Anda di halaman 1dari 15

Makalah Agroforestry

PRAKTEK AGROFORESTRI SEBAGAI SALAH SATU SOLUSI ADAPTASI DAN


MITIGASI PERUBAHAN IKLIM DI KAWASAN WALLACEA

Oleh :
Nama Anggota : Megi Toto (M011191085)
Muh. Raihan Fahrezi Taufik (M011191194
Kelompok :8
Kelas : Agroforestry (A)

LABORATORIUM SILVIKULTUR DAN FISIOLOGI POHON


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap batuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari - hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dala penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Makassar, 31 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 2
I.3 Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Praktek Agroforestri di Sulawesi Selatan....................................................... 3
II.2 Perubahan Iklim.............................................................................................. 7
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan.................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Agroforestri adalah salah satu sistem penggunaan lahan yang paling banyak
dipraktekkan oleh masyarakat pada semua lansekap dan zona agroekologi di lahan kering
Sulawesi Selatan. Komposisi tanaman penyusunnya terdiri atas tanaman semusim,
tanaman komoditi pertanian, tanaman tahunan jangka panjang, yang sering terintegrasi
dengan ternak (Paembonan dkk, 2013).
Sistem agroforestri unik karena merupakan praktik pengelolaan lahan yang secara
simultan mengintegrasikan komponen biofisik, ekonomi, dan sosial-ekologis. Keragaman
dan integrasi seperti itu mengarah ke kompleksitas fungsional dan struktural yang lebih
besar dibandingkan dengan agroeosystem konvensional (Nair, 1993). Leaky & Simmons
(1996) menyatakan bahwa sistem agroforestry serupa dengan sistem alam, dimana
terdapat keanekaragaman hayati yang meningkat setiap tahap dalam suksesi. Kompleksitas
fungsional dan struktural seperti ini telah menyebabkan keragaman besar yang diamati
saat ini dalam praktik agroforestri modern.
Agroforestri sangat populer di negara berkembang karena memungkinkan petani
yang memiliki lahan kecil dapat memaksimalkan sumber daya mereka. Mereka dapat
menanam berbagai jenis sayuran dan tanaman buah-buahan di sekitar pohon yang
memberikan hasil berupa kayu gergajian (papan dan balok) dan kayu bakar, serta naungan
bagi hewan yang dapat menyediakan susu dan daging.
Dalam rangka adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, praktek agroforestry dapat
memainkan peran penting karena menyerap lebih banyak karbon di atmosfer di bagian
tanaman dan tanah dibandingkan dengan pertanian konvensional, menyediakan aset dan
pendapatan dari bioenergi, peningkatan kesuburan tanah dan perbaikan kondisi iklim lokal
(Luedeling et al 2012). Sebagian besar manfaat ini dapat berupa manfaat langsung untuk
adaptasi lokal sambil berkontribusi terhadap upaya global untuk mengendalikan
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer (Mbow et al 2014).
Akibat dari akumulasi gas-gas rumah kaca di atmosfir yang sebagian besar
diakibatkan oleh aktivitas manusia, sejak 1861 suhu bumi meningkat sekitar 0,6 0C
(IPCC, 2001). Seperti halnya di Indonesia, dalam kurun waktu 1970 sampai 2000 telah
terjadi kenaikan suhu rata-rata tahunan antara 0.2 – 1.0 oC, yang berakibat pula pada
peningkatan curah hujan bulanan rata - rata sekitar 12-18% (Hairiah dkk, 2008).
Perubahan ini mungkin akan memengaruhi semua komponen sistem dan interaksi antar
komponen dalam system.
Pengelolaan sumberdaya alam seyogyanya mengintegrasikan antara upaya adaptasi
dan mitigasi terhadap Gas Rumah Kaca (Verchot et al., 2006). Upaya adaptasi bertujuan
untuk menekan dampak perubahan iklim baik secara antisipatif maupun reaktif, sedangkan
mitigasi bertujuan untuk menurunkan efek gas rumah kaca sehingga dapat memperlambat
laju pemanasan global (Hairiah dkk, 2008). Makalah ini dibuat untuk memaparkan tentang
pentingnya praktek agroforestri dalam rangka adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di
wilayah Wallacea.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Praktek Agroforestri di Sulawesi Selatan?
2. Bagaimana Perubahan Iklim?
I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui praktek agroforestri di Sulawesi Selatan
2. Untuk mengetahui perubahan iklim
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Praktek Agroforestri di Sulawesi Selatan
Secara umum praktek agroforestry di Sulawesi Selatan ditentukan oleh beberapa
variable antara lain luas kepemilikian lahan, ketinggian tempat, dan sosial budaya
masyarakat.

