Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SILVOPASTURA
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah:

AGROFORESTRY

Dosen Pengampu:

Dr. J. Hatulesila, S.Hut, MSi

Disusun oleh:

Linda Naomi Huwae

202180002

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2023
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Dr. J. Hatulesila, S.Hut, Msi
sebagai dosen pengampu mata kuliah Agroforestery yang telah membantu memberikan
arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Ambon, 22 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................................ 2
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
2.1 Sistem Silvopastura ..................................................................................................... 3
2.2 Karakteristik Tegakan Hutan Untuk Sistem Silvopastura .......................................... 3
2.3 Pola Penanaman Tegakan Hutan Dalam Sistem Silvopastura .................................... 4
2.4 Jenis Tegakan Hutan Dalam Sistem Silvopastura ....................................................... 4
2.5 Komponen hewan ternak dalam sistem silvopastura .................................................. 5
2.6 Komponen Hijau Pakan Ternak .................................................................................. 5
BAB III ...................................................................................................................................... 7
PENUTUP.................................................................................................................................. 7
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 7
3.2 Saran ............................................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hutan adalah kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta


tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan
sebagai sumber kehidupan di muka bumi, terutama kehidupan generasi mendatang.
Untuk mencegah kesalahan dalam pengelolaan hutan, maka fungsi hutan harus
dipelejari dan dimengerti secara utuh. Agroforestri adalah nama kolektif untuk
sistem dan teknologi penggunaan lahan, di mana tanaman berkayu (pohon, perdu,
palmae, bambu) di tanam secara sengaja pada unit manajemen lahan yang sama dengan
tanaman pertanian dan/atau ternak. Di dalam sistem agroforestri senantiasa terjadi
interaksi ekologi maupun ekonomi di antara komponen-komponennya, sedangkan
secara teoritis setiap sistem agroforestri memiliki tujuan penting yaitu produktivitas.
Sistem agroforestri adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan
ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim.
Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan,
secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam
larikan sehingga membentuk lorong/pagar, pola pagar adalah pola pengembangan
tanaman kehutanan sebagai pagar di tepi lahan secara melingkar. Pola ini banyak
ditemukan pada lahan pekarangan dan lahan pertanianyang subur.
Pola agroforestri juga memungkinkan penanaman dengan pola monokultur,
walaupun keluarga merupakan pihak yang paling menentukan keputusan dalam
pengusahaan hutan rakyat dengan pola agroforestri, selain itu keberadaan hutan rakyat
dengan pola agroforestri supaya turut menyumbang pasokan kayu bagi industri
perkayuan, di samping itu sebagai sarana dalam upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat khususnya yang tinggal di pedesaan.
Salah satu jenis komponen agroforesetry adalah silvopastura. Silvopasture
adalah kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dan peternakan.
lvopastura merupakan model pengelolaan lahan dengan penanaman tanaman kayu yang
digabungkan dengan pemeliharaan hewan ternak. Biasanya hewan ternak diberikan
makan berupa daun muda dari tanaman berkayu dan tanaman dipupuk menggunakan
kotoran hewan, salah satu contohnya adalah pengelolaan jati putih dengan sapi
(Zainuddin & Sribianti, 2018).
Dalam pengelolaan suatu system, diperlukan pengetahuan mengenai interaksi
yang terjadi didalamnya. Interaksi antar komponen penyusunnya merupakan salah satu
kunci dalam agroforestry (Lundgren & Raintree, 1982). Interaksi antar tanaman dapat
berupa interaksi positif ataupun negatif. Contoh interaksi positif yang sering terjadi
adalah dengan penanaman tanaman legum yang dapat membantu penyuburan tanah
ataupun penyediaan naungan bagi tanaman kopi. Interaksi negatif yang sering terjadi
dalam penanaman secara agroforestry adalah kompetisi antar tanaman dalam
memperebutkan tempat tumbuh, unsur hara, sinar matahari dan air. Hal ini sangatlah

1
penting terutama dalam menjadi dasar untuk pemilihan jenis tanaman sehingga
pertumbuhan tanaman dapat menjadi optimal. Selain itu, aspek silvikultur seperti
pengaturan jarak tanam, pengaturan pola tanam, intensitas pendangiran dan pemberian
pupuk, sangat menentukan dalam keberhasilan agroforestry terutama pada awal
pengelolaan.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa itu sistem silvopastura?


