POLA AGROFORESTRI
DI DESA BATURAPPE KECAMATAN BIRINGBULU
KABUPATEN GOWA
OLEH
PENELITIAN
Sebagai Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana pada Program
Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar
Fakultas : Pertanian
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui Oleh
ii
HALAMAN KOMISI PENGUJI
Komisi Penguji
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi Analisis Komponen Jenis Dan
Kabupaten Gowa adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing Dr.
Hikmah, S.Hut., M.Si dan Ir. Hasanuddin Molo, S.Hut., M.P., IPM. Belum
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
iv
HAK CIPTA
masalah.
Muhammadiyah Makassar.
Makassar.
v
ABSTRAK
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, karunia, dan
dilimpahkan oleh Allah SWT kapada junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai
Ucapan terima kasih penulis kepada kedua Orang Tua yang telah
mendo’akan penulis, serta ucapan terima kasih kepada keluarga besar yang telah
mendukung baik dari segi materi maupun non materi, terkhusus juga kepada
pelaksanaan penelitian.
motivasi.
motivasi.
vii
4. Ibu Dr. Irma Sribianti, S.Hut., M.P selaku penguji I dan Sultan, S.Hut.,
M.P selaku penguji II yang tak hentinya memberi arahan dan masukan
5. .Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kehutanan yang telah memberikan
ilmu selama di bangku perkuliahan, serta staf tata usaha Fakultas Pertanian
pelaksanaan penelitian.
kehutanan dan tak dapat dihindari juga atas kekurangan-kekurangan yang terdapat
dalam skripsi ini. Untuk itu penulis berharap atas masukan dan saran yang
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5
2.1. Agroforestri ....................................................................................... 5
2.2. Stratifikasi Tajuk ............................................................................... 14
2.3. Biodiversitas, Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan ..................... 15
2.4. Kerangka Pikir .................................................................................... 18
III. METODE PENELITIAN .................................................................... .. .. 19
3.1. Waktu dan Tempat Penilitian ............................................................. 19
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................. 19
3.3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 19
3.4. Jenis Data ............................................................................................ 22
ix
3.5. Analisis Data....................................................................................... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………… 27
4.1. Pola-pola Agroforestri…………………………………………….... 27
4.2. Komposisi Jenis Tumbuhan………………………………………… 29
4.3. Indeks Nilai Penting Dan Indeks Keanekaragaman ............................ 30
4.4. Struktur Tegakan ................................................................................ 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………….. . 48
5.1. Kesimpulan …………………………………………………………. 48
5.2. Saran………………………………………………………………… 49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 50
LAMPIRAN ....................................................................................................... 51
x
DAFTAR TABEL
No Halaman
xi
15. Indeks Nilai Penting Dan Indeks Keanekaragaman Pola Agrosilvopastural
(Kombinasi D) Tingkat Pohon……………………………………………. 39
xii
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
xiii
I. PENDAHULUAN
sengaja memasukkan atau mencampur pohon dengan tanaman atau hewan untuk
mendapatkan manfaat dari interaksi secara ekologis dan ekonomis (hair, 1984).
sistem agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara
tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga
tumbuhan atau hewan pada suatu bentang tanah sebagai aktifitas masyarakat
1
terintegrasi satu sama lain dalam kesatuan areal. Ditingkat masyarakat,
agroforestri sering kali dimaknai rancu dengan berbagai sistem yang lain, seperti
hutan rakyat dan hutan serbaguna. Menurut Hairiah et al., (2003), kehutanan
sosial (social forestry) adalah upaya atau kebijakan kehutanan yang ditujukan
hutan. Produk hutan dari kehutanan sosial berupa kayu atau non-kayu, oleh karena
itu dalam prakteknya dapat berupa pembangunan hutan tanaman (man made
tanaman pada suatu areal dan terkait dengan kebutuhan-kebutuhan ekonomi dan
sosial/budaya mereka.
berkelanjutan tidak serta merta akan diterima dan menjadi pilihan dalam
manajemen sumber daya hutan oleh masyarakat. Masyarakat yang tinggal dan
lahan pertanian secara turun temurun dari nenek moyang mereka dan menanam
berbagai jenis tanaman berdasarkan kebutuhan dan kondisi yang mereka alami
pepohonan masih berdasarkan pada spesies yang sejak lama mereka budidayakan
dan sangat erat dengan kondisi kebutuhan dan ketersedian pasar seperti untuk
tanaman kehutanan adalah jenis jabon putih, mahoni, gmelina, suren, nangka, dan
2
sukun, sedangkan untuk jenis tanaman pertanian seperti coklat, jagung, dan
holtikultura. Selain itu masyarakat telah mengembangkan pakan ternak pada lahan
tanah yang dapat memperbaiki tingkat kesuburan tanah dengan adanya tajuk
tanaman dan pohon sepanjang tahun serta adanya serasah yang akan melapuk
Oleh karena itu kondisi terkini dari masyarakat tumbuhan dari komposisi
Kabupaten Gowa.
