Anda di halaman 1dari 30

Laporan

Lengkap
Silvikultur

PERKECAMBAHAN DAN PERSEMAIAN

NAMA : ERISTA AUGIVIA


NIM : M011191261
KELAS : SILVIKULTUR A
KELOMPOK : 1 (SATU)
ASISTEN : 1. FADHILLAH A. SARINA
2. TUMANAN

LABORATORIUM SILVIKULTUR DAN FISIOLOGI POHON


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Perkecambahan dan Persemaian

Nama : Erista Augivia

NIM : M011191261

Kelas : Silvikultur A

Kelompok : 1 (Satu)

Laporan Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Nilai

Praktikum Silvikultur Pada


Laboratorium Silvikultur Dan Fisiologi Pohon Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin Makassar
2021

Menyetujui,
Asisten 1 Asisten 2

Fadhilla A. Sarina Tumanan


M011171504 M011181024
Koordinator Asisten

Grace Lande’ Parerung


M011171041

Tanggal Pengesahan : Juni 2021


DAFTAR ISI

SAMPUL.......................................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................
1.2 Tujuan dan Kegunaan Praktikum.......................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................................
3.2 Alat dan Bahan..................................................................................................
3.3 Prosedur Kerja ..................................................................................................
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ..................................................................................................................
4.2 Pembahasan.......................................................................................................
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................
5.2 Saran .................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pentingnya perkecambahan dalam suatu kegiatan budidaya/usahatani tidak


dapat dielakkan dan dipungkiri, tanpa perkecambahan bagaimana mungkin
tanaman dapat tumbuh dan berkembang. Kemampuan benih untuk melakukan
perkecambahan juga sangat menentukan bagi pengukuran standar minimum
sebagai dasar dari kalsifikasi atau penuntun pengukuran untuk menentukan tinggi
rendahnya mutu suatu benih. Kepentingan dalam melakukan uji daya kecambah
dan kekuatan tumbuh kecambah ini pada akhirnya kan selalu bermuara untuk
memenuhi perkemabangan bidang teknologi benih yang berorientasi pada
pencarian varietas unggul. Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari
lingkungan air dari lingkungan sekitar biji, baik tanah, udara, maupun media
lainnya. Perubahan yang teramati adalah membesarnya ukuran biji yang disebut
tahap imbibisi. Biji menyerap air dari lingkungan sekelilingnya, baik dari tanah
maupun dari udara (dalam bentuk uap air ataupun embun). Efek yang terjadi
membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar dan biji yang melunak
(Suleman et al., 2014).
Membudidayakan tanaman umumnya dilakukan dengan pengadaan
tanaman muda (bibit) yang dapat dimulai dengan menyemai biji (secara generatif)
maupun menggunakan bagian tanaman induknya (secara vegetatif). Sebelum bibit
ditanam di lapangan (lahan budidaya) maka dipelihara terlebih dulu pada sistem
pembibitan. Hal ini memerlukan pertimbangan dan ketepatan tindakan untuk
menyediakan dan mengelola media tanam karena cukup menentukan keberhasilan
pertumbuhan, pemeliharaan, dan produksi tanaman (Djoko Eko Hadi Susilo,dkk,2014).
Teknis budidaya tanaman yang harus diperhatikan salah satunya berupa
pengelolaan media tanam, berupa komposisi perbandingan bahan-bahan penyusun
media tanam yang secara langsung dan tidak langsung akan meningkatkan
kuantitas dan kualitas hasil tanaman yang dibudidayakan. Tanah dan
campurannya (media tanam) dalam budidaya tanaman tidak hanya sebagai tempat
menanam, berdirinya tanaman, rumah perakaran dan sebagainya, namun lebih dari
itu merupakan sumber nutrisi yang semestinya cukup dan berkelanjutan bagi
tanaman. Oleh karena itu pengelolaan media tanam dan penyediaan media tanam
dengan baik akan menghindari kelemahan-kelemahan budidaya dan resiko serta
kerugian dapat ditekan (Djoko Eko Hadi Susilo,dkk,2014).
Sehubungan dengan pengelolaan media tanam, penyediaan tanaman muda
untuk budidaya tanaman juga perlu dilakukan teknis penyemaian dan
pembibitannya. Media semai dan media pembibitan yang baik dianjurkan berupa
media yang subur, mengandung cukup humus, drainasenya baik, dan
kelembapannya sesuai. Media dapat berupa campuran tanah liat halus, pasir,
kompos atau pupuk kandang. Sedangkan media di pembibitan sangat menentukan
kualitas bibit yang akan dilakukan perawatan. Dikarenakan bibit tanaman
merupakan tanaman muda yang masih rentan terkena stress akibat mengalami
perubahan lingkungan, maka media tanam yang baik akan membantu memberikan
lingkungan yang baik pula berupa perubahan perbaikan suhu, kelembapan, dan
tidak mudah mengalami kekeringan yang tiba-tiba (Tadjoedin dan Iswanto, 2002).
Untuk mendukung cepatnya maupun keberhasilan penyemaian biji (benih)
bungur dan memenuhi penyediaan unsur hara serta mempercepat pertumbuhan
bibit bungur di pembibitan maka beberapa komposisi media diharapkan dapat
mengkaji kebutuhan dan sebagai media tanam yang efektif bagi semaian dan bibit
tanaman bungur yang berkualitas.
1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan Praktikum yaitu, untuk mengetahui dan mendapatkan potensi


tumbuh pada penyemaian biji (benih) dan kemampuan pertumbuhan bibit
tanaman bungur asal biji pada beberapa komposisi media tanam.
Kegunaan Praktikum yaitu,
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bungur

Bungur (Lagerstroemia) adalah tumbuhan sejenis pohon atau perdu yang


dikenal sebagai pohon peneduh jalan atau pekarangan. Bunganya berwarna merah
jambu, bila mekar bersama-sama akan tampak indah. Perbanyakan anakannya dari
biji yang keluar setelah proses pembungaan selesai. Bijinya berbentuk bulat
berwarna cokelat sebesar kelereng. Selain itu bisa juga diperbanyak dengan
pencangkokan (Dalimartha, 2003)
Ada dua jenis bungur yang populer sebagai tanaman hias pekarangan:
bungur biasa (L. speciosa), pohon besar mencapai 8 m, dan bungur Jepang (L.
faurieri, L. indica, dan hibrida keduanya) yang lebih kecil, berbentuk perdu.
Bungur besar dulu juga banyak ditanam di pekuburan. Kini selain ditanam sengaja
dipinggir jalan raya dan halaman rumah, juga banyak tumbuh liar di tepian sungai
(Dalimartha, 2003).
Tanaman Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.) dalam Ilmu Botani
diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub devisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Myrtales
Suku : Lythraceae
Marga : Lagerstroemia
Jenis : Lagerstroemia speciosa Pers.
Dalam pengobatan tradisional sebagai obat diabetes, tanaman bungur
biasanya digunakan dalam bentuk rebusan. Biji tanaman ini dapat digunakan
untuk mengobati tekanan darah tinggi dan kencing manis. Daunnya digunakan
untuk mengobati kencing batu, kencing manis, dan tekanan darah tinggi,
sedangkan bagian kulit kayu digunakan untuk mengobati diare, disentri dan
kencing darah. Daun bungur memiliki kandungan kimia, seperti saponin,
flavonoid dan tanin, sedangkan pada kulit batang bungur mengandung flavonoid
dan tanin. Biji bungur mengandung senyawa plantisul (Dalimartha, 2003).
2.2 Perkecambahan Benih

