarakat

Micro Pre - Bunching


planning
Loading To Truck

Imas Extraction Hauling to TPK

Cut to Lenght

Stacking TPn

Gambar 1. Folw chart Harvesting PT. Finnantara Intiga

21
5.2 Pre – Harvesting

Pre – harvesting atau Pra - Pemanenan merupakan serangkaian kegiatan yang


dikerjakan sebelum dilakukan penebangan. Ada 3 kegiatan yang diakukan dalam pre –
harvesting di HTI PT. Finnantara Intiga di Distrik Sanggau yaitu :

5.2.1 Sosialisasi kepada masyarakat


Sosialisasi kepada masyarakat (pemilik lahan) dan pengurus Adat/Dusun
merupakan kegiatan awal yang harus dilakukan perusahaan sebelum melakukan
pemanenan hasil hutan kayu.
Masyarakat Dayak memiliki kebudayaan atau kebiasaan yaitu ladang berpindah.
Lahan dari ladang yang ditinggalkan masyarakat kemudian mencapai tahap suksesi
menjadi areal semak belukar. Kemudian perusahaan PT. Finnantara Intiga hadir dengan
keputusan yang ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan mengelola
lahan bekas ladang tersebut dengan melakukan penanaman HTI. Karena pembangunan
HTI yang dilakukan oleh PT. Finnantara Intiga diatas bekas lahan ladang berpindah,
maka secara Adat semua lahan tersebut adalah milik masyarakat (masing – masing
sudah ada owner nya), walaupun secara de facto kawasan konsesi tersebut semuanya
adalah milik perusahaan untuk dikelola menjadi HTI melalui Surat Keputusan
Kementerian Kehutanan.
Oleh karena lahan yang akan dipanen tersebut ada owner nya, maka perusahaan
wajib untuk melakukan sosialisasi untuk memberitahukan bahwa akan ada kegiatan
pemanenan dilahan yang terkait.
Kegiatan sosialisasi pemanenan ini dilakukan oleh perusahaan dengan melibatkan
perangkat dusun (mewakili desa), pemilik lahan dan pengurus Adat desa terkait. Setelah
pertemuan sosialisasi selesai maka akan dilanjutkan dengan kegiatan Adat yaitu ngudas.
Ngudas merupakan salah satu Adat masyarakat setempat untuk menyatakan bentuk
ucapan syukur kepada Jubata (sebutan Tuhan oleh masyarakat Dayak setempat) yang
dilakukan dilahan terkait yang akan dipanen hasil kayunya. Setelah serangkaian Adat
dan sosialisasi selesai maka proses pemanenan hasil kayu berlanjut pada perencanaan
berikutnya.

22
5.2.2 Micro planning

Micro planning berasal dari kata micro yang berarti kecil, dan planning yang
berarti rencana. Micro planning merupakan sebuah rencana kecil sebelum penebangan
yang bersifat mendetail. Rencana mendetail ini dituangkan diatas peta berdasarkan data
yang diperoleh dari lapangan oleh departemen Planning Survey. Peta tersebut kemudian
direaliasikan dilapangan.
Kegiatan micro planning pada Divisi Harvesting PT. Finnantara Intiga meliputi
penandaan batas areal petak tebangan, penandaan rute atau jalur penyaradaan, dan
penandaan titik TPn.

1) Penandaan Batas Areal Petak Tebangan


Penandaan batas areal petak tebangan yang akan dikerjakan dilakukan
dengan pemberian pita berwarna putih disekeliling batas areal petak. Pita putih
tersebut diikat pada kayu atau bambu sebagai pancang dan kemudian
ditancapkan pada tanah dibatas petak, atau bisa diikat langsung pada pohon yang
ada dibatas petak. Pada pita putih tersebut dituliskan informasi tentang batas
petak, nomor petak dan luasan petak yang akan dikerjakan.

Gambar 2. Pita putih tanda batas areal petak tebangan

2) Penandaan Jalur Extraction


Penandaan jalur extraction atau jalur penyaradan dilakukan dengan
pemberian pita berwarna merah yang diikatkan pada pancang (bambu/kayu) dan
kemudian ditancapkan pada tanah. Pada pita merah tidak ada berisi informasi

23
apapun. Jalur penyaradaan dibuat setiap 15 meter diantara jarak tanam atau
setiap 5 titik jalur tanam (jarak tanam 3 x 3).