3
1. Memberikan informasi kepada masyarakat Desa Baturappe Kecamatan
agroforestri yang telah mereka kerjakan selama ini dan bagaimana cara
pengembangannya.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agroforestri
kayu tahunan secara seksama (pepohonan, belukar, palem, bambu) pada suatu
unit pengelolaan lahan yang sama sebagai tanaman yang layak tanam, padang
rumput dan atau hewan, baik dengan pengaturan ruang secara campuran atau
ditempat dan saat yang sama maupun secara berurutan dari waktu ke waktu,
dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis palem, bambu dan
satu tujuan tertentu dalam satu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporel
5
sama maupun berurutan pada sebidang lahan yang sama, dan menggunakan cara-
adaptasi lingkungan, sifat sosial ekonomi, aspek budaya dan kebiasaan (adat),
pohon, pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil kayu dan sekaligus
dan pohon, pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian dan
kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara hewan ternak. Sistem lain
yang meliputi, Silvofishery : pohon dan ikan, Apiculture : pohon dan lebah,
6
pengeolahan tanah disekitarnya. (2) Windbreaks Fungsinya untuk melindungi
yaitu trees along border yaitu penanaman tanaman kehutanan di sekitar tanaman
tanaman pertanian dan atau peternakan. Praktek tersebut dijumpai dalam satu
unit manajemen lahan hingga pada suatu bentang alam (landscape) dari
agroekosistem pedesaan.
7
yang berada di wilayah tropis lembab dataran rendah (lowland tropical humid
tropic); (2) Agroforestri pada wilayah tropis lembab dataran tinggi (high-land
tropical humid tropic); (3) Agroforestri pada wilayah sub-tropis lembab dataran
rendah (lowland humid sub-tropic); dan (4) Agroforestri pada wilayah sub-tropis
wilayah agroekologi yang sedikit berbeda. Didasarkan pada zona klimatis utama,
terdapat 4 wilayah yaitu (a) Zona Monsoon (khususnya di Jawa dan Bali), (b)
Zona Tropis Lembab (di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi), serta (c) Zona
Kering atau Semi Arid (Nusa Tenggara). Pembagian berdasarkan zona ekologi
klimatis utama tersebut di atas dapat pula berdasarkan ekologi lokal, antara lain
(d) Zona Kepulauan (misalnya Nusa Tenggara atau di Kepuluan Maluku), dan
(e) Zona Pegunungan (baik di Jawa, Sumatera, atau di Papua) ( Sarjono, 1990).
kawasan hutan tidak terganggu (tata air, keanekaragaman hayati dll); (2). Lebih
efisien dalam recicling unsur hara melalui pohon berakar dalam di lokasi; (3).
Perlindungan yang lebih baik terhadap sistem ekologi daerah hulu DAS; (4).
8
naungan pohon; (6). Meningkatkan hara tanah dan struktur tanah melalui
yang meliputi teknis agronomis seperti TOT, minimum tillage, counter farming,
Sebagai contoh berikut ini pada sebidang tanah, seorang petani menanam sengon
(Paraserianthes falcataria) yang memiliki tajuk (canopy) yang tinggi dan luas.
menggunakan pola tanam agroforestry ini, dari sebidang lahan bisa dihasilkan
beberapa komoditas yang bernilai ekonomi. Akan tetapi sebenarnya pola tanam
juga melindungi lahan dari kerusakan dan mencegah penurunan kesuburan tanah
9
mampu memompa zat-zat hara (nutrient) di lapisan tanah yang dalam, kemudian
terhadap kesesuaian lahan. Beberapa peranan sistem agroforestri antara lain: (a)
agroforestri itu dapat diharapkan karena adanya komposisi dan susunan spesies
Lapisan tanah atas adalah bagian yang paling cepat dan mudah
tanah.
menjadi terbuka, sehingga terkena sinar matahari dan pukulan air hujan secara
seperti menahan beban akibat menjadi tumpuan lalu lintas kendaraan, binatang
dan manusia dalam berbagai kegiatan seperti menebang dan mengangkut pohon,
10
Dampak langsung dari berbagai kegiatan tersebut adalah menurunnya
porositas tanah yang ditandai oleh peningkatan nilai berat isi. Tanah (umumnya
lapisan atas) menjadi mampat karena ruangan pori berkurang (terutama ruang
menahan air dan kemampuan tanah untuk melewatkan air (daya hantar air).
lapisan tanah atas sebagaimana pada sistem hutan. Sistem agroforestri mampu
lapisan perakaran.
Hidrologi berhubungan dengan tata air dan aliran air dalam suatu
Satuan kawasan yang sering dipergunakan untuk analisis hidrologi adalah DAS
atau daerah aliran sungai (watershed, catchment). DAS merupakan suatu wilayah
yang di batasi oleh batas ketinggian atau topografi di mana air hujan yang jatuh
berbagai komponen ekosistem (vegetasi, tanah dan air) dan antara berbagai
11
masalah yang berkaitan dengan degradasi lingkungan dan terutama fungsi
telah menghabiskan dana yang besar sekali tanpa bisa memperbaiki kerusakan
fungsi hidrologi.