Benih merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam


peningkatan produksi pertanian. Oleh sebab itu mutu dan jumlahnya perlu
mendapatkan perhatian dari semua pihak yang terkait terutama pada saat musim
tanam (pemakaian). Mutu benih yang sering dijadikan ukuran adalah meliputi
bentuk dan ukuran benih, daya tumbuh, vigor, serta kemurnian benih. Mutu dan
kualitas benih sangat ditentukan oleh kondisi tanaman pada waktu dilapangan,
saat panen serta saat proses setelah panen. Selain itu mutu benih sering juga
dinilai berdasarkan mutu genetik dan ciri - ciri fisiologis yang dibawa oleh benih
(Salomao, 2002).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran biji berpengaruh
terhadap daya simpan. Untuk beberapa spesies, biji-biji yang lebih kecil dalam
suatu lot benih pada kultivar yang sama mempunyai masa hidup yang lebih
pendek. Ukuran biji biasa dikaitkan dengan kandungan cadangan makanan dan
ukuran embrio (Arief et al., 2004).
Benih dengan ukuran yang lebih kecil memberi hasil biji yang lebih
rendah 10– 45%. Biji yang lebih besar menghasilkan luas kotiledon dua kali lipat
dan potensi fotosintetiknya lebih tinggi dibandingkan dengan biji kecil. Laju
pertumbuhan kecambah jagung meningkat dengan semakin besarnya ukuran biji
dan benih yang berbentuk bulat lebih tinggi laju pertumbuhannya daripada yang
berbentuk pipih. Biji yang berbentuk bulat besar biasanya terdapat di dasar
tongkol dan bulat kecil pada ujung tongkol. Sekitar 75% dari biji di antara kedua
tipe tersebut di atas berbentuk pipih. Biji yang berbentuk pipih ini berbeda-beda
ukurannya dari kecil sampai besar (Gusta et al.,2003).
Di dalam jaringan penyimpanannya benih memiliki karbohidrat, protein,
lemak dan mineral. Dimana bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan
energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Diduga bahwa benih yang
berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan lebih banyak
dibandingkan dengan benih berukuran kecil, mungkin pula embrionya lebih besar.
Ukuran benih menunjukkan korelasi positif terhadap kandungan protein pada
benih sorgum (Sorghum vulgare), makin besar/berat ukuran benih maka
kandungan proteinnya makin meningkat pula (Sutopo, 2002).
Perkecambahan biji merupakan bentuk awal embrio yang berkembang
menjadi sesuatu yang baru yaitu tanaman anakan yang sempurna. Perkecambahan
biji adalah proses tumbuhnya embrio atau keluarnya redicle dan plumulae dari
kulit biji. Perkecambahan juga dapat merupakan suatu proses metabolisme biji
hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah (plumula dan
radikula). Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat dilihat atribut
perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula serta keduanya tumbuh normal
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan ISTA (International Seed
Testing Association) (Suleman et al., 2014).
Perkecambahan merupakan aktifnya pertumbuhan embrio yang
mengakibatkan kemunculannya dari dalam benih serta berkembangnya struktur –
struktur penting yang menunjang perkembangan tumbuhan secara normal. Dalam
tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman
mengalami sejumlah perubahan fisiologis sehingga berkembang menjadi
tumbuhan muda (kecambah) (Kementerian Kehutanan, 2012).
Perkecambahan adalah proses awal pertumbuhan individu baru pada
tanama yang diawali dengan munculnya radikel pada testa benih. Perkecambahan
sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium pertumbuhan. Air akan
diabsorbsi dan digunakan untuk memacu aktivitas enzim-enzim metabolisme
perkecambahan (Mustian dkk., 2012).
Proses perkecambahan merupakan tahap awal dari proses terbentuknya
individu baru pada tumbuhan berbiji. Untuk tetap menjamin kelangsungan
jenisnya, kelompok tumbuhan berbiji menghasilkan biji yang merupakan propagul
untuk tumbuh menjadi individu baru. Di dalam biji tersebut terdapat berbagai
komposisi kimia yang berperan sebagai embrio yang dapat aktif tumbuh menjadi
individu baru apabila berada pada kondisi lingkungan yang sesuai. Kondisi
lingkungan yang sesuai untuk perkecambahan biji ini mencakup kesesuaian akan
air, udara, cahaya dan panas (Mudiana, 2007).
Dalam proses perkecambahan, akan dimulai setelah menyerap udara dari
lingkungan sekitar. Umumnya, air yang masuk ke dalam biji akan memicu
hormon dan enzim untuk bekerja, sehingga embrio dalam biji mulai tumbuh
menjadi kecambah dan selanjutnya tumbuh menjadi bibit. Proses perkecambahan
benih tidak tergantung pada ketersediaan nutrisi dalam tanah karena adanya
endosperma. Selain itu, proses perkecambahan akan melalui beberapa tahap,
mulai dari imbibisi hingga pemanjangan sel radikula. Berikut beberapa tahap atau
urutan proses perkecambahan (Mudiana, 2007).:
a. Imbibisi
Imbibisi merupakan proses masuknya air ke dalam benih untuk
memicu dimulainya proses perkecambahan. Masuknya air ini bisa terjadi
secara difusi maupun secara osmosis. Adapun proses osmosis ini terjadi akibat
keadaan benih yang lebih kering dari lingkungannya sehingga air masuk ke
dalam benih. Setelah itu, benih yang kering akan mengabsorbsi air melalui
micropyle dan testa (kulit benih). Dalam proses ini, lapisan koloid akan
menarik air dan mengembang sehingga volumenya naik sampai 200 persen.
Sehingga akan menyebabkan kulit biji akan terpecah.
b. Pembentukan Enzim
Air yang masuk akan memicu aktifnya hormon giberelin pada embrio.
Nantinya, hormon tersenbut akan memicu sel-sel di lapisan aleuron
memproduksi enzim amilase. Setelah itu, enzim amilase akan bekerja di
endosperma (cadangan makanan) untuk mengubah pati menjadi gula.
c. Pemanjangan Sel Radikula
Pemanjangan sel radikula diikuti dengan munculnya radikula dan juga
tumbuhnya kulit biji. Kamudian kecambah yang dihasilkan ini akan
mengalami pertumbuhan primer.
Tahapan yang terjadi pada proses perkecambahan secara garis besar meliputi
(Mudiana, 2007):
a. Penyerapan air oleh biji yang menyebabkan melunaknya kulit biji. Calon akar
mulai keluar dan tumbuh ke arah bumi (geotropisme).
b. Mulai terjadi aktifitas sel dan enzim-enzim yang terdapat dalam biji, serta
ditandai dengan meningkatnya proses respirasi biji. Pada tahap ini secara
morfologis dapat diamati dengan mulai tumbuhnya hypocotyl dan cotyledon
atau daun lembaga.
c. Penguraian komponen kimia kompleks (karbohidrat, protein dan lemak menjadi
unsur yang lebih sederhana untuk ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh.
Penyusutan keping lembaga mulai tampak seiring dengan mulai terbentuknya
paracotyledon yang menyerupai daun tersusun berhadapan.
d. Terjadinya proses asimilasi untuk menghasilkan energi bagi pertumbuhan sel-
sel baru. Pembentukan calon daun muda mulai terlihat pada fase ini.
e. Pertumbuhan kecambah berlanjut melalui proses pembelahan, pembesaran dan
pembagian sel. Terbentuknya daun yang tetap merupakan ciri morfologis yang
bisa diamati pada tahap ini.