1. Struktur dan Komposisi


Struktur vertical agroforestry berkisar antara 2 sampai 5 strata tergantung
kepada pola agroforestri. Agroforestri sederhana biasanya hanya terdiri atas 2 sampai 3
strata saja dengan beberapa species penyusun, misalnya agroforestry berbasis komoditi
pertanian (kopi dan kakao) yaitu tanaman komoditi dan tanaman penaungnya.
Sedangkan agroforestry kompleks terdiri atas 4 sampai 5 lapisan seperti kebun
pekarangan, talun, dan kebun campuran yang menyerupai hutan alam.
Pada strata paling tinggi atau pohon dominan ditempati oleh jenis pohon kayu
gergajian yang merupakan pohon cahaya dan menduduki struktur teratas. Struktur
kedua dan ketiga ditempati oleh jenis pohon buah-buahan dan perdu lainnya yang
memiliki sifat partial light demanders, sedangkan struktur terbawah ditempati oleh jenis
semak dan jenis tanaman obat yang sesuai tumbuh pada strata bawah karena
memerlukan naungan dari pohon lainnya. Jenis naungan seperti ini dapat melakukan
aktvitas fotosintesa normal pada kondisi cahaya yang rendah dari celah-celah pohon di
atasnya (Ura dkk, 2017).
Jenis pohon yang menempati setiap strata lapisan berbeda pada beberapa
lokasi di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian Rismawati dkk (2015) di Bulukumba
memperlihatkan stratifikasi vertikal yang terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan teratas
ditempati oleh sengon (Paraserianthes falcataria), Albizia sp., betta-betta (Wrightia
pubescens), jati putih (Gmelina arborea) dan jati (Tectona grandis). Lapisan kedua
ditempati oleh tanaman buah-buahan seperti rambutan, nangka , durian, manga dan
petai. Pada lapisan ketiga didominasi oleh tanaman komoditi perkebunan seperti kopi,
kakao dan cengkeh. Lapisan terbawah ditempati oleh berbagai jenis herba dan anakan
pohon. Pada lapisan ini beberapa jenis yang dibudidayakan tercatat diantaranya kunyit
(Curcuma domestica Val) , cabe (Capsicum annum) dan lengkuas (Alpinia galaga).
Di Kabupaten Tana Toraja, Stratifikasi sistem Agroforestri relatif sama, yaitu
terdiri atas 3- 4 strata trata tanaman, sedangkan struktur horizontal sesuai dengan
kebutuhan masing-masing petani (Linggi dkk, 2015). Jenis tanaman pada strata 1
didapati jenis kasuarina, uru, pinus, suren, 24 pinang, dan nibung. Pada strata 2 di temui
buangin, uru, pinus, jati, suren, pinang, durian, gamal, pangi, langsat, nangka, alpokat,
aren, bambu. Pada strata 3 terdapat jenis kakao, kopi, pisang, pepaya, singkong, jambu,
rumput gajah, dan rumput kerbau. Pada strata 4 didapati talas, serai, mayana, dan ubi
jalar (Dianto dkk).

Pada gambar 3.1 dan 3.2 diperoleh 3 strata yaitu strata B dengan tinggi > 5 m
-15 m, tanaman tersebut antara lain uru, buangin, langsat, dan pisang. Strata C dengan
tinggi 1 m – 5 m, pada strata ini didapatkan tanaman seperti papaya, gamal, jati, kakao,
dan kopi. Strata D, tinggi < 1 m pada strata ini terdapat tanaman seperti talas dan ubi
jalar.
Keterangan: 1 (Uru), 2 (Buangin), 3 (Pepaya), 4 (Pisang), 5 (Langsat), 6 (Gamal), 7 (Kakao), 8
(Kopi), 9 (Jati), 10 (Rumput gajah),11(Ubi jalar)

Pada gambar 3.3 dan 3.4 di atas dapat dilihat bahwa pola tanam yang
diterapkan cenderung lebih teratur karena petani menanam tanaman kakao dengan jarak
tanam yang sama (2,5 m x 2,5 m) dan tidak begitu rapat dengan tanaman lainnya.
Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan penyusun sistem agroforestry di Sulawesi
secara umum bersifat moderat dengan dengan nilai berkisar 1,41- 2,18 (Paembonan
dkk, 2018).