(misalnya budidaya pagar) hingga kompleks (misalnya hutan karet dan damar di
Sumatera). Bila ditinjau dari cadangan karbon, sistem agroforestri ini lebih
disebabkan oleh adanya pepohonan yang memiliki biomassa tinggi dan masukan
Sistem agroforestri, memiliki beberapa rotasi pola tanam. Oleh karena itu
12
daratan (actually present) yang merupakan rata-rata dari satu siklus tanam
(lifecycle) pada sistem penggunaan lahan. Parameter ini biasa disebut dengan
cadangan karbon rata-rata per siklus tanam (time-averaged carbon stock) atau
Hasil pengukuran cadangan karbon per siklus tanam (Mg ha-1) pada
setiap sistem penggunaan lahan maka dampak alih-guna lahan akan ditunjukkan
tergantung pada konteks dan macam perbandingan yang akan diuji, misalnya
hidrologi dan cadangan karbon). Agroforestri juga tersusun oleh aneka spesies
keanekaragaman hayati.
agroforestri mungkin telah banyak spesies yang punah. Bentang lahan yang
13
spesies alami, terutama yang berhubungan dengan keanekaragaman hayati dalam
Kanopi dari hutan hujan tropika sering kali terdiri dari berbagai lapisan
tajuk. Formasi hutan yang berbeda memiliki tingkatan strata yang berbeda pula.
tersebut mempunyai kebutuhan yang sama dalam hal hara mineral, air, cahaya dan
tertentu akan lebih berkuasa (dominan) daripada yang lain, maka akan terjadi
pohonnya, semak dan tumbuhan bawah. Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan
pohon tinggi dan lurus dengan batang bebas cabang tinggi. Jenis-jenis
pohon dari stratum ini pada waktu mudanya, tingkat semai hingga sapihan
14
pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak.
cabang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang
kontinyu. Pohon dalam stratum ini rendah, kecil dan banyak cabang.
frekuensi ekosistem dan spesies maupun gen yang ada didalam wilayah tertentu.
merupakan jumlah jenis yang dapat ditinjau dari tiga tingkat keragaman alamiah,
termasuk jumlah dan frekuensi ekosistem, spesies atau gen dalam suatu
15
Keanekaragaman genetik; 2). Keanekaragaman spesies; 3). Keanekaragaman
sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan, seperti iklim, tanah, cahaya,
bahwa ciri hutan hujan tropika yang mencolok adalah mayoritas penutupnya
Pada komunitas yang lebih stabil, keanekaragaman jenis lebih besar dari
permudaan dan pertengahan dari proses suksesi dan akan menurun lagi pada
tinggi didalam komunitas yang lebih tua dan rendah didalam komnitas yang
tajuk (Richard 1964) sedangkan Danserau (1957) dalam Dumbois dan Ellenberg
16
Kershaw (1964) dalam Mueller dan Ellenberg (1974) membedakan
dapat dipakai untuk menduga kerapatan pohon pada berbagai kelas diameternya
apabila dugaan parameter struktur tegakan dan jumlah pohon secara total
diketahui.
hutan agak homogen dan dapat dibedakan secara jelas dengan tegakan di
sekitarnya oleh umur, komposisi jenis, struktur hutan, tempat tumbuh, dan
keadaan geografinya.
17
Kebutuhan Masyarakat
Akan Lahan Garapan
Pola A,B.C,..dst
Agroforestri
Struktur Komposisi
Tegakan Jenis
Analisis
Stratifikasi
vegetasi
Tajuk
Pola Agroforestri
yang optimal
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan Juli 2015.
6. Tambang atau tali rafia untuk memberi tanda batas petak contoh
dilapangan.
7. Tally sheet, alat tulis, kertas milimeter blok dan buku catatan
individu, diameter dan tinggi pohon (tinggi total). Selain itu, untuk kepentingan
19
pembuatan profil diagram tegakan, variabel yang diamati adalah posisi batang
contoh berupa petak contoh yang merupakan kombinasi antara jalur dengan
garis berpetak, dimana untuk tingkat pohon dilakukan cara jalur sedangkan
untuk tingkat semai, pancang dan tiang digunakan cara garis berpetak
1. Pohon adalah semua pohon dengan diameter batang sama dengan atau
cm.
tinggi 1,5 m.
1. Panjang jalur sepanjang batas lebar hutan dan lebar jalur 20 m. Dalam
satu tegakan dibuat dua jalur. Penempatan unit contoh jalur dilakukan
20
starts.
(Gambar 2).
nama jenis, jumlah individu, tinggi total dan tinggi bebas cabang
data yang dikumpulkan meliputi nama jenis dan jumlah individu tiap
jenis.
tajuk dengan panjang 50 m dan lebar 10 m (Gambar 3). Data diambil dengan
tajuk adalah:
1. Posisi pohon dalam jalur, yang diukur dari arah yang sama secara berurutan
21
pengamatan dipetakan.
2. Tinggi total dan tinggi bebas cabang serta tinggi cabang kedua bila
memungkinkan.