2.3 Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Proses Perkecambahan

Kecepatan perkecambahan dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor


lingkungan seperti tanah dan iklim mikro. Faktor genetik terutama struktur
kandungan cadangan makanan yang terdapat dalam benih seperti karbohidrat,
protein, lemak dan hormon pengatur tumbuh. Besarnya kandungan cadangan
makanan ini dipengaruhi oleh ukuran benih, semakin besar ukuran benih maka
kandungan cadangan makanan yang terdapat dalam benih semakin tinggi. Ukuran
benih ini sering bervariasi, kendatipun pada jenis tanaman yang sama. (Soeseno,
1975 dalam Siregar, 2010), menyebutkan bahwa untuk jenis-jenis tertentu, benih-
benih dengan ukuran yang lebih besar memiliki mutu fisik dan fisiologis yang
lebih baik dibandingkan dengan benih-benih dengan ukuran yang lebih kecil,
sehingga menghasilkan viabilitas benih dan persen tumbuh bibit yang lebih tinggi
dibandingkan dengan benih dengan ukuran yang lebih kecil (Siregar, 2010).
Benih pohon hutan memiliki berat, warna dan ukuran yang sangat
bervariasi. Menurut (Schmidt, 2000 dalam Suita & Nurhasybi, 2008), ukuran benih
terkadang berkorelasi dengan viabilitas dan vigor benih, dimana benih yang relatif
berat cenderung mempunyai vigor yang lebih baik. (Sorensen dan Campbell, 1993
dalam Suita & Nurhasybi, 2008) menyatakan benih dengan berat dan ukuran lebih
besar lebih banyak dipilih karena umumnya berhubungan dengan kecepatan
berkecambah dan perkembangan semai yang lebih baik. Berdasarkan beberapa
penelitian, untuk jenis-jenis tertentu benih besar mempunyai kualitas yang lebih
baik daripada benih kecil, namun kondisi tersebut tidak berlaku umum karena
pada kondisi tertentu ukuran benih tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas
dan vigor bibit. Ukuran benih banyak berhubungan dengan viabilitas dan vigor
benih. Dalam teknologi benih tanaman hutan faktor ukuran benih belum banyak
dijadikan aspek dalam seleksi benih kecuali untuk benih jati (Suita & Nurhasybi,
2008).
Salah satu hasil penelitian, menunjukkan bahwa ukuran benih tidak
berpengaruh terhadap daya berkecambah dan persen tumbuh bibit akan tetapi
memberikan pengaruh terhadap parameter lainnya, seperti tinggi bibit, diameter
batang, panjang akar, berat kering dan ratio tunas dengan akar. Hal ini diduga
karena benih ukuran besar mempunyai cadangan makanan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan benih ukuran kecil. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992) dan
Soetopo (1985) (dalam Siregar, 2010), bahwa semakin besar ukuran benih maka
semakin tinggi cadangan makanan yang tersedia dalam benih. Proses
perkecambahan dimulai dari proses imbibisi (penyerapan air), dimana laju
penyerapan air ini sangat dipengaruhi oleh sifat fisiologi, biokimia dan morfologi
dari benih terutama ukuran benih (Schimidt, 2000 (dalam Siregar, 2010)). Hal yang
sama dikemukakan oleh Soeseno (1975), bahwa benih ukuran besar mempunyai
kualitas fisik dan fisiologis yang lebih baik dibandingkan dengan benih ukuran
kecil (Siregar, 2010).
Benih ukuran besar mempunyai keserempakan tumbuh yang lebih baik
dibandingkan dengan benih ukuran kecil. Hal ini akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan bibit, seperti tinggi, diameter, panjang akar, berat kering dan ratio
tunas dengan akar. Semakin cepat benih berkecambah, maka semakin cepat bibit
tumbuh, sehingga pembentukan dan pertumbuhan organ-organ tanaman (tunas,
daun, batang dan akar) akan semakin cepat sehingga akan meningkatkan laju
proses metabolisme dan fotosintesa dalam bibit dan selanjutnya fotosintat tersebut
akan diangkut ke seluruh bagian tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan
bibit. Hal ini dapat dilihat dari berat kering bibit dan rasio tunas dengan akar yang
lebih baik dibandingkan dengan benih ukuran kecil (Siregar, 2010).

2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Percambahan

Media perkecambahan merupakan faktor ekstrenal yang dapat


mempengaruhi perkecambahan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang
pengaruh media perkecambahan terhadap pertumbuhan kecambah. Setiap jenis
benih tanaman mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda tentang media yang
sesuai untuk perkecambahan. Hal ini menjadi alasan mengapa media sangat
penting untuk diperhatikan (Rofik & Murniati, 2008).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkecambahan benih adalah
media perkecambahan. Pada beberapa benih tertentu, substrat perkecambahan
dapat menyebabkan benih menjadi dorman (enforced domancy). Disisi lain juga
bisa mempersingkat waktu after-ripening seperti yang terjadi pada benih terung
(Wusono, 2001 (dalam Murniati & Suminar, 2006)). Perbedaan substrat perkecambahan
berdasarkan salah satu penelitian dapat mengurangi konsentrasi KNO3 yang
dibutuhkan untuk mematahkan dormansi benih terung. Salah satu penelitian pada
benih kemiri menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan pendahuluan benih
dan media perkecambahan. Daya berkecambah tertinggi (70.7%) dihasilkan oleh
benih tanpa perlakuan yang ditanam pada media tanah campur kompos 1:1, hasil
yang sama ditunjukkan oleh penelitian terhadap benih kemiri (Murniati & Suminar,
2006).

Faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih ada dua yaitu faktor


dari luar dan faktor dari dalam benih itu sendiri. Faktor luar yang mempengaruhi
perkecambahan benih adalah: Air, Oksigen, Cahaya, dan Suhu. Penghambat
perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalambenih maupun
di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggiserta bahan
yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi (Surtiah,
2010).
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi
tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggaptelah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat
dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat
(viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara
normal baikuntuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya
yang sesuai (Kemenhut, 2012).

2.5 Tipe Perkecambahan Benih

Menurut (Campbell, 2000), ada dua tipe perkecambahan biji, yaitu


perkecambahan epigeal dan hipogeal.
1. Perkecambahan epigeal
Tipe perkecambahan epigeal ditandai dengan hipokotil yang tumbuh
memanjang sehingga plumula dan kotiledon terangkat ke atas (permukaan tanah).
Kotiledon dapat melakukan fotosintesis selama daun belum terbentuk. Contoh
tumbuhan ini adalah kacang hijau, kedelai, bunga matahari dan kacang tanah.
Organ pertama yang muncul ketika biji berkecambah adalah radikula. Radikula ini
kemudian akan tumbuh menembus permukaan tanah. Untuk tanaman dikotil yang
dirangsang dengan cahaya, ruas batang hipokotil akan tumbuh lurus ke
permukaan tanah mengangkat kotiledon dan epikotil. Epikotil akan memunculkan
daun pertama kemudian kotiledon akan rontok ketika cadangan makanan di
dalamnya telah habis digunakan oleh embrio.
2. Perkecambahan hipogeal
Perkecambahan hipogeal ditandai dengan epikotil tumbuh memanjang
kemudian plumula tumbuh ke permukaan tanah menembus kulit biji. Kotiledon
tetap berada di dalam tanah. Contoh tumbuhan yang 12 mengalami
perkecambahan ini adalah kacang ercis, kacang kapri, jagung, dan rumput-
rumputan.
Proses pengaktifan komponen-komponen kimiawi dalam biji yang
berperan sebagai embrio dan selanjutnya tumbuh sebagai individu baru dalam
bentuk seedling disebut sebagai proses perkecambahan (Kamil, 1979 dalam Mudiana,
2007). Sebagaimana diketahui bahwa ada tiga macam tipe biji berkaitan dengan
sifat daya simpan biji, yaitu (Mudiana, 2007):
a. Biji ortodoks Biji ini biasanya dapat disimpan dalam waktu yang relatif
lama bila dikeringkan dengan kadar air 5-10%, atau apabila disimpan
dalam suhu yang rendah. Biasanya biji ortodoks berukuran kecil dan
kering.
b. Biji rekalsitran Biji ini tidak dapat disimpan lama, karena akan
menyebabkan hilangnya daya kecambah dan menimbulkan kematian biji,
sehingga biji semacam ini harus segera disemaikan. Biasanya biji
rekalsitran berukuran besar dan berdaging.
c. Biji intermediate Biji semacam ini memiliki karakter antara biji ortodoks
dan biji rekalsitran.