2. Potensi Simpanan Karbon


Nilai simpanan karbon bervariasi tergantung pada system agrisilvikultur,
lokasi dan ketinggian di Sulawesi Selatan. Di Kabupaten Tana Toraja lebih banyak
ditentukan oleh Jenis penyusun agroforestry yang dipraktekkan oleh masyarakat. Nilai
simpanan karbon pada agrisilvikutur berkisar antara 67,09 ton/ha sampai 90,13 ton/ha,
sedangkan proporsi masingmasing penyusun agroforestry, yaitu: pohon-pohonan
97,74%, tumbuhan bawah 0,65% dan Nekromassa 1,61%. (Paembonan dkk, 2015).
Pada sistem agrisilvikultur berbasis pangi di Kabupaten Soppeng terdiri atas nilai
karbon pohon 107,5 ton/ha, tumbuhan bawah 0,31 ton/ha, dan serasah 0.62 ton/ha.

3. Tingkat Pendapatan dan Kontribusi Ekonomi


Dari hasil penelitian pendapatan masyarakat dari agroforestry diperoleh
pendapatan rata - rata terbesar diperoleh dari agrisilvopasture di Kabupaten Tana Toraja
berkisar Rp 12.707.943,- /ha/tahun sampai Rp.19.237.000/ha/tahun dan di Kabupaten
Gowa berkisar Rp.16.415.580 - Rp.23.310.000, tergantung pada luas lahan
agroforestry, dan pada Pola agroforestry berbasis jabon di kabupaten maros diperoleh
pendapatan berkisar Rp.19.239.565.-/ha/tahunRp.34.522.458.-ha/tahun (Chrisantya
dkk, 2017) serta rata-rata produktivitas agrisilvikultur di Kabupaten Tana Toraja
Rp17.814.045,-/ha/tahun- Rp.24.300.119,-/ha/tahun tergantung luas lahan (Dianto dkk,
2017).
Kontribusi ekonomi praktek agroforestry terhadap pendapatan petani
bervariasi sesuai dengan sistem agroforestry dan status petani. Kontribusi pendapatan
dari praktek agroforestri terhadap total pendapatan petani rata-rata adalah 49,06%,
43,27%, dan 48,5% di Kabupaten Bulukumba, Bone, dan Tana Toraja. Kontribusi
pendapatan ini disamping ditentukan oleh komposisi campuran spesies tanaman juga
oleh ukuran kepemilikan tanah (Paembonan, 2018).