2. Bagiamana karakteristik tegakan hutan untuk sistem silvopastura?
3. Bagaiamana pola penanaman tegakan hutan dalam sistem silvopastura?
4. Apa saja jenis tegakan hutan dalam sistem silvopastura?
5. Apa saja komponen hewan ternak dalam sistem silvopastura?
6. Apa saja komponen hijau pakan ternak?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui sistem silvopastura


2. Untuk mengetahui karakteristik tegakan hutan untuk silvopastura
3. Untuk mengetahui pola penanaman tegakan hutan dalam silvopastura
4. Untuk mengetahui saja jenis tegakan hutan dalam silvopastura
5. Untuk mengetahui komponen hewan ternak dalam sistem silvopastura
6. Untuk mengetahui komponen hijau pakan ternak

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Silvopastura

Silvopastura (Silvopastural systems) sistem agroforestri ini meliputi komponen


kehutanan atau tanaman berkayu dengan komponen peternakan atau binatang ternak
(pasture) disebut sebagai sistem silvopastura. Kedua komponen dalam silvopastura
seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang sama, misal penanaman rumput
hijauan ternak di bawah tegakan pinus, atau yang lebih ekstrim lagi adalah sistem pola
pagar hidup atau pohon pakan serbagunapada lahan pertanian, yang biasnya pagar hidup
sebagai pakan ternak berada di lokasi yang berbeda dengan lokasi kandang ternak.
Meskipun demikian, banyak pegiat agroforestri tetap mengelompokkan dalam model
silvopastura, karena interaksi aspek konservasi dan ekonomi (jasa dan produksi) bersifat
nyata dan terdapat komponen berkayu pada manajemen lahan yang sama (Mustofa Agung
Sardjono, Djogo dan Arifin,H.S, 2003).
Secara umum silvopasture diartikan sebagai kegiatan kombinasi antara kegiatan
kehutanan dan peternakan dalam suatu kawasan hutan atau luasan lahan. Silvopasture
merupakan gabungan antara ternak, pakan ternak dan pohon pada satu unit lahan yang
sama. Istilah yang tepat untuk silvopasture adalah wanaternak sehingga dapat
memudahkan masyarakat awam dalam memahami arti dan makna silvopasture
Wanaternak dipilih oleh Departemen Kehutanan karena wanaternak sejalan dengan
skema pemanfaatan lahan hutan secara sinergis dengan kepentingan peternakan sehingga
tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap impor daging dapat dikurangi.
Silvopasture adalah integrasi yang disengaja antara pepohonan dan operasi
peternakan penggembalaan di lahan yang sama. Sistem ini dikelola secara intensif baik
untuk hasil hutan maupun pakan ternak, sehingga menyediakan sumber pendapatan
jangka pendek dan jangka panjang.
Silvopastur yang dikelola dengan baik menerapkan prinsip-prinsip agronomi,
biasanya mencakup rumput padang rumput pendatang atau asli, pemupukan dan kacang-
kacangan pengikat nitrogen, serta sistem penggembalaan bergilir yang menggunakan
periode penggembalaan singkat yang memaksimalkan pertumbuhan dan panen tanaman
vegetatif. Pendapatan tahunan dari penggembalaan membantu arus kas operasional pohon
saat tanaman pohon sudah matang dan menciptakan akses yang mudah jika dan ketika
pohon atau produk pohon dipanen. Meskipun sistem ini memerlukan sejumlah kegiatan
pengelolaan, manfaatnya dapat membuat sistem ini bermanfaat.