2.6 Persemain

Persemaian (Nursery) adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses


benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di
lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari
kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci
pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan (Dyah, 2010).
Persemaian adalah suatu tempat menyemai bahan pertanaman atau biji
atau bahan vegetatif untuk mendapatkan bibit, dimana tanaman muda itu
dipelihara sampai dapat dipindahkan ke tempatnya yang tetap di kebun
pertanaman. Maksud dan tujuan dilakukannya persemaian adalah : (1) Untuk
memperoleh benih atau bibit yang bermutu tinggi dalam, jumlah yang memadai
dan tata waktu yang tepat.; (2) Untuk meningkatkan produktivitas maupun
kualitas hasil hutan berupa pohon/kayu yang sesuai dengan kondisi tempat
tumbuh, dengan menggunakan bibit yang berkualitas tinggi dari jenis-jenis yang
diinginkan.; dan (3) Untuk meningkatkan daya hidup/survival tanaman dapat
dilakukan dengan cara : (a) Mengontrol vegetasi lain yang berkompetisi dengan
tanaman inti.; (b) Menghilangkan gangguan fisik terhadap pertumbuhan pohon;
(c) Pengolahan tanah untuk memperbaiki struktur tanah; (d) Memperbaiki
drainase pada daerah basah (Murdiono, 2013).
Menurut Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K)
Persemaian adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih menjadi
bibit yang siap ditanam di lapangan. Penanaman benih ke lapangan dapat
dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung yang berarti harus
disemaikan terlebih dahulu di tempat persemaian. Penanaman secara langsung ke
lapangan biasanya dilakukan apabila biji-biji (benih) tersebut berukuran besar dan
jumlah persediaanya melimpah. Pemindahan/penanaman bibit berupa semai dari
persemaian ke lapangan dapat dilakukan setelah semai-semai dari persemaian
tersebut sudah kuat (siap ditanam). Tujuan persemaian adalah untuk memperoleh
keberhasilan penanaman dari hasil bibit-bibit di persemaian yang siap tanam
dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan.
Persemaian biasanya digunakan untuk memproduksi bibit. Selain itu,
persemaian juga bisa difungsikan untuk aklimatisasi atau penyesuaian kondisi
lingkungan dengan kondisi lapangan tempat bibit akan ditanam dan juga dapat
difungsikan untuk menyimpan koleksi jenis tumbuhan dan mengkonservasi
material genetik jenis unggulan. Berdasarkan kondisi fisik dan umur pemakaian
persemaian, pada umumnya persemaian terbagi atas dua jenis yaitu persemaian
sementara yaitu persemaian yang hanya digunakan sementara waktu atau sekitar 5
tahunan dan persemaian permanen yaitu persemaian yang digunakan untuk waktu
yang lama dan dikelola lebih intensif. Kedua jenis persemaian tersebut memiliki
kerugian dan keuntungan masing-masing (Hidayat, 2013).
a. Persemaian Sementara
Keuntungan:
1. Kondisi ekologi selalu mendekati keadaan lokasi tanam.
2. Jarak ke lokasi tanam dekat sehingga biaya pengangkutan bibit lebih murah.
3. Kesuburan tidak masalah karena sering berpindah lokasi.
4. Tenaga kerja yang dibutuhkan relatif lebih sedikit sehingga mudah dalam
pengorgaisasian.
Kerugian:
1. Total biaya pengawasan persemaian relatif tinggi karena lokasinya tersebar
dengan produksi sedikit.
2. Keterampilan petugas sulit ditingkatkan karena sering berganti.
3. Sering gagal karena tenaga kerja kurang terlatih.
4. Pengawasan sulit karena lokasi tersebar.
b. Persemaian Permanen
Keuntungan:
1. Kesuburan dipelihara dengan pemupukan.
2. Dikerjakan secara mekanis.
3. Pengawasan lebih efisien.
4. Perencanaan pekerjaan lebih teratur.
5. Kualitas bibit lebih baik dan pertumbuhan lebih seragam.
Kerugian:
1. Ekologi tidak mendekati kondisi sebenarnya.
2. Ongkos pengangkutan bibit ke lokasi tanam lebih mahal.
3. Investasi tinggi karena sarana dan prasarana yang dibangun lebih lengkap.
Tempat untuk menyemai benih, dapat dibuat dalam beberapa bentuk, yaitu (Irawan
dkk, 2020) :
a. Bedeng tabur
Bedeng tabur biasanya digunakan untuk menyemai benih yang kecil
dan/atau sedang. Selain itu, bedeng tabur juga sesuai jika digunakan untuk
menyemai benih yang cenderung membutuhkan waktu yang lama untuk
berkecambah. Bagian dasar dari bedeng tabur adalah bahan yang dapat
mengalirkan air secara baik dan media perkecambahannya biasanya relatif
gembur, seperti pasir untuk memudahkan pemindahan bibit tanpa merusak sistem
akar.
b. Bak kecambah plastik
Bak kecambah plastik biasanya digunakan untuk menyemai benih
berukuran kecil dan benih halus. Bak kecambah plastik harus diberi lubang pada
bagian bawah untuk mencegah terjadinya penggenangan air pada saat dilakukan
penyiraman. Dan untuk menjaga kelembaban media, maka bak kecambah dapat
ditutup dengan plastik buram.
c. Bak kecambah papan kayu
Selain dari plastik, bak kecambah juga dapat dibuat menggunakan papan
kayu, dimana pada bagian bawah
Tujuan pembuatan persemaian adalah untuk (Hidayat, 2013):
a. Memproduksi bibit tanaman yang berasal dari bahan generatif (benih) dengan
cara menyemaikan di media semai kemudian menyapih dan
menumbuhkannnya hingga menjadi bibit yang siap ditanam.
b. Memproduksi bibit tanaman yang berasal dari bahan vegetatif dengan cara stek,
okulasi, sambungan kemudian dipelihara di persemaian.
c. Mengaklimatisasi, menyegarkan dan memelihara bibit yang berasal dari bibit
cabutandan atau bibit yang didatangkan dari luar daerah supaya tumbuh dengan
baik.
d. Menguji daya kecambah suatu benih yag diuji secara langsung di persemaian.
e. Menyediakan sarana tempat penelitian bidang perbenihan dan pembibitan
tanaman hutan.
f. Menyediakan sarana untuk pendidikan dan latihan teknik memproduksi bibit
tanaman yang berkualitas.
g. Tempat tranksaksi (jual beli) bibit tanaman hutan antara produsen bibit dengan
konsumen bibit.
h. Sebagai sarana wisata pendidikan lingkungan bagi mahasiswa dan pelajar.
Manfaat utama dari persemaian adalah untuk sebagai penyedia bibit suatu
tanaman dalam jumlah yang tepat serta kualitas yang baik. Selain itu, persemaian
juga memiliki fungsi lain, yaitu (Hidayat, 2013):
a. Sarana unit produksi bibit tanaman yang berkualitas
Bibit yang baik diperoleh dari benih yang berkualitas. Namun demikian,
benih berkualitas tidak akan menghasilkan bibit berkualitas jika penaganan dan
atau perlakuan persemaiannya tidak dilakukan secara benar. Tempat yang
paling mendukung untuk memproduksi bibit berkualitas adalah di persemaian.
Di persemaian, pertumbuhan bibit dalam jumlah yang banyak dapat dilakukan
dengan pengawasan yang relatif lebih mudah. Dengan perlakukan dan
perawatan yang standar maka akan diperoleh kualitas bibit yang relatif seragam
dalam jumlah yang sangat banyak.
b. Sarana pendidikan dan latihan keterampilan pembibitan
Persemaian dapat berfungsi sebagai sarana tempat kegiatan pendidikan
dan latihan atau diklat bagi calon tenaga profesional di bidang pembibitan.
Kemudahan memproduksi bibit tergantung kepada jenisnya, ada yang mudah
disemaikan dan ada pula yang sulit. Benih-benih ortodoks yaitu benih tanaman
yang dapat disimpan dalam waktu yang lama namun tidak mengurngi daya
kecambahnya, akan lebih mudah disemaikan. Sedangkan, benih rekalsitran
yaitu benih yang tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama, karena akan
turun daya kecambahnya secara drastis, tidak mudah untuk disemaikan. Benih-
benih berukuran besar akan lebih mudah disemaikan daripada yang berukuran
kecil. Benih yang memiliki dormansi tinggi lebih sulit disemaikan daripada
benih yang dormansinya rendah. Dormansi benih adalah periode waktu yang
dibutuhkan oleh benih untuk dapat berkecambah ketika berada pada kondisi
yang optimum untuk berkecambah.
c. Sarana penelitian dan praktik pembibitan
Persemaian juga dibutuhkan sebagai sarana tempat penelitian dan
praktik bagi mahasiswa, dosen dan atau pelajar yang sedang mempelajari aspek
pembibitan. Beberapa program studi di perguruan tinggi seperti program studi
ilmu pertanian, kehutanan dan perkebunan memerlukan persemaian sebagai
sarana penelitian dan praktikum.
d. Sarana wisata pendidikan
Persemaian dapat difungsikan sebagai sarana untuk wisata pendidikan
lingkungan bagi pelajar dan pencinta lingkungan. Di persemaian pelajar dapat
mengetahui karakteristik bibit dari berbagai jenis tanaman serta dapat
mengetahui bagaimana proses pembuatan bibit tanaman. Pelajar juga dapat
mencoba mempraktekan cara membuat bibit tanaman dengan benar. Kegiatan
wisata ini akan sangat menyenagkan bagi para pelajar dan sedini mungkin
menanamkan cinta lingkungan kepada para pelajar, dimulai dari aspek
pembibitan.
e. Sarana konservasi eksitu
Persemaian dapat difungsikan sebagai sarana tempat untuk mengoleksi
jenis-jenis tanaman langka dan atau tanaman unggul hasil pemuliaan tanaman.
Jenis-jenis tersebut perlu pengawasan yang lebih intensif di persemaian. Untuk
jenis-jenis varietas unggul hasil pemuliaan, dapat dibuatkan kebun pangkas di
persemaian. Kebun pangkas tersebut dapat dijadikan sebagai sumber material
genetik untuk propagasi tanaman secara vegetatif atau sumber klonal.

2.7 Pentingnya Pembibitan

Bibit merupakan bahan tanaman yang siap untuk ditanam di lapangan.