Gambar 3. Pita merah tanda jalur penyaradan

3) Penandaan Titik TPn


Penandaan titik TPn dilakukan dengan pemberian pita berwarna kuning
yang diikatkan pada bambu/kayu sebagai pancang yang kemudian ditancapkan
pada tanah. Pada pita kuning tersebut dituliskan informasi tentang rencana TPn,
nomor petak dan luas keselurahan petak yang dikerjakan.
Lokasi TPn harus berada tidak jauh dari jalan hutan supaya dapat
mempermudah proses loading to truck dan hauling.

Gambar 4. Pita kuning sebagai tanda lokasi TPn

24
5.2.3 Imas

Imas atau pengimasan merupakan kegiatan pembersihan gulma, liana dan


tanaman pemanjat, serta tanaman penggangu lainnya yang ada disekeliling tanaman
pokok (tanaman yang akan ditebang) bahkan yang merambat pada tanaman pokok
tersebut. Pada PT. Finnantara Intiga pengimasan dilakukan dengan cara manual yaitu
dengan melakukan penebasan menggunakan parang oleh regu tebang yang terdiri dari
dua (2) sampai empat (4) orang. Penebasan dilakukan disekitar tanaman dengan
membentuk semacam piringan diareal sekitar batang, pembersihan batang dari tanaman
pemanjat bahkan juga pada areal sekitar pangkal batang tanaman yang akan ditebang.

Gambar 5. Pekerja lapangan melakukan Gambar 6. Pohon yang telah di imas


pengimasan

Kegiatan imas ini bertujuan untuk, yaitu :


1. Membersihkan gulma, liana dan tanaman penggangu lainnya yang ada disekitar
tanaman atau bahkan yang memanjat pada tanaman yang akan di tebang
2. Meminimalisir tingkat kecelakaan kerja yang tidak diinginkan yang dapat
ditimbulkan karena pengaruh lingkungan sekitar areal kerja
3. Mempermudah operator chainsaw untuk melakukan penebangan dengan
pembuatan takik rebah dan takik balas, kemudian mudah untuk berpindah
tempat dari satu pohon ke pohon lainnya lewat jalur yang telah di tebas atau di
imas

25
4. Meminimalkan tunggak atau tunggul tanaman yang tersisa dari proses
penebangan
5. Membuat jalur penyelamatan untuk melarikan diri ketika situasi pohon yang
tumbang mengancam atau berusaha membahayakan keselamatan operator
chainsaw atau pekerja yang ada diareal tanaman yang ditebang tersebut.

Ketika tanaman sudah dalam keadaan bebas gulma, liana atau tanaman
pengganggu lainnya baik yang ada disekitar ataupun yang merambat pada tanaman
tersebut, maka langkah berikutnya adalah mempersiapkan pekerjaan felling.

5.3 Harvesting

Pekerjaan pada tahap harvesting di PT. Finnantara Intiga ini meliputi felling
(penebangan), pre bunching, extraction (penyaradan), delimbing dan cut to length, serta
stacking TPn.

5.3.1 Felling

Felling atau penebangan merupakan proses pemotongan batang pada bagian


pangkal pohon yang masih tegak berdiri hingga pohon tersebut rebah atau tumbang
sampai ke tanah. Penebangan pohon di PT. Finnantara Intiga menggunakan alat chain
saw dengan sistem tebang habis. Felling merupakan pekerjaan yang sangat berisiko
terhadap keselamatan, sebelum melakukan penebangan biasanya operator chain saw
menggunakan alat pelindung diri dan mempersiapkan chain saw yang akan digunakan.

1. Safety Operator Chain Saw


Alat Pelindung Diri atau APD merupakan perlengkapan penting yang harus
digunakan oleh operator chain saw. Perlengkapan APD yang dipakai oleh
operator chain saw ini diantaranya Helm, sarung tangan dan sepatu. Safety
operator chain saw ini bertujuan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan
pekerja, serta sebagai pengaman bagi pekerja jika terjadi kecelakaan kerja.
2. Mempersiapkan Alat Chain Saw
Sebelum pergi menebang pohon, opereator chain saw memastikan kondisi
chain saw baik dan aman untuk digunakan. Kemudian selanjutnya mengisi

26
bahan bakar pada chain saw dan menyiapkan bahan bakar sebagai cadangan
untuk dibawa ke lapangan.