4. Alasan pemilihan Komponen Penyusun Agroforestri


Ada tujuh alasan petani dalam memilih dan memadukan jenis dengan
persentase terbesar adalah memperoleh pendapatan yang tinggi, kebiasaan turun-
temurun, dan sebagai pakan ternak 28 sebanyak 100%, pemanfaatan ruang sebanyak
94%, digunakan sendiri 75%, bahan bangunan 69,44%, dan membantu pengelolaan
konservasi sebanyak 33,33% (Patiallo dkk, 2018).
Agroforestri memiliki keunikan dalam strukturnya baik secara vertical maupun
horizontal. Variasi struktur vertikal dan horizontal disesuaikan dengan berbagai variable
antara lain model agroforestry, kebutuhan social ekonomi masyarakat, maupun sifat
fungsional agroforestri. Dalam rangka pengembangannya untuk memenuhi fungsi adaptasi
dan mitigasi perubahan iklim, beberapa integrasi yang dapat dilakukan antara lain: a.
Pencampuran berbagai jenis penghasil multi produk seperti kayu pertukangan, pohon
buah-buahan, komoditi pertanian dan komoditi tanaman obat; b. strata tajuk tanaman
penyusun agroforestri disesuaikan dengan sifat toleransi terhadap cahaya matahari; c.
pemenuhan aspek produktivitas, sustainabilitas dan sesuai dengan kebutuhan social
ekonomi penduduk setempat, dan d. proses pertumbuhan masing-masing jenis sesuai
dengan habitat aslinya (Butarbutar, 2012).
Selain itu, penerapan praktek agroforestry didasarkan pada pertimbangan sosial-
budaya dan sosioekologi termasuk kepemilikan lahan dan hak atas tanah, di samping
menyediakan peningkatan keanekaragaman hayati dan layanan ekologi (McGinty dkk.
2008; Sood & Mitchell 2011).
Saat ini, praktek agroforestry semakin diadopsi karena potensi mereka dalam
menyediakan jasa ekosistem. Jasa ekosistem tidak hanya memberikan insentif ekonomi
tetapi juga bernilai bagi masyarakat dengan menjaga kelestarian lingkungan (FAO, 2007).
Manfaat yang diperoleh dari praktik agroforestry terjadi pada berbagai skala spasial
dan temporal (Jose, 2009). Sistem agroforestri memberikan layanan ekologi dengan
menurunkan erosi tanah dan mencegah sedimentasi saluran air; pada akhirnya melindungi
perikanan hilir (Pearce & Mourato 2004, Hairiah dkk, 2008). Jadi, layanan ekologis yang
disediakan oleh sistem wanatani berasal dari skala pertanian dan / atau lanskap tetapi
dinikmati oleh masyarakat pada skala regional dan / atau global atau “think globally,act
locally (Jose, 2009).
II.2 Perubahan Iklim
Verchot dkk. (2007) mengemukakan bahwa praktek-praktek agroforestri, selain
menyediakan jasa ekosistem, adalah sarana untuk diversifikasi produksi pertanian dan
meningkatkan ketahanan pangan bagi produsen pertanian skala kecil, terutama di bawah
skenario perubahan iklim saat ini. Misalnya, pengamatan terbaru tentang perubahan suhu
dan curah hujan antar-tahunan di daerah tropis telah menunjukkan terjadinya perubahan
iklim (IPCC, 2007). Sanchez (2000) menyatakan sistem manajemen agroekosistem yang
kompleks, termasuk praktik - praktik agroforestry, mungkin menunjukkan ketahanan yang
lebih besar terhadap perubahan kondisi lingkungan.
Dalam hubungannya dengan perubahan penggunaan lahan, konversi dari pertanian
ke agroforestry meningkatkan stok karbon organik tanah di semua tingkatan, dalam
banyak kasus. Peningkatan yang signifikan juga diamati dalam transisi dari padang rumput
/ padang rumput ke 29 agroforestri di lapisan atas, terutama dengan masuknya tanaman
jangka panjang dalam sistem, seperti dalam sistem silvopasture dan agrosilvopastoral. ”
Didaerah subtropics, mereka dapat melihat wanatani lebih banyak dari sudut
pandang lingkungan dan manfaat ekonomi — meskipun penting — bersifat sekunder,”
kata Jacobson. “Tetapi di daerah tropis, kita harus memiliki manfaat ekonomi untuk
membuatnya bermanfaat atau petani tidak akan melakukannya. Kebanyakan petani di
pedesaan hanya memiliki satu atau dua hektar lahan dan mereka membutuhkan semua
produk ini untuk keluarga mereka agar dapat bertahan hidup.
Dalam hubungannya dengan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, Butarbutar,
2012) menyatakan, proses adaptasi dapat dilakukan melalui peningkatan daya tahan
(resistancy), peningkatan daya lentur (resilience) dan mendorong/membantu migrasi