4. Diameter setinggi dada (130 cm) atau diameter 20 cm di atas banir bila
pohon berbanir.
pohon-pohon yang ada, maka sisi panjang diangggap sebagai sumbu x dan sisi
tajuk pohon yang diamati dan menyatakan posisinya (arah dan jarak tepi plot
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer yaitu data
dan dokumentasi di lapangan meliputi: jumlah jenis, jumlah individu dari setiap
jenis flora, tinggi pohon, keliling pohon, dan diameter tajuk di Desa Baturappe
penelitian.
22
3.5 Analisis Data
keanekaragaman jenis.
vegetasi yang dapat menunjukan distribusi atau sebaran jenis tumbuhan dalam
dominan.
Kerapatan (K) =
Frekuensi (F) =
23
Dominansi (D) =
peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Indeks nilai penting diperoleh
dari:
24
pengaruh gangguan faktor-faktor lingkungan atau abiotik terhadap komunitas
H’ = - ∑ [Pi In Pi]atau H’ = - ∑
diameter setinggi dada (cm) dengan kerapatan pohon (jumlah pohon per hektar).
bahwa umumnya untuk hutan normal grafik struktur tegakannya berupa huruf
25
Gambar 3. Model struktur tegakan.
26
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Biring Bulu diklasifikasikan atas tiga bentuk pola berdasarkan komponen yang
terbagi atas dua bentuk kombinasi tanaman yaitu kombinasi tanaman kemiri,
Mappala ,rita, pinus, suren dan coklat (Kombinasi A), kombinasi tanaman
kembangkan oleh masyarakat desa Batu Rappe. System ini merupakan system
kombinasikan dengan system kolam ikan mujair dan nila ( Kombinasi C).
lahan yang kurang subur untuk lahan pertanian sebaliknya memiliki padang
27
pengembalaan dimana rumput tersedia sepanjang tahun sebagai sumber pakan
atau produksi terpadu antara ternak dan produk kayu (Kombinasi D).
,rita, pinus, suren dan coklat ke enam jenis ini banyak dikembangkan oleh
pemeliharannya yang tidak begitu sulit dan tidak membutuhkan perhatian yang
dikembangkan adalah suren, jabon, mahoni, papaya, cokelat dan salak di lahan
milik bapak Abdul Gani ini merupkan salah satu lahan percontohan yang
durian, sengon, sukun, kelapa, dan manga. Lahan milik bapak Zulkili ini sama
halnya dengan lahan milik bapak Abd Gani yang juga merupakan lahan
gmelina, durian, sengon, sukun, kelapa, dan mangga dengan kolam ikan yang
berisi jenis ikan mujair dan ikan nila, bibit ikan tersebut di peroleh dari dinas
juga di tanam dalam lahan milik dengan memadukan jenis tanaman, mangga,
28
pinus, sengon, kayu karet, jabon putih dan rumput gajah dengan ternak sapi
sistem kandang.
dominasi oleh Pinus (Pinus mercusi) Jati (Tectona grandis Sp), Jabon putih
Penting (INP) dominan untuk keempat pola disajikan pada Tabel di bawah,
29
Tabel 2. Jumlah Jenis Tumbuhan Setiap Pola Agroforestri
Pola
AGROSILVICU AGROSILVICUL AGROSILV AGROSILV
Agroforestri
LTURE TURE OFISHERY OPASTURA(
(A) (B) (C) D)
Tk. Pertumban
Pohon 7 3 10 8
Tiang 9 4 10 6
Pancang 3 4 6 5
Anakan/tumbuhan
2 3 5 3
bawah
Jumlah Jenis 21 14 31 22
Sumber: Data primer setelah diolah, 2015
(A) sebanyak 21, pola Agrosilviculture (B) sebanyak 14 jenis, dan pola
setiap pola, jenis komersial yang dikembangkan oleh masyarakat adalah untuk
tanaman MPTS (Multi perpuse tree spesies) adalah nangka, kapuk, kemiri,
langsat, kelapa, jeruk, dana tanaman pertanian adalah salak, papaya, pisang,
terong. Lombok dan ubi kayu sedangkan tanaman untuk pakan ternak adalah
rumput gajah
Kondisi indeks nilai penting (INP) dan indeks keanekaragaman (H’) pola
30
Tabel 3. Indeks Nilai Penting dan indeks keanekaragaman pola
Agrosilviculture (Kombinasi A) tingkat pohon
K(ind KR FR D DR INP
No Jenis F H
/ha) (%) (%) (m2) (%) (%)
1 Kemiri 33.33 20.00 1.00 27.25 8584.834 16 63.25 0.322
2 Pinus 58.33 35.00 0.67 18.17 7485.055 13.95 67.11 0.367
3 Pulai 16.67 10.00 0.67 18.17 11516.76 21.46 49.63 0.230
4 Mangga 8.33 5.00 0.33 9.08 10698.2 19.94 34.02 0.150
5 Jati 33.33 20.00 0.33 9.08 3321.1 6.189 35.27 0.322
6 Nangka 8.33 5.00 0.33 9.08 3732.086 6.955 21.04 0.150
7 Tobo-Tobo 8.33 5.00 0.33 9.08 8322.718 15.51 29.59 0.150
Jumlah 166.67 100 3.67 100 53660.75 100 300 1.691
Sumber :Data primer setelah diolah, 2015
adalah Pinus sebesar 67,11% dan kemiri 63.25 % dengan kategori kurang baik
Indeks Nilai Penting. Kerapatan untuk jenis Pinus sebesar 58 individu/ha dan
pada tingkat pohon sebesar 1.691 dengan kategori agak melimpah menurut
Shannon-Wiener.