Setelah menggunakan APD dan mempersiapkan chain saw, selanjutnya operator


chain saw siap melakukan penebangan kayu. Langkah penebangan yang dikerjakan oleh
operator chain saw pada PT. Finnantara Intiga yaitu :

1. Menentukan Arah Rebah Pohon


Rebahnya pohon diharapkan tepat pada posisi dan tempat yang diinginkan.
Terdapat beberapa hal penting yang dilakukan operator chain saw ketika
menentukan arah rebah pohon, yaitu :
 Memperhatikasn kondisi batang dan tajuk pohon (arah condongnya)
 Memastikan pohon bebas dari tanaman pemanjat
 Memperhatikan Topografi lahan
 Menentukan arah rebah pohon dengan posisi pangkal kayu menghadap
TPn
 Memperhatikan arah angin
 Penebangan tidak dimulai dari daerah pinggir jalan hutan
 Posisi dan kondisi rebahnya pohon diupayakan mempermudah proses
bunching

Gambar 7. Operator chain saw menengadah keatas memperhatikan


tajuk pohon sebelum menebang

27
2. Membuat Takik Rebah dan Takik Balas
Pertama, membuat takik rebah. Untuk meminimalkan tunggak, takik
rebah di buat menggunakan chain saw setinggi ± 5 cm dari tanah. Takik rebah
terdiri dari dua bagian, alas takik dan atap takik. Alas takik rebah ditentukan
setinggi ± 5 cm dari muka tanah dengan potongan mendatar horizontal batang
sedalam ± 1/3 diameter batang (tidak boleh sampai putus karena selain arah
rebah yang tidak sesuai dengan yang diinginkan juga akan membahayakan
operator chain saw). Atap takik rebah dibuat dengan potongan miring ± 45
hingga bertemu dengan potongan alas takik.

Gambar 8. Hasil potongan takik rebah dan takik balas

Kedua, takik balas. Takik balas dibuat dengan potongan mendatar


horizontal batang setinggi ± 1 cm diatas alas takik rebah. Potongan takik balas
tidak boleh sampai putus atau bertemu dengan potongan takik rebah. Antara
takik rebah dan takik balas disisakan ± 1 cm kayu sebagai engsel, kemudian
bar chain saw ditarik oleh operator.
Engsel merupakan sisa kayu batang yang dihasilkan dari potongan takik
balas terhadap takik rebah. Engsel berfungsi sebagai kemudi rebahnya pohon,
sehingga pohon akan rebah secara perlahan.

28
Gambar 9. Penebangan kayu atau felling oleh operator chain saw

5.3.2 Pre Bunching

Pre – bunching merupakan kegiatan pengumpulan kayu – kayu yang rebah tak
beraturan setelah kegiatan felling dalam petak tebangan. Kegiatan pre bunching di PT.
Finnantara Intiga dikerjakan menggunakan excavator grapple pada jalur extraction
dengan pangkal kayu menghadap TPn. Bunching kayu bertujuan untuk merapikan kayu
– kayu yang rebah dan mengumpulkannya dalam tumpukan – tumpukan disekitar jalur
extraction supaya mengefisienkan proses extraction kayu.

Gambar 10. Pre bunching kayu dalam petak tebangan


dengan pangkal menghadap TPn

29
5.3.3 Extraction

Extraction atau penyaradan adalah kegiatan penarikan kayu pada tumpukan


bunching yang ada didalam petak tebangan menuju lokasi TPn. Extraction di PT.
Finnantara Intiga dilakukan dengan sistem tarik panjang menggunakan excavator
grapple dan sistem tarik menggunakan sampan darat. Kedua sistem ini dikerjakan pada
lahan dry land.
Pada sistem tarik panjang, kayu pada tumpukan bunching yang belum melewati
proses delimbing dan cut to length diangkut oleh excavator dengan cara ditenteng
menuju TPn. Kayu kemudian diserakkan merata ditepi petak TPn untuk mempermudah
proses cut to length dengan chain saw.
Sedangkan pada sistem tarik menggunakan sampan darat, kayu telah melewati
proses delimbing dan cut to length, dipotong dalam ukuran – ukuran yang telah
ditentukan. Jadi kayu ditumpuk pada sampan kemudian sampan ditarik oleh excavator
dari dalam petak tebangan menuju TPn untuk kemudian langsung diproses dalam
stacking TPn.

a b

Gambar 11. Kegiatan penyaradan kayu atau extraction. a) sistem tarik panjang,
b) sistem tarik menggunakan sampan darat