2.2 Karakteristik Tegakan Hutan Untuk Sistem Silvopastura

Pemilihan jenis tegakan hutan sangat penting untuk mendukung produktivitas


silvopastura. Karakteristik tegakan hutan untuk silvopastura (Zamora, 2013):
 Kayu dan atau produk sekunder (buah) memiliki kualitas tinggi dan berdaya jual.
 Tingkat pertumbuhan yang relatif cepat

3
 Selaras dengan ternak dan tanaman pakan ternak yang dipiloh
 Memiliki jangkauan akar yang dalam, sehingga tidak mengganggu pertumbuhan
tanaman pakan ternak.
 Daunnya dapat membusuk dengan cepat.
 Hidup di iklim, jenis tanah dan kelembaban setempat.
 Cabang pohon mampu memberikan teduhan yang cukup bagi ternak.

2.3 Pola Penanaman Tegakan Hutan Dalam Sistem Silvopastura

 Single Row Planting


Tegakan ditanam dalam satu baris yang diberikan jarak relatif sama antar
tegakan. Memungkikan produksi pakan ternak yang lebih dominan dibanding
tegakan hutan
 Double Row Planting
Tegakan ditanam dalam dua baris yang relatif dekat dan diberikan jarak yang
lebih lebar antar dua baris tersebut. Memungkikan produksi pakan dan tegakan
hutan yang relatif berimbang.
 Block Planting
Tegakan ditanam secara berkelompok bukan dalam bentuk baris. Metode ini
memberikan area perlindungan bagi hewan ternak, sekaligus memberikan
produktivitas tegakan dan pakan ternak seimbang.
 Multipe Row Planting
Tegakan terdiri dari 3-4 beris yang berdekatan. Metode ini memberikan produksi
kayu pohon yang lebih besar dibandingkan pakan ternaknya.

2.4 Jenis Tegakan Hutan Dalam Sistem Silvopastura

 Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus)


Pemilihan jenis jabon merah untuk pembangunan sistem silvopastura memiliki
potensi yang baik untik dikembangkan. Karakteristik jabon merah cepat tumbuh
dan bersifat intoleran mampu mengatasi permasalahan supplu kayu untuk
industri dan kebutuhan lainnya. Prospek pengembangan jabon merah diyakini
mampu menjadi solusi kebutuhan kayu masa depan sehingga pemilihan jabon
merah ini dapat dipetimbangkan dalam pengembangan sistem silvopastura. Jabon
merah termasuk dalam jenis tanama pionir cepat tumbuh yang tumbuh di daerah
tropis.
 Sengon (Albizia chinensis)
Kelebihan dari pohon sengon sendiri yaitu masa masak tebang relatif pendek (5-7
tahun), pengelolaan relatif mudah, persyaratan cepat tumbuh tidak rumit,
kayunya serbaguna, dan daunnya sebagai pakan ternak (Soerianegara dan
Lemmens, 1993 dalam Hasan 2017).
 Eukaliptus (Eucalyptus sp.)

4
Tumbuhan dari genus eucalyptus sangat bagus dijadikan tegakan hutan.
keunggulan eucalyptus yaitu cepat tumbuh, sedikit serangan penyakit dan
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Sulichantini, 2016)
 Mahoni (Swietenia macrophylla)
Pohon mahoni yang berasal dari Hindia Barat ini dapat tumbuh subur bila
ditanam di pasir payau dekat dengan pantai. Pohon tahunan ini memiliki
ketinggian 5-25m, memiliki akar tunggang, berbatang bulat, banyak cabang dan
kayunya bergetah (Hasan, 2017).