(migration). Pendekatan agroforestri dapat diajukan sebagai salah satu alternatif mitigasi
dan adaptasi untuk mendapatkan insentif dalam mengatasi perubahan iklim. Sedangkan
dalam rangka mitigasi, dapat dilihat dalam tiga fungsi agroforestry yaitu sebagai penyerap
karbon, fungsi perlindungan melalui pencampuran berbagai jenis tanaman dan yang ketiga
terhadap fungsi pemanfaatan energi yang dapat diperbaharui.
Dari beberapa penelitian di daerah tropis, penanaman jenis naungan seperti jenis
legum (glericidia dan lamtoro) memberikan efek menguntungkan terhadap kesuburan
tanah dan dapat meningkatkan keanekaragaman hayati (Harvey et al., 2005). Penanaman
berbagai jenis lagum dapat meminimalkan kebutuhan input nutrisi eksternal dari pupuk
atau pupuk kandang, yang sulit atau tidak layak secara ekonomi bagi produsen kecil. Input
bahan organik tinggi kandungan nutrisi yang berasal dari tanaman polongan melalui
pemangkasan pohon, dapat menambah bahan organik ke dalam tanah sebagai mulsa bahan
organik yang terurai ke tanaman yang sedang tumbuh.
Selama dekade terakhir, potensi sistem agroforestry untuk menyerap karbon
(Oelbermann et al., 2004; Oelbermann & Voroney, 2011), dan peran mereka dalam
menyediakan jasa ekosistem (Pagiola et al., 2008) telah menjadi yang terdepan dalam
penelitian sebagai hasil perubahan iklim global.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Praktek agroforestry di lahan kering masyarakat pedesaan Sulawesi Selatan
umumnya menggunakan pola tanam acak dan sebagian dengan pola teratur atau jalur
bila berbasis komoditi tertentu.
2. Praktek agroforestri dapat berhasil dikembangkan dalam rangka proses adapasi dan
mitigasi perubahan iklim bilamana memenuhi tiga aspek yaitu aspek produktivitas
bagi petani, aspek sustainabilitas untuk keberlanjutan produksi dan aspek social
ekonomi masyarakat setempat.
DAFTAR ISI
Butarbutar, T. 2012. Agroforestri untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Jurnal
Analisis Kebijakan Kehutanan 9 (1): 1 – 10
Chrisantya R., SA.Paembonan, M.Ridwan. 2017. Kontribusi ekonomi sistem agrisilvikultur
berbasis jabon terhadap total pendapatan petani di desa pucak kecamatan tompobulu
kabupaten Maros. Repositori UNHAS
Dianto, R. S.Millang dan SA.Paembonan. 2017. Produktivitas lahan mengunakan sistem
agroforestri berdasarkan luas kepemilikan lahan di kecamatan bittuang dan kecamatan
saluputti, kabupaten tana toraja. Skripsi Fahutan UNHAS. Tidak dipublikasi.
Food and Agriculture Organization of the UN (FAO). (2007). State of Food and Agriculture
Report. FAO Economic and Social Development Department, Corporate Document
Repository. http://www.fao.org/docrep/010/a1200e/a1200e00.htm.
Hairiah, K., dan Rahayu, S. 2007. Petunjuk Praktis Pengukuran “Karbon Tersimpan” di
Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre (ICRAF Southeast
Asia). Bogor.
Hairiah, K. Widianto dan Suprayogo, D. 2008. Agroforestri mengurangi resiko longsor dan
emisi gas rumah kaca. Kumpulan makalah (bunga rampai) INAFE. Pendidikan
Agroforestri sebagai Strategi Menghadapi Perubahan Iklim Global. UNS, Surakarta, 3-
5 Maret 2008. Hal 42-62.
Harvey, C.A., Villanueva, C., Villacis, J., Chacon, M., Monuz, D., Lopez, M., Ibrahim, M.,
Gomez, R., Taylor, R., Martinez, J., Navasa, A., Saenz, J., Sanchez, D., Medina, A.,
Vilchez, S., Hernandez, B., Pereza, A., Ruiz, R., Lopez, F., Lang, I., Sinclair, F.L.
(2005). Contribution of live fences to the ecological integrity of agricultural landscapes.
Agriculture, Ecosystems and Environment 111:200-230, ISSN 0167-8809.
www.intechopen.com . Climate Change Adaptation using Agroforestry Practices: A
Case Study from Costa Rica 137
IPCC, 2001. Climate change 2001: Impacts, adaptation and vulnerability. Report of the
working group II. Cambridge University Press, UK, p 967.
Jose, S. (2009). Agroforestry for ecosystem services and environmental benefits: An
overview. Agroforestry Systems 76:1-10, ISSN 1572-9680.
Kettering, Q.M., Coe, R., Van Noordwijk, M., Ambagau, Y., and Palm, C.A. 2001. Reducing
Uncertainty in the use of Allometric Biomass Equations for Predicting Above-ground
Tree Biomass in Mixed Secondary Forests. Journal of Forest Ecology and