Bibit bisa berasal dari organ reproduktif (benih) atau hasil perbanyakan vegetatif
(ramet) (PPKS, 2003). Pembibitan merupakan cara atau usaha yang dilakukan untuk
menumbuhkan bahan tanaman agar menjadi bibit yang bermutu dan berkualitas
serta siap untuk ditanam. Pembibitan merupakan awal kegiatan lapang yang harus
dimulai setahun sebelum penanaman dimulai. Pembibitan bertujuan untuk
menghasilkan bibit berkualitas tinggi yang harus tersedia pada saat penyiapan
lahan tanam telah selesai (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Sedangkan menurut
PPKS (2003) sasaran akhir dari kegiatan pembibitan adalah menyediakan bibit yang
asli dan jagur. Bibit yang asli dan jagur merupakan jaminan untuk memperoleh
kebun dengan produktivitas tinggi.
Bibit merupakan bahan yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan
tanaman. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan
budidaya tanaman. Melalui tahap pembibitan ini diharapkan akan menghasilkan
bibit yang baik dan berkualitas. Bibit tanaman yang baik adalah bibit yang
memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan
dalam mengahadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting
atau penanaman di lapangan (PPKS, 2003). Bibit yang dihasilkan adalah bibit yang
baik dan berkualitas diperlukan pengelolaan yang intensif selama tahap
pembibitan. Pengelolaan pembibitan diperlukan pedoman kerja yang dapat
menjadi acuan sekaligus kontrol selama pelaksanaan di lapangan. Mangoensoekarjo
dan Semangun (2008) juga menyatakan bahwa pembibitan merupakan langkah
permulaan yang sangat menentukan keberhasilan penanaman di lapangan,
sedangkan bibit unggul merupakan dasar dari perusahaan untuk mencapai
produktivitas dan mutu yang tinggi.
Menurut Sunarko (2014), Pembibitan merupakan proses untuk menumbuhkan
dan mengembangkan benih atau kecambah menjadi bibit yang siap untuk ditanam.
Pemilihan bahan tanam (bibit) dan pemahaman terhadap sifat dan karakteristik
bibit merupakan faktor penting keberhasilan kegiatan budidaya tanaman.
Pembibitan pohon adalah tempat yang dikelola, dan dirancang untuk
memproduksi bibit pohon yang dibesarkan di dalam kondisi baik sampai bibit-
bibit ini siap untuk ditanam. Pembibitan pohon ini dapat berupa pembibitan tidak
resmi yang berskala kecil atau badan usaha komersial besar. Pembibitan memiliki
keragaman dalam hal ukuran, fasilitas (suplai, peralatan, perlengkapan, dll.), tipe
bibit yang diproduksi, dan operasional. Pembibitan-pembibitan juga memiliki
perbedaan signifikan dalam hal kualitas dan kuantitas stok bahan tanam yang
diproduksi. Namun, tujuan utama semua pembibitan adalah memproduksi
sejumlah bibit berkualitas tinggi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
pengguna bibit. Para pengguna bibit mencakup operator pembibitan itu sendiri,
perseorangan, organisasi kemasyarakatan, kelompok petani, badan pemerintahan,
organisasi nonpemerintah, perusahaan, atau konsumen swasta. Pembibitan-
pembibitan ini seringkali dapat memberikan kesempatan kepada para operator
untuk mendapatkan penghasilan dan meningkatkan modal sosial, kapasitas teknis,
dan keahlian kepemimpinan di masyarakat. Pembibitan pohon skala kecil juga
berperan sebagai tempat yang menyediakan pelatihan penting dan lahan penelitian
bagi banyak petani skala kecil. Di Filipina dan Indonesia, mengenalkan
pembibitan kepada para petani skala kecil membantu mereka mengembangkan
kemampuan dan keyakinan untuk memperbaiki dan melestarikan lahan mereka
melalui pertanian pohon skala kecil. Beragam proyek pertanian dan kehutanan
dilakukan di kedua negara tersebut mencakup pembangunan pembibitan.
Seringkali, proyek-proyek ini melahirkan pembibitan lokal yang swadaya dan
mandiri, yang terus beroperasi setelah proyek selesai. Pembibitanpembibitan lokal
ini dapat terhubung dengan suatu jaringan untuk memenuhi kebutuhan proyek,
masyarakat, atau pasar; dan dapat berfungsi secara mandiri untuk memenuhi
kebutuhan para operator atau melayani permintaan luar dan perorangan (Sunarko,
2014).
Pembibitan merupakan faktor penting untuk meraih kesuksesan di dalam
beragam intervensi pembangunan kehutanan dan pertanian. Pembibitan memiliki
beragam tujuan, mulai dari produksi biomassa secara komersial,rehabilitasi lahan
dan konservasi hutan, hingga pengembangan kapasitas dan peningkatan mata
pencaharian. Pembibitan adalah tempat yang dikelola, dan dirancang untuk
memproduksi bibit pohon yang dibesarkan di dalam kondisi baik sampai bibit-
bibit ini siap untuk ditanam. Pembibitan ini dapat berupa pembibitan tidak resmi
yang berskala kecil atau badan usaha komersial besar. Namun, tujuan utama
semua pembibitan adalah memproduksi sejumlah bibit berkualitas tinggi yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan pengguna bibit. Para pengguna bibit mencakup
operator pembibitan itu sendiri, perseorangan,organisasi kemasyarakatan,
kelompok petani, badan pemerintahan, organisasi nonpemerintah, perusahaan,
atau konsumen swasta. Pembibitan-pembibitan ini telah menjadi tempat
penyimpanan kekayaan berupa keanekaragaman jenis pohon. Benih pohon
bertunas dan pohon tumbuh dengan baik dalam kondisi alami. Germinant (bibit
muda) dan pohon muda yang rapuh ini terekspos padakondisi musim kering yang
merugikan dan persaingan kuat dari tanaman lain dihutan atau perkebunan alami.
Pembibitan pohon dapat memberikan perawatandan perhatian optimal pada bibit
selama usia kritis tanaman muda,menghasilkan produksi bibit yang sehat dan
kuat. Operasi pembibitan yang baik melibatkan pemilihan benih dan bibit dengan
kualitas terbaik, yang kemudian menjadi awal perbaikan kualitas pohon.
Tambahan lain, pembibitan-pembibitan ini berguna untuk menyebarkan benih
rekalsitran (contohnya, jenis dipterokarpadan banyak spesies buah) dan spesies
yang berbunga/berbuah dengan tidakteratur. Benih spesies-spesies ini dapat
disimpan dan ditanam dalam kondisi baik di pembibitan. Pembibitan juga tempat
yang baik untuk operasi perbanyakan vegetatif. Kultivasi spesies yang sulit untuk
diperbanyak dapat ditingkatkan/diperluas melalui praktik pembibitan yang baik,
yang berarti melalui penyimpanan benih yang baik, perbanyakan vegetative dan
perawatan bibit dengan perhatian penuh (Sunarko, 2014).
Manusia hidup dan tumbuh kembang di lingkungan. Lingkungan atau
alam sekitar telah menyediakan berbagai kebutuhan hidup bagi manusia.Mustahil
manusia bisa hidup tanpa peran serta dari lingkungan. Oleh karena itu,generasi
muda seperti kita harus turut serta dalam pelestarian lingkungan hidupdi
sekitarnya, baik di rumah, sekolah dan masyarakat. Salah satu cara menumbuhkan
kepedulian terhadap lingkungan hidup adalah dengan mengetahui bagaimana
menanam, memelihara, sampai dengan merasakan manfaat yang diperoleh dari
tumbuhan tersebut. Hal mendasar yang harus diketahui sebelum dilakukannya
kegiatan menanam tumbuhan adalah mengetahui tata cara pembibitan tanaman.
Mengingat pentingnya kedudukan tumbuhan di lingkungan maka perkembangan
tumbuhan adalah suatu hal yang paling penting. Beberapa jenis hewan tertentu
bisa membantu tumbuhan dalam proses berkembang biak. Manusia juga tentunya
harus ikut serta mambantu proses perkembangbiakan tumbuhan. Inilah yang bisa
manusia lakukan, yaitu dengan teknik pembibitan. Pembibitan adalah pilar dasar
kemajuan pertanian (Rahayu, 2013)..
Pembibitan merupakan proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan
benih atau kecambah menjadi bibit yang siap untuk ditanam. Pemilihan
bahantanam (bibit) dan pemahaman terhadap sifat dan karakteristik bibit
merupakanfaktor penting keberhasilan kegiatan budidaya tanaman (Sunarko, 2014).
Sampai saat ini produktivitas hutan alam sudah menurun sangat drastis
sejalan dengan meningkatnya eksploitasi hutan secara terus-menerus untuk
memenuhi permintaan akan kebutuhan kayu. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut maka pembangunan hutan tanaman sebagai penghasil kayu baik untuk
industri, pertukangan, kayu energi dan lain-lain harus ditingkaatkan baik dengan
penambahan luas hutan tanaman maupun penggunaan materi tanaman unggul
hasil pemuliaan. Dengan menggunakan materi tanaman yang unggul melalui
kegiatan pembibitan yang baik akan dapat meningkatkan produtivitasnya dan
mutu tegakan yang dihasilkan (Adinugraha, 2011).
Kegiatan pembibitan merupakan tindakan kultur teknis dalam
upayamengelola perkecambahan benih agar dapat tumbuh dan berkembang
menjadi bahan tanaman (bibit) sehingga bibit tersebut dapat ditanam di
lingkunganterbuka (lapangan) dan dapat tumbuh dengan baik. Pada pembibitan
terdapattiga aspek kegiatan pembibitan agar mendapatkan bibit yang berkualitas
yaitumemilih benih unggul, penanaman dan kegiatan perawatan bibit dan seleksi
bibit. Sasaran utama pembibitan adalah menyediakan bahan tanaman (bibit)yang
bermutu baik dengan biaya yang wajar, sehingga dapat mendukung program
penanaman yang tepat di lapangan. Oleh karena itu pembibitan sebenarnya
kegiatan yang strategis pada tahap awal penanaman pohon secaraluas. Kegiatan
pembibitan juga akan menentukan kualitas, kuantitas, sebaranwaktu, dan volume
kegiatan pada tahapan proses kegiatan penanaman dan pasca penanaman
(perawatan) di lapangan. Mutu bibit yang baik akan mendukung maksimal dalam
proses-proses kelanjutan manajemen tanaman serta kualitasdan produktivitas
(hasil) tanaman. Jumlah bibit yang akan ditanam pada suatuwaktu akan
menentukan jumlah transportasi, volume penanaman bibit, kegiatan pemupukan,
perawatan dan kegiatan terkait lainnya di lapangan (Duladi, 2010).