2.5 Komponen hewan ternak dalam sistem silvopastura

Komponen hewan ternak dalam sistem silvopastura sangatlah penting. Fungsi utama
ternak disini yaitu untuk dimanfaatkan produk primernya seperti daging dan susu.
Namun produk lainnya seperti kotoran ternak juga dapat dimanfaatkan secara langusng.
Produk-produk tersebut dapat berupa pupuk kandang hingga biogas. Adapun jenis
hewan ternak yaitu:
 Sapi (Bos javanicus domesticus)
Sapi merupakan hewan yang sangan umum dijumpai di Indonesia. Ternak ini
dapat dimanfaatkan sebagai ternak daging, penghasil susu hingga sebagai
pembajak sawah. Di Indonesia terdapat banyak jenis spesis sapi. Salah satu
spesies sapi yang sering diternakan adalah sapi bali (Bos javanicus domesticus).
Sapi ini sangat berpotensial karena mudah berdaptasi dengan lingkungan yang
kurang menguntungkan.
 Kambing (Capra aegagrus hircus)
Menurut Wulandari dkk (2021), pengembangan ternak kambing dapat dilakukan
pada semua kondisi lahan. Kambing juga memiliki berbagai manfaat tergantung
jenisnya. Mulai dari susu, daging, kain wol dari bulu, kerajinan kulit hingga
kotorannya dapat dijadikan puput kandang.
 Babi (Sus scrofa domesticus)
Babi meruapakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia
bagian timur. Pengembangan ternak babi di Indonesia Timur dengan metode
silvopastura saangat potensial. Karena babi memiliki kemampuan berkembang
biak yang cukup tinggi (Sihombing, 1997 dalam Dewi, 2017).

2.6 Komponen Hijau Pakan Ternak

Dalam usaha dan upaya meningkatkan produksi ternak, hijauan makanan ternak
memegang peranan yang sangat penting dan menentukan. Karena hijauan merupakan
bahan makanan pokok bagi jenis makanan penguat (konsentrat). Kebutuhan hijauan
makanan ini bisa mencapai kira-kira 95% dari total kebutuhan bahan makananannya
(Sitorus, 2016). Hijauan pakan ternak dapat dibagi menjadi dua ketegori yaitu hijauan
liar dan hijauan introduksi. Hijauan liar merupakan hijauan yang tidak sengaja ditanam
dan tumbuh sendirinya, sedangkan hijauan introduksi merupakan hijauan yang sengaja

5
ditanam dan diperlihara sebagiamana membudidayakan tanaman lainnya (Bahar, 2008).
Pengembangan tanaman pakan di Indonesia perlu memperhatikan tiga tujuan utama yang
menyangkut efisiensi, toleransi, daya dan kualitas (Anwar 1994 dalam Anwar 2003). Hal
tersebut dikarenakan adanya perbedaan struktur anatimu maupun ukuran organcerna
diantara jenis ternak ruminansia (Litbang Peterbakan 2009). Selain itu, pemilihan jenis
rumput atau tanaman pakan ternak harus dipilih dari jenis-jenis yang dapat
beradpatasidengan baik dalam lingkungan silvopaastura.
Menurut Sitorus (2016) beberapa contoh hijauan pakan ternak yang dapat
dikembangkan berdasarkan waktu tumbuh yang cepat dan kemampuan regenerasi yang
tinggi diantaranya adalah sebagai berikut:
 Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Rumput gajah merupakan salah satu jenis rumput tahunan asal Afrika yang
mamou tumbuh tinggi dan tegak, mempunyai perakaran yang dalam dan
menyebar sehingga mampu menahan erosi serta berkembang dengan rhizoma
untuk membentuk rumpun (Sitorus, 2016).
 Rumput Benggala (Megathyrsus maximus)
Merupakan salah satu jenis rumput yang berasal dari Afrika tropis dan sub tropis
dengan ciri tumbuh tegak membentuk rumpun, daun lebuh halus daripada rumput
gajah, banyak membetuk anakan, serta akar serabut dalam (Sitorus, 2016).
 Rumput BD (Brachiaria decumbent)
Merupakan rumput gembala yang tumbuh menjalar membentuk hamparan lebat
yang tingginya sekitar 30-45 cm, memiliki daun kaku dan pendek dengan ujung
daun yang runcing. Jenis rumput ini tumbuh pada kondisi curah hujan 1000-
1500mm/tahun (Sitorus, 2016).
 Rumput Australia (Paspalum dilatatum)
Merupakan rumput berumur panjang, tumbuh tegak yang bisa mencapai tinggi
60-150 cm, berdaun rumbun yang berwarna hijau tua. Tanaman ini intoleran
terhadap kekeringan karena sistem perakarannya luas dan dalam serta tahan
genangan air. (Sitorus, 2016).