31
K(ind KR FR D DR INP
No Jenis F H
/ha) (%) (%) (m2) (%) (%)
9 Nangka 16.67 14.29 0.33 11.11 983.26 7.737 33.13 0.278
Jumlah 116.67 100 3.00 100 12708.82 100 300 2.107
Sumber :Data primer setelah diolah, 2015
indeks nilai penting jenis tertinggi di tingkat pertumbuhan tiang adalah manga
(mangifera indica) sebesar 45,42% dan pinus 40,34 % dengan kategori kurang
Indeks Nilai Penting. Kerapatan untuk jenis mangga sebesar 25 individu/ha dan
pada tingkat tiang sebesar 2,107 dengan kategori agak melimpah menurut
Shannon-Wiener.
adalah kakao (Theobroma cacao sp) sebesar 149.77 % dengan kategori cukup
baik dan biraeng 40,34 % dengan kategori kurang baik berdasarkan Keputusan
Kerapatan untuk jenis kakao sebesar 141 individu/ha dan pinus 17 individu/ha
32
sedangkan untuk dengan indeks keanekaragaman jenis pada tingkat pancang
33
Berdasarkan pada Tabel 7, pola Agrosilviculture (Kombinasi B) tingkat
pohon adalah jenis mangga sebesar 119.19 % dan jatih putih 113.42 % dengan
IV/1994 kriteria Indeks Nilai Penting. Kerapatan untuk jenis manga sebesar 17
pohon adalah jenis suren sebesar 94,23 % dan jabon 76,06 % dengan kategori
kriteria Indeks Nilai Penting. Kerapatan untuk jenis suren sebesar 116
keanekaragaman jenis pada tingkat pohon sebesar 0.900 dengan kategori sedikit
34
Tabel 9. Indeks Nilai Penting dan indeks keanekaragaman pola
Agrosilviculture (Kombinasi B) tingkat pancang
K(ind KR FR D DR INP
No Jenis F H
/ha) (%) (%) (m2) (%) (%)
1 Suren 33.33 9.52 0.33 14.31 457.18 35.04 58.87 0.224
adalah kakao (Theobroma cacao sp) sebesar 129,87 % dengan kategori baik
Indeks Nilai Penting. Kerapatan untuk jenis kakao sebesar 270 individu/ha dan
pada tingkat pancang sebesar 0,773 dengan kategori sedikit atau rendah
menurut Shannon-Wiener.
35
79,96 % dengan kategori kurang baik berdasarkan Keputusan Menteri
pohon adalah jenis sukun (Artocarpus atilis) sebesar 56.95 % dan mangga
36
Kehutanan No.200/Kept-IV/1994 kriteria Indeks Nilai Penting. Kerapatan
keanekaragaman jenis pada tingkat pohon sebesar 2.09 dengan kategori agak
dan bitti 35.47 % dengan kategori kurang baik berdasarkan Keputusan Menteri
untuk jenis suren sebesar 17 individu/ha dan jenis bitti sebesar 9 individu/ha,
sedangkan untuk indeks keanekaragaman jenis pada tingkat pohon sebesar 2.09
37
Tabel 13. Indeks Nilai Penting dan indeks keanekaragaman pola
Agrosilvofishery (Kombinasi C) tingkat pohon Pancang
K(ind KR FR D DR INP
No Jenis F H
/ha) (%) (%) (m2) (%) (%)
1 Kakao 50.00 30.00 0.67 22.22 136.31 11.16 63.38 0.361
2 Kopi 41.67 25.00 0.67 22.22 120.20 9.84 57.06 0.347
3 Suren 8.33 5.00 0.33 11.11 520.17 42.58 58.69 0.150
4 Jeruk 50.00 30.00 0.67 22.22 125.44 10.27 62.49 0.361
5 Langsat 8.33 5.00 0.33 11.11 149.28 12.22 28.33 0.150
6 Gamal 8.33 5.00 0.33 11.11 170.15 13.93 30.04 0.150
Jumlah 166.67 100 3.00 100 1221.55 100 300 1.52
Sumber :Data primer setelah diolah, 2015
adalah kakao (Theobroma cacao sp) sebesar 63.38 % dan jeruk (Percea
38
anakan/tumbuhan bawah adalah tanaman lombok sebesar 59.01 % dengan
IV/1994 kriteria Indeks Nilai Penting. Kerapatan untuk jenis pepaya sebesar 59
Shannon-Wiener
nilai penting jenis tertinggi di tingkat pertumbuhan pohon adalah Pinus sebesar
keanekaragaman jenis pada tingkat pohon sebesar 1.815 dengan kategori agak
39
Tabel 16. Indeks Nilai Penting Dan Indeks Keanekaragaman Pola
Agrosilvopastural (Kombinasi D)Tingkat Tiang
K(ind KR FR D DR INP
No Jenis F H
/ha) (%) (%) (m2) (%) (%)
1 Bilalang 25.00 27.27 0.67 28.61 1207.83 14.49853 70.39 0.354
2 Suren 16.67 18.18 0.33 14.31 1115.31 13.38796 45.88 0.310
3 Jati Super 8.33 9.09 0.33 14.31 2468.82 29.63509 53.03 0.218
4 Gmelina 16.67 18.18 0.33 14.31 1863.72 22.37167 54.86 0.310
5 Sengon 16.67 18.18 0.33 14.31 767.26 9.210067 41.70 0.310
6 Jambu mete 8.33 9.09 0.33 14.31 907.78 10.89674 34.29 0.218
Jumlah 91.67 100 2.33 100 8330.72 100 300 1.720
Sumber :Data primer setelah diolah, 2015
nilai penting jenis tertinggi di tingkat pertumbuhan tiang dalah Bilalang sebesar
dengan indeks keanekaragaman jenis pada tingkat tiang sebesar 1.72 dengan
90.14 % kategori cukup baik dan jambu mete 75.82 % dengan kategori kurang
40
Kerapatan untuk jenis sengon dan jambu mete sebesar 25 individu/ha dan
Shannon-Wiener.