2.8 Tujuan Diadakan Pembibitan Permanen

Kementerian Kehutanan telah membangun pembibitan permanen, yaitu


Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL). Pembangunan ini
adalah upaya untuk produksi bibit berkualitas secara massal, rutin, cepat, dan
berkelanjutan, sehingga penanaman tidak terkendala kekurangan bibit. Untuk
maksud ini, pembibitan permanen dibangun dan dioperasikan dengan teknologi
pembibitan yang dapat menghasilkan bibit dengan efisiensi yang tinggi.
Pembibitan permanen memproduksi bibit secara menetap dengan memanfaatkan
teknologi dalam perbanyakan tanaman secara generatif (dengan benih) dan
vegetatif (dengan stek). Pembibitan pemanen memanfaatkan teknologi otomatisasi
dalam sistem irigasi, sistem penyiraman (spraying dan misting), dan sistem
pengkabutan (fogging) selama produksi bibit tersebut.Selain itu, fasilitas
pembibitan permanen dirancang agar alur produksi (flow of process) sesuai
dengan fase pertumbuhan mulai penaburan benih, penyapihan kecambah,
aklimatisasi bibit, hingga menjadi bibit siap tanam. Bibit yang diproduksi di
pembibitan permanen diharapkan memiliki sistem perakaran yang kompak dan
terarah, sehat, struktur seimbang antara batang dan akar, batang telah berkayu,
serta telah melewati fase aklimatisasi sebelum menghadapi kondisi lapangan.
Bibit tersebut setelah ditanam, akan segera menghasilkan tunas baru (Kementerian
Kehutanan, 2012).
III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, 26 Juni 2021 yang berlokasi pada

Persemaian Hutan Rimba, Kera-Kera, Universitas Hasanuddin.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
Wadah Tabur dan Penaburan Benih:
a. Ember kecil f. Paku
b. Cangkul g. Lilin
c. Parang h. Korek api
d. Kamera i. Penjepit kertas
e. Handsprayer

Bedeng Tabur:
a. Ember kecil d. Parang
b. Cangkul e. Kamera
c. Pita meter f. Handsprayer

3.2.2 Bahan
Wadah Tabur dan Penaburan Benih:
a. Pasir yang telah diayak dan disterilisasi
b. Benih Lagerstroemia speciosa
c. Wadah plastik mika 8 buah
d. Air

Bedeng Tabur:
a. Pasir yang telah diayak dan disterilisasi
b. Benih Lagerstroemia speciosa
c. Tali rafia
d. Air
3.3 Prosedur Kerja

Wadah Tabur dan Penaburan Benih


a. Membersihkan masing-masing benih dari kotoran baik itu kulit buah atau
ranting-rantingnya. Mencuci benih Lagerstroemia speciosa dan dibuang yang
mengapung.
b. Menumpuk 2 wadah mika, kemudian melubangi bagian bawah wadah sebanyak
6 lubang simetris dengan pau yang sudah dipanaskan.
c. Mendinginkan pasir halus yang telah diayak dan disterilisasi dengan air panas
kemudian dimasukkan kembali ke dalam wadah mika yang sudah dilubangi
setinggi 5 cm.
d. Menyusun benih Lagerstroemia speciosa secara berbaris diatas pasir,
kemuadian ditutupi kembali dengan pasir dan siram dengan air menggunakan
handsprayer.
e. Menutup mika dan dijepit menggunakan penjepit kertas agar kelembabannya
tetap terjaga.
f. Membiarkan benih tumbuh selama ±2 minggu, sambil diamati setiap harinya,
hasil pengamatan berapa jumlah yang hidup, tinggi, diameter, jumlah saun
dicatat dan didokumentasikan