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Secara umum silvopasture diartikan sebagai kegiatan kombinasi antara kegiatan


kehutanan dan peternakan dalam suatu kawasan hutan atau luasan lahan.
Silvopasture merupakan gabungan antara ternak, pakan ternak dan pohon pada
satu unit lahan yang sama. Istilah yang tepat untuk silvopasture adalah
wanaternak sehingga dapat memudahkan masyarakat awam dalam memahami
arti dan makna silvopasture.
2. Karakteristik tegakan hutan untuk silvopastura (Zamora, 2013): kayu dan atau
produk sekunder (buah) memiliki kualitas tinggi dan berdaya jual, tingkat
pertumbuhan yang relatif cepat, selaras dengan ternak dan tanaman pakan ternak
yang dipilih, memiliki jangkauan akar yang dalam, sehingga tidak mengganggu
pertumbuhan tanaman pakan ternak, daunnya dapat membusuk dengan cepat,
hidup di iklim, jenis tanah dan kelembaban setempat, cabang pohon mampu
memberikan teduhan yang cukup bagi ternak.
3. Pola penanaman tegakan hutan dalam sistem silvopastura yaotu terdiri dari pola
Single Row Planting, Double Row Planting, Block Planting dan Multipe Row
Planting.
4. Jenis tegakan hutan yang terdapat dalam sistem silvopastura adalah Jabon
Merah (Anthocephalus macrophyllus), Sengon (Albizia chinensis), Eukaliptus
(Eucalyptus sp.), Mahoni (Swietenia macrophylla) dan lain sebagainya.
5. Komponen hewan ternak dalam sistem silvopastura diantaranya Sapi (Bos
javanicus domesticus), Kambing (Capra aegagrus hircus), Babi (Sus scrofa
domesticus).
6. Komponen hijau pakan ternak diantaranya Rumput Gajah (Pennisetum
purpureum), Rumput Benggala (Megathyrsus maximus), Rumput BD
(Brachiaria decumbent) dan Rumput Australia (Paspalum dilatatum).

3.2 Saran

Implementasi silvopastura di Indonesia harus memperhitungkan kondisi iklim,


tanah, dan kebutuhan lokal. Dengan perencanaan yang matang dan keterlibatan
semua pemangku kepentingan, silvopastura dapat menjadi model silvopastura
berkelanjutan yang bermanfaat bagi lingkungan dan ekonomi petani.

7
DAFTAR PUSTAKA
Zainuddin, M., & Sribianti, I. (2018). Pendapatan masyarakat pada komponen silvopasture
dan agrisilvikultur Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa. Jurnal Hutan dan Masyarakat,
136-144.

Pieter, L. A. ISU KUNCI DALAM RISET AGROFORESTRI KOMPLEKS DI


INDONESIA.

(N.d.). diakses pada 27 Novemver 2023 dari


https://www.fs.usda.gov/nac/practices/silvopasture.php

Kumalasari, A. C. (2022). Buku Pintar Silvopasture - Astarika Ciputri Kumalasari Flip PDF.
Diakses pada 28 November 2023 dari https://anyflip.com/iztll/lord

Anda mungkin juga menyukai