sebesar 125.99 % kategori baik dan jabon 45.24 % dengan kategori kurang baik
untuk jenis jabon sebesar 258 individu/ha dan rumput gajah sebesar 10.833
menurut Shannon-Wiener.
Penguasaan suatu jenis atau suatu spesies terhadap jenis atau spesies
yang lain salah satunya ditunjukkan dengan indek nilai penting yang tinggi.
41
Keanekaragaman jenis suatu komunitas tidak hanya ditentukan oleh
banyaknya jenis, tetapi juga oleh banyaknya individu dari setiap jenis,
sebaliknya dengan jumlah jenis yang sedikit dan sedikit pula jenis yang
Soegianto 1994).
komunitas terjadi interaksi spesies yang tinggi pula berupa kompetensi dan
pembagian ruang yang lebih kompleks. Keadaan ini juga menunjukkan keadaan
komunitas yang lebih stabil dan mantap, walaupun hal ini dapat diaplikasikan
Gambaran dari struktur yang umum bagi semua hutan hujan tropis,
masing jenis dalam komunitas), pada pembahasan ini di batasi hanya dengan
beberapa strata. Penyusunan strata dalam pola agroforestri ini didasarkan pada
aturan home garden dengan ketentuan sebagai berikut: Srata I dengan tinggi >
42
Srata IV dengan tinggi < 1 m. Skala yang digunakan dalam penggambaran
diagram profil dan dan proyeksi tajuk setiap pola adalah 1: 200. Data yang
jenis tanaman pada plot pengamatan yang lain tidak tercantum dalam gambar
profil vegetasi
Srata tinggi > 15 m adalah kemiri dengan tinggi antara 18 – 19 m, Pinus dengan
dengan tinggi 6 – 15 m antara lain pulai dengan tinggi 14,3 m, pinus dengan
tinggi 11-14 m, mapala dengan tinggi 14 m dan suren dengan tinggi 8 m. Srata
43
Keterangan:
1 : Pinus 5 : Mapala
2 : Jati 6 : Kakao
3 : Pulai 7 : Pisang
4 : Kemiri 8 : Suren
Struktur vegetasi pada pola Agrosilviculture (Kombinasi B) untuk Srata tinggi >
15 m adalah Jabon dengan tinggi antara 17,68 m dan suren dengan tinggi antara
15,95 - 16,4 m. Srata II dengan tinggi 6 – 15 m antara lain suren dengan tinggi
6,3 m-13,3 m dan mahoni dengan tinggi 8.5 m. Srata III dengan tinggi 1 – 5 m
44
Keterangan :
1 : Jabon 5 : Pisang
2 : Suren 6 : Pepaya
3 : Mahoni 7 : Salak
4 : Kakao
Gambar 5. Diagram profil vegetasi pola Agrosilviculture (Kombinasi B)
tinggi > 15 m adalah Gmelina dengan tinggi antara 20-22 m, durian dengan
tinggi 6 - 9 m dan manga dengan tinggi 8 m. Srata III dengan tinggi 1 – 5 m yaitu
tanaman terong dan pakan ternak rumput gajah. Berdasarkan hasil pengukuran
45
Keterangan:
1 Gmelina 7 Pisang
2 Durian 8 Kopi
3 Mangga 9 Kelapa
4 Sengon 10 Rumput Gajah
5 Kakao 11 Terong
6 Sukun
Gambar 6. Diagram profil vegetasi pola Agrosilvofishery (Kombinasi C)
tinggi > 15 m adalah pinus dengan tinggi antara 17 -22 m dan sengon dengan
8 m, sengon dengan tinggi 6,5 m dan pinus 6,5. Srata III dengan tinggi 1 – 5 m
yaitu jabon dengan tinggi 1,1 m dan kayu karet 1,4 m selanjutnya Srata IV
dengan tinggi < 1 m yaitu pakan ternak rumput gajah. Berdasarkan hasil
46
Keterangan
1 Pinus
2 Gmelina
3 Sengon
4 Kayu karet
5 Jabon
6 Rumput Gajah
47
V. KASIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
sebagai berikut:
(Silvopastural systems).
bawah/anakan 1.56
48
5.2. Saran
1. Saran untuk masyarakat sekitar Desa Batu Rappe Kecamatan Biring Bulu
dan sengon.