. Bedeng Tabur:
a. Membuat bedengan dengan ukuran 1 m x 1 m.
b. Membuat pagar bedengan dengan batu paving.
c. Menggemburkan tanah di dalam bedeng sapih dengan caangkul.
d. Mempersiapkan benih yang telah direndam.
e. Menaburkan benih tersebut di atas bedeng tabur.
f. Menutupi benih yang telah ditabur dengan pasir dengan ketebalan 5 cm.
g. Mendokumentasikan setiap tahapannya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Arief, R., E. Syam’un, dan S. Saenong. 2004. Evaluasi Mutu Fisik dan Fisiologis
Benih Jagung cv Lamuru Dari Ukran Biji dan Umur yang Berbeda. Jurnal
Sains dan Teknologi 4 (2): 54-64.
Campbell, Neil A., and Reece, Jane B. 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Dalimartha, S., (2003): Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, Trubus
Agriwidya, Jakarta.
D. Mudiana. 2007. “Perkecambahan Syzygium cumini (L.) Skeels. (Germination
of Syzygium cumini (L.) Skeels.)” dalam Jurnal Biodiversitas. Surakarta :
UNS. Vol. 8, No.1 “ 39-42.
D. Mudiana. 2007. “Perkecambahan Syzygium cumini (L.) Skeels. (Germination
of Syzygium cumini (L.) Skeels.)”. Jurnal Biodiversitas. Surakarta : UNS.
Vol. 8, No.1 “ 39-42.
D. Rahayu. 2013. Halaman Organik: Mengubah Taman Rumah Menjadi Taman
Sayuran Organik Untuk Gaya Hidup Sehat. Jakarta Selatan: PT Agro Media
Pustaka.
Dr. Yayat Hidayat, Msi. 2013. Modul Pelatihan Persemaian. Bandung : CWMBC
Duladi, 2010.
Dyah,K.S,2010.Persemaian. 17 Oktober 2018.
E. Murniati & M. Suminar. 2006. “Pengaruh Jenis Media Perkecambahan dan
Perlakuan Pra Perkecambahan terhadap Viabilitas Benih Mengkudu
(Morinda citrifolia L.) dan Hubungannya dengan Sifat Dormansi Benih
(The Effects of Germination Substrate and Pre Germination Treatments on
Noni Seed (Morinda citrifolia L.) Viability and Its Relation to Seed
Dormancy)” dalam Jurnal Bul. Agron. Bogor : IPB. Vol.34, No.2 : 119-123.
E. Suita & Nurhasybi. 2008. “Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Perkecambahan
dan Pertumbuhan Bibit Tanjung (Mimusops elengi L.)”. Jurnal JMHT.
Bogor : Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Vol.XIV, No.2 : 41-46.
Gusta, L.V., E.N. Johnson, N.T. Nesbitt, K.J. Kirkland. 2003. Effect of seeding
date on canola seed vigor. Can. J. Plant Sci. 45:32-39.
H.A Adinugraha, S Pudjiono, D Yudistiro, 2011. Pertumbuhan Stek Pucuk dari
Tunas Hasil Pemangkasan Semai Jenis Eucalyptus pellita F. Muell. di
Persemaian. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 1 (1), 43-49.
Kementerian Kehutananan. 2012. Perkecambahan Benih. Balai Pembenihan
Tanaman Hutan Sulawesi: Makassar. Mustian, D., Meirani., Purba, E.
2012. Jurnal Online Agroteknologi. Vol. 1. Hal. 11. Fakultas Pertanian
USU:
Mangoensoekarjo dan Semangun. 2008. Semangun, H. Pengantar Ilmu Penyakit
Tumbuhan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Murdiono,2013.LayoutPersemaian. 17 Oktober 2018.
Mustian, D., Meirani., Purba, E. 2012. Jurnal Online Agroteknologi. Vol. 1. Hal.
11. Fakultas Pertanian USU: Medan.
N. Siregar. 2010. “Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Perkecambahan Benih dan
Pertumbuhan Bibit Gmelina (Gmelina arbore Linn)”. Jurnal Tekno Hutan
Tanaman. Bogor : Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Vol.3, No.1 : 1-5.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2003. Kultur Teknis Kelapa Sawit. PPKS, Medan.
Rofik, A. dan E. Murniati. 2008. Pengaruh Perlakuan Deoperkulasi Benih dan
Media Perkecambahan untuk Meningkatkan Viabilitas Benih Aren (Arenga
pinnata (Wurmb.) Merr.). Buletin Agronomi (36) (1) 33-40.
Salomao, A. N. 2002. Tropical Seeds Species Responces to Liquid Nitrogen
Exposure. Braz J. Plant Physiol. 14 : 133-138.
Suleman, V., Ishak, N.A., Endah, A., Ngau, R., 2014. Fisiologi Tumbuhan
Pengaruh Variasi Derajat Keasaman (pH) Terhadap Laju Perkecambahan
Biji Jagung (Zea mays). Fakultas MIPA Jurusan Biologi Universitas Negeri
Gorontalo. Gorontalo.
Sunarko. 2014. Budi Daya Kelapa Sawit di Berbagai Jenis Lahan. AgroMedia
Pustaka. Jakarta.
Surttiah. 2012. Jurnal Ilmiah Pertanian.Vol. 7. Hal. 31. Fakultas Pertanian
Universitas Lancang Kuning: Sumatera Utara.
Susilo Djoko, E.H. Hertos, M. Arfianto, F, 2014. Studi Potensi Penyemaian Dan
Pembibitan Tanaman Mengkudu Pada Beberapa Komposisi Media Tanam.
Anterior Jurnal, Volume 14 Nomor 1, Desember 2014, Hal 1 – 10.
Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas
Muhammadiyah Palangkaraya.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta Thomson, J. R.
1979. Seed Quality, Seed Multiplication Systems, Agronomy of Seed
Production and Seed Storage. Dalam Seed Technology for Genebank
LBPGR. Rome.
Tadjoedin, T.H., dan H. Iswanto, 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis :
Mengebunkan Mengkudu Secara Intensif. Agro Media Pustaka. Jakarta.
U.S. Irawan, dkk. 2020. Manual Pembuatan Persemaian dan Pembibitan
Tanaman Hutan. Bogor : Operasi Wallacea Terpadu.

Catatan
1. Lengkapi Tipusnya
2. Perbaiki nama Asisten pertama dan isi nim nya. Tanyakan ke yang
bersangkutan
3. Isi daftar pustakanya
4. Perbaiki catatan kakinya jangan pakai anonim
5. Mana BAB 3 nya?

Anda mungkin juga menyukai