Management. 146: 199- 209
Leakey, R.R.B., Simons, A.J. (1996). The domestication and commercialization of
indigenous trees in agroforestry for the alleviation of poverty. Agroforestry Systems
38:165-176.
Linggi, C, SA.Paembonan, S.Millang. 2015. Distribusi spasial dan diversitas jenis penyusun
agroforestry di kabupaten Tana Toraja. Repositori UNHAS 2015
Luedeling E, Sileshi G, Beedy T, Dietz J. 2012. Carbon sequestration potential of
agroforestry systems in Africa. In Carbon Sequestration Potential of Agroforestry
Systems: Opportunities and Challenges vol. Advances in Agroforestry 8. Edited by
Kumar BM, Nair PKR. Springer.23.
Mbow, C., Smith,P., Skole, D., Duguma, L. and Bustamante, M. 2014. Achieving mitigation
and adaptation to climate change through sustainable agroforestry practices in Africa.
Current Opinion in Environmental Sustainability 6:8–14
McGinty, M.M., Swisher, M.E. Alvalapati, J. (2008). Agroforestry adoption and
maintenance: Selfefficacy, attitudes and socio-economic factors. Agroforestry Systems
73:99-108, ISSN 1572- 9680.
Nair, P.K.R. (1993). An Introduction to Agroforestry. Kluwer Academic Publishers, ISBN
0792321340, Dordrecht, NL.
Oelbermann, M., Voroney, R.P., Gordon, A.M. (2004). Carbon sequestration in tropical and
temperate agroforestry systems: A review from Costa Rica and southern Canada.
Agriculture, Ecosystems and Environment 104:359-377, ISSN 0167-8809.
Paembonan S.A. 2013. Model Agroforestry Berbasis Tongkonan yang Berwawasan
Konservasi Lingkungan di Kabupaten Tana Toraja. Prosiding Seminar Nasional
Agroforestri. ISBN.978- 602-17616-3-2.Univ. Brawijaya. Malang.
Paembonan, S.A. S.Millang dan A.Umar. 2015. Analisis simpanan karbon hutan rakyat pola
agroforestry pada zona dataran tinggi kabupaten tana toraja/toraja utara Sulawesi
Selatan. Prosiding Seminar Nasional Silvikultur ke 4 di Balikpapan.
Paembonan SA, S Millang, M Dassir and M Ridwan. 2018. Species variation in home garden
agroforestry system in South Sulawesi, Indonesia and its contribution to farmers’
income. IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 157 012004.
Pagiola, S., Rios, A.R., Arcenas, A. (2008). Can the poor participate in payments for
environmental services? Lessons from the Silvopastoral Project in Nicaragua.
Environment and Development Economics 13:299-325, ISSN 1355770.
Patiallo S, SA Paembonan, dan S. Millang. 2018. Produktivitas lahan dengan sistem
agroforestry pada ketinggian yang berbeda di kabupaten tana toraja. Skripi UNHAS.
Tidak dipublikasi
Pearce, D., Mourato, S. (2004). The economic valuation of agroforestry’s environmental
services. In: Agroforestry ad Biodiversity Conservation in Tropical Landscapes,
Schroth, G., da Fonseca, G.A.B., Harvey, C.A., Gascon, C., Vasconcelos, H.L., Izac,
A.M.N., pp. 67-86. Island Press, ISBN 1559633565, Washington, USA.
Ranggaeanan,T.O., SA.Paembonan, M.Ridwan. 2016. Analisis Kontribusi Ekonomi Pola-
Pola Agrisilvikultur Dan Hutan Rakyat Campuran Terhadapap Pendapatan Masyarakat
di Kabupaten Toraja Utara. Repositori UNHAS 2016
Rismawati, SA. Pembonan dan A Umar. 2015. Struktur dan komposisi jenis tanaman dalam
sistem agroforestri hutan rakyat di kecamatan kindang dan gantarang kabupaten
bulukumba. Repositori UNHAS 2015
Sanchez, P.A. (2000). Linking climate change research with food security and poverty
reduction in the tropics. Agriculture, Ecosystems and Environment 82:371-383, ISSN
0167-8809.
Sanchez, P.A. (2000). Linking climate change research with food security and poverty
reduction in the tropics. Agriculture, Ecosystems and Environment 82:371-383, ISSN
0167-8809.
Ura, R., S A.Paembonan dan D.malamassam. 2018. hubungan antara strata tajuk dengan
karakteristik stomata daun pada sistem agroforestri di lembang sereale toraja utara.
Thesis. Tidak dipublikasikan.
Verchot, L.V., van Noordwijk, M., Kandji, S., Tomich, T., Ong, C., Albrecht, A.,
Mackensen, J., Bantilan, C. Palm, C. (2007). Climate change: Linking adaptation and
mitigation through agroforestry. Mitigation and Adaptation Strategies for Global
Change 12:902-918, ISSN 1381- 2386

Anda mungkin juga menyukai