30
Gambar 12. Penyerakan kayu di sisi TPn

5.3.4 Delimbing dan Cut to Length

Pada PT. Finnantara Intiga Distrik Sanggau pengerjaan delimbing dan cut to
length dilakukan dengan alat chain saw dan berlangsung ditepi TPn pada petak
tebangan karena sistem tarik panjang pada proses extraction. Delimbing merupakan
proses pembersihan batang dari ranting, cabang dan ujung pohon yang tidak masuk
dalam kriteria BBS (Toping). Sedangkan Cut to length merupakan pembagian batang
menjadi potongan – potongan tertentu sesuai dengan standar panjang yang telah
ditetapkan perusahaan. Pada PT. Finnantara Intiga panjang potongan kayu adalah 4 m
karena menyesuaikan panjang truck hauling. Pemotongan batang dimulai dari pangkal
agar ukuran lebih maksimal.

31
Gambar 13. Pembagian batang kayu

Penandaan dengan parang

Stik ukur 4 meter

Gambar 14. Pengukuran panjang dan penandaan batang kayu sebelum dipotong

5.3.5 Stacking TPn


Stacking TPn adalah proses pengumpulan kayu yang telah dipotong (cut to length)
menjadi satu tumpukan pada lokasi yang disebut TPn. Pekerjaan stacking kayu pada
TPn menggunakan alat excavator grapple.

32
Gambar 15. Penumpukan kayu pada TPn atau stacking TPn

5.4 Post Harvesting


5.4.1 Tata Usaha Kayu

Pada tahap ini dilakukan pengukuran volume TPn sebagai data untuk menerbitkan
LHP (Laporan Hasil Produksi) yang diperlukan untuk pelunasan PSDH (Provisi Sumber
Daya Hutan). Pelunasan PSDH adalah syarat untuk dapat melaksanakan pengangkutan
kayu. Perusahaan dapat melakukan pengangkutan kayu dari TPn yang ada pada areal
IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga menuju TPK Antara hingga ke mill ketika PSDH
sudah dinyatakan lunas. Mekanisme chain of custody (CoC) pada areal IUPHHK – HTI
PT. Finnantara Intiga Distrik Sanggau sebagai berikut :

1. Pengukuran Volume TPn


Yang dimaksud volume TPn ialah panjang, lebar dan tinggi tumpukan kayu TPn.
Volume TPn dinyatakan dalam SM (stafel meter) untuk kemudian dikonversi kedalam
bentuk kubikasi (𝑚3 ). Proses pengukuran dikerjakan oleh petugas CoC dengan
menggunakan meteran sebagai alat ukur.
Lebar (l) tumpukan TPn diukur dengan cara menarik meteran dari satu ujung ke
ujung lain. Tinggi (t) tumpukan diukur setiap 1 m lebar TPn dan dihitung rata – ratanya.
Panjang (p) TPn berdasarkan panjang kayu yaitu 4 m. Data tersebut dikalikan untuk
mendapatkan nilai SM. Nilai SM kemudian dikonversi menjadi 𝑚3 untuk memperoleh
nilai volume kubikasi TPn. Data – data tersebut dicatat kedalam Buku Ukur KBK
(Kayu Bulat Kecil) oleh petugas CoC dilapangan. (lembaran buku ukur kayu terlampir)

33
Gambar 16. Rumus perhitungan Volume SM dan 𝑚3 TPn

Angka konversi tanaman : (sumbernya)

 Acacia mangium = 0,59


 Eucalyptus pellita = 0,67

Meteran untuk lebar TPn Tinggi rata – rata

Gambar 17. Kegiatan pengukuran volume TPn

34
Gambar 18. Pengisian plastik label pada TPn

2. Rekapitulasi Buku Ukur Kayu


Buku Ukur Kayu dari tiap – tiap tumpukan TPn yang ada pada satu wilayah kerja
areal IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga dilakukan rekapitulasi menjadi Buku Ukur
KBK Elektronik. Rekapitulasi ini dikerjakan oleh GANIS pembuat LHP menggunakan
komputer dikantor kerja Mess Mengkiang. Buku Ukur Kayu Elektronik memuat data
tanggal pengukuran, lokasi, no petak, no tumpukan, bulan tebang, regu tebang,
kontraktor tebang, pemegang MoU, jenis kayu, hasil pengukuran dan volume
tumpukan. (lembaran rekapitulasi buku ukur kayu terlampir)