49
DAFTAR PUSTAKA
Razak, 2008. Agroforestry upaya konservasi tanah dan air dalam pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS) (Heterometrus.files.wordpress.com/blog-
agroforestry). diakses Januari 2009.
Sardjono, MA. 1990. Die Lembo-Kultur in Ost Kalimantan. Ein Modell fuer die
Entwicklung agroforstlicher Landnutzung in den Feuchttropen.
Dissertation. Universitate Hamburg. Germany.
a. Pohon
NAMA
NO KELILING DIAMETER T. TOT TBC T. PENGAMAT
POHON
1 RITA 1,32 0,42 6 2,3 1,5
2 RITA 1,5 0,48 7 2,4 1,5
3 MANGGA 1,27 0,40 3 1,2 1,5
4 MANGGA 0,98 0,31 2 0,4 1,5
5 MANGGA 1,52 0,48 8 3,5 1,5
6 MANGGA 1,72 0,55 11 5,2 1,5
b. Tiang
NAMA
NO KELILING DIAMETER T. TOT TBC T. PENGAMAT
POHON
1 KOPI 0,27 0,09 4 1,5 1,5
2 KOPI 0,21 0,07 3 1,4 1,5
3 KOPI 0,17 0,05 2,7 1,2 1,5
4 KOPI 0,32 0,10 4,2 2,1 1,5
1 PINANG 0,46 0,15 12 4,2 1,5
2 PINANG 0,36 0,11 8 3,4 1,5
3 BIRAENG 0,37 0,12 6,31 2,1 1,5
c. Pancang
a. Pohon
b. Tiang
NAMA
NO KELILING DIAMETER T. TOT TBC T. PENGAMAT
POHON
1 SUREN 0,46 0,15 11,12 4,6 1,5
2 SUREN 0,52 0,17 6,31 2,4 1,5
3 SUREN 0,45 0,14 3,8 1,3 1,5
4 SUREN 0,47 0,15 6,31 2,6 1,5
5 SUREN 0,52 0,17 7,95 3,7 1,5
6 SUREN 0,46 0,15 13,3 7,3 1,5
7 SUREN 0,38 0,12 5,91 3,1 1,5
8 SUREN 0,42 0,13 3,18 1,7 1,5
9 SUREN 0,36 0,11 13,09 6,4 1,5
10 SUREN 0,52 0,17 14,14 8,2 1,5
11 SUREN 0,49 0,16 10,6 5,9 1,5
12 SUREN 0,45 0,14 3,18 1,9 1,5
13 SUREN 0,50 0,16 9,95 4,3 1,5
14 SUREN 0,32 0,10 11,22 4,2 1,5
15 SUREN 0,36 0,11 4,81 2,1 1,5
16 SUREN 0,34 0,11 6,31 3,2 1,5
17 SUREN 0,33 0,11 17,97 6,5 1,5
18 SUREN 0,46 0,15 15,4 8,4 1,5
19 SUREN 0,45 0,14 8,33 4,2 1,5
20 SUREN 0,48 0,15 11,7 5,4 1,5
21 SUREN 0,44 0,14 12,96 6,3 1,5
22 SUREN 0,33 0,11 14,29 7,3 1,5
23 SUREN 0,36 0,11 15,4 6,3 1,5
c. Pancang
NAMA
NO KELILING DIAMETER T. TOT TBC T. PENGAMAT
POHON
1 SUREN 0,28 0,09 8,55 4,2 1,5
2 SUREN 0,28 0,09 11,78 5,2 1,5
3 MAHONI 0,21 0,07 8,5 2,1 1,5
4 SUREN 0,26 0,08 3,03 1,5 1,5
5 SUREN 0,28 0,09 5,91 2,6 1,5
6 SUREN 0,28 0,09 21,21 14,3 1,5
7 SUREN 0,29 0,09 10,6 5,6 1,5
8 SUREN 0,29 0,09 13,35 7,5 1,5
9 SUREN 0,27 0,09 9,4 3,4 1,5
10 SUREN 0,31 0,10 12,7 5,8 1,5
11 SUREN 0,26 0,08 8,14 5,3 1,5
3. Data Plot 3
a. Pohon
NAMA
NO KELILING DIAMETER T. TOT TBC T. PENGAMAT
POHON
1 MANGGA 1,37 0,44 4 2,3 1,5
2 MANGGA 1,52 0,48 6 2,4 1,5
3 MANGGA 1,6 0,51 7 3,7 1,5
4 MANGGA 1,42 0,45 5 3,6 1,5
5 MANGGA 1,4 0,45 4,76 2,3 1,5
6 MANGGA 1,49 0,47 5,65 4,3 1,5
7 MANGGA 1,54 0,49 5,78 3,2 1,5
8 BITTI 0,64 0,20 3,67 2,4 1,5
9 BITTI 0,76 0,24 4 1,3 1,5
10 BITTI 0,71 0,23 4,08 1,7 1,5
11 SUKUN 1,51 0,48 8 3,6 1,5