35
Gambar 19. Pencatatan data hasil pengukuran pada Buku Ukur Kayu

3. Pembuatan dan Rekapitulasi Laporan Hasil Produksi


Data rekapitulasi Buku Ukur KBK kemudian digunakan sebagai bahan untuk
membuat LHP (Laporan Hasil Produksi) perusahaan. LHP ini memuat data kelompok
ukuran tumpukan, nomor tumpukan, kelompok jenis dan volume (SM dan 𝑚3 ). (lembar
LHP terlampir)
Seluruh Data – data LHP kemudian direkapitulasi oleh GANIS Pembuat LHP
menggunakan komputer di kantor kerja Mess Mengkiang. Data Rekapitulasi LHP inilah
yang akan diterbitkan kedalam Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH)
online untuk pengajuan dan pelunasan PSDH. (lembar Rekapitulasi LHP terlampir)

5.4.2 Loading to Truck

Loading to truck adalah proses dimana kayu yang ada pada tumpukan TPn dimuat
kedalam logging truck menggunkan excavator grapple. Pada kegiatan ini tumpukan
TPn yang telah dinyatakan lunas PSDH nya dimuat kedalam truck untuk diangkut
menuju TPK Antara Sungai Batu, kerapian muatan mesti diperhatikan dan muatan truck
diikat supaya kayu tidak jatuh saat diperjalanan.

36
Gambar 20. Proses pemuatan kayu pada truck menggunakan excavator grapple

Gambar 21. Pengikatan tumpukan kayu pada truck menggunakan tali pengaman

5.4.3 Hauling to TPK Antara Sungai Batu

Hauling adalah pengangkutan kayu dari simpul hutan di TPn menuju TPK Antara.
Pengangkutan hanya dapat dilakukan ketika PSDH sudah dinyatakan lunas. Pada
IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga Distrik Sanggau proses hauling menggunakan
truck/tronton dan ponton yang akan melewati tiga (3) simpul hutan dengan setiap
dokumen yang menyertai pada masing – masing simpul.

1. Simpul TPn pada Areal Kerja Petak Tebangan


Pada simpul ini, truck yang telah selesai dimuat dilakukan pengukuran volume
kayu diatas truck yaitu panjang, lebar dan tinggi rata – rata muatan (tinggi di dua

37
sisi truck/kanan – kiri). Data pengukuran kemudian dicatat dalam lembaran Surat
Pengantar Angkutan – Kayu Bulat Kecil (SPA – KBK) sebagai dokumen yang
menyertai truck hauling menuju simpul berikutnya yaitu TPK Hutan atau Pos
Faktur. Proses pengukuran dan pengisian dokumen SPA – KBK oleh pengawas
hauling dilapangan yang juga ditanda tangan oleh sopir truck. (lembaran SPA –
KBK terlampir)

a b

Gambar 22. Pengukuran volume kayu diatas truck. a) lebar muatan,


b) tinggi muatan rata – rata

2. Simpul TPK Hutan Pos Faktur


Truck yang mengangkut muatan dari simpul TPn petak tebangan akan berhenti di
Pos Faktur. Pada Pos Faktur Serayap Distrik Sanggau PT. Finnantara Intiga ini,
sopir truck akan turun dan menyerahkan dokumen SPA - KBK kepada pengawas
di Pos, kemudian pengawas Pos akan melakukan pengukuran volume kayu diatas
truck dan mengisi data untuk Pos Faktur dilembaran dokumen SPA – KBK. Pada
TPK Hutan atau Pos Faktur juga akan diterbitkan dokumen SK – SHHK (Surat
Keterangan Sah Hasil Hutan Kayu) oleh petugas Pos Faktur melalui SIPUHH
online. Setelah proses pada simpul Pos Faktur ini selesai sopir truck akan
meneruskan pengangkutannya menuju TPK Antara Sungai Batu. Dokumen SPA –
KBK dan SKSHHK akan menyertai pengangkutan kayu pada truck. (lembaran SK
– SHHK terlampir)

38
Gambar 23. Penerbitan dokumen SK – SHHK di simpul hutan Pos Faktur Serayap

3. TPK Antara Sungai Batu


TPK Antara Sungai Batu merupakan tempat penimbunan kayu didalam ponton
yang nantinya akan berlayar mengangkut kayu menuju mill di Riau lewat jalur
laut. Sesampainya di TPK Antara Sungai Batu, sopir akan menyerahkan dokumen
SPA – KBK dan SKSHHK kepada pengawas TPK Antara kemudian truck akan
melewati timbangan dan berhenti untuk dihitung berat muatan kotornya (berat
kayu + berat truck), selanjutnya truck akan berangkat ke ponton untuk unloading
muatan. Proses unloading akan dikerjakan dengan alat excavator grapple rotary
didalam ponton. Selanjutnya truck yang telah kosong akan kembali ke timbangan
untuk mendapatkan berat kendaraan. Berat kotor timbangan dikurang berat
kendaraan akan menghasilkan berat bersih kayu yang diangkut oleh truck yang
dinyatakan dalam bentuk tonase. Pada TPK Antara Sungai Batu setiap dokumen
pengangkutan akan direkapitulasi oleh pengawas TPK Antara, hasilnya akan
diupload pada sistem SIPUHH online.

39
Gambar 24. Ponton TPK Antara Sungai Batu

Gambar 25. Kegiatan bongkar – muat di Ponton TPK Antara Sungai Batu

40
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan magang yang telah dilaksanakan di areal kerja IUPHHK – HTI PT.
Finnantara Intiga Distrik Sanggau Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat pada Divisi
Harvesting, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. PT. Finnantara Intiga merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi Hutan
Tanaman Industri sebagai bahan baku serpih pembuatan pulp dan kertas.
2. Sistem penebangan yang diterapkan oleh PT. Finnantara Intiga adalah sistem
tebang habis dengan jenis tanaman Acacia sp. dan Eucalpytus pellita.
3. Proses pemanenan di areal kerja IUPHHK – HTI PT. Finnantara Intiga
Distrik Sanggau dimulai dari sosialisasi masyarakat, micro planning, dan
Imas (Pre – Harvesting), felling, pre – bunching, extraction, delimbing dan
cut to length, stacking TPn (Harvesting), tata usaha kayu, loading to truck
dan hauling TPn to TPK Antara Sungai Batu (Post – Harvesting).
4. Pekerajan pemanenan di PT. Finnantara Intiga melibatkan kerja alat (chain
saw, excavator grapple dan excavator grapple rotary, logging truck, ponton)
beserta operatornya.

6.2 Saran

1. Dalam memulai pekerjaan sebaiknya dilakukan briefing pagi pada Divisi


Harvesting supaya efektivitas pekerjaan lebih tercapai dan terarah.
2. Pada kondisi jarak tempuh antara titik TPn dengan TPK Antara Sungai Batu
yang sangat jauh, maka sebaiknya proses pengangkutan kayu pada tumpukan
TPn dimaksimalkan pada musim kemarau dengan cara melakukan unloading
atau bongkar – muat angkutan di titik penyeberangan sungai Mengkiang
sehingga ketika musim penghujan dan air pasang hauling dapat diteruskan
dengan maksimal lewat jalur air.
3. Areal logpond pada sungai Mengkiang sebaiknya diperluas supaya jumlah
tampungan kayu lebih besar.

41
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor :


12/Menlhk – II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri.

Hartati R. 2016. Kegiatan magang di areal IUPHHK – HTI PT. Kalimantan Subur
Permai Kecamatan Ambawang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan
Barat. Laporan Magang. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak.
Pontianak

Mujetahid A. 2009. Analisis Biaya Penebangan Pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten
Bone. Jurnal Parenial, 6(2) : 108 – 115

Warsein R.M. Sihotang, Muhdi, Y. Afifuddin. 2014. Analisis Biaya dan Produktivitas
Produksi Kayu Pada Hutan Tanaman Industri (Studi Kasus : PT. Sumatera
Riang Lestari-Blok I Sei Kebaro Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten
Padang Lawas Utara). Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor


P.42/Menlhk – Setjen/2015 Tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu yang
Berasal dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi.

Iskandar U, Ngadiono, Nugraha A. 2003. Buku: Hutan Tanaman Industri di


Persimpangan Jalan. Arivco Press

Rizky P. 2017. Kegiatan Tata Usaha Kayu (TUK) di Areal IUPHHK – HTI PT. Muara
Sungai Landak Kecamatan Siantan Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat.
Laporan Magang. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak.
Pontianak

Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor P.18/PHPL –


SET/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Infomasi Penatausahaan Hasil
Hutan Kayu dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi.

42
43

Anda mungkin juga menyukai