12 SUKUN 1,72 0,55 9 4,3 1,5
13 SUKUN 2,25 0,72 11,02 6,3 1,5
14 SUKUN 1,82 0,58 9,3 9,4 1,5
15 NANGKA 0,88 0,28 8 3,7 1,5
16 NANGKA 0,97 0,31 9 5,4 1,5
17 NANGKA 0,92 0,29 8,76 5,4 1,5
18 NANGKA 0,79 0,25 7,25 4,3 1,5
19 NANGKA 0,72 0,23 7,15 39 1,5
NAMA
NO KELILING DIAMETER T. TOT TBC T. PENGAMAT
POHON
20 KAPUK 1,46 0,46 9,01 4,3 1,5
21 JATI 0,89 0,28 8 4,1 1,5
22 JATI 0,92 0,29 8,12 3,7 1,5
26 SENGON 0,81 0,26 7 3,5 1,5
27 LANGSAT 0,81 0,26 3 1,6 1,5
28 LANGSAT 0,98 0,31 5 2,4 1,5
b. Tiang
KELILIN
NO NAMA POHON DIAMETER T. TOT TBC T. PENGAMAT
G
1 BITTI 0,62 0,20 3,52 1,6 1,5
2 SUREN 0,49 0,16 10,27 4,2 1,5
3 SUREN 0,5 0,16 9,38 6,4 1,5
4 SUREN 0,48 0,15 11,27 6,4 1,5
5 SUREN 0,58 0,18 12,08 7,9 1,5
c. Pancang
4. Data Plot 4
a. Pohon
NAMA
NO KELILING DIAMETER T. TOT TBC T. PENGAMAT
POHON
1 KEMIRI 0,89 0,28 9,51 3,2 1,5
2 KEMIRI 1,09 0,35 10,11 5,2 1,5
3 KEMIRI 1,26 0,40 12,9 7,3 1,5
4 JATI SUPER 0,92 0,29 9,2 4,2 1,5
5 JATI SUPER 0,78 0,25 7,36 3,1 1,5
NAMA
NO KELILING DIAMETER T. TOT TBC T. PENGAMAT
POHON
6 JATI SUPER 0,89 0,28 8,09 3,7 1,5
7 JATI SUPER 0,69 0,22 7,01 3,5 1,5
8 GMELINA 0,82 0,26 8,12 3,8 1,5
9 GMELINA 0,89 0,28 9,16 3,9 1,5
10 GMELINA 0,81 0,26 8,11 3,6 1,5
11 GMELINA 0,97 0,31 10,7 4,5 1,5
12 GMELINA 0,89 0,28 8,9 4,2 1,5
13 GMELINA 0,97 0,31 10 4,8 1,5
14 GMELINA 0,82 0,26 8,02 3,7 1,5
15 NANGKA 0,88 0,28 8,03 4,2 1,5
16 PINUS 1,16 0,37 16,7 7,9 1,5
17 PINUS 1,36 0,43 18 7,3 1,5
18 PINUS 1,23 0,39 16,02 8,2 1,5
19 PINUS 1,42 0,45 19 12,5 1,5
20 PINUS 1,33 0,42 17 15,4 1,5
21 PINUS 1,39 0,44 17,09 9,5 1,5
22 MANGGA 1,27 0,40 3 1,8 1,5
23 MANGGA 1,52 0,48 8 6,9 1,5
24 MANGGA 1,72 0,55 11 5,3 1,5
25 KAPUK 1,89 0,60 12 7,9 1,5
b. Tiang
KELILING
NO NAMA POHON DIAMETER T. TOT TBC T. PENGAMAT
(m)
1 JABON PUTIH 0,12 0,04 1 0,2 1,5
2 KAYU KARET 0,12 0,04 1,06 0,5 1,5
3 KAYU KARET 0,14 0,04 1,21 0,6 1,5
4 KAYU KARET 0,1 0,03 0,96 0,4 1,5
5 KAYU KARET 0,16 0,05 1,41 0,7 1,5
6 KAYU KARET 0,13 0,04 1,13 0,8 1,5
7 BILALANG 0,31 0,10 5,07 2,6 1,5
8 BILALANG 0,27 0,09 4,73 2,8 1,5
9 JAMBU METE 0,3 0,10 5,27 3,7 1,5
LAMPIRAN 2. DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1. Kombinasi A
Gambar 4. Kombinasi B
Gambar 5. Pengambilan Data Kombinasi B
Gambar 6. Kombinasi B
Gambar 7. Kombinasi C
Gambar 8. Kombinasi C
Gambar 9. Kombinasi C
RIWAYAT HIDUP
Bontorikong tahun 1999 dan menyelesaikan pada tahun 2005. Pada tahun yang sama
atas di SMAN 1 Bajeng Unggulan Kab Gowa dan menyelesaikan pada tahun 2011.
Ditahun yang sama penulis terdaftar sebagai Mahasiswa pada Program Studi
tahun 2015.